BAB III
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat
Persiapan bahan baku dilakukan di laboratorium PIK (Proses Industri
Kimia) Fakultas Teknik Universitas Sumatera utara selama lebih kurang 5
minggu. Pengujian dilakukan di laboratorium motor bakar Departemen Teknik
Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara selama lebih kurang 2
minggu.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat
Alat yang dipakai dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Mesin Diesel Small engine Test TD111-MKII
Bentuk mesin diesel small engine test TD111-MKII dapat dilihat pada
Gambar 3.1 dibawah.
Gambar 3.1. Mesin Diesel Small engine Test TD111-MKII
Spesifikasi:
Model : TD115-MKII
Type : 1 Silinder, 4 Langkah, dan Horizontal
Max output : 4.2 kW
Max speed : 3750 rpm
2. Supercharger
Fungsi supercharger adalah untuk menambah daya akibat
perubahan ketinggian tempat operasi (kepadatan udara rendah), ataupun
untuk meningkan daya yang dapat diperoleh dari mesin tanpa
supercharger. Adapun bentuk supercharger ditunjukkan pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Supercharger
3. Tec Equpment TD-114
Tec equipment TD-114 digunakan untuk melihat data keluaran
yang akan digunakan untuk perhitungan performansi mesin. Data keluaran
yang diambil antara lain; Putaran (RPM), Torsi (Nm), Suhu Exhaust (oC),
dan Tekanan Udara (mmH2O). Tec Equipment TD-114 ditunjukkan pada
Gambar 3.3.
BELT
Gambar 3.3. Tec Equipment TD-114
3.2.2. Bahan
Pengolahan bahan baku dimulai dengan pengadaan minyak jagung.
Minyak jagung diperoleh dari swalayan Berastagi Medan dengan merk
“Dougo”. Minyak jagung ditunjukkan pada Gambar 3.4 di bawah ini.
Gambar 3.4. Minyak jagung
Proses transesterifikasi dilakukan dengan meraksikan minyak
mentah jagung dengan sejumlah metanol pada perbandingan fraksi mol
tertentu. Untuk mempercepat reaksi kimia tersebut dapat digunakan katalis
sebagai katalisator, misalnya NaOH atau KOH. Dalam penelitian ini,
digunakan katalis KOH untuk mempercepat reaksi. Proses transesterifikasi
ditunjukkan pada Gambar 3.5 berikut ini. PUTARAN (rpm)
TABUNG MINYAYAK UKUR
KERAN MINYAK
TORSI
T ( EXHAUST)
Gambar 3.5. Transesterifikasi
Selanjutnya minyak hasil proses transesterifikasi dipisahkan dari gliserol
yang terbentuk selama reaksi dengan menggunakan corong pemisah. Pemisahan
minyak hasil transesterifikasi dari gliserol ditunjukkan pada Gambar 3.6 di bawah
ini.
Gambar 3.6. Pemisahan Minyak Transesterifikasi dari Gliserol
Minyak hasil transesterifikasi yang sudah dipisahkan dari gliserol
sudah berupa biodiesel kotor. selanjutnya dilakukan proses pencucian dengan
menggunakan akuades pada suhu tertentu sampai kadar asam biodiesel normal
kondensor
Minyakjagung
biodiesel
dan bahan pengotor habis dari biodiesel. Proses pencucian dapat dilihat pada
Gambar 3.7 di bawah ini.
Gambar 3.7. Proses Pencucian Biodiesel
Setelah proses pencucian selesai biodiesel kemudian dipanaskan di
dalam oven untuk menghilangkan kadar air, sehingga didapatkan biodiesel jagung
seperti pada Gambar 3.8 di bawah ini.
Gambar 3.8. Biodiesel jagung
Proses transesterifikasi adalah sebagai berikut:
1. Kadar FFA minyak jagung (minyak mentah) dianalsis
2. Minyak mentah dengan berat tertentu dimasukkan ke dalam labu leher
3. Sementara minyak dipanaskan, KOH sebanyak 1% dari berat minyak
dilarutkan kedalam methanol dengan perbandingan sebagai berikut:
5097
G = massa methanol yang diperlukan
M = massa bahan baku yang akan di transesterifikasi
4. Larutan dimasukkan kedalam labu yang telah berisi minyak dan
dihomogenkan dengan magnetic stireer
5. Dibiarkan bereaksi selama 60 menit dan dijaga suhu 60o
6. Diangkat dari peralatan reaksi, dimasukkan kedalam corong pisah untuk
memisahkan biodiesel dari gliserol
C
7. Dicuci dengan menggunakan air dengan suhu 40 – 50o
8. Dipanaskan ke dalam oven pada suhu 115
C beberapa kali
sampai air bekas cucian bening
o
Dengan demikian, kami memperolah karakteristik biodiesel minyak jagung
sebagai berikut:
C selama 1,5 jam untuk
menghilangkan kadar air
Tabel 3.1. Karakteristik Biodiesel Minyak Jagung
Parameter Satuan
Standar
Tersulfatkan %wt Maks 0.02
Maks
0.02
Fosfor mg/kg Maks 10 Maks 1 tidak diuji Gliserol
Bebas %wt Maks 0.02
Maks
0.02 0
Gliserol
Total %wt Maks 0.24
Maks
0.24 0
Kadar Ester
Alkil %wt Min 96.5 97.551 Uji halphen Negatif tidak diuji
Pada tabel di atas, kami hanya menguji 3 karakteristik pada biodiesel
jagung, yaitu kadar gliserol bebas, gliserol total dan kadar Ester Alkil. Hasil dari
pengujian menunjukkan bahwa biodiesel jagung layak untuk dijadikan biodiesel.
Berikut diagram alir dalam pembuatan biodiesel jagung:
Gambar 3.9 Diagram pembuatan biodiesel jagung
Tabel 3.2 Notasi Bahan Bakar
BAHAN BAKAR NOTASI
Akra Sol Akra Sol
Akra Sol + Minyak Jagung 2.5% BD 2.5%
Akra Sol + Minyak Jagung 5% BD 5%
Akra Sol + Minyak Jagung 7.5% BD 7.5% Mulai
Mempersiapkan Alat dan Bahan
Transesterifikasi
Metanol + KOH
Gliserol Washing/pencucian
Drying/pengeringan
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang dipergunakan dalam pengujian ini meliputi :
1. Data primer, merupakan data yang diperoleh langsung dari pengukuran
dan pembacaan pada unit instrumentasi dan alat ukur pada masing –
masing pengujian.
2. Data sekunder, merupakan data tentang karakteristik bahan bakar yang
digunakan dalam pengujian
3.4 Metode Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari hasil pengujian diolah menggunakan rumus yang
ada, kemudian hasil dari peritungan disajikan dalam bentuk tabulasi dan grafik.
3.5 Pengamatan dan Tahap Pengujian
Parameter yang akan ditinjau dalam pengujian ini adalah :
1. Torsi motor ( T )
2. Daya motor ( N )
3. Konsumsi bahan bakar spesifik ( sfc )
4. Efisiensi Thermal Brake Aktual
5. Effesiensi volumetrik
6. Heat Loss
7. Persentase Heat Loss
Prosedur pengujian dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu :
a) Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar Akra Sol
b) Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar BD 2.5% Akra Sol + Minyak Jagung 10% BD 10%
Akra Sol + Minyak Jagung 12.5% BD 12.5%
Akra Sol + Minyak Jagung 15% BD 15%
Akra Sol + Minyak Jagung 17.5% BD 17.5%
c) Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar BD 5%
d) Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar BD 7.5%
e) Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar BD 10%
f) Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar BD 12.5%
g) Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar BD 15%
h) Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar BD 17.5%
i) Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar BD 20%
3.6 Prosedur Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar
Alat yang digunakan dalam pengukuran nilai kalor bahan bakar ini adalah
alat uji “Bom Kalorimeter”.
Peralatan yang digunakan meliputi :
a) ● Kalorimeter, sebagai tempat air pendingin dan tabung bom
b) ● Tabung bom, sebagai tempat pembakaran bahan bakar yang diuji.
c) ● Tabung gas oksigen.
d) ● Alat ukur tekanan gas oksigen, untuk mengukur jumlah oksigen yang
dimasukkan ke dalam tabung bom.
e) ● Termometer, dengan akurasi pembacaan skala 0.010
f) ● Elektromotor yang dilengkapi pengaduk untuk mengaduk air pendingin. C.
g) ● Spit, untuk menentukan jumlah volume bahan bakar.
h) ● Pengatur penyalaan (skalar), untuk menghubungkan arus listrik ke
tangkai penyala pada tabung bom.
i) ● Cawan, untuk tempat bahan bakar di dalam tabung bom.
j) ● Pinset untuk memasang busur nyala pada tangkai, dan cawan pada
dudukannya.
Adapun tahapan pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Mengisi cawan bahan bakar dengan bahan bakar yang akan diuji.
2. Menggulung dan memasang kawat penyala pada tangkai penyala yang ada
3. Menempatkan cawan yang berisi bahan bakar pada ujung tangkai penyala,
serta mengatur posisi kawat penyala agar berada tepat diatas permukaan
bahan bakar yang berada didalam cawan dengan menggunakan pinset.
4. Meletakkan tutup bom yang telah dipasangi kawat penyala dan cawan
berisi bahan bakar pada tabungnya serta dikunci dengan ring “O” sampai
rapat.
5. Mengisi bom dengan oksigen (30 bar).
6. Mengisi tabung kalorimeter dengan air pendingin sebanyak 1250 ml.
7. Menempatkan bom yang telah terpasang kedalam tabung kalorimeter.
8. Menghubungkan tangkai penyala penutup bom ke kabel sumber arus
listrik.
9. Menutup kalorimeter dengan penutupnya yang telah dilengkapi dengan
pengaduk.
10.Menghubungkan dan mangatur posisi pengaduk pada elektromotor.
11.Menempatkan termometer melalui lubang pada tutup kalorimeter.
12.Menghidupkan elektromotor selama 5 (lima) menit kemudian membaca
dan mencatat temperatur air pendingin pada termometer.
13.Menyalakan kawat penyala dengan menekan saklar.
14.Memastikan kawat penyala telah menyala dan putus dengan
memperhatikan lampu indikator selama elektromotor terus bekerja.
15.Membaca dan mencatat kembali temperatur air pendingan setelah 5 (lima)
menit dari penyalaan berlangsung.
16.Mematikan elektromotor pengaduk dan mempersiapkan peralatan untuk
pengujian berikutnya.
17.Mengulang pengujian sebanyak 5 (lima) kali berturut-turut.
Alat pengujian nilai kalor bahan bakar ditunjukkan pada Gambar 3.10 di
Gambar 3.10 Alat Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar
3.7 Prosedur Pengujian Performansi Mesin Diesel
Prosedur pengujian performansi motor dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
1. Kalibrasi Instrumentasi mesin diesel sebelum digunakan
2. Mengoperasikan mesin dengan cara memutar poros engkol mesin,
kemudian memanaskan mesin selama 10 menit
3. Mengatur putaran mesin pada 1800 RPM menggunakan tuas kecepatan
dan melihat data analog pada instrument
4. Menentukan konsumsi bahan bakar yang akan diuji
5. Menimbang bahan bakar yang habis setelah 5 menit pengujian
6. Mengulang pengujian dengan menggunakan variasi putaran yang berbeda
(1800 RPM, 2000 RPM, 2200 RPM, 2400 RPM, 2600 RPM, 2800 RPM)
Untuk lebih ringkasnya prosedur pengujian performansi yang dilakukan dapat
Gambar 3.11 Diagram Alir Penelitian Performansi Mesin
3.8 Set Up Alat
Pelaksanaan set-up alat akan ditampilkan pada Gambar aliran pengerjaan
pada Gambar 3.12 di bawah ini:
Gambar 3.12 Set Up Alat Kesimpulan
Selesai Pengambilan Data
Pengolahan Data
Analisa Data
Mempersiapkan Alat dan Bahan Mulai
2 3
4
6 5 1
7 8
Keterangan Gambar:
1. Flow Meter Bahan Bakar
2. Tacho meter (RPM)
3. Torsi meter (Nm)
4. Exhaust Temperature (o
5. Tombol ON/OFF
C)
6. Manometer (mmH2
7. Medin TD-111
O)
8. Dynamometer
9. Exhaust Muffler
10.Supercharger
Secara lebih real urutan pengujian akan diperlihatkan pada Gambar 3.13
berikut ini.
1 2 3 4
8 7
Gambar 3.13 Set-up pengujian performansi mesin diesel
Keterangan:
1. Mengatur posisi gas 2. Memasukkan bahan bakar
3. Memasang supercharger
4. Menghidupkan mesin TD-111 dengan menarik tuas engkol
5. Menghidupkan Tec-equipment TD-115
6. Mengatur posisi jarum pengukur torsi pada posisi nol
7. Memberikan beban pada lengan beban
8. Mencatat hasil pembacaan RPM (putaran)
9. Mencatat waktu menghabiskan 8 ml bahan bakar.
10.Mencatat hasil pembacaan torsi (Nm)
11.Mencatat hasil pembacaan tekanan udara
12.Mencatat hasil pembacaan temperatur gas buang.
BAB IV
HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN 4.1. Hasil Pengujian Bom Kalori Meter
Pengujian bom kalorimeter dilakukan untuk mendapatkan nilai kalor
daripada bahan bakar. Nilai kalor bahan bakar didapat dengan melihat perbedaan
suhu air sebelum dan sesudah proses pengeboman bahan bakar berlangsung, atau
dapat dituliskan dalam persamaan:
HHV= (t2 - t1 - tkp
dimana:
) x Cv
HHV = High Heating Value (Nilai Kalor Atas)
t2 = Suhu air setelah penyalaan (o
t
C)
1 = Suhu air sebelum penyalaan (o t
C)
kp = Kenaikan temperature akibat kawat penyala ( 0.05o Cv = Panas jenis bom kalorimeter (73529.6 kj/kg
C) o
Hasil yang didapat ini masih merupakan nilai bruto kalori bahan bakar maka untuk nilai netto kalori bahan bakar yang kita gunakan kita gunakan nilai LHV (Low Heating value) dari bahan bakar yaitu:
C)
LHV = HHV – 3240 kj/kgo
Berikut ditampilkan tabel hasil pengujian bom kalorimeter, beserta nilai
HHV dan LHV dari bahan bakar:
C
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Bom Kalorimeter
Bahan
Bakar Pengujian T1 T2 HHV LHV
LHV Rata-Rata
Akra Sol
1 25,19 26,06 60294,272 57054,272
54113,088 2 26,23 27,05 56617,792 53377,792
3 27,16 27,94 53676,608 50436,608 4 26,29 27,12 57353,088 54113,088 5 28,32 29,17 58823,68 55583,68
Gambar 4.1. Pengaruh Nilai Bakar Biodiesel terhadap variasi campuran Biodiesel
4.2. Hasil Pengujian Engine Tes Bed TD -111
Dari engine tes bed TD -111 di lakukan pengujian dan hasil uji diamati
pada instrumentasi pembaca TD – 115. Pengujian dilakukan dengan variasi bahan
bakar sebanyak 8 variasi, variasi putaran mesin sebanyak 6 variasi, dan variasi
beban statis sebanyak 2 variasi yaitu 3.5 kg dan 4.5 kg.
4.2.1. Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol
Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Akra Sol adalah seperti pada
tabel 4.2 di bawah sebagai berikut:
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol 49000
50000 51000 52000 53000 54000 55000
LHV Rata -Rata
Beban (Kg)
Putaran (rpm)
Torsi (N)
Waktu (s)
Laju udara (mmH2O)
T (exhaust) (C)
3,5 1800 7,5 152 18 110
2000 8 134 18,5 130
2200 8,6 121 20 135
2400 9,2 101 23 140
2600 9,8 93 24 150
2800 11 81 25 160
4.2.2. Hasil Pengujian dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol + Biodiesel Jagung 2,5%
Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Solar Akra Sol + Biodiesel Jagung 2,5%, seperti pada tebel 4.3 di bawah adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol + Biodiesel
Jagung 2,5%
Beban (Kg)
Putaran (rpm)
Torsi (N)
Waktu (s)
Laju aliran (mmH2O)
T (exhaust) (c)
3,5 1800 5,3 127 16.5 120
2000 5,6 113 18 130
2200 5,8 95 20 140
2400 6,1 88 21 150
2600 6,4 75 22 170
2800 6,7 64 25 190
4,5 1800 8,1 130 18,5 120
2000 8,4 112 20 130
2200 8,6 100 21 140
2400 9 80 23 160
2600 9,2 73 24 180
2800 9,3 65 26 190
4.2.3. Hasil Pengujian dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol + Biodiesel Jagung 5%
Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Solar Akra Sol + Biodiesel Jagung 5%, seperti pada tabel 4.4 di bawah adalah sebagai berikut
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol + Biodiesel
Jagung 5%
2000 11,1 119 21 175
2200 12,2 112 22 185
2400 12,9 103 23 190
2600 13,2 89 26 200
Beban Putaran Torsi Waktu mmH2O T (exhaust)
3,5 1800 5,3 125 17 90
2000 5,7 115 19 105
2200 5,9 94 20 130
2400 6,1 88 21 150
2600 6,3 75 23 175
2800 6,6 68 25,5 200
4,5 1800 8,1 130 18 120
2000 8,4 115 19,5 130
2200 8,8 111 20 140
2400 8,9 82 21 160
2600 9,1 74 23 170
2800 9,3 66 26 175
4.2.4. Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar SolarAkra Sol + Biodiesel Jagung 7,5%
Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Solar Akra Sol + Biodiesel Jagung 7,5%, seperti pada tabel 4.5 di bawah adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol + Biodiesel
Jagung 7,5%
Beban Putaran Torsi Waktu mmH2O T (exhaust)
3,5 1800 5,3 125 17 90
2000 5,7 115 19 105
2200 5,9 94 20 130
2400 6,1 88 21 150
2600 6,3 75 23 175
2800 6,6 68 25,5 200
4,5 1800 8,1 130 18 120
2000 8,4 115 19,5 130
2200 8,8 111 20 140
2400 8,9 82 21 160
2600 9,1 74 23 170
4.2.5. Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol + Biodiesel Jagung 10%
Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Solar Akra Sol + Biodiesel Jagung 10%, seperti pada tabel 4.6 di bawah adalah sebagai berikut:
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol + Biodiesel
Jagung 10%
Beban Putaran Torsi Waktu mmH2O T (exhaust)
3,5 1800 4,7 135 17,5 120
2000 4,9 113 18 125
2200 5 105 19 140
2400 5,4 90 20 160
2600 5.7 84 23 170
2800 5,9 70 25,5 190
4,5 1800 7,7 138 17 110
2000 8,1 121 19 125
2200 8,3 108 20 130
2400 8,6 99 21 140
2600 8,9 82 24 175
2800 9,1 77 25 175
4.2.6. Hasil Pengujian dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol + Biodiesel Jagung 12,5%
Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Solar Akra Sol + Biodiesel Jagung 12,5%, seperti pada tebel 4.7 di bawah adalah sebagai berikut:
Tabel 4.7 Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol + Biodiesel
Jagung 12,5%
Beban Putaran Torsi Waktu Laju aliran T (exhaust)
(Kg) (rpm) (N) (s) (mmH2O) (c)
3,5 1800 5.4 121 16.5 120
2000 5.7 104 18 140
2200 5.9 86 19 160
2400 6.1 82 20 180
2600 6.3 68 23 200
4,5 1800 7.8 128 17 110
2000 8 111 19 120
2200 8.3 91 20 140
2400 8.6 74 21 175
2600 8.8 70 23 190
2800 9 60 25 200
4.2.7. Hasil Pengujian dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol + Biodiesel Jagung 15%
Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Solar Akra Sol + Biodiesel Jagung 15%, seperti pada tabel 4.8 di bawah adalah sebagai berikut
Tabel 4.8 Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol + Biodiesel
Jagung 15%
Beban Putaran Torsi Waktu mmH2O T (exhaust)
3,5 1800 5 124 16 110
2000 5.5 101 18 130
2200 5.8 93 20 150
2400 5.9 84 21 160
2600 6.2 70 23 180
2800 6.5 63 25 200
4,5 1800 8 131 17 120
2000 8.2 117 18 125
2200 8.5 94 20 140
2400 8.6 91 21 150
2600 8.8 74 24 180
2800 9.2 67 25.5 200
4.2.8 Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol + Biodiesel Jagung 17,5%
Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Solar Akra Sol + Biodiesel Jagung 17,5%, seperti pada tabel 4.9 di bawah adalah sebagai berikut:
Tabel 4.9 Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol + Biodiesel
Beban Putaran Torsi Waktu mmH2O T
(exhaust)
3,5 1800 5.5 122 17.5 130
2000 5.8 111 18 140
2200 6 85 20 160
2400 6.2 80 21 180
2600 6.4 68 23 210
2800 6.6 67 24.5 220
4,5 1800 8 120 18 110
2000 8.3 108 19 120
2200 8.7 100 22 140
2400 8.9 84 23 150
2600 9 74 24 170
2800 9.1 64 25 190
4.2.9. Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol + Biodiesel Jagung 20%
Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Solar Akra Sol + Biodiesel Jagung 20%, seperti pada tabel 4.9 di bawah adalah sebagai berikut:
Tabel 4.10 Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Solar Akra Sol + Biodiesel
Jagung 20%
Beban Putaran Torsi Waktu mmH2O T
(exhaust)
3,5 1800 5.4 125 16.5 120
2000 5.5 100 18 130
2200 5.7 91 20 160
2400 5.9 85 22 170
2600 6 75 23 190
2800 6.3 54 24.5 240
4,5 1800 7.6 129 17 120
2000 7.9 112 19 130
2200 8.3 89 21 160
2400 8.7 87 22 170
2600 9 67 23 190
4.2.10. Torsi
Besarnya torsi dari masing-masing pengujian dan tiap variasi beban
dihitung dengan menggunakan persamaan 2.6. Untuk pengujian dengan bahan
bakar Akra Sol:
Beban : 3,5 Kg
Putaran mesin : 1800 rpm
T = 1413 � 60
2�� 1800
= 7,5 Nm
Dengan perhitungan yang sama dapat diketahui besarnya torsi yang
dihasilkan dari masing-masing pengujian baik dalam semua variasi persentase
biodiesel, dan kondisi pembebanan dan putaran mesin seperti ditunjukkan dalam
Tabel 4.11 dibawah ini:
Tabel 4.11. Data Torsi
Beba
Pada pembebanan 3.5 kg torsi terendah terjadi pada pengujian dengan
sebesar 5,3 Nm sedangkan daya tertinggi terjadi pada pengujian dengan
menggunakan bahan bakar Akra Sol pada putaran mesin 2800 rpm
sebesar 11 Nm.
Pada pembebanan 4,5 kg daya terendah terjadi pada pengujian dengan
menggunakan bahan bakar biodiesel 20 % pada putaran mesin 1800 rpm
sebesar 7,6kW sedangkan daya tertinggi terjadi pada pengujian dengan
menggunakan bahan bakar Akra Sol pada putaran mesin 2800 rpm
sebesar 15 Nm.
Torsi terendah terjadi ketika menggunakan bahan bakar biodiesel 7.5 %
pada beban 3,5 kg dengan putaran mesin 1800 rpm yaitu 5,3 Nm dan daya
terbesar terjadi ketika menggunakan bahan bakar Akra Sol pada beban 4,5
kg dengan putaran mesin 2800 rpm yaitu 15 Nm.
Torsi terbesar terjadi pada penggunaan Akra Sol karena nilai kalor yang
paling besar yang terdapat pada Akra Sol yaitu sebesar 54113,08 kJ/kgo
Perbandingan besarnya torsi untuk masing-masing pengujian pada setiap
variasi beban dan putaran dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan 4.3 dibawah ini: C
Gambar 4.2. Grafik pengaruh Putaran terhadap Torsi mesin untuk beban 3.5 kg 0
1800 2000 2200 2400 2600 2800
Gambar 4.3. Grafik pengaruh Putaran terhadap Torsi untuk beban 4.5 kg
Dari grafik dapat dilihat bahwa torsi tertinggi terjadi pada penggunaan Akra Sol
sedangkan torsi terendah terjadi pada penggunaan Akra Sol + Biodiesel Jagung
20%.Hal ini disebabkan oleh Nilai kalor bahan bakar berbanding lurus dengan
torsi yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai kalor maka semakin tinggi torsi yang
dihasil yang akan berpengaruh daya saat mesin beroperasi
4.3. Pengujian Performansi Motor Bakar Diesel
Data yang diperoleh dari pembacaan langsung alat uji mesin diesel 4
langakah 1 silinder TD – 111 melalui alat pembaca TD – 115 selanjutnya akan
diproses dan dikalkulasi untuk mendapatkan besar performansi dari mesin diesel
tersebut.
4.3.1. Daya
Besarnya daya dari masing-masing pengujian dan tiap variasi beban
dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
Untuk pengujian dengan bahan bakar Solar Akra Sol:
Beban : 3.5 Kg
1800 2000 2200 2400 2600 2800
Torsi : T (N/m)
Putaran mesin : 1800 rpm
�� =
2 ��� 1800
60 � 10,2
=1,92168 kW
Dengan perhitungan yang sama dapat diketahui besarnya daya yang
dihasilkan dari masing-masing pengujian baik dalam semua variasi persentase
biodiesel, dan kondisi pembebanan dan putaran mesin seperti ditunjukkan dalam
tabel 4.12 dibawah ini:
Tabel 4.12. Data Perhitungan Untuk Daya
Pada pembebanan 3,5 kg daya terendah terjadi pada pengujian dengan
menggunakan bahan bakar biodiesel 10%, putaran mesin 1800 rpm sebesar
0,88548 kW, sedangkan daya tertinggi terjadi pada pengujian dengan
menggunakan bahan bakar Akra Sol pada putaran mesin 2800 rpm sebesar 3,2237
kW. Dibandingkan dengan tanpa menggunakan supercharger terjadi kenaikkan
daya pada penggunaan supercharger. Nilai daya tanpa supercharger dapat dilihat
pada lampiran 12.1.
Pada pembebanan 4,5 kg daya terendah terjadi pada pengujian dengan
menggunakan bahan bakar biodiesel 20% pada putaran mesin 1800 rpm sebesar
1,4318 kW, sedangkan daya tertinggi terjadi pada pengujian dengan menggunakan
bahan bakar Akra Sol pada putaran mesin 2800 rpm sebesar 4,396 kW.
Dibandingkan dengan tanpa menggunakan supercharger terjadi kenaikkan daya
pada beban 4.5 kg pada penggunaan supercharger. Nilai daya tanpa supercharger
dapat dilihat pada lampiran 12.1.
Daya terbesar terjadi pada penggunaan Akra Sol karena nilai kalor yang paling
besar yang terdapat pada Akra Sol yaitu sebesar 54113,088 kJ/kgo
Perbandingan besarnya daya untuk masing-masing pengujian pada setiap
variasi beban dan putaran dapat dilihat pada gambar 4.4 dan 4.5 berikut ini: C
Gambar 4.4. Grafik pengaruh Putaran terhadap Daya mesin untuk beban 3.5 kg 0
1800 2000 2200 2400 2600 2800
Dari grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan solar Akra Sol murni
memiliki daya yang lebih besar di bandingkan campuran solar Akra Sol dan
Minyak jagung. Daya yang paling rendah terjadi pada variasi biodiesel 10%
sedangkan paling tinggi terjadi pada bahan bakar Akra Sol. Ini disebabkan karena
tingginya nilai torsi pada solar Akra Sol dibandingkan campuran solar Akra Sol
dengan minyak jagung.
Gambar 4.5. Grafik pengaruh Putaran terhadap Daya untuk beban 4,5 kg
Dari grafik di atas pada beban 4.5 kg dapat dilihat bahwa daya tertinggi juga
terjadi pada penggunaan Akra Sol sedangkan daya terendah terjadi pada
penggunaan Akra Sol + Biodiesel Biji Jagung. Keadaan ini juga karena nilai torsi
yg lebih tinggi pada Solar Akra Sol. Pada semua campuran Solar Akra Sol dan
minyak jagung mengalami grafik yang hampir sama karena nilai torsi yang saling
berdekatan dan sangat tipis perbedaannya.
4.3.2. Laju Aliran Bahan Bakar (mf)
Laju aliran bahan bakar didapat adalah banyaknya bahan bakar yang habis
terpakai selama satu jam pemakaian
�� = �������
1800 2000 2200 2400 2600 2800
sgf = spesifik gravitasi biodiesel = 0.8624
Vf = Volume bahan bakar yang diuji (8 ml)
tf = waktu yang dibutuhkan untuk menghabiskan bahan bakar (detik)
Dengan menggunakan harga sgf, dan tf
Beban : 3.5 kg
yang didapat dari percobaan, maka
didapatlah laju aliran bahan bakar menggunakan Akra Sol:
Putaran mesin : 1800 rpm
�� = ������� 10−3
�� � 3600
= 0.163402105 kg/jam
Beban : 4.5 kg
Putaran mesin : 1800 rpm
�� = ������� 10−3
�� � 3600
= 0.176149787 kg/jam
Dengan cara yang sama untuk setiap pengujian pada putaran mesin dan
beban yang bervariasi dan pada setiap variasi persentase biodiesel maka hasil
perhitungan mf untuk kondisi tersebut dapat dilihat pada tabel 4.13 berikut ini:
Tabel 4.13. Laju Aliran Bahan Bakar
2400 0.241 0.310 0.302 0.302 0.250 0.335 0.272 0.295 0.285
2600 0.279 0.340 0.335 0.335 0.302 0.354 0.335 0.335 0.370
2800 0.322 0.382 0.376 0.376 0.322 0.413 0.370 0.388 0.382
Pada pembebanan 3.5 kg, mf terendah terjadi pada saat menggunakan Akra Sol +
biodiesel 2,5% pada putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 0,1955 kg/jam,
sedangkan mf tertinggi pada saat menggunakan Akra Sol + Biodiesel 20% pada
putaran mesin 2800 yaitu sebesar 0,4599 kg/jam. Dibandingkan dengan tanpa
menggunakan supercharger terjadi kenaikkan mf. Nilai mf tanpa supercharger
dapat dilihat pada lampiran 12.2.
Pada pembebanan 4.5 kg, mf terendah terjadi pada saat menggunakan Akra Sol +
biodiesel 10 % pada putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 0,1799 kg/ jam,
sedangkan mf tertinggi pada saat menggunakan biodesel 2,5% dan Biodiesel 20%
pada putaran mesin 2800 rpm yaitu sebesar 0,3821 kg/jam. Dibandingkan dengan
tanpa menggunakan supercharger terjadi kenaikkan mf. Nilai mf tanpa
supercharger dapat dilihat pada lampiran 12.2.
Perbandingan masing-masing nilai mf pada setiap pembebanan dengan variasi
bahan bakar dan variasi putaran mesin dapat dilihat pada gambar grafik 4.6 dan
4.7 berikut ini:
Gambar 4.6 Grafik pengaruh Putaran terhadap Laju Aliran Bahan Bakar untuk
beban 3.5 kg
1800 2000 2200 2400 2600 2800
Laju aliran bahan bakar pada pembebanan 3.5 kg menunjukkan bahwa
penggunaan solar Akra Sol murni lebih konstan di bandingkan dengan campuran
antara solar Akra Sol dan minyak jagung serta lebih irit dalam konsumsi bahan
bakar, sedangkan pada setiap campuran mengalami peningkatan laju aliran yang
berbeda-beda disetiap putarannya. Pada campuran biodiesel 20% mengalami
konsumsi yang sangat tinggi pada putaran 2800 rpm karena konsumsi yang sangat
tinggi serta waktu yang lebih singkat.
Gambar 4.7. Grafik pengaruh Putaran terhadap Laju Aliran bahan Bakar untuk
beban 4.5 kg
Dari grafik pembebanan 4.5 kg, terlihat bahwa nilai mf dipengaruhi putaran dan
nilai kalor. Semakin tinggi putaran dan nilai kalor semakin rendah, maka mf
semakin tinggi karena waktu pembakaran semakin kecil. Pada campuran biodiesel
12.5% mengalami peningkatan dari pada campuran yang lain karena konsumsi
bahan bakar yang tinggi serta waktu konsumsi yg lebih singkat.
4.3.3. Rasio udara bahan bakar (AFR)
Rasio udara bahan bakar (AFR) dari masing-masing jenis
pengujian dihitung berdasarkan rumus berikut: 0
1800 2000 2200 2400 2600 2800
mf ma AFR=
dimana:
AFR = air fuel ratio
ma = laju aliran massa udara.
Besarnya laju aliran udara (ma) diperoleh dengan membandingkan
besarnya tekanan udara masuk yang telah diperoleh melalui pembacaan air flow
manometer terhadap kurva viscous flowmeter calibration.
Pada pengujian ini dianggap tekanan udara sebesar 100 kPa dan
temperatur udara 27oC. Kurva kalibrasi dikondisikan untuk pengujian pada
tekanan 101.3 kPa dan temperatur 20o
Cf = 0.946531125
C. maka besarnya laju aliran udara yang
diperoleh harus dikalikan dengan faktor pengali berikut:
�� = 3654����
(��+ 144)
��2.5
��= 3654�1�(27 + 273 + 114)
(27 + 273)2.5
Untuk pengujian dengan menggunakan Akra Sol, beban 3.5 kg dan
putaran mesin 1800 rpm tekanan udara masuk didapati 18 mmH2O, dengan
melakukan interpolasi pada kurva viscous flow meter didapat besar ma 24.02941
kg/jam, dan kemudian dikalikan dengan factor koreksi sehingga didapat massa
udara yang sebenarnya:
Ma = 24,03 kg/jam x 0.946531125
= 19.041kg/jam
Dengan cara yang sama maka didapat nilai ma untuk masing-masing
pengujian, maka dapat dihitung besarnya AFR. Untuk pengujian dengan
menggunakan Akra Sol pada putaran 1800 rpm dan beban 3.5 kg maka didapatkan
AFR = 19.041
0.191009
AFR = 116,534478
Hasil perhitungan AFR untuk masing-masing pengujian pada tiap variasi
beban, putaran mesin dan persentase biodiesel dapat dilihat pada tabel 4.14
berikut ini:
Tabel 4.14. Air Fuel Ratio
Beban Putaran AFR (Kg / Jam)
Pada pembebanan 3.5 kg AFR terendah terjadi pada saat menggunakan Biodiesel
20% pada putaran mesin 2800 rpm yaitu 56,3505 sedangkan AFR tertinggi terjadi
pada penggunaan Akra Sol putaran mesin 1800 rpm yaitu 116,534478.
Dibandingkan dengan tanpa menggunakan supercharger terjadi kenaikkan AFR.
Nilai AFR tanpa supercharger dapat dilihat pada lampiran 13.1.
Pada pembebanan 4.5 kg AFR terendah terjadi pada saat menggunakan biodiesel
12,5% pada putaran mesin 2800 rpm yaitu 63,8895, sedangkan AFR tertinggi
terjadi pada penggunaan Akra Sol putaran mesin 1800 rpm yaitu 120,1122913.
Dibandingkan dengan tanpa menggunakan supercharger terjadi kenaikkan AFR.
Perbandingan harga AFR masing-masing pengujian pada setiap variasi beban
dan putaran dapat dilihat pada gambar 4.8 dan 4.9 berikut:
Gambar 4.8. Grafik pengaruh Putaran terhadap AFR untuk beban 3.5 kg
Dari grafik AFR pembebanan 3.5 kg, nilai AFR dipengaruhi oleh laju aliran bahan
bakar. Sehingga setiap bahan bakar menunjukkan arah grafik yang semakin
menurun. Nilai Biodiesel 20% terendah karena memilki nilai laju aliran bahan
bakar yang paling besar.
Gambar 4.9. Grafik pengaruh Putaran terhadap AFR untuk beban 4.5 kg 0
1800 2000 2200 2400 2600 2800
AF
1800 2000 2200 2400 2600 2800
Dari grafik terlihat bahwa biodiesel 20% mendominasi memiliki nilai AFR
terendah dan Akra Sol mendominasi memiliki AFR tertinggi pada beban 3.5 Kg.
Dan terlihat bahwa biodiesel 12,5% mendominasi memiliki nilai AFR terendah
dan Akra Sol mendominasi memiliki AFR tertinggi pada beban 4.5 Kg. ini
disebabkan oleh laju aliran bahan bakar yang semakin tinggi pada pembebanan
ini.
4.3.4. Effisiensi Volumetris
Effisiensi volumetric untuk motor bakar 4 langkah dihitung dengan
persamaan berikut:
�� =
2��
60� 1
����
dimana:
ma = laju aliran udara (kg/jam)
ρa = Kerapatan udara (kg/m3 Vs = volume langkah torak (m
) 3
Diasumsikan udara sebagai gas ideal sehingga massa jenis udara dapat
diperoleh dengan persamaaan berikut:
) = 0.00023 (berdasarkan spesifikasi mesin)
ρa= �� ���
Dimana: R = Konstanta gas (untuk udara = 287 J/kg K)
Dengan memasukkan harga tekanan dan temperature udara yaitu
sebesar100 kPa dan suhu 27o
ρa = 100000 287(27+273)
C, maka diperoleh massa jenis udara sebesar:
= 1.161440186 kg/m
Dengan diperolehnya massa jenis udara, maka dapat dihitung besarnya
effisiensi volumetrik untuk masing-masing pengujian dengan variasi persentase
biodiesel, putaran mesin dan beban.
Untuk pengujian menggunakan solar beban 3.5 kg pada putaran mesin
1800 rpm maka didapatkan nilai effesiensi volumetrik:
�� =
Harga efisiensi volumetrik untuk masing-masing pengujian dapat dihitung
dengan melakukan perhitungan yang sama dengan perhitungan di atas dengan
variasi beban, putaran mesin, dan biodiesel dengan beberapa variasi seperti
ditunjukkan pada tabel 4.15 berikut ini:
Tabel 4.15 Efisiensi Volumetris
Efisiensi volumetrik terendah terjadi pada penggunaan biodiesel 12,5% pada
pembebanan 3.5 kg dengan putaran mesin 2400 rpm yaitu sebesar 110,033%,
sedangkan efisiensi volumetrik tertinggi terjadi pada penggunaaan Akra Sol pada
pembebanan 3.5 kg pada putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 132,039%.
Dibandingkan dengan tanpa menggunakan supercharger terjadi kenaikkan
Beban Putaran Efisiensi Volumetris (%)
efisiensi volumetrik. Nilai efisiensi volumetrik tanpa supercharger dapat dilihat
pada lampiran 13.2.
Pada pembebanan 4.5 kg efisiensi terendah terjadi pada penggunaan biodiesel
20% pada putaran 2800 rpm yaitu sebesar 113,176%, sedangkan efisiensi
volumetric tertinggi terjadi pada penggunaan Akra Sol dengan putaran 1800 rpm
sebesar 146,710%. Dibandingkan dengan tanpa supercharger, terjadi peningkatan
efisiensi volumetric. Nilai efisiensi volumetric tanpa supercharger dapat dilihat
pada lampiran 13.2.
Perbandingan efisiensi volumetrik dari masing-masing pengujian pada tiap
variasi putaran dapat dilihat pada gambar grafik 4.10 dan 4.11 berikut:
Gambar 4.10. Grafik pengaruh Putaran terhadap Efisiensi Volumetrik untuk beban
3.5 kg
Pada grafik pembebanan 3.5 kg, efisiensi pada setiap biodiesel campuran
mengalami efisiensi yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain, namun pada
penggunaan solar Akra Sol murni lebih konstan di atas biodiesel campuran yang
lain. 95 100 105 110 115 120 125 130 135
1800 2000 2200 2400 2600 2800
n
v
(
%
)
Putaran (Rpm)
Akra Sol BD 2.5%
BD 5%
BD 7.5%
BD 10%
BD 12.5%
BD 15%
BD 17.5%
Gambar 4.11. Grafik pengaruh Putaran terhadap Efisiensi Volumetrik mesin untuk
beban 4.5 kg
Efisiensi volumetrik dipengaruhi oleh laju konsumsi udara, dan besar putaran
mesin. Selain itu nilai kalor bahan bakar juga mempengaruhi besar effesiensi
volumetrik. Semakin tinggi nilai kalor bahan bakar maka konsumsi udara akan
semakin rendah dan sebaliknya semakin rendah nilai kalor bahan bakar maka
semakin tinggi nilai konsumsi udara, yang dapat dilihat pada penurunan effisiensi
volumetrik pada biodiesel jagung 20%.
4.3.5. Daya Aktual
Daya aktual didapat dengan mengalikan Daya hasil pembacaan dengan
effiesiensi mekanikal dan effesiensi volumetrik, sehingga didapat:
Pa =Pb x ηv x η
dimana: besar η
m
m
Untuk beban 3.5 kg putaran mesin 1800 dengan bahan bakar Akra Sol
maka didapat daya aktual:
adalah 0.70 – 0.90 untuk mesin diesel dan yang diambil untuk
perhitungan ini adalah 0.85 0
1800 2000 2200 2400 2600 2800
Pa =1,413 x 132,0396 x 57,5287 x 0.85/10000
= 0.9123 kW
Dengan menggunakan cara yang sama untuk setiap variasi putaran mesin,
beban dan bahan bakar maka didapat hasil seperti pada tabel 4.16 dibawah ini:
Tabel 4.16. Grafik Daya Aktual
Beban Putaran Daya (kW)
Pada pembebanan 3.5 kg daya aktual terbesar terjadi pada penggunaan Akra Sol
putaran mesin 2800 rpm yaitu sebesar 2,2594 kW sedangkan daya terendah terjadi
pada penggunaan bahan bakar biodiesel 15% pada putaran mesin 1800 rpm yaitu
sebesar 0.3065 kW. Dibandingkan dengan tanpa menggunakan supercharger
terjadi kenaikkan daya aktual. Nilai daya aktual tanpa supercharger dapat dilihat
pada lampiran 14.1.
Pada pembebanan 4.5 kg daya aktual terbesar terjadi pada penggunaan Akra Sol
pada putaran mesin 2800 rpm yaitu sebesar 4,3135 kW sedangkan daya aktual
terkecil terjadi pada penggunaan biodiesel 20% putaran mesin 1800 rpm yaitu
sebesar 0,8009 kW. Dibandingkan dengan tanpa menggunakan supercharger
terjadi kenaikkan daya aktual. Nilai daya aktual tanpa supercharger dapat dilihat
Melalui grafik hubungan antara daya aktual dan putaran mesin pada gambar 4.12
dan 4.13 di bawah ini.
Gambar 4.12. Grafik pengaruh Putaran terhadap Daya Aktual untuk beban 3.5 kg
Dari hasil grafik di atas dapat dilihat bahwa pada pembebanan ini nilai daya aktual
solar Akra Sol jauh lebih tinggi dibandingkan dengan daya aktual biodiesel,
sedangkan pada campuran biodiesel mengalami nilai daya aktual yang hampir
sama dan kenaikan daya aktualnya pun naik secara konstan.
Gambar 4.13. Grafik pengaruh Putaran terhadap Daya aktual untuk beban 4.5 kg 0
1800 2000 2200 2400 2600 2800
D
1800 2000 2200 2400 2600 2800
Dari grafik dapat dilihat bahwa Akra Sol memiliki nilai daya aktual yang terbesar
dari hampir semua variasi bahan bakar yang ada, ini disebabkan nilai kalor Akra
Sol yang paling tinggi dari semua variasi yang ada dan meningkat saat putaran
mesin dinaikkan.
4.3.6. Efisiensi Termal Aktual
Efisiensi termal aktual adalah perbandingan antara daya aktual dengan laju
panas rata-rata yang dihasilkan bahan bakar, yang dapat dihitung dengan
persamaan berikut:
ρa= �� ���
dimana:
ηa
LHV = nilai kalor pembakaran (kJ/kg) = effisiensi termal aktual
Dengan nilai LHV untuk masing-masing sesuai dengan variasi persentase
biodiesel yang didapat melalui percobaan bom kalori meter.
Maka dengan memasukkan nilai-nilai ke persamaan untuk beban 3.5 kg
putaran mesin 1800 rpm menggunakan Akra Sol didapatkan nilai efisiensi termal:
� = 0,913
0,1634.� 54113.088�100 �3600
= 37,1443%
Dengan menggunakan cara yang sama maka didapatkan besar effisiensi
termal aktual untuk variasi putaran mesin, pembebanan, dan bahan bakar seperti
pada tabel 4.17 di bawah:
Tabel 4.17. Efisiensi termal aktual
Beban Putaran Efisiensi Thermal Aktual (%)
2000 37.508 12.786 14.641 14.967 10.287 11.924 10.650 14.551 10.930
2200 42.029 11.848 12.135 12.406 10.739 10.144 12.273 11.160 11.881
2400 42.043 12.881 13.022 13.313 10.567 11.320 11.868 12.091 13.328
2600 45.723 11.689 11.971 12.238 12.778 10.345 10.798 11.045 12.154
2800 49.022 11.415 12.895 13.183 11.351 12.008 11.253 13.081 7.968
4.5 1800 65.686 32.749 32.214 32.932 32.205 28.751 32.220 29.119 29.520
2000 64.643 31.401 32.633 33.361 34.024 28.245 31.767 29.777 29.858
2200 79.714 30.306 37.645 38.484 32.955 23.660 26.929 35.726 25.303
2400 85.966 25.380 24.070 24.607 34.053 19.240 29.593 30.087 30.360
2600 82.302 24.963 24.316 24.858 30.978 21.389 25.368 26.991 21.824
2800 88.965 23.595 24.594 25.142 32.035 19.240 26.008 23.154 24.119
Pada pembebanan 3.5 kg efisiensi termal aktual tertinggi terjadi pada penggunaan
Akra Sol + biodiesel 7,5% putaran mesin 1800 rpm sebesar 14,9675%
sedangkan effisiensi termal aktual terendah terjadi pada penggunaan biodiesel
20% putaran mesin 2800 rpm yaitu sebesar 7,9688%. Dibandingkan dengan tanpa
menggunakan supercharger terjadi kenaikkan efisiensi termal aktual. Nilai
efisiensi aktual tanpa supercharger dapat dilihat pada lampiran 14.2.
Pada pembebanan 4.5 kg efisiensi termal aktual tertinggi terjadi pada penggunaan
Akra Sol putaran mesin 2800 rpm yaitu sebesar 88,9659% sedangkan effisiensi
termal aktual terendah mesin terjadi pada penggunaan biodiesel 20% putaran 2600
rpm yaitu sebesar 21,8240%. Dibandingkan dengan tanpa menggunakan
supercharger terjadi kenaikkan efisiensi termal aktual. Nilai efisiensi aktual tanpa
supercharger dapat dilihat pada lampiran 14.2.
Perbandingan nilai efisiensi termal aktual untuk setiap variasi
pembebanan, bahan bakar dan putaran dapat dilihat pada gambar 4.14 dan 4.15 di
Gambar 4.14. Grafik pengaruh Putaran terhadap Efisiensi Termal Aktual untuk
beban 3.5 kg
Dari pembebanan 3.5 kg, nilai efisiensi termal aktual Akra Sol lebih tinggi,
sedangkan pada semua biodiesel memilki nilai efisiensi yang hampir sama tapi
jauh lebih rendah dari Solar Akra Sol.
Gambar 4.15. Grafik pengaruh Putaran terhadap Efisiensi Termal Aktual untuk
beban 4.5 kg
1800 2000 2200 2400 2600 2800
n
1800 2000 2200 2400 2600 2800
Efisiensi tertinggi pada beban 4.5 kg ,terendah yaitu pada penggunaan biodiesel
20% disebabkan oleh laju air pendingin tidak selalu stabil. Tetapi effisiensi
tertinggi tetap didominasi Akra Sol.
4.3.7. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC)
Konsumsi bahan bakar spesifik dari masing-masing pengujian pada
tiap-tiap variasi beban, putaran dan bahan bakar dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan:
���= ���10 3
��
Dengan diperolehnya besar laju aliran bahan bakar pada subbab 4.3.2
maka untuk pengujian dengan menggunakan bahan bakar Akra Sol dengan beban
3.5 kg pada putaran mesin 1800 rpm didapat nilai SFC:
���= 0.161099 �10
3
0.91633
Sfc = 179,150582 (gr/kWh)
Dengan menggunakan cara yang sama untuk variasi beban, bahan bakar,
dan putaran mesin maka didapatkan hasil perhitungan SFC seperti pada tabel 4.18
di bawah ini:
Tabel 4.18. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik
Beban Putar an
Pada pembebanan 3.5 kg SFC tertinggi terjadi pada penggunaan biodiesel 20%
putaran mesin 2800 rpm yaitu sebesar 890,508gr/kWh dan SFC terendah terjadi
pada penggunaan bahan bakar Akra Sol putaran mesin 2800 rpm yaitu sebesar
135,709gr/kWh. Dibandingkan dengan tanpa menggunakan supercharger terjadi
penurunan nilai SFC. Nilai SFC tanpa supercharger dapat dilihat pada lampiran
15.1.
Pada pembebanan 4.5 kg SFC tertinggi terjadi pada penggunaan biodiesel 20%
putaran mesin 2800 rpm yaitu sebesar 302,092gr/kWh dan SFC terendah terjadi
pada penggunaan bahan bakar Akra Sol pada putaran mesin 2800 yaitu sebesar
74,774 gr/kWh. Dibandingkan dengan tanpa menggunakan supercharger terjadi
penurunan nilai SFC. Nilai SFC tanpa supercharger dapat dilihat pada lampiran
15.1.
Perbandingan harga SFC untuk masing-masing pengujian bahan bakar
dapat dilihat pada gambar 4.16 dan 4.17 di bawah ini.
Gambar 4.16. Grafik pengaruh Putaran terhadap SFC untuk beban 3.5 kg
Pada pembebanan ini, terjadi konsumsi yang lebih irit pada setiap putaran pada
penggunaan solar Akra Sol, sedangkan pada penggunaan biodiesel lebih boros dan
terjadi pemakaian yang sangat boros pada biodiesel 20%. 0
1800 2000 2200 2400 2600 2800
Gambar 4.17. Grafik pengaruh Putaran terhadap SFC untuk beban 4.5 kg
Pada beban 4.5 kg, penggunaan atau konsumsi bahan bakar pada solar Akra Sol
masih tetap sama, sedangkan pada penggunaan biodiesel lebih boros dan pada
penggunaan biodiesel 12,5% mengalami konsumsi yang paling boros.
4.3.8. Heat Loss
Heat loss dapat dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini
Heat Loss = Cp x (ma + mf) x (Te –Ta)
Dimana:
Te = Suhu exhaust (o
Ta = Suhu ambient/ suhu udara luar (asumsi 27 C)
o
Cp = panas jenis pada tekanan konstan (1.005 KJ/Kg K) C)
Untuk beban 3.5 kg, putaran 1800 rpm bahan bakar solar maka heat loss
dapat dihitung:
Heat Loss =1.005 x (19,0419791+ 0,163402105) x (110 –27)
= 1594,04664 W
Selanjutnya dengan perhitungan yang sama untuk pembebanan, variasi nilai LHV sesuai dengan persentase biodiesel, dan putaran yang bervariasi maka didapat heat losses seperti pada tabel 4.19 di berikut ini.
0
1800 2000 2200 2400 2600 2800
Tabel 4.19. Heat Losses
Beban Putar an
Persentase Heat Loss (%)
Akra 3.5 1800 1594.046 1641.516 1145.515 1145.515 1738.822 1642.418 1421.499 1927.811 1641.807
2000 2034.896 1983.962 1584.635 1584.635 1887.654 2178.730 1986.652 2177.028 1986.906
2200 2307.206 2420.369 2206.463 2206.463 2298.014 2711.693 2635.252 2852.844 2850.281
2400 2777.238 2767.239 2767.239 2767.239 2850.685 3283.478 2994.005 3446.494 3369.899
2600 3155.733 3375.470 3650.061 3650.061 3521.674 4272.523 3776.993 4519.490 4020.000
2800 3558.258 4374.149 4730.060 4730.060 4454.945 5005.499 4643.567 5073.767 5618.555
4.5 1800 2624.070 1837.863 1788.672 1788.672 1507.617 1508.784 1690.152 1597.663 1690.426
2000 3318.804 2202.09 2147.012 2147.012 1989.902 1890.097 1886.917 1890.675 2093.127
2200 3712.255 2538.433 2416.110 2416.110 2202.935 2421.667 2420.683 2657.974 2991.796
2400 4005.326 3277.370 2994.965 2994.965 2538.717 3337.589 2766.095 3029.133 3368.939
2600 4806.657 3936.619 3527.388 3527.388 3802.445 4023.856 3935.916 3678.666 4026.445
2800 5286.051 4545.612 4126.447 4126.447 3961.923 4646.978 4731.003 4374.149 5489.311
Pada pembebanan 3.5 kg Heat Loss tertinggi terjadi pada penggunaan Bodiesel
putaran mesin 2800 rpm yaitu sebesar 5618,555W sedangkan Heat Losses
terendah terjadi pada penggunaan biodiesel 5% putaran mesin 1800 rpm yaitu
sebesar 1145,515W. Dibandingkan dengan tanpa menggunakan supercharger
terjadi peningkatan nilai Heat Loss. Nilai Heat Loss tanpa supercharger dapat
dilihat pada lampiran 15.2.
Pada pembebanan 4.5 kg Heat Loss tertinggi terjadi pada penggunaan Biodiesel
20% pada putaran mesin 2800 yaitu sebesar 5489,311W sedangkan Heat loss
terendah terjadi pada penggunaan biodiesel 10% pada putaran mesin 1800 rpm
yaitu sebesar 1507,617W. Dibandingkan dengan tanpa menggunakan
supercharger terjadi peningkatan nilai Heat Loss. Nilai Heat Loss tanpa
supercharger dapat dilihat pada lampiran 15.2.
Nilai dari heat loss dapat dilihat pada gambar grafik 4.18 dan 4.19 di
Gambar 4.18. Grafik pengaruh Putaran terhadap Heat Loss untuk beban 3.5 kg
Pada pembebanan 3.5 kg heat loss semakin meningkat ketika putaran pun semakin
meningkat. Pada pembebanan ini rata heat loss solar Akra Sol lebih rendah dari
pada biodiesel yang lain.
Gambar 4.19. Grafik pengaruh Putaran terhadap Heat Loss untuk beban 4.5 kg
Dari grafik diatas diperoleh Heat Loss yang tinggi pada Akra Sol diakibatkan
suhu exhaust yang dikeluarkan pada penggunaan Akra Sol relatif lebih tinggi, hal
ini terjadi karena nilai kalor bahan bakar Akra Sol yang paling tinggi dari semua 0
1800 2000 2200 2400 2600 2800
H
1800 2000 2200 2400 2600 2800
bahan bakar yang tersedia, selain itu heat loss tertinggi juga terjadi pada putaran
yang tinggi karena adanya kecenderungan peningkatan suhu exhaust pada putaran
yang lebih tinggi.
4.3.9. Persentase Heat Loss
Panas yang masuk ke mesin diberikan oleh persamaan di bawah ini
Q = Cp x mf x LHV
Maka besarnya persentase panas yang terbuang dari mesin dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan di bawah ini:
% ������������ℎ����=Cp x (ma + mf) x (Te – Ta)
������ �100%
Dengan memasukkan nilai Te dan LHV untuk solar pada putaran 1800
rpm, pembebanan 3.5 kg maka didapat % Heat Loss sebagai berikut: % ������������ℎ����= 1.005(19.04197 + 0.1634) x (110 – 27)
0.1634 � 54113,088 �100%
= 18,277 %
Dengan menggunakan perhitungan yang sama pada variasi nilai LHV
untuk setiap persetase biodiesel, dan putaran maka didapat nilai persentase heat
loss seperti ditunjukkan pada tabel 4.20 di bawah ini.
Tabel 4.20. Persentase Heat Loss
Beban Putaran Persentase Heat Loss (%)
Akra
Pada pembebanan 3.5 kg persentase heat loss tertinggi terjadi pada penggunaan
persentase Heat Loss terendah terjadi pada pemakaian Biodiesel 5% putaran
mesin 1800 rpm yaitu sebesar 10,7414%. Dibandingkan dengan tanpa
menggunakan supercharger terjadi peningkatan nilai persentase Heat Loss. Nilai
persentase Heat Loss tanpa supercharger dapat dilihat pada lampiran 16.1.
Pada pembebanan 4.5 kg persentase heat loss tertinggi terjadi pada penggunaan
Akra Sol putaran mesin 2600 rpm yaitu sebesar 31.8294 % sedangkan Persentase
Heat Loss terendah terjadi pada penggunaan biodiesel 12,5% putaran mesin 1800
rpm yaitu sebesar 14,8536 %. Dibandingkan dengan tanpa menggunakan
supercharger terjadi peningkatan nilai persentase Heat Loss. Nilai persentase Heat
Loss tanpa supercharger dapat dilihat pada lampiran 16.1.
Hasil dari persentase heat loss untuk masing-masing bahan bakar,
pembebanan dapat dilihat pada gambar grafik 4.20 dan 4.21 di bawah ini.
Gambar 4.20. Grafik pengaruh Putaran terhadap Persentase Heat Loss untuk
beban 3.5 kg 0
5 10 15 20 25 30
1800 2000 2200 2400 2600 2800
H
e
at
Lo
ss (
%
)
Putaran (Rpm)
Akra Sol BD 2.5%
BD 5%
BD 7.5%
BD 10%
BD 12.5%
BD 15%
BD 17.5%
Gambar 4.21. Grafik pengaruh Putaran terhadap Persentase Heat Loss untuk
beban 4.5 kg
Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa Heat loss tertinggi didominasi Akra
Sol terutama pada beban tinggi dikarenakan nilai kalor bahan bakar Akra Sol
lebih tinggi dibanding campuran biodiesel. Heat Loss terendah terjadi pada
biodiesel 5% putaran 1800 rpm dikarenakan nilai kalor bahan bakar yang rendah
dibandingkan bahan bakar yang lain menghasilkan energi keluaran dan panas
yang dihasilkan juga lebih kecil dari panas rata-rata yang dihasilkan olaeh bahan
bakar yang lain.
4.4. Perbandingan Hasil Penelitian Antara Supercharger Dengan Non Supercharger
Pada hasil perbandingan ini, nilai dari hasil penelitian pada Supercharger
disetiap putaran pada 1 jenis bahan bakar di jumlahkan, kemudian di bandingkan
dengan hasil penelitian pada Non Supercharger dengan perhitungan yang sama.
Setelah itu dibandingkan hasil dari penelitian pada masing-masing bahan bakar
dan dibuat dalam bentuk persen.
Jumlah = Supercharger(P1+P2+P3+P4+P5+P6)-Non(P1+P2+P3+P4+P5+P6) = X
Maka Nilai Persentase= �
���(�1+�2+�3+�4+�5+�6) x 100%
1800 2000 2200 2400 2600 2800
A. Daya
Tabel 4.21 Persentase Nilai Peningkatan hasil Daya antara supercharger dengan non Supercharger
Persentase Nilai Peningkatan Hasil Daya Antara Supercharger dengan Non Supercharger
beban
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa peningkatan Daya dari perbandingan antara
Supercharger dengan Non Supercharger sangat singnifikan pada bahan bakar
Solar Akra Sol, namun pada bahan Biodiesel cenderung berubah-ubah dan hanya
memperoleh daya tertinggi pada Biodiesel 20% dengan peningkatan Daya sebesar
10%.
B. Konsumsi Bahan Bakar
Tabel 4.22 Persentase Nilai Peningkatan Hasil Konsumsi Bahan bakar antara
Supercharger dengan non supercharger
Pada persentase hasil konsumsi bahan bakar, nilai konsumsi tertinggi terjadi pada
Biodiesel 12.5% dengan persentase sebesar 14.99% dan hasil konsumsi terendah
pada biodiesel 2.5% sebesar 1.92%. hasil ini menunjukkan bahwa tingkat
konsumsi pada biodiesel lebih tinggi di banding Solar Akra Sol dengan rata-rata
2.83%.
C. Air Fuel Ratio
Tabel 4.23. persentase nilai peningkatan hasil AFR antara Supercharger dengan Non Supercharger
Persentase Nilai Peningkatan Hasil Konsumsi Bahan Bakar Antara Supercharger dengan Non Supercharger
Pada hasil perbandingan ini, hasil dari persentase perbandingan antara
supercharger dan non supercharger berbanding lurus dengan peningkatan beban
yang di berikan. Pada hasil AFR, nilai tertinggi terjadi pada biodiesel 10% dengan
beban 4.5 kg sebesar 43.11%, sedangkan yang terendah pada bahan bakar Solar
Akra Sol sebesar 13.54%.
D. Efisiensi Volumetris
Tabel 4.24. persentase nilai hasil efisiensi Volumetris antara Supercharger
dengan Non supercharger.
Persentase Nilai Peningkatan Hasil Efisiensi Volumetris Antara Supercharger dengan Non Supercharger
Nilai peningkatan dari efisiensi volumetric pada pembebanan 3.5 kg yang
tertinggi terjadi pada Biodiesel 20% dengan nilai 73.83%, sedangkan terendah
terjadi pada Solar Akra Sol sebesar 39.76%. Pada pembebanan 4.5 kg, nilai dari
efisiensi volumetric tertinggi terjadi pada Biodiesel 17.5% dengan 75.32%,
sedangkan terendah pada Solar Akra Sol dengan 44.75%. Dalam hal ini, nilai
tertinggi membuktikan bahwa tingkat efisiensi yang semakin berkurang dari hasil
diatas dibandingkan dengan Solar Akra Sol.
E. Daya Aktual
Tabel 4.25. Nilai Persentase Peningkatan hasil Daya Aktual Antara
Supercharger dengan Non Supercharger
Persentase Nilai Peningkatan Hasil Daya Aktual Antara Supercharger dengan Non Supercharger
Daya aktual pada supercharger meningkat tinggi pada bagian Solar Akra Sol
sampai hampir 2 kali lipat dari nilai Daya Aktual tanpa Supercharger sebesar
185.29% pada beban 3.5 kg, sedangkan pada Biodiesel mengalami peningkatan
tertinggi pada Biodiesel 17.5% sebesar 79.46%, sedangkan terendah pada
Biodiesel 2.5%. Pada pembebanan 4.5 kg, tertinggi masih tetap Solar Akra Sol
sebesar 113.11%, sedangkan terendah pada Biodiesel 12.5% sebesar 51.87%.
F. Efisiensi Termal Aktual
Tabel 4.26. Nilai Persentase Peningkatan hasil Efisiensi Termal Aktual
Antara Supercharger dengan Non Supercharger.
Persentase Nilai Peningkatan Hasil Efisiensi Termal Aktual Antara Supercharger dengan Non Supercharger
Pada tabel efisiensi termal aktual terjadi peningkatan daya actual yang sangat
tinggi pada Solar Akra Sol pada pembebanan 3.5 kg sebesar 176.40%, sedangkan
terendah pada Biodiesel 12.5% sebesar 34.40%. pada pembebanan 4.5, tertinggi
pada Solar Akra Sol dengan 112.45%, sedangkan terendah pada Biodiesel 12.5%
sebesar 43.95%.
G. SFC
Tabel 4.27. Nilai Persentase Peningkatan hasil SFC Antara Supercharger
dengan Non Supercharger.
Pada hasil SFC, terjadi penurunan waktu dalam konsumsi bahan bakar, artinya
terjadi konsumsi bahan bakar yang banyak dalam waktu yang singkat. Konsumsi
bahan bakar tertinggi terjadi pada Solar Akra Sol dengan 63.97% pada
pembebanan 3.5 kg, sedangkan terendah pada Biodiesel 27.65%. pada Persentase Nilai Peningkatan Hasil SFC Antara Supercharger dengan Non Supercharger
pembebanan 4.5 kg, konsumsi tertinggi pada Solar Akra Sol juga dengan 52.55%
dan terendah pada Biodiesel 30.66%.
H. Heat Loss
Tabel 4.28. Persentase Nilai Peningkatan Hasil Heat Loss Antara
Supercharger dengan Non Supercharger.
Persentase Nilai Peningkatan Hasil Heat Loss Antara Supercharger dengan Non Supercharger
beban
Heat Loss tertinggi terjadi pada Biodiesel 20% sebesar 64.07% pada pembebanan
3.5 kg, sedangkan terendah pada Solar Akra Sol. Pada pembebanan 4.5 kg, nilai
Heat Loss tertinggi terjadi pada Biodiesel 20% juga dengan 45.89% dan terendah
pada Biodiesel 10% dengan persentase 21.40%. dalam hal ini, Heat Loss terburuk
terjadi pada biodiesel 20% karena mengalami Heat Loss terbesar.
I. Persentase Heat Loss
Tabel 4.29. Nilai Peningkatan Hasil Persentase Heat Loss Antara
Supercharger dengan Non Supercharger.
Persentase Nilai Peningkatan Hasil Persentase Heat Loss Antara Supercharger dengan Non Supercharger
Pada hasil perbandingan Persentase Heat Loss, yang paling tinggi terjadi pada
Biodiesel 10% sebesar 49.64% pada pembebanan 3.5 kg, sedangkan terendah
pada Solar Akra Sol sebesar 6.18%. Pada pembebanan 4.5 kg, Heat Loss tertinggi
terjadi pada Solar Akra Sol sebesar 59.15%, sedangkan terendah pada Biodiesel
4.5. Kondisi Injektor
Untuk mengetahui hasil pembakaran pada ruang bakar maka diperlukan
untuk mengetahui kondisi injektor.
Gambar 4.22. Kondisi injektor
4 3
2 1
8
5 6 7
Keterangan:
1. Kondisi awal injektor
2. Kondisi injektor setelah pembakaran bahan bakar Akra Sol
3. Kondisi injektor setelah pembakaran bahan bakar Akra Sol + Biodiesel
Jagung 2,5%
4. Kondisi injektor setelah pembakaran bahan bakar Akra Sol + Biodiesel
Jagung 5%
5. Kondisi injektor setelah pembakaran bahan bakar Akra Sol + Biodiesel
Jagung 7,5%
6. Kondisi injektor setelah pembakaran bahan bakar Akra Sol + Biodiesel
Jagung 10%
7. Kondisi injektor setelah pembakaran bahan bakar Akra Sol + Biodiesel
Jagung 12,5%
8. Kondisi injektor setelah pembakaran bahan bakar Akra Sol + Biodiesel
Jagung 15%
9. Kondisi injektor setelah pembakaran bahan bakar Akra Sol + Biodiesel
Jagung 17,5%
10.Kondisi injektor setelah pembakaran bahan bakar Akra Sol + Biodiesel
Jagung 20%
Dari kondisi tersebut dapat dilihat bahwa kondisi injektor paling
kotor adalah pada pembakaran bahan bakar Akra Sol + Biodiesel Jagung
20%, hal ini menunjukkan bahwa pembakaran pada bahan bakar Akra Sol
+ biodiesel 20% kurang sempurna sehingga meningggalkan sisa
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
1. Daya maksimum pada bahan bakar Akra Sol beban 4.5 kg diperoleh pada
putaran 2800 rpm, yaitu sebesar 4.396 kW Sedangkan Daya minimum
pada bahan bakar Akra Sol + Biodiesel Jagung 20% beban 3.5 kg
diperoleh pada putaran 1800 rpm, yaitu sebesar 0.99852 kW.
2. SFC minimum pada bahan bakar Akra Sol beban 4.5 kg putaran 2800 rpm
yaitu sebesar 135,7436392g/kW.jam. Sedangkan SFC Maksimum pada
bahan bakar Akra Sol + Biodiesel Biji Jagung 20% beban 3.5 kg putaran
1800 rpm yaitu sebesar 449,4516504 g/kW.jam.
3. Nilai AFR minimun pada campuran bahan bakar solar + Biodiesel Jagung
15 % dengan beban 4.5 kg dan putaran 2800 rpm yakni sebesar
71,30070059. Nilai AFR maksimum pada bahan Akra Sol dengan beban
3.5 kg dan putaran 1800 rpm yakni sebesar 116.5344784.
4. Nilai Efisiensi Volumetris minimum pada campuran bahan bakar Akra Sol
+ Biodiesel 12.5% dengan beban 3.5 dan putaran 2400 rpm sebesar
110.03%. Nilai Efisiensi Volumetris Maksimum pada bahan bakar Akra
5. Nilai Efisiensi Thermal Aktual minimun pada campuran bahan bakar Akra
Sol + Biodiesel Biji Jagung 20 % dengan beban 3.5 kg dan putaran 1800
rpm yakni sebesar 14.81713688%. Nilai Efisiensi Thermal Aktual
maksimum pada bahan bakar Akra Sol dengan beban 4.5 kg dan putaran
2800 rpm yakni sebesar 78.76693964 %.
6 Nilai Heat Loss terendah pada penggunaan biodiesel biji Jagung 20 %
pembebanan 3.5 kg putaran 1800 rpm yakni sebesar 907,88888764 W.
Heat Loss terbesar terjadi pada penggunaan solar Akra Sol beban 4.5 kg
putaran 2800 rpm yakni sebesar 5199.390971 W.
5.2 Saran
1. Mencari mesin yang lebih baik serta sudah memakai sistem digital pada
2. Mengembangkan pengujian ini menggunakan dengan Variasi Campuran
bahan bakar yang berbeda.
3. Memberikan waktu jeda yang cukup untuk menunggu kondisi mesin
dalam suhu normal kembali agar hasil percobaan lebih baik.
4. Menunggu putaran mesin stabil pada saat menaikkan dan menurunkan
putaran agar mendapat putaran mesin yang tepat pada saat pengujian pada
putaran yang berbeda melalui pembacaan pada instrumentasi pembaca