• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pada Proses Pemeriksaan Di Tingkat Kepolisian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pada Proses Pemeriksaan Di Tingkat Kepolisian"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM PEMERIKSAAN DI TINGKAT KEPOLISIAN A. Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Hak-Hak Anak yang Harus

Dilindungi

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 menentukan bahwa

perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak

dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara

optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Semua anggota dari lapisan masyarakat bertanggung jawab terhadap

dilaksanakannya perlindungan anak. Hal ini tertera pada Pasal 20

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 yang menyatakan bahwa, “Negara, pemerintah,

masyarakat, keluarga dan orangtua berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap

penyelenggaraan perlindungan anak.” Pertimbangan yang menjadi dasar

pemikiran tersebut adalah karena anak merupakan golongan yang rawan dan

dependent. Seorang anak tidak dapat melindungi sendiri hak-haknya karena banyak pihak yang mempengaruhi kehidupannya maka negara dan masyarakat

berkepentingan untuk mengusahakan perlindungan hak-hak anak.

Prinsip-prinsip perlindungan hukum pidana terhadap anak tercermin dalam

(2)

1. Seorang anak tidak dikenai penyiksaan atau pidana dan tindakan

lainnya yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat;

2. Pidana mati maupun pidana penjara seumur hidup tanpa

memperoleh kemungkinan pelepasan/pembebasan (without possibility of release) tidak akan dikenakan kepada anak yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun;

3. Tidak seorang anak pun dapat dirampas kemerdekaannya secara

melawan hukum atau sewenang-wenang;

4. Penangkapan, penahanan dan pidana penjara hanya akan

digunakan sebagai tindakan dalam upaya terakhir dan untuk jangka

waktu yang sangat singkat/pendek;

5. Setiap anak yang dirampas kemerdekaannya akan diperlakukan

secara manusiawi dan dengan menghormati martabatnya sebagai

manusia;

6. Anak yang dirampas kemerdekaannya akan dipisah dari orang

dewasa dan berhak melakukan hubungan/kontak dengan

keluarganya;

7. Setiap anak yang dirampas kemerdekaannya berhak memperoleh

bantuan hukum, berhak melawan/menentang dasar hukum

perampasan kemerdekaan atas dirinya di muka pengadilan atau

(3)

mendapat keputusan yang cepat/tepat atas tindakan terhadap

dirinya.

Sedangkan pada Pasal 40 Konvensi Hak-Hak Anak mengatur tentang

prinsip-prinsip mengenai anak yang dituduh atau dituntut telah melanggar

hukum pidana, sekurang-kurangnya memperoleh jaminan-jaminan (hak-hak)

untuk dianggap tidak bersalah sampai terbukti kesalahannya menurut hukum

dan untuk tidak dipaksa memberikan kesaksian atau pengakuan bersalah.

Perlindungan terhadap anak dan jaminan terhadap hak-hak anak secara

khusus diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang

Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang

Sistem Peradilan Anak.

Pengaturan tersebut sesuai dengan hakikat hukum merupakan suatu

sistem kaidah, pada dasarnya merupakan pedoman atau pegangan bagi

manusia yang digunakan sebagai pembatas sikap, tindak atau perilaku dalam

melangsungkan antar hubungan dan antar kegiatan dengan sesama manusia

lainnya dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Hukum juga dapat dilukiskan

sebagai jaringan nilai-nilai kebebasan sebagai kepentingan pribadi di satu

pihak dan nilai-nilai ketertiban sebagai kepentingan antar pribadi di pihak

lain. Arti penting perlindungan hukum dalam kehidupan masyarakat antara

lain adalah untuk menciptakan stabilitas, mengatur hubungan-hubungan sosial

(4)

segala aspek kehidupannya. Hukum diperlakukan guna mejamin dan

menghindarkan manusia dari kekacauan. 52

1. Nondiskriminasi

Pada penjelasan umum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

disebutkan:

Prinsip perlindungan hukum terhadap anak harus sesuai dengan Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) sebagaimana telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi Hak-Hak Anak).

Salah satu instrumen internasional tentang perlindungan hukum

terhadap anak adalah Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of Child), Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 44/25 tanggal 20 ovember 1989. Konvensi tersebut telah diratifikasi oleh Pemerintah RI dengan Keputusan

Presiden Nomor 36 tahun 1990. Konvensi Hak-Hak Anak digunakan sebagai

induk pemikiran daripada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana tertera dalam salah satu

pertimbangan dan penjelasan umum undang-undang tersebut.

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak menentukan bahwa asas atau prinsip Konvensi Hak-Hak Anak meliputi

sebagai berikut:

52

Mardjono Reksodiputro, Sistem Peradilan Pidana Indonesia Melihat Kejahatan dan

Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi, Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum, Jakarta,

(5)

Dalam hal ini yang dimaksud dengan asas non diskriminasi adalah semua

hak yang diakui dan terkandung dalam Konvensi Hak-Hak Anak harus

diberlakukan kepada setiap anak tanpa pembedaan apapun. 53

2. Kepentingan yang terbaik bagi anak

Dalam hal ini yang dimaksud dengan asas kepentingan yang terbaik bagi

anak adalah bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang

dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislative dan badan

yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi

pertimbangan utama.

3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan

Dalam hal ini yang dimaksud dengan asas hak untuk hidup, kelangsungan

hidup dan perkembangan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anak

yang dilindungi oleh negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan

orangtua.

4. Penghargaan terhadap pendapat anak

Dalam hal ini yang dimaksud dengan asas penghargaan terhadap pendapat

anak adalah penghormatan atas hak-hak anak untuk berpartisipasi dan

menyatakan pendapatnya dalam pegambilan keputusan, terutama jika

menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya.

53

(6)

Dalam Mukadimah Deklarasi Tentang Hak-Hak Anak, termuat 10 (sepuluh)

asas tentang hak-hak anak, yaitu:

1. Anak berhak menikmati semua hak-haknya sesuai ketentuan yang terkandung

dalam deklarasi ini. Setiap anak tanpa pengecualian harus dijamin

hak-haknya tanpa membedakan suku bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa,

agama, pandangan politik, kebangsaan, tingkatan sosial, kaya miskin,

kelahiran atau status lain, baik yang ada pada dirinya maupun pada

keluarganya.

2. Anak berhak memperoleh perlindungan khusus dan harus memperoleh

kesempatan yang dijamin oleh hukum dan sarana lain, agar menjadikannya

mampu untuk mengembangkan diri secara fisik, kejiwaan, moral, spiritual,

dan kemasyarakatan dalam situasi yang sehat, normal sesuai dengan

kebebasan dan harkatnya. Penuangan tujuan itu kedalam hukum, kepentingan

terbaik atas diri anak harus merupakan pertimbangan utama.

3. Anak sejak dilahirkan berhak akan nama dan kebangsaan.

4. Anak berhak dan harus dijamin secara kemasyarakatan untuk tumbuh

kembang secara sehat. Untuk ini baik sebelum maupun setelah kelahirannya

harus ada perawatan dan perlindungan khusus bagi anak dan ibunya. Anak

berhak mendapat gizi yang cukup, perumahan, rekreasi, dan pelayanan

(7)

5. Anak yang cacat fisik, mental, dan lemah kedudukan sosialnya akibat

keadaan tertentu harus memperoleh pendidikan, perawatan, dan perlakuan

khusus.

6. Agar kepribadian anak tumbuh secara maksimal dan harmonis, ia

memerlukan kasih saying dan pengertian. Sedapat mungkin ia harus

dibesarkan dibawah asuhan dan tanggung jawab orangtuanya sendiri, dan

bagaimanapun harus diusahakan agar tetap berada dalam suasana yang penuh

kasih sayang, sehat jasmani dan rohani. Anak dibawah usia lima tahun tidak

dibenarkan terpisah dari ibunya. Masyarakat dan pemerintah yang berwenang

berkewajiban memberikan perawatan khusus kepada anak yang tidak mampu.

7. Anak berhak mendapat pendidikan wajib secara cuma-cuma

sekurang-kurangya di tingkat sekolah dasar. Mereka harus mendapat perlindungan

yang dapat meningkatkan pengetahuan umumnya, dan yang memungkinkan,

atas dasar kesempatan yang sama untuk mengembangkan kemampuannya,

pendapat pribadinya, dan perasaan tanggung jawab moral dan sosialnya,

sehingga mereka dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna.

8. Dalam keadaan apapun anak harus didahulukan dalam menerima

perlindungan dan pertolongan.

9. Anak harus dilindungi dari segala bentuk kealpaan, kekerasan, penghisapan.

Ia tidak boleh dijadikan subjek perdagangan. Anak tidak boleh bekerja

(8)

merugikan kesehatan atau pendidikannya, maupun yang dapat mempengaruhi

perkembangan tubuh, jiwa dan akhlaknya.

10.Anak harus dilindungi dari perbuatan yang mengarah ke dalam bentuk

diskriminasi sosial, agama maupun bentuk-bentuk diskriminasi lainnya.

Mereka harus dibesarkan didalam semangat penuh pengertian, toleransi dan

persahabatan antarbangsa, perdamaian serta persaudaraan dengan penuh

kesadaran bahwa tenaga dan bakatnya harus diabdikan kepada sesama

manusia. 54

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

menentukan:

a. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan

berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun didalam asuhan

khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar;

b. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan

kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa,

untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna;

c. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam

kandungan maupun sesudah dilahirkan;

54

Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana

(9)

d. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat

membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya

dengan wajar.

Pasal 66 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

menentukan:

1. Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan,

penyiksaan, atau penjatuhan hukuman-hukuman yang tidak manusiawi.

2. Hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan untuk

pelaku tindak pidana yang masih anak.

3. Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan

hukum.

4. Penangkapan, penahanan, atau pidana penjara hanya boleh dilakuka sesuai

dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilaksanakan sebagai upaya

terakhir.

5. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak mendapat perlakuan

secara manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan pengembangan

pribadi sesuai dengan usianya dan harus dipisahkan dari orang dewasa,

kecuali demi kepentingannya.

6. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan

hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya

(10)

7. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk membela diri dan

memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak yang objektif dan tidak

memihak dalam sidang yang tertutup untuk umum.

Hak-hak anak yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak adalah:

a. Berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara

wajar sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan, serta mendapat

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 4);

b. Berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan

(Pasal 5);

c. Berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai

dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orangtua (Pasal 6);

d. Berhak untuk mengetahui orangtuanya, dibesarkan dan diasuh oleh

orangtuanya sendiri. Dalam hal karena suatu sebab orangtuanya tidak dapat

menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka

anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat

oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku (Pasal 7);

e. Berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan

(11)

f. Berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan

pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya,

khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh

pendidikan khusus (Pasal 9);

g. Berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan

memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi

pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan

(Pasal 10);

h. Berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan

anak sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat,

dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri (Pasal 11);

i. Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan

sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial (Pasal 12);

j. Berhak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi dan eksploitasi,

baik ekonomi maupun seksual; penelantaran; kekejaman, kekerasan dan

penganiayaan; ketidakadilan; dan perlakuan salah lainnya (Pasal 13);

k. Berhak untuk diasuh oleh orangtuanya sendiri, kecuali jika ada alasan

dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah

demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir

(Pasal 14);

l. Berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan

(12)

sosial; pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan

pelibatan dalam peperangan (Pasal 15);

m. Berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan

atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi; berhak untuk memperoleh

kebebasan sesuai dengan hukum; penangkapan, penahanan atau pidana

penjara hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan

hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir (Pasal 16);

n. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk mendapatkan

perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang

dewasa; memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif

dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; membela diri dan

memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak

memihak dalam sidang tertutup untuk umum. Setiap anak yang menjadi

korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum

berhak dirahasiakan (Pasal 17);

o. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak

mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya (Pasal 18);

(13)

Apabila hukum acara pidana dipandang dari sudut pemeriksaan, hal ini dapat

dirinci dalam dua bagian, yaitu pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan di

sidang pengadilan. Pemeriksaan pendahuluan adalah pemeriksaan yang dilakukan

pertama kali oleh polisi apabila ada dugaan bahwa hukum pidana materiil telah

dilanggar. Hal ini diatur dalam Pasal 1 KUHAP pada ayat 1 dan 4 yang

menentukan bahwa kedudukan Polri dalam sistem peradilan pidana adalah

sebagai penyelidik dan penyidik.

Tidak semua peristiwa yang terjadi dapat diduga adalah tindak pidana, maka

sebelum melangkah lebih lanjut dengan melakukan penyidikan dengan

konsekuensi digunakannya upaya paksa, dengan berdasarkan data atau keterangan

yang yang didapat dari hasil penyelidikan ditentukan lebih dahulu bahwa

peristiwa yang terjadi dan diduga sebagai tindak pidana itu benar-benar

merupakan tindak pidana sehingga dapat dilanjutkan dengan penyidikan. 55

Penyidikan dimulai sejak penyidik menggunakan kewenangan penyidikan

yang berkaitan langsung dengan hak tersangka, seperti menggunakan upaya paksa

penangkapan. Saat penggunaan upaya paksa tersebut maka timbullah kewajiban

penyidik untuk memberitahukan telah dimulainya penyidikan atas suatu tindak

pidana kepada penuntut umum.56

1. Menurut KUHAP

55

Djoko Prakoso, Polri Sebagai Penyidik Dalam Penegakan Hukum, PT. Bina Aksara, Jakarta, 1987, hal. 44.

56

H. Hamrat Hamid dan Harun M. Husein, Pembahasan Permasalahan KUHAP Bidang

(14)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP) memberikan peran utama

kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melaksanakan tugas

penyelidikan dan penyidikan tindak pidana (secara umum) tanpa batasan

lingkungan kuasa soal-soal sepanjang masih termasuk dalam lingkup hukum

publik, sehingga pada dasarnya Polri oleh KUHAP diberikan kewenangan utuk

melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana. 57

a. Menerima laporan pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; Pasal 1 ayat 1 KUHAP menyatakan bahwa “Penyidik adalah pejabat polisi

Negara Republik Indonesia atau pejabat negeri sipil tertentu yang diberi

wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.”

Sedangkan pengertian penyidikan menurut ketentuan Pasal 1 ayat 2 KUHAP

adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur

dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan barang bukti yang

dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna

menemukan tersangkanya.

Wewenang Polri dalam hal penyidikan jelas terlihat dalam Pasal 7 ayat (1)

KUHAP, yaitu:

b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;

c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;

d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

57

(15)

f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka; h. Mengadakan penghentian penyidikan;

i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

KUHAP juga mengatur beberapa kewenangan penyidik lainnya dalam pasal pasal

terpisah, kewenangan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Dalam hal dianggap perlu penyidik dapat meminta pendapat seorang ahli atau

orang yang memiliki keahlian khusus (pasal 120 KUHAP jo Pasal 133 ayat

(1) KUHAP).

2. Penyidik dapat mengabulkan permintaan tersangka, keluarga atau penasihat

hukum tersangka atas penahanan tersangka (Pasal 123 ayat (2) KUHAP).

3. Penyidik dapat mengadakan penjagaan atau penutupan tempat atau rumah

yang digeledah demi keamanan dan ketertiban (Pasal 127 ayat (1) KUHAP).

4. Penyidik berhak memerintahkan setiap orang yang dianggap perlu tidaknya

meninggalkan tempat tersebut selama penggeledahan berlangsung (Pasal 127

ayat (2) KUHAP).

5. Dalam hal timbul dugaan kuat ada surat palsu atau yang dipalsukan, penyidik

dengan izin ketua pengadilan negerti setempat dapat dating atau dapat minta

kepada pejabat penyimpan umum yang wajib dipenuhi, supaya ia

mengirimkan surat asli yang disimpannya itu kepadanya untuk dipakai

sebagai bahan perbandingan (Pasal 132 ayat (2) KUHAP).

(16)

Dalam hal penyelidikan, maka tugas Polri ditegaskan dalam Pasal 14 ayat (1)

huruf g Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap

semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan

perundang-undangan lainnya. Rumusan dari pasal ini memuat rincian tugas Kepolisian

Negara Republik Indonesia di bidang penyelidikan dan penyidikan tindak pidana

sesuai dengan hukum acara pidana.

Tugas penyelidikan yang harus dilaksanakan oleh penyelidik meliputi

kegiatan:

1. Mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana;

2. Menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan;

3. Mencari serta mengumpulkan barang bukti;

4. Membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi;

5. Menemukan tersangka pelaku tindak pidana.

Pada saat melakukan penyidikan, Polri diberikan wewenang seperti tercantum

pada Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang

Kepolisian yaitu:

a. Menerima laporan dan/atau pengaduan;

b. Membantu menyelesaikan peselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum;

c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;

(17)

e. Mengeluarkan peraturan Kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif Kepolisian;

f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan Kepolisian dalam rangka pencegahan;

g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; i. Mencari keterangan dan barang bukti;

j. Menyelenggarakan Pusati Informasi Kriminal Nasional;

k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;

l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;

m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

C. Perlindungan Hukum Terhadap Anak yang Berkonflik Dengan Hukum Dalam Proses Pemeriksaan di Tingkat Kepolisian

Yang dimaksud dengan anak yang berkonflik dengan hukum menurut Pasal 1

ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 adalah anak yang telah berumur

12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga

melakukan tindak pidana.

Sebelum adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak, anak-anak yang bermasalah dikategorikan dengan istilah

kenakalan anak, yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997

tentang Pengadilan Anak. Setelah lahir Undang-Undang Perlindungan Anak,

maka istilah tersebut berubah menjadi anak yang berkonflik dengan hukum yang

juga digunakan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

(18)

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak, yang dimaksud dengan anak nakal adalah:

1. Anak yang melakukan tindak pidana, atau

2. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan dilarang bagi anak, baik

menurut perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain

yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Ada 2 (dua) kategori perilaku anak yang membuat ia harus berhadapan

dengan hukum, yaitu:

1. Status Offence adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak

menurut, membolos sekolah atau kabur dari rumah.

2. Juvenile Delinquency adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa dianggap kejahatan atau pelanggaran

hukum.58

Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 menentukan bahwa

perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum meliputi anak

yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana, merupakan

kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Perlindungan khusus

bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

diatur dalam Pasal 64 ayat (2) dan dilaksanakan melalui:

58

(19)

1. Perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak;

2. Penyediaan petugas pendamping anak sejak dini; 3. Penyediaan sarana dan prasarana khusus;

4. Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak;

5. Pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum;

6. Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orangtua atau keluarga;

7. Perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak juga mengatur tentang ketentuan prosedur acara peradilan anak mulai dari tahap

penyidikan, penangkapan dan penahanan, penuntutan, banding, kasasi, sampai kepada

tahap peninjauan kembali. Berikut adalah pemaparan pasal-pasal yang mengatur

tentang hak-hak anak dalam tahap penyidikan, penangkapan dan penahanan.

Pasal 26 UU No. 11 Tahun 2012

(1) Penyidikan terhadap perkara anak dilakukan oleh penyidik yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(2) Pemeriksaan terhadap anak korban atau anak saksi dilakukan oleh penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. telah berpengalaman sebagai penyidik,

b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak, dan

c. telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan anak.

(20)

Penjelasan Pasal 26 ayat (3) huruf b UU No. 11 Tahun 2012 menyebutkan

bahwa yang dimaksud dengan “mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan

memahami masalah anak” adalah memahami:

a. pembinaan anak yang meliputi pola asuh keluarga, pola pembinaan sopan

santun, disiplin anak serta melaksanakan pendekatan secara efektif,

afektif, dan simpati;

b. pertumbuhan dan perkembangan anak;

c. berbagai tata nilai yang hidup di masyarakat yang mempengaruhi

kehidupan anak.

Pasal 27 UU No. 11 Tahun 2012

(1) Dalam melakukan penyidikan terhadap perkara anak, penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari pembimbing kemasyarakatann setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan.

(2) Dalam hal dianggap perlu, penyidik dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, psikolog, psikiater, tokoh agam, pekerja sosial professional atau tenaga kesejahteraan sosial dan tenaga ahli lainnya. (3) Dalam hal melakukan pemeriksaan terhadap anak korban dan anak saksi,

penyidik wajib meminta laporan sosial dari pekerja sosial profesional atau tenaga kesejahteraan sosial setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan.

Bila penyidikan dilakukan tanpa melibatkan Pembimbing

Kemasyarakatan maka penyidikan batal demi hukum.59

59

(21)

(1) Penangkapan terhadap anak dilakukan guna kepentingan penyidikan paling lama 24 (dua puluh empat) jam.

(2) Anak yang ditangkap wajib ditempatkan dalam ruang pelayanan khusus anak.

(3) Dalam hal ruang pelayanan khusus anak belum ada di wilayah yang bersangkutan, anak dititipkan di LPKS.

(4) Penangkapan terhadap anak wajib dilakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya.

(5) Biaya bagi setiap anak yang ditempatkan di LPKS dibebankan pada anggaran kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.

Penjelasan Pasal 30 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2012 menyebutkan

bahwa perhitungan 24 (dua puluh empat) jam masa penangkapan oleh

penyidik dihitung berdasarkan waktu kerja.

Pasal 30 ayat (4) menyatakan bahwa anak yang ditangkap harus

dotemmpatkan dalam ruang pelayanan khusus anak dan harus diperlakukan

secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya.

Penangkapan terhadap anak untuk kepentingan penyidikan harus tetap

melindungi anak dari hak-haknya dalam proses peradilan pidana dan berusaha

untuk menghindarkan anak mendapat perlakuan yang kasar terhadap anak

selama penahanan berlangsung.

Pasal 32 UU No. 11 Tahun 2012

(1) Penahanan terhadap anak tidak boleh dilakukan dalam hal anak memperoleh jaminan dari orang tua atau wali dan/atau lembaha bahwa anak tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau merusak barang bukti, dan/atau tidak akan mengulangi tindak pidana.

(22)

(3) Syarat penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dinyatakan secara tegas dalam surat perintah penahanan.

(4) Selama anak ditahan, kebutuhan jasmani, rohani dan sosial anak harus tetap terpenuhi.

(5) Untuk melindungi keamanan anak, dapat dilakukan penempatan anak di LPKS.

Dalam Penjelasan Pasal 32 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2012 disebutkan

bahwa pada dasarnya penahanan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan,

tetapi penahanan terhadap anak harus pula memperhatikan kepentingan anak

yang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental,

maupun sosial anak dan kepentingan masyarakat.

Dalam upaya memberikan perlindungan terhadap anak yang berhadapan

dengan hukum, polisi diberikan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis

serta buku saku untuk polisi. Dalam buku saku untuk polisi tersebut termuat

panduan penanganan terhadap anak, seperti:

a. Tindakan penangkapan diatur Pasal 16 sampai 19 KUHAP. Menurut Pasal

16 untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik dan

penyidik pembantu berwenang melakukan penangkapan. Sesuai dengan

Pasal 18 KUHAP perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang

diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang

cukup dengan menunjukkan surat perintah penangkapan kecuali

(23)

b. Khusus tindakan penangkapan terhadap anak yang berhadapan dengan

hukum, polisi memperhatikan hak-hak anak dengan melakukan tindakan

perlindungan terhadap anak, seperti:

1. Perlakukan anak dengan asas praduga tidak bersalah.

2. Perlakukan anak dengan arif, santun dan bijaksana, dan tidak seperti

terhadap pelaku tindak pidana dewasa.

3. Saat melakukan penangkapan segera memberitahukan orangtua dan

walinya

4. Anak tertangkap tangan segera memberitahukan orang tua dan

walinya.

5. Wewenang mengadakan tindakan lain menurut hukum yang

bertanggung jawab, polisi atau masyarakat berdasar pada asas

kewajiban.

6. Penangkapan terhadap anak yang diduga sebagai tersangka bukan

karena tertangkap tangan, merupakan kontak atau tahap pertama

pertemuan antara anak dengan polisi. Tahap ini penting bagi seorang

polisi menghindarkan anak dari pengalaman-pengalaman traumatic

yang akan dibawanya seumur hidup. Untuk itu polisi memperhatikan

hal-hal sebagai berikut:

a. Menunjukkan surat perintah penagnkapan legal kepada anak yang

(24)

Cara yang ramah memberi rasa nyaman terhadap anak daripada

rasa takut.

b. Menggunakan pakaian yang sederhana dan hindari penggunaan

kendaraan yang bertanda/berciri khas polisi untuk menghindari

tekanan mental anak akibat simbol-simbol polisi yang terkesan

membahayakan dan mengancam diri anak.

c. Petugas yang melakukan penangkapan tidak boleh menggunakan

kata-kata kasar dan bernada tinggi yang akan menarik perhatian

orang-orang yang berada di sekeliling anak. Penggunaan kata-kata

yang bersahabat akan mempermudah anak menjalani setiap

prosesnya dengan tenang tanpa rasa takut dan tertekan.

d. Membawa anak dengan menggandeng tangannya untuk

menciptakan rasa bersahabat, hindari perlakuan kasar dan

menyakitkan seperti memegang kerah baju atau bahkan menyeret

dengan kasar.

e. Petugas tidak memerintahkan anak melakukan hal-hal yang

mempermalukannya dan merendahkan harkat dan martabatnya

sebagai manusia, seperti menyuruh membuka pakaian. Akan tetapi

memberikan perlindungan mental dan jiwa anak saat ditangkap.

f. Jika keadaan tidak memaksa dan membahayakan, polisi tidak perlu

(25)

anak, karena perlakuan ini menyakitkan dan membuat trauma serta

rasa malu dilihat masyarakat atau tetangganya.

g. Media massa tidak boleh melakukan peliputan proses penangkapan

tersangka anak demi menjaga jati diri dan identitas anak.

h. Pemberian pelayanan kesehatan seperti pemeriksaan kesehatan

fisik dan psikis anak sesegera setelah penangkapan. Berkas

pemeriksaan medis dan pengobatan anak menjadi bagian catatan

kasus anak yang berhadapan dengan hukum.

i. Penangkapan yang dilakukan diinformasikan kepada orang

tua/walinya dalam waktu tidak lebih dari 24 jam dan kesediaan

orang tua/wali mendampingi anak dalam pemeriksaan di kantor

polisi.

j. Pemberitahuan penangkapan anak tersangka kepada petugas Bapas

di wilayah setempat atau pekerja sosial oleh polisi. Pemberitahuan

dilakukan dalam waktu secepatnya tidak lebih dari 24 jam.

k. Polisi melakukan wawancara atau pemeriksaan di ruangan yang

layak dan khusus untuk anak guna memberikan rasa nyaman

kepada anak. 60

Ada beberapa hal yang tidak boleh dilakukan oleh seorang polisi dalam

melakukan penyidikan terhadap anak, yaitu:

60

(26)

a. Penyidik melakukan kekerasan dan tindakan tidak wajar terhadap anak.

b. Memberi label buruk pada anak dengan menggunakan kata-kata yang

sifatnya memberikan label buruk pada anak, seperti ‘pencuri’, ‘maling’,

‘pembohong’, dan lain-lain.

c. Penyidik kehilangan kesabaran sehigga menjadi emosi dalam melakukan

wawancara terhadap anak.

d. Penyidik tidak boleh menggunakan kekuatan badan atau fisik atau

perlakuan kasar lainnya yang dapat menimbulkan rasa permusuhan pada

anak.

e. Membuat catatan atau mengetik setiap perkataan yang dikemukakan oleh

anak pada saat penyidik melakukan wawancara dengan anak. 61

Kekhususan polisi dalam penyidikan terhadap anak pelaku kejahatan juga

merupakan salah satu hak anak dalam The Beijing Rules. Dalam butir 12 jelas diyatakan bahwa “agar dapat melaksanakan fungsi-fungsinya dengan sebaik

mungkin perwira-perwira polisi yang sering atau khusus menangani

anak-anak atau yang terutama terlibat dalam pencegahan kejahatan anak-anak dididik

dan dilatih secara khusus. Hal ini dilakukan dalam upaya memberikan

perlindungan terhadap anak. 62

Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 juga dibentuk dengan tujuan

untuk menjamin pemahaman dan memastikan penerapan prinsip dan standar

61

Ibid, hal. 90.

62

(27)

HAM sehingga setiap anggota Polri selalu mendasari prinsip dan standar

HAM dalam melakukan setiap tindakannya.

Hak-hak yang diatur secara tegas pada Pasal 5 ayat (1) dicantumkan

bahwa salah satu hak azasi manusia yang mendasar adalah hak atas

perlindungan diri, pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda

(huruf u); hak untuk tidak disiksa (huruf v); dan hak untuk bebas dari

penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan martabat manusia (huruf bb);

Hak anak sebagai bagian dari kelompok masyarakat yang rentan diatur

dalam Pasal 6 huruf f yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan hak

khusus anak adalah perlindungan atau perlakuan khusus terhadap anak yang

menjadi korban kejahatan dan anak yang berhadapan dengan hukum, yaitu

hak non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, hak untuk hidup,

kelangsungan hidup dan perkembangan serta penghargaan terhadap pendapat

anak;

Dalam Pasal 11 diterangkan bahwa setiap petugas atau anggota Polri

dilarang melakukan penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka

terlibat dalam kejahatan (huruf b); melakukan penghukuman dan tindakan

Referensi

Dokumen terkait

The results revealed that the hypothesis testing for this study is acceptable because STAD is a more effective teaching technique compared to the traditional lecture method in

Orang Karo zaman sekarang, hanya melihat rumah adat khususnya simbol pengeret-ret sebagai peninggalan budaya yang bisa dimanfaatkan untuk mata pencaharian yang

Advanced WQ, usually combined with above ground basin storage and underground stone detention reservoir to increase effectiveness. Soil Filter with

Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan kasih-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat melakukan

Inspection port location per engineer’s drawing Non-woven geotextile.

dosen pembimbing Muhammad Herlangga, Doranda, Siaturi, Lira Sutira, dan Therecia Simanjuntak yang selalu berbagi informasi, tempat bertukar pikiran, Kepada sahabat

7.115.258,58/ha/MT, maka dengan demikian nilai Revenue Cost Ratio(R/C- ratio) Usahatani semangka adalah sebesar 3,31 menunjukan bahwa R/C > 1 artinya adalah

Hasil dari penelitian dapat disimpulkan ada 3 motif yang mendasari dalam menonton sinetron “Tukang Bubur Naik Haji The Series” di RCTI yaitu motif informasi , motif