• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA AGRESIVITAS SAAT BERTANDING PADA ATLET SEPAKBOLA PEKAN OLAHRAGA PELAJAR DAERAH (POPDA) KAB SUMENEP | Whinata Kardiyanto | Jurnal Phederal Penjas 6279 13371 1 SM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA AGRESIVITAS SAAT BERTANDING PADA ATLET SEPAKBOLA PEKAN OLAHRAGA PELAJAR DAERAH (POPDA) KAB SUMENEP | Whinata Kardiyanto | Jurnal Phederal Penjas 6279 13371 1 SM"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA AGRESIVITAS SAAT BERTANDING PADA ATLET SEPAKBOLA PEKAN OLAHRAGA PELAJAR DAERAH

(POPDA) KAB SUMENEP

Deddy Whinata Kardiyanto

Universitas Sebelas maret

Abstract

This study aimed to determine the occurrence Causes Aggressiveness At Football Athletes Compete In Regional Sports Week (POPDA) Kab Sumenep. This study used a qualitative methodology with a phenomenological approach. The data collected by using observation and semi-structured interviews. Determination of research subjects by using purposive sampling with a reference from your observation. Researchers took four of the 17 athletes that competed POPDA football as a primary Subject and two as secondary subjects, which includes the coach and one player. Data analyzed using an interactive model data reduction, the data display, and verification of conclusions by Miles andHuberman. The results indicate that the factors that caused the aggressiveness of the athletes POPDA Kab Sumenep is the referee's leadership, endangering any bodily contact that makes the aggressiveness of football athletes POPDA uncontrolled Kab Sumenep, any negative utterances spoken by the opponent, and the presence of other aggressive that wish to injure an opponent.

Keywords: Aggressiveness At Compete, Athletes Football, Aggressiveness In Athlete

PENDAHULUAN

Sepakbola merupakan cabang

olahraga paling populer dan paling

digemari di seluruh dunia.Pernyataan

tersebut dapat dibuktikan dengan

beberapa survey yang dilakukan di

beberapa negara di dunia.Berdasarkan

hasil survei yang dilakukan oleh

Fédération Internationale de Football

Association (FIFA) pada tahun

2001(situs most- popular.net, 2006),

menyatakan bahwa sepakbola adalah

olahraga paling populer dimainkan.

Survey ini menunjukkan bahwa lebih

dari 240 juta orang memainkan olahraga

sepak bola yang lebih dari

penggemarnya dibandingkan dengan

olahraga yang lainnya. Indonesia

mempunyai induk organisasi sepakbola

200 negara di hampir setiap

bagian dari dunia. Tidak hanya sampai

disitu saja, pada tahun 2008 diajang

olimpiade yang diadakan di London,

penonton yang menyaksikan

pertandingan sepak bola mencapai 2,13

juta.(www.yahoosportindonesia.com,

2008).

Di Indonesia olahraga sepak bola

merupakan olahraga paling populer

dimasyarakat.Hal ini terlihat dari

penuhnya tribun penonton saat ada

pertandingan resmi(situs

www.yahoosportindonesia.com

Sebelum para atlet berkompetisi

pada Divisi 2, Divisi 1, Divisi Utama,

(2)

resmi yang sudah terkenal di semua

kalangan, yaitu Persatuan Sepak bola

Seluruh Indonesia (PSSI) yang memiliki

wewenang untuk menyelenggarakan liga

atau kompetisi, kompetisi ini dibagi

menjadi beberapa tahap, mulai dari

Divisi 2, Divisi 1, Divisi Utama, dan

Super Liga.

2, Divisi 1, Divisi Utama, dan Super

Liga. Divisi 2 adalah kompetisi yang

levelnya lebih rendah daripada Divisi 1,

Divisi Utama dan Super Liga. Setelah

Divisi 2, 2 klub yang menempati

peringkat pertama dan kedua akan naik

ke Divisi 1, menggantikan 2 klub Divisi

1 yang berada pada posisi paling bawah,

dan untuk 2 klub divisi 1 akan naik

menggantikan posisi 2 klub terbawah

yang ada pada Divisi Utama. Pada

Divisi Utama ini sama halnya dengan

klub yang ada pada divisi-divisi

sebelumnya, yaitu 2 klub terbawah

akan turun ke Divisi 1 dan 2 klub naik

tingkat ke level Super Liga. Pada Super

Liga ini ada yang berbeda pada 2 klub

yang berada pada klub yang teratas, 2

klub ini akan mewaliki Indonesia pada

kompetisi di benua Asia.

(www.pssi.org.id).

Tindakan agresif para pemain sepak

bola dikejuaraan saat bertanding juga

bukan hal yang asing lagi. Menurut

Sudibyo(Risna.2009) pemain yang

agresif sangat diperlukan untuk dapat

memenangkan pertandingan seperti

dalam sepak bola, tinju dan sebagainya,

mengikuti kompetisi atau turnamen

antar Sekolah Sepak Bola (SSB). SSB

ini biasanya dimulai pada usia 7

tahun, setelah itu pemain yang

berprestasi akan terpantau dan

mengikuti seleksi untuk tingkatan

kompetisi yang lebih luas, yaitu Pekan

Olahraga Pelajar Daerah (POPDA) pada

usia dibawah 17 tahun, dan Pekan

Olahraga Provinsi (PORPROV) pada

usia dibawah 21 tahun. Pada turnamen

dengan pengelompokkan usia ini

dinaungi oleh Pengurus Cabang

(Pengcab) PSSI pada daerahnya

sendiri-sendiri dan dicatat pada situs resmi

Pengcab PSSI daerah setempat.

Para atlet muda dari SSB

berprestasi mampu menunjukkan

bakatnya pada beberapa even yang

diselenggarakan oleh PSSI dengan

tingkatan-tingkatan yang berbeda.

Tingkat Daerah, yaitu tirta dharma,

POPDA (Pekan Olahraga Pelajar

Daerah), PORPROV (Pekan Olahraga

Provinsi). Untuk tingkat nasional

(negara), PON (Pekan Olahraga

Nasional), liga remaja U-17.Sedangkan

tingkat internasional adalah Danone

Nation Cup, AFF Cup, dan Piala Dunia.

Ketiga tindakan tersebut sudah

menjurus pada tindakan

untukmencelakai orang lain.

Berdasarkan hasil wawancara oleh

peneliti (Grange dan Kerr, 2010), para

pemain tersebutmengaku pernah

(3)

tetapi sifat dan sikap agresif apabila tidak

terkendali dapat menjurus pada tindakan

berbahaya, melukai lawan, melanggar

peraturan dan mengabaikan sportivitas.

Grange & Kerr (2010) melakukan kajian

kualitatif secara mendalam

terhadapdelapan orang pemain Liga

Sepakbola Australia yang mendapat

label sebagaipemain yang paling

agresif. Melalui metode wawancara

dengan para pemaintersebut terungkap

bahwa tindakan agresif dilakukan dengan

tingkatan-tingkatan tertentu.

Menurut Grange dan Kerr

(2010), tindakan agresif tersebut

digolongkan menjadi empattingkatan,

yaitu play, power, anger dan thrill.Play

aggression adalah jenis agresifyang

bertujuan untuk sesuatu yang ada

hubungannya dengan permainan

danmerupakan tindakan yang masih

diperbolehkan oleh peraturan

pertandingan.Power, anger dan thrill

merupakan tindakan agresif yang sudah

tidak lagidiperbolehkan oleh peraturan.

Guilbert (2008) melakukan

penelitian terhadap 420 orang atlet

yangmelibatkan sembilan cabang

olahraga yang terbagi menjadi olahraga

beregu danolahraga individu.Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa

olahraga beregu dipersepsikan oleh para

atletnya mempunyai tingkat kekerasan

yang lebih tinggi.Lebih jauh,olahraga

beregu yang membolehkan kontak fisik

menempati urutan teratastingkat

dalam pertandingan. Lebih lanjut,

tindakan agresivitas dapat

mengakibatkan kerugian untuk dirinya

sendiri dan lawan tandingnya yang

menjadi objek dari tindakan agresif

tersebut. Sudah banyakpenelitian

tentang agresivitas dalam dunia

olahraga yang sudah dilakukan, baik

didalam maupun diluar negeri.

Penelitian yang dilakukan oleh

Lemieux, McKelvie & Stout

(2002)membandingkan antara

mahasiswa atlet dan mahasiswa bukan

atlet dalam hal kecenderungan tindakan

agresif.Penelitian itu menunjukkan

bahwa mahasiswa atlet ternyata

mempunyai kecenderungan

perilakuagresif yang lebih besar

dibandingkan dengan mahasiswa bukan

atlet.Halini juga menjadi indikasi bahwa

aktivitas olahraga rentan terhadap

munculnyatindakan agresif.Terutama

untuk jenis olahraga

yangmemperbolehkan kontak tubuh

secara langsung dengan lawan serta

olahragayang bersifat beregu.

stereotip karena remaja tidak

selalu dalam kondisi “badai dan stres”.

Meskipun demikian tidak dapat

disangkal bahwa masa remaja awal

merupakan suatu masa dimana

fluktuasi emosi (naik dan turun)

berlangsung lebih sering.

Gejolak emosi pada atlet remaja

akan berdampak pada tindakan mereka

(4)

kekerasan yang dipersepsikan oleh para

atlet. Bentuk kekerasan dari

cabangolahraga beregu dan kontak fisik,

seperti sepakbola dan bola basket,

menghasilkan bentuk kekerasan yang

juga dipersepsikan jauhlebih berat

dibandingkan dengan cabang yang lain.

Tindakan agresivitas bisa muncul

dari diri para atlet baik atlet dewasa

maupun atlet remaja. Mashhoodi,

Mokhtari dan Tajik (2013) melakukan

penelitian tentang perbedaan agresivitas

antara atlet remaja dengan atlet

dewasa. Hasil dari penelitian Mashoodi

dan kawan-kawan menunjukkan

bahwa atlet remaja lebih agresif

dibandingkan dengan atlet dewasa. Hall

(Santrock, 2007) menyebutkan bahwa

masa remaja dianggap sebagai masa

badai emosional. Dalam bentuknya yang

ekstrem, pandangan ini terlalu bersikap

KAJIAN PUSTAKA A. Definisi Agresivitas

Menurut Berkowirz (Sukadiyanto.

2005) pengertian agresifitas sebagai

segala bentuk perilaku yang

dimaksudkan untuk menyakiti seseorang

baik secara fisik maupun psikis.

Baron dalam Gill (Sukadiyanto.

2005) mendefinisikan agresifitas adalah

bentuk perilaku yang diarahkanuntuk

tujuan menciderai atau menyakiti

orang lain karena terdoronguntuk

menghindari perlakuan tertentu.

Agresi, menurut Baron adalah

tingkah laku individu yang ditujukan

terjadi karena adanya tekanan pada diri

atlet, sehingga mereka bisa saja

meluapkannya pada saat bertanding.

Seperti tindakan agresivitas pada atlet

lain. Hal serupa diungkapkan oleh

Dodge dan Coie (Hurlock,

2000) ketika individu mendapat

stimulus yang dirasa mengancam

dirinya, Individu. yang merasa

terancam tersebutakan cenderung

melakukan tindakan agresi reaktif

sebagai cara untuk mengurangi atau

melepaskan diri dari ancaman tersebut.

Oleh karena itu, peneliti ingin

meneliti atlet sepak bola POPDA

yang diperuntukkan pada siswa-siswi

yang usianya masih dibawah 17 tahun.

Pada akhirnya peneiliti mengambil judul

“Faktor Penyebab Terjadinya

Agresivitas Saat Bertanding Pada Atlet

Sepak Bola Pekan Olahraga Daerah

(POPDA) Kab Sumenep.

ancaman terhadap harga diri seseorang

bisa jelas dipahami dalam kerangka

ini.Orang seperti ini sangat sensitif

terhadap kemungkinan

penghinaan.Lebih lanjut mereka bisa

menjadi sangat murka jika beranggapan

bahwa pandangan mereka terhadap diri

sendiri terancam.Tantangan dan

ancaman terhadap citra diri seseorang

sangat mungkin mendorong reaksi

agresif oleh individu yang

bersangkutan karena mereka jelas tidak

senang. Tetapi sebenarnya perasaan

(5)

untuk melukai atau mencelakakan

individu lain yang tidak menginginkan

datangnya tingkah laku tersebut.

Definisi agresi dari Baron ini

mencakup empat faktor: tingkah laku,

tujuan untuk melukai atau mencelakakan

(termasuk mematikan atau membunuh),

individu yang menjadi pelaku dan

individu menjadi korban, dan

ketidakinginan si korban menerima

tingkah laku si pelaku (Sobur, 2003).

Bagi Berkowitz(Sobur, 2003),

perasaan negatif yang ditimbulkan oleh

suatu tekanan dapat menghasilkan

kecenderungan amarah dan perilaku

agresi.Pengaruh rasa tersinggung atau

manusia untuk menyakiti orang lain,

sedangkan untuk agresivitas adalah

segala bentuk dari tingkah laku

individu yang berusaha untuk

menyelakai atau meciderai orang lain

atau benda.

B. Faktor Penyebab Terjadinya Agresivitas

Menurut Davidoff (Mu’tadin,

2002) terdapat beberapa faktor yang

dapat menyebabkan perilaku agresi, yakni

: a. Faktor Biologis Ada beberapa faktor

biologis yang mempengaruhi perilaku

agresi, yaitu faktor gen, faktor sistem

otak dan faktor kimia berdarah. Berikut

ini uraian singkat dari faktor-faktor

tersebut :

1) Gen berpengaruh pada

pembentukan sistem neural otak yang

mengatur penelitian yang dilakukan

sebagai hasil dari terusiknya harga diri

itu sendiri yang menghasilkan dorongan

untuk menyerang pengganggu atau

pihak yang mengancam, melainkan sifat

negatif dari luka psikologis yang

ditimbulkan dari ancaman atau

gangguan terhadap harga diri.

Menurut Baron (Gunarsa, 2009).

Agresif diartikan sebagai “semua

perilaku yang diarahkan untuk

menyakiti atau mencederai orang

lain yang dimotivasi untuk

menghindari perlakuaan semacam itu”.

Perbedaan dari denifisi agresi,

agresif dan agresivitas adalah agresi

adalah sebuah tingkah laku individu

untuk mencelakakn orang lain atau

benda, agresif adalahsebuah sifat

b. faktor Belajar Sosial

Dengan menyaksikan

perkelahian dan pembunuhan meskipun

sedikit pasti akan menimbulkan

rangsangan dan memungkinkan untuk

meniru model kekerasan tersebut.

c. Faktor lingkungan

Perilaku agresi disebabkan oleh

beberapa faktor. Berikut uraian

singkat mengenai faktor-faktor tersebut :

1) Kemiskinan. Bila seorang anak

dibesarkan dalam lingkungan

kemiskinan, maka perilakuagresi

mereka secara alami mengalami

peningkatan. 2) Anonimitas. Kota besar

seperti Jakarta, bandung, surabaya, dan

kota besar lainnya menyajikan berbagai

(6)

terhadap binatang, mulai dari yang

sulit sampai yang paling mudah

amarahnya, faktor keturunan

tampaknya membuat hewan jantan

mudah marah dibandingkan dengan

betinanya.

2) Sistem otak yang terlibat dalam

agresi ternyata dapat memperkuat

atau mengendalikan agresi.

3) Kimia darah. Kimia darah

khususnya hormon seks yang sebagian

ditentukan faktor keturunan

mempengaruhi prilaku agresi.

berprilaku semaunya sendiri, karena

ia merasa tidak lagi terikat dengan

norma masyarakat dan kurang

bersimpati pada orang lain. 3) Suhu

udara yang panas dan kesesakan. Suhu

suatu lingkungan yang tinggi

memiliki dampak terhadap tingkah

laku sosial berupa peningkatan

agresivitas.

d. Faktor amarah

Marah merupakan emosi yang

memiliki ciri-ciri aktivitas sistem

saraf parasimpatik yang tinggi dan

adanya perasaan tidak suka yang

sangat kuat yang biasanya disebabkan

adanya kesalahan, yang mungkin

myata-nyata atau salah atau juga

tidak.

C. Difinisi Atlet

Menurut Badudu–Zain

(Firmansyah, 2007), atlet merupakan

olahragawan yang memerlukan

yang sangat luar biasa besarnya. Orang

secara otomatis cenderung berusaha

untuk beradaptasi dengan melakukan

penyesuaian diri terhadap rangsangan

yang berlebihan tersebut. Terlalu banyak

rangsangan indera kongnitif membuat

dunia menjadi sangat impersonal, artinya

antara satu orang dengan orang lain tidak

lagi saling mengenal atau mengetahui

secara baik. Lebih jauh lagi, setiap

individu cenderung menjadi anonim

(tidak mempunyai identitas diri). Bila

seseorang merasa anonim, ia cenderung

kekuatan dalam mempersiapkan diri

jauh-jauh hari sebelum pertandingan

dimulai.

D. Terjadinya Agresivitas Pada Atlet Menurut Sukadiyanto (2005) Perilaku

agresif dalam pertandingan olahraga

dapat dilakukan olehpara pemain

maupun para penonton. Munculnya

agresifitas lain di antaranya karena :

1. Kepemimpinan Wasit

Wasit yang berlaku tidak adil dan

lebih memihak kepada salah satu tim,

dapat menimbulkan agresivitas dari tim

yang dirugikan, hal ini dapat berupa

ejekan, mengumpat kepada wasit, dan

bersikap tidak menghiraukan perkataan

wasit.

2. Kontak Badan

Kontak badan adalah segala bentuk

gerakan dan gesekan yang

menggunakan anggota badan.

(7)

ketangkasan dan kecepatan serta

kekuatan.

Menurut Sondakh(2009), atlet

adalah pelaku olahraga yang

berprestasi baik tingakt daerah,

nasional maupun internasional.

Sehingga bisa dikatakan atlet adalah

orang yang melakukan latihan agar

mendapatkan kekuatan badan , daya

tahan, kecepatan, kelincahan,

keseimbangan, kelenturan dan

Perilaku atau tindakan lain yang dapat

menimbulkan agresivitas dapat

dilakukan oleh pemain lawan untuk

memancing agresivitas pemain lawan

dengan tujuan untuk merusak

konsentrasi dalam pertadningan,. Hal ini

dapat bermacam- macam, yaitu berupa

menarik baju lawan, mengangkat kaki

terlalu tinggi dan menyuruh teman satu

tim untuk mencederai pemain lawan.

E. Difinisi Remaja

Remaja dalam bahasa Inggris disebut

adolescance dan dalam bahasa latin

disebut adolescere, memiliki arti

tumbuh ke arah kematangan.

Kematangan yang dimaksudkan tidak

hanya berarti kematangan secara fisik,

tapi terutama kematangan sosial dan

psikologis (Sarwono, 2006).

Menurut Sarwono (2006) dalam

masyarakat Indonesia, batasan usia

remaja yaitu 11-24 tahun dan belum

menikah. Pada proses penyesuaian diri

menuju kedewasaan ada tiga tahap

perkembangan remaja, yaitu :

Ucapan adalah suatu kata-kata yang

ditujukan kepada pemain lawan untuk

memprovokasi atau memancing

kemarahan pemain lawan. Hal ini

dicontohkan seperti, mencemooh,

membentak, mengejek, mencaci lawan,

dan mengeluarkan kata-kata kotor atau

mengumpat kepada lawan atau wasit.

4. Prilaku lain yang disengaja

mempengaruhi lawan

terutama secara seksual, sosial,

psikologis yang diikuti dengan adanya

proses peralihan dari masa anak-anak ke

masa dewasa untuk berintegrasi dengan

masyarakat dewasa. Berkaitan dengan

batas usia diatas, penelitian

menggunakan rentang usia 19-24 tahun

sesuai dengan batasan usia remaja

menurut Sarwono (2006).

METODE PENELITIAN Responden dan Desain Penelitian

Dalam proses penentuan subjek

dalam penelitian ini menggunakan

pendekatan purposive sampling yaitu

pengambilan sampel dengan

pertimbangan tertentu menggunakan

teknik guide obsevation yang merupakan

pengambilan sampel sebagai sumber data,

yang pada awalnya banyak diperkecil

menjadi 4 subjek yang kriterianya adalah

atlet sepak bola POPDA Kab Sumenep

yang bertanding. Penelitian ini

menggunakan metode penelitian kualitatif

dengan pendekatan fenomenologi.

Metode penelitian kualitatif dengan

(8)

a. Remaja awal 10–13 tahun

b. Remaja tengah 13–17 tahun

c. Remaja Akhir 18–21 tahun

Berdasarkan berbagai definisi

yang ada di atas, dapat disimpulkan

bahwa remaja adalah individu yang

telah mencapai kematangan fisik

2009). Teknik analisa data ini

menggunakan model interaktif Miles and

Huberman, dimana pada teknik ini

terdapat tiga macam tahapan dalam

analisis, yaitu reduksi data, display data,

dan verifikasi kesimpulan.

Teknik Pengumpulan Datadan Prosedur Penelitian

Teknik pengumpulan data yang

dilakukan oleh peneliti dengan cara

observasi non-partisipan dan wawancara

semi terstruktur. Dengan demikian dalam

penelitian ini menggunakan dua jenis data

primer dan data sekunder. Data primer

pada penelitian adalah atlet sepak bola

POPDA Kab Sumenep yang sedang

bertanding, sedangkan data sekunder pada

penelitian ini adalah teman satu tim

bersama subjek dan pelatih POPDA Kab

Sumenep.

Pada penelitian ini prosedur

penelitian bermula dari penyusunan

guide line interview yang kemudian

guide line tersebut Menjadi acuan untuk

melakukan wawancara kepada subjek

dengan menggunakan pendekatan

purposive sampling. Adapun cara

pengambilan data dengan menggunakan

guide observation yang telah disusun

penelitian yang bermaksud untuk

memahami fenomena tentang apa yang

dialami oleh subjek penelitian dan

berusaha memahami arti peristiwa dan

kaitan-kaitannya terhadap subjek yang

berada dalam situasi-situasi tertentu

(Iskandar,

menggunakan model interaktif Mils and

Huberman.

HASIL PENELITIAN

1. AN sudah mengenal sepak

bola sejak usianya lima

tahun. AN dikenalkan

sepakbola oleh ayahnya,

yang juga penggemar

sepakbola. Ayah AN

menginginkan anaknya

kelak menjadi atlet

sepakbola profesional dan

bisa mengharumkan kota

serta orang tuanya. Pada

tahun 2000 AN dikenalkan

dengan Sekolah Sepak Bola

(SSB) yang ada di Surabaya

dan mulai dari situlah AN

berprestasi. AN berasal dari

Surabaya, dan sekarang AN

tinggal di Kab Sumenep

bersama saudaranya.

2. RS berusia 17 tahun dan

bersekolah di salah satu

SMAN di kota KAB

SUMENEP. RS sudah

mengenal dunia sepak bola

sejak RS berusia 7 tahun,

(9)

sebelumnya dengan cara menggunakan

observasi non-partisipan. Kemudian

keseluruhan data yang telah didapat dari

hasil wawancara di analisa

tua RS memasukkannya di

Sekolah Sepak Bola (SSB)

dengan tujuan agar RS bisa

mengembangkan bakat yang

sudah dimilikinya sejak kecil.

Setelah beberapa tahun RS

bermain sepak bola akhirnya

RS bisa berprestasi diberbagai

ajang yang diadakan di Kab

Sumenep.

1. RM adalah seorang siswa

yang bersekolah di salah satu

SMKN di Kab. Sumenep. RM

berusia 17 tahun, RM

mengenal sepak bola sejak

RM berusia enam tahun,

kemudian oleh sang ayah RM

diikutkan sekolah sepakbola

di salah satu klub anggota

Persema. Karena bakat RM

sudah mulai terlihat, orang tua

RM mendukung sepenuhnya

agar anaknya bisa menjadi

pemain sepak bola

profesional. Cita-cita orang

tua RM disambut dengan

gembira oleh RM,karena RM

sendiri juga menyukai

sepakbola sejak kecil.

IL bersekolah di salah satu

SMAN yang ada di Kab Sumenep. IL

menyukai sepak haruslah adil, tidak

kakaknya yang juga

seorang pemain sepak

bola. Akhirnya orang

bola saat IL berusia enam

tahun. Setelah melihat

kakaknya yang dulunya juga

seorang pemain sepak bola.

IL mempunyai cita-cita

menjadi pemain sepakbola

profesional. IL berharap

setelah selesai ajang POPDA,

IL dapat bermain di klub

profesioanal sebagai awal IL

memulai kariernya sebagai

pemain sepak bola.

DISKUSI

Berdasarkan hasil penelitian,

faktor-faktor menyebab terjadinya

agresivitas yang dialami oleh subjek AN,

RM, RS dan IL saat bertanding adalah

masalah dengan kepemimpinan wasit

yang lebih memihak pada tim lawan,

masalah dengan kontak badan yang

membuat agresivitas keempat subjek tidak

dapat terkontrol, ucapan dari pemain

lawan yang memancing kemarahan oleh

keempat subjek, dan perilaku agresivitas

lain yang bertujuan untuk melukai pemain

lawan.

A. Kepemimpinan Wasit

Menurut Sukadiyanto (2005)

kepemimpinan wasit adalah

sebagai orang mengawasi jalannya

pertandingan dan menjalankan

aturan-aturan yang berlaku dalam

(10)

haruslah adil, tidak memihak salah satu

tim. Wasit yang berlaku tidak adil dan

lebih memihak kepada salah satu tim,

dapat menimbulkan agresivitas dari tim

yang dirugikan, hal ini dapat berupa

ejekan, mengumpat kepada wasit, dan

bersikap tidak menghiraukan perkataan

wasit.

Faktor kepemimpinan wasit

yang memihak pada tim lawan

membuat agresivitas AN, RS,

RM dan IL tidak terkontrol.

Hal ini ditunjukkan dengan

beberapa kali keempat subjek

melakukan perlawanan

kepada wasit yang memimpin

pertandingan. Namun hal ini

juga disampaikan oleh pelatih,

akan tetapi tidak sepenuhnya

kesalahan pada kepemimpinan

wasit. Pelatih menjelaskan

bahwa anak asuhnya kurang

mampu untuk mengontrol

emosi saat bertanding,

sehingga sering terjadi

pelanggaran-pelanggaran

yang diperoleh tim lawan,

hal ini sesuai dengan yang

diungkapkan oleh Santrock

(Harter, 2007) dalam upaya

melindungi diri, remaja

cenderung cenderung

menyangkal karakteristiknya

yang negatif dan cenderung

memandang deskripsi diri

yang berupa dorongan,

kepemimpian wasit menjalankan

tugasnya.

B. Kontak Badan

Sukadiyanto (2005)

mengungkapkan bahwa kontak

badan adalah segala bentuk

gerakan dan gesekan yang

menggunakan anggota badan.

Dalam sepak bola kontak badan

diperbolehkan,tetapi tidak

melanggar peraturan yang

berlaku. Seperti, mentackling

kaki lawan dengan sengaja,

mendorong lawan hingga

tersungkur, menyikut lawan,

menarik tangan lawan,

menendang lawan tanpa adanya

bola, dan menginjak kaki lawan

secara disengaja.

Faktor kontak badan yang sering

terjadi dalam sebuah

pertandingan membuat

agresivitas AN, RS, RM dan

IL semakin tidak terkendali.

Karena keempat subjek

terpancing oleh gaya permainan

lawan yang lebih memancing

kemarahan dari keempat subjek

dan membuat keempat subjek

memiliki keinginan untuk

membalas tindakan yang

dilakukan oleh lawan mereka.

Tindakan-tindakan tersebut

seperti, mencemooh,

membentak, mengejek, mencaci

(11)

kata-tarikan kepada anggota badan

lawan, sikutan dan

mentackling kaki lawan

dengan berupa dorongan,

tarikan kepada anggota badan

lawan, sikutan dan

mentackling kaki lawan

dengan sengaja.Hal ini

beberapa kali dilakukan oleh

keempat subjek dalam

pertandingan. Hal ini sesuai

dengan yang diungkapkan

oleh Pavlov(2008) bahwa

generalisasi dan transfer

menjelaskan bahwa kita

dapat memberikan reaksi

yang telah dipelajari untuk

situasi yang belum pernah kita

jumpai sebelumnya, yaitu kita

merespon situasi baru seperti

ketika kita merespons situasi

yang serupa yang sudah kita

kenali.

C. UCAPAN

Ucapan adalah suatu kata-kata

yang ditujukan kepada pemain

lawan untuk memprovokasi atau

memancing kemarahan pemain

kata kotor atau mengumpat

kepada lawan atau

wasit.(Sukadiyanto, 2005).

C. Prilaku Agresivitas lainnya

Perilakuatau tindakan lain yang

dapat menimbulkan agresivitas

dapat dilakukan oleh pemain

lawan untuk memancing

agresivitas pemain lawan dengan

tujuan untuk merusak

konsentrasi dalam pertadningan,.

Hal ini dapat bermacam-macam,

yaitu berupa menarik baju lawan,

mengangkat kaki terlalu tinggi

dan menyuruh teman satu tim

untuk mencederai pemain

lawan.(Sukadiyanto, 2005)

Perilaku lain yang disengaja

untuk mencederai pemain lawan

terlihat beberapa kali yang

dilakukan oleh AN, RS, RM dan

IL dalam pertandingan dengan

tujuan ingin memenangkan

perebutan bola dengan lawannya

dengan mengangkat kaki terlalu

tinggi dan menarik baju dari

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Azaiez, Fairouz,Nasr Chalghaf,Kaïs Ghattassi, Karim Achour, Abdelhakim Cheri. (2013).Football and Aggressiveness According To the Gender.Jurnal IJES.Volume 2. No 4 hal 49-52.2013. Higher institute of Sport and the Physical Education of Sfax (Tunisia)

Cahyo Utomo, Guntur. (2012). Agresivitas Pemain Sepak Bola: Studi Fenomenologi Tentang Kekerasan Pemain Sepak Bola Tingkat Universitas. Tesis.Universitas Gadjah Mada Jogjakarta.

Dodge, K.A., & Coie, J.D. (1987). Social information pro-cessing factors in reactive and proactive aggression in children’s peer groups. Journal of Personality and

Social Psychology, 53 (6), 1146-1158. Diakses

http://fulla.augustana.edu:2048/login, 1 September 2013.

Emzir.(2010).Metode Penelitian Kualitaitf. Jakarta: Erlangga

Friman, Margareta, Claes Nyberg, and Torsten Norlander, (2004).Threats and Aggression Directed at Soccer Referees: An Empirical Phenomenological Psychological Study. Jurnal Psikologi. Volume 9 Number 4Karlstad University, Sweden

Firmansyah, M. A. (2007) Kecemasan Atlet renang dalam menghadapi Pertandingan, Skripsi. Universitas Gunadarma.

Grange, Pippa, John H. Kerr. (2008). Physical aggression in Australian football: A qualitative study of elite athletes.Jurnal Psikologi Olahraga. Volume 11 (2010)

36–43. Toin University 1614 Kurogane, Aoba, Yokohama 225 8502, Japan.

Gunarsa, D. Singgih, dkk. (2009). Psiokologi Olahraga. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia

Hergenhahn B. R and H. Olson Matthew (2008) the Teori Of Learning Edisi Ketujuh. Jakarta :k Kencana Prenada Media Group.

Hurlock, E. B (2000).Devplopment Psycology : alife Span Approach. 5th Edition. New York: Megraw–Hill Kogahuha Ltd.

Husdata, H. J. S. (2010).Psikologi Olahraga. Bandung: ALFABETA

Koeswara, C. (1988).Agresi Manusia. Bandung: PT. Eresco

Maentiningsih, Desiani, (2008). Hubungan antara secure attachment dengan motivasi berprestasi pada remaja. Jurnal Psikologi. 2008. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma

(13)

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 13 Moleong, L.J. (2007).Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Mu’tadin, Zainun. (2002). Faktor Penyebab

Agresi.Http.www.spikologi.com/remaja/100602htm. Diunduh tanggal 22 Desember 2013

Podungge, Risna .(2012). Dampak Kecemasan dan Agreivitas Terhadap Prestasi Olahraga Bela Diri.Skripsi. Pendidikan Keolahragaan FIKK UNG

Sarwomo, S. W. (2006).Psikologi Remaja. Jakarta : Radja Grafindo Persada

Satyobroto, Sudibyo. (2009).Psikologi Olahraga. Jakarta: PT Anem kosong Anem

Sobur, Alex. (2003).Psikologi Umum. Bandung; Pustaka Setia

Sukadiyanto. (2000). Perbedaan reaksi emosional antara Olahragawan Body Contact dan Non Body Contact.Jurnal Psikologi. Volume 33, No. 1, 50-62. Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta

Sukadiyanto, (2005). Olahraga. Majalah Ilmiah. Volume 11 TH.IX, No. 03.Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta

Suyanto, Bagong. (2010).Pengantar Psikologi Sosial.Jakarta : Kencana.

Anonimous (2014), http:/Penonton-Sepakbola-DiOlimpiade-PecahkanRekor-YahooSportsIndonesia.htm. Diunduh tanggal 29 Januari 2014

Anonimous(2013), http:/www.pssi/liga-Indonesia.org.id. Diunduh tanggal 3 november 2013

Referensi

Dokumen terkait

Wayang Thengul dalam bentuk secara visualnya mencerminkan ciri khas cerita daerah kerajaan Jawa, bukan seperti pewayangan Mahabarata dan Ramayana yang mencerminkan

[r]

Ketokohan Anthing dalam me- nyebarkan agama Kristen karena dialah orang pertama yang menyebarkan Kristen di Jawa Barat dengan gagasannya bahwa penyebaran agama

Kedua , paradigma ilmu integralistik, yaitu memandang Tuhan sebagai sumber ilmu, dengan fungsi tidak untuk melebur sumber-sumber lain tetapi untuk menunjukan

Wijaya dan Nurul (2018) menyatakan bahwa semakin terbatasnya lahan pertanian di Indonesia, mengharuskan memilih alternatif sistem budidaya yang bisa digunakan dan

12.Agar mendapatan ketenangan kerukunan dalam hidup maupun usaha maka yang harus kita kalahkan adalah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan bermain cooking class dapat meningkatkan pengetahuan tentang makanan sehat pada siswa kelas 3 SDN Kebonsari I Kota Cimahi.. Kata

Dari data observasi, hasil dari kemampuan motorik kasar anak setelah tindakan pada siklus I menunjukkan bahwa kemampuan motorik kasar anak masih kurang berkembang