Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.5 No 1 Januari 2014
82
!
""#
$
%$
&
%' && ((
) *
+
,
-(
./0
Depresi merupakan salah satu bentuk sindrom gangguan keseimbangan mood (suasana perasaan). Prevalensi depresi pada lansia di dunia berkisar 8 15%. Sementara prevalensi depresi pada lansia yang menjalani perawatan di Rumah Sakit dan panti jompo sebesar 30% 45%. Tahun 2013, prevalensi penduduk pada usia ≥ 15 tahun yang mengalami gangguan mental emosional secara nasional adalah 6,0%. Di Sumatera Barat prevalensi gangguan mental emosional yaitu sebesar 4,5%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan depresi dengan kejadian insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2014. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Deskriptif Korelasional dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh lansia yang berada di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2014 dengan teknik pengambilan sampel sampling jenuh, dimana semua populasi dijadikan sampel sebanyak 60 orang. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai dengan September 2014. Hasil penelitian didapatkan 36 lansia (60,0%) mengalami depresi dan 24 lansia (75,0%) mengalami kejadian insomnia. Sedangkan hubungan depresi dengan kejadian insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2014 yaitu didapatkan nilai p value 0,001 dimana nilai p<0,05. Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara depresi dengan kejadian insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2014. Selanjutnya diharapkan kepada pengurus yang ada di panti untuk lebih memperhatikan kondisi kesehatan lansia. Dan untuk lansia nya diharapkan untuk dapat bersosialisasi dengan baik dan lebih menikmati suasana yang ada di panti.
& '% / + " $ $0 $
Depressionis one form ofa balancedisorder syndrome mood (feeling). The prevalenceof depressionin the elderlyin the world ranging from8"15%. While the prevalenceof depressionin the elderly are undergoing treatment inhospitals and nursing homes by 30% "45%. In 2013, the prevalencein the population aged ≥15 years who had a mental disorder emotional nationallyis 6.0%. In West Sumatra, the prevalence
ofmental
disordersemotionalat 4.5%. This study aims to determine the relationship of depression with the incidence of insomnia in the elderly in Social Institutions Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar In 2014. This study uses Descriptive Correlational research with cross sectional approach. The population inthis study were allelderly who are in Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar In 2014. with a sampling technique sampling saturated, where all the population sampled as many as 60 people. When the study was conducted in March through September 2014. The results showed 36 elderly (60.0%) were depressed and 24 elderly (75.0%) experienced an incident insomnia. While the relationship with the incidence of depression in elderly insomnia in Social Institutions Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar In 2014 the p value of 0.001 is obtained where the value of p <0.05. It can be concluded that there is a significant relationship between depression and the incidence of insomnia in the elderly in Social Institutions Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar In 2014. Is expected to steward then there institutions to pay more attention to the health conditions of the elderly. And for his elderly are expected to be able to socialize well and enjoy the atmosphere in the home.Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.5 No 1 Januari 2014
83
Peningkatan jumlah penduduk lansia sebagaikonsekuensi dari peningkatan usia harapan hidup. Peningkatan usia harapan hidup ini merupakan indikasi berhasilnya pembangunan jangka panjang salah satu diantaranya yaitu bertambah baiknya keadaan ekonomi dan taraf hidup masyarakat, kemajuan di bidang pelayanan kesehatan dan kejadian pengetahuan masyarakat yang meningkat. Akan tetapi dengan bertambahnya umur rata rata ataupun harapan hidup
(life expectancy) pada waktu lahir, karena berkurangnya angka kematian kasar (crude date rate)
maka persentasi golongan tua akan bertambah dengan segala masalah yang menyertainya (Oktizulva, 2011).
Proses menua adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik dengan terlihat adanya penurunan fungsi organ tubuh. Hal ini juga diikuti dengan perubahan emosi secara psikologis dan kemunduran kognitif seperti suka lupa, dan hal hal yang mendukung lainnya seperti kecemasan yang berlebihan, kepercayaan diri menurun, insomnia, juga kondisi biologis yang kesemuanya saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia (Kadir, 2007).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menggolongkan lansia menjadi 4 yaitu: usia pertengahan (middle age) adalah 45 – 59 tahun, lanjut usia (elderly) adalah 60 – 74 tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Nugroho, 2008). Usia lanjut menurut Keliat (1999) dalam Maryam, dkk (2008) dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4), UU No. 13 Tahun 2010 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Perserikatan
Bangsa Bangsa (PBB), melalui Lembaga
kependudukan dunia United Nations Population Fund
(UNFPA), jumlah lansia pada Tahun 2009 telah mencapai jumlah 737 juta jiwa. Dari jumlah tersebut sekitar dua pertiga tinggal dinegara negara berkembang, termasuk di Indonesia. Pada tahun 2050 diproyeksikan bahwa jumlah penduduk diatas usia 60 tahun akan mencapai sekitar 2 miliar jiwa. Pada saat itu jumlah penduduk lansia akan melampaui jumlah penduduk muda dibawah usia 15 tahun atau usia 0 14 tahun (Suyono, 2010).
Menurut data Sensus Badan Pusat Statistik (BPS) 2012, peningkatan usia harapan hidup tercermin dari semakin meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia) dari tahun ke tahun. Pada tahun 2012 jumlah penduduk lansia di Indonesia sekitar 18,55 juta orang atau 7,78 persen dari total penduduk Indonesia.
Persentase penduduk lansia yang telah mencapai angka di atas 7%, menunjukkan bahwa negara indonesia sudah mulai masuk ke kelompok negara berstruktur tua (ageing population). Pada tahun 2020 perkiraan penduduk lansia di Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34 % dengan UHH sekitar 71,1 tahun (Kemensos, 2007).
Di Indonesia Provinsi dengan usia harapan hidup yang lebih tinggi juga mempunyai jumlah penduduk lanjut usia yang lebih banyak. Suatu wilayah disebut berstruktur tua jika persentase lanjut usianya lebih dari 7%. Dari seluruh provinsi di Indonesia, ada 11 provinsi yang penduduk lansianya sudah lebih dari 7%, salah satunya yaitu Sumatera Barat yaitu sebesar 8,09 persen. (BPS–Survei Sosial Ekonomi Nasional Susenas, 2012). Menurut data BPS Sumbar (2011) jumlah penduduk di Sumatera Barat 4.956.274 orang dan dari jumlah tersebut 393.862 orang adalah penduduk lansia (7,9%).
Seiring bertambahnya usia, penuaan tidak dapat dihindarkan dan terjadi perubahan keadaan fisik selain itu para lansia mulai kehilangan pekerjaan, kehilangan tujuan hidup, kehilangan teman, risiko terkena penyakit, terisolasi dari lingkungan, dan kesepian. Hal tersebut dapat memicu terjadinya gangguan mental. Lanjut usia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan sering diwarnai dengan kondisi yang tidak sesuai dengan harapan. Banyak faktor yang menyebabkan gangguan mental. Empat gangguan mental yang sering ditemukan pada usia lanjut adalah depresi, insomnia, ansietas, dan delirium (Departemen Kesehatan, 2000 dalam Oktizulva, 2011).
Depresi merupakan salah satu gangguan mental yang banyak dijumpai pada lansia akibat proses penuaan. Prevalensi depresi pada lansia di dunia berkisar 8 15%. Hasil meta analisis dari berbagai negara di dunia diperoleh prevalensi rata rata depresi pada lansia adalah 13,5% dengan perbandingan perempuan dan pria adala 14,1:8,6. Sementara prevalensi depresi pada lansia yang menjalani perawatan di RS dan panti jompo sebesar 30% 45% (Medicastore, 2008). Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi penduduk pada usia ≥ 15 tahun yang mengalami gangguan mental emosional secara nasional adalah 6,0%. Di Sumatera Barat prevalensi gangguan mental emosional yaitu sebesar 4,5%. (Riskesdas, 2013).
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.5 No 1 Januari 2014
84
pensiun bersama anak dan cucu tercinta. Padakenyataannya tidak semua lansia mendapatkan tiket yang sama untuk mengecap kondisi hidup idaman ini. Berbagai persoalan hidup yang mendera lansia seperti kemiskinan, kegagalan yang beruntun, stress yang berkepanjangan, keturunan yang bisa merawatnya dan sebagainya. Kondisi kondisi hidup seperti ini dapat memicu terjadinya depresi (Syamsuddin, 2006).
Depresi merupakan masalah kesehatan jiwa yang paling sering didapatkan pada lanjut usia. Gejala gejala yang menyebabkan depresi bagi lansia yaitu sering mengalami gangguan tidur atau sering terbangun sangat pagi yang bukan merupakan kebiasaannya sehari hari, sering kelelahan, lemas, dan kurang dapat menikmati kehidupan sehari hari, kebersihan dan kerapihan diri sering diabaikan, cepat sekali menjadi marah atau tersinggung, daya konsentrasi berkurang, pada pembicaraan sering disertai topik yang berhubungan dengan rasa pesimis atau perasaan putus asa, berkurang atau hilangnya nafsu makan sehingga berat badan menurun secara cepat dan kadang kadang dalam pembicaraannya ada kecenderungan untuk bunuh diri (Siti Maryam, dkk. 2008).
Sebagian besar lanjut usia yang menderita depresi mengalami gangguan tidur. Depresi yang dialami oleh lansia dapat mempengaruhi kebutuhan waktu untuk tidur. Semakin tinggi tingkat stres pada lansia maka kebutuhan waktu untuk tidur juga akan berkurang. Gangguan tidur disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu psikologis dan biologis, penggunaan obat obatan dan alkohol, lingkungan yang mengganggu serta kebiasaan buruk, juga dapat menyebabkan gangguan tidur. Faktor psikologis memegang peranan utama terhadap kecenderungan insomnia. Biasanya insomnia disebabkan oleh stres, perubahan hormon, dan kelainan kelainan kronis. Insomnia yang terjadi dalam tiga malam atau lebih dalam seminggu dalam jangka waktu sebulan termasuk insomnia kronis dan salah satu penyebab insomnia kronis adalah depresi (Rafknowledge, 2004).
Menurut data dari WHO (World Health Organization) pada tahun 2009, kurang lebih 18% penduduk dunia pernah mengalami gangguan sulit tidur, dengan keluhan yang sedemikian hebatnya sehingga menyebabkan tekanan jiwa bagi penderitanya. Gangguan tidur biasa terjadi pada masyarakat umum dan seseorang dengan kelainan psikiatri, insomnia merupakan gangguan yang sering terjadi. Perilaku lain termasuk rasa mengantuk yang berlebihan pada siang hari, sulit tidur pada waktu tidur yang diinginkan, dan biasanya pada malam hari mengalami mimpi buruk (Lanywati 2001).
Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan. Kejadiannya makin meningkat seiring bertambahnya usia. Kurang lebih 40% lansia
mengeluh mengalami insomnia. Insomnia adalah keluhan sulit untuk masuk tidur atau sulit mempertahankan tidur (sering terbangun saat tidur) dan bangun terlalu awal serta tetap merasa badan tidak segar meskipun sudah tidur (Puspitosari, 2008).
Penyebab insomnia pada lansia adalah kurangnya kegiatan fisik dan mental sepanjang hari sehingga mereka masih semangat sepanjang malam, tertidur sebentar sebentar sepanjang hari, gangguan cemas dan depresi, tempat tidur dan suasana kamar kurang nyaman, sering berkemih pada waktu malam karena banyak minum pada malam hari dan infeksi saluran kemih (Siti Maryam, dkk. 2008).
Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Andriyani, 2008 yang meneliti tentang hubungan antara tingkat depresi dengan kejadian insomnia pada lansia di panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta. Penelitian ini untuk mengetahui hubungan tingkat depresi dengan kejadian insomnia pada lansia. Dari 35 responden yang diobservasi diperoleh data sebagian besar responden sejumlah 25 Orang lansia (83,3%) depresi kategori sedang berat yaitu skor GDS 10 15 dan terjadi insomnia. Kategori Depresi Ringan 5 Lansia (16,7%). Depresi ringan dengan kejadian Insomnia 1 lansia. Sedangkan depresi ringan tidak ada insomnia 4 lansia. Dengan kategori tidak ada gejala depresi 5 Lansia(14,3%).
Pada Penelitian yang dilakukan oleh Raharja, 2013 yang meneliti hubungan antara tingkat depresi dengan kejadian insomnia pada lanjut usia di karang werdha semeru jaya kecamatan sumbersari kabupaten jember. Didapatkan bahwa lansia sebagian besar mengalami depresi tingkat sedang yaitu sekitar 19 responden (66,7%), sedangkan untuk tingkat depresi berat yaitu 9 responden (32,1%). Tidak ada responden dengan tingkat depresi ringan yang mengalami insomnia.
Sementara itu hasil studi lapangan yang peneliti dilakukan di Panti Sosial yang tersebar di Sumatera Barat, yaitu panti sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar dan Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin. Dari survei awal tersebut, peneliti telah mengobservasi dan membandingkan dari segala segi yang peneliti butuhkan, bahwa panti sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar merupakan Panti Sosial yang cocok bagi peneliti dalam melakukan penelitian hubungan depresi dengan kejadian insomnia pada lansia. Survei ini sesuai dengan tujuan Pelayanan sosial milik pemerintah daerah ini yaitu memberikan pelayanan dan menampung lansia yang terlantar atau kurang perhatian dari keluarganya, yang terletak di Nagari Cubadak Kecamatan Lima Kaum Kabupaten Tanah Datar.
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.5 No 1 Januari 2014
85
Panti Werdha Kasih Sayang Ibu yaitu berjumlah 60orang lansia. Dilakukan wawancara dan observasi terhadap 6 (enam) orang responden, dimana 10 % dari 60. Pada 6 orang lansia tersebut, 5 orang lansia mengeluh hidupnya sudah tidak berguna lagi, sering merasa putus asa, dan lebih suka menyendiri. Lansia itu juga mengaku hidupnya sering terasa hampa dan merasa bosan karena tidak adanya perhatian dari keluarganya . 4 dari 5 orang lansia yang diwawancarai mengalami depresi dengan keluhan kurang istirahat, susah untuk tidur cepat , selalu terbangun di tengah tidurnya dan tidak dapat tidur kembali.
Kesimpulan dari hasil studi awal ini adalah adanya hubungan yang signifikan antara depresi yang dialami lansia dengan kejadian insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Wredha Kasih Sayang Ibu. Dipilihnya lokasi ini sebagai lokasi penelitian karena merupakan Panti Sosial Tresna Werdha dimana dapat ditemukan berbagai macam masalah yang terjadi pada lansia terutama masalah psikologis lansia karena dihari tua jauh dari keluarga.
Berdasarkan fenomena diatas, maka peneliti telah melakukan penelitian “Hubungan Depresi Dengan
Kejadian Insomnia Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2014”.
Desain penelitian adalah keseluruhan dari perencanaan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan mengidentifikasi berupa kesulitan yang mungkin timbul selama proses penelitian (Nursalam, 2003). Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif. Berdasarkan permasalahan dan tujuan dari penelitian ini, maka desain penelitian adalah Deskriptif Korelasional yaitu mengkaji hubungan antara variabel. Peneliti dapat mencari, menjelaskan suatu hubungan, memperkirakan, dan menguji berdasarkan teori yang ada (Nursalam, 2011). Penelitian ini menggunakan pendekatan Cross Sectional dimana pendekatan, observasi dan pengumpulan data dilakukan sekaligus pada satu saat (point time approach) (Notoatmodjo, 2010).
$
1
&
" $
,
2.
$& ,%$
'%
$
$"0 !
! $
'
3 !
" $
&
0$
$
!4
$ 4
#
( ,%
&%$
('
4%
5 2
" $ '% $ 678 $ & $ 698
Depresi 36 60,0
Tidak Depresi 24 40.0
Total 60 100,0