P P A T K
AML
NEWS
Clipping Service
Anti Money Laundering
21
November
2011
Indeks
1. KPK Periksa Wakil Menteri BUMN Terkait kasus PT Barata
2. Korupsi Dana Bansos
Ketua DPRD jadi tersangka
3. Korupsi Mesin Jahit, Bachtiar Chamsyah Akui Turuti
Rekomendasi Dirjen
4. Peran Angelina Akan Terkuak pada Persidangan Nazar
5. Ditemukan Hampir Rp 100 juta dalam Mobil Jaksa S
6. Dugaan Korupsi
KPK ungkap kasus Nazaruddin yang baru
Mediaindonesia.comSenin, 21 November 2011
KPK Periksa Wakil Menteri BUMN terkait Kasus PT Barata
JAKARTA--MICOM: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini menjadwalkan pemeriksaan terhadap Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Mahmuddin Yasin.
Ia akan dimintai keterangan terkait kasus dugaan korupsi penjualan aset tanah penjualan tanah PT Barata Indonesia (persero) pada 2004.
Informasi KPK Priharsa Nugraha dalam pesan singkat yang diterima wartawan, Senin (21/11).
Menurutnya, Yasin akan dimintai keterangan sebagai saksi atas tersangka Direktur Keuangan PT Barata Mahyuddin Harahap. Namun hingga pukul 10.30 WIB, yang bersangkutan belum juga hadir di kantor KPK.
Kasus itu berawal dari penjualan yang terletak di Jalan Nagel Nomor 109, Surabaya. Menurut juru bicara KPK Johan Budi mengatakan harga tanah seharusnya adalah Rp132 miliiar, kemudian dijual sekitar Rp82 miliar.
Mahyudin diduga telah menyalahgunakan kewenangannya terkait penjualan aset tanah PT Barata. Ia disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana korupsi sebagai mana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002. (*/OL-5)
Cetak.kompas.com Senin, 21 November 2011 KORUPSI DANA BANSOS Ketua DPRD Jadi Tersangka
Kupang, Kompas - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, RN (44), ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyalahgunaan dana bantuan sosial untuk pembangunan 333 unit rumah penduduk senilai Rp 600 juta. Padahal, rumah tersebut diprioritaskan untuk warga miskin baik penduduk lokal maupun eks pengungsi Timor Timur.
Dalam perkara tersebut, Kejaksaan Negeri Timor Tengah Utara (TTU) menetapkan sembilan tersangka, termasuk RN. RN yang hingga kini masih menjabat Ketua DPRD TTU ditetapkan sebagai tersangka sejak 10 November lalu, namun dia belum
ditahan.
Kepala Kejaksaan Negeri TTU, Diding Kurniawan, di Kefamenanu, Minggu (20/11), mengatakan, RN ditetapkan sebagai tersangka karena dia turut menikmati dana bantuan sosial (bansos) senilai Rp 600 juta untuk tahun anggaran 2008/2009. ”Dari total anggaran Rp 1,4 miliar, kerugian negara sebesar Rp 600 juta,” ujarnya.
Anggaran tersebut seharusnya untuk membangun rumah bagi warga pengungsi eks Timor Timur dan penduduk lokal yang sampai hari ini belum memiliki rumah layak tinggal. Masing-masing rumah dialokasikan anggaran sebesar Rp 12 juta. Namun, anggaran sebesar Rp 600 juta untuk pembangunan 50 unit rumah disalahgunakan, sehingga 50 keluarga tidak mendapatkan bantuan tersebut.
Dari anggaran Rp 1,4 miliar hanya Rp 800 juta yang digunakan untuk membangun rumah bagi 67 keluarga.
Atas perkara tersebut, Kejati TTU menetapkan sembilan tersangka, yaitu mantan Kepala Dinas Sosial TTU Niko Suni, dan Mikhael Moa selaku konsultan pengawas yang kini dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor di Kupang. Enam
tersangka lain dalam proses penyidikan. Sedangkan tersangka RN dalam waktu dekat akan diproses hukum, setelah mendapat izin dari gubernur.
”Ini termasuk tindakan korupsi bersama. Kita prioritaskan kasus ini sampai tuntas di pengadilan, termasuk ketua DPRD TTU,” kata Kurniawan.
Anggota DPRD TTU Anton Lake mengatakan, belum mengetahui secara resmi mengenai status RN sebagai tersangka kasus korupsi. Sejauh ini, dia baru mendengar informasi tersebut dari masyarakat, namun belum ada pembicaraan resmi di DPRD.
Antonio Correia (45), salah satu warga penerima bantuan rumah sederhana, mengatakan, penderitaan warga eks Timor Timur dan penduduk lokal selama ini selalu dimanfaatkan para pejabat di daerah ini.
”Para pejabat di daerah ini setiap tahun anggaran menjual kemiskinan kami untuk mendapatkan proyek demi kepentingan pribadi. Yang menikmati bantuan itu adalah pejabat sendiri,” katanya. (KOR)
Detik.com
Senin, 21 November 2011
Korupsi Mesin Jahit, Bachtiar Chamsyah Akui Turuti Rekomendasi Dirjen Jakarta - Mantan Menteri Sosial Periode 2001-2004 dan 2004-2009 Bachtiar Chamsyah menjadi saksi dalam persidangan terdakwa kasus korupsi pengadaan mesin jahit dan sapi impor, Yusrizal. Dalam kesaksiannya, Bahtiar memojokkan keputusan penunjukkan langsung PT Lasindo atas rekomendasi para anak buahnya.
“Saya tidak tahu MoU disusun oleh siapa. Yang saya tahu ketika menteri masuk ada MoU yang rapi dan tinggal ditandatangani. Tidak ada draft yang diajukan. Tidak saya baca ada penunjukkan langsung dalam MoU itu. Tahunya setelah saya jadi terdakwa, saya kesal,” kata Bahtiar.
Hal itu disampaikannya dalam persidangan, di Pengadilan Tipikor, Jl HR Rasuna Said, Jakarta, Senin (21/11/2011).
Bahtiar yang datang menggunakan tongkat ini juga mengatakan ia menyetujui menunjuk langsung PT Lasindo atas 4 rekomendasi dari Dirjen Bantuan Jaminan Sosial. Yusrizal sendiri merupakan staf dari dirjen tersebut.
“Ada permohonan Amrun Dalauy (Dirjen Banjamsos) tunjuk langsung. Saya setuju karena pertama, PT Lasindo siap mengadakan bahan-bahan yang diperlukan. Kedua, PT Lasindo bersedia melatih masyarakat dan produk yang sudah jadi siap dibeli. Keempat mesin jahitnya bergaransi. Kelima, mereka punya persetujuan dirjen anggaran,” terang politisi PPP ini.
Bahtiar juga mengaku dirinya tidak tahu bagaimana konsep perjanjian penunjukkan karena konsep surat merupakan kewenangan direktorat. Ia pun tidak pernah
memberikan arahan.
“Memang ada keterlambatan pada pelaksanaannya. Segala yang tidak berjalan lancar saya bantu misalnya memerintahkan agar meminjam uang dari koperasi. Niat saya agar program dapat berjalan lancar,” terang Bahtiar.
Seperti diketahui, Kemensos mendatangkan mesin jahit merek JITU model LSD 9990 pada tahun 2004. Belakangan diketahui, ada penggelembungan harga terhadap enam ribu
mesin jahit sebesar Rp 7,3 miliar, dengan APBN 2004.
Sementara itu, dalam proyek pengadaan sapi impor, Bachtiar mengaku bos PT Admadhira, Iken BR Nasution, sempat menghadap dirinya, sebelum proyek itu berjalan. Dalam pertemuan itu, Bachtiar dijanjikan sejumlah hal oleh Iken sehingga dirinya percaya PT Admadhira pantas dipilih sebagai rekanan.
“Perusahaan itu berjanji akan melatih petani, mengolah kotoran sapi menjadi pupuk, dan sebagainya. Saya suka mendengar ide-ide itu, karena pemerintah saja nggak sanggup melakukannya. Tapi kemudian hari saya tahu, janji-janji itu tidak dilaksanakan,” jelasnya.
Mediaindonesia.com Senin, 21 November 2011
Peran Angelina Akan Terkuak pada Persidangan Nazar
JAKARTA--MICOM: Peran politikus Partai Demokrat yang juga anggota DPR, Angelina Sondakh, akan terkuak pada persidangan tersangka kasus suap Wisma Atlet SEA Games Muhammad Nazaruddin.
Sebelumnya, Nazaruddin pada pemeriksaan terakhir di Komisi Pemberantasan Korupsi kembali menyebut peran mantan Putri Indonesia itu pada kasus proyek penginapan atlet di Jakabaring, Palembang.
Kuasa hukum Nazaruddin, pengacara senior Elza Syarief, kepada Media Indonesia di Jakarta, Senin (21/11) mengatakan kliennya memang kembali menyebut Angelina pada pemeriksaan.
"Pemeriksaan klien saya sebelumnya belum selesai. Pada pemeriksaan terakhir itu, Nazaruddin memang kembali menyebut nama Angelina. Tetapi mengenai detailnya nanti kita lihat saja di persidangan," ujar Elza.
Berkas Nazaruddin untuk kasus Wisma Atlet memang akan segera dilimpahkan ke persidangan. Dalam salinan dokumen pemeriksaan Nazaruddin per tanggal 21 Oktober yang diterima Media Indonesia, Nazaruddin kembali menyebut nama Angelina Sondakh.
Menurut keterangan Nazaruddin, Angelina mengomunikasikan ihwal proyek sarana SEA Games dan stadion Hambalang bersama Ketua Komisi X DPR yang membidangi olah raga Mahyuddin dari Fraksi Partai Demokrat dan Menpora Andi Mallarangeng Lebih jauh, Nazaruddin menyebut Angelina juga berkomunikasi secara intens dengan Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga, Wafid Muharram terkait proyek Wisma Atlet yang dibiayai APBN itu. Wafid sendiri kini telah menjadi terdakwa dalam kasus tersebut.
Dalam menanggapi itu, juru bicara KPK Johan Budi SP mengatakan hingga saat ini memang belum ada tersangka baru untuk kasus Wisma Atlet. Adapun mengenai penyebutan nama Angelina untuk ke sekian kalinya dalam perkembangan kasus Wisma Atlet, Johan mengatakan lembaga ad hoc itu masih menunggu perkembangan dari persidangan.
bukti. Nanti pada persidangan semoga ada informasi dan data-data baru untuk melengkapi penyidikan," ujar Johan.
Sebelumnya, Ketua KPK Busyro Muqoddas sempat menyebutkan calon tersangka baru kasus Nazaruddin berasal dari kalangan anggota DPR. Meski begitu, hingga kini KPK belum mengumumkan juga siapa tersangka baru tersebut.
Dihubungi di Jakarta, Senin (21/11) hari ini, Wakil Ketua KPK Haryono Umar
mengatakan belum akan ada pengumuman tersangka baru kasus Nazaruddin dalam waktu dekat.
"Belum ada informasi mengenai hal itu," tukas dia. (SZ/OL-3) Kompas.com
Senin, 21 November 2011
Ditemukan Hampir Rp 100 Juta dalam Mobil Jaksa S
JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menyita barang bukti berupa uang senilai hampir Rp100 juta dari dalam mobil seorang jaksa berinisial S, yang dicokok penyidik KPK, Senin (21/11/2011) petang.
Uang yang dimasukkan ke dalam amplop itu diduga merupakan uang suap yang diberikan oleh AB kepada S. AB juga ditangkap dan dibawa ke kantor KPK, Jakarta. "Di TKP (tempat kejadian perkara), kita temukan uang Rp 99,9 juta yang berada di dalam mobilnya S, dibungkus amplop," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi, di Jakarta, Senin.
S adalah Kepala Sub Bagian Pembinaan di Kejaksaan Negeri Cibinong, Jawa Barat. Keduanya tertangkap tangan sekitar pukul 18.15 di halaman kantor Kajari Cibinong. Selain S dan AB, KPK juga mengamankan seorang sopir di lokasi kejadian. Namun, menurut Johan, sopir itu tidak terindikasi melakukan korupsi.
Kini, ketiga orang yang tertangkap tangan itu menjalani pemeriksaan di gedung KPK. Dalam 24 jam ke depan, KPK akan menentukan status mereka baik sebagai
tersangka atau bukan.
Sabtu, 19 November 2011 DUGAAN KORUPSI
KPK Ungkap Kasus Nazaruddin yang Baru
JAKARTA (Suara Karya): Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali
mengembangkan pengusutan kasus-kasus tindak pidana korupsi (tipikor) yang melibatkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Kali ini KPK mengusut dugaan tindak pidana korupsi pada pengadaan laboratorium di lima perguruan tinggi negeri (PTN). Hal itu diungkapkan Juru Bicara KPK Johan Budi SP di gedung KPK, Jakarta, Jumat (18/11).
Ada dua orang yang dimintai keterangan KPK terkait dugaan korupsi itu. Mereka adalah Gerhana Sianipar, pegawai PT Permai Group milik Nazaruddin, dan seorang dosen Universitas Sriwijaya yang belum diketahui namanya.
"Jadi, keduanya memang dimintai keterangan untuk penyelidikan terkait kasus di Kemendiknas. Keduanya memenuhi panggilan dan sekarang masih dimintai keterangan penyelidik," ujar Johan.
Dalam kasus pengadaan itu, KPK sedang menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi pada pengadaan di Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang, Universitas Ageng Tirtayasa Banten, Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, dan Universitas Negeri Malang. Kejadiannya pada tahun 2010. Nilai proyeknya mencapai Rp 2,6 triliun. Sebelum ini KPK telah mendatangi sejumlah universitas negeri untuk mengumpulkan keterangan dan data.
Penyidik KPK juga meminta keterangan mantan anak buah Nazaruddin yang lain, Mindo Rosalina Manulang, dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pada pembangunan Kompleks Pusat Olahraga Hambalang, Sentul, Bogor. Rosalina merupakan pihak pertama dari PT Anugerah Nusantara yang dimintai keterangan untuk kasus itu.
PT Anugerah adalah milik Muhammad Nazaruddin dan komisaris perusahaan ini pernah dijabat oleh Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Usai
menjalani pemeriksaan di KPK, Rosalina menolak menjawab pertanyaan wartawan. Juru Bicara KPK Johan Budi juga mengatakan KPK tetap akan mengembangkan kasus suap pada proyek wisma atlet. "Ya, kita kembangkan kasus wisma atlet, bukan berarti Hambalang masuk penyelidikan. Kasus wisma atlet sampai di situ," kata Johan.
Menurut dia, pengembangan kasus suap pada proyek wisma atlet yang kini digunakan untuk pelaksanaan SEA Games di Palembang itu menunggu hasil
persidangan tersangka dan terdakwa yang belum sampai tahap vonis dalam kasus itu. "Sidangnya (Nazaruddin) saja belum mulai, kan," ujar Johan.
Tidak hanya kasus Hambalang, KPK juga menyelidiki kasus dugaan korupsi lainnya yang juga ada kaitannya dengan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin.
Berkaitan dengan rencana penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Markas Besar (Mabes) Kepolisian Negara RI (Polri) untuk memintai keterangan Nazaruddin dalam kasus pencemaran nama baik, Juru Bicara KPK Johan Budi menegaskan kemungkinan besar akan memberi izin untuk itu. "Kita kira tak ada alasan untuk tidak memberikan (izin)," ujar Johan.
Namun, Johan menegaskan, hingga kini pimpinan KPK belum memutuskan apakah akan memberikan atau tidak izin itu. "Karena, kan, baru sehari (diterima
permohonannya)," kata dia.
Johan mengakui, KPK sudah menerima surat permohonan izin dari Bareskrim Mabes Polri untuk memeriksa Nazaruddin dalam perkara pencemaran nama baik terhadap Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Surat permohonan itu bertanggal 15 November 2011 dan diterima 16 November 2011.
Sementara itu, terkait dengan desakan untuk segera menjerat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Abdul Muhaimin Iskandar dalam kasus dugaan suap pencairan dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah transmigrasi (PPIDT) untuk pembangunan empat Kota Terpadu Mandiri di Papua Barat, Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto menegaskan akan berpedoman pada putusan pengadilan terhadap perkara itu yang sedang dilangsungkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). "Ya, putusan itu menjadi satu alat bukti," kata Bibit. (Nefan Kristiono)