LITERASI INFORMASI DALAM LINGKUNGAN KERJA
ORGANISASI PERUSAHAAN
Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Semester Mata Kuliah Literasi
Informasi
Oleh:
Rinawati
NIM 13040114140077
Kelas B
S-1 ILMU PERPUSTAKAAN
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa ini, segala aspek kehidupan telah berkembang dengan pesatnya, perkembangan tersebut beriringan pula dengan perkembangan masyarakat, dari masyarakat yang tradisional menjadi masyarakat modern, kemudian secara otomatis perkembangan tersebut menuntut masyarakat menuju kearah globalisasi. Perubahan yang paling terasa adalah penggunaan teknologi informasi seperti smartphone, komputer dan koneksi internet. Perusahaan merupakan salah satu aspek masyarakat yang harus mengikuti perkembangan zaman, menuntut para pekerja untuk menerapkan globalisasi yang membuat para pekerja mau tidak mau harus terjun dalam era informasi yang sangat menantang.
Informasi merupakan masalah yang krusial dalam lingkungan kerja. Para pekerja merasa acuh tak acuh dengan proses pencarian informasi yang akan digunakan. Banyaknya tuntutan pemenuhan informasi ditambah sedikit waktu luang yang diberikan, membuat informasi tidak sempat dinilai atau dipahami. Hal ini diperparah dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih, hingga akhirnya menciptakkan kelimpahruahan informasi yang menyebabkan pekerja semakin kesulitan dalam mencari informasi yang relevan dengan kebutuhan mereka sendiri.
pertumbuhan informasi dengan segala penyebabnya, serta perubahan globalisasi yang sekarang sedang terjadi merupakan masalah nyata yang harus dihadapi perusahaan. Untuk mengatasi semua masalah tersebut, sesorang pekerja harus memiliki kemampuan mencari, menemukan, menganalisi, mengevaluasi, dan menciptakan informasi baru atau disebut dengan literasi informasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Literasi Informasi Dalam Lingkungan Kerja
Literasi informasi dalam tempat kerja merupakan bentuk kolaboratif dari praktek hubungan sosial budaya dalam konteks lingkungan yang spesifik (Bawden & Robinson 2002) yang terdiri dari 'kumpulan berbagai keterampilan, praktek dan proses' (Lloyd 2006). Literasi informasi dalam tempat kerja bukan hanya sekedar pengalaman individual. Tetapi sebaliknya, justru literasi informasi berkembang secara kolektif dalam konteks berpengalaman individu yang dikombinasikan dengan organisasi. (Somerville dan Howard 2008). Seperti yang diidentifikasi oleh Billett (1999), empat kunci sumber pembelajaran dalam lingkungan kerja meliputi kegiatan kerja, tempat kerja, pekerja lainnya, serta praktik mendengarkan dan mengamati. (Bruce 1999) dalam studinya mengenai literasi informasi dalam tempat kerja, menunjukkan bahwa ada korespondensi menunjukkan hubungan yang erat antara aspek literasi informasi dan kegiatan kerja pada umumnya (Bruce 1999). Lloyd (2005) menemukan bahwa literasi informasi dalam tempat kerja adalah proses belajar berupa konteks yang spesifik yang menghubungkan sumber informasi dengan praktek pembelajaran yang dibutuhkan untuk mengaksesnya. Literasi informasi memfasilitasi perubahan sistem pengetahuan dari individu ke praktek kolektif berupa kompetensi dan konteks integrasi.
2006). Pertukaran informasi dan terciptanya pengetahuan baru terjadi dalam organisasi melalui interaksi sosial sehari-hari dengan rekan kerja. Literasi informasi tidak hanya mengenai proses tetapi juga hasil dari informasi dan pengetahuan yang tercipta dari hubungan sosial.
(O'Sullivan 2002),menganggap bahwa literasi informasi sangat penting dalam lingkungan kerja, karena dengan menerapkan kemampuan literasi informasi tenaga perusahaan mampu menemukan, mengevaluasi dan menggunakan informasi secara efektif yang merupakan kunci keberhasilan dari banyak organisasi perusahaan. Mengingat betapa besar hasil dari pemanfaatan literasi informasi, perusahaan mampu berkembang secera evaluatif apabila mampu mengajarkan literasi informasi bagi seluruh tenaga kerjanya.
Bahkan meskipun perusahaan dan pekerja mengakui adanya literasi merupakan data yang diolah sedemikian rupa, sehingga bisa dijadikan dasar dalam mengambil sebuah keputusan yang tepat dan benar. Informasi mampu menjawab semua kebutuhan baik pekerja maupun seluruh aspek dalam perusahaan tersebut. Seiring dengan berkembangnya teknologi, untuk memperoleh dan mengolah informasi semakin mudah. Literasi informasi sangat dibutuhkan dalam lingkungan perusahaan. Informasi dalam perusahaan digunakan untuk memanajemen seluruh sumber yang ada, baik struktur organisasi, data keuangan, jobdesk tenaga kerja dan lain-lain. (Karim dan Hussein, 2008), menyatakan bahwa informasi yang berkualitas baik dapat meningkatkan kemampuan dalam membuat keputusan, meningkatkan efisiensi dan memungkinkan organisasi untuk mendapatkan keuntungan kompetitif. Dukungan penelitian, memanfaatkan literasi untuk memecahkan masalah, selalu up to date dan berkomunikasi dengan pekerja merupakan tugas untuk mengungkapkan betapa pentingnya keterampilan literasi informasi berada di pekerjaan mereka. Informasi dalam dunia bisnis dapat digunakan sebagai sarana untuk membantu tenaga kerja dalam menangani sejumlah informasi yang muncul dalam lingkungan kerja dan kehidupan sehari-hari mereka.
belajar, catatan hafalan atau ringkasan, analisis, interpretasi, semua hal tersebut merupakan pemahaman atau penerapan yang juga diperlukan di tempat kerja (Cheuk 1998).
Balcombe (1999) mendefinisikan pengetahuan manajemen sebagai memperoleh, menyebarkan, menggunakan dan mensisntesis informasi baru untuk menambah nilai organisasi. O'Sullivan (2002) telah mengidentifikasi hal tersebut seperti manajemen waktu, manajemen informasi, manajemen jaringan, manajemen kerja sama tim, manajemen ekplorasi data, manajemen analisis, manajemen pencarian informasi secara online, keterampilan komputer (untuk membuat, menyimpan dan menyajikan informasi),
Perusahaan berisiko membuang-buang investasi teknologi yang digunakan untuk mengelola informasi apabila tidak mampu mengatasi aspek “sumber daya manusia” yang telah di diidentifikasi sebagai fokus utama dalam manajemen pengetahuan (Abell 2000). Menurut (Permen 1998) para pekerja selalu memiliki masalah dalam hal informasi, diantaranya :
1. Informasi yang overload
Informasi overload disebabkan semakin berkembangnya teknologi dan media penyebaran informasi yang akhirnya mengakibatkan para pekerja kesulitan dalam menemukan informasi yang relevan, kredibel dengan kebutuhan mereka dan tidak mengatahui kesahihan informasi itu sendiri. 2. Kecemasan informasi
berkembang apabila terus berevaluasi untuk menghadapi arus informasi yang tidak kunjung henti. Informasi tidak sempat dinilai atau dipahami. Umumnya pekerja yang mememiliki kecemasan informasi akan merasakan kecemasan akan tenggelam dalam arus informasi, kecemasan akan kekurangan informasi, kekurangan pemahaman mengenai makna dan nilai informasi, kekhawatiran dalam menghadapi teknologi komunikasi dan informasi.
3. Disinformasi atau informasi yang keliru
Banyak pekerja yang kesulitan dalam menemukan informasi yang dibutuhkan, hal ini semakin diperkeruh dengan membludaknya informasi yang mengakibatkan pekerja kesulitan dalam memilah informasi yang benar tidak mampu memilah informasi yang kredibel, relevan yang mengakibatkan kesalahan dalam mengambil informasi yang berujung pada penurunan kebutuhan informasi untuk perusahaan.
4. Tidak cukup waktu
Karena informasi yang semakin massive, para pekerja semakin membutuhkan banyak waktu yang diperlukan guna mengumpulkan, menyimpan, mengolah dan menganalisanya. Padahal waktu yang disediakan manajer sangat terbatas. Akibatnay informasi yang disuguhkan untuk perusahaan menjadi abal-abal.
5. Keterampilan teknologi yang tidak memadai
Banyak perusahaan yang telah menggunakan komputer untuk mengakses berbagai informasi, namun pada kenyataannya masih banyak pekerja yang kurang memahami teknologi tersebut, sehingga kesusahan dalam memanfaatkan komputer untuk melakukan pencarian informasi.
2000) atau 'lebih kompleks' (Kuhlthau dan Tama 2001) tugas untuk mencari informasi yang kompleks merupakan ciri khas dalam lingkungan kerja (Kuhlthau dan Tama 2001). Kirk (2004) penggunaan informasi bukanlah aktivitas individu sebagai seperti yang disimpulkan dalam model lainnya, melainkan menanam hubungan sosial yang merupakan bagian dari setiap tempat kerja. Pertukaran informasi dan interaksi dengan rekan-rekan dalam berbagi informasi, melakukan penilaian dan mengambil keputusan bersama, serta mempengaruhi orang lain untuk tidak hanya menggunakan informasi, tetapi menggunakan informasi sesuai konteks budaya dan nilai-nilai dalam perusahaan. (Lloyd 2004)
C. Model Literasi Informasi Dalam Lingkungan Kerja
Ada berbagai jenis model literasi informasi, salah satu model literasi informasi yang cocok diterapkan dalam tempat kerja adalah Seven Face Bruce’s ( Bruces 1999). Kategori- kategori tahapanya meliputi :
1. Wajah pertama, literasi informasi digunakan untuk melek teknologi informasi dan komunikasi.
2. Wajah kedua, literasi informasi digunakan untuk menemukan sumber informasi yang tepat.
3. Wajah ketiga, literasi informasi digubakan untuk melaksanakan proses. 4. Wajah keempat, informasi literasi digunakan untuk mengendalikan informasi secara bijaksana untuk hal lainnya.
D. Peran Perpustakaan Khusus Dan Pustakawan Dalam Mendukung Penerapan Literasi Informasi Di Lingkungan Kerja
Peran perpustakaan khusus adalah melakukan perubahan. Dalam beberapa dekade terakhir tidak mudah untuk menerapkan sektor ini, banyak banyak kendala misalnya perpustakaan bercampur, dikurangi, bahka ditutup (Gawne 2001). Ada juga perbedaan hubungan kelompok antara pengguna dengan staff perpustakaan. Oleh karena itu banyak konsep, pengalaman dan penelitian yang mendukung literasi informasi sektor akademik yang kemudian dialihkan ke tempat kerja, hal harus disesuaikan dan pustakawan khusus harus dimodifikasi untuk mencapai tujuan mereka sendiri (Cheuk 1998). Pustakawan dan perpustakaan khusus harus mampu mengajarakan kepada para pekerja tentang literasi informasi, khususnya pilar-pilar yang menyokong literasi informasi, diantaranya :
1. Literasi media
Literasi media adalah kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan memanfaatkan media yang ada. Kemampuan untuk melakukan hal ini ditujukan agar para pekerja sebagai konsumen media menjadi sadar (melek) tentang cara media dikonstruksi (dibuat) dan diakses. Pustakawan mengajarkan kepada para pekerja tentang bagaimana cara memanfaatkan dan mengolah informasi di komputer, bagaimana menentukan kata kunci yang tepat dalam melakukan pencarian informasi melalui komputer, memberitahukan tentang ciri-ciri sumber yang teruji kesahihannya dan mengajarkan untuk menganalisi pesan visual dari sebuah media.
2. Kemampuan menelusur informasi diperpustakaan
diperpustakaan dimulai dari menentukan kebutuhan informasi pekerja, mengetahui letak koleksi, mampu mengidentifikasi informasi dalam koleksi, mengevaluasi informasi dan mensisntesis semua sumber informasi untuk kemudian informasi tersebut dapat bermanfaat untuk pekerja.
3. Berfikir kritis
Literasi informasi juga dapat membetuk pribadi yang berpikir kritis, untuk itu sangat penting memiliki kemampuan berpikir kritis karena melalui kemampuan ini, seseorang tidak mudah percaya begitu saja dengan informasi yang ada serta didapatnya. Kemampuan seperti inilah yang dapat mendorong seseorang untuk selalu ingin tahu segala informasi yang selalu berkembang dan menemukan informasi yang benar. Literasi informasi digunakaman untuk memberikan pemahaman tentang sumber informasi dan bagaimana memperoleh atau mengakses sumber-sumber tersebut. Literasi informasi didasari dari hubungan antara orang, benda, teks dan pengalaman jasmani yang memungkinkan seseorang untuk mengembangkan sikap subjektif dan intersubjektif (Lloyd, 2010:26). Pustakawan dilingkungan kerja diharapkan mampu mengajarkan atau mengasah ketrampilan berfikir kritis para pekerja, dengan melakukan pelatihan dan bimbingan berkelanjutan kemampuan berfikir kritis pekera akan terus meningkat seiring meningkatnya kinerja untuk mengolah informasi perusahaan.
4. Etika informasi
Masih banyak pekerja yang kurang menerapkan etika dalam pemanfaatan informasi. terkadang mereka hanya melakukan copy paste
memberikan pengarahan kepada pekerja mengenai etika yang harus dilakukan saat menggunakan informasi atau karya orang lain.
Dalam masyarakat informasi perlu adanya peran spesialis informasi, dan kebanyakan pustakawan khusus melihat peluang, mereka mampu menyesuaikan perubahan lingkungan agar mereka tidak terpinggirkan apabila tidak masuk dalam organisasi serta mengambil tantangan era diera informasi. Oleh karena itu pustakawan harus berkembang dengan sikap dan layanan mereka jika mereka agar tetap relevan untuk memenuhi kebutuhan pengguna (Boelens 2001). Mereka harus proaktif dan mampu mengambil peluang yang menjadi tersedia dan untuk terlibat dengan sektor-sektor lain di tempat kerja, mereka melakukan percampuran antara sumber daya manusia dan teknologi informasi, untuk memperluas peran mereka dalam organisasi dan untuk memperkuat posisi mereka sebagai spesialis informasi (O'Sullivan 2002). Bottazzo (2005) peran pustakawan atau information specialist di perpustakaan khusus yang telah mengaplikasikan teknologi informasi adalah (1) memahami dengan baik informasi yang dibutuhkan untuk organisasinya, (2) harus dapat memahami dan kemudian mengevaluasi sumber-sumber informasi yang dimiliki dan relevan dengan organisasinya serta sekaligus juga membina kerja sama informasi dengan sumber-sumber informasi tersebut, (3) pustakawan harus menjadi promotor yang menentukan dalam organisasi untuk pengadaan materi informasi perpustakaan, indeksing, berita dan aktivitas lain. Banyak dokumen yang signifikan, baik cetak maupun digital, tidak pernah ditambahkan sebagai koleksi perpustakaan tetapi diedarkan secara umum di tempat kerja. Pustakawan khusus harus terlibat tidak hanya mengumpulkan, mengorganisir, pengindeksan dan menyajikan informasi tersebut, tetapi juga harus mampu melatih pekerja untuk melakukan tugas-tugas ini.
orang dalam menggunakan produk-produk dan jasa, serta menjadi fasilitator dalam berbagi informasi dan pengetahuan. Perlu adanya dukungan perubahan agar konsep perpustakaan menjadi lembaga yang menyediakan layanan untuk menjadi bagian inti suatu perusahaan atau organisasi. Dengan memperkenalkan aspek program literasi informasi merupakan salah satu cara untuk membantu perpustakaan khusus untuk terus berkembang dalam organisasi. Sebagian beasr praktisi beranggapan bahawa peran literasi informasi ditempat kerja berbeda dengan lingkungan pendidikan. Dalam lingkungan pendidikan hubungan antara pustakawan dan siswa berbeda dengan hubungan antara pustakawan dengan rekan kerja dalam sebuah hierarkis organsisasi dimana pustakawan lebih sering berhubungan dengan siswa yakni sebagai pihak yang berada dibawahnya (Secker 2002).
BAB III KESIMPULAN
ditunjang peran pustakawa dan perpustakaan khusus akan mempermudah pekerja dalam mempergunakan informasi untuk memenuhi kebutuhan perusahaan.
Model literasi informasi Bruce’s merupakan salah satu model literasi informasi yang cocok diterapkan dalam tempat kerja, mengingat informasi yang ada dalam perusahaan bersifat spesifik. Tahapan-tahapan kategori model literasi Bruce’s akan mempermudah pekerja dalam memperoleh informasi yang akhirnya mampu menjadi tolak ukur kualitas perusahaan, semakin baik kualitas informasi semakin baik pula kualitas suatu perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdi, Faisal .2009. Kecemasan Informasi. diakses pada tanggal 12 Juni 2016 melalui http://artikeldanopini.blogspot.co.id/2009/08/kecemasan-informasi.html
Kirton, Jennifer & Barham, Lyn .2005. Information literacy in the workplace, The Australian Library Journal, 54:4, 365-376, DOI: 10.1080/00049670.2005.10721784 diakses pada tanggal 09 Juni 2016 melalui
http://e-resources.perpusnas.go.id:2058/doi/pdf/10.1080/00049670.2005.10721784
10.1300/J109v11n04_02 diakses pada tanggal 10 Juni 2016 melalui http://e-resources.perpusnas.go.id:2058/doi/pdf/10.1300/J109v11n04_02
Lloyd, Annemaree & Williamson, Kirsty. 2008. Towards an Understanding of Information Literacy in Context Implications for Research, Journal Of Librarianship And Information Science, Vol 40 (1): 3–12 DOI: 10.1177/0961000607086616 diakses pada tanggal 10 Juni 2016 melalui
http://lis.sagepub.com.ezproxy.ugm.ac.id/content/40/1/3.full.pdf
Lloyd, Annemaree. 2011. Trapped between a Rock and a Hard Place: What Counts as Information Literacy in the Workplace and How Is It Conceptualized?, Library Trends, 60.2 (Fall 2011): 277-296. Diakses pada
tanggal 10 Juni 2016 melalui
http://search.proquest.com.ezproxy.ugm.ac.id/docview/860122177/fulltextPD F/66773870D3764933PQ/4?accountid=13771
M. Somerville, Mary & Howard, Zaana. 2008. Systems thinking: an approach for advancing workplace information literacy, The Australian Library Journal, 57:3, 257-273, DOI: 10.1080/00049670.2008.10722479 diakses pada tanggal
09 Juni 2016 melalui
http://e-resources.perpusnas.go.id:2058/doi/pdf/10.1080/00049670.2008.10722479
Sokoloff , Jason (2012) Information Literacy in the Workplace: Employer Expectations, Journal of Business & Finance Librarianship, 17:1, 1-17, DOI: 10.1080/08963568.2011.603989 diakses pada tanggal 12 Juni 2016 melalui
http://e-resources.perpusnas.go.id:2058/doi/pdf/10.1080/08963568.2011.603989
Zhang, Xue et all. 2010. Environmental Scanning: An Application of Information Literacy A skills at the Workplace, Journal of Information Science, 36 (6) 2010, pp. 719–732 DOI: 10.1177/0165551510385644 diakses pada tanggal 11