• Tidak ada hasil yang ditemukan

SERANGAN ULAT BULU DI KOTA MADYA M ALANG DAN SEKITARNYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SERANGAN ULAT BULU DI KOTA MADYA M ALANG DAN SEKITARNYA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

SERANGAN ULAT BULU DI KOTA MADYA M ALANG DAN SEKITARNYA Yusmani Prayogo dan Suharsono

Peneliti Hama dan Penyak it, Balai Penelitian Kacang -k acangan dan Umbi-umbian Jln. Raya Kendalpayak KM 08. PO.BOX. 66 Malang, 65101

Email: manik _galek @yahoo.com

Pengamatan ulat bulu dilakukan pada tanggal 18 April 2011 di wilayah Kodya Malang, yaitu Desa Janti, Kecamatan Sukun (Malang) dan Desa Oro-oro Ombo (Batu) setelah ada laporan keberadaan ulat bulu di Desa Janti, Kec. Sukun dan Desa Oro-ro Ombo, Kodya Batu. Di Desa Janti, ulat bulu hanya ditemukan pada lahan kosong seluas kurang lebih 2502 m yang ditumbuhi kangkung liar (Ipomoea fistulosa). Kejadian tersebut dirasakan oleh penghuni rumah sebelah dari lahan kosong tersebut karena ulat migrasi ke rumah-rumah yang ada disekitarnya sehingga menyebabkan kepanikan warga setempat seolah-olah ada serangan ulat bulu. Migrasi terjadi karena temperatur yang tinggi sehingga ulat-ulat mencari tempat berlindung dan sebagian populasi mem asuki periode kepompong. Ulat bulu di Desa Janti ditemukan hanya pada kangkung liar dan tanaman hias (Gambar 1a). Sebenarnya kehadiran ulat bulu tidak perlu dikawatirkan karena mulai dahulu kala ulat bulu juga sudah ada dimana-mana, yang membedakan ledakan pada musim tahun ini karena lahan yang tersisa tinggal sedikit dengan tanaman monokultur sehingga populasi ulat bulu menjadi terdeposit dalam satu lokasi. Perkembangan ulat bulu pada tahun silam sulit mengalami ledakan karena lahan bebas masih sangat luas ada dimana-mana dengan keragaman jenis tanaman yang sangat tinggi. Selain itu, populasi musuh alami masih optimal dan mampu menjaga keseimbangan sehingga ledakan sulit terjadi. Oleh karena itu, populasi ulat bulu mengalami pengenceran populasi dan sulit mengalami ledakan.

Struktur umur larva bermacam-macam, ada stadia instar satu yang baru menetas, instar dua maupun instar tiga. Selain itu ditemukan juga stadia pupa (Gambar 1b) yang sebentar lagi dalam hitungan hari akan berkembang menjadi imago (kupu-kupu) dan akan menghasilkan kelompok telur. Berdasarkan pengamatan di lapangan dan dibandingkan dengan kunci diterminasi (Kalshoven 1980; Johnson & Triplehorn 2004; Evan 2007; Eaton & Kaufman 2007) bahwa ulat bulu yang ditemukan di Desa Janti berbeda dengan spesies yang ada di Probolinggo dan berdasarkan klasifikasi termasuk dalam:

(2)

Phylum : Arthropoda Klas : Insekta Ordo : Lepidoptera Famili : Lymantridae Genus : Euproctis Spesies : Euproctis sp.

Gambar 1 Tanaman kangkung liar I. fistulosa yang terserang ulat bulu Euproctis spp. (a) dan stadia kepompong (b).

Larva instar 1-2 memiliki ciri-ciri tubuh berwarna merah kehitam-hitaman dengan bulu tegak dan berwarna hitam (Gambar 2). Pada bagian punggung terdapat garis merah di sepanjang tubuhnya. Pada bagian lateral di setiap ruas abdomen terdapat warna bulu hitam yang dibagian tengah berwarna putih (Gambar 3). Abdomen terdiri dari 6-7 ruas (segmen). Kelompok larva instar 1 masih bergerombol kemudian berpencar setelah berkembang menjadi instar 2. Larva instar 2 hingga instar 5 sangat aktif makan organ tanaman inangnya sehingga tanaman gundul dan hanya tinggal tulang daun saja. Inang ulat tersebut cukup banyak terutama tanaman hortikultura termasuk apel, pear, dan cherry. Ulat Euproctis sp. juga mampu menyerang tanaman keras yang berdaun lebar maupun semak bahkan pada lokasi pengamatan larva mampu bertahan hidup pada tanaman hias sebagai inang alternatif (Gambar 4).

Serangga dewasa berukuran 35-45 mm, larva mencapai 35 mm, sedangkan pupa berukuran 12-16 mm berwarna coklat kehitaman. Pupa berada pada permukaan

(3)

tanah pada sisa-sisa tanaman sebelum berkembang menjadi imago. Seekor imago akan menghasilkan telur sebanyak 250-2000 butir. Telur akan menetas setelah 7-10 hari dan berkembang yang umumnya terjadi ledakan pada pada bulan April (Gibson 2006).

(4)

Gambar 3 Larva Euproctis instar 5 (a), instar 3 (b) sayap imago betina (c) dan sayap imago jantan (d).

a

(5)

Gambar 4 Tanaman hias sebagai inang alternatif Euproctis sp. yang ditemukan di lokasi

pengamatan.

Pengamatan di Desa Oro-oro Ombo (Batu)

Di Desa Oro-oro Ombo ditemukan ulat bulu yang termasuk klasifikasi sebagai berikut: Phylum : Arthropoda Klas : Insekta Ordo : Lepidoptera Famili : Lymantridae Genus : Dasychira Spesies : Dasychira sp.

Ulat larva Dasychira sp. dengan ciri-ciri sebagai berikut; (1) larva memiiki sekumpulan bulu (jambul) hitam panjang dibelakang kepala, (2) ada empat bulu (jambul) pada bagian dorsal berwarna hitam kecoklatan (Gambar 5) dan bulu-bulu pada sepanjang tubuhnya berwarna abu-abu. Ulat tersebut menyerang tanaman chery kemudian migrasi ke tanaman ubikayu karena inang utamanya telah dipotong. Hasil pengamatan pada ubikayu sangat ringan karena hanya untuk bertahan sementara sebelum menjadi kepompong. Pada tanaman ubikayu banyak ditemukan kepompong (Gambar 6), hal ini menunjukkan bahwa ulat tersebut mempersingkat siklus hidupnya karena inang kurang sesuai.

(6)

Gambar 5 Larva ulat bulu Dasychira sp. pada ubikayu.

(7)

PENYEBAB LEDAKAN

Terjadinya ledakan ulat bulu Euproctis spp. merupakan fenomena alam yang dapat terjadi di sembarang tempat dan tidak mengenal waktu artinya dapat terjadi kapan saja. Menurut Gibson (2006) ulat Euproctis spp. berkembang pada bulan April –Mei. Terjadinya ledakan di Desa Janti disebabkan karena ruang yang tersedia untuk tanaman sangat terbatas karena semua sudah ditutup oleh bangunan perumahan dan jenis tanaman yang ada monokultur, yaitu kangkung liar sehingga populasi ulat mengumpul di satu tempat. Berbeda dengan pada masa tahun-tahun terdahulu, oleh karena lahan yang tersedia masih cukup luas sehingga masih banyak tanaman di berbagai tempat sehingga ledakan hama sulit terjadi karena adanya pengeceran populasi. Penyebab lain adalah keanekaragaman musuh alami sudah punah pada masa-masa sekarang ini karena penggunaan insektisida yang berlebihan sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan. Ditambah lagi dengan adanya pola pertanaman yang monokultur sehingga memicu terjadinya peningkatan ledakan hama yang dulunya bukan hama utama. Hal ini dapat dibandingkan dengan keragaman tanaman yang cukup tinggi yang ada di taman rekreasi Agrowisata (Batu) sehingga sulit akan terjadi ledakan hama maupun ulat bulu.

Tingginya keragaman jenis tanaman di Agrowisata yang dibudidayakan mengakibatkan kelimpahan keragaman jenis serangga hama maupun musuh alami yang ada namun populasinya sangat rendah dan masih dalam batas kes eimbangan. Selain itu, di Agrowisata juga dikembangkan berbagai musuh alami seperti cendawan antagonis yang berfungsi untuk mengendalikan patogen tular tanah (Fusarium spp., Rhizoctonia spp., Sclerotium spp., Phytophthora spp.) dan cendawan entomopatogen Beauveria bassiana yang berfungsi untuk mengendalikan insekta (Yusuf 2011). Untuk meningkatkan efikasi pengendalian hama maupun penyakit digunakan pestisida nabati yang lebih ramah lingkungan, selain itu untuk menekan penggunaan pestisida kimia yang berlebihan. Fenomena ini merupakan bukti kelimpahan keragaman hayati dan ekosistem Agrowisata tersebut dapat digunakan sebagai tolok ukur terjadinya keseimbangan ekosistem sehingga ledakan hama maupun penyakit sulit terjadi.

DAMPAK NEGATIF ULAT BULU TERHADAP MANUSIA

Ulat bulu memproduksi toksin yang dihasilkan oleh kelenjar pada ujung bulu yang akan mengakibatkab panas pada kulit manusia bahkan mampu menyebabkan iritasi.

(8)

CARA PENGENDALIAN

Cara pengendalian ulat bulu yang mudah dan cepat karena populasi tidak terlalu tinggi dan dalam luasan yang sangat sempit sebaiknya semua tanaman yang ada di lahan tersebut dipotong kemudian semua larva yang ada dikumpulkan dan dibakar. Jika ledakan terjadi dalam populasi yang sangat tinggi dan sangat luas maka pengendalian menggunakan musuh alami dengan cara inundasi, yaitu melepas (release) musuh alami dalam jumlah yang berlimpah untuk mempertahankan keseimbangan ekosistem mempunyai peluang yang baik dalam jangka panjang. Pemanfaatan musuh alami mempunyai prospek yang sangat baik untuk menekan populasi serangga hama di lapangan. Hal ini terbukti dari pengambilan pupa-pupa ulat bulu yang ada di Probolinggo menunjukkan bahwa hampir semua pupa yang ada dapat dikolonisasi oleh musuh alami. Hasil identifikasi terhadap pupa ulat bulu yang ada di Probolinggo mengindikasikan bahwa ada dua musuh alami yang cukup potensial, yaitu patogen serangga dan parasitoid.

Jenis parasitoid yang teridentifikasi adalah kelompok Brachimera (Gambar 7) yaitu sebagai parasitoid pupa. Jumlah imago parasitoid yang mampu keluar dari pupa kurang lebih dua ekor. Pupa yang terparasitasi oleh parasitoid akhirnya tidak akan berkembang menjadi imago atau kupu-kupu.

Gambar 7 Imago parasitoid Brachimera yang keluar dari pupa ulat bulu.

Patogen serangga yang dapat diidentifikasi dari pupa, yaitu cendawan dan virus entomopatogen. Cendawan entomopatogen yang teridentifikasi adalah Paecilomyces fumosoroseus (Gambar 8) dengan ciri-ciri sebagai berikut; (1) memiliki miselium atau

(9)

hifa yang tidak bersekat dengan diameter kurang lebih, (2) konidiofor tegak (Gambar 9) berukuran panjang hingga mencapai 100 µm dan lebar antara 1,5-2,0 µm dengan mendukung konodia yang berantai panjang, (3) konidia satu sel dan hialin dengan ukuran 3-4 x 1-2 µm.

Gambar 8 Pupa ulat bulu yang terkolonisasi cendawan P. fumosoroseus

Gambar 9 Struktur miselium (a), konidiofor (b) dan konidia (c) cendawan P. fumosoroseus

(b)

(a)

(10)

Virus entomopatogen juga ditemukan yang menginfeksi pupa ulat bulu sehingga pupa berwarna kehitaman (Gambar 10) dengan bau yang khas yaitu busuk. Pupa yang terinfeksi NPV akhirnya tidak akan berkembang menjadi imago karena pupa mengalami lisis dengan tubuh hancur. Kedua agens hayati/musuh alami ini di lapangan sangat potensial dalam mematikan pupa ulat bulu sehingga apabila keberadaan musuh alami tersebut dapat dioptimalkan maka perkembangan ulat bulu tidak akan mengalami ledakan.

Gambar 10 Kelompok pupa ulat bulu dari Probolinggo yang terinfeksi virus NPV.

UJI EFIKASI CENDAWAN ENTOMOPATOGEN

Kelompok pupa ulat bulu yang diperoleh dari Probolinggo diuji kerentanannya terhadap beberapa jenis cendawan entomopatogen dari koleksi Balitkabi, yaitu Lecanicillium lecanii, Beauveria bassiana, Metarhizium anisopliae, Aspergillus parsiticus, dan dua isolat Paecilomyces fumosoroseus masing-masing satu isolat dari Balitkabi dan satu isolat yang baru diperoleh dari Probolinggo. Hasil uji menunjukkan bahwa semua jenis cendawan mampu menginfeksi pupa ulat bulu akan tetapi efikasi tertinggi terjadi pada isolat L. lecanii dan P. fumosoroseus isolat Probolinggo masing-masing 90 dan 95% (Gambar 11) pupa terkolonisasi cendawan. Oleh karena itu, kedua isolat tersebut dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pengendali ulat bulu pada stadia pupa.L. lecanii dan P. fumosoroseus di luar negeri juga sudah banyak dikembangkan untuk

(11)

mengendalikan berbagai jenis hama maupun penyakit hortikultur maupun perkebunan (Sanchez-Murillo et al. 2004; Farques & Bon 2004; Ming et al. 2009; Vandermeer et al. 2009; Ren et al. 2010). Kelebihan cendawan entomopatogen tidak akan menyebabkan kerusakan lingkungan termasuk aman terhadap sumber air maupun aman terhadap manusia dan ternak. Selain itu, yang sangat penting dari kelebihan cendawan entomopatogen adalah tidak menimbulkan reistensi dan resurjensi hama sasaran sehingga aman jika diaplikasikan dalam jumlah besar.

Gambar 11 Kelompok pupa ulat bulu dari Probolinggo yang diaplikasi dengan cendawan P. fumosoroseus.

(12)

Gambar 12 Produk Bio-Lec yang berbahan aktif konidia cendawan entomopatogen L. lecanii

(13)

DAFT AR PUSTAKA

Eaton, E.R. and K. Kaufman. 2007. Kaufman field guide to insects of North America. Publisher Hillstar Editions L.C. 392pp.

Evan, A.V. 2007. Field guide to insects and spiders of North America. Publisher Chanti Cleer Press Incorpoated. 496pp.

Farques, J. and J.C. Bon. 2004. Influence of temeperature preferences of two Paecilomyces fumosoroseus lincages on their co-infection pattern. J of Invertebr Pathol 87:94-104.

Gibson, C. 2006. Yellow-tail moth Euproctis similis.

http://www.plantpress.com/wildlife/0294-yellowtailmoth.php. [19 Apr 2011].

Johnson, N.F. and C.A. Triplehorn. 2004. Study of insects. Brooks Cole. 7TH Edition. 888pp.

Kalshoven, L.G.E. 1980. The pests of crops in Indonesia.

Ming, W.H., Z. Huan, H. Chi, W.S. Guang, Z.X. Hong. 2009. Infection and pathogenicity of Paecilomyces fumosoroseus on Plutella xylostella. Chinese J of Eco-Agic 17(4):704-706.

Ren, S.X., S. Ali, Z. Huang, and J.H. Wu. 2010. Lecanicillium muscarium as microbial insecticide against whitefly and its interaction with other natural enemies. Current Res, Technol and Education in Tropic in Applied Microbiol and Microbial Biotechnol :339-348.

Sanchez-Murillo, R.I., M.deLa. Torre-Martinez, J. Aguire-Linares, and A. Herrera-Estrella. 2004. Light-regulated asexual reproduction in Paecilomyces fumosoroseus. Microbiol 150:311-319.

Vandermeer, J., I. Perfecto, and H. Liere. 2009. Evidence for hyperparasitsm of coffee rust (Hemileia vastatrix) by the entomogenous fungus Lecanicillium lecanii, through a complex ecological web. Plant Pathol 58:636-641.

Yusuf, D. 2011. Wawancara seputar perkembangan organisme pengganggu tanaman (OPT) di Taman Rekreasi Agrowisata, Batu. Komunikasi pribadi dengan Manager Pertanaman.

Gambar

Gambar  1    Tanaman  kangkung  liar  I.  fistulosa  yang  terserang  ulat  bulu  Euproctis  spp
Gambar 2 Kelompok larva Euproctis sp. instar 1 dan 2.
Gambar  3  Larva  Euproctis  instar  5   (a),  instar  3  (b) sayap  imago  betina  (c)  dan sayap  imago jantan (d)
Gambar 4  Tanaman hias sebagai inang alternatif Euproctis sp. yang ditemukan di lokasi  pengamatan
+7

Referensi

Dokumen terkait