• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hak Hak Atas Petani atas La

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perlindungan Hak Hak Atas Petani atas La"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH PENELITIAN KEPUSTAKAAN (LIBRARY RESEARCH)

Perlindungan Hak-Hak Atas Petani atas Lahan Pertanian Sebagai Salah Satu Hak Asasi Manusia di Indonesia

Diusulkan oleh:

Yati Ning Asih 8111416272 (Angkatan 2016)

Maria yuniana restunintyas 8111416084 (Angkatan 2016)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG SEMARANG

2017

(2)

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan kasih‐Nya, atas anugerah hidup dan kesehatan yang telah kami terima, serta petunjuk‐Nya sehingga memberikan kemampuan dan kemudahan bagi kami dalam penyusunan makalah ini.

Didalam makalah bertajuk library research ini kami selaku penyusun hanya sebatas ilmu yang bisa kami sajikan dengan topik “Perlindungan Hak-Hak Atas Petani atas Lahan Pertanian Sebagai Salah Satu Hak Asasi Manusia di Indonesia”. Dimana didalam makalah library research ini perlindungan hak hak petani.

Kami menyadari bahwa keterbatasan pengetahuan dan pemahaman kami tentang perancangan output sistem, menjadikan keterbatasan kami pula untuk memberikan penjabaran yang lebih dalam tentang masalah ini, kiranya mohon dimaklumi apabila masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan makalah ini.

Harapan kami, semoga makalah ini membawa manfaat bagi kita, setidaknya untuk sekedar membuka cakrawala berpikir kita tentang bagaimana merancang sebuah output sistem dalam kehidupan kita.

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN KULIT MUKA...……….i KATA PENGANTAR...……….ii DAFTAR ISI...………iii BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

... ……….1

1.2.Rumusan Masalah

... ……….1

1.3.Metode Penulisan

... ……….2

BAB II PEMBAHASAN 2.1. pembahasan 1

... ……….4

2.2. pembahasan 2

... ……….6

2.3. pembahasan 3

... ………....9

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

... ………...13

DAFTAR PUSTAKA

(4)
(5)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Tanah, dalam system social, ekonomi, politik dianggap sebagai factor produksi utama1. Yang membedakan dari masing-masing unsure tersebut adalah fungsi, mekanisme pengaturan dari setiap intervensi pihak luar. Hal ini menimbulkan konflik yang terjadi antara pihak-pihak terkait. Dalam buku Petani dan Konflik Agraria ini menganalisis konflik agraria pedesaan yang terjadi di Indonesia pada tiga periode, yaitu masa prakemerdekaan (colonial dan pra colonial), masa pascakemerdekaan (sejak kemerdekaan sampai peralihan ke Orba), dan masa Orde Baru dengan tekanan konflik-konflik yang melibatkan petani dan pihak-pihak lain.

Berangkat dari ketidak adilan yang terjadi didepan mata, kaum tani menggeliat dan bergerak untuk mengumpulkan kekuatan melawan sistem ketidak adilan yang sudah kokoh dan cara pandang terhadap tanah itu sendiri. Pemilikan maupun penguasaan tanah merupakan factor penting dalam setiap masyarakat, apapun model system social-ekonomi-politik yang dianut didalamnya. Pentingnya penguasaan tanah bagi masyarakat dengan sendirinya akan mendorong munculnya upaya untuk mempertahankan hak-hak atas tanah berdiri. 2Apa yang disebut ketidak adilan disini adalah terkeruknya kekayaan hutan yang tadinya menjadi penopang kehidupan rakyat tani disekitar hutan Ngadisono akibat disulapnya hutan tersebut menjadi hutan pinus. Serangkaian akibat negatif dari monokultur ini telah membuat kehidupan ekonomi rakyat menjadi terpuruk salah satunya akibat menurunnya persediaan air yang bisa diakses. Usaha pertanian semakin terpuruk karena kaum tani tidak memiliki luas lahan yang cukup dan juga kesulitan mendapatkan air yang cukup. Kondisi ini membuat penduduk hengkang ke kota lain untuk mencari sumber penghidupan. Situasi tersebut menjadi semakin

1 Jayadi Malik,Pembaruan agrarian dan hak asasi petani,Yogyakarta ,Lapera Pustaka Utama,2009,hlm 36

(6)

parah ketika pada tahun 1998 terjadi penjarahan hutan pinus. Buruh sadap getah yang sebagian besar adalah kaum tani yang tidak memiliki tanah adalah golongan masyarakat yang paling menderita saat itu. Mulai saat itulah kaum tani menyatukan semangat untuk bergerak dan menuntut hak garap di atas lahan hutan yang sudah dijarah.

Kaum tani berjuang mulai dari mengorganisir diri sendiri, memperkuat jaringan dan melakukan negosiasi peoliti termasuk dalam pengawalan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah mulai dari PHBM, PSDBHM dan PSDHLT . Setelah melewati serangkaian perjuangan, akhirnya kaum tani mendapatkan hak garap di kawasan hutan seluas 75 hektar. Dalam buku ini juga diceritakan bagaimana kaum tani melakukan penataan produksi pasca Perolehan Hak Garap. Bagian keempat dalam buku bercerita tentang implikasi dari keberhasilan dalam perolehan hak garap serta prestasi dan pekerjaan Rumah yang harus dikerjakan oleh Organisasi Tani. Terakhir, diceritakan tentang rencana kedepan kaum tani dalam meneruskan perjuangannya untuk menegakkan reforma agraria Reforma agraria sejati adalah upaya yang diusung oleh rakyat tani dan kaum terpinggirkan lainnya untuk mendapatkan hak dalam mengakses sumber agraria baik itu lahan dan sumber-sumber agraria lainnya. Terkait dengan perjuangan kaum tani di Ngadisono, keberhasilan yang sudah tercapai sekarang masih belum merupakan keberhasilan yang sejati. Meskipun kesejahteraan membaik, namun tingkat kesejahteraan kaum tani yang memperoleh masing-masing sebesar 1200 m2 per KK masih belum memenuhi standar minimal kesejahteraan. Dalam padangan kaum tani baik itu ditingkat lokal, nasional ataupun internasional perjuangan belum berhasil apabila reforma agraria belum terlaksana

A. RUMUSAN MASALAH

Beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai batasan dalam pembahasan bab isi. Beberapa masalah tersebut antaralain :

1.Bagaimana Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ?

2. Deklarsi Hak hak apa saja yang dapat diperoleh oleh petani ?

(7)

B. METODE PENULISAN

(8)

BAB II PEMBAHASAN

1.Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Ketersediaan lahan menjadi salah satu hal yang perlu mendapatkan perhatian pemerintah. Hal ini mengingat bahwa pencapaian swasembada pangan menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan nasional, sehingga untuk mencapainya dibutuhkan pula dukungan ketersediaan lahan. Untuk mengamankan sejumlah lahan pangan yang ada agar tidak dialihfungsikan, serta demi tercapainya tujuan pembangunan nasional, maka disusunlah UU Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Dengan adanya UU 41/2009, diharapkan dapat dicapai swasembada pangan pada periode 2010-2014, yaitu berupa pencapaian 10 juta ton beras, serta diikuti pencapaian swasembada komoditas pangan lainnya seperti jagung, kedelai, ubi jalar dan ubi kayu.

(9)

pangan nasional. Lahan yang telah ditetapkan untuk dilindungi ini nantinya, sesuai dengan Pasal 35 PP 1/2011, akan dilindungi dan dilarang untuk sialihfungsikan.3

Sejak diundangkan pada tahun 2009, kebijakan tentang LP2B tersebut sedikit banyak telah memberikan sejumlah bukti positif terhadap produksi pangan nasional.4 Salah satunya terlihat dari adanya peningkatan jumlah produksi pada sejumlah komoditas pangan. Berdasarkan data BPS, produksi salah satu komoditas pangan, yaitu padi pada tahun 2013 adalah sebesar 71 juta ton, mengalami peningkatan sebesar 10 persen dari tahun 2009 yang menghasilkan 64 juta ton. Sementara itu, komoditas pangan lainnya yang mengalami peningkatan produksi adalah jagung yang mengalami peningkatan sebesar 5 persen, yaitu dari 17 juta ton pada tahun 2009 menjadi 18 juta ton pada tahun 2013. Peningkatan tersebut diikuti pula oleh ubi jalar (15 persen) dan ubi kayu (8 persen).

Sejumlah peningkatan produksi tersebut didukung pula oleh Angka Ramalan I (ARAM I) tahun 2014. Salah satunya dapat dilihat bahwa ARAM I untuk produksi komoditas jagung diperkirakan meningkat sebesar 18,55 juta ton, mengalami kenaikan sebesar 37,02 ribu ton atau 0,20 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan produksi dalam ARAM I 2014 juga terjadi pada komoditas pangan lainnya seperti kedelai (14,44 persen), kacang hijau (3 persen) dan ubi kayu (10,38 persen). Sementara itu, ARAM I untuk padi diperkirakan mengalami penurunan sebesar 1,98 persen, atau hanya mencapai produksi sebesar 69,87 juta ton. Perkiraan merosotnya produksi padi tersebut lebih dipengaruhi oleh faktor iklim, seperti banjir yang cukup besar yang terjadi selama 2014 yang menyebabkan banyak terjadinya kegagalan panen di sejumlah daerah. Selain itu, penyebab lainnya adalah karena menurunnya luas panen yang diakibatkan oleh adanya peralihan penggunaan lahan sawah tersebut untuk tanaman pangan lainnya seperti kedelai dan jagung. Namun demikian, sisi positif yang dapat kita lihat dari ARAM I produksi pangan nasional adalah bahwa secara keseluruhan, peningkatan yang terjadi tersebut menunjukkan bahwa peningkatan produksi

3 Francis Wahodo Ed,Hak-Hak Asasi Petani & Proses

Perumusannya,Yogyakarta,Cindelaras Rakyat Cerdas,2005,hlm 164

(10)

pangan nasional berlangsung cukup baik, karena peningkatan tersebut telah dapat terjadi secara berkelanjutan.

Walaupun belum secara langsung berdampak terhadap peningkatan produksi pangan, setidaknya kebijakan LP2B ini dapat mengamankan sejumlah lahan pertanian yang ada dari pengalih-fungsian lahan, sehingga efeknya dapat dirasakan untuk jangka panjang. Namun demikian, tantangan dalam meningkatkan produksi pangan ini tidak hanya terkait dengan permasalahan lahan seperti pengalih-fungsian lahan dan degradasi lahan, hal lainnya seperti perubahan iklim juga perlu diwaspadai demi tercapainya ketahanan pangan nasional.

2.Hak pemenuhan dan perlindungan hak asasi petani

(11)

Menimbang pula bahwa kondisi pertanian yang berkembang dewasa ini telah mengancam keselamatan hidup petani, merendahkan kemampuan produktifitas petani, dan semakin menurunkan kesejahteraan hidup petani. Masalah kepemilikan lahan terbatas, distribusi kepemilikan lahan tidak merata, dan tekanan penduduk yang berat atas lahan menimbulkan kerjasama antara pemilik lahan luas dengan petani berlahan sempit atau petani tidak berlahan dalam suatu kelembagaan lahan (Hayami dan Kikuchi, 1981; Fujimoto, 1996; Sangwan, 2000; Sharma, 2000; Hartono et al., 2001). Dalam hal ini Hayami dan Kikuchi (1981), Kasryno (1984), Gunawan (Taryoto, 1995) menjelaskan bahwa pada kelembagaan lahan terdapat aturan-aturan kerjasama yang disepakati dan dipatuhi oleh suatu masyarakat. Berdasar kelembagaan lahan tersebut penguasaan lahan dalam usahatani dapat dibedakan atas pemilik penggarap,penyakap, penyewa, dan penerima gadai.

Menimbang pula bahwa kondisi pertanian tersebut diperburuk oleh penyelenggara pemerintah yang menyingkirkan petani dalam pembuatan-pembuatan keputusan, oleh aparat bersenjata negara yang memaksa petani dengan kekerasan dan oleh badan-badan usaha raksasa yang menghisap kekayaan petani.

Menimbang pula bahwa globalisasi kapitalisme telah bekerja melalui perjanjian-perjanjian dan keputusan-keputusan internasional yang menjerat petani.

Menyadari bahwa petani telah dan akan terus berusaha mengatasi ancaman keselamatan hidup, kerusakan layanan alam, pelemahan produktifitas, dan penurunan kemakmuran baik dengan daya upayanya sendiri maupun bersama-sama dengan para pendukungnya. Dengan ini menetapkan rumusan hak asasi petani yang perlu mendapat pemenuhan dan perlindungan.

 Hak Atas Sumber-Sumber Agraria

 Petani baik laki-laki maupun perempuan dan keluarganya berhak

memiliki tanah secara layak adil untuk tempat tinggal maupun untuk tanah pertanian baik secara individu maupun secara kolektif.

 Petani baik laki-laki maupun perempuan dan keluarganya berhak

(12)

 Hak-hak dari petani baik laki-laki maupun perempuan dan

keluarganya atas kepemilikan atau akses kepada sumber-sumber agraria dan kemampuan pribadi dalam hukum dan pelaksanaannya tidak membedakan perbedaan jenis kelamin, agama, golongan, suku, dan budayanya.

 Hak-hak dari petani baik laki-laki maupun perempuan dan

keluarganya atas kepemilikan atau akses kepada sumber-sumber agraria dan kemampuan pribadi dalam hukum dan pelaksanaannya tanpa membedakan jenis, umur atau senioritas berdasarkaan hukum dan praktek adat dan kebiasaan yang berlaku tanpa melanggar rasa keadilan dan kebenaran.

 Petani baik laki-laki maupun perempuan dan keluarganya berhak

untuk menggarap dan memiliki tanah negara (nonproduktif) yang sudah menjadi sumber pokok kehidupan ekonomi dan kehidupan masyarakat.

 Petani baik laki-laki maupun perempuan dan keluarganya berhak

mendapatkan air bersih.

 Petani baik laki-laki maupun perempuan dan keluarganya berhak

mendapatkan dan menggunakan sumber-sumber air untuk kepentingan usaha pertanian.

 Petani baik laki-laki maupun perempuan dan keluarganya berhak

mengelola sumber-sumber air yang berada di wilayah kekuasaan petani.

 Petani baik laki-laki maupun perempuan dan keluarganya berhak

untuk mengelola, memelihara, dan menikmati hasil hutan.

 Petani baik laki-laki maupun perempuan dan keluarganya berhak

untuk menolak segala bentuk konversi tanah pertanian untuk kepentingan industrialisasi.

 Petani baik laki-laki maupun perempuan dan keluarganya berhak

(13)

3. Perlindungan Hak petani

(14)

bahwa “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat” . Selanjutnya diturunkan pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria. Ketentuan Pasal 2 UUPA yang merupakan aturan pelaksanaan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 memaknai pengertian hak menguasai sumber daya alam oleh negara sebagai berikut :

1. Atas dasar ketentuan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan hal lain yang dimaksud dalam pasal 1 hak negara untuk menguasai dalam pasal ini memberikan

wewenang untuk

 Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan,

dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa tersebut

 Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa

 menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa

2. Wewenang yang bersumber pada hak menguasai negara dari negara tersebut pada ayat 2 pasal 33 digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan, kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesiaa yang merdeka, berdaulan adil dan makmur.

3. Hak menguasai dari negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah, swasta, dan masyarakat-masyarakat hukum adat sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Berdasar pasal 2 UUTA dan penjelasannya tersebut, menurut konsep UUTA “Dikuasai” oleh negara bukan berarti “dimiliki” melainkan hak yang memberi wewenang kepada negara untuk menguasai seperti hal tersebut. Isi wewenang negara yang bersumber pada hak menguasai SDA oleh negara tersebut semata-mata bersifat publik yaitu, wewenang untuk mengatur (wewenang regulasi) dan bukan menguasai tanah secara fisik dan

(15)

kedaulatan pangan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat adalah hal yang penting untuk direalisasikan. Dalam rangka mewujudkan kedaulatan dan ketahanan pangan perlu diselenggarakan pembangunan pertanian

berkelanjutan. Untuk mengendalikan konversi lahan pertanian melalui UU RI No. 41 Tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan diharapkan dapat mendorong ketersediaan lahan pertanian untuk menjaga kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan. UU No. 41 Tahun 2009 bertujuan untuk :

1. Melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan 2. Menjamin ketersediaan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan 3. Mewujudkan kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pengan

4. Melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani

5. Meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan masyarakat 6. Meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani

7. Meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak 8. Mempertahankan keseimbangan ekologis

9. Mewujudkan refitalisasi pertanian

Pemerintah dan pemerintah daerah melaksanakan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat melalui perintah Undang-Undang sehingga terdapat sinergis yang terpadu, bertahap dan berkelanjutan tergantung visi pemerintah daerah dalam rangka menjamin dan mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan khususnya dalam rangka peningkatan dan ketersediaan pangan, maka kebijakan kemandirian pangan merupakan salah satu pilar untuk menjaga kedaulatan bangsa. UU No. 41 Tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan serta peraturan pemerintah No. 1 Tahun 2011 tentang penetapan dan alih fungsi lahan pertanian, mengatur tentang perlindungan lahan dan persyaratan serta mekanisme tentang alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan.

Perkembangan Mode Produksi dan Konflik Agraria

(16)

tidak hanya dipandang sebagai factor produksi tetapi juga merupakan asset penting bagi aktivitas manusia.Pada masa feodalisme atau prakapitalis, raja menggarap tanah hanyalah symbol otoritas. System ini pada prinsipnya mengutamakan hubungan yang erat antara raja dan tuan-tuan tanah dalam mengurus Negara. Di Indonesia system feodalisme muncul pada zaman Hindu. Di Jawa penguasaan tanah tidak begitu menentukan sebagai dasar hubungan antara rakyat dan raja. Kekuasaan para bangsawan lebih berdasarkan pada jumlah cacah yang sesuai dengan prinsip bersatunya kawula dan gusti sehingga dalam struktur masyarakatnya terlihat pengelompokan menurut kelas tertentu seperti priyayi dan rakyat biasa.

(17)

Indonesia, ikut mengubah mode produksi agraria dari kapitalis colonial menjadi populis. Mode produksi populis ini menempatkan tanah, tenaga kerja, pengambilan keputusan mengenai proses produksi, akumulasi dan investasi capital di tangan keluarga petani. Dalam system ini, pengakuan hak individu atas tanah-tanah sangat jelas tanpa mengabaikan fungsi tanah secara social. Kekuatan politik masyarakat yang dikutsertakan dalam program-program agraria yang bersifat populis tampak dari lahirnya UUPA 1960 dan pelaksanaan land reform. Konflik-konflik tanah yang sifatnya internal dan bentuknya horizontal muncul mewarnai perkembangan mode produksi populis yakni antara buruh tani dan petani kecil melawan tuan-tuan tanah, petani-petani kaya dan penguasa-penguasa perkebunan.

(18)

patron-klien ditemukan hampir di semua masyarakat petani. Namun meningkatnya kemiskinan di desa telah memaksa petani untuk mencari perlindungankepada warga yang bukan kerabat, yang menyebabkan timbulnya kelas patron. Kemunculan kelas ini menempatkan petani pada posisi yang serba tidak menguntungkan.

Ancaman terhadap subsistensi petani tidak hanya disebabkan semakin merasuknya kapitalisme ke pedesaan, tetapi juga disebabkan tataran yang lebih besar yaitu berkembangnya kekuasaan Negara melalui kebijakan-kebijakannya yang mengakibatkan akses petani terhadap sumber daya semakin terbatas. Kebijakan-kebijakan tersebut mendorong terjadinya kapitalisme agraria. Dalam kapitalisme agraria terjadi suatu perubahan pemilikan factor produksi dari petani kepada kelas pemilik moda

Bab III PENUTUP A.Kesimpulan

Pada pembahasan Politik Hukum Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Sebagai Instrumen Ketahanan Pangan, maka dari hasil penelitian dan analisa dari bab-bab sebelumnya dapat penulis simpulkan sebagai berikut,

(19)

pengawasan dari pemerintah akan mengakibatkan terjadinya kerawanan pangan karena punahnya kesuburan tanah.

2.Arah dan tujuan politik hukum Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan untuk upaya pencegahan konversi lahan sawah sulit dilakukan, upaya yang dapat dilakukan hanya bersifat pengendalian. Masyarakat yang diperlukan untuk itu adalah perangkat peraturan yang tegas dan harus didukung oleh keakuratan pemetaan dan pendataan penggunaan lahan yang dilengkapi dengan teknologi yang memadai. Upaya yang realistis untuk dilakukan adalah kebijakan mencetak lahan baru dan meningkatkan kualitas irigasi yang ada dengan dana utama dari pemerintah dan melibatkan patisipasi masyarakat.

B.Saran.

Berdasarkan kesimpulan diatas permasalahan yang ada diatas maka, penulis memberikan saran- saran sebagai berikut

1.Pembangunan pertanian dimana memasuki era globalisasi mendatang kebijakan harus mempunyai keberpihakan pada peningkatan kesejahteran jaminan pangan dan pelaku usaha sektor pertanian. Dengan pembangunan masyarakat petani perlu diarahkan kepada penciptaansektor pertanian sebagai lapangan usaha yang menarik, sehinga konversi tanah pertanian kenonpertanian dapat dicegah secara alamiah.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Sharma, H.R., 2000. “Tenancy Relationin Rural India: A Temporal and Cross-Sectional Analysis.” IndianJournal of Agricultural Economics. Indian Society of Agricultural Economics, Mumbai. 55 (3): 295-307.

Suwarto. 2008. Produktivitas Lahan dan Pendapatan Usahatani Tanaman Pangan menurut Kelembagaan Lahan dan Tenaga Kerja di Kabupaten Gunung Kidul. SOCA, Jurnal Sosial Ekonomi dan Agribisnis, Fakultas Pertanian

Universitas Udayana. 3 (8): 243-249.

(21)

Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian: 1-6.

Wahodo Ed, Francis ,2005,Hak-Hak Asasi Petani & Proses Perumusannya,Yogyakarta,Cindelaras Rakyat Cerdas

Bayu, Gutomo, ,2005, Tanah Untuk Penggarap : Pengalaman Serikat Petani Pasundan Menggarap lahan Pertanian dan Kehutanan,Bogor:Pustaka Latin

Malik, Jayadi 2009, Pembaruan agrarian dan hak asasi petani,Yogyakarta ,Lapera Pustaka Utama,2009

Suhendar, Endang 1998,Yohana Budi,Petani dan Konflik Agraria,Bandung,Akatiga, 1998

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini pasien telah didiagnosis perdarahan post partum dini dikarenakan menurut definisinya perdarahan post partum (PPP) dini adalah perdarahan lebih

Ada perbedaan yang sangat signifikan pada prestasi belajar fisika antara yang diajar menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dan yang diajar menggunakan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang ulang tata letak UPS memperhatikan efektifitas pemanfaatan bangunan berdasarkan jumlah timbulan sampah, jenis

Dengan demikian hipotesis yang menyatakan ada pengaruh yang signifikan dari penerapan strategi turnamen belajar (learning tournament) terhadap keaktifan belajar

Meskipun penggunaan internet banking berguna namun bila terdapat kelemahan didalamnya maka dapat mengurangi nilai guna dari suatu internet banking .Hasil penelitian

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari variabel kualitas pelayanan yang meliputi variabel compliance kepatuhan, assurance jaminan, reliability

Pada siklus I proses pembelajar guru sudah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS, namun proses pembelajaran belum berjalan cukup baik, hal ini

Penelitian menggunakan desain Studi Komparasi pendekatan cross sectional.Terdiri dari dua kelompok sampel yaitu yang diberikan ASI Eksklusif berjumlah 16 responden dan