• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektifitas Sumber Informasi Petani Padi di Kecamatan Sidorejo, Sidomukti dan Tingkir, Kota Salatiga T1 522008014 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektifitas Sumber Informasi Petani Padi di Kecamatan Sidorejo, Sidomukti dan Tingkir, Kota Salatiga T1 522008014 BAB IV"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Penelitian

Hasil dan pembahasan penelitian akan diawali dengan gambaran umum

tentang wilayah administratif Kota Salatiga, Dinas Petanian dan Perikanan Kota

Salatiga, dan gambararan umum responden di tiga kecamatan.

4.1.1 Wilayah Kota Salatiga

Kota Salatiga memiliki wilayah administratif dengan luas 5.678 hektar

(56,78 km2), dengan ketinggian antara 450 – 825 mdpl. Keseluruhan wilayahnya

berbatasan dengan wilayah administratif Kabupaten Semarang. Dari luas

administratif yang ada, 799 hektar (14,07%) merupakan lahan sawah, 4.680 hektar

(82,43%) merupakan lahan kering dan 199 hektar (3,5%) adalah lahan lainya.

Menurut penggunaanya, sebagian besar lahan sawah digunakan untuk lahan sawah

berpengairan teknis (46,49%), sedangkan lainya berpengairan setengah teknis,

sederhana, tadah hujan, dan lain – lain. Lahan kering dipakai nuntuk tegal/kebun

sebesar 35,15% dari total bukan lahan sawah.

Secara administratif Kota Salatiga terbagi menjadi 4 kecamatan dan 22

kelurahan. Kecamatan dan Kelurahan tersebut meliputi:

1. Kecamatan Sidorejo, terdiri dari 6 kelurahan : Blotongan, Sidorejo Lor,

Salatiga, Bugel, Kauman Kidul, dan Pulutan.

2. Kecamatan Tingkir, terdiri dari 6 kelurahan : Kutowinangun, Gendongan,

Sidorejo Kidul, Kalibening, Tingkir Lor, dan Tingkir Tengah.

3. Kecamatan Argomulyo, terdiri dari 6 kelurahan : Noborejo, Ledok, Tegalrejo,

Kumpulrejo, Randuacir, dan Cebongan.

4. Kecamatan Sidomukti, terdiri dari 4 kelurahan : Kecandran, Dukuh,

Mangunsari, dan Kalicacing.

Dari keempat kecamatan yang ada, Kecamatan Argomulyo memiliki lahan

sawah yang paling sedikit, yaitu sebesar 29,91 ha. Sedangkan kecamatan yang lain

yaitu Kecamatan Sidorejo memiliki 388,75 ha lahan sawah, Kecamatan Tingkir

(2)

sawah. Hal ini sinergi dengan fakta dalam data Kecamatan Argomulyo dalam Angka,

bahwa memang kecamatan ini tidak mengutamakan padi sebagai komoditas yang

dibudidayakan. Namun, lebih berkonsetrasi pada tanaman holtikultura, dan ternak.

Bahkan data per kecamatan yang didapat dari Kecamatan Argomulyo, Tingkir,

Sidomukti dan Sidorejo dalam angka menunjukkan bahwa luas areal panen padi

sawah di Argomulyo paling sedikit yaitu 12 ha, kecamatan Tingkir 613ha,

Kecamatan Sidomukti 72 ha, dan Kecamtan Sidorejo 605 ha. Melihat fakta tersebut,

Pemerintah Kota Salatiga memilih 3 kecamatan yang dikonsentrasikan untuk usaha

tani padi. Wilayah tersebut ialah kecamatan Sidorejo, Sidomukti dan Tingkir.

Sedangkan untuk kecamatan Argomulyo, dikonsentrasikan untuk palawija.

4.1.2 Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga

Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga merupakan perpanjangan tangan

dari Pemerintah Kota Salatiga dalam melaksanakan kewenangan di bidang pertanian.

Kewenangan yang dimaksud antara lain perumusan kebijakan teknis di bidang

pertanian, penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang

pertanian, serta pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang pertanian meliputi

perternakan, tanaman pangan dan perikanan. Dalam melaksanakan kewenanganya,

Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga menggunakan berbagai cara agar

kebijakan maupun program yang ada benar – benar berasal dari aspirasi petani, untuk

kemudian dapat diaplikasikan dan dimanfaatkan oleh petani. Antara lain dengan

pembentukan Balai Penyuluh di tiap kecamatan, dan juga penggunaan sumber –

sumber informasi lainnya.

1. Balai Penyuluhan Pertanian (BPP)

Dalam melaksanakan tugasnya, Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga

membentuk Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) di tiap kecamatan. Yaitu BPP

Sidorejo, BPP Sidomukti, BPP Tingkir, dan BPP Argomulyo. Pembentukan BPP

tersebut bertujuan agar Dinas dapat lebih mudah untuk menyerap aspirasi,

memberikan solusi dan menerapkan kebijakan secara optimal. Melihat dari potensi

wilayah yang dimiliki oleh empat kecamatan di Salatiga, terdapat tiga BPP yang

dikonsentrasikan oleh Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga untuk menangani

(3)

BPP Tingkir. Masing – masing BPP memiliki tugas dan tanggung jawab masing –

masing, yang pada intinya untuk mewujudkan visi dari Dinas Pertanian dan

Perikanan Kota Salatiga, yaitu “Terwujudnya petani Kota Salatiga yang mandiri,

berorientasi agribisnis dan ramah lingkungan”.

2. Program Kerja

Dalam rangka pencapaian visinya, Dinas Pertanian dan Pertanian menjaring

aspirasi dari petani yang diwakili oleh ketua kelompok tani maupun ketua gabungan

kelompok tani serta pihak – pihak pemangku kepentingan lainya. Penjaringan

aspirasi tersebut dinamakan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).

Selain itu, setiap tahunnya Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga melalui BPP

setempat membuat programa penyuluhan yang pada perencanaanya melibatkan

petani di wilayah tersebut, dan juga mempertimbangkan potensi serta perkembangan

usaha tani di daerah tersebut. Selama programa dibuat, akan dicantumkan kondisi

dari kegiatan usaha tani di kecamatan tersebut beserta dengan target – target yang

diharapkan. Target yang dimaksud meliputi target secara teknis bududaya, target

sosial, dan target ekonomi. Melalui media musrenbang dan pembuatan programa

penyuluhan media ini, diharapkan kebijakan yang diambil oleh Dinas Pertanian dan

Perikanan Kota Salatiga sudah melingkupi aspirasi petani dan kemudian dapat

dilaksanakan bersama.

4.1.3 Gambaran Umum Responden

Responden diambil di tiga Kecamatan di Salatiga, yang masing – masing

diwakili oleh satu wilayah kelurahan dan tiap kelurahan diwakili oleh satu kelompok

tani. Kecamatan Tingkir diwakili kelompok tani Marsudi Tani (Kutowinangun),

Kecamatan Sidorejo diwakili kelompok tani Ngudi Raharjo (Kauman Kidul),

Kecamatan Sidomukti diwakili kelompok tani Tani Agung (Dukuh). Dalam

keanggotaannya, kelompok tani Marsudi Tani terdapat 40 anggota yang mengolah 76

ha wilayah persawahan. Kelompok tani Ngudi Raharjo memiliki 60 anggota yang

mengolah 56 ha wilayah persawahan. Kelompok tani Tani Agung memiliki 50

anggota yang mengolah 20 ha wilayah persawahan.Data petani tersebut dapat dilihat

(4)

Gambar 2. Gambaran Umum Responden

Sumber : Data Primer, 2014

Usia responden di wilayah Salatiga berkisar antara 29–74 tahun. Dari segi

usia, terdapat jarak yang cukup jauh (45 tahun) antara responden yang usianya relatif

muda hingga responden yang sudah tua. Jika diambil rata, diperoleh bahwa

rata-rata responden berumur 53 tahun dengan sebaran 40% di rentang usia 46 – 55 tahun.

Rentang usia tersebut menunjukan bahwa pemuda di Salatiga tidak tertarik untuk

berprofesi sebagai petani. Pemuda diwilayah Tingkir lebih memilih untuk menjadi

buruh, maupun bekerja di bengkel, sedangkan pemuda diwilayah Sidorejo dan

Sidomukti, lebih tertarik ke ternak. Sedangkan jika melihat tingkat pendidikan, dari

30 responden, terdapat 10 responden merupaka lulusan SD, 9 responden lulusan

SMP, dan 11 responden lulusan SMA. Jika dikaitkan dengan konsep adopsi inovasi,

proses transfer knowledge akan terkendala masalah penalaran. Terlebih jika melihat

pengalaman bertani dimana terdapat 53% responden yang memiliki pengalaman

bertani lebih dari 15 tahun, hal ini akan tentu akan berdampak pada cepat lambatnya

proses transfer knowledge.

4.2 Ketersediaan Informasi

Selain memperoleh akses dari kelompok tani, responden memiliki beberapa

alternatif media yang dapat digunakan untuk mencari informasi usaha tani. Antara

lain dari Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga serta lembaga swasta dan non

pemerintahan lainya.

4.2.1 Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga

Setelah proses penjaringan aspirasi yang menghasilkan kebijakan dan

(5)

mendampingi petani dalam proses budidaya. Kegiatan pendampingan tersebut antara

lain penyuluhan dan pendampingan dari radio serta pamflet.

1. Penyuluhan

Dari 30 responden, penyuluhan dikenal oleh seluruh responden. Karena kegiatan

penyuluhan sudah dikoordinasikan BPP dengan kelompok tani setempat, dan

dilaksanakan secara periodik (satu bulan sekali). Dalam pelaksanaanya BPP tiap

Kecamatan berperan sebagai pemberi materi sedangkan kelompok tani ataupun

gabungan kelompok tani setempat sebagai penyediaan tempat dan konsumsi.

Kegiatan ini dimaksudkan untuk menyerap aspirasi petani dari segi teknis budidaya,

sosial ekonomi, kebijakan serta unuk mensosialisasikan program – program

pemerintah yang sifatnya insidental. Selain kegiatan penyuluhan, terdapat variasi

kegiatan antara lain demonstrasi plot (demplot), deminstrasi bibit unggul (dembul),

sekolah lapang pengolahan tani terpadu (SLPTT), dan sekolah lapang pengendalian

hama terpadu (SLPHT).

a) Demonstrasi Plot (Demplot) dan Demonstrasi Bibit Unggul (Dembul)

Pada prinsipnya, kegiatan ini adalah kegiatan uji coba suatu teknologi yang sifatnya

baru. Teknologi yang dimaksud dapat berupa teknologi dalam hal jenis (bibit, pupuk,

pestisida, dll) maupun teknologi perlakuan (cara pengolahan lahan, pembibitan, cara

tanam, cara pemakaian pestisida, cara pemupukan, dll). Teknis dalam kegiatan ini,

BPP akan menentukan lokasi demplot atau dembul dengan bekerjasama dengan

petani yang akan menjadi sasaran adopsi teknologi. Hal ini dimaksudkan agar petani

dapat melihat langsung efek dari teknologi yang diterapkan. Dari 30 responden,

demplot dan dembul dikenal oleh seluruh responden. Bahkan 20 petani menyatakan

bahwa mereka juga memperhatikan proses dari awal hingga akhir.

b) Sekolah Lapang Pengolahan Tani Terpadu (SLPTT) dan Sekolah Lapang

Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT)

Dari 30 responden, SLPTT dan SLPHT dikenal oleh seluruh petani. SLPTT dan

SLPHT merupakan program dari pemerintah pusat. Kegiatan ini tidak hanya

dikerjakan oleh BPP tiap kecamatan saja, namun juga melibatkan seluruh divisi dari

Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga. Karena didalam teknisnya, penyuluh

akan memantau petani dari awal proses budidaya hingga panen. Kegiatan diadakan

(6)

Baik kondisi tanaman maupun kondisi diluar budidaya. Dengan adanya

pendampingan secara rutin, diharapkan akan didapat hasil yang sesuai dengan target.

2. Siaran Radio

Siaran radio eksklusif dari Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga,

memanfaatkan waktu yang memang disediakan oleh pihak Radio Suara Salatiga.

Dalam jadwalnya, kegiatan ini rutin dilaksanakan pada hari Senin pukul 10.00 WIB.

Informasi didalamnya berisi mengenai teknik – teknik budidaya, teknik mengatasi

organisme pengganggu tanaman, informasi mengenai kebijakan yang berkaitan dunia

pertanian, serta informasi kegiatan – kegiatan yang dilaksanakan oleh dinas

pertanian. Namun dari 30 responden, siaran radio hanya dikenal oleh 1 responden.

Sedangkan responden yang lain menyatakan bahwa tidak mengetahui ada siaran

radio dari Dinas Pertanian dan Perikanan.

3. Flayer/Pamflet

Berisi informasi mengenai teknis penggunaan suatu kegiatan dari dinas, kebijakan,

atau petunjuk teknis suatu produk atau teknik budidaya. Ditujukan bagi pembaca

agar mengerti tujuan serta cara penggunaan (teknis) di lapangan. Dari 30 responden,

flayer/pamflet dikenal oleh seluruh responden. Namun, flayer/pamflet hanya

disimpan dan dibaca oleh 13 responden. Sedangkan 17 responden lainya menyatakan

bahwa mereka hanya menerima pamflet tersebut kemudian tidak membaca lagi.

4.2.2 Lembaga Swasta dan Non Pemerintah lainnya

Selain memperoleh akses dari Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga,

responden memiliki beberapa alternatif sumber swasta dan non penerintah antara lain

penyuluh swasta dan swadaya, toko pertanian, tengkulak, serta media cetak dan

elektronik.

1. Penyuluh Swasta Dan Swadaya

Keberadaan penyuluh swasta dan swadaya tidak terlalu dikenal oleh petani di Kota

Salatiga. Penyuluh swadaya tidak pernah memberikan penyuluhan kepada kelompok

tani secara mandiri. Penyuluh swadaya selalu bekerja sama dengan penyuluh PNS

jika memberikan penyuluhan ke petani. Sedangkan untuk penyuluh swasta, hanya

kelompok tani di Kecamatan Tingkir dan Sidorejo yang pernah dikunjungi. Total

(7)

tebentuk. Bentuk penyuluh swadaya yang pernah mengunjungi kedua kecamatan

tersebut ialah perusahaan yang bergerak di bidang pertanian. Dari 20 responden yang

pernah mendapatkan penyuluhan, penyuluh swadaya terkendala masalah orientasi

bisnis. Akibatnya, penyuluh swadaya hanya menarik bagi 5 orang petani. Mereka

berpendapat bahwa penyuluhan dari pihak swasta dapat menambah pengetahuan

mereka. Namun, kelima petani tersebut menyatakan bahwa mereka terkendala di

dalam proses aplikasi karena tidak adanya pendampingan dari penyuluh swasta.

2. Toko Pertanian

Di wilayah Salatiga, secara umum terdapat 5 toko pertanian yang menyediakan

saprodi bagi petani. Toko tersebut dibagi sesuai dengan kecamatan yang ada. Hal ini

bertujuan untuk memudahkan akses petani dan mencegah penumpukan petani ketika

membeli saprodi. Toko tersebut akan bekerjasama dengan Dinas Pertanian dan

Perikanan Kota Salatiga dalam menyediakan saprodi, terkhusus yang berhubungan

dengan subsidi saprodi. Dalam konteks sumber informasi, toko pertanian melalui

penjaga tersebut akan berinteraksi langsung dengan petani dalam proses jual beli.

Kemudian petani menanyakan saran pedagang untuk suatu produk saprodi (kelebihan

dan kekuranganya). Informasi yang disampaikan oleh pedagang tersebut akan

menjadi pertimbangan petani untuk memutuskan produk mana yang dipakai. Jika

dilihat dari sisi pedagang, proses memberikan saran ke petani tidak dilakukan dengan

sembarangan. Pedagang tersebut mencoba sendiri membuktikan kualitas produk

baru, atau mengumpulkan bukti berupa pendapat petani yang pernah menggunakan

produk tersebut. Dari 30 responden, toko pertanian dikenal oleh seluruh responden.

Sebanyak 23 petani mengaku sering datang ke toko pertanian untuk membeli saprodi

maupun untuk sekedar berbincang – bincang dengan pedagang di toko tersebut.

Sedangkan 7 lainya mengaku jarang mengakses sumber tersebut walaupun mengerti

lokasinya. Hal ini disebabkan karena ketujuh petani tersebut mengandalkan

kelompok tani untuk membeli saprodi. Sedangkan dari 23 petani yang ada, 20 petani

mengatakan bahwa ketika mereka datang ke toko pertanian, mereka juga ingin

mengetahui hal – hal baru berkaitan dengan saprodi.

3. Tengkulak

Dari 30 petani, tengkulak dikenal oleh seluruh responden. Namun hanya 18

(8)

disebabkan karena proses jual beli yang sudah berlangsung selama bertahun – tahun.

Sedangkan 12 lainya mengatakan bahwa mereka mengenal adanya tengkulak, namun

untuk berbisnis, mereka lebih mengarah pada kelompok tani. Alasanya harga yang

didapat dari kelompok tani lebih tinggi, berkisar antara Rp.500.000,- hingga

Rp.1.500.000,-. Sebagai sumber informasi, tengkulak lebih spesifik pada penentuan

harga panen.

4. Media Cetak Dan Elektronik

Akses dari media cetak dan elektronik didapat dari beberapa media, antara lain surat

kabar, radio, televisi, telepon genggam dan akses internet. Dari 30 responden,

didapat variasi kepemilikan dan juga variasi jumlah kepemilikan media cetak dan

elektronik tersebut. Variasi tersebut dapat dilihat gambar 3.

Gambar 3. Kepemilikan Media Cetak dan Elektronik

Sumber : Data Primer, 2014

Kepemilikan media cetak dan elektronik masih bisa dikatakan rendah. Dari 5

media cetak dan elektronik, hanya 2 media yang dimiliki lebih dari 50% petani

(televisi – 100% dan telepon genggam – 90%). Sedangkan kepemilikan surat kabar

tidak terlalu tinggi. Prosentase yang hanya 26% menunjukan petani tidak terbiasa

untuk membeli surat kabar. Kepemilikan radio dan internet juga masih dibawah 50%.

Prosentase ini tentu akan berpengaruh pada keberhasilan Dinas Pertanian dan

Perikanan yang menggunakan radio sebagai sumber informasi. Dilain sisi, akses

internet yang sudah dimiliki oleh 13 petani tidak diperoleh dari akses pemerintah

(program internet kecamatan) namun dari modem (8 petani) yang kemudian

dikoneksikan ke perangkat dan dari telepon genggam (5 petani). Sedangkan media

komputer juga tidak dimiliki lagi oleh petani. Dari delapan petani yang memiliki

laptop, mereka memang sengaja membeli laptop daripada komputer oleh karena

(9)

4.3 Efektifitas Sumber Informasi bagi Petani

Dari beberapa sumber informasi yang dikenal oleh responden, terdapat

variasi petani dalam memilih sumber informasi tersebut. Variasi tersebut terdapat

pada tiap informasi usaha tani. Seperti pada tabel 2.

Tabel 2. Penggunaan Sumber Informasi menurut kegiatan Usaha Tani

Kegiatan

Melihat data diatas, maka dapat diketahui bahwa terdapat variasi sumber

informasi yang digunakan oleh responden untuk memperoleh suatu informasi usaha

tani. Berdasarkan banyaknya informasi usaha tani dan jumlah responden yang

memilih, kelompok tani adalah sumber informasi yang paling efektif bagi petani.

Diikuti oleh penyuluh, toko pertanian, tengkulak kemudian media cetak dan

elektronik. Berikut merupakan penjabaran tiap sumber informasi :

1. Kelompok Tani

Dari 30 responden, kelompok tani dipilih oleh seluruh responden untuk

mendapatkan seluruh informasi usaha tani yang dibutuhkan. Proses musyawarah

pada kelompok tani dimulai dari pemilihan bibit, penyemaian, penanaman, pemilihan

pupuk, dan pemilihan pestisida secara keseluruhan dimusyawarakan dengan tujuan

pelaksanaan dilapangan dapat mencapai keseragaman. Sedangkan untuk ketersediaan

saprodi, kelompok tani membuat Rancangan Definitif Kebutuhan Kelompok

(RDKK) dimana keseluruhan kebutuhan pupuk dari kelompok tani tersebut

diakumulasi untuk kemudian diajukan kepada Dinas Pertanian. Dengan adanya

RDKK ini, maka petani dapat memperoleh pupuk subsidi. Begitu juga ketika panen,

kelompok mengadakan musyawarah untuk menentukan harga panen jika. Ini

ditujukan agar harga tidak dimainkan oleh tengkulak. Dan berkaitan dengan

(10)

akan maupun sudah dilakukan, yang didalamya akan terjadi diskusi dua arah antara

petani dan pemerintah.

2. Penyuluh

Dari 9 informasi usaha tani yang diamati, penyuluh dipilih oleh seluruh

petani untuk memperoleh 6 aspek informasi usaha tani. Antara lain pembibitan,

pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit, serta

kebijakan pemerintah. Jika dilihat lebih dalam lagi, 5 dari 6 informasi usaha tani

yang dipilih, merupakan informasi yang berkaitan dengan budidaya. Hal ini

berbanding lurus dengan fakta bahwa penyuluh mengenalkan kegiatan Demplot,

Dembul, SLPTT, dan SLPHT yang kesemuanya merupakan program yang

berkonsentrasi pada proses budidaya. Selain itu, penyuluh juga dipilih responden

untuk memperoleh informasi usaha tani yang berkaitan kebijakan. Hal ini didukung

adanya pertemuan rutin yang juga menjadi sarana publikasi kebijakan pemerintah.

Sedangkan informasi seperti panen, ketersediaan saprodi dan harga, sumber

informasi selain penyuluh lebih dipilih oleh petani.

3. Toko Pertanian

Didalam interaksi yang dibangun antara petani dan toko pertanian, terdapat

tukar menukar informasi. Hal ini berdampak bagi toko pertanian dalam menjual

produk, dan petani dalam membeli suatu produk. Dari 30 responden, toko pertanian

dipilih 23 petani untuk memperoleh informasi mengenai ketersediaan saprodi. Serta

dipilih 17 petani untuk memperoleh informasi mengenai penanggulangan hama dan

penyakit. Sedangkan beberapa toko pertanian tidak dipilih sebagian petani untuk

memperoleh informasi usaha tani antara lain karena frekuensi kunjungan ke toko

pertanian yang tidak terlalu sering, dan didukung karena kelompok tani sudah

keperluan saprodi. Dilihat dari segi prosentase yang besarnya antara 77% dan 57%,

toko pertanian efektif dan efisen untuk memperoleh informasi mengenai ketersediaan

saprodi serta penanggulangan hama dan penyakit.

4. Tengkulak

Dari 30 responden, tengkulak dipilih 18 petani untuk memperoleh mengenai

harga jual. Petani yang memilih tengkulak karena telah terbiasa menjual produknya

(11)

pilihan 12 petani yang lain untuk mencari informasi mengenai harga jual disebabkan

harga jual diperoleh dari harga dari koperasi kelompok tani.

5. Media cetak dan elektronik

Kepemilikan televisi dan telepon genggam yang tinggi serta variasi

kepemilikan antara 2 – 4 media informasi tiap petani ternyata tidak terlalu

mempengaruhi petani dalam memilih media cetak maupun elektronik untuk

memperoleh informasi usaha tani. Media cetak dan elektronik hanya dipilih 8 petani

untuk mecari 4 informasi usaha tani. Prosentase yang berkisar 27% untuk informasi

harga jual dan 7% untuk informasi pembibitan dan informasi pemeliharaan, tentu

masih bisa ditingkatkan lagi. Terlebih jika melihat radio yang dipilih Dinas Pertanian

dan Perikanan untuk menyalurkan informasi usaha tani. Petani beralasan faktor

keterbatasan waktu, dan penguasaan teknologi menjaadi kendala utama. Sosialisai

dari Dinas terkait mengenai penggunaan media cetak dan elektronik, juga dianggap

belum maksimal oleh petani.

4.4 Analisis Kriteria Pemilihan Sumber Informasi

Sumber informasi dipilih petani dengan kriteria yang bervariasi. Antara lain

mudah dipahami (comprehensibility), bermanfaat, akurat, keandalan (realibility),

tepat waktu, ketersediaan (availability), relevansi dan konsisten.

1. Kelompok Tani

Gambar 4. Grafik Kriteria Pemilihan Kelompok Tani

Sumber : Data Primer, 2014

Untuk sumber informasi melalui kelompok tani, kriteria ketersedian dan

relevansi serta kriteria mudah dipahami (comprehensibility) yang dianggap petani

sebagai keunggulan sumber informasi ini.

(12)

kelompok tani ditanggapi baik oleh petani. Dari segi relevansi, petani berpendapat sumber ini relevan dalam memberi informasi. Informasi yang diberikan sesuai

dengan kebutuhan maupun permasalahan mereka. Dari kriteria mudah dipahami

(comprehensibility), kesamaan latar belakang budaya juga pendidikan membuat

materi pertemuan rutin mudah dipahami. Namun, kelompok tani juga dianggap

beberapa responden tidak terlalu jelas dalam menyampaikan informasi, terutama

dalam masalah budidaya dan kebijakan. Sehingga terkadang masih perlu bertanya

kembali ke pengurus maupun ke penyuluh.

Dari segi keandalan (reliability), kedekatan antar anggota kelompok, menyebabkan petani berpendapat sumber ini dapat diandalkan. Namun, karena sering

terjadi salah persepsi oleh anggota kelompok tani terhadap suatu informasi,

kelompok tani belum dianggap handal oleh beberapa petani. Dari segi konsistensi, faktor keberlanjutan suatu informasi juga menjadi pertimbangan petani dalam

memilih dan mempercayai sumber informasi. Pendampingan lebih disukai ketimbang

sumber yang menuntut kemandirian petani untuk mempraktekan informasi yang

didapat. Dari segi manfaat, terdapat responden yang berpendapat bahwa kedua sumber tersebut hanya bermanfaat secara pengetahuan, tapi jarang secara teknis.

Sehingga manfaat nyata belum tentu bisa dirasakan. Dari kriteria akurasi, petani menganggap bahwa kelompok tani memiliki akurasi yang baik karena ada bukti

nyata pelaksanaanya. namun hasil akhir dari suatu teknolohi baru terkadang tidak

sesuai harapan awal. Dari segi ketepatan waktu, jadwal rutin pertemuan kelompok tani membuat sumber informasi ini dianggap petani tepat waktu. Namun, karena

pertemuan rutin juga yang membuat kedua sumber ini tidak tepat waktu terutama

ketika petani membutuhkan reaksi yang cepat.

2. Penyuluh

Gambar 5. Grafik Kriteria Pemilihan Penyuluh

(13)

Untuk sumber informasi melalui penyuluh, kriteria ketersediaan

(availability), relevansi dan mudah dipahami (comprehensibility) menjadi kriteria

yang dianggap petani sebagai keunggulan sumber informasi ini.

Dari segi ketersediaan (availability), penyuluh dianggap sumber yang memiliki kemudahan dalam hal ketersediaan. Adanya jadwal rutin ditanggapi baik

oleh petani. Dari segi relevansi, penyuluh dianggap petani relevan dengan permasalahan mereka. Namun beberapa petani berpendapat penyuluh lebih

mengutamakan agenda ataupun programnya. Dari segi mudah dipahami

(comprehensibility), penyuluh yang dinilai petani memiliki tata bahasa yang mudah

dipahami, adanya diskusi dua arah, juga kemasan materi yang sesuai kemampuan

penalaran petani, menjadi alasan mengapa informasi dari penyuluh dikatakan petani

mudah dipahami.

Dari segi keandalan (reliability), penyuluh dinilai petani dapat diandalkan. Rasa percaya terhadap penyuluh sebagai pihak yang berkompeten menjadi alasan

petani mengandalkan sumber informasi ini. Namun image pemerintah yang

terkadang mengambil keuntungan berupa anggaran, menyebabkan beberapa petani

cukup antipati terhadap penyuluh. Dari segi konsistensi, faktor keberlanjutan suatu informasi dalam bentuk pendampingan lebih disukai ketimbang sumber yang

menuntut kemandirian petani untuk mempraktekan informasi yang didapat. Dari segi

manfaat, responden berpendapat bahwa apa yang disampaikan penyuluh dapat bermaafaat untuk mengatasi kendala teknis terutama yang berkaitan dengan proses

budidaya. Namun penyuluh juga dianggap beberapa responden tidak memberikan

manfaat, terutama secara aplikasi yang dinilai tidak optimal jika tidak ada

pendampingan ataupun jika belum ada teman sesama petani yang telah mencoba.

Dari segi akurasi, penyuluh dipilih karena akurasi informasi yang mereka percayai. Adanya hasil yang nyata menjadi salah satu kriteria agar informasi dapat

diterima petani. Penyuluhan yang dimodifikasi dalam bentuk demplot, dembul,

SLPTT dan SLPHT menjadi faktor pendukung. Sedangkan responden yang

menganggap bahwa akurasi dari penyuluhan masih kurang, disebabkan karena

penyuluh sering hanya memberikan saran teoritis. Responden menyarankan kegiatan

SLPTT dan SLPHT menjadi kegiatan penyuluhan itu sendiri. agar menambah akurasi

(14)

Dari segi ketepatan waktu, jadwal rutin penyuluhan membuat sumber informasi ini dianggap petani tepat waktu. Namun, karena pertemuan rutin juga yang

membuat kedua sumber ini tidak tepat waktu terutama ketika petani membutuhkan

reaksi yang cepat.

3. Toko Pertanian

Gambar 6. Grafik Kriteria Pemilihan Toko Pertanian

Sumber : Data Primer, 2014

Untuk sumber informasi melalui toko pertanian, kriteria mudah dipahami

(comprehensibility), bermanfaat, serta keandalan (realibility) menjadi kriteria yang

dianggap petani sebagai keunggulan sumber informasi ini.

Dari segi mudah dipahami (comprehensibility), responden berpendapat bahwa informasi mengenai ketersediaan saprodi cukup jelas. Bahkan terkadang lebih

teknis dari penjelasan penyuluh. Begitu pula mengenai informasi teknis cara

penggunaan saprodi yang mudah dipahami. Dari segi manfaat, selain dianggap bermanfaat oleh mayoritas responden, terdapat responden yang berpendapat bahwa

kedua sumber tersebut hanya bermanfaat secara pengetahuan, tapi jarang secara

teknis. Sehingga manfaat nyata belum tentu bisa dirasakan. Dari segi keandalan

(reliability), toko pertanian dianggap mayoritas petani bahwa sumber ini dapat

diandalakan. Oleh karena pengetahuan dari saprodi yang sudah cukup detail juga

kemampuan menjelaskan produk dengan baik. Namun, toko pertanian juga dianggap

beberapa petani bahwa pedagang memiliki tujuan bisnis. Sehingga, terkadang

mengarahkan ke produk yang menguntungkan toko pertanian.

Dari segi relevansi, toko pertanian dianggap petani memberikan informasi yang relevan karena petani sendiri yang menanyakan permasalahanya ke toko

pertanian. Namun sumber informasi ini juga terkadang dianggap menjawab

pertanyaan mereka dengan mengarahkan ke suatu produk, yang bertujuan agar petani

(15)

aktif mencari informasi, sumber informasi toko pertanian lebih disukai karena dapat

diakses sesuai kebutuhan. Dari segi akurasi, hasil dari informasi dari toko pertanian,

dinilai responden baik. Namun, responden lainnya beranggapan jika hasil dari

penggunaan saprodi tidak seperti informasi yang didapat.

Dari segi tepat waktu, toko pertanian dianggap 5 responden berpendapat bahwa informasi yang didapat tepat waktu. Yakni ketika mereka ingin membeli

saprodi, mereka juga mendapatkan informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan

saprodi tersebut. Dari kriteria konsistensi, toko pertanian dianggap memiliki informasi yang sifatnya dinamis. Perubahan informasi yang cepat, membuat petani

bingung. Seperti pada toko pertanian yang jika ada produk baru, maka toko pertanian

akan mengarahkan pada produk tersebut.

4. Tengkulak

Gambar 7. Grafik Kriteria Pemilihan Tengkulak

Sumber : Data Primer, 2014

Untuk sumber informasi melalui tengkulak, kriteria mudah dipahami

(comprehensibility), tepat waktu, serta ketersediaan (availability) menjadi kriteria

yang dianggap petani sebagai keunggulan sumber informasi ini.

Dari kriteria mudah dipahami (comprehensibility), responden berpendapat bahwa informasi harga yang didapat, mudah untuk dipahami. Dari informasi harga

tersebut, petani dapat membandingkan harga di tengkulak lain maupun harga di

kelompok tani. Dari segi ketepatan waktu, tengkulak dianggap petani tepat waktu. Sebab selalu ada ketika petani membutuhkan informasi harga untuk menjual hasil

panennya. Dari segi ketersediaan (availability) tengkulak dianggap petani sebagai

sumber informasi yang memiliki kemudahan dalam hal ketersediaan. Adanya

kunjungan tengkulak ketika musim panen ditanggapi baik oleh petani.

(16)

memiliki orientasi bisnis. Sehingga masih perlu kroscek informasi harga yang

didapat dari tengkulak. Dari segi relevansi, tengkulak dianggap mayoritas petani

informasi harga yang diberikan sudah sesuai dengan kebutuhan mereka. Namun,

orientasi bisinis yang dibawa membuat sumber ini dianggap beberapa responden

kurang relevan terhadap kondisi di lapangan. Dari segi manfaat, terdapat responden yang berpendapat bahwa harga dari tengkulak sudah diketahui oleh mereka, sebelum

tengkulak tersebut memberi informasi mengenai harga jual. Sehingga manfaat yang

dirasakan tidak terlalu terasa. Dari segi akurasi, informasi yang dibawa oleh tengkulak dianggap petani perlu di kroscek kembali ke pohak lainnya. Hal ini

berhubungan dengan orientasi bisnis yang dibawa oleh tengkulak. Dari segi

konsistensi, perubahan informasi yang cepat, membuat petani bingung. informasi harga yang fluktuatif membuat petani menganggap sumber ini kurang konsisten.

5. Media Cetak dan Elektronik

Gambar 8. Grafik Kriteria Pemilihan Media Cetak dan Elektronik

Sumber : Data Primer, 2014

Untuk sumber informasi melalui media cetak dan elektronik, kriteria

bermanfaat, tepat waktu serta relevansi menjadi kriteria yang dianggap petani

sebagai keunggulan sumber informasi ini.

Dari segi manfaat, sumber informasi ini dianggap memberikan pengetahuan yang sangat beragam untuk kemudian memberikan inspirasi dalam hal inovasi di

dunia pertanian. Dari segi ketepatan waktu, untuk media cetak dan elektronik, dianggap tepat waktu. Karena dapat diakses kapanpun. Dari segi relevansi, untuk media cetak dan elektronik, dianggap petani relevan karena responden sendiri yang

mencari informasi sesuai kebutuhan mereka.

Dari segi ketersediaan (availability), meskipun dianggap mayoritas petani dapat diakses kapanpun dimanapun, faktor dalm akses yang memerlukan biaya lebih

(17)

mudah dipahami (comprehensibility), tidak adanya interaksi dua arah antara petani dan informan, menyebabkan media cetak dan elektronik sulit dipahami oleh petani.

Dari segi akurasi, media cetak dan elektronik hanya dipilih 3 responden dalam hal akurasi. Sedangkan responden lainya berpendapat bahwa siapapun dapat berpendapat

di media cetak dan elektronik. Oleh karena itu perlu informasi tambahan dari sumber

informasi yang lain. Dari kriteria keandalan (reliability), media cetak dan elektronik, dianggap 3 petani bisa diandalakan, sebab mereka juga mendapatkan

informasi dari sumber yang informasinya mereka percayai. Seperti dari pemerintah,

dan petani yang sukses. Namun, sumber ini juga dianggap petani kurang dapat

diandalkan. Karena informasi yang diberikan bersifat normatif saja bukan secara

teknis. Dari kriteria konsistensi, media cetak dan elektronik dianggap memiliki informasi yang sifatnya dinamis. Perubahan informasi yang cepat, membuat petani

bingung.

6. Kriteria Pemilihan Sumber Informasi bagi Petani di Salatiga

Gambar 9. Grafik Kriteria Pemilihan Kelompok Tani

Sumber : Data Primer, 2014

Secara umum, sumber informasi dipilih mayoritas petani karena

mempertimbangan 3 kriteria. Antara lain kriteria mudah dipahami

(comprehensibility), relevansi, serta kriteria ketersediaan (availability). Dari ketiga

kriteria ini, dapat dikatakan bahwa petani mengutamakan sumber informasi yang

informasinya mudah dipahami (comprehensibility). Kriteria ini membuat petani

mengerti maksud dan tujuan dari informasi tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan

(18)

penalaran. Kriteria relevansi berarti memiliki kesesuaian informasi dengan

permasalahan yang sedang dihadapi oleh petani tersebut. Kriteria ini dianggap petani

sebagai kriteria yang penting untuk menentukan suatu sumber informasi. Oleh karena

itu dibutuhkan kepekaan dari komunikator mengenai permasalahan petani dilapangan

sebelum memberikan informasi melalui sumber informasi. Kriteria ketersediaan

(availability) berati kemudahan akses dari petani ke sumber informasi tersebut.

Dengan ada kendala keterbatasan dari segi petani, sumber informasi dituntut untuk

semakin mudah diakses dari segi biaya, tenaga dan waktu.

Ketiga kriteria ini yang perlu diprioritaskan oleh komunikator ketika akan

memilih sumber informasi. Perlu juga ada perbaikan untuk kriteria yang lain sesuai

dengan prioritas kriteria yang dipertimbangkan oleh petani. Dengan adanya

perbaikan yang mempertimbangkan kriteria – kriteria tersebut, diharapkan akan

makin banyak sumber informasi yang efektif bagi petani serta ada variasi

Gambar

Gambar 2. Gambaran  Umum Responden
Gambar 3. Kepemilikan Media Cetak dan Elektronik
Gambar 4. Grafik Kriteria Pemilihan Kelompok Tani
Gambar 5. Grafik Kriteria Pemilihan Penyuluh
+5

Referensi

Dokumen terkait

Manajemen kinerja yaitu suatu keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja suatu perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan kelompok

[r]

Sistem Penilaian Prestasi Kerja ialah suatu pendekatan dalam melakukan EVALUASI KINERJA para pegawai... Yang dinilai adalah manusia

Berdasarkan hasil evaluasi kualifikasi yang telah dilakukan terhadap Calon Penyedia Paket Pekerjaan Peningkatan Jalan Labuhan Jaya (Mesuji Makmur) Dinas Pekerjaan Umum

Perusahaan yang memiliki aktiva tetap yang besar dapat dijadikan jaminan untuk pembiayaan hutang sehingga leverage meningkat, hasil ini juga sesuai dengan penelitian yang

Unipolar encoding uses only one voltage level..

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan peran, watak dan teknik penokohan yang terdapat dalam novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara. Sumber data penelitian ini adalah

− Prototipe sistem SDR skala lab dengan frekuensi maksimal RF 50 MHz dengan daya RF kurang dari 1 mW menggunakan daughterboard Basic Tx-Rx dapat dikembangkan untuk sebuah