• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Pola Asuh Demokrasi deng

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hubungan antara Pola Asuh Demokrasi deng"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Proposal Penelitian

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI POLA ASUH DEMOKRASI ORANGTUA DENGAN PERILAKU PROSOSIAL REMAJA

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Metode Penelitian Kuantitatif

Dosen Pengampu : Dwi Wahyuningsih Ch, M. Psi

Disusun Oleh Kelompok 1 : Dwi Septiani Nugraha ( 30701301274 )

Kin Ules Nate (30701301319) Yasir Mubarok (30701301388)

Fakultas Psikologi

(2)
(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai mahluk sosial. Dalam keluarga umumnya anak ada dalam hubungan interaksi yang intim. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral dan pendidikan anak. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak yang mempunyai pengaruh besar Bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Orang tua dikatakan pendidik pertama karena dari merekalah anak mendapatkan pendidikan untuk pertama kalinya dan dikatakan pendidik utama karena pendidikan dari orang tua menjadi dasar perkembangan dan kehidupan anak di kemudian hari.

Dalam sebuah keluarga, orangtua memiliki peran yang sangat penting untuk membimbing anak-anaknya dalam menjalani setiap tahap perkembangannya. Sehingga apapun kondisi yang berkaitan dengan orangtua menjadi begitu sangat signifikan dalam proses pembentukan perilaku anak. Apabila cara orang tua mendidik anaknya di rumah dengan baik, maka di sekolah atau di lingkungan masyarakat anak itupun akan berperilaku baik pula. Tapi sebaliknya apabila cara orang tua mendidik anaknya dirumah dengan kurang baik seperti lebih banyak santai, bermain, dimanjakan, maka di sekolah atau di lingkungan masyarakat yang kondisinya berbeda dengan lingkungan di keluarganya maka anak tersebut akan menjadi pemberontak, nakal, kurang sopan dan malas.

(4)

Lingkungan keluarga dari faktor dari luar ini lebih berfokus pada gaya pola asuh orangtua yang diterapkan untuk mendidik anaknya. Coles (1997) menyatakan bahwa kuncinya adalah dengan mengajarkan anakuntuk menjadi “baik” dan untuk berpikir mengenai oranglain selain dirinya.anak-anak akan mengobservasi apa yang dilakukan dan dikatakan oangtuanya dalam kehidupan sehari-hari.

Pola asuh yang diberikan oleh orangtua dapat diartikan berbeda-beda oleh anak-anaknya. Pemberian arti terhadap lingkungan oleh individu tersebut merupakan proses dari persepsi. Persepsi dapat terbentuk dari pengalaman masalalu, sehingga apa yang dipersepsikan pasa suatu waktu akan tergantung pada stimulus, latar belakang dan keberadaan stimulus tersebut. Seperti pengalaman terdahulu, perasaan pada waktu itu, prasangka-prasangka, sikap dan tujuan (Mahmud, 1990). Dalam memberikan aturan-aturan dan nilai-nilai terhadap anak-anaknya, orangtua akan menerapkan pola asuh yang berbeda-beda. Ada tiga macam pola asuh yang berbeda, yaitu pola asuh permisif, pola asuh demokrasi, dan pola asuh otoriter. Dari ketiga pola asuh tersebut, pola asuh demokrasi merupakan pola asuh yang dipandang dapat memingkatkan kemungkinan berkembangnya perilaku psososial.

(5)

bahwa pola asuh demokratis memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku prososial, yaitu sebanyak 70,7%.

Untuk itu penulis mengambil tema ini agar memberikan pemaparan yang lebih jelas mengenai pola asuh mana yang dapat memberikan pengaruh besar terhadap perilaku prasosial dikalangan remaja. Sehingga tingkat kepedulian para remaja kepada orang lain dan lingkungan sekitarnya dapat meningkat kembali.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara persepsi pola asuh demokrasi orang tua dengan perilaku prososial?

C. Tujuan Masalah

Tujuan dari proposal ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku prososial dengan pola asuh demokrasi orang tua, juga untuk mengetahui pola asuh mana yang baik untuk diterapkan kepada anak agar dapat meningkatkan perilaku prososial.

D. Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat berguna dalam hal sebagai berikut :

 Manfaat teoritis : Dapat menambah pengetahuan mengenai hubungan pola asuh demokrasi dengan perilaku prososial.

(6)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Persepsi terhadap Pola Asuh Demokrasi Orangtua 1. Pengertian Persepsi

Persepsi memiliki berbagai pengertian menurut para ahli antara lain:

 Persepsi dalam pengertian psikologi menurut Sarwono (2002:94) adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah penginderaan (penglihatan, pendengaran, peraba dan sebagainya). Sebaliknya, alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi.

 Persepsi menurut Epstein & Rogers (dalam Stenberg, 2008:105) adalah seperangkat proses yang dengannya kita mengenali, mengorganisasikan dan memahami cerapan-cerapan inderawi yang kita terima dari stimulus lingkungan.

 Moskowitz dan Ogel (dalam Walgito, 2003:54) persepsi merupakan proses yang integrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa persepsi itu merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu. Kesimpulan : persepsi merupakan proses mencari informasi dengan pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh individu dari lingkungan melalui alat pengindraan (penglihatan, pendengaran, peraba dan sebagainya)

2. Pengertian Pola Asuh

(7)

Pola Asuh Demokratis

Definisi pola asuh demokratis menurut beberapa ahli yaitu :

 Hurlock (2005) mengemukakan bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis memperlihatkan ciri-ciri adanya kesempatan anak untuk berpendapat mengapa ia melanggar peraturan sebelum hukuman dijatuhkan, hukuman diberikan kepada perilaku salah, dan memberi pujian ataupun hadiah kepada perilaku yang benar.

 Dariyo dalam Anisa (2005) mengatakan bahwa pola asuh demokratis ini, di samping memiliki sisi positif dari anak, terdapat juga sisi negatifnya, di mana anak cenderung merongrong kewibawaan otoritas orang tua, karena segala sesuatu itu harus dipertimbangkan oleh anak kepada orang tua.

Kesimpulan : Pola asuh demokrasi memberikan efek yang baik pada perkembangan anak. Karena orang tua memberikan kebebasan untuk anak berpendapat tanpa menghilangkan kedisiplinan kepada anak. Orang tua lebih fleksibel dalam menentukan sikapnya sesuai dengan situasi dan kondisi yang berlangsung saat itu.

3. Pengertian Persepsi terhadap Pola Asuh Demokratis Orangtua

Persepsi merupakan pengorganisasian dan penginterpretasian stumulus berdasarkan pada pengalaman yang diperoleh individu melalui panca indra. Pola asuh demokratis orangtua adalah tipe pola asuh yang lebih mendukung pada otonomi dan minat anak. Serta memperhatikan pendapat dan cara padang anak.

(8)

kepentingan anak seperti memperhatikan kebutuhan anak, mendengarkan keluh kesah, membantu mencari solusi tentang kesulitan maupun masalah yang dihadapi anak namun tidak ragu mengendalikan anak dengan cara mencari kesepakatan dalam menentukan peraturan dan disiplin serta konsekuensinya bersama-sama.

B. Perilaku Prososial

1. Pengertian perilaku prososial

 Perilaku prososial adalah perilaku positif yang sangat berguna dan menguntungkan bagi orang lain yang ada di sekitar kita.

 Perilaku prososial merupakan tindakan – tindakan yang direncanakan dan tidak direncanakan yang sangat spontan baik secara langsung atau tidak langsung yang bertujuan untuk menolong orang lain yang ada

disekelilingnya.

 Perilaku perilaku prososial adalah tindakan individu untuk menolong orang lain tanpa adanya keuntungan langsung bagi si penolong (Baron, Byrne, Branscombe, 2006

2. Teori Prososial

a. Teori Evolusi : Menurut teori ini, inti dari kehidupan adalah kelangsungan hidup gen.

 Perlindungan kerabat (kin protection) : kedekatan gen-gen secara biologis membuat manusia secara alami lebih terdorong untuk menolong kerabatnya.

 Timbal-balik Biologik (biological reciprocity) : seseorang akan menolong karena berharap orang yang telah ia tolong akan menolongnya dilain waktu (Sarwono, 2002).

(9)

 Teori Belajar Sosial (social learning theory)

Seseorang dapat menolong karna sudah melalui proses belajar melalui proses modeling dari keluargannya, lingkungan sekolah, lingkungan sekitarnya ataupun media.

 Teori Pertukaran Sosial (social exchange theory)

Kebanyakan dari seseorang yang menolong adalah ingin mendapatkan imbalan yang setimpal dari apa yang telah ia tolong. Seseorang akan berfikir terlebih dahulu untuk melakukan perilaku menolong, apa keuntungan dan kerugian yang dapet ia jika ia melakukan pertolongan.

c. Teori Empati

Teori ini menyebutkan bahwa egoisme dan simpati berfungsi bersama-sama dalam perilaku menolong. Dari segi egoisme, perilaku menolong dapat mengurangi ketegangan diri sendiri, sedangkan dari segi simpati, perilaku menolong itu dapat mengurangi penderitaan orang lain. sehingga dapat dikatakan bahwa empati berarti ikut merasakan penderitaan orang lain sebagai penderitaannya sendiri. apa yang oranglain rasakan

 Hipotesis empati-altruisme

Empati dapat membuat seseorang termotivasi untuk menolong oranglain, dan memiliki dorongan untuk bisa mengurangi penderitaan orang lain

 Model mengurangi perasaan negatif

Perasaan ingin menolong timbul karena adanya ketidak nyamanan seseorang ketika melihat orang lain dalam kesulitan.

 Hipotesis Kesenangan Empatik

Seseorang akan merasa bahagia ketika bisa menolong orang kesulitan disekitarnya. Ketika seseorang melihat orang lain mengalami kesulitan, ia cenderung akan menolong ketika pertolongannya akan membawa dampak positif pada dirinya saat ia sudah menolong.

(10)

Menurut teori ini tingkat perkembangan kognitif (dari Piaget) akan berpengaruh pada perilaku menolong. Pada anak-anak perilaku menolong lebih didasarkan kepada pertimbangan hasil. Semakin dewasa anak itu, semakin tinggi kemampuannya untuk berpikir abstrak, semakin mampu ia untuk mempertimbangkan usaha yang harus ia korbankan untuk perilaku menolong itu. Pada anak usia 3-4 tahun, meraka cenderung menunjukan pertolongan yang spontan dan tak terduga tanpa memikirkan untung dan rugi dari pertolongan yang diberikan (Fujisawa, dkk., 2008). Sedangkan pada anak usia 5-11 tahun mereka akan lebih mengutamakan efek positif atau negatif yang timbul dari perilaku menolong mereka (Lourenco 1993, dalam Sarwono 2002). Artinya menurut teori kognitif, perilaku menolong akan semakin meningkat seiring dengan perkembangan kognitif itu sendiri.

e. Teori Norma Sosial

Seseorang tidak akan memikirkan keuntungan ataupun kerugian yang didapatkan dari perilaku menolongnya. Mereka akan menolong karena merasa memiliki kewajiban yang harus dilakukan berdasarkan norma dalam masyarakat

 Norma Timbal-Balik (The Reciprocity norm)

Seseorang memiliki kewajiban untuk menolong orang yang terlebih dahulu sudah menolongnya. Norma ini menuntut adanya keseimbangan antara yang memberi dan yang menerima (Myers, 1996; dalam Sarwono, 2002)

 Norma Tanggung Jawab (The Social-Responsibility norm)

(11)

3. Faktor yang mempengaruhi perilaku prososial

Menurut Wortman dkk. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang dalam memberikan perilaku prososial kepada orang lain, yaitu: 1. Suasana hati. Jika suasana hati sedang enak, orang juga akan terdorong

untuk memberikan pertolongan lebih banyak. Menurut penelitian Carlson, Charlin & Miller, asalkan lingkungannya baik, keinginan untuk menolong meningkat pada orang yang tidak bahagia. Pada dasarnya orang yang tidak bahagia mencari cara untuk keluar dari keadaan itu, dan menolong orang lain merupakan pilihannya.

2. Sifat. Orang yang mempunyai sifat pemaaf (forgiveness), ia akan mempunyai kecenderungan mudah menolong (Karremans, dkk., 2005). Orang yang mempunyai pemantauan diri (self monitoring) yang tinggi juga cenderung lebih penolong, karena dengan menjadi penolong, ia akan memperoleh penghargaan sosial yang lebih tinggi (White & Geirstein, 1987, dalam Sarwono, 2002).

3. Jenis Kelamin. Pada penelitian Deaux, Dane, Wrightsman tahun 1993 menyatakan bahwa laki-laki lebih mau terlibat dalam aktivitas menolong pada situasi darat yang membahayakan. Sementara perempuan, lebih tampil menolong pada situasi yang bersifat memberi dukungan emosi, merawat dan mengasuh.

4. Tempat Tinggal. Orang yang tinggal di daerah pedesaan cenderung lebih penolong daripada orang yang tinggal di daerah perkotaan. Hal ini dapat dijelaskan melalui urban overload hypotesis, yaitu orang-orang yang tinggal di perkotaan terlalu banyak mendapat stimulasi dari lingkungan.

5. Pola asuh yang bersifat demokratis secara signifikan memfasilitasi adanya kecenderungan anak untuk tumbuh menjadi seorang yang mau menolong, yaitu melalui peran orang tua dalam menetapkan standar-standar atupun contoh-contoh tingkah laku menolong (Bern, 1997). Pola asuh orang tua yang demokratis juga turut mendukung terbentuknya internal locus of control.

(12)

menolong atau perilaku sosial merupakan tindakan – tindakan yang direncanakan dan tidak direncanakan yang sangat spontan baik secara langsung atau tidak langsung yang bertujuan untuk menolong orang lain yang ada disekeliling kita.

C. Aspek-aspek 1. Persepsi

Menurut Walgito (2003) persepsi terdiri dari tiga aspek, yaitu :

a. Aspek kognisi : menyangkut pengharapan, cara mendapatkan pengetahuan atau cara berfikir dan pengalaman masalalu.

b. Aspek konasi : menyangkut sikap, perilaku, aktifitas dan motif. c. Aspek afeksi : menyangkut emosi dan individu.

2. Persepsi Pola Asuh Demokratis

Persepsi pola asuh demokratis menurut Zahara Idris (dalam Shochib, 1998) memiliki beberapa aspek, yaitu :

a. Musyawarah dalam keluarga : pola asuh demokratis selalu memberikakan kesempatan kepada keluarga dalam hal ini anak untuk membicarakan dan menyepakati peraturan keluarga, membicarakan kegiatan kegiatan yang akan dilakukan, bersama keluarga, serta memecahkan masalah yang dihadapi keluarga.

b. Kebebasan yang terkendali : orang tua dengan pola asuh demoktratis selalu memberikan kebebasan dalam berpendapat kepada anak, dalam menyampaikan keinginan anak, serta berusaha mendengarkan keluhan anak, juga penjelasan dangan segala pertimbangan yang bijaksana. c. Pengarahan dari orang tua : melalui pengarah akan termuat penjelasan

penjelasan mengenai nilai nilai hidup, moral, norma yang baik, dan penting dalam kehidupan.

d. Bimbingan dan perhatian : memberikan mengenai kebutuhan anak dari hal kecil sampai hal besar, misalnya kebutuhan pokok sekolah, kebutuhan bermain, namun tidak lepas dari bimbingan yang mengarahkan kepencapaian masa depan anak.

(13)

f. Komunikasi dua arah : bentuk komunikasi dua arah antara orantua dengan anak sangat dihargai dan diterapkan pada pola asuh ini. Karena komunikasi yang baik adalah bila adanya pihak yang ngutarakan dan mendengarkan pendapat baik dalam masalah maupun keinginan.

3. Perilaku Prososial

Aspek aspek perilaku prososial menurut Eisenberg dan Mussen, dalam Yulia (2012) :

a. Berbagi (sharing)

Kesedian berbagi perasaan dengan oranglain dalam suasana suka dan duka. Sharing diberikan bila penerima menunjukan kesukaran dan tindakan melalui dukungan. Perilaku berbagi dapat ditunjukan pula dengan perilaku saling bercerita tentang pengalaman hidup, mencurahkan isi hati.

b. Kerjasama (Kooperatif)

Kesedian untuk bekerja bersama sama dengan oranglain demi tercapainya suatu tujuan. Kooperatif biasanya saling menguntungkan, saling memberi dan atau saling menyenangkan.

c. Menyumbang (donating)

Kesediaan berderma, memberi secara sukarela sebagian barang miliknya untuk orang yang membutuhkan dan dapat juga ditunjukan dengan perbuatan memberikan sesuatu kepada otang yang membutuhkan.

d. Menolong (helping)

Kesediaan untuk berbuat kepada oranglain yang sedang dalam kesulitan meliputi, membagi dengan oranglain, memberitahu, menawarkan bantuan terhadap oranglain atau menawarkan sesuatu yang menunjang, berlangsungnya kegiatan oranglain.

e. Kejujuran (honesty)

(14)

f. Kedermawanan (generosity)

Kesediaan memberi secara sukarela untuk oranglain yang membutuhkan.

D. Hubungan Antara Persepsi Pola Asuh dengan Perilaku Prososial

Perilaku prososial adalah perilaku positif yang sangat berguna dan menguntungkan bagi oranglain. Perilaku prososial adalah tindakan tindakan yang tidak direncanakan oleh seseorang untuk membantu orang lain. Faktor dalam diri yang dapat mempengaruhi perilaku prososial diantaranya adalah pola asuh. Dalam teori perilaku prososial pun ada beberapa teori yang ada kaitannya dengan pola asuh keluarga.

 Kebebasan yang terkendali dalam aspek pola asuh demokratis dapat mengembangkan kontrol diri terhadap perilaku sendiri dengan hal-hal yang dapat diterima dimasyarakat. Hal ini dapat membantu anak untuk berdiri sendiri, yakin juga bertanggung jawab dengan apa yang akan dilakukan. Untuk itu daya kreativitasnya akan berkembang baik karena orangtua selalu merangsang anaknya untuk mempu berinisiatif baik dalam perilaku prososial.

 Teknik pola asuh demokratis akan menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan diri maupun mendorong tindakan-tindakan prososial. Dengan adanya musyawarah bersama dalam keluarga juga kebebasan yang terkendali dan komunikasi dua arah, akan membentuk kepercayaan diri anak dan membuatnya tumbuh menjadi anak yang mandiri dalam mengambil keputusan. Sikap itu akan memunculkan tingkah lalu mandiri yang bertanggung jawab.

(15)

bertindak dengan tepat. Bukan dengan mengatur dan menyuruh anak bertindak semau orangtuanya.

 Dalam teori belajar telah dijelaskan bahwa seseorang akan membantu ketika ia sudah melalui proses beajar dengan modeling dari keluarganya, lingkungan sekolah dan sekitarnya. Peran yang paling penting dalam teori belajar jelas adalah lingkungan keluarga. Karena keluarga merupakan lingkungan belajar pertama semenjak kelahiran anak. Apa yang dicontohkan dan diajarkan oleh keluarganya adalah pembelajaran utama untuknya agar anak dapat menerapkannya saat mulai terjun dalam lingkungan sekitar.

 Teori perkembangan kognisi sosial dapat mempengaruhi perilaku prososial. Karena semakin tinggi perkembangan kognitif maka semakin meningkat pula perilaku prososialnya. Dan perkembangan kognitif yang baik akan tumbuh jika dalam lingkungan keluarga menerapkan pola asuh yang tepat.

(16)

Dari pernyataan – pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa pola asuh yang diterapkan orangtua merupakan faktor yang penting dalam proses terbentuknya perilaku prososial.

Hipotesis : Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

(17)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel

Variabel – variabel yang digunakan adalah :

1. Variabel bebas : Persepsi Pola Asuh Demokrasi Orangtua

2. Variabel tergantung : Perilaku Prososial

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Persepsi terhadap Pola Asuh Demokratis

Persepsi terhadap pola asuh demokratis terhadap orangtua adalah pengorganisasian dan penginterpretasian stumulus yang diperoleh melalui panca indra dan bersifat individual mengenai tipe pola asuh demokratis yang diterapkan oleh orangtua. Persepsi tersebut antaralain adalah interaksi yang mengutamakan kepentingan anak seperti memperhatikan kebutuhan anak, mendengarkan keluh kesah, membantu mencari solusi tentang kesulitan maupun masalah yang dihadapi anak namun tidak ragu mengendalikan anak dengan cara mencari kesepakatan dalam menentukan peraturan dan disiplin serta konsekuensinya bersama-sama.

2. Perilaku Prososial

Perilaku sosial adalah perilaku positif yang sangat berguna dan menguntungkan bagi orang lain yang ada di sekitar kita. Perilaku menolong atau perilaku sosial merupakan tindakan – tindakan yang direncanakan dan tidak direncanakan yang sangat spontan baik secara langsung atau tidak langsung yang bertujuan untuk menolong orang lain yang ada disekeliling kita.

C. Subjek Penelitian

(18)

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,2010). Dalam penelitian ini populasi yang kami ambil adalah SMA 3 Sultan Agung Semarang. Kami mengambil subjek penelitianan remaja, karena remaja sedang berada difase perkembangan dimana salah satu tugas perkembangan tersulitnya adalah yang berhubungan dengan pencapaian tingkah laku sosial yang bertanggung jawab (Hurlock, 2006).

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2010). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan Cluster Random Sampling, yaitu suatu teknik sampling dengan cara sebelum diambil sampling, populasi dibagi menjadi beberapa cluster yang kemudian secara acak diambil satu cluster dari populasi untuk dijadikan sampel (Hadi, 2000). Cara pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah SMA 3 Sultan Agung yang dibagi menjadi beberapa cluster berdasarkan angkatan yaitu 2012, 2013, 2014. Kemudian dilakukan pengundian dari 3 angkatan tersebut, dengan menuliskan masing-masing nama angkatan, lalu secara acak diambil satu kertas undian. Nama angkatan yang tertulis dikertas yang telah diambil secara acak digunakan sebagai sampel penelitian.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan menggunakan metode skala, yaitu suatu metode pengambilan data di mana data-data yang diperlukan dalam penelitian diperoleh melalui pernyataan atau pertanyaan tertulis yang diajukan responden mengenai suatu hal yang disajikan dalam bentuk suatu daftar pertanyaan.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua skala yaitu skala pola asuh dengan prososial.

1. Skala Persepsi Pola Asuh Demokratis

(19)

empat alternatif jawaban, yaitu : Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS).

Untuk jawaban tersebut terhadap item yang tergolong favorable subjem memperoleh nilai empat setiap ternyataan sangat sesuai (SS), nilai tiga jika pernyataan sesuai (S), nilai dua jika pernyataan tidak sesuai (TS), dan nilai satu jika pernyataan sangat tidak sesuai (STS). Sedangkan item yang tergolong unfavorable, subjek memperoleh nilai satu jika pernyataan sangat sesuai (SS), nilai dua jika pernyataan sesuai (S), nilai tiga jika pernyataan tidak sesuai (TS), nilai empat jika pernyataan sangat tidak sesuai (STS).

Aspek Persepsi Pola Asuh Demokratis Orangtua

No Aspek Indikator Total Bobot

Musyawarah dalam memecahkan problem-problem yang dihadapi anak Memperhatikan penjelasan anak ketika melakukan kesalahan

Anak meminta ijin jika hendak keluar dari rumah

Memberikan penjelasan tentang perbuatan yang baik

(20)

yang tidak baik

Menjelaskan alasan ditetapkannya suatu peraturan mencakup variabel yang akan diteliti, yaitu skala perilaku prososial. Skala perilaku prososial bertujuan unutk mengukur tinggi rendahnya perilaku prososial pada remaja yang diberikan pola asuh permisif, otoriter dan demokrasi.

(21)

(S), Jarang (J), Tidak pernah (TP), berupa pernyataan berbentuk favorable dan unfavorable. Penilaian yang diberikan untuk pernyataan favorable, yaitu sangat sering (SS) diberi skor empat, sering (S) diberi skor tiga, jarang (J) diberi skor dua, tidak pernah (TP) diberi skor satu. Untuk pernyataan unfavorable, yaitu sangat sering (SS) memperoleh skor satu, sering (S) memperoleh nilai dua, jarang (J) memperoleh nilai tiga, dan tidak pernah (TP) memperoleh skor empat.

Semakin tinggi skor yang diperoleh pada skala perilaku prososial berarti semakin tinggi pula perilaku prososial mahasiswa, dan semakin rendah skor yang diperoleh berarti semakin rendah pula perilaku prososial mahasiswa.

Aspek Perilaku Prosoaial

No Aspek Indikator Total Bobot

(22)

apa saja demi meringankan beban orang lain

5. Kejujuran (honesty)

Kesediaan dengan tulus ketika menolong orang lain

6. Kedermawanan (generosity)

Kesediaan untuk memberi sesuatu dengan suka rela

Bersedia memberi atau menolong tanpa ada syarat-syarat tertentu

(23)

E. VALIDITAS DAN RELIABILITAS 1. Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu alat ukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalani fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2000). Validitas yang digunakan untuk jenis skala dalam penelitian ini adalah validitas ini (content validity). Validitas ini menunjukan sejauh mana aitem-aitem dalam tesmencakup keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur oleh tes tersebut (Azwar, 2000). Cara unutk mengetahui validitas alat ukur adalah mengukur korelasi nilai yang diperoleh dari setiap aitem dengan skor total, dan untuk memperoleh koefisien korelasi dengan skor total digunakan teknik korelasi poduct moment dari Pearson.

2. Reliabilitas

Azwar (2000), menyatakan bahwa reliabilitas menunjukan sejauh mana pengukuran ini dapat memberikan hasil yang konsisten dan dapat dipercaya. Pengujian reliabilitas aitem-aitem valid dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis varians Alpha Cronbach (Azwar, 2000).

F. METODE ANALISIS DATA

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Anisa, Siti. (2005). Kontribusi pola asuh orangtua terhadap kemandirian siswa kelas II SMA Negeri 1 Balapulang Kabupaten Tegal Tahun Pelajaran 2004/2005. Skripsi. Semarang : Universitas Negeri Semarang. Diunduh pada tanggal 11 November 2014

Azwar, S. (2000). Tes prestasi: Fungsi pengembangan pengukuran prestasi belajar. Yogyakarta: Sigma Alpa.

Azwar, S. (2005). Reliabilitas dan Validitas (edisi 3). Yogyakarta: Pustaka Pelajar Baron, R. A dan Byrne, D, (2005). Psikologi Sosial (edisi Kesepuluh, jilid 2).

Jakarta: Erlangga

Gunarsa, Y. S. D. (2000). Psikologi perkembangan anak remaja. Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia.

Hurlock, Elisabeth. (2006). Psikologi perkembangan edisi kelima. Jakarta : Erlangga

Sarwono, Sarlito. (2009). Pengantar psikologi umum. Jakarta: Rajawali Press Shochib, M. (1998). Pola asuh orangtua untuk membantu anak mengembangkan

disiplin diri. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Stenberg, J Robert. (2008). Psikologi kognitif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sugiyono. (2010). Statistika untuk penelitian. Bandung. Alfa Beta.

Utomo, Dailinar. (2014). Intensi perilaku prososial anak ditinjau dari gaya pengasuhan. Jurnal Psikologi. Malang: Fakultas Psikologi, Universetas Muhammadiyah Malang. Vol.02, No.1. Diundah pada tanggal 22 Novermber 2014.

Walgito, Bimo. (2003). Psikologi sosial. Yogyakarta: C.V Andi Offset

Referensi

Dokumen terkait

Kisi-kisi ini disajikan dengan maksud untuk memberikan informasi mengenai butir-butir yang didrop dan setelah dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas serta analisis

The Internet is at the forefront of the evolving public sphere, and if the dispersion of public spheres generally is contributing to the already destabilized political

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan positif yang kuat antara lama menderita OMSK dengan kebiasan korek telinga pada pasien di Puskesmas Kecamatan Burneh Kabupaten

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mebobo Pada acara adat perkawinan suku Kluet sudah dilaksanakan semenjak abad ke-13 Masehi.Mebobo dilaksanakan oleh laki-laki pemuda desa

Penderajatan utk NSCLC ditentukan menurut International Staging System For Lung Cancer berdasarkan sistem TNM. Pengertian T tumor yg dikatagorikan atas

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bauran pemasaran secara simultan terhadap keputusan pembelian Smartphone Nokia di Kota Denpasar, untuk

c) Direktur selain berperan sebagai koordinator, juga berperan sebagai negosiator bayangan, yang mernbantu melakukan penawaran kepada pelanggan. Selain itu menjadi

Kader Pemberdayaan Desa adalah warga desa terpilih yang memfasilitasi atau memandu masyarakat dalam mengikuti atau melaksanakan tahapan PNPM di tingkat desa dan