• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Media Sosial sebagai Strategi Konvergensi pada Radio di Salatiga: Studi Kasus Penggunaan Media Sosial pada Radio Suara Salatiga FM, Radio Zenith FM, dan Radio Elisa FM T1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Media Sosial sebagai Strategi Konvergensi pada Radio di Salatiga: Studi Kasus Penggunaan Media Sosial pada Radio Suara Salatiga FM, Radio Zenith FM, dan Radio Elisa FM T1 "

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Media Baru

Media baru menjadi hal yang sangat melekat dalam kehidupan masyarakat. Penggunaan media baru pun bukan lagi hal yang asing bagi masyarakat. Semua hal yang digunakan oleh masyarakat saat ini banyak yang bersifat digital dan terhubung dengan internet. Sesuai dengan penjelasan Flew (2002) yang mengartikan media baru sebagai media yang menekankan pada format isi media yang dikombinasikan dengan suara, gambar, atau lainnya dalam satu kesatuan format digital yang penyebarannya dilakukan melalui internet. Fidler (2002) juga menyampaikan pandangannya mengenai media baru. Yaitu, media baru merupakan media yang sebenarnya muncul dari inovasi-inovasi media lama yang kurang relevan dengan masa ini. Berkembangnya media menunjukan bahwa media terus bergerak atau dinamis, dan akan terus mengalami perubahan. Media yang tidak relevan akan digantikan dengan media baru yang sesuai dengan masyarakat dan masa ini.

Dalam konteks ini, media baru dilihat sebagai media yang melakukan inovasi dalam penyebaran isi media. Sehubungan dengan berkembangnya masa dan masyarakat, media lama mulai menggunakan media baru yang dalam hal ini adalah internet. Karena itu media lama atau yang dalam penelitian ini adalah media radio di Salatiga mulai menggunakan media baru dalam penyampaian isi medianya. Baik dalam bentuk audio, visual atau gabungan keduanya, media radio di Salatiga menggunakan media baru khususnya internet dalam penyebaran isi medianya. Tidak sedikit radio di Salatiga yang menggunakan media baru internet dalam mengembangkan media lamanya. Hal ini dilakukan untuk mengikuti perkembangan media. Penelitian ini juga akan melihat hal tersebut, yaitu penggunaan media baru dalam mengikuti perkembangan media.

2.2 Media Sosial

(2)

jaringan. Sementara Van Dijk (2013) beranggapan bahwa media sosial merupakan sebuah medium online yang mampu menguatkan hubungan antar individu. Serupa dengan Meike dan Young (2012) yang mengartikan media sosial sebagai konvergensi komunikasi antar individu dalam arti saling berbagi antara individu dan media public.

Sesuai dengan pendapat mengenai media sosial yang telah dipaparkan, dalam konteks penelitian ini, peneliti ingin melihat media sosial yang digunakan oleh media radio di Salatiga. Peneliti ingin melihat apakah media sosial yang dianggap sebagai konvergensi komunikasi memiliki peranan dalam media radio. Karena media radio di Salatiga kini menggunakan media sosial. Dan media sosial yang digunakan beragam. Peneliti ingin mengetahui apakah media sosial yang digunakan oleh media radio memiliki peran tersendiri, seperti memudahkan komunikasi antara pihak radio dengan pendengar. Karena sesuai dengan pendapat Meike & Young diatas, mengenai media sosial sebagai konvergensi komunikasi antara individu dengan media publik.

2.3 Konvergensi Media

Van Dijk sebagai tokoh yang berperan dalam konvergensi media menyatakan bahwa konvergensi teknologis adalah awal pada perspektif ini yang dapat terjadi di level infrastruktur dan transportasi. Layanan yang ada semisal ramalan cuaca melalui telepon, atau kombinasi suara, gambar, dan data di internet merupakan sebuah konvergensi. Konvergensi media didasari oleh integrasi telekomunikasi, komunikasi data, dan komunikasi massa (Holmes:2012 dalam Van Dijk:1999)

Selanjutnya ada konvergensi fungsional. Konvergensi ini terjadi dalam produk media secara individu. Konsep konvergensi fungsional adalah media analog atau teknologi yang dahulu diciptakan kembali dalam bentuk yang baru. Konsep ketiga dari konvergensi media, Van Dijk mengemukakan bahwa adanya konvergensi antara network dan broadcast sebagai medium atau yang disebut juga revolusi komunikasi kedua. Revolusi yang dimaksud adalah media yang lebih tua ditentukan kembali dalam cara yang interaktif atau digital. Dengan kata lain media tradisional sudah berada dalam format digital (Vivian:2008)

(3)

menggunakan media baru, media konvensional ini akan mengeksplorasi media baru tersebut. Sebagai contoh, media penyiaran konvensional sekarang ini banyak yang mulai menyediakan layanan streaming bagi para audience-nya. Sehingga para

audience ini dapat menikmati tayangan yang ingin mereka lihat di manapun dan kapanpun. Selain itu banyak pula media penyiaran konvensional yang mulai menggunakan media sosial untuk terus terhubung dengan para penikmatnya. Konvergensi dalam hal ini juga membuat nama dari media penyiaran tersebut tetap terdengar.

Media yang terkonvergensi ini akan terus bertahan dan semakin bertumbuh. Peluang ini yang menjadikan para pemilik media melakukan konvergensi untuk meningkatkan bisnis mereka. Castells(2009; dalam Meike&Young) menjelaskan bahwa media yang melakukan konvergensi menjadi bisnis yang terus meningkat karena tidak ada media yang benar-benar local ataupun benar-benar global. Karena semuanya akan terhubung oleh proses globalisasi dan digitalisasi.

Hal tersebut yang ingin diketahui melalui penelitian ini, yaitu apakah setelah media konvensional melakukan konvergensi akan berpengaruh kepada pendengar. Karena media radio di Salatiga kini mulai berkonvergen, baik dalam penggunaan radio streaming ataupun penggunaan media sosial. Kemudian sesuai dengan teori konvergensi media yang telah dipaparkan, penelitian ini ingin melihat bahwa apakah setelah media terkonvergen, media konvensional tersebut dapat bertahan dan semakin bertumbuh.

2.4 Teori Niche

Teori ini berasal dari pemikiran Charles Darwin yaitu “siapa yang ingin

hidup,maka ia harus beradaptasi dan berkompetisi (interaksi) dalam sebuah

ekosistem tempat ia hidup.” Teori Niche kemudian digunakan oleh para ekologi untuk melihat bagaimana mahluk hidup dapat bersaing dan bertahan dalam sebuah ekosistem. Teori ini terus dikembangkan, hingga Dimmick dan Rohtenbuhler menganalogikan teori Niche dalam media. Tidak hanya mahluk hidup yang bersaing namun media juga harus berkompetisi untuk tetap hidup. Dalam dunia media industri, media dianalogikan memiliki populasi yang sejenis, dan pada akhirnya media harus berkompetisi antarpopulasi.

Dalam teori ini terdapat niche breadth dan niche overlap. Niche breadth

merupakan daerah/ruang penunjang kehidupan suatu mahluk. Niche breadth

(4)

kehidupannya. Sedangkan niche overlap adalah jika populasi mahluk tersebut menggunakan sumber penunjang yang sama dan terbatas, sehingga akhirnya terjadi tumpang tindih antar mahluk. Niche overlap juga menunjukan tingkat ketergantungan populasi terhadap satu jenis penunjang yang sama.

Menurut Dimmick dan Rohtenbuller, media memiliki 3 penunjang kehidupan. 3 hal tersebut adalah capital, types of content, dan types of audience. Faktor capital

berbicara mengenai pemasukan media dalam struktur modal ataupun iklan. Factor ini juga membahas mengenai besaran iklan dalam media tersebut. Faktor types of audience jelas mengenai target segmentasi mereka. Menargetkan audience dapat dilakukan dengan melihat profile khalayak, dengan begitu media dapat memenuhi kebutuhan khalayak. Atau dapat juga dilakukan dengan cara menentukan profil media itu sendiri. Sementara types of content merupakan isi program, deskripsi media tersebut. Penggunaan media pendukung seperti media sosial, juga dapat digolongkan dalam factor content.

Media saat ini bersaing dalam menarik audience melalui media sosial. Karena khalayak yang semakin berkembang dengan penggunaan media sosial. Selain itu melalui media sosial, media analog atau konvensional ini dapat memberikan informasi seputar program mereka kepada audience. Sehingga media sosial menjadi salah satu penunjang kehidupan media analog, khususnya pada penelitian ini media penyiaran konvensional.

Dalam konteks ini peneliti ingin mengetahui apakah penggunaan media sosial pada media radio di Salatiga memiliki dampak dalam menarik jumlah pendengar. Sesuai dengan factor penunjang dalam teori Niche, penelitian ini ingin mengetahui dan melihat apakah media sosial menjadi salah satu penunjang kompetisi media radio di Salatiga. Peneliti juga ingin melihat apakah media radio yang menggunakan media sosial dapat bertahan dalam persaingan media radio di Salatiga. Seperti yang telah disampaikan bahwa, media yang ingin bertahan harus beradaptasi. Karena media radio di Salatiga mulai menggunakan media sosial, peneliti ingin melihat peran media sosial yang digunakan dalam upaya mempertahankan media radio tersebut.

2.5 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini peneliti akan memaparkan penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti yaitu tentang peran media sosial dalam mempertahankan media radio.

(5)

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta” mengungkapkan bahwa ekologi media akan terus berkembang. Berkembangnya ekologi ini juga membuat media radio menjadi salah satu industri media. Sehingga penggiatnya akan terus berkompetisi. Herawati(2007) menjelaskan bahwa kompetisi setidaknya terjadi pada dua level yatu kompetisi antarpopulasi media dan kompetisi antaranggota populasi tersebut. Dikaji menggunakan teori Niche, penulis berusaha mengungkapkan 3 faktor yang akan mempengauhi persaingan dalam ekologi media. Yaitu capital yang meliputi struktur permodalan dan iklan, kemudian target audience yaitu sasaran jenis khalayak, dan

types of content yang menunjukan aspek program atau jenis medianya. Dalam penelitian ini menunjukan bahwa kompetisi media radio di Yogyakarta sangat tinggi dan menekankan pada factor segmentasi audience yang berimbas pada content. Tren perkembangan radio akan semakin menuju kepada segmentasi yang bertambah tinggi dan mengarah pada khalayak yang semakin selektif. Hal ini menunjukan bahwa semakin banyak radio yang melakukan spesialisasi dalam siarannya sebagai pembeda dari stasiun radio yang lain.

Apsari Retno Wiratmi (2012) dalam penelitiannya “Media Sosial Sebagai

Pendukung Interaktivitas di Radio JIZ FM” mengungkapkan bahwa perkembangan media khususnya media baru memiliki peran dalam pengembangan media konvensional. Media konvensional mulai menggunakan media baru yang berbasis internet untuk mendukung kegiatannya. Salah satu media yang menggunakan adalah media siaran radio, dan dalam penelitian ini adalah radio JIZ FM. Radio ini menggunakan media sosial terutama facebook dan twitter untuk berinteraksi dengan pendengar. Mengutip penelitian Joellan Easton (2005) mengenai “High Interactivity

Radio: Using the Internet to Enhance Community Among Radio Listeners”

menjelaskan bahwa internet digunakan sebagai media untuk mendekatkan radio kepada pendengarnya. Selain itu ia juga menemukan bahwa interaktivitas pada media sosial yang diteliti ditentukan oleh beberapa faktor seperti kebijakan yang diterapkan oleh perusahan dalam mengelola media sosial dalam penggunaan bahasa, kemudian faktor teknologi yang digunakan dan bagaimana respon host dalam melibatkan pengunjung. Selain factor-faktor tersebut penelitian ini menemukan bahwa pernanan host dalam membangun komunikasi dapat mendorong adanya interaksi. Contohnya penggunaan kata sapaan orang pertama yang tidak anonym ataupun kalimat ajakan yang mendorong pendengar untuk terus merespon.

Efri Handoko dalam penelitiannya “Persaingan Radio Komersial, Studi Kasus

(6)

program, baik Suara Salatiga maupun Elisa sama-sama tidak memiliki program yang menonjol sehingga persaingan semakin tinggi. Selain itu pula, kedua radio ini sangat bergantung pada iklan yang masuk. Kesamaan sumber atau penunjang kehidupan media mengakibatkan persaingan yang semakin tinggi pula. Tidak jarang pula karena semakin tingginya persaingan, media kehilangan idealismenya. Begitu yang dilihat oleh Efri dalam penelitiannya. Demi persaingan di lingkungan media, kedua radio sering melupakan segmentasi acara dan akhirnya mengikuti minat audiens dalam membuat program. Hal tersebut dilakukan demi persaingan dan tidak kehilangan pendengar.

2.6 Kerangka Pikir

Gambar 1.

Kerangka Pikir Penelitian

Media radio di Indonesia memiliki peranan dan bahkan terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Pada masa kemerdekaan media analog ini memiliki peranan penting dalma penyebar luasan kabar kemerdekaan negara. Sampai di masa orde baru pun, radio memiliki peranan yang cukup penting yaitu sebagai mikrofon pemerintahan saat itu. Dari analog ke arah digital. Perubahan dan berkembangnya media dari analog ke digital ini yang disebut dengan konvergensi

Radio Digital Radio Analog

Media Radio di Indonesia

Konvergensi Media

Ekspansi Media, bergabung dengan

media berjejaring

Penggunaan Media digital khususnya

media sosial

Radio di Salatiga. Radio Elisa FM, Radio Zenith FM, dan Radio

(7)

media. Konvergensi media bisa dilakukan dengan 2 cara. Pertama media mencoba untuk melakukan ekspansi, dalam hal ini bergabung dengan media berjejaring. Kedua media beradaptasi dan mengadopsi media digital khususnya media sosial. Di Salatiga media radio mulai melakukan konvergensi media. Media radio tersebut adalah Radio Elisa FM, Zenith FM, dan Suara Salatiga FM. Penggunaan media sosial ini bertujuan untuk mempertahankan media analognya, yaitu media radio. Dengan aktif dalam media sosialnya, media radio lebih mudah berkomunikasi dan dapat menarik

Gambar

Gambar 1.  Kerangka Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil evaluasi prakualifikasi pada pekerjaan Perencanaan Pengembangan Stadion Tuanku Tambusai Bangkinang, telah didapatkan hasil 5 (Lima) daftar pendek calon penyedia

Pengaruh harga, PDB Amerika Serikat dan kurs Rupiah terhadap volume ekspor pakaian jadi Indonesia tahun 2000-2014?... =>

Berapa Besar Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII Materi Lingkaran di SMP

Pelaksanaan Sistem Registrasi dan Identifikasi (Regident) Kendaraan Bermotor dalam kaitannya dengan Pendapatan Asli Daerah Provinsi Lampung adalah fungsi Kepolisian

Perbandingan hasil analisis terhadap kedua algoritma metode tersebut akan menentukan metode yang lebih teliti untuk memprediksi volume ekspor non migas dengan nilai-nilai

In addition, although the ideal nanoparticle sizes for nanotherapy are range from 1 to 100nm for easy internalization into the cells, however, for drug delivery system the

dikarenakan memuat banyak pakaian harus memilih material yang sesuai, sifat material yang keras, tahan lama, tidak mudah rapuh, dan meleleh, serta desain rangkaian itu sendiri

Berdasarkan hasil penyelesaian RTE di atas terlihat bahwa untuk nomer dua langkah pertama RTE dengan menuliskan apa yang diketahui dengan jelas dan dia