• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Performansi Mesin Diesel Satu Silinder Menggunakan Supercharger Dengan Campuran Bahan Bakar Solar Murni Dan Minyak Jagung Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Performansi Mesin Diesel Satu Silinder Menggunakan Supercharger Dengan Campuran Bahan Bakar Solar Murni Dan Minyak Jagung Chapter III V"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat

Persiapan bahan baku dilakukan di laboratorium PIK (Proses Industri

Kimia) Fakultas Teknik Universitas Sumatera utara selama lebih kurang 5

minggu. Pengujian dilakukan di laboratorium motor bakar Departemen Teknik

Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara selama lebih kurang 2

minggu.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Alat yang dipakai dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Mesin Diesel Small engine Test TD111-MKII

Bentuk mesin diesel small engine test TD111-MKII dapat dilihat pada

Gambar 3.1 dibawah.

Gambar 3.1. Mesin Diesel Small engine Test TD111-MKII

Spesifikasi:

Model : TD115-MKII

Type : 1 Silinder, 4 Langkah, dan Horizontal

Max output : 4.2 kW

(2)

Max speed : 3750 rpm

2. Supercharger

Fungsi supercharger adalah untuk menambah daya akibat

perubahan ketinggian tempat operasi (kepadatan udara rendah), ataupun

untuk meningkan daya yang dapat diperoleh dari mesin tanpa

supercharger. Adapun bentuk supercharger ditunjukkan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Supercharger

3. Tec Equpment TD-114

Tec equipment TD-114 digunakan untuk melihat data keluaran

yang akan digunakan untuk perhitungan performansi mesin. Data keluaran

yang diambil antara lain; Putaran (RPM), Torsi (Nm), Suhu Exhaust (oC),

dan Tekanan Udara (mmH2O). Tec Equipment TD-114 ditunjukkan pada

Gambar 3.3.

BELT

(3)

Gambar 3.3. Tec Equipment TD-114

3.2.2. Bahan

Pengolahan bahan baku dimulai dengan pengadaan minyak jagung.

Minyak jagung diperoleh dari swalayan Berastagi Medan dengan merk

“Dougo”. Minyak jagung ditunjukkan pada Gambar 3.4 di bawah ini.

Gambar 3.4. Minyak jagung

Proses transesterifikasi dilakukan dengan meraksikan minyak

mentah jagung dengan sejumlah metanol pada perbandingan fraksi mol

tertentu. Untuk mempercepat reaksi kimia tersebut dapat digunakan katalis

sebagai katalisator, misalnya NaOH atau KOH. Dalam penelitian ini,

digunakan katalis KOH untuk mempercepat reaksi. Proses transesterifikasi

ditunjukkan pada Gambar 3.5 berikut ini. PUTARAN (rpm)

TABUNG MINYAYAK UKUR

KERAN MINYAK

TORSI

T ( EXHAUST)

(4)

Gambar 3.5. Transesterifikasi

Selanjutnya minyak hasil proses transesterifikasi dipisahkan dari gliserol

yang terbentuk selama reaksi dengan menggunakan corong pemisah. Pemisahan

minyak hasil transesterifikasi dari gliserol ditunjukkan pada Gambar 3.6 di bawah

ini.

Gambar 3.6. Pemisahan Minyak Transesterifikasi dari Gliserol

Minyak hasil transesterifikasi yang sudah dipisahkan dari gliserol

sudah berupa biodiesel kotor. selanjutnya dilakukan proses pencucian dengan

menggunakan akuades pada suhu tertentu sampai kadar asam biodiesel normal

kondensor

Minyakjagung

biodiesel

(5)

dan bahan pengotor habis dari biodiesel. Proses pencucian dapat dilihat pada

Gambar 3.7 di bawah ini.

Gambar 3.7. Proses Pencucian Biodiesel

Setelah proses pencucian selesai biodiesel kemudian dipanaskan di

dalam oven untuk menghilangkan kadar air, sehingga didapatkan biodiesel jagung

seperti pada Gambar 3.8 di bawah ini.

Gambar 3.8. Biodiesel jagung

Proses transesterifikasi adalah sebagai berikut:

1. Kadar FFA minyak jagung (minyak mentah) dianalsis

2. Minyak mentah dengan berat tertentu dimasukkan ke dalam labu leher

(6)

3. Sementara minyak dipanaskan, KOH sebanyak 1% dari berat minyak

dilarutkan kedalam methanol dengan perbandingan sebagai berikut:

5097

G = massa methanol yang diperlukan

M = massa bahan baku yang akan di transesterifikasi

4. Larutan dimasukkan kedalam labu yang telah berisi minyak dan

dihomogenkan dengan magnetic stireer

5. Dibiarkan bereaksi selama 60 menit dan dijaga suhu 60o

6. Diangkat dari peralatan reaksi, dimasukkan kedalam corong pisah untuk

memisahkan biodiesel dari gliserol

C

7. Dicuci dengan menggunakan air dengan suhu 40 – 50o

8. Dipanaskan ke dalam oven pada suhu 115

C beberapa kali

sampai air bekas cucian bening

o

Dengan demikian, kami memperolah karakteristik biodiesel minyak jagung

sebagai berikut:

C selama 1,5 jam untuk

menghilangkan kadar air

Tabel 3.1. Karakteristik Biodiesel Minyak Jagung

Parameter Satuan

Standar

Tersulfatkan %wt Maks 0.02

Maks

0.02

(7)

Fosfor mg/kg Maks 10 Maks 1 tidak diuji Gliserol

Bebas %wt Maks 0.02

Maks

0.02 0

Gliserol

Total %wt Maks 0.24

Maks

0.24 0

Kadar Ester

Alkil %wt Min 96.5 97.551 Uji halphen Negatif tidak diuji

Pada tabel di atas, kami hanya menguji 3 karakteristik pada biodiesel

jagung, yaitu kadar gliserol bebas, gliserol total dan kadar Ester Alkil. Hasil dari

pengujian menunjukkan bahwa biodiesel jagung layak untuk dijadikan biodiesel.

Berikut diagram alir dalam pembuatan biodiesel jagung:

Gambar 3.9 Diagram pembuatan biodiesel jagung

Tabel 3.2 Notasi Bahan Bakar

BAHAN BAKAR NOTASI

Akra Sol Akra Sol

Akra Sol + Minyak Jagung 2.5% BD 2.5%

Akra Sol + Minyak Jagung 5% BD 5%

Akra Sol + Minyak Jagung 7.5% BD 7.5% Mulai

Mempersiapkan Alat dan Bahan

Transesterifikasi

Metanol + KOH

Gliserol Washing/pencucian

Drying/pengeringan

(8)

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dipergunakan dalam pengujian ini meliputi :

1. Data primer, merupakan data yang diperoleh langsung dari pengukuran

dan pembacaan pada unit instrumentasi dan alat ukur pada masing –

masing pengujian.

2. Data sekunder, merupakan data tentang karakteristik bahan bakar yang

digunakan dalam pengujian

3.4 Metode Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari hasil pengujian diolah menggunakan rumus yang

ada, kemudian hasil dari peritungan disajikan dalam bentuk tabulasi dan grafik.

3.5 Pengamatan dan Tahap Pengujian

Parameter yang akan ditinjau dalam pengujian ini adalah :

1. Torsi motor ( T )

2. Daya motor ( N )

3. Konsumsi bahan bakar spesifik ( sfc )

4. Efisiensi Thermal Brake Aktual

5. Effesiensi volumetrik

6. Heat Loss

7. Persentase Heat Loss

Prosedur pengujian dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu :

a) Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar Akra Sol

b) Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar BD 2.5% Akra Sol + Minyak Jagung 10% BD 10%

Akra Sol + Minyak Jagung 12.5% BD 12.5%

Akra Sol + Minyak Jagung 15% BD 15%

Akra Sol + Minyak Jagung 17.5% BD 17.5%

(9)

c) Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar BD 5%

d) Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar BD 7.5%

e) Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar BD 10%

f) Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar BD 12.5%

g) Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar BD 15%

h) Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar BD 17.5%

i) Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar BD 20%

3.6 Prosedur Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar

Alat yang digunakan dalam pengukuran nilai kalor bahan bakar ini adalah

alat uji “Bom Kalorimeter”.

Peralatan yang digunakan meliputi :

a) ● Kalorimeter, sebagai tempat air pendingin dan tabung bom

b) ● Tabung bom, sebagai tempat pembakaran bahan bakar yang diuji.

c) ● Tabung gas oksigen.

d) ● Alat ukur tekanan gas oksigen, untuk mengukur jumlah oksigen yang

dimasukkan ke dalam tabung bom.

e) ● Termometer, dengan akurasi pembacaan skala 0.010

f) ● Elektromotor yang dilengkapi pengaduk untuk mengaduk air pendingin. C.

g) ● Spit, untuk menentukan jumlah volume bahan bakar.

h) ● Pengatur penyalaan (skalar), untuk menghubungkan arus listrik ke

tangkai penyala pada tabung bom.

i) ● Cawan, untuk tempat bahan bakar di dalam tabung bom.

j) ● Pinset untuk memasang busur nyala pada tangkai, dan cawan pada

dudukannya.

Adapun tahapan pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Mengisi cawan bahan bakar dengan bahan bakar yang akan diuji.

2. Menggulung dan memasang kawat penyala pada tangkai penyala yang ada

(10)

3. Menempatkan cawan yang berisi bahan bakar pada ujung tangkai penyala,

serta mengatur posisi kawat penyala agar berada tepat diatas permukaan

bahan bakar yang berada didalam cawan dengan menggunakan pinset.

4. Meletakkan tutup bom yang telah dipasangi kawat penyala dan cawan

berisi bahan bakar pada tabungnya serta dikunci dengan ring “O” sampai

rapat.

5. Mengisi bom dengan oksigen (30 bar).

6. Mengisi tabung kalorimeter dengan air pendingin sebanyak 1250 ml.

7. Menempatkan bom yang telah terpasang kedalam tabung kalorimeter.

8. Menghubungkan tangkai penyala penutup bom ke kabel sumber arus

listrik.

9. Menutup kalorimeter dengan penutupnya yang telah dilengkapi dengan

pengaduk.

10.Menghubungkan dan mangatur posisi pengaduk pada elektromotor.

11.Menempatkan termometer melalui lubang pada tutup kalorimeter.

12.Menghidupkan elektromotor selama 5 (lima) menit kemudian membaca

dan mencatat temperatur air pendingin pada termometer.

13.Menyalakan kawat penyala dengan menekan saklar.

14.Memastikan kawat penyala telah menyala dan putus dengan

memperhatikan lampu indikator selama elektromotor terus bekerja.

15.Membaca dan mencatat kembali temperatur air pendingan setelah 5 (lima)

menit dari penyalaan berlangsung.

16.Mematikan elektromotor pengaduk dan mempersiapkan peralatan untuk

pengujian berikutnya.

17.Mengulang pengujian sebanyak 5 (lima) kali berturut-turut.

Alat pengujian nilai kalor bahan bakar ditunjukkan pada Gambar 3.10 di

(11)

Gambar 3.10 Alat Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar

3.7 Prosedur Pengujian Performansi Mesin Diesel

Prosedur pengujian performansi motor dilakukan dengan langkah-langkah

sebagai berikut :

1. Kalibrasi Instrumentasi mesin diesel sebelum digunakan

2. Mengoperasikan mesin dengan cara memutar poros engkol mesin,

kemudian memanaskan mesin selama 10 menit

3. Mengatur putaran mesin pada 1800 RPM menggunakan tuas kecepatan

dan melihat data analog pada instrument

4. Menentukan konsumsi bahan bakar yang akan diuji

5. Menimbang bahan bakar yang habis setelah 5 menit pengujian

6. Mengulang pengujian dengan menggunakan variasi putaran yang berbeda

(1800 RPM, 2000 RPM, 2200 RPM, 2400 RPM, 2600 RPM, 2800 RPM)

Untuk lebih ringkasnya prosedur pengujian performansi yang dilakukan dapat

(12)

Gambar 3.11 Diagram Alir Penelitian Performansi Mesin

3.8 Set Up Alat

Pelaksanaan set-up alat akan ditampilkan pada Gambar aliran pengerjaan

pada Gambar 3.12 di bawah ini:

Gambar 3.12 Set Up Alat Kesimpulan

Selesai Pengambilan Data

Pengolahan Data

Analisa Data

Mempersiapkan Alat dan Bahan Mulai

2 3

4

6 5 1

7 8

(13)

Keterangan Gambar:

1. Flow Meter Bahan Bakar

2. Tacho meter (RPM)

3. Torsi meter (Nm)

4. Exhaust Temperature (o

5. Tombol ON/OFF

C)

6. Manometer (mmH2

7. Medin TD-111

O)

8. Dynamometer

9. Exhaust Muffler

10.Supercharger

Secara lebih real urutan pengujian akan diperlihatkan pada Gambar 3.13

berikut ini.

1 2 3 4

8 7

(14)

Gambar 3.13 Set-up pengujian performansi mesin diesel

Keterangan:

1. Mengatur posisi gas 2. Memasukkan bahan bakar

3. Memasang supercharger

4. Menghidupkan mesin TD-111 dengan menarik tuas engkol

5. Menghidupkan Tec-equipment TD-115

6. Mengatur posisi jarum pengukur torsi pada posisi nol

7. Memberikan beban pada lengan beban

8. Mencatat hasil pembacaan RPM (putaran)

9. Mencatat waktu menghabiskan 8 ml bahan bakar.

10.Mencatat hasil pembacaan torsi (Nm)

11.Mencatat hasil pembacaan tekanan udara

12.Mencatat hasil pembacaan temperatur gas buang.

(15)

BAB IV

HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN 4.1. Hasil Pengujian Bom Kalori Meter

Pengujian bom kalorimeter dilakukan untuk mendapatkan nilai kalor

daripada bahan bakar. Nilai kalor bahan bakar didapat dengan melihat perbedaan

suhu air sebelum dan sesudah proses pengeboman bahan bakar berlangsung, atau

dapat dituliskan dalam persamaan:

HHV= (t2 - t1 - tkp

dimana:

) x Cv

HHV = High Heating Value (Nilai Kalor Atas)

t2 = Suhu air setelah penyalaan (o

t

C)

1 = Suhu air sebelum penyalaan (o t

C)

kp = Kenaikan temperature akibat kawat penyala ( 0.05o Cv = Panas jenis bom kalorimeter (73529.6 kj/kg

C) o

Hasil yang didapat ini masih merupakan nilai bruto kalori bahan bakar maka untuk nilai netto kalori bahan bakar yang kita gunakan kita gunakan nilai LHV (Low Heating value) dari bahan bakar yaitu:

C)

LHV = HHV – 3240 kj/kgo

Berikut ditampilkan tabel hasil pengujian bom kalorimeter, beserta nilai

HHV dan LHV dari bahan bakar:

C

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Bom Kalorimeter

Bahan

Bakar Pengujian T1 T2 HHV LHV

LHV Rata-Rata

Akra Sol

1 25,19 26,06 60294,272 57054,272

54113,088 2 26,23 27,05 56617,792 53377,792

3 27,16 27,94 53676,608 50436,608 4 26,29 27,12 57353,088 54113,088 5 28,32 29,17 58823,68 55583,68

(16)
(17)

Gambar 4.1. Pengaruh Nilai Bakar Biodiesel terhadap variasi campuran Biodiesel

4.2. Hasil Pengujian Engine Tes Bed TD -111

Dari engine tes bed TD -111 di lakukan pengujian dan hasil uji diamati

pada instrumentasi pembaca TD – 115. Pengujian dilakukan dengan variasi bahan

bakar sebanyak 8 variasi, variasi putaran mesin sebanyak 6 variasi, dan variasi

beban statis sebanyak 2 variasi yaitu 3.5 kg dan 4.5 kg.

4.2.1. Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol

Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Akra Sol adalah seperti pada

tabel 4.2 di bawah sebagai berikut:

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol 49000

50000 51000 52000 53000 54000 55000

LHV Rata -Rata

Beban (Kg)

Putaran (rpm)

Torsi (N)

Waktu (s)

Laju udara (mmH2O)

T (exhaust) (C)

3,5 1800 7,5 152 18 110

2000 8 134 18,5 130

2200 8,6 121 20 135

2400 9,2 101 23 140

2600 9,8 93 24 150

2800 11 81 25 160

(18)

4.2.2. Hasil Pengujian dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol + Biodiesel Jagung 2,5%

Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Solar Akra Sol + Biodiesel Jagung 2,5%, seperti pada tebel 4.3 di bawah adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol + Biodiesel

Jagung 2,5%

Beban (Kg)

Putaran (rpm)

Torsi (N)

Waktu (s)

Laju aliran (mmH2O)

T (exhaust) (c)

3,5 1800 5,3 127 16.5 120

2000 5,6 113 18 130

2200 5,8 95 20 140

2400 6,1 88 21 150

2600 6,4 75 22 170

2800 6,7 64 25 190

4,5 1800 8,1 130 18,5 120

2000 8,4 112 20 130

2200 8,6 100 21 140

2400 9 80 23 160

2600 9,2 73 24 180

2800 9,3 65 26 190

4.2.3. Hasil Pengujian dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol + Biodiesel Jagung 5%

Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Solar Akra Sol + Biodiesel Jagung 5%, seperti pada tabel 4.4 di bawah adalah sebagai berikut

Tabel 4.4 Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol + Biodiesel

Jagung 5%

2000 11,1 119 21 175

2200 12,2 112 22 185

2400 12,9 103 23 190

2600 13,2 89 26 200

(19)

Beban Putaran Torsi Waktu mmH2O T (exhaust)

3,5 1800 5,3 125 17 90

2000 5,7 115 19 105

2200 5,9 94 20 130

2400 6,1 88 21 150

2600 6,3 75 23 175

2800 6,6 68 25,5 200

4,5 1800 8,1 130 18 120

2000 8,4 115 19,5 130

2200 8,8 111 20 140

2400 8,9 82 21 160

2600 9,1 74 23 170

2800 9,3 66 26 175

4.2.4. Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar SolarAkra Sol + Biodiesel Jagung 7,5%

Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Solar Akra Sol + Biodiesel Jagung 7,5%, seperti pada tabel 4.5 di bawah adalah sebagai berikut:

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol + Biodiesel

Jagung 7,5%

Beban Putaran Torsi Waktu mmH2O T (exhaust)

3,5 1800 5,3 125 17 90

2000 5,7 115 19 105

2200 5,9 94 20 130

2400 6,1 88 21 150

2600 6,3 75 23 175

2800 6,6 68 25,5 200

4,5 1800 8,1 130 18 120

2000 8,4 115 19,5 130

2200 8,8 111 20 140

2400 8,9 82 21 160

2600 9,1 74 23 170

(20)

4.2.5. Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol + Biodiesel Jagung 10%

Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Solar Akra Sol + Biodiesel Jagung 10%, seperti pada tabel 4.6 di bawah adalah sebagai berikut:

Tabel 4.6 Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol + Biodiesel

Jagung 10%

Beban Putaran Torsi Waktu mmH2O T (exhaust)

3,5 1800 4,7 135 17,5 120

2000 4,9 113 18 125

2200 5 105 19 140

2400 5,4 90 20 160

2600 5.7 84 23 170

2800 5,9 70 25,5 190

4,5 1800 7,7 138 17 110

2000 8,1 121 19 125

2200 8,3 108 20 130

2400 8,6 99 21 140

2600 8,9 82 24 175

2800 9,1 77 25 175

4.2.6. Hasil Pengujian dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol + Biodiesel Jagung 12,5%

Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Solar Akra Sol + Biodiesel Jagung 12,5%, seperti pada tebel 4.7 di bawah adalah sebagai berikut:

Tabel 4.7 Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol + Biodiesel

Jagung 12,5%

Beban Putaran Torsi Waktu Laju aliran T (exhaust)

(Kg) (rpm) (N) (s) (mmH2O) (c)

3,5 1800 5.4 121 16.5 120

2000 5.7 104 18 140

2200 5.9 86 19 160

2400 6.1 82 20 180

2600 6.3 68 23 200

(21)

4,5 1800 7.8 128 17 110

2000 8 111 19 120

2200 8.3 91 20 140

2400 8.6 74 21 175

2600 8.8 70 23 190

2800 9 60 25 200

4.2.7. Hasil Pengujian dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol + Biodiesel Jagung 15%

Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Solar Akra Sol + Biodiesel Jagung 15%, seperti pada tabel 4.8 di bawah adalah sebagai berikut

Tabel 4.8 Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol + Biodiesel

Jagung 15%

Beban Putaran Torsi Waktu mmH2O T (exhaust)

3,5 1800 5 124 16 110

2000 5.5 101 18 130

2200 5.8 93 20 150

2400 5.9 84 21 160

2600 6.2 70 23 180

2800 6.5 63 25 200

4,5 1800 8 131 17 120

2000 8.2 117 18 125

2200 8.5 94 20 140

2400 8.6 91 21 150

2600 8.8 74 24 180

2800 9.2 67 25.5 200

4.2.8 Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol + Biodiesel Jagung 17,5%

Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Solar Akra Sol + Biodiesel Jagung 17,5%, seperti pada tabel 4.9 di bawah adalah sebagai berikut:

Tabel 4.9 Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol + Biodiesel

(22)

Beban Putaran Torsi Waktu mmH2O T

(exhaust)

3,5 1800 5.5 122 17.5 130

2000 5.8 111 18 140

2200 6 85 20 160

2400 6.2 80 21 180

2600 6.4 68 23 210

2800 6.6 67 24.5 220

4,5 1800 8 120 18 110

2000 8.3 108 19 120

2200 8.7 100 22 140

2400 8.9 84 23 150

2600 9 74 24 170

2800 9.1 64 25 190

4.2.9. Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol + Biodiesel Jagung 20%

Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Solar Akra Sol + Biodiesel Jagung 20%, seperti pada tabel 4.9 di bawah adalah sebagai berikut:

Tabel 4.10 Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol + Biodiesel

Jagung 20%

Beban Putaran Torsi Waktu mmH2O T

(exhaust)

3,5 1800 5.4 125 16.5 120

2000 5.5 100 18 130

2200 5.7 91 20 160

2400 5.9 85 22 170

2600 6 75 23 190

2800 6.3 54 24.5 240

4,5 1800 7.6 129 17 120

2000 7.9 112 19 130

2200 8.3 89 21 160

2400 8.7 87 22 170

2600 9 67 23 190

(23)

4.2.10. Torsi

Besarnya torsi dari masing-masing pengujian dan tiap variasi beban

dihitung dengan menggunakan persamaan 2.6. Untuk pengujian dengan bahan

bakar Akra Sol:

Beban : 3,5 Kg

Putaran mesin : 1800 rpm

T = 1413 � 60

2�� 1800

= 7,5 Nm

Dengan perhitungan yang sama dapat diketahui besarnya torsi yang

dihasilkan dari masing-masing pengujian baik dalam semua variasi persentase

biodiesel, dan kondisi pembebanan dan putaran mesin seperti ditunjukkan dalam

Tabel 4.11 dibawah ini:

Tabel 4.11. Data Torsi

Beba

Pada pembebanan 3.5 kg torsi terendah terjadi pada pengujian dengan

(24)

sebesar 5,3 Nm sedangkan daya tertinggi terjadi pada pengujian dengan

menggunakan bahan bakar Akra Sol pada putaran mesin 2800 rpm

sebesar 11 Nm.

Pada pembebanan 4,5 kg daya terendah terjadi pada pengujian dengan

menggunakan bahan bakar biodiesel 20 % pada putaran mesin 1800 rpm

sebesar 7,6kW sedangkan daya tertinggi terjadi pada pengujian dengan

menggunakan bahan bakar Akra Sol pada putaran mesin 2800 rpm

sebesar 15 Nm.

Torsi terendah terjadi ketika menggunakan bahan bakar biodiesel 7.5 %

pada beban 3,5 kg dengan putaran mesin 1800 rpm yaitu 5,3 Nm dan daya

terbesar terjadi ketika menggunakan bahan bakar Akra Sol pada beban 4,5

kg dengan putaran mesin 2800 rpm yaitu 15 Nm.

Torsi terbesar terjadi pada penggunaan Akra Sol karena nilai kalor yang

paling besar yang terdapat pada Akra Sol yaitu sebesar 54113,08 kJ/kgo

Perbandingan besarnya torsi untuk masing-masing pengujian pada setiap

variasi beban dan putaran dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan 4.3 dibawah ini: C

Gambar 4.2. Grafik pengaruh Putaran terhadap Torsi mesin untuk beban 3.5 kg 0

1800 2000 2200 2400 2600 2800

(25)

Gambar 4.3. Grafik pengaruh Putaran terhadap Torsi untuk beban 4.5 kg

Dari grafik dapat dilihat bahwa torsi tertinggi terjadi pada penggunaan Akra Sol

sedangkan torsi terendah terjadi pada penggunaan Akra Sol + Biodiesel Jagung

20%.Hal ini disebabkan oleh Nilai kalor bahan bakar berbanding lurus dengan

torsi yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai kalor maka semakin tinggi torsi yang

dihasil yang akan berpengaruh daya saat mesin beroperasi

4.3. Pengujian Performansi Motor Bakar Diesel

Data yang diperoleh dari pembacaan langsung alat uji mesin diesel 4

langakah 1 silinder TD – 111 melalui alat pembaca TD – 115 selanjutnya akan

diproses dan dikalkulasi untuk mendapatkan besar performansi dari mesin diesel

tersebut.

4.3.1. Daya

Besarnya daya dari masing-masing pengujian dan tiap variasi beban

dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

Untuk pengujian dengan bahan bakar Solar Akra Sol:

Beban : 3.5 Kg

1800 2000 2200 2400 2600 2800

(26)

Torsi : T (N/m)

Putaran mesin : 1800 rpm

�� =

2 ��� 1800

60 � 10,2

=1,92168 kW

Dengan perhitungan yang sama dapat diketahui besarnya daya yang

dihasilkan dari masing-masing pengujian baik dalam semua variasi persentase

biodiesel, dan kondisi pembebanan dan putaran mesin seperti ditunjukkan dalam

tabel 4.12 dibawah ini:

Tabel 4.12. Data Perhitungan Untuk Daya

(27)

Pada pembebanan 3,5 kg daya terendah terjadi pada pengujian dengan

menggunakan bahan bakar biodiesel 10%, putaran mesin 1800 rpm sebesar

0,88548 kW, sedangkan daya tertinggi terjadi pada pengujian dengan

menggunakan bahan bakar Akra Sol pada putaran mesin 2800 rpm sebesar 3,2237

kW. Dibandingkan dengan tanpa menggunakan supercharger terjadi kenaikkan

daya pada penggunaan supercharger. Nilai daya tanpa supercharger dapat dilihat

pada lampiran 12.1.

Pada pembebanan 4,5 kg daya terendah terjadi pada pengujian dengan

menggunakan bahan bakar biodiesel 20% pada putaran mesin 1800 rpm sebesar

1,4318 kW, sedangkan daya tertinggi terjadi pada pengujian dengan menggunakan

bahan bakar Akra Sol pada putaran mesin 2800 rpm sebesar 4,396 kW.

Dibandingkan dengan tanpa menggunakan supercharger terjadi kenaikkan daya

pada beban 4.5 kg pada penggunaan supercharger. Nilai daya tanpa supercharger

dapat dilihat pada lampiran 12.1.

Daya terbesar terjadi pada penggunaan Akra Sol karena nilai kalor yang paling

besar yang terdapat pada Akra Sol yaitu sebesar 54113,088 kJ/kgo

Perbandingan besarnya daya untuk masing-masing pengujian pada setiap

variasi beban dan putaran dapat dilihat pada gambar 4.4 dan 4.5 berikut ini: C

Gambar 4.4. Grafik pengaruh Putaran terhadap Daya mesin untuk beban 3.5 kg 0

1800 2000 2200 2400 2600 2800

(28)

Dari grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan solar Akra Sol murni

memiliki daya yang lebih besar di bandingkan campuran solar Akra Sol dan

Minyak jagung. Daya yang paling rendah terjadi pada variasi biodiesel 10%

sedangkan paling tinggi terjadi pada bahan bakar Akra Sol. Ini disebabkan karena

tingginya nilai torsi pada solar Akra Sol dibandingkan campuran solar Akra Sol

dengan minyak jagung.

Gambar 4.5. Grafik pengaruh Putaran terhadap Daya untuk beban 4,5 kg

Dari grafik di atas pada beban 4.5 kg dapat dilihat bahwa daya tertinggi juga

terjadi pada penggunaan Akra Sol sedangkan daya terendah terjadi pada

penggunaan Akra Sol + Biodiesel Biji Jagung. Keadaan ini juga karena nilai torsi

yg lebih tinggi pada Solar Akra Sol. Pada semua campuran Solar Akra Sol dan

minyak jagung mengalami grafik yang hampir sama karena nilai torsi yang saling

berdekatan dan sangat tipis perbedaannya.

4.3.2. Laju Aliran Bahan Bakar (mf)

Laju aliran bahan bakar didapat adalah banyaknya bahan bakar yang habis

terpakai selama satu jam pemakaian

�� = �������

1800 2000 2200 2400 2600 2800

(29)

sgf = spesifik gravitasi biodiesel = 0.8624

Vf = Volume bahan bakar yang diuji (8 ml)

tf = waktu yang dibutuhkan untuk menghabiskan bahan bakar (detik)

Dengan menggunakan harga sgf, dan tf

Beban : 3.5 kg

yang didapat dari percobaan, maka

didapatlah laju aliran bahan bakar menggunakan Akra Sol:

Putaran mesin : 1800 rpm

�� = ������� 10−3

�� � 3600

= 0.163402105 kg/jam

Beban : 4.5 kg

Putaran mesin : 1800 rpm

�� = ������� 10−3

�� � 3600

= 0.176149787 kg/jam

Dengan cara yang sama untuk setiap pengujian pada putaran mesin dan

beban yang bervariasi dan pada setiap variasi persentase biodiesel maka hasil

perhitungan mf untuk kondisi tersebut dapat dilihat pada tabel 4.13 berikut ini:

Tabel 4.13. Laju Aliran Bahan Bakar

(30)

2400 0.241 0.310 0.302 0.302 0.250 0.335 0.272 0.295 0.285

2600 0.279 0.340 0.335 0.335 0.302 0.354 0.335 0.335 0.370

2800 0.322 0.382 0.376 0.376 0.322 0.413 0.370 0.388 0.382

Pada pembebanan 3.5 kg, mf terendah terjadi pada saat menggunakan Akra Sol +

biodiesel 2,5% pada putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 0,1955 kg/jam,

sedangkan mf tertinggi pada saat menggunakan Akra Sol + Biodiesel 20% pada

putaran mesin 2800 yaitu sebesar 0,4599 kg/jam. Dibandingkan dengan tanpa

menggunakan supercharger terjadi kenaikkan mf. Nilai mf tanpa supercharger

dapat dilihat pada lampiran 12.2.

Pada pembebanan 4.5 kg, mf terendah terjadi pada saat menggunakan Akra Sol +

biodiesel 10 % pada putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 0,1799 kg/ jam,

sedangkan mf tertinggi pada saat menggunakan biodesel 2,5% dan Biodiesel 20%

pada putaran mesin 2800 rpm yaitu sebesar 0,3821 kg/jam. Dibandingkan dengan

tanpa menggunakan supercharger terjadi kenaikkan mf. Nilai mf tanpa

supercharger dapat dilihat pada lampiran 12.2.

Perbandingan masing-masing nilai mf pada setiap pembebanan dengan variasi

bahan bakar dan variasi putaran mesin dapat dilihat pada gambar grafik 4.6 dan

4.7 berikut ini:

Gambar 4.6 Grafik pengaruh Putaran terhadap Laju Aliran Bahan Bakar untuk

beban 3.5 kg

1800 2000 2200 2400 2600 2800

(31)

Laju aliran bahan bakar pada pembebanan 3.5 kg menunjukkan bahwa

penggunaan solar Akra Sol murni lebih konstan di bandingkan dengan campuran

antara solar Akra Sol dan minyak jagung serta lebih irit dalam konsumsi bahan

bakar, sedangkan pada setiap campuran mengalami peningkatan laju aliran yang

berbeda-beda disetiap putarannya. Pada campuran biodiesel 20% mengalami

konsumsi yang sangat tinggi pada putaran 2800 rpm karena konsumsi yang sangat

tinggi serta waktu yang lebih singkat.

Gambar 4.7. Grafik pengaruh Putaran terhadap Laju Aliran bahan Bakar untuk

beban 4.5 kg

Dari grafik pembebanan 4.5 kg, terlihat bahwa nilai mf dipengaruhi putaran dan

nilai kalor. Semakin tinggi putaran dan nilai kalor semakin rendah, maka mf

semakin tinggi karena waktu pembakaran semakin kecil. Pada campuran biodiesel

12.5% mengalami peningkatan dari pada campuran yang lain karena konsumsi

bahan bakar yang tinggi serta waktu konsumsi yg lebih singkat.

4.3.3. Rasio udara bahan bakar (AFR)

Rasio udara bahan bakar (AFR) dari masing-masing jenis

pengujian dihitung berdasarkan rumus berikut: 0

1800 2000 2200 2400 2600 2800

(32)

mf ma AFR=

dimana:

AFR = air fuel ratio

ma = laju aliran massa udara.

Besarnya laju aliran udara (ma) diperoleh dengan membandingkan

besarnya tekanan udara masuk yang telah diperoleh melalui pembacaan air flow

manometer terhadap kurva viscous flowmeter calibration.

Pada pengujian ini dianggap tekanan udara sebesar 100 kPa dan

temperatur udara 27oC. Kurva kalibrasi dikondisikan untuk pengujian pada

tekanan 101.3 kPa dan temperatur 20o

Cf = 0.946531125

C. maka besarnya laju aliran udara yang

diperoleh harus dikalikan dengan faktor pengali berikut:

�� = 3654����

(��+ 144)

��2.5

��= 3654�1�(27 + 273 + 114)

(27 + 273)2.5

Untuk pengujian dengan menggunakan Akra Sol, beban 3.5 kg dan

putaran mesin 1800 rpm tekanan udara masuk didapati 18 mmH2O, dengan

melakukan interpolasi pada kurva viscous flow meter didapat besar ma 24.02941

kg/jam, dan kemudian dikalikan dengan factor koreksi sehingga didapat massa

udara yang sebenarnya:

Ma = 24,03 kg/jam x 0.946531125

= 19.041kg/jam

Dengan cara yang sama maka didapat nilai ma untuk masing-masing

pengujian, maka dapat dihitung besarnya AFR. Untuk pengujian dengan

menggunakan Akra Sol pada putaran 1800 rpm dan beban 3.5 kg maka didapatkan

(33)

AFR = 19.041

0.191009

AFR = 116,534478

Hasil perhitungan AFR untuk masing-masing pengujian pada tiap variasi

beban, putaran mesin dan persentase biodiesel dapat dilihat pada tabel 4.14

berikut ini:

Tabel 4.14. Air Fuel Ratio

Beban Putaran AFR (Kg / Jam)

Pada pembebanan 3.5 kg AFR terendah terjadi pada saat menggunakan Biodiesel

20% pada putaran mesin 2800 rpm yaitu 56,3505 sedangkan AFR tertinggi terjadi

pada penggunaan Akra Sol putaran mesin 1800 rpm yaitu 116,534478.

Dibandingkan dengan tanpa menggunakan supercharger terjadi kenaikkan AFR.

Nilai AFR tanpa supercharger dapat dilihat pada lampiran 13.1.

Pada pembebanan 4.5 kg AFR terendah terjadi pada saat menggunakan biodiesel

12,5% pada putaran mesin 2800 rpm yaitu 63,8895, sedangkan AFR tertinggi

terjadi pada penggunaan Akra Sol putaran mesin 1800 rpm yaitu 120,1122913.

Dibandingkan dengan tanpa menggunakan supercharger terjadi kenaikkan AFR.

(34)

Perbandingan harga AFR masing-masing pengujian pada setiap variasi beban

dan putaran dapat dilihat pada gambar 4.8 dan 4.9 berikut:

Gambar 4.8. Grafik pengaruh Putaran terhadap AFR untuk beban 3.5 kg

Dari grafik AFR pembebanan 3.5 kg, nilai AFR dipengaruhi oleh laju aliran bahan

bakar. Sehingga setiap bahan bakar menunjukkan arah grafik yang semakin

menurun. Nilai Biodiesel 20% terendah karena memilki nilai laju aliran bahan

bakar yang paling besar.

Gambar 4.9. Grafik pengaruh Putaran terhadap AFR untuk beban 4.5 kg 0

1800 2000 2200 2400 2600 2800

AF

1800 2000 2200 2400 2600 2800

(35)

Dari grafik terlihat bahwa biodiesel 20% mendominasi memiliki nilai AFR

terendah dan Akra Sol mendominasi memiliki AFR tertinggi pada beban 3.5 Kg.

Dan terlihat bahwa biodiesel 12,5% mendominasi memiliki nilai AFR terendah

dan Akra Sol mendominasi memiliki AFR tertinggi pada beban 4.5 Kg. ini

disebabkan oleh laju aliran bahan bakar yang semakin tinggi pada pembebanan

ini.

4.3.4. Effisiensi Volumetris

Effisiensi volumetric untuk motor bakar 4 langkah dihitung dengan

persamaan berikut:

�� =

2��

60� 1

����

dimana:

ma = laju aliran udara (kg/jam)

ρa = Kerapatan udara (kg/m3 Vs = volume langkah torak (m

) 3

Diasumsikan udara sebagai gas ideal sehingga massa jenis udara dapat

diperoleh dengan persamaaan berikut:

) = 0.00023 (berdasarkan spesifikasi mesin)

ρa= �� ���

Dimana: R = Konstanta gas (untuk udara = 287 J/kg K)

Dengan memasukkan harga tekanan dan temperature udara yaitu

sebesar100 kPa dan suhu 27o

ρa = 100000 287฀(27+273)

C, maka diperoleh massa jenis udara sebesar:

= 1.161440186 kg/m

Dengan diperolehnya massa jenis udara, maka dapat dihitung besarnya

effisiensi volumetrik untuk masing-masing pengujian dengan variasi persentase

biodiesel, putaran mesin dan beban.

(36)

Untuk pengujian menggunakan solar beban 3.5 kg pada putaran mesin

1800 rpm maka didapatkan nilai effesiensi volumetrik:

�� =

Harga efisiensi volumetrik untuk masing-masing pengujian dapat dihitung

dengan melakukan perhitungan yang sama dengan perhitungan di atas dengan

variasi beban, putaran mesin, dan biodiesel dengan beberapa variasi seperti

ditunjukkan pada tabel 4.15 berikut ini:

Tabel 4.15 Efisiensi Volumetris

Efisiensi volumetrik terendah terjadi pada penggunaan biodiesel 12,5% pada

pembebanan 3.5 kg dengan putaran mesin 2400 rpm yaitu sebesar 110,033%,

sedangkan efisiensi volumetrik tertinggi terjadi pada penggunaaan Akra Sol pada

pembebanan 3.5 kg pada putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 132,039%.

Dibandingkan dengan tanpa menggunakan supercharger terjadi kenaikkan

Beban Putaran Efisiensi Volumetris (%)

(37)

efisiensi volumetrik. Nilai efisiensi volumetrik tanpa supercharger dapat dilihat

pada lampiran 13.2.

Pada pembebanan 4.5 kg efisiensi terendah terjadi pada penggunaan biodiesel

20% pada putaran 2800 rpm yaitu sebesar 113,176%, sedangkan efisiensi

volumetric tertinggi terjadi pada penggunaan Akra Sol dengan putaran 1800 rpm

sebesar 146,710%. Dibandingkan dengan tanpa supercharger, terjadi peningkatan

efisiensi volumetric. Nilai efisiensi volumetric tanpa supercharger dapat dilihat

pada lampiran 13.2.

Perbandingan efisiensi volumetrik dari masing-masing pengujian pada tiap

variasi putaran dapat dilihat pada gambar grafik 4.10 dan 4.11 berikut:

Gambar 4.10. Grafik pengaruh Putaran terhadap Efisiensi Volumetrik untuk beban

3.5 kg

Pada grafik pembebanan 3.5 kg, efisiensi pada setiap biodiesel campuran

mengalami efisiensi yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain, namun pada

penggunaan solar Akra Sol murni lebih konstan di atas biodiesel campuran yang

lain. 95 100 105 110 115 120 125 130 135

1800 2000 2200 2400 2600 2800

n

v

(

%

)

Putaran (Rpm)

Akra Sol BD 2.5%

BD 5%

BD 7.5%

BD 10%

BD 12.5%

BD 15%

BD 17.5%

(38)

Gambar 4.11. Grafik pengaruh Putaran terhadap Efisiensi Volumetrik mesin untuk

beban 4.5 kg

Efisiensi volumetrik dipengaruhi oleh laju konsumsi udara, dan besar putaran

mesin. Selain itu nilai kalor bahan bakar juga mempengaruhi besar effesiensi

volumetrik. Semakin tinggi nilai kalor bahan bakar maka konsumsi udara akan

semakin rendah dan sebaliknya semakin rendah nilai kalor bahan bakar maka

semakin tinggi nilai konsumsi udara, yang dapat dilihat pada penurunan effisiensi

volumetrik pada biodiesel jagung 20%.

4.3.5. Daya Aktual

Daya aktual didapat dengan mengalikan Daya hasil pembacaan dengan

effiesiensi mekanikal dan effesiensi volumetrik, sehingga didapat:

Pa =Pb x ηv x η

dimana: besar η

m

m

Untuk beban 3.5 kg putaran mesin 1800 dengan bahan bakar Akra Sol

maka didapat daya aktual:

adalah 0.70 – 0.90 untuk mesin diesel dan yang diambil untuk

perhitungan ini adalah 0.85 0

1800 2000 2200 2400 2600 2800

(39)

Pa =1,413 x 132,0396 x 57,5287 x 0.85/10000

= 0.9123 kW

Dengan menggunakan cara yang sama untuk setiap variasi putaran mesin,

beban dan bahan bakar maka didapat hasil seperti pada tabel 4.16 dibawah ini:

Tabel 4.16. Grafik Daya Aktual

Beban Putaran Daya (kW)

Pada pembebanan 3.5 kg daya aktual terbesar terjadi pada penggunaan Akra Sol

putaran mesin 2800 rpm yaitu sebesar 2,2594 kW sedangkan daya terendah terjadi

pada penggunaan bahan bakar biodiesel 15% pada putaran mesin 1800 rpm yaitu

sebesar 0.3065 kW. Dibandingkan dengan tanpa menggunakan supercharger

terjadi kenaikkan daya aktual. Nilai daya aktual tanpa supercharger dapat dilihat

pada lampiran 14.1.

Pada pembebanan 4.5 kg daya aktual terbesar terjadi pada penggunaan Akra Sol

pada putaran mesin 2800 rpm yaitu sebesar 4,3135 kW sedangkan daya aktual

terkecil terjadi pada penggunaan biodiesel 20% putaran mesin 1800 rpm yaitu

sebesar 0,8009 kW. Dibandingkan dengan tanpa menggunakan supercharger

terjadi kenaikkan daya aktual. Nilai daya aktual tanpa supercharger dapat dilihat

(40)

Melalui grafik hubungan antara daya aktual dan putaran mesin pada gambar 4.12

dan 4.13 di bawah ini.

Gambar 4.12. Grafik pengaruh Putaran terhadap Daya Aktual untuk beban 3.5 kg

Dari hasil grafik di atas dapat dilihat bahwa pada pembebanan ini nilai daya aktual

solar Akra Sol jauh lebih tinggi dibandingkan dengan daya aktual biodiesel,

sedangkan pada campuran biodiesel mengalami nilai daya aktual yang hampir

sama dan kenaikan daya aktualnya pun naik secara konstan.

Gambar 4.13. Grafik pengaruh Putaran terhadap Daya aktual untuk beban 4.5 kg 0

1800 2000 2200 2400 2600 2800

D

1800 2000 2200 2400 2600 2800

(41)

Dari grafik dapat dilihat bahwa Akra Sol memiliki nilai daya aktual yang terbesar

dari hampir semua variasi bahan bakar yang ada, ini disebabkan nilai kalor Akra

Sol yang paling tinggi dari semua variasi yang ada dan meningkat saat putaran

mesin dinaikkan.

4.3.6. Efisiensi Termal Aktual

Efisiensi termal aktual adalah perbandingan antara daya aktual dengan laju

panas rata-rata yang dihasilkan bahan bakar, yang dapat dihitung dengan

persamaan berikut:

ρa= �� ���

dimana:

ηa

LHV = nilai kalor pembakaran (kJ/kg) = effisiensi termal aktual

Dengan nilai LHV untuk masing-masing sesuai dengan variasi persentase

biodiesel yang didapat melalui percobaan bom kalori meter.

Maka dengan memasukkan nilai-nilai ke persamaan untuk beban 3.5 kg

putaran mesin 1800 rpm menggunakan Akra Sol didapatkan nilai efisiensi termal:

� = 0,913

0,1634.� 54113.088�100 �3600

= 37,1443%

Dengan menggunakan cara yang sama maka didapatkan besar effisiensi

termal aktual untuk variasi putaran mesin, pembebanan, dan bahan bakar seperti

pada tabel 4.17 di bawah:

Tabel 4.17. Efisiensi termal aktual

Beban Putaran Efisiensi Thermal Aktual (%)

(42)

2000 37.508 12.786 14.641 14.967 10.287 11.924 10.650 14.551 10.930

2200 42.029 11.848 12.135 12.406 10.739 10.144 12.273 11.160 11.881

2400 42.043 12.881 13.022 13.313 10.567 11.320 11.868 12.091 13.328

2600 45.723 11.689 11.971 12.238 12.778 10.345 10.798 11.045 12.154

2800 49.022 11.415 12.895 13.183 11.351 12.008 11.253 13.081 7.968

4.5 1800 65.686 32.749 32.214 32.932 32.205 28.751 32.220 29.119 29.520

2000 64.643 31.401 32.633 33.361 34.024 28.245 31.767 29.777 29.858

2200 79.714 30.306 37.645 38.484 32.955 23.660 26.929 35.726 25.303

2400 85.966 25.380 24.070 24.607 34.053 19.240 29.593 30.087 30.360

2600 82.302 24.963 24.316 24.858 30.978 21.389 25.368 26.991 21.824

2800 88.965 23.595 24.594 25.142 32.035 19.240 26.008 23.154 24.119

Pada pembebanan 3.5 kg efisiensi termal aktual tertinggi terjadi pada penggunaan

Akra Sol + biodiesel 7,5% putaran mesin 1800 rpm sebesar 14,9675%

sedangkan effisiensi termal aktual terendah terjadi pada penggunaan biodiesel

20% putaran mesin 2800 rpm yaitu sebesar 7,9688%. Dibandingkan dengan tanpa

menggunakan supercharger terjadi kenaikkan efisiensi termal aktual. Nilai

efisiensi aktual tanpa supercharger dapat dilihat pada lampiran 14.2.

Pada pembebanan 4.5 kg efisiensi termal aktual tertinggi terjadi pada penggunaan

Akra Sol putaran mesin 2800 rpm yaitu sebesar 88,9659% sedangkan effisiensi

termal aktual terendah mesin terjadi pada penggunaan biodiesel 20% putaran 2600

rpm yaitu sebesar 21,8240%. Dibandingkan dengan tanpa menggunakan

supercharger terjadi kenaikkan efisiensi termal aktual. Nilai efisiensi aktual tanpa

supercharger dapat dilihat pada lampiran 14.2.

Perbandingan nilai efisiensi termal aktual untuk setiap variasi

pembebanan, bahan bakar dan putaran dapat dilihat pada gambar 4.14 dan 4.15 di

(43)

Gambar 4.14. Grafik pengaruh Putaran terhadap Efisiensi Termal Aktual untuk

beban 3.5 kg

Dari pembebanan 3.5 kg, nilai efisiensi termal aktual Akra Sol lebih tinggi,

sedangkan pada semua biodiesel memilki nilai efisiensi yang hampir sama tapi

jauh lebih rendah dari Solar Akra Sol.

Gambar 4.15. Grafik pengaruh Putaran terhadap Efisiensi Termal Aktual untuk

beban 4.5 kg

1800 2000 2200 2400 2600 2800

n

1800 2000 2200 2400 2600 2800

(44)

Efisiensi tertinggi pada beban 4.5 kg ,terendah yaitu pada penggunaan biodiesel

20% disebabkan oleh laju air pendingin tidak selalu stabil. Tetapi effisiensi

tertinggi tetap didominasi Akra Sol.

4.3.7. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC)

Konsumsi bahan bakar spesifik dari masing-masing pengujian pada

tiap-tiap variasi beban, putaran dan bahan bakar dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan:

���= ���10 3

��

Dengan diperolehnya besar laju aliran bahan bakar pada subbab 4.3.2

maka untuk pengujian dengan menggunakan bahan bakar Akra Sol dengan beban

3.5 kg pada putaran mesin 1800 rpm didapat nilai SFC:

���= 0.161099 �10

3

0.91633

Sfc = 179,150582 (gr/kWh)

Dengan menggunakan cara yang sama untuk variasi beban, bahan bakar,

dan putaran mesin maka didapatkan hasil perhitungan SFC seperti pada tabel 4.18

di bawah ini:

Tabel 4.18. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik

Beban Putar an

(45)

Pada pembebanan 3.5 kg SFC tertinggi terjadi pada penggunaan biodiesel 20%

putaran mesin 2800 rpm yaitu sebesar 890,508gr/kWh dan SFC terendah terjadi

pada penggunaan bahan bakar Akra Sol putaran mesin 2800 rpm yaitu sebesar

135,709gr/kWh. Dibandingkan dengan tanpa menggunakan supercharger terjadi

penurunan nilai SFC. Nilai SFC tanpa supercharger dapat dilihat pada lampiran

15.1.

Pada pembebanan 4.5 kg SFC tertinggi terjadi pada penggunaan biodiesel 20%

putaran mesin 2800 rpm yaitu sebesar 302,092gr/kWh dan SFC terendah terjadi

pada penggunaan bahan bakar Akra Sol pada putaran mesin 2800 yaitu sebesar

74,774 gr/kWh. Dibandingkan dengan tanpa menggunakan supercharger terjadi

penurunan nilai SFC. Nilai SFC tanpa supercharger dapat dilihat pada lampiran

15.1.

Perbandingan harga SFC untuk masing-masing pengujian bahan bakar

dapat dilihat pada gambar 4.16 dan 4.17 di bawah ini.

Gambar 4.16. Grafik pengaruh Putaran terhadap SFC untuk beban 3.5 kg

Pada pembebanan ini, terjadi konsumsi yang lebih irit pada setiap putaran pada

penggunaan solar Akra Sol, sedangkan pada penggunaan biodiesel lebih boros dan

terjadi pemakaian yang sangat boros pada biodiesel 20%. 0

1800 2000 2200 2400 2600 2800

(46)

Gambar 4.17. Grafik pengaruh Putaran terhadap SFC untuk beban 4.5 kg

Pada beban 4.5 kg, penggunaan atau konsumsi bahan bakar pada solar Akra Sol

masih tetap sama, sedangkan pada penggunaan biodiesel lebih boros dan pada

penggunaan biodiesel 12,5% mengalami konsumsi yang paling boros.

4.3.8. Heat Loss

Heat loss dapat dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini

Heat Loss = Cp x (ma + mf) x (Te –Ta)

Dimana:

Te = Suhu exhaust (o

Ta = Suhu ambient/ suhu udara luar (asumsi 27 C)

o

Cp = panas jenis pada tekanan konstan (1.005 KJ/Kg K) C)

Untuk beban 3.5 kg, putaran 1800 rpm bahan bakar solar maka heat loss

dapat dihitung:

Heat Loss =1.005 x (19,0419791+ 0,163402105) x (110 –27)

= 1594,04664 W

Selanjutnya dengan perhitungan yang sama untuk pembebanan, variasi nilai LHV sesuai dengan persentase biodiesel, dan putaran yang bervariasi maka didapat heat losses seperti pada tabel 4.19 di berikut ini.

0

1800 2000 2200 2400 2600 2800

(47)

Tabel 4.19. Heat Losses

Beban Putar an

Persentase Heat Loss (%)

Akra 3.5 1800 1594.046 1641.516 1145.515 1145.515 1738.822 1642.418 1421.499 1927.811 1641.807

2000 2034.896 1983.962 1584.635 1584.635 1887.654 2178.730 1986.652 2177.028 1986.906

2200 2307.206 2420.369 2206.463 2206.463 2298.014 2711.693 2635.252 2852.844 2850.281

2400 2777.238 2767.239 2767.239 2767.239 2850.685 3283.478 2994.005 3446.494 3369.899

2600 3155.733 3375.470 3650.061 3650.061 3521.674 4272.523 3776.993 4519.490 4020.000

2800 3558.258 4374.149 4730.060 4730.060 4454.945 5005.499 4643.567 5073.767 5618.555

4.5 1800 2624.070 1837.863 1788.672 1788.672 1507.617 1508.784 1690.152 1597.663 1690.426

2000 3318.804 2202.09 2147.012 2147.012 1989.902 1890.097 1886.917 1890.675 2093.127

2200 3712.255 2538.433 2416.110 2416.110 2202.935 2421.667 2420.683 2657.974 2991.796

2400 4005.326 3277.370 2994.965 2994.965 2538.717 3337.589 2766.095 3029.133 3368.939

2600 4806.657 3936.619 3527.388 3527.388 3802.445 4023.856 3935.916 3678.666 4026.445

2800 5286.051 4545.612 4126.447 4126.447 3961.923 4646.978 4731.003 4374.149 5489.311

Pada pembebanan 3.5 kg Heat Loss tertinggi terjadi pada penggunaan Bodiesel

putaran mesin 2800 rpm yaitu sebesar 5618,555W sedangkan Heat Losses

terendah terjadi pada penggunaan biodiesel 5% putaran mesin 1800 rpm yaitu

sebesar 1145,515W. Dibandingkan dengan tanpa menggunakan supercharger

terjadi peningkatan nilai Heat Loss. Nilai Heat Loss tanpa supercharger dapat

dilihat pada lampiran 15.2.

Pada pembebanan 4.5 kg Heat Loss tertinggi terjadi pada penggunaan Biodiesel

20% pada putaran mesin 2800 yaitu sebesar 5489,311W sedangkan Heat loss

terendah terjadi pada penggunaan biodiesel 10% pada putaran mesin 1800 rpm

yaitu sebesar 1507,617W. Dibandingkan dengan tanpa menggunakan

supercharger terjadi peningkatan nilai Heat Loss. Nilai Heat Loss tanpa

supercharger dapat dilihat pada lampiran 15.2.

Nilai dari heat loss dapat dilihat pada gambar grafik 4.18 dan 4.19 di

(48)

Gambar 4.18. Grafik pengaruh Putaran terhadap Heat Loss untuk beban 3.5 kg

Pada pembebanan 3.5 kg heat loss semakin meningkat ketika putaran pun semakin

meningkat. Pada pembebanan ini rata heat loss solar Akra Sol lebih rendah dari

pada biodiesel yang lain.

Gambar 4.19. Grafik pengaruh Putaran terhadap Heat Loss untuk beban 4.5 kg

Dari grafik diatas diperoleh Heat Loss yang tinggi pada Akra Sol diakibatkan

suhu exhaust yang dikeluarkan pada penggunaan Akra Sol relatif lebih tinggi, hal

ini terjadi karena nilai kalor bahan bakar Akra Sol yang paling tinggi dari semua 0

1800 2000 2200 2400 2600 2800

H

1800 2000 2200 2400 2600 2800

(49)

bahan bakar yang tersedia, selain itu heat loss tertinggi juga terjadi pada putaran

yang tinggi karena adanya kecenderungan peningkatan suhu exhaust pada putaran

yang lebih tinggi.

4.3.9. Persentase Heat Loss

Panas yang masuk ke mesin diberikan oleh persamaan di bawah ini

Q = Cp x mf x LHV

Maka besarnya persentase panas yang terbuang dari mesin dapat dihitung

dengan menggunakan persamaan di bawah ini:

% ������������ℎ����=Cp x (ma + mf) x (Te – Ta)

������ �100%

Dengan memasukkan nilai Te dan LHV untuk solar pada putaran 1800

rpm, pembebanan 3.5 kg maka didapat % Heat Loss sebagai berikut: % ������������ℎ����= 1.005(19.04197 + 0.1634) x (110 – 27)

0.1634 � 54113,088 �100%

= 18,277 %

Dengan menggunakan perhitungan yang sama pada variasi nilai LHV

untuk setiap persetase biodiesel, dan putaran maka didapat nilai persentase heat

loss seperti ditunjukkan pada tabel 4.20 di bawah ini.

Tabel 4.20. Persentase Heat Loss

Beban Putaran Persentase Heat Loss (%)

Akra

Pada pembebanan 3.5 kg persentase heat loss tertinggi terjadi pada penggunaan

(50)

persentase Heat Loss terendah terjadi pada pemakaian Biodiesel 5% putaran

mesin 1800 rpm yaitu sebesar 10,7414%. Dibandingkan dengan tanpa

menggunakan supercharger terjadi peningkatan nilai persentase Heat Loss. Nilai

persentase Heat Loss tanpa supercharger dapat dilihat pada lampiran 16.1.

Pada pembebanan 4.5 kg persentase heat loss tertinggi terjadi pada penggunaan

Akra Sol putaran mesin 2600 rpm yaitu sebesar 31.8294 % sedangkan Persentase

Heat Loss terendah terjadi pada penggunaan biodiesel 12,5% putaran mesin 1800

rpm yaitu sebesar 14,8536 %. Dibandingkan dengan tanpa menggunakan

supercharger terjadi peningkatan nilai persentase Heat Loss. Nilai persentase Heat

Loss tanpa supercharger dapat dilihat pada lampiran 16.1.

Hasil dari persentase heat loss untuk masing-masing bahan bakar,

pembebanan dapat dilihat pada gambar grafik 4.20 dan 4.21 di bawah ini.

Gambar 4.20. Grafik pengaruh Putaran terhadap Persentase Heat Loss untuk

beban 3.5 kg 0

5 10 15 20 25 30

1800 2000 2200 2400 2600 2800

H

e

at

Lo

ss (

%

)

Putaran (Rpm)

Akra Sol BD 2.5%

BD 5%

BD 7.5%

BD 10%

BD 12.5%

BD 15%

BD 17.5%

(51)

Gambar 4.21. Grafik pengaruh Putaran terhadap Persentase Heat Loss untuk

beban 4.5 kg

Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa Heat loss tertinggi didominasi Akra

Sol terutama pada beban tinggi dikarenakan nilai kalor bahan bakar Akra Sol

lebih tinggi dibanding campuran biodiesel. Heat Loss terendah terjadi pada

biodiesel 5% putaran 1800 rpm dikarenakan nilai kalor bahan bakar yang rendah

dibandingkan bahan bakar yang lain menghasilkan energi keluaran dan panas

yang dihasilkan juga lebih kecil dari panas rata-rata yang dihasilkan olaeh bahan

bakar yang lain.

4.4. Perbandingan Hasil Penelitian Antara Supercharger Dengan Non Supercharger

Pada hasil perbandingan ini, nilai dari hasil penelitian pada Supercharger

disetiap putaran pada 1 jenis bahan bakar di jumlahkan, kemudian di bandingkan

dengan hasil penelitian pada Non Supercharger dengan perhitungan yang sama.

Setelah itu dibandingkan hasil dari penelitian pada masing-masing bahan bakar

dan dibuat dalam bentuk persen.

Jumlah = Supercharger(P1+P2+P3+P4+P5+P6)-Non(P1+P2+P3+P4+P5+P6) = X

Maka Nilai Persentase= �

���(�1+�2+�3+�4+�5+�6) x 100%

1800 2000 2200 2400 2600 2800

(52)

A. Daya

Tabel 4.21 Persentase Nilai Peningkatan hasil Daya antara supercharger dengan non Supercharger

Persentase Nilai Peningkatan Hasil Daya Antara Supercharger dengan Non Supercharger

beban

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa peningkatan Daya dari perbandingan antara

Supercharger dengan Non Supercharger sangat singnifikan pada bahan bakar

Solar Akra Sol, namun pada bahan Biodiesel cenderung berubah-ubah dan hanya

memperoleh daya tertinggi pada Biodiesel 20% dengan peningkatan Daya sebesar

10%.

B. Konsumsi Bahan Bakar

Tabel 4.22 Persentase Nilai Peningkatan Hasil Konsumsi Bahan bakar antara

Supercharger dengan non supercharger

Pada persentase hasil konsumsi bahan bakar, nilai konsumsi tertinggi terjadi pada

Biodiesel 12.5% dengan persentase sebesar 14.99% dan hasil konsumsi terendah

pada biodiesel 2.5% sebesar 1.92%. hasil ini menunjukkan bahwa tingkat

konsumsi pada biodiesel lebih tinggi di banding Solar Akra Sol dengan rata-rata

2.83%.

C. Air Fuel Ratio

Tabel 4.23. persentase nilai peningkatan hasil AFR antara Supercharger dengan Non Supercharger

Persentase Nilai Peningkatan Hasil Konsumsi Bahan Bakar Antara Supercharger dengan Non Supercharger

(53)

Pada hasil perbandingan ini, hasil dari persentase perbandingan antara

supercharger dan non supercharger berbanding lurus dengan peningkatan beban

yang di berikan. Pada hasil AFR, nilai tertinggi terjadi pada biodiesel 10% dengan

beban 4.5 kg sebesar 43.11%, sedangkan yang terendah pada bahan bakar Solar

Akra Sol sebesar 13.54%.

D. Efisiensi Volumetris

Tabel 4.24. persentase nilai hasil efisiensi Volumetris antara Supercharger

dengan Non supercharger.

Persentase Nilai Peningkatan Hasil Efisiensi Volumetris Antara Supercharger dengan Non Supercharger

Nilai peningkatan dari efisiensi volumetric pada pembebanan 3.5 kg yang

tertinggi terjadi pada Biodiesel 20% dengan nilai 73.83%, sedangkan terendah

terjadi pada Solar Akra Sol sebesar 39.76%. Pada pembebanan 4.5 kg, nilai dari

efisiensi volumetric tertinggi terjadi pada Biodiesel 17.5% dengan 75.32%,

sedangkan terendah pada Solar Akra Sol dengan 44.75%. Dalam hal ini, nilai

tertinggi membuktikan bahwa tingkat efisiensi yang semakin berkurang dari hasil

diatas dibandingkan dengan Solar Akra Sol.

E. Daya Aktual

Tabel 4.25. Nilai Persentase Peningkatan hasil Daya Aktual Antara

Supercharger dengan Non Supercharger

Persentase Nilai Peningkatan Hasil Daya Aktual Antara Supercharger dengan Non Supercharger

(54)

Daya aktual pada supercharger meningkat tinggi pada bagian Solar Akra Sol

sampai hampir 2 kali lipat dari nilai Daya Aktual tanpa Supercharger sebesar

185.29% pada beban 3.5 kg, sedangkan pada Biodiesel mengalami peningkatan

tertinggi pada Biodiesel 17.5% sebesar 79.46%, sedangkan terendah pada

Biodiesel 2.5%. Pada pembebanan 4.5 kg, tertinggi masih tetap Solar Akra Sol

sebesar 113.11%, sedangkan terendah pada Biodiesel 12.5% sebesar 51.87%.

F. Efisiensi Termal Aktual

Tabel 4.26. Nilai Persentase Peningkatan hasil Efisiensi Termal Aktual

Antara Supercharger dengan Non Supercharger.

Persentase Nilai Peningkatan Hasil Efisiensi Termal Aktual Antara Supercharger dengan Non Supercharger

Pada tabel efisiensi termal aktual terjadi peningkatan daya actual yang sangat

tinggi pada Solar Akra Sol pada pembebanan 3.5 kg sebesar 176.40%, sedangkan

terendah pada Biodiesel 12.5% sebesar 34.40%. pada pembebanan 4.5, tertinggi

pada Solar Akra Sol dengan 112.45%, sedangkan terendah pada Biodiesel 12.5%

sebesar 43.95%.

G. SFC

Tabel 4.27. Nilai Persentase Peningkatan hasil SFC Antara Supercharger

dengan Non Supercharger.

Pada hasil SFC, terjadi penurunan waktu dalam konsumsi bahan bakar, artinya

terjadi konsumsi bahan bakar yang banyak dalam waktu yang singkat. Konsumsi

bahan bakar tertinggi terjadi pada Solar Akra Sol dengan 63.97% pada

pembebanan 3.5 kg, sedangkan terendah pada Biodiesel 27.65%. pada Persentase Nilai Peningkatan Hasil SFC Antara Supercharger dengan Non Supercharger

(55)

pembebanan 4.5 kg, konsumsi tertinggi pada Solar Akra Sol juga dengan 52.55%

dan terendah pada Biodiesel 30.66%.

H. Heat Loss

Tabel 4.28. Persentase Nilai Peningkatan Hasil Heat Loss Antara

Supercharger dengan Non Supercharger.

Persentase Nilai Peningkatan Hasil Heat Loss Antara Supercharger dengan Non Supercharger

beban

Heat Loss tertinggi terjadi pada Biodiesel 20% sebesar 64.07% pada pembebanan

3.5 kg, sedangkan terendah pada Solar Akra Sol. Pada pembebanan 4.5 kg, nilai

Heat Loss tertinggi terjadi pada Biodiesel 20% juga dengan 45.89% dan terendah

pada Biodiesel 10% dengan persentase 21.40%. dalam hal ini, Heat Loss terburuk

terjadi pada biodiesel 20% karena mengalami Heat Loss terbesar.

I. Persentase Heat Loss

Tabel 4.29. Nilai Peningkatan Hasil Persentase Heat Loss Antara

Supercharger dengan Non Supercharger.

Persentase Nilai Peningkatan Hasil Persentase Heat Loss Antara Supercharger dengan Non Supercharger

Pada hasil perbandingan Persentase Heat Loss, yang paling tinggi terjadi pada

Biodiesel 10% sebesar 49.64% pada pembebanan 3.5 kg, sedangkan terendah

pada Solar Akra Sol sebesar 6.18%. Pada pembebanan 4.5 kg, Heat Loss tertinggi

terjadi pada Solar Akra Sol sebesar 59.15%, sedangkan terendah pada Biodiesel

(56)

4.5. Kondisi Injektor

Untuk mengetahui hasil pembakaran pada ruang bakar maka diperlukan

untuk mengetahui kondisi injektor.

Gambar 4.22. Kondisi injektor

4 3

2 1

8

5 6 7

(57)

Keterangan:

1. Kondisi awal injektor

2. Kondisi injektor setelah pembakaran bahan bakar Akra Sol

3. Kondisi injektor setelah pembakaran bahan bakar Akra Sol + Biodiesel

Jagung 2,5%

4. Kondisi injektor setelah pembakaran bahan bakar Akra Sol + Biodiesel

Jagung 5%

5. Kondisi injektor setelah pembakaran bahan bakar Akra Sol + Biodiesel

Jagung 7,5%

6. Kondisi injektor setelah pembakaran bahan bakar Akra Sol + Biodiesel

Jagung 10%

7. Kondisi injektor setelah pembakaran bahan bakar Akra Sol + Biodiesel

Jagung 12,5%

8. Kondisi injektor setelah pembakaran bahan bakar Akra Sol + Biodiesel

Jagung 15%

9. Kondisi injektor setelah pembakaran bahan bakar Akra Sol + Biodiesel

Jagung 17,5%

10.Kondisi injektor setelah pembakaran bahan bakar Akra Sol + Biodiesel

Jagung 20%

Dari kondisi tersebut dapat dilihat bahwa kondisi injektor paling

kotor adalah pada pembakaran bahan bakar Akra Sol + Biodiesel Jagung

20%, hal ini menunjukkan bahwa pembakaran pada bahan bakar Akra Sol

+ biodiesel 20% kurang sempurna sehingga meningggalkan sisa

(58)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

1. Daya maksimum pada bahan bakar Akra Sol beban 4.5 kg diperoleh pada

putaran 2800 rpm, yaitu sebesar 4.396 kW Sedangkan Daya minimum

pada bahan bakar Akra Sol + Biodiesel Jagung 20% beban 3.5 kg

diperoleh pada putaran 1800 rpm, yaitu sebesar 0.99852 kW.

2. SFC minimum pada bahan bakar Akra Sol beban 4.5 kg putaran 2800 rpm

yaitu sebesar 135,7436392g/kW.jam. Sedangkan SFC Maksimum pada

bahan bakar Akra Sol + Biodiesel Biji Jagung 20% beban 3.5 kg putaran

1800 rpm yaitu sebesar 449,4516504 g/kW.jam.

3. Nilai AFR minimun pada campuran bahan bakar solar + Biodiesel Jagung

15 % dengan beban 4.5 kg dan putaran 2800 rpm yakni sebesar

71,30070059. Nilai AFR maksimum pada bahan Akra Sol dengan beban

3.5 kg dan putaran 1800 rpm yakni sebesar 116.5344784.

4. Nilai Efisiensi Volumetris minimum pada campuran bahan bakar Akra Sol

+ Biodiesel 12.5% dengan beban 3.5 dan putaran 2400 rpm sebesar

110.03%. Nilai Efisiensi Volumetris Maksimum pada bahan bakar Akra

5. Nilai Efisiensi Thermal Aktual minimun pada campuran bahan bakar Akra

Sol + Biodiesel Biji Jagung 20 % dengan beban 3.5 kg dan putaran 1800

rpm yakni sebesar 14.81713688%. Nilai Efisiensi Thermal Aktual

maksimum pada bahan bakar Akra Sol dengan beban 4.5 kg dan putaran

2800 rpm yakni sebesar 78.76693964 %.

6 Nilai Heat Loss terendah pada penggunaan biodiesel biji Jagung 20 %

pembebanan 3.5 kg putaran 1800 rpm yakni sebesar 907,88888764 W.

Heat Loss terbesar terjadi pada penggunaan solar Akra Sol beban 4.5 kg

putaran 2800 rpm yakni sebesar 5199.390971 W.

5.2 Saran

1. Mencari mesin yang lebih baik serta sudah memakai sistem digital pada

(59)

2. Mengembangkan pengujian ini menggunakan dengan Variasi Campuran

bahan bakar yang berbeda.

3. Memberikan waktu jeda yang cukup untuk menunggu kondisi mesin

dalam suhu normal kembali agar hasil percobaan lebih baik.

4. Menunggu putaran mesin stabil pada saat menaikkan dan menurunkan

putaran agar mendapat putaran mesin yang tepat pada saat pengujian pada

putaran yang berbeda melalui pembacaan pada instrumentasi pembaca

Gambar

Gambar 3.3. Tec Equipment TD-114
Gambar 3.6. Pemisahan Minyak Transesterifikasi dari Gliserol
Gambar 3.7 di bawah ini.
Gambar 3.10 Alat Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar
+7

Referensi

Dokumen terkait

web yang di buat yaitu hanya memberikan informasi dari Apotek Duta Esa Farma diantaranya pada bagian pengunjung terdapat menu Beranda, Tentang Kami, Daftar Obat,

[r]

CodeIgniter adalah sebuah framework yang digunakan untuk membuat sebuah aplikasi berbasis web yang disusun dengan menggunakan bahasa PHP. Di dalam CI ini terdapat beberapa

[r]

Pada penelitian yang dilakukan untuk membandingkan 2 metode untuk mengurangi nyeri in � ltrasi anestesi lokal yang berhubungan dengan larutan anestesinya, freshly

[r]

Dosis 6,7% ml/kgBB/hari memberikan pengaruh paling besar dalam penelitian pengaruh sari tahu berformalin terhadap hati yaitu dosis 6,7ml/kgBB/hari paling banyak

Selain itu dengan adanya sistem yang terkomputerisasi diharapkan adanya unsur obyektifitas pengambil keputusan serta dapat meminimalkan humam error, mempercepat