• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Definisi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) BBLR masih merupakan penyebab utama kematian neonatus.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Definisi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) BBLR masih merupakan penyebab utama kematian neonatus."

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

BBLR masih merupakan penyebab utama kematian neonatus. BBLR dapat terjadi karena berbagai sebab sehingga terkadang agak sulit dilakukan pencegahan. BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang pada saat lahir sampai dengan 24 jam pertama setelah lahir.10

BBLR dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu :

a. Berat bayi lahir rendah, dengan berat kurang dari 2500 gram b. Berat bayi lahir sangat rendah, dengan berat 1000-1500 gram

c. Berat bayi lahir amat sangat rendah, dengan berat kurang dari 1000 gram.14 Sejak tahun 1961, WHO mengganti istilah Premature dengan Low Birth

Weights Infants (bayi dengan berat badan lahir rendah). Hal ini dikarenakan tidak

semua bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram merupakan bayi prematur.15

Untuk mendapatkan keseragaman, pada Kongres European Perinatal

Medicine ke II di London (1970) telah diusulkan definisi sebagai berikut :

a. Bayi kurang bulan atau preterm ialah bayi dengan kehamilan kurang dari 37 minggu (< 259 hari)

b. Bayi cukup bulan atau aterm ialah bayi dengan masa kehamilan mulai 37 minggu sampai 42 minggu (259 sampai 293 hari)

(2)

c. Bayi lebih bulan atau postterm ialah bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu atau lebih (294 hari atau lebih)16

Berdasarkan alasan di atas, maka bayi dengan BBLR dapat dikategorikan menjadi dua yaitu prematuritas murni dan dismaturitas/Kecil Masa Kehamilan (KMK).

2.1.1 Prematuritas Murni

Prematuritas murni yaitu neonatus dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai untuk masa kehamilannya atau biasa disebut Neonatus Kurang Bulan-Sesuai Masa Kehamilan (NKB-SMK).16

2.1.2 Dismaturitas/Kecil Masa Kehamilan (KMK)

Yaitu berat bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari semestinya untuk masa gestasi, dengan batasan yang diajukan oleh Battaglia dan Lubhenco (1967) yakni dibawah percentil ke 10 dilihat dari kurva pertumbuhan dan perkembangan yang dapat merupakan bayi preterm, aterm, atau postterm. Istilah lain yang digunakan adalah Small for Gestational Age (SGA). Penyebab dismaturitas ialah janin mengalami gangguan pertumbuhan didalam uterus atau Intra Uterine Growth

Retardation (IUGR) sehingga pertumbuhan janin mengalami hambatan.KMK dibagi

atas :

a. Simetri, adalah janin yang menderita distres yang lama, dimana gangguan pertumbuhan terjadi berminggu-minggu sampai berbulan-bulan sebelum lahir sehingga tampak pertumbuhan otak dan tulang rangka terganggu dan seringkali berkaitan dengan hasil akhir perkembangan syaraf yang buruk.

(3)

b. Asimetri, terjadi akibat distres sub-akut. Gangguan terjadi beberapa minggu sampai beberapa hari sebelum janin lahir. Pertumbuhan jantung, otak dan tulang rangka tampak paling sedikit terpengaruh, sedangkan ukuran hati, limpa, timus sangat berkurang dan berat tidak sesuai dengan masa gestasi. 17 Pertumbuhan alat-alat dalam tubuh bayi prematur kurang sempurna, karena itu bayi sangat peka terhadap gangguan pernapasan, infeksi, trauma kelahiran, hipotermi dan sebagainya. Sedangkan bayi dismatur dapat lebih mudah hidup setelah berada di luar rahim karena alat-alat tubuh lebih berkembang dibandingkan bayi prematur dengan berat badan yang sama. Dalam jangka panjang bayi BBLR dapat mengalami gangguan pertumbuhan, perkembangan, penglihatan, pendengaran serta penyakit paru kronik.14

2.2 Neonatus dengan Risiko Tinggi

Pengertian neonatus (bayi baru lahir) adalah bayi yang berusia 0-28 hari. Sedangkan pengertian neonatus dengan risiko tinggi adalah neonatus yang memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami kematian atau menjadi sakit berat dalam masa neonatal. Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian neonatus, maka perlu sekali mengenali neonatus dengan risiko tinggi sedini mungkin. Istilah neonatus risiko tinggi menyatakan bahwa bayi harus mendapatkan pengawasan ketat oleh para tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan dan memberikan pelayanan kesehatan sesuai standar pada kunjungan bayi baru lahir. Lama pengawasan dapat berkisar dari beberapa jam sampai beberapa minggu.15

(4)

Berdasarkan Riskesdas tahun 2007, sebagian besar (78,5%) kematian terjadi pada minggu pertama kehidupan (0-6 hari). Mengingat besarnya risiko kematian pada minggu pertama, setiap bayi baru lahir harus mendapatkan pemeriksaan sesuai standar lebih sering dalam minggu pertama untuk mendeteksi adanya penyakit atau tanda bahaya sehingga dapat dilakukan intervensi sedini mungkin untuk mencegah kematian.6

Beberapa keadaan neonatus yang termasuk kategori risiko tinggi : a. Lahir sebelum minggu ke-37 atau sesudah minggu ke-42 kehamilan. b. Mempunyai berat badan kurang dari 2500 gram atau lebih dari 4000 gram. c. Dilahirkan dari ibu yang mengalami berbagai penyakit infeksi, ketuban pecah

dini, permasalahan sosial yang berat misalnya kehamilan usia muda, kecanduan obat dan lain-lain.

d. Kehamilan kembar dan kehamilan yang terjadi lagi setelah tiga bulan kehamilan sebelumnya.

e. Persalinan melalui tindakan pembedahan atau kelahiran yang disertai dengan suatu penyakit misalnya hidramnion, solusio plasenta, plasenta previa dan lain-lain.

f. Dilahirkan dari ibu yang mengalami stres berat selama kehamilan.

g. Kehamilan dimana ibu mengalami anemia dan adanya ketidakcocokan golongan darah ibu dan janin.18

(5)

2.3 Epidemiologi BBLR

2.3.1 Distribusi Frekuensi BBLR Menurut Orang

Tinggi rendahnya risiko dalam proses kehamilan dan persalinan sangat bergantung pada faktor usia ibu. Usia reproduksi yang optimal bagi seorang ibu adalah usia 20-35 tahun, di bawah dan di atas usia tersebut akan terjadi peningkatan risiko kehamilan dan persalinan. Menurut Manik yang dikutip oleh Jumirah, dkk (2001) usia ibu < 20 tahun berisiko 14 kali lebih besar dan usia ≥ 35 tahun berisiko 4 kali lebih besar melahirkan bayi BBLR dibandingkan usia 20-34 tahun.19

Penelitian Purmono dan Putro (2009), menunjukkan bahwa kejadian BBLR lebih sering dijumpai pada ibu dengan pendidikan yang rendah (6,4%) disusul dengan ibu dengan pendidikan sedang (4,8%). Ibu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi lebih mudah menyerap informasi yang diberikan sehingga dapat melahirkan bayi dengan berat badan yang normal.20

2.3.2 Distribusi Frekuensi BBLR Menurut Tempat

Kejadian BBLR di beberapa Provinsi bervariasi pada 5 tahun terakhir dari tahun 2006-2010, yang tertinggi terdapat di Provinsi Maluku Utara (11,3%), sedangkan di Provinsi Sumatera Utara (3,3%) dan yang terendah terdapat di Provinsi Bengkulu (2,5%).20

Di Kota Medan, angka kejadian BBLR pada tahun 2008 adalah sebesar 0,14% (64 dari 41.623 kelahiran hidup).8

2.3.3 Distribusi Frekuensi BBLR Menurut Waktu8

Di Sumatera Utara, angka kejadian BBLR pada tahun 2003 adalah sebesar 1,62% dari 187.420 bayi yang lahir hidup dan pada tahun 2007 terdapat 0,73% bayi

(6)

dengan BBLR dari 264.896 jumlah kelahiran hidup, sedangkan pada tahun 2008 terdapat 0,50% kasus BBLR dari 260.991 jumlah kelahiran hidup.

2.3.4 Faktor Risiko BBLR a. Paritas

Paritas merupakan jumlah persalinan yang pernah dialami ibu sebelum kehamilan/persalinan tersebut. Pengelompokan paritas terdiri dari 4 kelompok, yaitu golongan nullipara (ibu dengan paritas 0), primipara (ibu dengan paritas 1), multipara (ibu dengan paritas 2-3) dan grandemultipara (ibu dengan paritas ≥ 4).21

Kejadian BBLR yang tinggi pada kelompok ibu dengan paritas rendah dihubungkan dengan faktor umur ibu yang masih terlalu muda, dimana organ-organ reproduksi ibu belum tumbuh secara sempurna dan kondisi psikis ibu yang belum siap. Sementara pada paritas tinggi, hal yang mungkin terjadi adalah gangguan kesehatan seperti anemia, kurang gizi ataupun gangguan pada rahim. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan janin sehingga meningkatkan risiko terjadinya BBLR.13

Banyak studi menunjukkan bahwa kehamilan kedua dan ketiga adalah paling tidak menyulitkan, sedangkan komplikasi meningkat setelah anak ketiga. Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001, persentase kematian neonatal tinggi pada anak pertama dan pada ibu dengan jumlah paritas 3 atau lebih.22

Menurut penelitian Cipta (2002) di RSU Pirngadi Medan, kejadian BBLR lebih tinggi ditemukan pada ibu dengan paritas nullipara (paritas 0) yaitu sebesar 76,3% dan paritas multipara (paritas 2-3) sebesar 9,1%.23

(7)

b. Umur Kehamilan

Semakin pendek umur kehamilan maka pertumbuhan janin semakin belum sempurna, baik itu organ reproduksi dan organ pernapasan oleh karena itu mengalami kesulitan untuk hidup diluar uterus ibunya. Teori Beck dan Roshental menyatakan bahwa berat badan bayi bertambah sesuai dengan masa kehamilan. Apabila bayi lahir pada umur kehamilan yang pendek, maka berat bayi belum mencapai berat badan normal dan pertumbuhannya belum sempurna.24

Dari hasil penelitian Marbun (2005) di RSU Pirngadi Medan, ibu yang melahirkan bayi dengan BBLR lebih tinggi dijumpai pada ibu dengan umur kehamilan 28-36 minggu (61,8%) dibandingkan dengan umur kehamilan ≥ 37 minggu (38,2%).25

c. Jarak Kehamilan

Ibu hamil dengan jarak kehamilan dari anak terkecil kurang dari 2 tahun akan meningkatkan risiko terjadinya BBLR. Jarak kehamilan sebaiknya lebih dari 2 tahun. Jarak kehamilan yang terlalu dekat menyebabkan ibu punya waktu yang singkat untuk memulihkan kondisi rahimnya agar bisa kembali ke kondisi sebelumnya.26

Pernyataan di atas sesuai dengan penelitian Kasim, dkk (2008) di RS Immanuel Bandung yang mengemukakan bahwa kejadian BBLR lebih tinggi ditemukan pada ibu dengan jarak kehamilan kurang dari 2 tahun yaitu sebanyak 69 kasus dari 112 kelahiran (61,6%).27

d. Riwayat Kehamilan Terdahulu

Riwayat kehamilan dan persalinan seorang ibu memberikan gambaran mengenai keadaan bayi yang sedang dikandungnya. Angka lahir mati atau kejadian

(8)

BBLR cenderung meningkat pada ibu-ibu yang mempunyai riwayat kehamilan buruk. Ibu dengan riwayat obstetrik yang buruk (BBLR, abortus, kelainan genetik, lahir mati) sebelumnya cenderung akan berulang pada kehamilan berikutnya.30

Dari hasil penelitan Ginting (2002) di RSU Pirngadi Medan, kejadian BBLR lebih sering dialami oleh ibu dengan riwayat obstetrik yang buruk (86,8%).23

e. Komplikasi Kehamilan

Beberapa komplikasi dari kehamilan yaitu hiperemis gravidarum, preeklamsi dan eklamsi, kehamilan ektopik, kelainan plasenta previa, solusio plasenta, oligohidromnion, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini, anemia. Komplikasi-komplikasi pada kehamilan ini dapat mengganggu kesehatan ibu dan pertumbuhan janin dalam kandungan sehingga meningkatkan risiko bayi dengan BBLR.26

Pada penelitian Elizawarda (2003) di RSU Pirngadi Medan, didapatkan hasil bahwa pada ibu yang mengalami preeklamsi/eklamsi mempunyai risiko melahirkan bayi BBLR sebesar 6,947 lebih besar dibandingkan ibu yang tidak mengalami preeklamsi/eklamsi.31

f. Kadar Hb

Hendaknya ibu hamil mengkonsumsi makanan yang mengandung jumlah dan mutu gizi yang baik dan cukup. Bila makanan ibu sewaktu hamil tidak mencukupi kebutuhannya baik secara kuantitas maupun kualitas, akan berakibat pada kemunduran kesehatan janin. Kekurangan zat gizi yang diperlukan saat pertumbuhan dapat mengakibatkan semakin tingginya kehamilan prematur atau BBLR dan cacat bawaan.16

(9)

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui status gizi ibu hamil, antara lain dengan mengukur kadar Hb. Pengukuran kadar Hb dimaksudkan untuk mengetahui kondisi seorang ibu apakah mengalami anemia gizi.Batas ambang kadar Hb normal adalah ≥ 11 gr%.18

Penelitan oleh Syarifuddin (2011) dengan menggunakan desain Case Control menunjukkan bahwa ibu hamil yang anemia berisiko melahirkan bayi BBLR 3,21 kali lebih besar dengan ibu hamil yang tidak anemia.33

g. Pemeriksaan Kehamilan (Antenatal Care (ANC))

Ibu hamil rentan terhadap risiko kehamilan. Pemeriksaan kehamilan atau

antenatal care (ANC) adalah salah satu cara untuk menyiapkan fisik maupun mental

ibu di dalam masa kehamilan sehingga mampu mehadapi persalinan, kala nifas, persiapan memberikan ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar. Pemeriksaan rutin saat hamil merupakan salah satu cara mencegah terjadinya bayi lahir dengan BBLR. Kunjungan ANC dilakukan 4 kali selama masa kehamilan. Satu kali dalam trimester pertama (sebelum 14 minggu), satu kali dalam trimester kedua (antara minggu 14-28) dan dua kali dalam trimester ketiga (antara minggu ke-36) dan pemeriksaan khusus bila terdapat keluhan-keluhan tertentu. Pemeriksaan kehamilan yang dilakukan secara teratur dapat menurunkan angka kecacatan dan kematian baik ibu maupun janin, juga memantau berat badan janin.34

Hasil penelitian Ernawati, dkk (2010) dengan menggunakan desain Case

Control, hasil analisis statatistik menunjukkan bahwa ibu yang melakukan

(10)

melahirkan bayi dengan BBLR sebesar 1,8 kali dibandingkan ibu yang melakukan ANC kurang dari 4 kali.35

Sejalan dengan penelitian Purmono dan Putro (2009), menunjukkan bahwa ibu yang tidak memeriksakan kehamilannya mempunyai persentase lebih tinggi (9,1%) untuk terjadi BBLR dibandingkan dengan ibu yang memeriksakan kehamilannya (4,6%).20

h. Rokok

Merokok meningkatkan faktor risiko aborsi spontan, placental disorders, kelainan kongenital, kematian janin dan BBLR. Carbon monoksida dan nikotin adalah dua bahan kimia yang paling berpengaruh terhadap janin dan terdapat pada rokok. CO menurunkan kemampuan membawa oksigen yang cukup pada jaringan janin. Nikotin meningkatkan tekanan darah janin dan menurunkan angka pernapasan, Nikotin berefek pada sistem syaraf pusat genitalia, saluran cerna, dan sistem urinari janin. Dampak rokok bukan hanya dirasakan pada perokok aktif tetapi juga pada perokok pasif. Orang yang tidak merokok atau perokok pasif yang terpapar asap rokok akan mengirup dua kali lipat racun yang dihembuskan oleh perokok aktif.36

Menurut penelitan dari Sirajuddin, dkk (2011) menunjukkan bahwa jika seseorang merokok lebih dari 25 batang per hari atau lebih dari 1 bungkus per hari maka sudah dapat menyebabkan berat bayi lahir < 2500 gram.37 Penelitian yang dilakukan oleh Hegaard, dkk (2005) juga menunjukkan ibu hamil yang terpapar asap rokok di rumah maupun diluar rumah lebih dari 2 jam per hari, akan melahirkan bayi rata-rata 79 gram lebih rendah dari ibu hamil yang tidak terpapar asap rokok.38

(11)

i. Alkohol

Konsumsi kronis alkohol dalam jumlah besar oleh ibu pada waktu hamil menyebabkan hambatan pertumbuhan janin dan seringkali disertai malformasi fisik dan gangguan intelektual di kemudian hari.39

Menurut penelitan yang dilakukan oleh Patra, dkk (2011) menyatakan bahwa konsumsi alkohol rata-rata 1 kali sehari atau lebih akan meningkatkan risiko BBLR dan mengonsumsi alkohol dengan rata-rata 3 kali sehari pada masa kehamilan akan menaikkan risiko prematur sebesar 23% daripada ibu yang tidak meminum alkohol.40

2.4 Komplikasi BBLR14,16,17

Masalah yang terjadi pada bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) terutama yang prematur terjadi karena ketidakmatangan sistem organ pada bayi tersebut. Masalah pada BBLR yang sering terjadi adalah gangguan pada sistem pernapasan, susunan syaraf pusat, kardiovaskuler, gastrointestinal, hematologi, penglihatan, perkemihan.

a. Sistem Pernapasan

Bayi dengan BBLR umumnya mengalami kesulitan untuk bernapas segera setelah lahir disebabkan oleh jumlah alveoli yang berfungsi masih sedikit, kekurangan surfaktan (zat di dalam paru yang melapisi bagian dalam alveoli, sehingga alveoli tidak kolaps pada saat respirasi), lumen sistem pernapasan yang kecil, kolaps atau obstruksi jalan napas, insufisiensi kalsifikasi dari tulang thoraks. Hal-hal inilah yang menganggu usaha bayi untuk bernapas dan sering mengakibatkan gawat napas (distres pernapasan). Gangguan napas yang sering terjadi adalah

(12)

Sindrom Gangguang Napas (SGN) dikenal juga sebagai penyakit Membran Hialin dan Asfiksia. Membran Hialin dapat mengenai bayi dismatur yang preterm, terutama bila masa gestasinya kurang dari 35 minggu.

b. Sistem Neurologi (Susunan Syaraf Pusat)

Bayi dengan BBLR umumnya mudah sekali terjadi trauma susunan syaraf pusat yang disebabkan antara lain; perdarahan intracranial karena pembuluh darah yang rapuh, trauma lahir, perubahan proses koagulasi, hipoksia dan hipoglikemia. Sementara itu asfiksia berat yang terjadi pada BBLR juga sangat berpengaruh pada sistem susunan syaraf pusat yang diakibatkan karena kekurangan oksigen dan kekurangan perfusi/iskemia.

c. Sistem Kardiovaskuler

Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah masalah yang sering terjadi pada bayi

prematur. Sebelum lahir, arteri besar yang disebut ductus arteriosus memungkinkan darah tidak mengaliri paru-paru bayi. Ductus biasanya menutup setelah lahir sehingga darah dapat mengalir ke paru-paru dan mengambil oksigen. Ketika ductus tidak menutup dengan benar dapat menyebabkan gagal jantung.

d. Sistem Gastrointestinal

Bayi dengan BBLR terutama yang kurang bulan umumnya saluran pencernaannya belum berfungsi seperti bayi yang cukup bulan. Hal ini diakibatkan antara lain karena tidak adanya koordinasi mengisap dan menelan sampai usia gestasi 33-34 minggu, kurangnya cadangan beberapa nutrisi seperti kurang dapat menyerap lemak dan mencerna protein, jumlah enzim yang belum mencukupi, waktu

(13)

pengosongan lambung yang lambat dan penurunan/tidak adanya motilitas dan meningkatkan risiko EKN (Enterokolitis Nekrotikans).

e. Sistem Hematologi

Bayi dengan BBLR lebih cenderung mengalami masalah hematologi yaitu gangguan pada sistem pembentukan darah. Penyebabnya terutama pada bayi prematur adalah usia sel darah merahnya lebih pendek, pembentukan sel darah merah yang lambat, pembuluh darah kapiler mudah rapuh yang dapat menyebabkan terjadinya anemia, hiperbilirubinemia, Hemmoragic Disease of the Newborn (HDN). f. Sistem Penglihatan

Sistem penglihatan bayi BBLR dapat terganggu karena ketidakmatangan retina yang dapat menyebabkan Retinopathy Of Prematurity (ROP). ROP disebabkan karena adanya pertumbuhan pembuluh darah retina abnormal yang dapat menyebabkan perlukaan atau lepasnya retina. ROP dapat berlangsung ringan dan membaik dengan sendirinya, tetapi bisa juga menjadi serius dan mengakibatkan kebutaan. Semua bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram atau usia kehamilan kurang dari 32 minggu berisiko mengalami ROP. Semakin rendah berat lahir atau usia kehamilan maka semakin tinggi pula risiko terjadinya ROP. Bayi dengan ROP berisiko besar terjadi strabismus (juling), katarak, kelainan refraksi (rabun jauh) sampai kebutaan.

g. Sistem Perkemihan

Terdapatnya masalah pada sistem perkemihan, dimana ginjal bayi tersebut belum matang sehingga tidak mampu mengelola air, elektrolit dan asam-basa, tidak

(14)

mampu mengeluarkan hasil metabolisme dan obat-obatan dengan memadai serta tidak mampu memekatkan urin.

2.5 Pemeriksaan Bayi Baru Lahir18

Pemeriksaan bayi baru lahir dilakukan segera setelah bayi lahir untuk melihat kondisi bayi apakah menderita suatu kelainan atau tidak. Upaya yang dapat dilakukan adalah :

a. Penilaian APGAR

Merupakan sebuah metode untuk menilai kondisi umum bayi sesaat setelah kelahiran yang dilakukan pada menit pertama dan kelima pasca kelahiran dan untuk mengetahui apakah bayi menderita asfiksia atau tidak. Hal yang dinilai pada skor APGAR adalah usaha napas, warna kulit, denyut jantung, tonus otot dan reaksi terhadap rangsang. Setiap penilaian diberi angka 0,1,2. Dari hasi penilaian dapat diketahui apakah bayi normal (7-10), asfiksia ringan (4-6) atau asfiksia berat (0-3). b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada bayi dengan BBLR yaitu dengan berat badan bayi < 2500 gram. Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai tanda-tanda prematuritas seperti tulang rawan telinga belum terbentuk, refleks lemah, jaringan lemak bawah kulit sedikit, kulit tipis, merah dan transparan atau terdapatnya tanda-tanda bayi KMK seperti tengkorak kepala keras, gerakan cukup aktif dan tangisan cukup kuat, daya mengisap cukup kuat, kulit keriput, lemak bawah kulit tipis.

(15)

2.6 Pencegahan BBLR 2.6.1 Pencegahan Primer14,41

Pencegahan primer meliputi segala bentuk kegiatan yang dapat mencegah kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum terjadi. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kejadian BBLR :

a. Meningkatkan pengetahuan calon ibu mengenai kehamilan yang sehat.

b. Makan-makanan yang bergizi guna menjaga gizi ibu maupun janin yang dikandung.

c. Setiap ibu hamil disarankan untuk melakukan pemeriksaan antenatal minimal sebanyak empat kali yaitu satu kali pada trisemester I, satu kali pada trisemester II dan dua kali pada trisemester III. Dengan melakukan pemeriksaan antenatal segala bentuk kelainan ataupun gangguan pada ibu dan janin dapat dideteksi sedini mungkin.

d. Menghindari perilaku berisiko tinggi seperti merokok, minum-minuman beralkohol karena dapat mengganggu pertumbuhan janin.

2.6.2 Pencegahan Sekunder

a. Menegakkan diagnosa pada bayi BBLR18

Menegakkan diagnosa BBLR adalah dengan dilakukan pemeriksaan anamnesis untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya BBLR dan pemeriksaan penunjang.

a.1 Pemeriksaan anamnesis

Pada anamnesis dijumpai adanya riwayat abortus, partus prematurus, lahir mati, pembesaran uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan, pergerakan janin yang

(16)

pertama terjadi lebih lambat, pertambahan berat badan ibu sangat lambat, dijumpai kehamilan dengan oligohidromnion, hipermesis gravidarum dan perdarahan antepartum.

a.2 Pemeriksaan penunjang

a.2.1 Pemeriksaan skor ballard untuk menentukan usia gestasi bayi baru lahir melalui penilaian neuromuskular dan fisik.

a.2.2 Tes kocok (shake test), dianjurkan untuk bayi kurang bulan untuk melihat ada tidaknya sindrom gawat napas.

a.2.3 Foto thoraks/baby gram pada bayi baru lahir dengan kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau didapat/diperkirakan terjadi sindrom gawat napas.

a.2.4 USG kepala terutama pada bayi dengan kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 2 hari unutk mengetahui adanya hidrosefalus atau perdarahan intracranial.

b. Penatalaksanaan bayi BBLR34,42 b.1 Pengaturan suhu tubuh/Termoregulasi

Bayi BBLR akan cepat mengalami kehilangan panas badan atau suhu tubuh dan dapat menjadi hipotermia atau hipertermia. Hal ini disebabkan oleh pusat pengaturan suhu tubuh belum berfungsi dengan baik atau sistem metabolisme yang rendah. Hipotermia adalah penurunan suhu di bawah 36,50C sedangkan hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh > 37,50C. Suhu tubuh normal terjadi jika ada keseimbangan antara produksi panas dan hilangnya panas. Suhu tubuh dijaga pada

(17)

Diperlukannya penanganan yang tepat untuk mencegah terjadinya hipotermia atau hipertermia serta menjaga suhu tubuh tetap berada dalam keadaan normal, yaitu dengan cara proteksi termal/warm chain. Jika sudah terjadi perubahan suhu badan bayi, dilakukan penangan yang lebih khusus yakni dengan cara penggunaan inkubator, radiant warmer atau dengan cara metode kangguru.

b.2 Pengaturan makanan/nutrisi

Pemberian makanan terbaik bagi bayi adalah ASI (Air Susu Ibu). Pemberian makanan secara dini akan mengurangi risiko hipoglikemia, dehidrasi dan hiperbilirubinemia. Pada bayi dengan masa gestasi 32 minggu atau kurang atau berat badan kurang dari 1500 gram terlalu lemah untuk bisa mengisap secara efektif atau tidak mempunyai refleks menelan yang memadai, ASI dapat diberikan dengan menggunakan sonde lambung.

b.3 Mencegah infeksi

Bayi BBLR mempunyai daya tahan tubuh yang rendah dan sistem imun yang belum matang menyebabkan bayi BBLR sangat rentan dengan infeksi. Hal ini dapat dicegah dengan memperhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi pada bayi seperti mencuci tangan sebelum memegang bayi, membersihkan tempat tidur bayi, membersihkan kulit dan tali pusat bayi.

2.6.3 Pencegahan Tersier18

Pencegahan tersier adalah mencegah terjadinya cacat, kematian, serta usaha rehabilitasi pada bayi BBLR, yaitu dengan cara :

a. Pengawasan berat badan secara ketat untuk melihat perkembangan kenaikan berat badan bayi

(18)

b. Pemberian imunisasi untuk meningkatkan kekebalan

c. Pemberian vitamin K untuk mencegah terjadinya pendarahan pada bayi baru lahir

d. Menjaga tali pusar tetap bersih untuk mencegah terjadinya infeksi

2.7 Kerangka Konsep

Karakteristik Ibu dan Bayi BBLR 1. Faktor Sosiodemografi Ibu :

Umur Agama Pekerjaan

2. Faktor Risiko Medis Ibu Paritas

Umur kehamilan Jarak kehamilan Kadar Hb

Riwayat kehamilan terdahulu Jenis komplikasi dari kehamilan 3. Status Pasien

4. Klasifikasi Bayi BBLR 5. Komplikasi BBLR

6. Lama Rawatan Rata-rata Ibu 7. Lama Rawatan Rata-rata Bayi 8. Keadaan Ibu Sewaktu Pulang 9. Keadaan Bayi Sewaktu Pulang

Referensi

Dokumen terkait

Pembangunan proyek-proyek padat karya yang banyak menyerap tenagakerja dan program pemberdayaan usaha kecil menengah (UKM) untuk mengatasi masalah pengangguran.

Dari beberapa teori dapat disimpulkan bahwa kemampuan matematika awal adalah kepekaan terhadap cara berpikir ilmiah dan membangun konsep yang ditunjukkan dengan

Adapun tujuan utama dari penelitian ini yaitu: (1) mengidentifikasi karakteristik keluarga, dukungan sosial serta fungsi AGIL pada keluarga nelayan juragan dan

Dalam penelitian ini maka dapat penulis simpulkan bahwasanya pola pengembangan pembelajaran pendidikan Agama Islam adalah semua pengetahuan, aktifitas serta pengalaman-pengalaman

Jika matahari tinggi maka radiasi yang jatuh hampir tegak lurus pada permukaan bumi, sedangkan jika matahari rendah ma- ka radiasi akan disebarkan dalam area yang luas sehingga

Pejabat Gerakan Perla-wanan Islam Palestina (Hamas) menyatakan, gencatan senjata sepihak yang diumumkan Rezim Zionis Israel menunjukkan keka-lahan rezim ini dalam mengha-dapi

Selain budaya organisasi, faktor lain yang juga berpengaruh terhadap kinerja organisasi adalah pengendalian intern yaitu suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan komisaris,

Pada sistem arsitektur para arsitek boleh jadi hanya akan merasa berkepentingan dengan proses perencanaan dan perancan- gan gedung namun pada kenyataannya mereka