• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Aerasi Bertingkat dengan Kombinasi Saringan Pasir, Karbon Aktif dan Zeolit dalam Meningkatkan Kualitas Air Tanah Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Aerasi Bertingkat dengan Kombinasi Saringan Pasir, Karbon Aktif dan Zeolit dalam Meningkatkan Kualitas Air Tanah Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Chapter III V"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Diagram Alir Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang bersifat eksperimen. Eksperimen ini untuk mengetahui penurunan nilai Fe dan Mn menggunakan alat penyaring air dengan media pasir, zeolit karbon aktif, zeolit. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Mulai

Perakitan Alat Penyaring Air

Variasi Kombinasi

•Alat 1 (Aerasi 2 tingkat, dengan jarak per tingkat 20 cm yang dilanjutkan dengan saringan pasir 5 cm, karbon aktif 20 cm, zeolit 20 cm)

•Alat 2 (Aerasi 2 tingkat, dengan jarak per tingkat 20 cm dikombinasikan dengan zeolit 3 cm yang dilanjutkan dengan saringan pasir 5 cm, karbon aktif 20 cm, zeolit 20 cm)

•Alat 3 (Saringan pasir 5 cm, karbon aktif 20 cm, zeolit 20 cm)

Analisa dan Evaluasi

Selesai Studi Literatur

Pengumpulan Data

Data Primer

• Nilai pH, suhu, oksigen terlarut, Fe dan Mn

• Debit Air (liter/menit)

Data Sekunder

• Parameter Baku Mutu

• Hasil Uji Kualitas Air Sebelumnya

• Ukuran Pasir, Kerikil, Zeolit, dam Karbon Aktif

(2)

III-2 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Pondok Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah, Kota Medan. Lokasi pemeriksaan sampel Fe dan Mn dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Lingkungan Medan dan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2016. 3.3 Objek Penelitian dan Sampel

3.3.1 Objek Penelitian

Objek penelitian adalah air kran sumur bor I yang menjadi salah satu sumber air Pondok Pesantren Ar Raudlatul Hasanah dengan perlakuan menggunakan alat penyaring air yang menggunakan media pasir, karbon aktif, dan zeolit dengan kombinasi aerasi bertingkat untuk memperbaiki nilai Fe dan Mn.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini yaitu air kran sumur bor I Pondok Pesantren Ar Raudlatul Hasanah dan output dari alat penyaring air. Pengambilan sampel dilakukan secara

purposive sampling.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil pengukuran air dengan variasi waktu pengambilan sampel output setiap 1 jam sekali selama 5 jam dalam sehari.

Diambil satu sampel sebelum pengolahan dan output setiap unit alat setiap 1 jam sekali selama 5 jam. Sampel diambil sebanyak 1500 ml kemudian dibawa ke laboratorium untuk analisa Fe dan Mn.

(3)

III-3 Pengukuran kuantitas atau debit dilakukan dengan cara menampung output setiap unit alat pada gelas ukur 100 ml dan dihitung waktu penuhnya dengan menggunakan

stopwatch.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Kantor Administrasi Pondok Pesantren Ar Raudlatul

Hasanah, Baku mutu air minum berdasarkan Permenkes RI No.

492/MENKES/PER/IV/2010 dan juga ukuran pasir, zeolit, karbon aktif yang didapat dari tempat pembelian.

3.5 Pelaksanaan Penelitian

Urutan dalam melaksanakan penelitian ini ialah dimulai dari persiapan bahan dan peralatan, perakitan alat penyaring air, menjalankan alat penyaring air, pengambilan sampel, kemudian menganalisa dan membahas hasil uji sampel.

3.5.1 Bahan dan Peralatan

Pada Gambar 3.2 dapat dilihat tampak dari media yang digunakan. Adapun bahan dan peralatan yang diperlukan untuk pengadaan pembuatan alat penyaring air tersebut adalah :

1. Wadah dengan tinggi ±70 cm diameter ±10 cm 2. Dua wadah dengan tinggi ±20 cm diameter ±10 cm 3. Kran air 3/4"

4. Pasir (0,5-1 mm) 5. Kerikil (5-9 mm) 6. Zeolit (≤ 10 mm)

7. Karbon Aktif (0,5-2,5 mm) 8. Penyangga

(4)

III-4 3.5.2 Cara Perakitan

Gambar desaian alat penyaring dapat dilihat pada Gambar 3.2. Adapun cara-cara merakit alat penyaring air tersebut adalah sebagai berikut :

1. Sebelum digunakan, pasir, karbon aktif, kerikil, dan zeolit dibersihkan dan dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan pengotor yang mungkin menempel pada media tersebut.

2. Sediakan wadah dengan diameter 10 cm dan tinggi 70 cm sebagai wadah media saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit.

3. Sediakan wadah dengan diameter 10 cm dan tinggi 20 cm sebagai wadah aerasi. 4. Kemudian dilakukan perakitan alat.

A.Alat 1

Isi wadah media dengan urutan dari bawah yaitu kerikil dengan ketebalan 5 cm, pasir dengan ketebalan 5 cm, karbon aktif dengan ketebalan 20 cm dan zeolit dengan ketebalan 20 cm.

Lubangi kedua wadah aerasi sebanyak 30 lubang di bagian tengah wadah dengan diameter 2 mm.

Letakkan wadah aerasi pada penyangga, wadah aerasi pertama berjarak 20 cm dari wadah media, dan wadah aerasi kedua berjarak 20 cm dari wadah aerasi pertama.

B.Alat 2

Isi wadah media dengan urutan dari bawah yaitu kerikil dengan ketebalan 5 cm, pasir dengan ketebalan 5 cm, karbon aktif dengan ketebalan 20 cm dan zeolit dengan ketebalan 20 cm.

Lubangi kedua wadah aerasi sebanyak 30 lubang di bagian tengah wadah dengan diameter 2 mm.

Isi tiap wadah aerasi dengan zeolit dengan ketebalan 3 cm

(5)

III-5 C.Alat 3

Isi wadah media dengan urutan dari bawah yaitu kerikil dengan ketebalan 5 cm, pasir dengan ketebalan 5 cm, karbon aktif dengan ketebalan 20 cm dan zeolit dengan ketebalan 20 cm.

5. Kemudian lakukan penyaringan pada masing-masing alat terhadap air sampel.

Gambar 3.2 Desain Alat Dengan Variasi Kombinasi Aerasi Bertingkat 3.5.3 Cara Kerja

1. Air Sebelum Pengolahan

Air sebelum pengolahan diambil dari kran input yang berasal dari air tangki sumur bor I dengan menggunakan wadah sampel hingga wadah terisi penuh. Selanjutnya akan dibawa ke laboratorium untuk pengukuran nilai Fe dan Mn.

2. Alat 1

(6)

III-6 menggunakan wadah sampel dan dibawa ke laboratorium untuk pengukuran nilai Fe dan Mn.

3. Alat 2

Air sebelum pengolahan melewati wadah aerasi pertama yang berisi zeolit, wadah aerasi kedua yang berisi zeolit kemudian melewati wadah media. Output pada wadah tersebut diambil dengan menggunakan wadah sampel dan dibawa ke laboratorium untuk pengukuran nilai Fe dan Mn.

4. Alat 3

Air sebelum pengolahan melewati wadah media. Output pada wadah tersebut diambil dengan menggunakan wadah sampel dan dibawa ke laboratorium untuk pengukuran nilai Fe dan Mn.

3.5.4 Cara Pengambilan Sampel

Sampel diambil setiap 1 jam sekali selama 5 jam dalam sehari. Sebelum pengambilan sampel air sebelum pengolahan dan output alat penyaring air terhadap kadar Fe dan Mn, dilakukan pengukuran pH, suhu dan oksigen terlarut.

1. Air Sebelum Pengolahan

a. Tampung air dari kran input dengan menggunakan wadah sampel b. Tunggu sampai air memenuhi isi wadah sampel tersebut.

c. Lalu tutup wadah sampel tersebut dan beri label.

d. Sampel dibawa sesegera mungkin ke laboratorium untuk dianalisa 2. Alat Penyaring Air

a. Tampung output yang telah melewati alat penyaring air pada wadah sampel 1500 ml sampai wadah sampel penuh (tidak ada gelembung udara).

b. Tutup wadah sampel dan beri label.

c. Sampel dibawa sesegera mungkin ke laboratorium untuk dianalisa 3.5.5 Metode Pemeriksaan Sampel (pH, Suhu, Oksigen Terlarut)

Alat yang digunakan ialah Lutron WA-2015 yang dapat mengukur pH, suhu, dan oksigen terlarut (DO). Dengan tahapan langkah sebagai berikut:

Siapkan alat Lutron WA-2015 dan gelas ukur 300 ml Pasang alat pH meter dan termometer air

(7)

III-7 Masukkan alat ukur pH dan suhu dalam gelas ukur dengan sedikit digoyangkan. Lihat hasil pH dan suhu pada alat

Kemudian keluarkan alat ukur pH

masukkan alat ukur DO ke dalam gelas ukur dan digoyangkan tunggu selama 2 menit atau sampai hasil tertera stabil pada alat Lihat hasil yang tertera pada DO meter

3.6 Defenisi Operasional

1. Air sebelum pengolahan adalah air kran yang bersumber dari dalam tanah yang berasal dari air sumur bor I di Pondok Pesantren Ar Raudlatul Hasanah.

2. Alat penyaring air adalah alat 1, alat 2, dan alat 3.

3. Alat 1 adalah aerasi bertingkat 2 dengan jarak antar tingkat 20 cm yang dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon aktif dan zeolit

4. Alat 2 adalah aerasi bertingkat 2 dengan penambahan zeolit, jarak antar tingkat 20 cm dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon aktif dan zeolit

5. Alat 3 adalah saringan pasir, karbon aktif dan zeolit

3. Pemeriksaan Laboratorium adalah pemeriksaan yang dilakukan di laboratorium Balai Laboratorium Kesehatan Lingkungan Medan untuk mengetahui nilai Fe dan Mn pada sumber air sebelum pengolahan dan sesudah pengolahan dengan menggunakan alat penyaring air.

4. Kepmenkes RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010 adalah persyaratan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk melakukan pengawasan standart baku mutu kualitas air minum.

3.7 Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan sampel akan dianalisis secara statistik dengan menggunakan program statistik komputer (SPSS16.0). Program statistik yang digunakan akan ditampilkan dalam bentuk tabel. Analisis data yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata kualitas air sebelum dan sesudah melewati masing-masing alat penyaring air ialah uji kruskal-wallis, uji post hoc, dan uji wilcoxon. 3.7.1 Uji Kruskal-Wallis

(8)

III-8 Ho : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari kadar Fe dan Mn berdasarkan

ketiga alat.

Ha : Terdapat perbedaan yang signifikan dari kadar Fe dan Mn diantara ketiga alat. Dengan dasar pengambilan keputusan :

Jika probabilitas > 0,05, maka Ho diterima. Jika probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak.

3.7.2 Uji Post Hoc

Uji Post Hoc merupakan salah satu teknik uji yang digunakan untuk melihat perbandingan rata-rata pasangan kombinasi alat yang berbeda secara signifikan.

Adapun hipotesis yang akan diuji adalah :

Ho : Perbandingan rata-rata penurunan kadar Fe dan Mn antar kombinasi alat tidak berbeda nyata.

Ha : Perbandingan rata-rata penurunan kadar Fe dan Mn antar kombinasi alat berbeda nyata.

Dengan dasar pengambilan keputusan : Jika probabilitas > 0,05, maka Ho diterima. Jika probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak. 3.7.3. Uji Wilcoxon

Uji Wilcoxon digunakan untuk menganalisis hasil uji dari masing-masing alat terhadap kadar Fe dan Mn sebelum dan sesudah dilakukan penyaringan.

Adapun hipotesis yang akan diuji adalah :

Ho : Tidak ada perbedaan penurunan kadar Fe dan Mn sebelum dan sesudah menggunakan alat penyaring air.

Ha : Ada perbedaan penurunan kadar Fe dan Mn sebelum dan sesudah menggunakan alat penyaring air.

(9)

IV-1 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksaan Eksperimen

Pelaksanaan penelitian untuk percobaaan pertama pada tanggal 16 November 2016 dan percobaan kedua pada tanggal 23 November 2016. Sumber air yang digunakan dalam penelitian ini ialah air sumur bor I Pesantren ar-Raudhatul Hasanah. Lokasi penelitian di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah. Kondisi lokasi tempat alat penyaring air berada diantara kantin, rumah ustad, dan kamar mandi santri. Tempat alat tersebut beratapkan seng untuk mencegah kontaminasi dari air hujan ataupun suhu yang terlalu panas yang dapat mengganggu proses alat. Lokasi dan alat penyaring air dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Sebelum penelitian dimulai debit kran air input disamakan pada debit 240 ml/menit. Penyamaan debit input menggunakan gelas ukur 100 ml dan stopwatch, dengan cara menghitung waktu penuh gelas ukur oleh input. Penelitian dimulai pada pukul 07.00 – 12.00 WIB. Air pertama yang keluar dari kran input diambil dengan botol 1500 ml sebagai sampel untuk air sebelum pengolahan yang akan dibawa ke laboratorium untuk uji besi (Fe) dan mangan (Mn). Kemudian sampel dari input juga diambil kembali menggunakan gelas ukur 300 ml untuk uji pH, suhu, dan oksigen terlarut menggunakan alat Lutron WA-2015 yang merupakan gabungan dari alat pH meter, DO meter dan termometer air. Alat Lutron WA-2015 dapat dilihat pada Gambar 4.2. Setiap 60 menit sekali selama 5 jam diambil output yang keluar dari tiap-tiap alat menggunakan botol 1500 ml untuk uji besi (Fe) dan mangan (Mn) kemudian output juga diambil menggunakan gelas ukur 300 ml untuk uji pH, suhu, dan oksigen terlarut. Selanjutnya dilakukan pengukuran debit dengan cara mengamati output yang terisi kedalam gelas ukur 100 ml sambil dihitung dengan stopwacth.

(10)

IV-2 Gambar 4.1 Lokasi dan alat penyaring air

(11)

IV-3 Tabel 4.1 Skema pelaksanaan penelitian

Pukul Kegiatan Alat ukur Tempat

06.30 Penyamaan debit input Gelas ukur 100 ml dan Stopwatch Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah

07.00

1. Input sampel Fe dan Mn 2. Input ph,

3. Input suhu,

4. Input oksigen terlarut 5. Debit input

1. Botol 1500 ml

2. Gelas ukur 300 ml dan pH meter 3. Gelas ukur 300 ml termometer air 4. Gelas ukur 300 ml DO meter 5. Gelas ukur 100 ml dan Stopwatch

1. BLKL/BTKL

2. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah 3. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah 4. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah 5. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah

08.00

1. Output sampel Fe dan Mn 2. Output ph,

3. Output suhu,

4. Output oksigen terlarut 5. Debit output

1. Botol 1500 ml

2. Gelas ukur 300 ml dan pH meter 3. Gelas ukur 300 ml termometer air 4. Gelas ukur 300 ml DO meter 5. Gelas ukur 100 ml dan Stopwatch

1. BLKL/BTKL

2. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah 3. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah 4. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah 5. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah

09.00

1. Output sampel Fe dan Mn 2. Output ph,

3. Output suhu,

4. Output oksigen terlarut 5. Debit output

1. Botol 1500 ml

2. Gelas ukur 300 ml dan pH meter 3. Gelas ukur 300 ml termometer air 4. Gelas ukur 300 ml DO meter 5. Gelas ukur 100 ml dan Stopwatch

1. BLKL/BTKL

2. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah 3. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah 4. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah 5. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah

10.00

1. Output sampel Fe dan Mn 2. Output ph,

3. Output suhu,

4. Output oksigen terlarut 5. Debit output

1. Botol 1500 ml

2. Gelas ukur 300 ml dan pH meter 3. Gelas ukur 300 ml termometer air 4. Gelas ukur 300 ml DO meter 5. Gelas ukur 100 ml dan Stopwatch

1. BLKL/BTKL

2. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah 3. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah 4. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah 5. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah

11.00

1. Output sampel Fe dan Mn 2. Output ph,

3. Output suhu,

4. Output oksigen terlarut 5. Debit output

1. Botol 1500 ml

2. Gelas ukur 300 ml dan pH meter 3. Gelas ukur 300 ml termometer air 4. Gelas ukur 300 ml DO meter 5. Gelas ukur 100 ml dan Stopwatch

1. BLKL/BTKL

2. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah 3. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah 4. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah 5. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah

12.00

1. Output sampel Fe dan Mn 2. Output ph,

3. Output suhu,

4. Output oksigen terlarut 5. Debit output

1. Botol 1500 ml

2. Gelas ukur 300 ml dan pH meter 3. Gelas ukur 300 ml termometer air 4. Gelas ukur 300 ml DO meter 5. Gelas ukur 100 ml dan Stopwatch

1. BLKL/BTKL

(12)

IV-4 4.2 Hasil Uji pH

Hasil pengukuran pH sebelum pengolahan pada percobaan pertama ialah 7,57 dan 7,47 pada percobaan kedua. Berdasarkan hasil penelitian nilai pH yang telah dilakukan terhadap air tangki sumur bor I Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah sesudah dilakukan pengolahan (sampel diambil setiap 1 jam dalam 5 jam) dengan menggunakan Alat 1 (aerasi 2 tingkat dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit), Alat 2 (aerasi 2 tingkat dengan kombinasi zeolit dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit), dan Alat 3 (saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit), dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 pH sesudah pengolahan pada Alat 1, Alat 2 dan Alat 3 Percobaan Pertama

Alat Pengukuran pH pada jam ke-

1 2 3 4 5

1 8,93 8,81 8,64 8,46 8,41

2 8,64 8,77 8,47 8,31 8,42

3 8,74 8,66 8,30 8,31 8,38

Percobaan Kedua

Alat Pengukuran pH pada jam ke-

1 2 3 4 5

1 8,26 8,38 8,33 8,28 8,26

2 8,28 8,35 8,27 8,30 8,21

3 8,18 8,05 8,05 8,10 8,10

(13)

IV-5 8,35, sesudah 3 jam pengolahan 8,27, sesudah 4 jam pengolahan 8,30, dan sesudah 5 jam pengolahan yaitu 8,21. Pada alat 3 sesudah 1 jam pengolahan yaitu 8,18, sesudah 2 jam pengolahan 8,05, sesudah 3 jam pengolahan 8,05, sesudah 4 jam pengolahan 8,10, dan sesudah 5 jam pengolahan yaitu 8,10.

Kusnaedi (2010) menyatakan bahwa derajat keasaman air minum harus netral, tidak boleh bersifat asam maupun basa. Hasil pemeriksaan pH pada Alat 1, Alat 2 dan Alat 3 selain pada dua jam awal pengujian pada percobaan pertama jika dibandingkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan air minum, dimana standar pH yang diperbolehkan berkisar antara 6,5 – 8,5, maka pH sampel air sebelum dan setelah penyaringan masih berada dalam standar baku mutu yang diperbolehkan. Grafik hasil uji pH dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Hasil uji pH

Pada Gambar 4.3 dilihat bahwa pH mengalami kenaikan yang tinggi pada 1 jam pertama kemudian mengalami penurunan secara bertahap pada jam-jam berikutnya. Peningkatan pH yang tinggi dikarenakan media yang digunakan terutama zeolit dan karbon aktif belum tercuci maksimal. Hal itu ditunjukkan oleh penurunan nilai pH secara bertahap setelah alat dijalankan.

Proses aerasi menyebabkan kenaikan pH pada air hasil aerasi. Proses aerasi akan menyebabkan mangan teroksidasi oleh oksigen. Mangan akan terikat dengan SO4- yang

6,5 7 7,5 8 8,5 9 9,5

Sebelum Pengolahan

1 jam 2 jam 3 jam 4 jam 5 jam

pH

(14)

IV-6 bersifat asam sehingga jika SO4- dihilangkan dengan menguapnya CaSO4 yang merupakan gas bersifat asam, maka pH larutan akan naik. Persamaan reaksi oksidasi mangan yaitu (Rahmawati, 2009):

2MnSO4 + 2Ca(HCO3) + O2 2MnO2 + 2CaSO4 + 2H2O + 4CO2

Linsley dkk (1985) mengatakan bahwa zeolit berfungsi menaikkan pH dan mengurangi kandungan besi (Fe). Sejalan dengan penelitian Rahayu dkk yang menguji pengaruh penambahan massa zeolit dengan peningkatan kadar pH dimana didapatkan hasil bahwa penambahan massa zeolit berpengaruh terhadap peningkatan pH. Kadar pH mengalami peningkatan dari 5,08 menjadi 6,64 dengan massa zeolit 600 gr.

Peningkatan nilai pH air juga dapat disebabkan adanya kation dalam karbon aktif yang terlarut dalam air (Jamilatun dan Setyawan, 2014). Pada penelitian Fatriani (2009) tentang pengaruh konsentrasi dan lama perendaman arang aktif tempurung kelapa menunjukkan bahwa konsentrasi dan lama perendaman berpengaruh nyata terhadap kenaikan pH. Nilai pH awal pada penelitian tersebut ialah 6,48 setelah arang aktif tempurung kelapa dimasukan terjadi kenaikan dan setiap konsentrasi mempunyai batas maksimum kenaikan pH air menurut waktu perendaman, pada konsentrasi 0,3 gram dapat meningkatakan pH air dari 6,48 menjadi rata-rata 6,64 pada konsentrasi arang aktif 0,6 gram kenaikan pH menjadi rata-rata 6,71 konsentrasi arang aktif 0,9 gram peningkatan pH menjadi rata-rata 6,74.

4.3 Hasil Uji Suhu

(15)

IV-7 bahwa suhu air pada alat 1 sesudah 1 jam pengolahan yaitu 26,6 °C, sesudah 2 jam pengolahan 27,3 °C, sesudah 3 jam pengolahan 28,1 °C, sesudah 4 jam pengolahan 28,2 °C, dan sesudah 5 jam pengolahan yaitu 28,8 °C. Pada alat 2 sesudah 1 jam pengolahan yaitu 26,9 °C, sesudah 2 jam pengolahan 27,6 °C, sesudah 3 jam pengolahan 28,6 °C, sesudah 4 jam pengolahan 28,2 °C, dan sesudah 5 jam pengolahan yaitu 28,8 °C. Pada alat 3 sesudah 1 jam pengolahan yaitu 26,6 °C, sesudah 2 jam pengolahan 27,5 °C, sesudah 3 jam pengolahan 28,4 °C, sesudah 4 jam pengolahan 2,87 °C, dan sesudah 5 jam pengolahan yaitu 29,0 °C.

Tabel 4.3 Suhu air sesudah pengolahan pada Alat 1, Alat 2 dan Alat 3 Percobaan Pertama

Alat Pengukuran Suhu (°C) pada jam ke-

1 2 3 4 5

1 27,6 27,5 27,7 27,7 26,8

2 27,3 27,9 27,8 27,9 26,7

3 27,5 28,0 28,0 28,1 27,0

Percobaan Kedua

Alat Pengukuran Suhu (°C) pada jam ke-

1 2 3 4 5

1 26,6 27,3 28,1 28,2 28,8

2 26,9 27,6 28,6 28,2 28,8

3 26,6 27,5 28,4 28,7 29,0

Menurut Kusnaedi (2010) air yang baik harus memiliki temperatur sama dengan temperatur udara (20-26°C). Berdasarkan hasil pemeriksaan suhu air baik sebelum mendapatkan perlakuan maupun setelah mendapatkan perlakuan dengan alat penyaring air selama 6 jam. Dari hasil pengukuran suhu tersebut diketahui bahwasanya alat penyaring air tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap suhu. Jika dibandingkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan air minum, dimana suhu yang diperbolehkan adalah 28 ± 3°C (25°C – 31°C), maka suhu air yang diperiksa tersebut masih diperbolehkan.

(16)

IV-8 Gambar 4.4 Hasil uji suhu

Dari grafik tersebut dapat dilihat pada percobaan pertama suhu stabil pada jam ke 2 sampai jam ke 4 dan mengalami penurunan pada jam ke 5. Hal ini disebabkan kondisi cuaca yang mendung dan kemudian hujan yang berpengaruh pada perubahan suhu air hasil penyaringan masing-masing alat. Suhu pada proses tiap alat selalu berubah-ubah. Suhu tersebut dipengaruhi oleh udara disekitar alat. Effendi (2003) mengatakan peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan metabolisme dan respirasi organisme air, dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Kebanyakan air mengandung bahan terlarut, tersuspensi, atau koloid. Selain terkontaminasi secara kimia dan biologis, air juga terkontaminasi secara fisik. Kontaminan fisik meliputi kekeruhan, warna, bau, rasa, padatan, dan suhu yang dapat berasal dari berbagai sumber (Suprihatin dan Suparno, 2013).

4.4 Hasil Uji Oksigen Terlarut

Pengukuran nilai oksigen terlarut sebelum pengolahan ialah 1,7 mg/l (pada percobaan pertama) dan 1,3 mg/l (pada percobaan kedua). Pada Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa oksigen terlarut pada percobaan pertama pada alat 1 sesudah 1 jam pengolahan yaitu 3,5 mg/l, sesudah 2 jam pengolahan 3,4 mg/l, sesudah 3 jam pengolahan 3,3 mg/l, sesudah 4 jam pengolahan 2,8 mg/l, dan sesudah 5 jam pengolahan yaitu 2,6 mg/l. Pada alat 2 sesudah 1 jam pengolahan yaitu 3,6 mg/l, sesudah 2 jam pengolahan 3,5 mg/l, sesudah 3

(17)

IV-9 jam pengolahan 3,2 mg/l, sesudah 4 jam pengolahan 2,8 mg/l, dan sesudah 5 jam pengolahan yaitu 2,3 mg/l. Pada alat 3 sesudah 1 jam pengolahan yaitu 3,5 mg/l, sesudah 2 jam pengolahan 3,3 mg/l, sesudah 3 jam pengolahan 2,9 mg/l, sesudah 4 jam pengolahan 2,5 mg/l, dan sesudah 5 jam pengolahan yaitu 2,1 mg/l. Pada percobaan kedua dapat diketahui bahwa oksigen terlarut pada alat 1 sesudah 1 jam pengolahan yaitu 4,2 mg/l, sesudah 2 jam pengolahan 3,2 mg/l, sesudah 3 jam pengolahan 2,6 mg/l, sesudah 4 jam pengolahan 2,0 mg/l, dan sesudah 5 jam pengolahan yaitu 1,6 mg/l. Pada alat 2 sesudah 1 jam pengolahan yaitu 4,6 mg/l, sesudah 2 jam pengolahan 3,4 mg/l, sesudah 3 jam pengolahan 2,2 mg/l, sesudah 4 jam pengolahan 2,5 mg/l, dan sesudah 5 jam pengolahan yaitu 1,7 mg/l. Pada alat 3 sesudah 1 jam pengolahan yaitu 4,5 mg/l, sesudah 2 jam pengolahan 3,1 mg/l, sesudah 3 jam pengolahan 2,6 mg/l, sesudah 4 jam pengolahan 1,9 mg/l, dan sesudah 5 jam pengolahan yaitu 1,4 mg/l.

Tabel 4.4 Oksigen terlarut sesudah pengolahan pada Alat 1, Alat 2 dan Alat 3 Percobaan Pertama

Alat Pengukuran Oksigen Terlarut (mg/L) pada jam ke-

1 2 3 4 5

1 3,5 3,4 3,3 2,8 2,6

2 3,6 3,5 3,2 2,8 2,3

3 3,5 3,3 2,9 2,5 2,1

Percobaan Kedua

Alat Pengukuran Oksigen Terlarut (mg/L) pada jam ke-

1 2 3 4 5

1 4,2 3,2 2,6 2 1,6

2 4,6 3,4 2,2 2,5 1,7

3 4,5 3,1 2,6 1,9 1,4

(18)

IV-10 Gambar 4.5 Hasil uji oksigen terlarut

Pada Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa nilai oksigen terlarut mengalami peningkatan yang drastis pada satu jam pertama kemudian turun secara bertahap. Naiknya suhu air akan sebanding dengan penurunan nilai oksigen terlarut. Joko (2010) mengatakan suhu air yang tinggi akan mengurangi jumlah oksigen terlarut dan dapat meningkatkan reaksi kimia di dalam air.

Peningkatan oksigen terlarut yang tinggi pada satu jam pertama disebabkan oleh proses aerasi dan kontak air dengan zeolit. Diketahui bahwa zeolit mampu meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air, khususnya elemen SiO2 dan Al2O3. Pada tahap ini, peningkatan kadar oksigen terlarut secara tidak langsung terjadi akibat pengikatan amoniak yang bersifat mereduksi. Sejalan dengan penelitian Silaban dkk (2012) mengatakan dalam hasil ujinya bahwa oksigen terlarut dari 6 mg/l yang ditambahnkan zeolit 600 gr dapat meningkatkan kadar oksigen terlarut hingga 6,4 mg/l kemudian turun secara bertahap sampai 6,2 mg/l.

Sumur Bor I pesantren Ar-Raudhatul Hasanah memiliki kedalaman ±200 meter. Kedalaman sumur bor tersebut berpengaruh pada rendahnya kandungan oksigen terlarut. Pada penelitian Naresh dan Sreenivasulu (2016) tentang kualitas air tanah di Telangana, India, didapatkan bahwa nilai kadar oksigen terlarut pada sampel air yang diambil dari berbagai sumur bor dengan jarak dan kedalaman yang berbeda yaitu pada

(19)

IV-11 kedalaman 150 meter ialah 3,2 mg/l. Pada sampel air yang diambil dari sumur bor dengan kedalaman 180 meter ialah 3,7 mg/l. Pada sampel air yang diambil dari sumur bor dengan kedalaman 170 meter ialah 5,1 mg/l. Pada sampel air yang diambil dari sumur bor dengan kedalaman 160 meter ialah 2,9 mg/l. Pada sampel air yang diambil dari sumur bor dengan kedalaman 145 meter ialah 3,3 mg/l. Pada sampel air yang diambil dari sumur bor dengan kedalaman 240 meter ialah 4,8 mg/l. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap air tanah memiliki kandungan oksigen terlarut yang berbeda dengan kedalaman tertentu dan diperngaruhi oleh struktur tanah itu sendiri.

4.5 Hasil Uji Kadar Besi (Fe)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap air tangki sumur bor I Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah sebelum dan sesudah dilakukan pengolahan (sampel diambil setiap 1 jam dalam 5 jam) dengan menggunakan Alat 1 (aerasi 2 tingkat dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit), Alat 2 (aerasi 2 tingkat dengan kombinasi zeolit dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit), dan Alat 3 (saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit), hasil uji kadar besi dapat dilihat pada tabel 4.5.

(20)

IV-12 Tabel 4.5 Persentase penurunan kadar Fe sebelum dan sesudah melewati alat penyaring air

No.

Alat Penyaring Air

Percobaan Pertama Percobaan Kedua

Kadar Fe (mg/l)

Air Minum Sebelum

(21)

IV-13 34,72 %. Sesudah dua jam penurunan sebesar 0,45 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,27 mg/l dan persentasi penurunan 37,50 %. Sesudah tiga jam penurunan sebesar 0,45 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,27 mg/l dan persentasi penurunan 37,50 %. Sesudah empat jam penurunan sebesar 0,45 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,27 mg/l dan persentasi penurunan 37,50 %. Sesudah lima jam penurunan sebesar 0,44 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,28 mg/l dan persentasi penurunan 38,89 %. Penurunan kadar Fe pada Alat 3(saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit) sesudah satu jam penurunan sebesar 0,46 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,26 mg/l dan persentasi penurunan 36,11 %. Sesudah dua jam penurunan sebesar 0,40 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,32 mg/l dan persentasi penurunan 44,44 %. Sesudah tiga jam penurunan sebesar 0,40 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,32 mg/l dan persentasi penurunan 44,44 %. Sesudah empat jam penurunan sebesar 0,40 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,32 mg/l dan persentasi penurunan 44,44 %. Sesudah lima jam penurunan sebesar 0,40 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,32 mg/l dan persentasi penurunan 44,44 %.

(22)

IV-14 kadar sebesar 0,07 mg/l dan persentasi penurunan 13,99 %. Penurunan kadar Fe pada Alat 3 (saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit) sesudah satu jam penurunan sebesar 0,42 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,08 mg/l dan persentasi penurunan 16,32 %. Sesudah dua penurunan jam sebesar 0,39 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,11 mg/l dan persentasi penurunan 21,67 %. Sesudah tiga jam penurunan sebesar 0,35 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,15 mg/l dan persentasi penurunan 30,77 %. Sesudah empat jam penurunan sebesar 0,33 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,17 mg/l dan persentasi penurunan 34,25 %. Sesudah lima jam penurunan sebesar 0,40 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,10 mg/l dan persentasi penurunan 20,09 %.

Penurunan Kadar Fe mengalami penurunan pada satu jam pertama dan berfluktuasi pada jam-jam berikutnya. Gambar 4.6 dibawah ini menunjukkan grafik efisiensi penurunan kadar Fe sesudah melewati alat penyaring air.

Gambar 4.6 Efisiensi penurunan kadar Fe sesudah melewati alat penyaring air Pada percobaan pertama kadar Fe sesudah melewati alat penyaring air lebih konstan jika dibandingkan dengan percobaan kedua. Hal ini dapat disebabkan jarak pelaksanaan percobaan pertama dengan percobaan kedua yang terlalu lama membuat alat terpengaruh oleh faktor luar. Pada jam kedua saat percobaan kedua penurunan kadar Fe membaik dikarenakan media telah tercuci kembali sejak alat dijalankan. Keefektifan masing-masing alat terlihat tidak terlalu berbeda dalam menurunkan kadar Fe.

(23)

IV-15 Penurunan kadar Fe paling tinggi terdapat pada alat 1 yang berhasil menurunkan kadar Fe dari 0,72 mg/l menjadi 0,38 mg/l dengan efisiensi sebesar 47,22%. Grafik penurunan kadar Fe dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7 Grafik penurunan kadar Fe 4.6 Hasil Uji Kadar Mangan (Mn)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap air tangki sumur bor I Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah sebelum dan sesudah dilakukan pengolahan (sampel diambil setiap 1 jam dalam 5 jam) dengan menggunakan Alat 1 (aerasi 2 tingkat dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit), Alat 2 (aerasi 2 tingkat dengan kombinasi zeolit dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit), dan Alat 3 (saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit), hasil uji kadar mangan dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Berdasarkan Tabel 4.6 diketahui bahwa terdapat penurunan kadar mangan (Mn) air sumur bor I. Penurunan kadar Mn pada percobaan pertama pada Alat 1(aerasi 2 tingkat dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit) sesudah satu jam penurunan sebesar 0,10 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,0 mg/l dan persentasi penurunan 0,0 %. Sesudah dua jam penurunan sebesar 0,0 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,10 mg/l dan persentasi penurunan 100 %. Sesudah tiga jam penurunan sebesar

(24)

IV-16 Tabel 4.6 Persentase penurunan kadar Mn sebelum dan sesudah melewati alat penyaring air

No.

Alat Penyaring

Air

Percobaan Pertama Percobaan Kedua

Kadar Mn (mg/l)

Air Minum Sebelum

(25)

IV-17 0,0 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,10 mg/l dan persentasi penurunan 100 %. Sesudah empat jam penurunan sebesar 0 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,10 mg/l dan persentasi penurunan 100 %. Sesudah lima jam penurunan sebesar 0,0 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,10 mg/l dan persentasi penurunan 100 %. Penurunan kadar Mn pada Alat 2 (aerasi 2 tingkat dengan kombinasi zeolit dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit) sesudah satu jam penurunan sebesar 0,0 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,10 mg/l dan persentasi penurunan 100 %. Sesudah dua jam penurunan sebesar 0,0 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,10 mg/l dan persentasi penurunan 100 %. Sesudah tiga jam penurunan sebesar 0,0 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,10 mg/l dan persentasi penurunan 100 %. Sesudah empat jam penurunan sebesar 0,10 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,0 mg/l dan persentasi penurunan 100 %. Sesudah lima jam penurunan sebesar 0,0 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,10 mg/l dan persentasi penurunan 100 %. Penurunan kadar Mn pada Alat 3 (saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit) sesudah satu jam penurunan sebesar 0,10 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,0 mg/l dan persentasi penurunan 0,0 %. Sesudah dua jam penurunan sebesar 0,0 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,10 mg/l dan persentasi penurunan 100 %. Sesudah tiga jam penurunan sebesar 0,10 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,0 mg/l dan persentasi penurunan 0,0 %. Sesudah empat jam penurunan sebesar 0,10 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,0 mg/l dan persentasi penurunan 0,0 %. Sesudah lima jam penurunan sebesar 0,0 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,10 mg/l dan persentasi penurunan 100 %.

(26)

IV-18 sebesar 0,00 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,07 mg/l dan persentasi penurunan 93,39 %. Sesudah dua jam penurunan sebesar 0,01 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,06 mg/l dan persentasi penurunan 83,85 %. Sesudah tiga jam penurunan sebesar 0,03 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,04 mg/l dan persentasi penurunan 55,51 %. Sesudah empat jam penurunan sebesar 0,04 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,03 mg/l dan persentasi penurunan 42,50 %. Sesudah lima jam penurunan sebesar 0,04 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,04 mg/l dan persentasi penurunan 48,85 %. Penurunan kadar Mn pada Alat 3(saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit) sesudah satu jam penurunan sebesar 0,02 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,05 mg/l dan persentasi penurunan 71,13 %. Sesudah dua jam penurunan sebesar 0,02 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,05 mg/l dan persentasi penurunan 63,89 %. Sesudah tiga jam penurunan sebesar 0,04 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,04 mg/l dan persentasi penurunan 51,10 %. Sesudah empat jam penurunan sebesar 0,04 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,03 mg/l dan persentasi penurunan 44,54 %. Sesudah lima jam penurunan sebesar 0,05 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,02 mg/l dan persentasi penurunan 32,96 %.

Gambar 4.8 menunjukkan grafik efisiensi penurunan kadar mangan (Mn) sesudah melewati alat penyaring air. Dari grafik tersebut dapat dilihat efisiensi penurunan Mn terbesar ialah 100% pada percobaan pertama dengan menggunakan semua alat dan 93,39% pada percobaan kedua yang menggunakan alat 2 yaitu aerasi 2 tingkat dengan kombinasi zeolit dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit.

(27)

IV-19 Penurunan kadar Mn baik dalam percobaan pertama maupun percobaan kedua dapat dikatakan baik dan efisien. Meskipun pada percobaan pertama terdapat lima hasil uji kadar Mn sesudah melewati alat penyaring yang belum berubah atau sama dengan kadar Mn sebelum penyaringan. Alat penyaring air lebih efisien dalam menurunkan kadar Mn bila dibangdingkan dengan penurunan kadar Fe. Grafik penurunan kadar Mn dapat dilihat pada Gambar 4.9.

Gambar 4.9 Grafik penurunan kadar Mn 4.7. Pembahasan Hasil Uji Kadar Besi (Fe) dan Mangan (Mn)

Kadar besi (Fe) sebelum penyaringan ialah 0,72 mg/l (percobaan pertama) dan 0,5084 mg/l (percobaan kedua). Hasil ini menunjukkan bahwa kadar Besi (Fe) tidak memenuhi baku mutu air minum (0,3 mg/l) bahkan baku mutu air bersih (0,5 mg/l) dalam Permenkes No.492/Menkes/Per/IV/2010. Sedangkan untuk kadar Mangan (Mn) sebelum penyaringan ialah 0,10 mg/l (percobaan pertama) dan 0,0830 mg/l (percobaan kedua). Hasil tersebut sudah berada di bawah baku mutu air minum dalam Permenkes No.492/Menkes/Per/IV/2010 yaitu 0,4 mg/l namun tetap dapat dilihat penurunan kadar Mn pada tiap-tiap alat sesudah pengolahan.

Dalam menurunkan kadar Fe dan Mn, zeolit lebih efektif dibandingkan dengan karbon aktif dan pasir. Sedangkan karbon aktif lebih efektif dibandingkan pasir. Hal ini menjadi pertimbangan peneliti dalam meletakkan susunan media dari bawah ke atas

(28)

IV-20 yaitu pasir, karbon aktif, dan zeolit. Sejalan dengan penelitian Handarbeni (2013) yang mengatakan keefektifan susunan media filter (dari atas ke bawah) pasir silika-zeolit-arang aktif sebesar 91,83%, zeolit-silika-zeolit-arang aktif-pasir silika sebesar 93,56% dan silika-zeolit-arang aktif-pasir silika-zeolit sebesar 92,29%.

Dari penelitian yang telah dilaksanakan ternyata alat 1, alat 2, dan alat 3 mampu menurunkan kadar Fe dan Mn pada air sumur bor I Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah meskipun penurunan kadar Fe dan Mn masih belum maksimal dan belum memenuhi baku mutu air minum. Penurunan kadar Fe dan Mn yang belum maksimal ini dapat disebabkan, oleh (1) rentang ukuran partikel zeolit yang terlalu besar yaitu ≤10 mm menyebabkan adanya perbedaan jumlah zeolit dan ukurannya pada tiap alat, (2) luas permukaan zeolit yang kecil dikarenakan ukuran zeolit yang masih besar sehingga daya adsorpsi zeolit rendah, (3) ketebalan tiap-tiap media yang belum memadai (4) pasir dan zeolit yang tidak diaktivasi terlebih dahulu (5) partikel Fe dan Mn masih bersifat larut dalam air sehingga tidak tertahan pada media.

Rahman dan Hartono (2004) mengatakan ada beberapa sebab mengapa efektivitas zeolit untuk menurunkan Fe masih rendah, yaitu (1) ukuran zeolit masih besar sehingga luas permukaanya kecil yang mengakibatkan daya adsorpsi zeolit masih rendah, (2) karena ukuran zeolit besar maka jumlah zeolit yang dapat dipakai dalam kolom hanya sedikit; artinya rasio zeolit terhadap air di dalam kolom menjadi kecil, (3) zeolit yang dipakai tidak diaktivasi terlebih dahulu, kecuali dicuci dengan akuades.

Keefektifan penuranan kadar Fe dan Mn lebih teruji dengan menggunakan zeolit yang sudah diaktivasi terlebih dahulu. Seperti pada penelitian Hardini dan Karnaningroem (2011) yang melakukan uji filter dengan menggunakan media mangan zeolit dan karbon aktif. Mangan zeolit ialah zeolit yang sudah diaktivasi terlebih dahulu.Diamater media karbon aktif ialah 1 mm dan mangan zeolit ialah 2 mm. Perbandingan media ialah 1:1 dengan ketebalan 40 cm dapat menurunkan kadar Fe dari 1 mg/l menjadi 0,024 mg/l atau dengan efisensi penyisihan sebesar 90,31% dan kadar Mn dari 1 mg/l menjadi 0,016 mg/l atau dengan efisensi penyisihan sebesar 97,62%.

(29)

IV-21 dipengaruhi oleh sifat serapan, suhu, pH, dan waktu kontak (Sembiring, 2003). Hardini dan Karnaningroem (2011) mengatakan dalam penelitiannya bahwa semakin tebal media karbon aktif dan zeolit maka efisiensi penyisihan semakin tinggi. Semakin lama waktu kontak maka semakin banyak kesempatan partikel karbon aktif untuk bersinggungan dengan logam besi yang terikat di dalam pori-pori karbon aktif (Asbahani, 2013).

Hal tersebut sejalan dengan penelitian Panigoro dkk (2015) yang telah menganalisis kadar Fe dan Mn pada air sumur setelah dilakukan proses penyaringan berdasarkan ketebalan pasir 40 cm dan karbon aktif 20 cm dengan efektifitas penyisihan kadar Fe sebesar 91,87% dan kadar Mn sebesar 96,21%. Serta pada ketebalan pasir 80 cm dan karbon aktif 40 cm dengan efektifitas penyisihan kadar Fe sebesar 98,12% dan kadar Mn sebesar 97,09%.

Semakin besar ketebalan pasir dan karbon aktif yang digunakan, maka semakin tinggi juga penurunan kadar Fe dan Mn yang terjadi selama air mengalir melewati pori-pori media penyaring. Tetapi penurunannya tidak beraturan atau tidak sama setiap sampelnya bisa saja dipengaruhi oleh faktor luar (Panigoro dkk, 2015). Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas saringan pasir antara lain (Kusnoputranto, 1994) :

1. Jenis Pasir

Pasir yang baik adalah pasir yang banyak mengandung SiO2 dan sebelum pemakaian, pasir harus dicuci terlebih dahulu untuk menghindari adanya kotoran yang dapat menurunkan kualitas air dalam pasir.

2. Diameter Pasir

(30)

IV-22 3. Ketebalan Pasir

Ketebalan pasir harus cukup untuk menghilangkan bakteri dan untuk menjamin kecepatan rata-rata penyaringan. Semakin tebal lapisan pasir, maka luas permukaan partikel-partikel semakin besar dan jarak yang harus ditempuh oleh permukaan air semakin panjang sehingga air yang dihasilkan akan semakin baik kualitasnya.

4. Lama Penahanan Media

Bila proses penyaringan sudah tidak lancar atau buntu maka pasir harus dicuci kembali.

5. Penambahan Oksidator KMnO4 (Pengaktifan Pasir)

Adanya bahan-bahan terlarut dalam air, erat hubungannya dengan terjadinya perubahan fisik air, terutama dengan timbulnya warna, bau dan rasa, dan kekeruhan yang tidak diinginkan. KMnO4 digunakan sebagai oksidator untuk mengoksidasi zat-zat terlarut tersebut yang diantaranya adalah Fe dalam bentuk Fe ataupun Fe+2 /Fe +3.

Munthe (2013) mengatakan ada beberapa hal yang mempengaruhi kelarutan Fe dalam air, yaitu:

1. Kedalaman

Air hujan yang turun jatuh ke tanah dan mengalami infiltrasi masuk ke dalam tanah yang mengandung FeO akan bereaksi dengan H2O dan CO2 dalam tanah dan membentuk Fe(HCO3)2 Semakin dalam air yang meresap kSie dalam tanah maka semakin tinggi juga kelarutan besi karbonat dalam air tersebut.

2. pH

Apabila pH air rendah, maka akan mengakibatkan terjadinya proses korosif sehingga mengakibatkan larutnya besi dan logam lainnya dalam air. pH yang rendah, yaitu kurang dari 7 dapat melarutkan logam.

3. Suhu

Tempratur yang tinggi mengakibatkan menurunnya kadar oksigen dalam air, naiknya tempratur ini juga dapat menguraikan derajat kelarutan mineral seperti Fe, sehingga kelarutan Fe pada air tinggi.

4. Bakteri Besi

(31)

IV-23 5. CO2 Agresif

CO2 agresif dalam air menyebabkan terjadinya proses korosi sehingga berakibat kerusakan pada logam. Selain membentuk FeCO3 sebagai hasil reaksi antara Fe dan H

2CO3, selanjutnya FeCO3 bereaksi dengan air dan gas oksigen menghasilkan zat 2FeOH dan 2H2CO3 dimana H2CO3 tersebut akan menyerang logam kembali sehingga proses pengerusakan logam akan berjalan secara terus menerus.

Pada alat 1 dan alat 2 terjadi proses aerasi sebelum air melewati media. Waktu kontak air dengan udara diperlukan untuk keefektifan proses aerasi tersebut. Dengan menggunakan Persamaan 2.3 waktu kontak aerasi pada alat 1 dan alat 2 ialah :

t =�2H/g

t =2 x 0,2 m

9,81 m

det2

t = 0,2 detik Dimana,

T = Waktu kontak

H = Jarak jatuh air, 20 cm = 0,02 m G = gaya gravitasi, 9,81 m/det2

(32)

IV-24 jarak antar tray 70 cm, waktu kontak antar tray ialah 0,38 detik. Efisiensi penurunan Fe sebesar 46,57% dan Mn sebesar 72,49%.

Air yang jatuh dari kran input baik menuju wadah aerasi maupun wadah media mengalami kontak langsung dengan udara. Kontak air dengan udara menyebabkan terjadinya perpindahan oksigen dari udara ke dalam air. Perpindahan oksigen dari dalam udara didapatkan dengan Persamaan 2.1, 2.2, dan 2.4 sebagai berikut :

Pada percobaan pertama,

Cs = 475

(33,3 + 27,4)

Cs = 7,82 mg/l Cs = Kejenuhan dengan oksigen (mg/Liter) T = Suhu air (27,4 °C)

Alat1,

(KLa)T = ln(Cs−C1)−ln (Cs−C2)

t2−t1 x1,024

T−20

(KLa)27,4 = ln(7,82−1,7)−ln (7,82−2,6)

5−0 x1,024

27,4−20

(Kla)27,4 = 0,036/jam = 1x10-5 detik Transfer oksigen dari kran input ke wadah aerasi pertama

C = Cs−{(Cs−Co) x e−KLaxt}

C = 7,82−{(7,82−0) x e−0,00001x0,2}

C = 1,6 x 10-5 mg/l

Transfer oksigen dari wadah aerasi pertama ke wadah aerasi kedua C = Cs−{(Cs−Co) x e−KLaxt}

(33)

IV-25 C = 3,2 x 10-5mg/l

Transfer oksigen dari wadah aerasi kedua ke wadah media C = Cs−{(Cs−Co) x e−KLaxt}

C = 7,82−{(7,82−0,000032) x e−0,00001x0,2}

C = 4,8 x 10-5mg/l Alat 2,

(KLa)T = ln(Cs−C1)−ln (Cs−C2)

t2−t1 x1,024

T−20

(KLa)27,4 = ln(7,82−1,7)−ln (7,82−2,3)

5−0 x1,024

27,4−20

(Kla)27,4 = 0,024/jam = 6,6x10-6 = 0,000066/detik Transfer oksigen dari kran input ke wadah aerasi pertama

C = Cs−{(Cs−Co) x e−KLaxt}

C = 7,82−{(7,82−0) x e−0,0000066x0,2}

C = 1 x 10-5 mg/l

Transfer oksigen dari wadah aerasi pertama ke wadah aerasi kedua C = Cs−{(Cs−Co) x e−KLaxt}

C = 7,82−{(7,82−0,00001) x e−0,0000066x0,2}

C = 2 x 10-5 mg/l Transfer oksigen dari wadah aerasi kedua ke wadah media

C = Cs−{(Cs−Co) x e−KLaxt}

C = 7,82−{(7,82−0,00002) x e−0,0000066x0,2}

(34)

IV-26 Alat 3,

(KLa)T = ln(Cs−C1)−ln (Cs−C2)

t2−t1 x1,024

T−20

(KLa)27,4 = ln(7,82−1,7)−ln (7,82−2,1)

5−0 x1,024

27,4−20

(Kla)27,4 = 0,016/jam = 4,4x10-6 = 0,000044/detik Transfer oksigen dari kran input ke wadah media

C = Cs−{(Cs−Co) x e−KLaxt}

C = 7,82−{(7,82−0) x e−0,0000044x0,2}

C = 6,9 x 10-6 mg/l Pada percobaan kedua,

Cs = 475

(33,3 + 27,2)

Cs = 7,86 mg/l Cs = Kejenuhan dengan oksigen (mg/Liter) T = Suhu air (27,2°C)

Alat1,

(KLa)T = ln(Cs−C1)−ln (Cs−C2)

t2−t1 x1,024

T−20

(KLa)27,4 = ln(7,86−1,3)−ln (7,86−1,6)

5−0 x1,024

27,4−20

(Kla)27,2 = 0,011/jam = 3,055x10-6 = 0,000003055/detik Transfer oksigen dari kran input ke wadah aerasi pertama

C = Cs−{(Cs−Co) x e−KLaxt}

(35)

IV-27 C = 6,9 x 10-6 mg/l

Transfer oksigen dari wadah aerasi pertama ke wadah aerasi kedua C = Cs−{(Cs−Co) x e−KLaxt}

C = 7,86−{(7,86−0,0000069) x e−0,00001x0,2}

C = 1,4 x 10-5mg/l Transfer oksigen dari wadah aerasi kedua ke wadah media

C = Cs−{(Cs−Co) x e−KLaxt}

C = 7,86−{(7,86−0,000014) x e−0,00001x0,2}

C = 2,1 x 10-5mg/l Alat 2,

(KLa)T = ln(Cs−C1)−ln (Cs−C2)

t2−t1 x1,024

T−20

(KLa)27,4 = ln(7,86−1,3)−ln (7,86−1,7)

5−0 x1,024

27,4−20

(Kla)27,2 = 0,015/jam = 4,166x10-6 = 0,000004166/detik Transfer oksigen dari kran input ke wadah aerasi pertama

C = Cs−{(Cs−Co) x e−KLaxt}

C = 7,86−{(7,86−0) x e−0,000004166x0,2}

C = 6,5 x 10-6 mg/l

Transfer oksigen dari wadah aerasi pertama ke wadah aerasi kedua C = Cs−{(Cs−Co) x e−KLaxt}

C = 7,86−{(7,86−0,0000069) x e−0,00001x0,2}

(36)

IV-28 Transfer oksigen dari wadah aerasi kedua ke wadah media

C = Cs−{(Cs−Co) x e−KLaxt}

C = 7,86−{(7,86−0,000013) x e−0,00001x0,2}

C = 1,9 x 10-5mg/l Alat 3,

(KLa)T = ln(Cs−C1)−ln (Cs−C2)

t2−t1 x1,024

T−20

(KLa)27,4 = ln(7,86−1,3)−ln (7,86−1,4)

5−0 x1,024

27,4−20

(Kla)27,2 = 0,004/jam = 1,1 x 10-6 = 0,0000011/detik Transfer oksigen dari kran input ke wadah media

C = Cs−{(Cs−Co) x e−KLaxt}

C = 7,86−{(7,86−0) x e−0,0000011x0,2}

C = 1,7 x 10-6 mg/l

(37)

IV-29 penambahan zeolit dan karbon aktif untuk menurunkan kadar Fe air sumur gali. Aerasi dengan penambahan media kontak zeolit memiliki rata-rata efisiensi sebesar 93,93%. Aerasi dengan penambahan media kontak karbon aktif memiliki rata-rata efisiensi sebesar 91,70%.

Dalam proses aerasi terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perpindahan oksigen, diantaranya sebagai berikut (Benefield, 1980):

1. Suhu

Koefisien transfer gas (KLa) meningkat seiring dengan kenaikan suhu, karena suhu dalam air akan mempengaruhi tingkat difusi, tegangan permukaan dan kekentalan air. Kemampuan difusi oksigen meningkat dengan peningkatan suhu, sedang tegangan permukaan dan kekentalan menurun seiring dengan kenaikan suhu.

2. Kejenuhan Oksigen

Konsentrasi jenuh oksigen (Cs) dalam air tergantung pada suhu dan tekanan parsial oksigen yang berkontak dengan air.

3. Karateristik Air

Dalam praktik ada perbedaan nilai KLa untuk air bersih dengan KLa air limbah yang mengandung materi tersuspensi, surfaktan (deterjen) dalam larutan dan perbedan temperatur. Faktor-faktor ini juga mempengaruhi nilai Cs.

4. Turbulensi Air

Turbulensi akan menurunkan derajat tahanan liquid – film, laju perpindahan masa oksigen karena terjadi percepatan laju pergantian permukaan bidang kontak, yang berakibat pada defisit oksigen tetap terjaga konstan, serta akan meningkatkan nilai koefisien perpindahan oksigen (KLa).

4.8. Perhitungan Debit dan Jumlah Unit

(38)

IV-30 dkk (2016) yang telah melakukan penelitian untuk mengetahui umur pemakaian zeolit dan karbon aktif. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa batas umur pemakaian zeolit alam dan karbon aktif maksimal dalam alat pengolah air sumur sistem adsorpsi adalah sebulan. Jika media sudah jenuh dapat dilakukan pencucian dengan sitem backwash.

Jika model alat dengan disain ini (diameter 10 cm, tinggi 70 cm) diasumsikan dapat memenuhi kebutuhan santri dan santriwati yang berjumlah 3500 orang dengan kebutuhan setiap orang 100 liter/orang-hari maka dibutuhkan sekitar 1.013 unit alat untuk memenuhi kebutuhan air sebesar 350.000 liter/hari. Sedangkan untuk biaya bahan alat dan media yang digunakan, satu alat membutuhkan biaya total ± Rp. 150.000,00.

Kebutuhan unit yang terlalu banyak disebabkan desain dan debit alat yang terlalu kecil. Jumlah unit alat dapat diperkecil dengan peningkatan debit input yang akan sebanding dengan output. Jika debit disesuaikan dengan debit maksimum kondisi lapangan debit dapat dinaikkan menjadi 35 liter/menit sehingga akan memperkecil jumlah kebutuhan unit alat. Alat yang dibutuhkan menjadi hanya 7 unit alat saja. Kenaikan debit tersebut haruslah disesuaikan dengan pembesaran desain alat. Diperlukan alat dengan volume sekitar 160 liter untuk menampung debit 35 liter/menit. Namun, debit yang terlalu besar tersebut haruslah dipencarkan, bisa dengan menggunkan piringan, sehingga air yang masuk ke dalam alat tidak merusak media. Penggunaan wadah dengan kapasitas yang lebih besar memerlukan lebih banyak media meskipun dengan ketebalan yang sama. Pencucian (backwash) bisa dilakukan sekali dalam sebulan untuk menjaga ketahanan dan efektifitas alat.

4.9. Analisa Statistik

4.9.1. Analisa Statistik untuk Kadar Besi (Fe)

(39)

IV-31 (0.028) < 0.05, artinya Ho ditolak. Sehingga menunjukkan bahwa ada perbedaan kadar Fe pada alat 1, alat 2 dan alat 3.

Uji Post Hoc merupakan salah satu teknik uji statistik yang digunakan untuk melihat perbandingan rata-rata pasangan alat yang berbeda secara signifikan. Dalam uji ini digunakan hipotesis yaitu Ho: perbandingan rata-rata penurunan kadar Fe antar kombinasi alat tidak berbeda nyata, sedangkan Ha: perbandingan rata-rata penurunan kadar Fe antar kombinasi alat berbeda nyata dan dengan tingkat kepercayaan ꭤ = 0,05. Jika nilai P (x) > 0,05, maka Ho diterima sedangkan jika P (x) < 0,05, maka Ho ditolak. Hasil Uji Post Hoc menunjukkan bahwa rerata kadar Fe pada perbandingan alat 1 dengan alat 2 nilai P (0.103) > 0.05 artinya Ho diterima sehingga menyimpulkan tidak ada perbedaan kadar Fe. Perbandingan alat 1 dengan alat 3 nilai P (0.532) > 0.05 artinya Ho diterima sehingga menyimpulkan tidak ada perbedaan kadar Fe. Perbandingan alat 2 dengan alat 3 nilai P (0.028) < 0.05 artinya Ho ditolak sehingga menyimpulkan ada perbedaan kadar Fe.

Uji Wilcoxon digunakan untuk menganalisis hasil uji dari masing-masing alat terhadap kadar Fe sebelum dan sesudah dilakukan penyaringan. Hipotesis yang digunakan yaitu Ho: Tidak ada perbedaan penurunan kadar Fe sebelum dan sesudah menggunakan alat penyaring air, sedangkan Ha : Ada perbedaan penurunan kadar Fe sebelum dan sesudah menggunakan alat penyaring air dan dengan tingkat kepercayaan ꭤ = 0,05. Jika nilai P (x) > 0,05, maka Ho diterima sedangkan jika P (x) < 0,05, maka Ho ditolak. Hasil Uji Wilcoxon pada alat 1 menunjukkan bahwa nilai x = 0,005. KarenaP (0.005) < 0.05, artinya Ho ditolak. Sehingga menunjukkan bahwa ada perbedaan kadar Fe sebelum dan sesudah melewati alat 1. Pada alat 2 menunjukkan bahwa nilai x = 0,005. Karena P (0.005) < 0.05, artinya Ho ditolak. Sehingga menunjukkan bahwa ada perbedaan kadar Fe sebelum dan sesudah melewati alat 2. Pada alat 3 menunjukkan bahwa nilai x = 0,005. KarenaP (0.005) < 0.05, artinya Ho ditolak. Sehingga menunjukkan bahwa ada perbedaan kadar Fe sebelum dan sesudah melewati alat 3. 4.9.2. Analisa Statistik untuk Kadar Mangan (Mn)

(40)

IV-32 terdapat perbedaan yang signifikan dari kadar Mn berdasarkan ketiga alat dan dengan tingkat kepercayaan ꭤ = 0,05. Jika nilai P (x) > 0,05, maka Ho diterima sedangkan jika P (x) < 0,05, maka Ho ditolak. Berdasarkan data hasil penelitian kadar besi (Fe) yang selanjutnya dianalisis secara statistik, menunjukkan bahwa nilai x = 0,146. KarenaP (0.146) > 0.05, artinya Ho diterima. Sehingga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kadar Mn pada alat 1, alat 2 dan alat 3.

Uji Post Hoc merupakan salah satu teknik uji statistik yang digunakan untuk melihat perbandingan rata-rata pasangan alat yang berbeda secara signifikan. Dalam uji ini digunakan hipotesis yaitu Ho: perbandingan rata-rata penurunan kadar Mn antar kombinasi alat tidak berbeda nyata, sedangkan Ha: perbandingan rata-rata penurunan kadar Mn antar kombinasi alat berbeda nyata dan dengan tingkat kepercayaan ꭤ = 0,05. Jika nilai P (x) > 0,05, maka Ho diterima sedangkan jika P (x) < 0,05, maka Ho ditolak. Hasil Uji Post Hoc menunjukkan bahwa rerata kadar Mn pada perbandingan alat 1 dengan alat 2 nilai P (0.077) > 0.05 artinya Ho diterima sehingga menyimpulkan tidak ada perbedaan kadar Mn. Perbandingan alat 1 dengan alat 3 nilai P (0.135) > 0.05 artinya Ho diterima sehingga menyimpulkan tidak ada perbedaan kadar Mn. Perbandingan alat 2 dengan alat 3 nilai P (0.769) > 0.05 artinya Ho diterima sehingga menyimpulkan tidak ada perbedaan kadar Mn.

(41)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Alat penyaring air yang menggunakan media pasir, karbon aktif dan zeolit dengan kombinasi aerasi bertingkat masih belum maksimal dalam menurunkan kadar Fe dan Mn, sehingga menghasilkan air yang belum memenuhi persyaratan kualitas air minum dalam Permenkes No.492/Menkes/Per/IV/2010. Penurunan kadar Fe yang paling baik ialah menggunakan alat 1 yaitu aerasi 2 tingkat dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit dengan efisiensi penurunan sebesar 47,22%. Sedangkan penurunan kadar Mn yang paling baik terdapat pada setiap alat dengan efisiensi penurunan sebesar 100,00%.

2. Tidak ada perbedaan yang nyata antara alat 1 (aerasi 2 tingkat dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit) dengan alat 3 (saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit) dalam menurunkan kadar Fe (P = 0,532). Ada perbedaan yang nyata antara alat 2 (aerasi 2 tingkat dengan kombinasi zeolit dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit) dengan alat 3 (saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit) dalam menurunkan kadar Fe (P = 0,028).

3. Tidak ada perbedaan yang nyata antara alat 1 (aerasi 2 tingkat dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit) dengan alat 3 (saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit) dalam menurunkan kadar Mn (P = 0,135). Tidak ada perbedaan yang nyata antara alat 2 (aerasi 2 tingkat dengan kombinasi zeolit dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit) dengan alat 3 (saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit) dalam menurunkan kadar Mn (P = 0,769).

4. Ada perbedaan penurunan kadar Fe dan Mn sebelum dan sesudah melewati alat 1 (aerasi 2 tingkat dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit), alat 2 (aerasi 2 tingkat dengan kombinasi zeolit dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit), dan alat 3 (saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit).

(42)

V-2 5.2 Saran

Adapun saran dari penelitian ini adalah:

1. Perlu dilakukan penambahan tingkatan aerasi dan ketebalan media untuk meningkatkan efektivitas penurunan kadar Fe dan Mn.

2. Perlu dilakukan penelitian untuk membandingkan efektivitas masing masing media pasir, karbon aktif dan zeolit berdasarkan ketebalan dan ukuran partikel terhadap parameter Fe, Mn, pH, oksigen terlarut, suhu dan parameter lainnya.

3. Perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan variasi kombinasi media lainnya. 4. Perlu dilakukan penelitian dengan variasi sampel air untuk melihat titik jenuh

penggunaan media terhadap sampel.

Gambar

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
Gambar 3.2 Media kerikil, pasir, karbon aktif dan zeolit
Gambar 3.2 Desain Alat Dengan Variasi Kombinasi Aerasi Bertingkat
Gambar 4.1 Lokasi dan alat penyaring air
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lampiran 3.2 Format Halaman Pengesahan Penelitian Penguatan Mutu Program Studi yang Diunduh di SIMLIT. HALAMAN PENGESAHAN PENELITIAN PENGUATAN MUTU

dan pedagang besar yang akan memproses gabah menjadi beras dan menjualnya ke konsumen. Oleh karena itu, untuk membantu petani mendapatkan harga yang lebih layak perlu

Normal Parameters a,b Mean ,0000000 Std..

hari ini mengumumkan kebijakan tarif dasar yang baru untuk seluruh layanannya, dimana hampir semua layanan Indosat mengalami penurunan cukup signifikan hingga 73%, baik

Please note these grades may change following results enquiries... Please note these grades may change following

Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang baru, maka tugas ataupun kegiatan yang dilaksanakan semakin luas disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi ilmu komunikasi terutama konsentrasi studi periklanan yang berkaitan dengan peran persepsi audiens mengenai

Jackie Chan, aktor laga dari China yang terkenal karena aksi-aksinya yang atraktif..