• Tidak ada hasil yang ditemukan

S SOS 1205075 Chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "S SOS 1205075 Chapter1"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pada hakikatnya pola asuh dilakukan oleh orang tua kepada anak di

lingkungan keluarga. Pola asuh merupakan suatu kegiatan mendidik,

membimbing, dan memberikan perlindungan pada anak sejak usia dini. Dalam arti

kata lain pola asuh dapat diartikan sebagai bentuk ungkapan kasih sayang yang

diberikan orang tua, berinteraksi dengan anak dengan memberikan arahan,

masukan, hukuman, dan cara memposisikan anak tersebut sesuai dengan situasi di

lingkungannya. Pola asuh yang diterapkan dalam setiap keluarga umumnya

memiliki cara yang berbeda-beda, pemakaian pola asuh tersebut diantarannya:

pola asuh otoritatif, otoriter, permissif dan masih banyak bentuk pengasuhan yang

lainnya. Pola asuh tidak hanya disampaikan dalam keluarga formal seperti

keluarga umumnya yang beranggotakan 4-5 orang, melainkan dapat dilakukan

pada panti asuhan. Karena tidak semua anak-anak memiliki nasib yang sama

dengan anak-anak yang masih memiliki orang tua lengkap di dalam sebuah

keluarga yang utuh. Anak-anak di dalam panti asuhan inilah yang memiliki

perasaan senasib seperjuangan, setia, sifat satu rasa yang solider di berbagai

macam kalangan, sangat minim dan banyak dilupakan demi kepuasan diri sendiri

atas kepentingan pribadi.

Panti asuhan yang merupakan tempat berkumpulnya orang – orang yang

tidak memiliki orang tua dan berbagai macam problema sosial memiliki tingkat

solidaritas yang berbeda beda antar anaknya. Rasa solidaritas sosial antar anak

tersebut sangat dipengaruhi oleh pola asuh yang diberikan atau diberlakukan oleh

pengurus panti asuhan terhadap anak-anaknya, karena pengurus panti asuhan

tersebut memiliki wewenang dan tanggung jawab penuh akan setiap kegiatan dan

aktivitas yang dilakukan anak-anaknya. Dimulai dari kegiatan pendidikan,

(2)

di sini merupakan sosok orang tua sebagai pengganti orang tua asli atau kandung

anak-anak yang terlantar, jika pengurus panti asuhan memiliki pola asuh yang

baik dan mengikat dan tepat maka tidak dipungkiri kondisi solidaritas sosial di

panti asuhan antar anaknya terasa erat dan hangat kemungkinan untuk terjadinya

konflik yang mengganggu solidaritas sosial diantara anak-anaknya tidak ada.

Suasana panti yang ideal itu dapat digambarkan oleh keharmonisan dan hubungan

antar anaknya hangat, harmonis, saling menjaga, saling menyayangi satu sama

lain, yang disebabkan karena mereka memiliki peresaan senasib dan

sepenanggungan.

Dalam panti asuhan ini, hal di atas berbeda dengan kondisi anak-anak di

Panti Sosial Asuhan Anak Bhakti Pertiwi dengan tinggal nya anak-anak di panti

tersebut, otomatis yang menjalankan pengasuhan adalah para pengurus panti

asuhan, tetapi terlepas dari siapapun yang mengurus anak-anak, hubungan mereka

dengan anak-anak panti memiliki tujuan yang sama yaitu menanamkan,

membinakan sejumlah karakter mulia dalam diri anak yaitu rasa solidaritas sosial.

Salah satu yang harus dibinakan dalam mengasuh anak oleh pelaku pengasuhan

itu adalah nilai solidaritas sosial. Nilai solidaritas sosial dipandang perlu untuk

dibinakan sedini mungkin dalam diri anak di lingkungan panti asuhan mengingat

melihat latar belakang meraka yang berbeda-beda, anak-anak memasuki panti

asuhan karena adanya kesamaan perasaan senasib, yang pada akhirnya terlepas

dari latar belakang nasib yang dilindungi oleh pengurus panti tersebut otomatis

dalam diri anak-anak panti harus memiliki nilai solidaritas sosial yang tinggi

terhadap sesamanya. Berdasarkan persamaan nasib tersebut, terdapat pengurus

panti yang senantiasa mengurus dan melindungi yang seharusnya anak-anak

tersebut dapat menuruti apa yang dibinakan pengurus panti agar menjadi anak

yang baik dan memiliki nilai solidaritas yang tinggi.

Menurut Durkheim dalam Johnson (1986, hlm. 181), ”terdapat dua tipe

solidaritas yaitu solidaritas mekanik dan solidaritas organik”. Solidaritas mekanik

didasarkan pada suatu kesadaran kolektif bersama, yang menunjuk pada totalitas

kepercayaan dan sentimen bersama yang rata rata ada pada warga masyarakat

(3)

kesadaran kolektif yang akan menimbulkan rasa persamaan, kesatuan

persahabatan , kepercayaan, gotong royong, dan saling ketergantungan untuk

kepentingan bersama. Solidaritas merupakan sebuah kata yang pada umumnya

dipakai untuk mempersatukan dan menyamakan perbedaan di sekeliling kita

sudah mulai pudar. Perpecahan diantara manusia semakin bertambah banyak jika

tidak ada solidaritas yang dimulai dari dalam diri. Perasaan solidaritas, senasib

seperjuangan, setia, sifat satu rasa yang solider di berbagai macam kalangan,

sangat minim dan banyak dilupakan demi kepuasan diri sendiri atas kepentingan

pribadi. Solidaritas sosial dapat ditemukan dimana saja, salah satunya pada panti

asuhan. Kewajiban anak-anak panti asuhan agar terciptanya rasa solidaritas sosial

yang tinggi adalah dengan memiliki sikap empati, tidak hanya sekedar simpati.

Antar sesama anak panti asuhan memiliki perasaan bela yang cukup kuat. Karena

begitu pentingnya nilai solidaritas pada anak panti. Selain itu juga menuruti

seluruh aturan yang tercipta di panti asuhan, karena para pengurus panti asuhan

merupakan sosok pengganti orang tua asli.

Dalam survey awal yang dilakukan peneliti tampak adanya kecenderungan

kurangnya solidaritas sosial antar penghuni panti asuhan. Tetapi fenomena yang

terjadi pada Panti Sosial Asuhan Anak Bhakti Pertiwi ini menunjukkan bahwa

tidak semua anak bernasib baik dan dapat tumbuh kembang dalam lingkungan

keluarga yang harmonis dan ideal. Untuk mengetahui pola asuh panti asuhan,

peneliti melakukan observasi, wawancara, dan menganalisis 1 panti asuhan.

Menyoroti mengenai peranan pola asuh pengurus panti asuhan dalam

meningkatkan solidaritas sosial yang terdapat pada Panti Sosial Asuhan Anak

Bhakti Pertiwi yang bertempat di Jalan Laswi, Baleendah. Pada Panti Sosial

Asuhan Anak Bhakti Pertiwi, mayoritas penduduk Kabupaten Bandung bertempat

tinggal sebagai masyarakat pedesaan. Pada tahun 70-an kondisi kehidupan terlihat

miris dan memprihatinkan. Banyak anak-anak usia sekolah yang tidak bisa

mendapatkan pendidikan formal sebagaimana mestinya karena selain kondisi

miskin tersebut, juga disebabkan kurangnya pengertian akan pentingnya

(4)

Kondisi tersebut menggugah hati seorang istri Bupati Bandung pada saat

itu, yang bernama ibu RH. Lili Sumantri, dengan bantuan ibu-ibu pertiwi agar

dapat membantu mereka keluar dalam kondisi yang memprihatinkan tersebut.

Atas ide, serta rekomendasi nya dan mendapat dukungan dari bapak Bupati

Bandung berikut seluruh jajarannya maka dibentuklah Yayasan Bhakti Pertiwi

yang dengan akte Notaris No. 20 tahun 1976. Untuk operasional Yayasan Bhakti

Pertiwi selanjutnya dibantu dengan bantuan Pemda, Kabupaten Bandung dan

donatur – donator yang memberikan bantuan kepada anak-anak dan lansia yang

mengalami keterlantaran secara ekonomi, fisik dan sosial melalui program

pelayanan dalam panti, yang selanjutnya disebut Panti Sosial Asuhan Anak dan

Panti Sosial Tresna Werdha Bhakti Pertiwi.

Terdapat beragam jenis anak yang terdiri dari usia SD hingga Perguruan

Tinggi dengan latar belakang keluarga yang berbeda - beda dimulai dari anak

yang berasal dari keluarga piatu, yatim, anak yang tidak memiliki orang tua sama

sekali, bahkan berasal dari hasil perceraian keluarga yang ayah ibunya memiliki

keterbatasan ekonomi membuat ayah tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan

hidup anaknya sehingga membuat anak tersebut pada akhirnya dititipkan di Panti

Sosial Asuhan Anak Bhakti Pertiwi. Pola asuh yang diterapkan oleh pihak

pengurus panti yaitu, pertama pada bidang keagamaan dengan membiasakan solat

Dhuha yang dilaksanakan setiap hari di mesjid yang terdapat di dalam asrama

harus diikuti oleh seluruh anak-anak panti, jika salah satu anak tidak

melaksanakan solat tersebut maka dia tidak akan diberi uang bekal untuk pergi ke

sekolah dan pada akhirnya harus jalan kaki. Panti Sosial Asuhan Anak Bhakti

Pertiwi tidak pernah memberikan uang jajan pada anak-anak nya hanya sekedar

memberikan uang ongkos saja. Kehidupan di panti tersebut hubungan antar

anaknya baik, namun ada saja masalah yang muncul ditengah-tengah

kebersamaan yaitu masalah yang begitu mencuri perhatian saya dengan adanya

anak-anak yang memiliki sikap acuh tak acuh kepada temannya, sehingga

kerjasama untuk membersihkan dan membantu segala kegiatan panti menjadi

terbengkalai yang disebabkan anak tersebut tidak mau bekerja sesuai dengan

(5)

kebiasaannya di rumah yang memang tidak pernah melakukan pekerjaan rumah,

karena pekerjaan itu selalu dikerjakan oleh ibunya. Atas perceraian kedua orang

tuanya yang membuat anak tersebut dititipkan di panti asuhan karena sudah tidak

mampu mengurusi dan membiayai anak tersebut, setelah keberadaannya di Panti

Sosial Asuhan Anak Bhakti Pertiwi, anak ini tetap tidak bisa beradaptasi sehingga

mengganggu kestabilitasan panti karena anak yang lain pun berontak meminta

keadilan. Di sini peneliti ingin mengetahui mengapa sampai saat ini terdapat

beberapa anak yang memiliki sikap kurang peduli / acuh tak acuh, padahal mereka

sudah ditampung oleh pengurus panti dan diberikan fasilitas yang memadai.

Berdasarkan latar belakang di atas, menjadi daya tarik tersendiri bagi

peneliti untuk melakukan penelitian yang berjudul “Peranan Pola Asuh

Pengurus Panti Asuhan dalam Meningkatkan Solidaritas Sosial Antar Anak”.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka secara umum rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Pola Asuh Pengurus Panti

Asuhan Bhakti Pertiwi Kabupaten Bandung dalam Meningkatkan Solidaritas

Sosial Antar Anak?”

Secara khusus penulis merumuskan masalah dari penelitian ini yang

diuraikan dalam beberapa sub bab masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran atau tipe pola asuh anak yang diterapkan pengurus

panti asuhan Bhakti Pertiwi ?

2. Bagaimana peran pengurus panti asuhan dalam meningkatkan solidaritas

sosial antar anak ?

3. Bagaimana penerapan tipe pola asuh yang berbeda dalam meningkatkan

solidaritas sosial antar anak ?

4. Faktor penghambat apa saja yang dihadapi pengurus panti saat mengasuh

anak dalam meningkatkan solidaritas sosial antar anak ?

5. Bagaimana upaya pengurus panti asuhan dalam mengatasi

(6)

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk memeroleh gambaran

yang jelas dan sesuai kenyataan tentang pola asuh pengurus Panti Asuhan Bhakti

Pertiwi dalam upaya meningkatkan solidaritas sosial antar anak.

Secara khusus tujuan dari penelitian sesuai rumusan masalah di atas

penulis uraikan sebagai berikut:

1. Untuk memeroleh gambaran mengenai pola asuh yang dipakai pada panti

asuhan Bhakti Pertiwi.

2. Untuk mendeskripsikan peran pengurus panti asuhan dalam meningkatkan

solidaritas sosial antar anak yang tergambarkan di asrama panti asuhan Bhakti

Pertiwi.

3. Untuk mengidentifikasi perbedaan antara penggunaan tipe pola asuh yang

berbeda dengan tingkat solidaritas sosial antar anak.

4. Untuk mengidentifikasi hambatan yang dihadapi oleh pengurus panti asuhan

Bhakti Pertiwi dalam meningkatkan solidaritas sosial antar anak.

5. Untuk memahami bagaimana upaya pengurus panti dalam mengatasi

hambatan-hambatan tersebut.

1.4 Manfaat Penelitian

Secara teoretis diharapkan penelitian ini dapat berguna bagi

pengembangan keilmuan Sosiologi, khusunya berkaitan dengan mata kuliah

sosiologi keluarga dan gender, pemahaman tentang pola asuh anak-anak yang

berada di panti asuhan, serta memperbanyak pengetahuan dan menambah

wawasan ilmu pengetahuan.

Manfaat penelitian ini secara praktis adalah:

1. Bagi Panti Sosial Asuhan Anak

Diharapkan sebagai bahan evaluasi mengenai pengembangan kepribadian

anak khususnya rasa solidaritas sosial.

Diharapkan menjadi proses penyempurnaan dalam membina rasa solidaritas

(7)

2. Bagi Program Studi Pendidikan Sosiologi UPI

Diharapkan memberikan kontribusi keilmuan bagi Program Sudi Pendidikan

Sosiologi terkait peranan pengurus panti asuhan dalam meningkatkan

solidaritas sosial antar anak.

Diharapkan dapat memberikan kontribusi dan acuan praktis dalam

peningkatan rasa solidaritas sosial antar anak pada panti asuhan.

1.5 Struktur Organisasi Skripsi

Dalam pembahasan skripsi peneliti membagi dalam bagian-bagian, tiap

bagian terdiri dari bab-bab dan setiap bab terdiri dari sub-sub bab yang saling

berhubungan dalam kerangka satu kesatuan yang logis dan sitematis. Adapun

sistematika penulisan dalam laporan penelitian ini sebagai berikut:

Bab I berisi pendahuluan. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar

belakang penelitian, rumusan penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,

definisi operasional, metodologi penelitian, dan sistematika penelitian.

Bab II berisi tinjauan pustaka. Dalam bab ini, akan dipaparkan mengenai

teori-teori/sumber-sumber yang digunakan seperti buku-buku ataupun bahan

rujukan yang relavan dengan masalah yang dikaji oleh peneliti. Dalam kajian

pustaka dapat menjadi suatu acuan untuk membantu dan menjelaskan

istilah-istilah secara jelas dan terperinci dalam penelitian.

Bab III berisi metode penelitian. Dalam bab ini, berisi mengenai

metodologi penelitian, teknik pengumpulan data, serta tahapan penelitian yang

digunakan dalam penelitian mengenai peranan pola asuh pengurus panti asuhan

Bhakti Pertiwi dalam pola asuh anak.

Bab IV berisi analisis hasil penelitian. Dalam bab ini, dipaparkan

mengenai hasil penelitian yang sudah diteliti oleh peneliti. Dimana dalam hasil

penelitian berupa informasi dan data-data yang telah diperoleh sesuai dengan

lapangan dalam rangka penulisan skripsi mengenai peranan pola asuh pengurus

panti dalam meningkatkan solidaritas sosial antar anak di panti asuhan Bhakti

(8)

secara terurai agar memeroleh keterangan yang jelas. Dalam bab ini berisi

mengenai jawaban-jawaban dari rumusan masalah dalam penelitian.

Bab V berisi kesimpulan, implikasi, dan rekomendasi. Dalam bab ini,

penulis berusaha memberikan kesimpulan, implikasi, dan rekomendasi sebagai

penutup dari hasil penelitian dan permasalahan yang telah diidentifikasi dan dikaji

Referensi

Dokumen terkait

Rasa syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkah dan rahmatNya akhirnya penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah berupa skripsi berjudul Evaluasi

Penulis menyadari bahwa dalam proses perancangan program laundry dengan menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0 ini masih banyak kekurangannya,

Dari lubuk hati yang paling dalam, saya mengucapkan terima kasih kepada Master Cheng Yen dan kepada semua relawan Tzu Chi Indonesia, ke depan kita akan terus bersama demi

(e) Fungsi mengeluh, melalui tindak ekspresif ini, guru menggerutu atau kecewa dengan tindakan siswa. Fungsi mengeluh ini mencakup: rasa kecewa, rasa bingung, rasa marah,

Pengadaan alat peraga Montessori di Sekolah Dasar nampaknya masih belum menjadi harapan karena ketersediaan alat peraga di Sekolah Dasar sendiri masih perlu mendapat

Periode getaran seismik dan periode dominan tanah akan mempengaruhi nilai percepatan batuan pada lapisan batuan dasar (baserock) dan pada permukaan (ground surface).. Sedangkan

Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambahkan atau mengembangkan variabel lain selain dari variabel yang digunakan pada penelitian ini yang diduga mempengaruhi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong petani mengkonversikan lahan pertanian, dampak dari konversi lahan pertanian, pengendalian