• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAP.COM - HUBUNGAN DEPRESI DENGAN KEJADIAN INSOMNIA PADA ... 215 568 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TAP.COM - HUBUNGAN DEPRESI DENGAN KEJADIAN INSOMNIA PADA ... 215 568 1 PB"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.5 No 1 Januari 2014

82

!

""#

$

%$

&

%' && ((

) *

+

,

-(

./0

Depresi merupakan salah satu bentuk sindrom gangguan keseimbangan mood (suasana perasaan). Prevalensi depresi pada lansia di dunia berkisar 8 15%. Sementara prevalensi depresi pada lansia yang menjalani perawatan di Rumah Sakit dan panti jompo sebesar 30% 45%. Tahun 2013, prevalensi penduduk pada usia ≥ 15 tahun yang mengalami gangguan mental emosional secara nasional adalah 6,0%. Di Sumatera Barat prevalensi gangguan mental emosional yaitu sebesar 4,5%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan depresi dengan kejadian insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2014. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Deskriptif Korelasional dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh lansia yang berada di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2014 dengan teknik pengambilan sampel sampling jenuh, dimana semua populasi dijadikan sampel sebanyak 60 orang. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai dengan September 2014. Hasil penelitian didapatkan 36 lansia (60,0%) mengalami depresi dan 24 lansia (75,0%) mengalami kejadian insomnia. Sedangkan hubungan depresi dengan kejadian insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2014 yaitu didapatkan nilai p value 0,001 dimana nilai p<0,05. Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara depresi dengan kejadian insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2014. Selanjutnya diharapkan kepada pengurus yang ada di panti untuk lebih memperhatikan kondisi kesehatan lansia. Dan untuk lansia nya diharapkan untuk dapat bersosialisasi dengan baik dan lebih menikmati suasana yang ada di panti.

& '% / + " $ $0 $

Depressionis one form ofa balancedisorder syndrome mood (feeling). The prevalenceof depressionin the elderlyin the world ranging from8"15%. While the prevalenceof depressionin the elderly are undergoing treatment inhospitals and nursing homes by 30% "45%. In 2013, the prevalencein the population aged ≥15 years who had a mental disorder emotional nationallyis 6.0%. In West Sumatra, the prevalence

ofmental

disordersemotionalat 4.5%. This study aims to determine the relationship of depression with the incidence of insomnia in the elderly in Social Institutions Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar In 2014. This study uses Descriptive Correlational research with cross sectional approach. The population inthis study were allelderly who are in Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar In 2014. with a sampling technique sampling saturated, where all the population sampled as many as 60 people. When the study was conducted in March through September 2014. The results showed 36 elderly (60.0%) were depressed and 24 elderly (75.0%) experienced an incident insomnia. While the relationship with the incidence of depression in elderly insomnia in Social Institutions Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar In 2014 the p value of 0.001 is obtained where the value of p <0.05. It can be concluded that there is a significant relationship between depression and the incidence of insomnia in the elderly in Social Institutions Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar In 2014. Is expected to steward then there institutions to pay more attention to the health conditions of the elderly. And for his elderly are expected to be able to socialize well and enjoy the atmosphere in the home.

(2)

Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.5 No 1 Januari 2014

83

Peningkatan jumlah penduduk lansia sebagai

konsekuensi dari peningkatan usia harapan hidup. Peningkatan usia harapan hidup ini merupakan indikasi berhasilnya pembangunan jangka panjang salah satu diantaranya yaitu bertambah baiknya keadaan ekonomi dan taraf hidup masyarakat, kemajuan di bidang pelayanan kesehatan dan kejadian pengetahuan masyarakat yang meningkat. Akan tetapi dengan bertambahnya umur rata rata ataupun harapan hidup

(life expectancy) pada waktu lahir, karena berkurangnya angka kematian kasar (crude date rate)

maka persentasi golongan tua akan bertambah dengan segala masalah yang menyertainya (Oktizulva, 2011).

Proses menua adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik dengan terlihat adanya penurunan fungsi organ tubuh. Hal ini juga diikuti dengan perubahan emosi secara psikologis dan kemunduran kognitif seperti suka lupa, dan hal hal yang mendukung lainnya seperti kecemasan yang berlebihan, kepercayaan diri menurun, insomnia, juga kondisi biologis yang kesemuanya saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia (Kadir, 2007).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

menggolongkan lansia menjadi 4 yaitu: usia pertengahan (middle age) adalah 45 – 59 tahun, lanjut usia (elderly) adalah 60 – 74 tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Nugroho, 2008). Usia lanjut menurut Keliat (1999) dalam Maryam, dkk (2008) dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4), UU No. 13 Tahun 2010 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.

Menurut data yang dikeluarkan oleh Perserikatan

Bangsa Bangsa (PBB), melalui Lembaga

kependudukan dunia United Nations Population Fund

(UNFPA), jumlah lansia pada Tahun 2009 telah mencapai jumlah 737 juta jiwa. Dari jumlah tersebut sekitar dua pertiga tinggal dinegara negara berkembang, termasuk di Indonesia. Pada tahun 2050 diproyeksikan bahwa jumlah penduduk diatas usia 60 tahun akan mencapai sekitar 2 miliar jiwa. Pada saat itu jumlah penduduk lansia akan melampaui jumlah penduduk muda dibawah usia 15 tahun atau usia 0 14 tahun (Suyono, 2010).

Menurut data Sensus Badan Pusat Statistik (BPS) 2012, peningkatan usia harapan hidup tercermin dari semakin meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia) dari tahun ke tahun. Pada tahun 2012 jumlah penduduk lansia di Indonesia sekitar 18,55 juta orang atau 7,78 persen dari total penduduk Indonesia.

Persentase penduduk lansia yang telah mencapai angka di atas 7%, menunjukkan bahwa negara indonesia sudah mulai masuk ke kelompok negara berstruktur tua (ageing population). Pada tahun 2020 perkiraan penduduk lansia di Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34 % dengan UHH sekitar 71,1 tahun (Kemensos, 2007).

Di Indonesia Provinsi dengan usia harapan hidup yang lebih tinggi juga mempunyai jumlah penduduk lanjut usia yang lebih banyak. Suatu wilayah disebut berstruktur tua jika persentase lanjut usianya lebih dari 7%. Dari seluruh provinsi di Indonesia, ada 11 provinsi yang penduduk lansianya sudah lebih dari 7%, salah satunya yaitu Sumatera Barat yaitu sebesar 8,09 persen. (BPS–Survei Sosial Ekonomi Nasional Susenas, 2012). Menurut data BPS Sumbar (2011) jumlah penduduk di Sumatera Barat 4.956.274 orang dan dari jumlah tersebut 393.862 orang adalah penduduk lansia (7,9%).

Seiring bertambahnya usia, penuaan tidak dapat dihindarkan dan terjadi perubahan keadaan fisik selain itu para lansia mulai kehilangan pekerjaan, kehilangan tujuan hidup, kehilangan teman, risiko terkena penyakit, terisolasi dari lingkungan, dan kesepian. Hal tersebut dapat memicu terjadinya gangguan mental. Lanjut usia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan sering diwarnai dengan kondisi yang tidak sesuai dengan harapan. Banyak faktor yang menyebabkan gangguan mental. Empat gangguan mental yang sering ditemukan pada usia lanjut adalah depresi, insomnia, ansietas, dan delirium (Departemen Kesehatan, 2000 dalam Oktizulva, 2011).

Depresi merupakan salah satu gangguan mental yang banyak dijumpai pada lansia akibat proses penuaan. Prevalensi depresi pada lansia di dunia berkisar 8 15%. Hasil meta analisis dari berbagai negara di dunia diperoleh prevalensi rata rata depresi pada lansia adalah 13,5% dengan perbandingan perempuan dan pria adala 14,1:8,6. Sementara prevalensi depresi pada lansia yang menjalani perawatan di RS dan panti jompo sebesar 30% 45% (Medicastore, 2008). Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi penduduk pada usia ≥ 15 tahun yang mengalami gangguan mental emosional secara nasional adalah 6,0%. Di Sumatera Barat prevalensi gangguan mental emosional yaitu sebesar 4,5%. (Riskesdas, 2013).

(3)

Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.5 No 1 Januari 2014

84

pensiun bersama anak dan cucu tercinta. Pada

kenyataannya tidak semua lansia mendapatkan tiket yang sama untuk mengecap kondisi hidup idaman ini. Berbagai persoalan hidup yang mendera lansia seperti kemiskinan, kegagalan yang beruntun, stress yang berkepanjangan, keturunan yang bisa merawatnya dan sebagainya. Kondisi kondisi hidup seperti ini dapat memicu terjadinya depresi (Syamsuddin, 2006).

Depresi merupakan masalah kesehatan jiwa yang paling sering didapatkan pada lanjut usia. Gejala gejala yang menyebabkan depresi bagi lansia yaitu sering mengalami gangguan tidur atau sering terbangun sangat pagi yang bukan merupakan kebiasaannya sehari hari, sering kelelahan, lemas, dan kurang dapat menikmati kehidupan sehari hari, kebersihan dan kerapihan diri sering diabaikan, cepat sekali menjadi marah atau tersinggung, daya konsentrasi berkurang, pada pembicaraan sering disertai topik yang berhubungan dengan rasa pesimis atau perasaan putus asa, berkurang atau hilangnya nafsu makan sehingga berat badan menurun secara cepat dan kadang kadang dalam pembicaraannya ada kecenderungan untuk bunuh diri (Siti Maryam, dkk. 2008).

Sebagian besar lanjut usia yang menderita depresi mengalami gangguan tidur. Depresi yang dialami oleh lansia dapat mempengaruhi kebutuhan waktu untuk tidur. Semakin tinggi tingkat stres pada lansia maka kebutuhan waktu untuk tidur juga akan berkurang. Gangguan tidur disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu psikologis dan biologis, penggunaan obat obatan dan alkohol, lingkungan yang mengganggu serta kebiasaan buruk, juga dapat menyebabkan gangguan tidur. Faktor psikologis memegang peranan utama terhadap kecenderungan insomnia. Biasanya insomnia disebabkan oleh stres, perubahan hormon, dan kelainan kelainan kronis. Insomnia yang terjadi dalam tiga malam atau lebih dalam seminggu dalam jangka waktu sebulan termasuk insomnia kronis dan salah satu penyebab insomnia kronis adalah depresi (Rafknowledge, 2004).

Menurut data dari WHO (World Health Organization) pada tahun 2009, kurang lebih 18% penduduk dunia pernah mengalami gangguan sulit tidur, dengan keluhan yang sedemikian hebatnya sehingga menyebabkan tekanan jiwa bagi penderitanya. Gangguan tidur biasa terjadi pada masyarakat umum dan seseorang dengan kelainan psikiatri, insomnia merupakan gangguan yang sering terjadi. Perilaku lain termasuk rasa mengantuk yang berlebihan pada siang hari, sulit tidur pada waktu tidur yang diinginkan, dan biasanya pada malam hari mengalami mimpi buruk (Lanywati 2001).

Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan. Kejadiannya makin meningkat seiring bertambahnya usia. Kurang lebih 40% lansia

mengeluh mengalami insomnia. Insomnia adalah keluhan sulit untuk masuk tidur atau sulit mempertahankan tidur (sering terbangun saat tidur) dan bangun terlalu awal serta tetap merasa badan tidak segar meskipun sudah tidur (Puspitosari, 2008).

Penyebab insomnia pada lansia adalah kurangnya kegiatan fisik dan mental sepanjang hari sehingga mereka masih semangat sepanjang malam, tertidur sebentar sebentar sepanjang hari, gangguan cemas dan depresi, tempat tidur dan suasana kamar kurang nyaman, sering berkemih pada waktu malam karena banyak minum pada malam hari dan infeksi saluran kemih (Siti Maryam, dkk. 2008).

Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Andriyani, 2008 yang meneliti tentang hubungan antara tingkat depresi dengan kejadian insomnia pada lansia di panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta. Penelitian ini untuk mengetahui hubungan tingkat depresi dengan kejadian insomnia pada lansia. Dari 35 responden yang diobservasi diperoleh data sebagian besar responden sejumlah 25 Orang lansia (83,3%) depresi kategori sedang berat yaitu skor GDS 10 15 dan terjadi insomnia. Kategori Depresi Ringan 5 Lansia (16,7%). Depresi ringan dengan kejadian Insomnia 1 lansia. Sedangkan depresi ringan tidak ada insomnia 4 lansia. Dengan kategori tidak ada gejala depresi 5 Lansia(14,3%).

Pada Penelitian yang dilakukan oleh Raharja, 2013 yang meneliti hubungan antara tingkat depresi dengan kejadian insomnia pada lanjut usia di karang werdha semeru jaya kecamatan sumbersari kabupaten jember. Didapatkan bahwa lansia sebagian besar mengalami depresi tingkat sedang yaitu sekitar 19 responden (66,7%), sedangkan untuk tingkat depresi berat yaitu 9 responden (32,1%). Tidak ada responden dengan tingkat depresi ringan yang mengalami insomnia.

Sementara itu hasil studi lapangan yang peneliti dilakukan di Panti Sosial yang tersebar di Sumatera Barat, yaitu panti sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar dan Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin. Dari survei awal tersebut, peneliti telah mengobservasi dan membandingkan dari segala segi yang peneliti butuhkan, bahwa panti sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar merupakan Panti Sosial yang cocok bagi peneliti dalam melakukan penelitian hubungan depresi dengan kejadian insomnia pada lansia. Survei ini sesuai dengan tujuan Pelayanan sosial milik pemerintah daerah ini yaitu memberikan pelayanan dan menampung lansia yang terlantar atau kurang perhatian dari keluarganya, yang terletak di Nagari Cubadak Kecamatan Lima Kaum Kabupaten Tanah Datar.

(4)

Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.5 No 1 Januari 2014

85

Panti Werdha Kasih Sayang Ibu yaitu berjumlah 60

orang lansia. Dilakukan wawancara dan observasi terhadap 6 (enam) orang responden, dimana 10 % dari 60. Pada 6 orang lansia tersebut, 5 orang lansia mengeluh hidupnya sudah tidak berguna lagi, sering merasa putus asa, dan lebih suka menyendiri. Lansia itu juga mengaku hidupnya sering terasa hampa dan merasa bosan karena tidak adanya perhatian dari keluarganya . 4 dari 5 orang lansia yang diwawancarai mengalami depresi dengan keluhan kurang istirahat, susah untuk tidur cepat , selalu terbangun di tengah tidurnya dan tidak dapat tidur kembali.

Kesimpulan dari hasil studi awal ini adalah adanya hubungan yang signifikan antara depresi yang dialami lansia dengan kejadian insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Wredha Kasih Sayang Ibu. Dipilihnya lokasi ini sebagai lokasi penelitian karena merupakan Panti Sosial Tresna Werdha dimana dapat ditemukan berbagai macam masalah yang terjadi pada lansia terutama masalah psikologis lansia karena dihari tua jauh dari keluarga.

Berdasarkan fenomena diatas, maka peneliti telah melakukan penelitian “Hubungan Depresi Dengan

Kejadian Insomnia Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2014”.

Desain penelitian adalah keseluruhan dari perencanaan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan mengidentifikasi berupa kesulitan yang mungkin timbul selama proses penelitian (Nursalam, 2003). Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif. Berdasarkan permasalahan dan tujuan dari penelitian ini, maka desain penelitian adalah Deskriptif Korelasional yaitu mengkaji hubungan antara variabel. Peneliti dapat mencari, menjelaskan suatu hubungan, memperkirakan, dan menguji berdasarkan teori yang ada (Nursalam, 2011). Penelitian ini menggunakan pendekatan Cross Sectional dimana pendekatan, observasi dan pengumpulan data dilakukan sekaligus pada satu saat (point time approach) (Notoatmodjo, 2010).

$

1

&

" $

,

2.

$& ,%$

'%

$

$"0 !

! $

'

3 !

" $

&

0$

$

!4

$ 4

#

( ,%

&%$

('

4%

5 2

" $ '% $ 678 $ & $ 698

Depresi 36 60,0

Tidak Depresi 24 40.0

Total 60 100,0

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa dari 60 responden didapatkan lebih dari separoh responden

mengalami depresi yaitu sebanyak 36 responden (60,0%).

$0

(5)

Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.5 No 1 Januari 2014

86

$& ,%$ '%

$

$"0 !

! $

'

#

(

(

$0

&

0$

$

!4

$ 4

#

( ,%

&%$

('

4%

5 2

3 !

" $

'%

$ 678

$

& $ 698

Insomnia

45

75,0

Tidak Insomnia

15

25,0

Total

60

100

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa dari 60 responden didapatkan lebih dari separoh responden

mengalami insomnia yaitu sebanyak 45 responden (75,0%).

:

Hubungan Depresi Dengan Kejadian Insomnia

Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha

Kasih Sayang Ibu Batusangkar dapat dilihat pada

tabel:

,

2.;

$& ,%$

'%

$

%,% (

" $

(

3 !

$0

!

$

&

0$

$

!4

$ 4

#

( ,%

&%$

('

4%

5 2

" $

3 !

$0

0&

: %

$0

! '

$0

f

%

f

%

f

%

0,001

11.000

Depresi

33

91,7

3

8,3

36

100

Tidak

Depresi

12

50,0

12

50,0

24

100

Total

45

75,0

15

25,0

60

100

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa dari 60 responden didapatkan hasil untuk responden yang

mengalami depresi dan ada kejadian insomnia sebanyak 33 responden (91,7%).

Dari hasil uji statistic

chi"square test

didapat P=0,001 jika dibandingkan dengan nilai α=0,05 sehingga H

0

ditolak sehingga ada hubungan bermakna antara Depresi Dengan Kejadian Insomnia Pada Lansia Di Panti

Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar Kabupaten Tanah Datar Tahun 2014. Dari hasil

analisis diperoleh nilai OR=11,000, artinya lansia yang mengalami depresi mempunyai peluang 11 kali untuk

terjadinya insomnia dibandingkan dengan lansia yang tidak mengalami depresi.

$

1

&

(6)

Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.5 No 1 Januari 2014

87

Dari

hasil

penelitian

tentang

depresi

berdasarkan data yang terdapat pada tabel 4.1 dari

60 responden bahwa lebih dari separoh responden

yang mengalami depresi sebanyak 36 responden

(60,0%).

Hasil penelitian yang sama dengan peneliti,

Universitas Sumatera Utara (USU) yang bernama

Mey Londar di Sumatera Utara (2009) terhadap

hubungan mekanisme koping dengan depresi pada

lansia. Dimana lansia yang mengalami depresi

adalah sebanyak 56 lansia (77,78 %)

Depresi merupakan salah satu diantara bentuk

sindrom gangguan gangguan keseimbangan

mood

(suasana perasaan).

Mood

adalah kondisi perasaan

yang terus ada yang mewarnai kehidupan

psikologis kita. Perasaan sedih atau depresi

bukanlah hal yang abnormal dalam konteks

peristiwa atau situasi yang penuh tekanan. Namun

orang dengan gangguan

mood (mood disorder)

yang luar biasa parah atau berlangsung lama dan

mengganggu kemampuan mereka untuk berfungsi

dalam memenuhi tanggung jawab secara normal

(Semiun, 2006).

Depresi dapat diartikan sebagai salah satu

bentuk gangguan alam perasaan yang ditandai

dengan perasaan sedih yang berlebihan, murung,

tidak bersemangat, perasaan tidak berharga,

merasa kosong, putus harapan, selalu merasa

dirinya gagal, tidak berminat pada ADL sampai

ada ide bunuh diri (Yosep, 2009).

Banyak faktor yang menyebabkan lanjut usia

jatuh dalam depresi diantaranya yaitu faktor

biologis, faktor fisiologis dan faktor sosial.

Terjadinya depresi pada lanjut usia merupakan

hasil interaksi dari berbagai faktor tersebut. Faktor

sosial adalah berkurangnya interaksi sosial,

kesepian,

berkabung,

kesedihan

dan

kemiskinan.Faktor psikologi dapat berupan rasa

rendah diri, kurang rasa keakraban dan menderita

penyakit fisik sedangkan faktor biologi yaitu

hilangnya sejumlah neurotransmitter di otak,

resiko genetikmaupun adanya penyakit fisik

(Setyohadi, 2006).

Menurut asumsi peneliti, banyak dari lansia

yang berada di Panti Sosial Tresna Werdha yang

mengalami

depresi

yang

ditandai

dengan

seringnya lansia terlihat murung dan lebih suka

berdiam diri.Tidak jarang dari para lansia yang

lebih suka duduk menyendiri dan kurang suka

untuk bersosialisasi dengan sesamanya. Saat

dilakukan wawancara saat pengisian kuesioner,

lansia berbicara raut wajah tampak datar dan tidak

jarang ada yang tampak bersedih jika ditanyakan

sesuatu tentang keluarga atau anak anaknya.

Kuesioner

Geriatric Depression Scale (GDS)

mengkaji tentang depresi yang dialami lansia,

dimana dari hasil olah data terhadap kuesioner

banyak responden yang merasa kurang puas

dengan kehidupannya, merasa kosong dalam

hidupnya, merasa tidak berdaya dan tidak

berguna, dan sering merasa bosan. Berdasarkan

kejadian tersebut, banyak lansia yang mengalami

depresi, dan bila tidak ditangani dengan baik akan

berdampak pada kurangnya kualitas hidup lansia.

Asumsi peneliti lansia yang tidak ada depresi

disebabkan karena lansia tersebut merasa nyaman,

senang dengan kegiatan yang ada dipanti tersebut

dan suka bersosialisasi antara sesama lansia.

,.

$0

Dari hasil penelitian tentang lansia yang

mengalami insomnia yang terdapat pada tabel 4.2

dari 60 responden bahwa lebih dari separoh

responden mengalami insomnia yaitu sebanyak 45

responden (75,0 %).

Hasil penelitian Ericha Aditya Raharja di

UNIVERSITAS JEMBER (2013), Hubungan

antara tingkat Depresi Dengan Kejadian Insomnia

Pada Lansia. Dimana hasil penelitiannya untuk

responden yang mengalami insomnia kebanyakan

umur lanjut

(elderly)

sebanyak 19 lansia dan

untuk berumur tua

(old)

sebanyak 9 lansia.

Insomnia pada dasarnya hanya mempunyai dua

keluhan utama yaitu seseorang sulit masuk tidur

sulit mempertahankan tidur. Insomnia dapat di

definisikan merupakan gejala yang dialami klien

yang mengalami kesulitan tidur kronis untuk

tidur, sering terbangun dari tidur, atau tidur

singkat (Potter & Perry, 2005).

(7)

Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.5 No 1 Januari 2014

88

Maka menurut asumsi peneliti,lansia yang

tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha kebanyakan

mengalami insomnia disebabkan oleh tidak

adanya perhatian dari keluarga, kurangnya

dukungan keluarga bisa menyebabkan depresi

yang biasa menggangu pada tidurnya yang

mengakibatkan insomnia.

Responden mengalami insomnia yang ditandai

dengan adanya responden yang mengalami

kesulitan tidur, tidur tidak nyenyak, mudah lelah,

tidak merasa segar setelah bangun tidur, sakit

kepala di pagi haari, mata mengantuk disiang hari,

sakit kepala dan kesulitan berkonsentrasi. Asumsi

peneliti lansia yang tidak mengalami kejadian

insomnia disebabkan karena lingkungan dipanti

nyaman dan tidak adanya keributan yang

Berdasarkan analisa hubungan depresi dengan

kejadian insomnia pada lansia yang ada di Panti

Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu

Batusangkar Tahun 2014. Dari tabel 4.4

didapatkan hasil pada responden yang mengalami

depresi sebanyak 36 responden (100%), dan dari

36 responden tersebut terdapat 33 responden

(91,7%) yang juga mengalami insomnia.

Hasil uji statistik diperoleh nilai p

value

=0,001,

jika dibandingkan dengan nilai=0,05 sehingga H

0

ditolak sehingga ada hubungan bermakna antara

Depresi Dengan Kejadian Insomnia Pada Lansia

Di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu

Batusangkar Tahun 2014. Dari hasil analisis

diperoleh nilai OR=11,000, artinya lansia lansia

yang mengalami depresi mempunyai peluang 11

kali untuk terjadi insomnia dibandingkan dengan

lansia yang tidak mengalami depresi

Hasil penelitian ini sependapat atau sesuai

dengan teori yang menyatakan bahwa proses

menua adalah proses alami yang disertai adanya

penurunan kondisi fisik dengan terlihat adanya

penurunan fungsi organ tubuh. Hal ini juga diikuti

dengan perubahan emosi secara psikologis dan

kemunduran kognitif. Keadaan itu cenderung

berpotensi menimbulkan masalah kesehatan

secara umum maupun kesehatan jiwa secara

khusus pada lansia, seperti depresi yang dapat

menimbulkan insomnia pada lansia (Kadir, 2007).

Gejala depresi dapat memperpendek harapan

hidup dengan mencetuskan atau memperburuk

kemunduran fisik. Dampak terbesarnya sering

terjadi penurunan kualitas hidup dan menghambat

pemenuhan tugas tugas perkembangan lansia .

Depresi juga berkaitan erat dengan insomnia,

mudah

terbangun

mendatangkan

depresi

individual.

Semua

ini

bisa

meningkat

frekuensinya seiring bertambahnya usia. (Stanley

dan Beare, 2007).

Sebagian besar lanjut usia yang menderita

depresi mengalami gangguan tidur. Depresi yang

dialami

oleh

lansia

dapat

mempengaruhi

kebutuhan waktu untuk tidur. Semakin tinggi

tingkat stres pada lansia maka kebutuhan waktu

untuk tidur juga akan berkurang (Rafknowledge,

2004).

Gangguan tidur disebabkan oleh beberapa

faktor, yaitu psikologis dan biologis, penggunaan

obat obatan dan alkohol, lingkungan yang

mengganggu serta kebiasaan buruk, juga dapat

menyebabkan gangguan tidur. Faktor psikologis

memegang

peranan

utama

terhadap

kecenderungan insomnia. Biasanya insomnia

disebabkan oleh stres, perubahan hormon, dan

kelainan kelainan kronis. Insomnia yang terjadi

dalam tiga malam atau lebih dalam seminggu

dalam jangka waktu sebulan termasuk insomnia

kronis dan salah satu penyebab insomnia kronis

adalah depresi (Rafknowledge, 2004).

Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling

sering ditemukan. Kejadiannya makin meningkat

seiring bertambahnya usia. Kurang lebih 40%

lansia mengeluh mengalami insomnia. Insomnia

adalah keluhan sulit untuk masuk tidur atau sulit

mempertahankan tidur (sering terbangun saat

tidur) dan bangun terlalu awal serta tetap merasa

badan tidak segar meskipun sudah tidur

(Puspitosari, 2008).

(8)

Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.5 No 1 Januari 2014

89

Menurut asumsi peneliti, bahwa proses menua

adalah proses dimana seseorang mengalami

penurunan fungsi kesehatan baik itu fisik maupun

psikologis. Salah satu gangguan psikologis pada

lansia adalah depresi, dimana depresi sering tejadi

pada lansia diakibatkan oleh karena gangguan

ketidakseimbangan

alam

perasaan

sehingga

menyebabkan lansia lebih suka murung dan

pesimis dalam menghadapi masa depan. Lansia

yang mengalami depresi dapat menyebabkan

gangguan tidur seperti insomnia. Perhatian dari

keluarga tidak saja untuk lansia yang tinggal

bersama keluarga namun dukungan keluarga juga

penting untuk lansia yang tinggal di Panti Sosial

Tresna Werdha. Perhatian dari keluarga bahkan

jauh lebih dibutuhkan untuk lansia yang tinggal di

Panti Sosial Tresna Werdha.

Hasil penelitian menunjukkan adanya lansia

yang mengalami depresi, namun tidak mengalami

insomnia. Asumsi peneliti bahwa hal ini

disebabkan oleh adanya faktor lain yang tidak

mempengaruhi tidur lansia, salah satunya adalah

faktor lingkungan. Lansia yang tidak mengalami

insomnia mengatakan bahwa suara senyap di

Panti Sosial Tresna Werdha dan tidak adanya

gangguan

menyebabkan

ia

mudah

tidur,

sedangkan

hasil

penelitian

lainnya

juga

menunjukkan bahwa ada juga responden yang

tidak mengalami depresi, namun mengalami

insomnia. Asumsi peneliti bahwa hal ini juga

disebabkan oleh faktor lingkungan. Responden

yang mengalami insomnia ini mengatakan bahwa

teman sekamarnya sangat suka meribut dan tidak

menyukai

mematikan

lampu

ketika

tidur,

sedangkan responden sendiri tidak mampu tidur

dengan pencahayaan yang terang. Hal ini menurut

responden menyebabkan gangguan tidur berupa

insomnia pada dirinya.

Andriyani, Markumah. (2008).

Hubungan Antara

Tingkat

Depresi

Dengan

Kejadian

Insomnia Pada Lansia.

Diakses Dari

http://skripsistikes.wordpress.com/2009/0

5/03/ikpiii48.Pada Tanggal 27 Mei 2014

.

Arikunto, S. (2005).

Manajemen Penelitian

Cetakan ke 7

. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

BPS, (2012).

Buletin Lansia.

19 Juli 2014

.

http://www.depkes.go.id/downloads/Bulet

in%20Lansia.pdf

tentang jumlah lansiadi

provinsi.

Geriatri Edisi (Ilmu Kesehatan Usia

Lanjut)

. Jakarta: FKUI.

Dharmady, Agus. (2002) .

Gangguan Depresi

pada

Lansia

.

Jakarta:

FK

Unika

Atmajaya.

Hawari. (2002). Sejahtera Di Usia Senja Dimensi

Psikoreligi Pada Lanjut Usia. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI

Hidayat, Yanuar, (2010).

Hubungan Antara Jenis

Kelamin, Usia Dan Status Pernikahan

Dengan Tingkat Depresi Pada Lansia Di

Perumahan Sinar WaluyoSemarang.

19

Juli

2014.

http://www.scribd.com/doc/2251382

97/Jtptunimus GdlYanuarhida 5482 3

Babii 2

>

Hidayat, Aziz, A. (2003).

Riset Keperawatan dan

Teknik

Penulisan

Ilmiah

keperawatan.

Ed.I.Jakarta

:

Salemba

Medika.

Hidayat, Aziz, A. (2006).

Kebutuhan Dasar

Manusia

. Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat, Aziz, A. (2009).

Metode Penelitian

Keperawatan dan Teknik Analisis Data.

Cet.2.Jakarta : Salemba Medika.

Ismayadi, (2004).

Asuhan Keperawatan dengan

Rematik

pada

Lansia

.

Fakultas

Kedokteran, Jurusan Ilmu keperawatan,

Universitas Sumatera Utara. Tanggal 19

Juli

2014

http://repository.usu.ac.id/bitstream/12345

6789/3595/1/keperawatan ismayadi.pdf.

Juliardinsyah.

(2014).

Bahan

Buku

Ajar

(9)

Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.5 No 1 Januari 2014

90

Lanywati, E. (2001).

Insomnia Gangguan Sulit

Tidur

.Yogyakarta : Kanisius. Diakses

Dari

http://books.google.co.id.

Pada

Tanggal 21 Juni 2014.

L.maas,

Meridean.dkk.

(2011).

Asuhan

Keperawatan Geriatric.

Jakarta: EGC.

Kadir, Subhan. 2007.

Proses Menua

. Diakses

Dari

http://subhankadir.wordpress.com.

Pa

da Tanggal 21 juni 2014.

Kemensos

.

(2007).

Usia

harapan

hidup

Kurniawan, Tommy.(2012).

Faktor"Faktor Yang

Mempengaruhi Gangguan Tidur

. Diakses

Dari

http://lib.umpo.ac.id

. Pada Tanggal

17 Juni 2014.

Maryam, R.siti, dkk. (2008).

Mengenal Usia

Lanjut dan Perawatannya.

Jakarta:

Salemba Medika.

Maslim, R. (2001). Buku Saku Diagnosis

Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas Dari

PPDGJ III. Jakarta: FK Unika Atmajaya.

Notoatmodjo, S. (2001).

Metodologi Penelitian

Kesehatan

. Jakarta: Rineka Cipta

. (2010).

Metodologi Penelitian

Kesehatan

. Jakarta: Rineka Cipta.

. (2011).

Metodologi Penelitian

Kesehatan

. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam.(2009)

.

Konsep

dan

Penerapan

Metodologi

Penelitian

Ilmu

Keperawatan.

Jakarta: Salemba Medika.

. (2011).

Konsep dan Penerapan

Metodologi

Penelitan

Ilmu

Keperawatan.

Jakarta: Salemba Medika

Nugroho,

Wahyudi.

(2000).

Keperawatan

Gerontik, Edisi 2.

Jakarta : EGC.

Oktizulvia, Cony. (2011).

Hubungan dukungan

keluarga dengan kejadian depresi pada

lansia di wilayah kelurahan perupuk

tabing koto padang tahun 2011.

19Juli

2014.

http://webcache.googleusercontent.c

om/search?q=cache:MOyyKrl9ZFUJ:repo

sitory.unand.ac.id.

Potter, Perry. (2006).

Fundamental Keperawatan

(Konsep,Proses dan Praktik)

.Jakarta :

EGC.

Rafknowledge.(2004).

Insomnia dan Gangguan

Tidur

Lainnya.

Jakarta:

PT

Elex

Komputindo.

Raharja, Ericha A. (2013).

Hubungan Antara

Tingkat

Depresi

Dengan

Kejadian

Insomnia Pada Lanjut Usia

. Diakses Dari

http://dspace.unej.ac.id

Pada Tanggal 27

Mei 2014.

Sadock, dkk.(2010).

Sinopsis Pskiatri

.Jakarta :

Binarupa Aksara.

Saryono.

(2008).

Metodologi

Penelitian.

Yogyakarta. Mitra Cendikia

Semiun.(2006).

Kesehatan Mental 2

.Yogyakarta :

Penerbit Kanisius.

Setyohadi, B. 2006.

Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam.

Jakarta:FKUI

Stanley,

Beare,

dkk.(2006).

Buku

Ajar

Keperawatan Gerontik.

Penerjemah : Nety

Juniarty dan Sari Kurnianingsih.Jakarta:

EGC.

(10)

Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.5 No 1 Januari 2014

91

Tim Dosen. (2014).

Pedoman Penulisan Karya

Ilmiah.

Edisi Revisi II. STIKes Prima

Nusantara.

Turana, Yuda. (2012).

Gangguan Tidur

(Insomnia) Pada Lansia.

Diakses Dari

http://www.medikaholistik.com

.

Pada

Tanggal 17 Juni 2014.

Videbeck,

Sheila

L.

(2008).

Buku

Ajar

Keperawatan Jiwa

. Jakarta: EGC.

Wasis.(2008).

Pedoman Praktis Untuk Profesi

Perawat

.Jakarta: EGC.

Yesavage, et all. (1983).

Development and

Validation of a Geriatric Depression

Screening Scale: A Preliminary Report.

Referensi

Dokumen terkait

Tidak boleh beraktifitas koperasi, kecuali faham fiqh muamalah Tidak boleh beraktifitas pegadaian, kecuali faham fiqh muamalah. Tidak boleh beraktifitas reksadana,

 presentasi dari dari pi'ak pi'ak )) )) Telkom Telkom Bandung Bandung tentang tentang teknologiteknologi teknologiteknologi yang yang dipergunakan di sana

Pada kuartal I-2016 yang lalu, laba ROTI mencatatkan penurunan sebesar 67% lantaran sebelumnya perusahaan mencatatkan laba sebesar Rp 86 miliar di tahun 2017 yang lalu..

Dalam mengikuti tes masuk perguruan tinggi terdapat 120 soal, ditetapkan bahwa setiap menjawab soal benar diberi skor 4, menjawab soal salah diberi skor –2

‘I didn’t think it would be like this,’ said Kadiatu.. ‘I didn’t think it would be so complicated.’ She lowered her

Kemampuan memahami cerita pendek adalah kemampuan siswa dalam mengetahui atau mengerti isi suatu karya sastra (khususnya cerpen) dengan keterlibatan jiwa, yaitu memahami masalah

Notaris merupakan Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat Akta Otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan

Kurikulum adalah rencana tertulis tentang kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan standar nasional, materi yang perlu dipelajari dan pengalaman belajar yang harus