• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Komoditas Kopi Sebagai Sektor Basis Terhadap Pengembangan Wilayah Di Kabupaten Aceh Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Komoditas Kopi Sebagai Sektor Basis Terhadap Pengembangan Wilayah Di Kabupaten Aceh Tengah"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Marliono (2008) dalam penelitiannya Analisis Peningkatan Produksi Usaha Perkebunan Kopi Kaitannya Dengan Pengembangan Wilayah di

Kecamatan Habinsaran Kabupaten Toba Samosir (Studi Kasus : Kecamatan

Habinsaran Kabupaten Toba Samosir). Metode analisis data yang digunakan perhitungan secara serentak untuk hubungan antara produksi, modal dan tenaga kerja. Terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial dan bersama-sama antara faktor produksi, modal, luas lahan dan pengalaman bertani terhadap produksi kopi. Dimana variabel luas lahan berpengaruh dominan terhadap produksi tanaman kopi.

(2)

masih tergolong rendah. Peningkatan volume produksi kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara semata-mata disebabkan oleh adanya perluasan areal tanaman kopi yang demikian berkembang, bukan dikarenakan oleh adanya peningkatan produktivitas. Harga jual kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara lebih rendah dibandingkan dengan harga jual di Sumatera Utara dan harga ekspor sehingga memiliki nilai daya saing di pasar domestik dan internasional. Usahatani kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara memiliki daya saing karena memiliki keunggulan kompetitif maupun komparatif sehingga usahatani kopi ini layak untuk dikembangkan. Kebijakan pemerintah pada harga input-output terhadap usahatani kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara berdampak negatif bagi penerimaan petani pada harga output. Namun kebijakan tersebut berdampak positif.

Hutauruk (2009) dalam penelitiannya Pengaruh Pendidikan Dan Pengalaman Petani Terhadap Tingkat Produktivitas Tanaman Kopi Dan

(3)

Tapanuli Utara. Populasi penelitian ini adalah petani kopi yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara. Penetapan sampel penelitian berdasarkan teknik Proporsional Random Sampling dengan mengambil tiga wilayah kecamatan, yakni Kecamatan Siborongborong, Sipahutar dan Pangaribuan dengan total sampel berjumlah 95 orang. Teknik pengumpulan data melalui kuisioner dan wawancara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pendidikan (formal dan non formal) dan pengalaman berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas tanaman kopi. Sedangkan faktor pendidikan formal berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap produktivitas tanaman kopi di Kabupaten Tapanuli Utara. Kontribusi produktivitas tanaman kopi terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara dapat dilihat dari pendapatan, penyerapan tenaga kerja, semakin berkembangnya toko - toko pertanian dan pedagang pengumpul serta berdirinya pabrik pengolahan biji kopi di Kecamatan Siborongborong.

(4)

bahwa : (1) teknik budidaya usaha tani kopi rakyat di kabupaten Jember berdasarkan respon petani terhadap anjuran Dinas kehutanan dan perkebunan Jember cenderung pada sikap yang kurang melaksanakan, (2) skala usaha perkebunan kopi rakyat di kabupaten masuk dalam kategori Decreasing Return to Scale, (3) secara simultan variabel luas lahan, jumlah tanaman, jumlah tenaga kerja, pupuk organik pupuk anorganik, dan umur tanaman berpengaruh terhadap produksi perkebunan kopi rakyat di kabupaten Jember. Secara parsial, variabel jumlah tanaman, jumlah tenaga kerja, pupuk organic, pupuk anorganik, dan umur tanaman berpengaruh nyata terhadap produksi perkebunan kopi rakyat sedangkan variable luas lahan dan pupuk organic berpengaruh tidak nyata, (4) prospek pengembangan perkebunan kopi rakyat di kabupaten Jember tergolong tidak prospektif karena produktivitasnya terus menurun dan (5) peluang pasar kopi rakyat kabupaten Jember masih cukup besar karena berdasarkan hasil analisa trend kebutuhan kopi Jawa Timur masih terus meningkat sampai tahun 2015, sedangkan produksi Jawa Timur masih jauh dibawah permintaan.

Ikramuddin (2010) dalam penelitiannya Pengaruh Internal Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian Kopi Di Kabupaten Aceh Utara (Studi Kasus

(5)

keputusan pembelian kopi di Kabupaten Aceh Utara (studi kasus pembelian kopi pada rumah tangga) bertujuan untuk; 1) mengetahui dan menganalisis pengaruh faktor budaya, kelas sosial, karakteristik individu, dan faktor psikologis terhadap keputusan pembelian produk kopi oleh konsumen rumah tangga di Kabupaten Aceh Utara. 2) mengetahui dan menganalisis faktor yang paling dominan mempengaruhi keputusan pembelian produk kopi oleh konsumen rumah tangga di Aceh Utara.

Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini antara lain teori-teori yang berkaitan erat dengan perilaku konsumen, dan teori pengambilan keputusan konsumen. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan metode survey dan jenis penelitian deskriptif kuantitatif dan sifat penelitiannya adalah explanatory. Metode pengambilan sampel menggunakan teknik Multi-stage Random Sampling dengan jumlah sampel 100 orang konsumen rumah tangga. Pengujian hipotesis pertama dan kedua menggunakan analisis regresi linear berganda, dengan uji serempak (uji F) dan uji parsial (t) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen pada tingkat kepercayaan 95% (á = 0.05).

(6)

keputusan pembelian kopi oleh rumah tangga di Kabupaten Aceh Utara. Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan tidak ada perbedaan keputusan pembelian antara produk kopi tradisional/lokal dengan produk kopi turunan/instan oleh konsumen rumah tangga di Kabupaten aceh Utara.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa variabel internal konsumen berpengaruh dalam menentukan keputusan pembelian kopi oleh konsumen rumah tangga, namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada keputusan pembelian konsumen kopi instan maupun kopi tradisional di Kabupaten Aceh Utara.

(7)

tentang teknologi budidaya kopi. Permasalahan yang mendasar dalam pengelolaan usahatani kopi di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah rendahnya produktivitas. Menurut Aradi (2008), beberapa hal yang diduga mempengaruhi rendahnya produktivitas usahatani kopi daerah ini adalah rata-rata tanaman kopi sudah berumur tua dan pemeliharaan secara intensif belum dilaksanakan secara sempurna karena rendahnya pengetahuan dan keterampilan petani.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kopi pada usahatani kopi di Kabupaten Aceh Tengah, menganalisis kondisi skala ekonomi kopi rakyat di Kabupaten Aceh Tengah dan menganalisis efisiensi ekonomi pada usahatani kopi rakyat di Kabupaten Aceh Tengah. Kerangka pendekatan masalah dilakukan dengan cara mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kopi rakyat di Kabupaten Aceh Tengah dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dengan metode pendugaan Ordinary Least Squares. Sedangkan analisis efisiensi dilihat dari ratio Nilai Produk Marjinal dengan Biaya Korbanan Marjinal.

(8)

faktor produksi sebesar 52.3%. Faktor produksi yang berpengaruh signifikan terhadap produksi kopi adalah jumlah tenaga kerja, luas lahan dan umur pohon kopi. Semakin banyak tenaga kerja yang digunakan, semakin luas lahan produktif dan semakin tua umur pohon maka semakin besar hasil produksi kopi. Hasil produksi kopi di lahan miring lebih menghasilkan dibandingkan di lahan datar.

(9)

meningkatkan produksi.

Isabella (2012) dalam penelitiannya Peran Komoditas Kopi Lintong Terhadap Pengembangan Wilayah di Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten

Humbang Hasundutan. Metode analisis data yang digunakan untuk menganalisis pengaruh luas lahan, modal, dan tenaga kerja terhadap produksi tanaman kopi lintong menggunakan analisis regresi berganda. Hasil analisis regresi linier berganda dapat diketahui bahwa secara simultan dan parsial faktor luas lahan, modal, dan tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi tanaman kopi lintong. Faktor yang memiliki pengaruh yang paling signifikan terhadap produksi tanaman kopi adalah faktor luas lahan dimana nilai koefisien regresi faktor luas lahan lebih besar dari nilai koefisien regresi faktor modal dan tenaga kerja.

(10)

Penentuan daerah penulisan dilakukan dengan sengaja dengan pertimbangan wilayah Kabupaten Rejang Lebong merupakan salah satu wilayah di Provinsi Bengkulu yang telah menanam secara turun temurun dengan jenis utama kopi robusta dan menjadikan kopi sebagai komoditas unggulan. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan metode Stratified random sampling dengan jumlah sampai 32 responden. Penentuan daerah penulisan dilakukan dengan sengaja (purposive).

(11)

kopi seperti harga sosial, hal ini disebabkan rantai pemasaran kopi yang harus di lalui petani.

Hasil analisis sensitivitas menunjukan bahwa usaha tani kopi robusta tetap mempunyai daya saing yang baik (keunggulan kompetitif dan komparatif) walaupun terjadi perubahan input dan output dengan asumsi faktor lainnya tetap (ceteris paribus) yang terlihat dengan nilai PCR dan DRCR tetap di bawah 1. Analisis sensitivitas gabungan menunjukkan bahwa perubahan input dan output secara bersamaan menyebabkan turunnya daya saing usaha tani kopi robusta di Kabupaten Rejang Lebong dalam hal ini keunggulan kompetitif, ini di tandai dengan dengan PCR yang lebih besar dari 1 yaitu sebesar 2,45 dan tetap mempunyai keunggulan komperati dengan nilai DRCR <1 yaitu 0,56

(12)

semakin lemah dalam proses penentuan harga dan petani cenderung sebagai penerima harga (price taker). Keterlibatan petani sebagai anggota koperasi tidak memberikan jaminan harga terhadap produk kopi yang dipasarkan. Koperasi sebagai penerima lisensi sertifikasi produk hanya membantu petani untuk terlibat dalam program sertifikasi produk (organik, fairtrade dan rainforest) yang dilakukan. Analisis kinerja pasar menunjukkan bahwa share harga kopi yang diterima petani masih rendah (≤ 30%). Perubahan harga yang terjadi di tingkat kolektor, koperasi dan eksportir pada saat ini dan waktu sebelumnya tidak mempengaruhi harga kopi di tingkat petani. Dengan demikian pendekatan struktur, perilaku dan kinerja pasar yang terjadi telah menunjukkan lemahnya posisi tawar petani dalam proses penentuan harga mengakibatkan petani sebagai penerima harga (price taker) baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Marlina (2014) dalam penelitiannya Analisis Ekonomi Kopi Rakyat dan Peranannya Terhadap Perekonomian Wilayah Kabupaten Lampung Barat

(13)

salah satu komoditi unggulan daerah, juga karena usahatani kopi merupakan perkebunan rakyat dengan skala usaha yang relatif kecil. Dengan demikian, pembangunan komoditas kopi tidak hanya sebagai penopang perekonomian daerah, tetapi juga turut membangun perekonomian atau kesejahateraan rakyat.

Penelitian ini memiliki tiga tujuan utama sebagai berikut: (1) menganalisis tataniaga komoditas kopi di Kabupaten Lampung Barat; (2) mengkaji dan menganalisis sumbangan ekonomi kopi terhadap rumah tangga petani kopi di Kabupaten Lampung Barat; (3) menilai dan mengkaji peran sektor perkebunan kopi rakyat dalam mendukung perekonomian Kabupaten Lampung Barat.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni hingga Juli 2013 yang berlokasi di Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah ini merupakan sentra penghasil kopi terbesar di Provinsi Lampung. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei, sehingga ditentukan sampel yang representatif terhadap populasi target. Adapun responden dalam penelitian ini adalah kepala keluarga yang bekerja sebagai petani kopi dan pedagang yang terlibat dalam pemasaran kopi, dan Kelompok Wanita Tani (KWT). Analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis pendapatan usahatani, analisis pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani, analisis pemasaran, dan analisis kewilayahan.

(14)

terpanjang melibatkan banyak lembaga pemasaran yaitu pedagang perantara, pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kecamatan serta yang terakhir adalah eksportir. Pilihan saluran pemasaran oleh petani lebih didasarkan pertimbangan jarak, ikatan ekonomi, dan kekerabatan. Harga yang relatif sama diterima petani baik dijual kepada pedagang perantara, pedagang desa maupun pedagang kecamatan menyebabkan sebagian besar petani atau 68,33% lebih memilih menjual kepada pedagang pengumpul desa. Petani kopi Lampung Barat menerima harga yang relatif rendah dari yang seharusnya diterima disebabkan rendahnya kualitas kopi yang dihasilkan terkait pengetahuan dan teknologi, keterikatan hutang dengan lembaga pemasaran terkait, struktur pasar yang tidak kompetitif serta belum berperannya kelompok tani atau koperasi sebagai wadah kerjasama petani dalam meningkatkan efisiensi produksi dan pemasaran. Struktur pasar yang tidak kompetitif, yaitu oligopsoni menyebabkan petani lebih sebagai

pricetaker.

(15)

yang tinggi selain kopi.

Ditinjau dari tingkat pendapatan rumah tangga, berdasarkan kategori Bank Dunia serta kemampuannya dalam melakukan investasi, rumah tangga petani berlahan sempit tergolong kurang sejahtera sedangkan rumah tangga petani berlahan sedang dan luas tergolong sejahtera. Namun demikian, ditinjau dari tingkat pengeluaran rumah tangga, hanya petani berlahan luas yang relatif sejahtera. Pada rumah tangga petani berlahan sempit dan sedang pengeluaran masih terkonsentrasi untuk memenuhi kebutuhan dasar, sedangkan pada rumah tangga petani berlahan luas pengeluaran tertinggi adalah untuk pemenuhan kebutuhan tersier.

Ditinjau dari beberapa indikator, komoditas kopi mempunyai peranan penting dalam perekonomian wilayah. Sektor perkebunan kopi di Lampung Barat merupakan sektor basis (memiliki daya saing) dan komoditas yang maju, serta mempunyai kontribusi yang besar terhadap nilai PDRB dan penyerapan tenaga kerja, serta adanya potensi tambahan pendapatan dari hasil kopi sebesar Rp. 2.908.425.000,- jika diolah di wilayah Kabupaten Lampung Barat, ini menunjukkan terjadinya kebocoran wilayah.

(16)

tanaman, memperbaiki teknik budidaya dan pasca panen serta mendorong berkembangnya industri pengolahan kopi yang berdayasaing yang mampu meningkatkan nilai tambah kopi. Disamping itu dalam mengefisienkan pemasaran juga diperlukan peran kelembagaan seperti kelompok/koperasi agar petani mampu meningkatkan bargaining position, economic of scale serta untuk dapat memotong jalur pemasaran.

Muzendi, 2014 dalam penelitiannya yang berjudul Integrasi Pasar dan Dampak Kebijakan Non Tarif Terhadap Permintaan Ekspor dan Daya Saing Kopi

Indonesia di Pasar Internasional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis (1) integrasi pasar kopi Indonesia dengan pasar eksportir dan importir utama kopi; (2) posisi daya saing kopi Indonesia di pasar dunia dibandingkan dengan Brazil, Kolombia dan Vietnam; (3) faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor dan daya saing kopi Indonesia; (4) dampak integrasi pasar dan kebijakan non tarif terhadap permintaan ekspor dan daya saing kopi Indonesia.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series dari tahun 1970 sampai 2012. Metode penelitian yang digunakan adalah uji kointegrasi pendekatan Error Corection Model (ECM) untuk menganalisis integrasi pasar; Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Revealed Symetric Comparative Advantage (RSCA) untuk menganalisis daya saing ekspor kopi dan model ekonometrik persamaan simultan yang digunakan untuk menganalisis integrasi pasar integrasi pasar dan dampak kebijakan non tarif terhadap permintaan ekspor dan daya saing kopi.

(17)

analisis ECM menunjukkan adanya integrasi jangka pendek dengan pasar importir maupun eksportir utama, dimana kecepatan penyesuaian ke keseimbangan 87.33 % pada pasar importir dan 65.33 % pada pasar eksportir. Variabel yang signifikan mempengaruhi harga ekspor kopi Indonesia pada jangka pendek adalah harga impor kopi Amerika Serikat, Malaysia dan Singapura serta harga ekspor kopi Brazil dan Vietnam; (2) Kopi Indonesia memiliki keunggulan komparatif dilihat berdasarkan nilai RCA dan RSCA, namun masih lebih rendah dibandingkan Brazil, Kolombia dan Vietnam; (3) Penerapan kebijakan SPS lebih efektif menghambat permintaan ekspor kopi Indonesia dibandingkan TBT. Kebijakan SPS secara keseluruhan memiliki pengaruh menghambat dan menurunkan ekspor negara eksportir utama serta permintaan ekspor dan daya saing kopi Indonesia. Sedangkan kebijakan TBT secara keseluruhan memiliki pengaruh yang positif atau bersifat tidak menghambat; dan (4) Kebijakan peningkatan areal dan produksi tanaman kopi memberikan dampak positif bagi permintaan ekspor dan daya saing kopi Indonesia di pasar importir utama (Amerika Serikat, Jerman, Italia, Jepang, Malaysia dan Singapura), sedangkan kebijakan peningkatan konsumsi domestik dan harga domestik berdampak pada penurunan permintaan ekspor dan daya saing kopi Indonesia di pasar importir utama. Selanjutnya kebijakan peningkatan harga ekspor Vietnam, harga kopi dunia dan konsumsi Singapura cenderung memberi dampak penurunan permintaan ekspor dan daya saing kopi Indonesia di pasar importir utama. Dan sebaliknya kebijakan peningkatan produksi kopi Brazil lebih memberi dampak positif.

(18)

komoditi unggulan Aceh yang kini mendunia adalah komoditi Kopi yang saat ini menjadi komoditi primadona bagi petani di Bener Meriah khususnya dan dataran tinggi Gayo pada umumnya. dibuktikan hampir 90 % masyarakat didaerah ini penghidupannya tergantung pada perkebunan kopi dimana hamparannya sekitar 49,187 hektar bahkan kemungkinan lebih luas lagi bila diukur secara detail, Kemegahan dan keunggulan komoditi ini belum sepenuhnya mampu mensejahterakan masyarakat petani dikarenakan prosfek pemasaran yang pluktuatif dan tidak adanya pihak penjamin hasil komoditi pada saat musim panen. Akibatnya petani selaku produsen mengalami delematis, selain berdampak juga pada penerapan pola olah kopi pasca panen, yang berdampak pada kualitas dan cita rasa produk ditambah lagi dengan perilaku eksportir kopi kita ada yang bermoral rendah, di mana mereka rata-rata mengambil keuntungan dua kali lipat dari harga pembeliannya kepada petani kopi di daerah. Di sisi lain adanya pedagang pengumpul maupun eksportir lokal sering memanfaatkan uang kopi yang telah dibayar tunai atau kontan oleh pembeli, akan tetapi kenyataannya mereka selalu menyatakan uang belum keluar. Modus lainnya ada di antara mereka yang menggandakan atau melakukan investasi ke usaha lain. Dalam upaya mencari jawaban atas permasalahan penelitian, dilakukan berbagai metode penelaahan terhadap berbagai literatur yang ada. Hasil informan kunci yang sudah diwawancarai secara mendalam dikumpulkan dan dianalisis secara deskriptif dan dibandingkan dengan teori yang ada serta fakta-fakta yang muncul dilapangan sehingga menghasilkan kesimpulan yang komprehensif.

(19)

gayo yang mendunia, di samping itu juga masih minimnya peran Pemerintah Daerah dalam menangani permasalahan kopi, walaupun sejauh ini pemerintah sudah memberikan bantuan bibit, hingga biaya perawatan dan pupuk, tapi setelah panen petani kopi bingung Karena petani belum dapat menentukan harga.

Sitorus (2014) dengan judul tesis Analisis Penentuan Komoditi Perkebunan basis di Wilayah Masing-masing Kecamatan Kabupaten Simalungun. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pertumbuhan wilayah dan keseimbangan antar wilayah dengan mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang ada perlu dilaksanakan. Seiring berjalannya otonomi daerah maka masing-masing kecamatan di Kabupaten Simalungun memiliki kesempatan yang terbuka dalam menentukan kebijakan pembangunan dan mengembangkan sumber-sumber pendapatan baru sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD)-nya melalui pemanfaatan potensi sumberdaya alam yang tersedia di wilayahnya sebagai upaya untuk dapat memajukan sub sektor perkebunan dalam pembangunan daerahnya dan upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komoditi perkebunan yang menjadi basis, mengetahui pertumbuhan proporsional dan pertumbuhan pangsa wilayah komoditi perkebunan basis dan mengidentifikasi prioritas pengembangan komoditi perkebunan basis di wilayah masing-masing kecamatan Kabupaten Simalungun. Data yang digunakan adalah data sekunder. Analisis data yang digunakan yaitu analisis Location Quotient, analisis Shift Share, serta gabungan analisis Location Quotient dan Shift Share.

(20)

kulit manis, kemiri, lada, aren, pinang, vanili dan tembakau. Kecamatan yang paling banyak menghasilkan komoditi perkebunan basis adalah Kecamatan Sidamanik dan Panei yaitu sebanyak sembilan jenis komoditi perkebunan. Komoditi basis yang mempunyai pertumbuhan cepat di Kabupaten Simalungun yaitu: Karet, kopi, kelapa, cokelat, cengkeh, lada, pinang, vanili tembakau. Komoditi perkebunan basis yang berdaya saing adalah karet, kelapa sawit, kopi, kelapa, cokelat, cengkeh, kulit manis, kemiri, lada, aren, pinang, vanili dan tembakau. Komoditi perkebunan basis yang paling banyak menjadi prioritas utama yaitu komoditi pinang sebanyak 12 kecamatan, prioritas kedua adalah komoditi kopi, ada 16 kecamatan, prioritas ketiga yaitu kulit manis, kemiri dan aren.

2.2. Kopi (Coffee)

Tanaman kopi adalah spesies tanaman berbentuk pohon yg termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman kopi tumbuh tegak, bercabang dan tingginya dapat mencapai 12 m. Tanaman ini memiliki daun yang bentuknya bulat telur dengan ujung agak meruncing. Daunnya tumbuh berhadapan pada batang, cabang dan ranting.

(21)

setelah berumur kurang lebih dua tahun. Bunga keluar dari ketiak daun yang terletak pada batang utama.

Lebih dari 90% tanaman kopi di indonesia diusahakan oleh rakyat. Penerapan teknologi yang digunakan masih sederhana, hal ini mengakibatkan produksi dan mutu kopi menjadi rendah. Untuk mengatasi hal tersebut maka langkah yang perlu ditempuh oeh petani adalah sebagai berikut (Najiyanti, 2008) :

1. mengembangkan varietas kopi arabika unggul pada lahan yang sesuai. 2. mengganti tanaman tua dengan tanaman muda varietas unggul yang

dianjurkan (peremajaan).

3. menerapkan teknik budi daya yang benar, baik sistem penanaman, pemangkasan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit maupun pengaturan naungan.

4. menerapkan sistem pemanenan dan pengolahan yang benar, baik cara pemetikan, pengolahanm pengeringan maupun sortasi.

2.3. Kopi Arabika

(22)

Kopi Arabika dari dataran tinggi Gayo di pasar dunia dikenal memiliki citarasa khas dengan ciri utama antara lain aroma dan perisa (flavor) kompleks dan kekentalan yang kuat.

Kopi Arabika di kawasan ini semuanya merupakan perkebunan rakyat dengan jumlah petani sekitar 47.000 KK., adapun luas kepemilikan sebagian besar antara 1-2 ha per KK. Sumbangan kopi Arabika terhadap pendapatan keluarga bervariasi mulai anatara 50-90%. Pendapatan lain bersumber dari tanaman pangan, sayur-mayur, usaha perdagangan, jasa, dan lain-lain.

2.4. Nilai Tambah (Added Value)

Pengertian nilai tambah (value added) adalah suatu penciptaan pendapatan/kemakmuran kegiatan komoditas yang bertambah nilainya karena melalui proses pertanaman, pengolahan, pengangkutan, perdagangan ataupun penyimpanan dalam suatu produksi atau kegiatan jasa.

(23)

digunakan yaitu tenaga kerja,laba pengusaha dan sewa atau bunga yang dibayarkan (Hayami et al, 1987).

Berdasarkan pengertian tersebut, perubahan nilai bahan baku yang telah mengalami perlakuan pengolahan besar nilainya dapat diperkirakan. Dengan demikian, atas dasar nilai tambah yang diperoleh, marjin dapat dihitung dan selanjutnya imbalan bagi faktor produksi dapat diketahui. Nilai tambah yang semakin besar atas produk pertanian khususnya kelapa sawit dan karet tentunya dapat berperan bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang besar tentu saja berdampak bagi peningkatan lapangan usaha dan pendapatan masyarakat yang muara akhirnya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Indikator nilai tambah adalah produktivitas atau nilai tambah per tenaga kerja (Wirabrata, 2000). Di samping indikator produktivitas, ada nilai tambah yang dalam jangka pendek belum dapat diukur secara kuantitatif. Keterlibatan lembaga dalam suatu kegiatan dapat memberi peluang, seperti peluang perluasaan kesempatan kerja dan peningkatan pengetahuan masyarakat. Konsep nilai tambah adalah suatu pengembangan nilai yang terjadi karena adanya input yang diperlakukan pada suatu komoditas. Input yang menyebabkan terjadinya nilai tambah dari suatu komoditas dapat dilihat dari adanya perubahan-perubahan pada komoditas tersebut, yaitu perubahan bentuk, tempat, dan waktu.

(24)

Menurut Hayami et. al (1987) defenisi dari nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena adanya input fungsional yang diberlakukan pada komoditi bersangkutan. Input fungsional tersebut berupa proses pengubahan bentuk (form utility), pemindahan tempat (place utility), maupun penyimpanan (time utility). Nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, moda,aset dan manajemen.

Tujuan dari analisis nilai tambah adalah untuk mengukur balas jasa yang diterima pelaku sistem (pengolah) dan kesempatan kerja yang dapat diciptakan oleh sistem tersebut. Nilai tambah dipengaruhi oleh faktor teknis dan non teknis (faktor pasar). Faktor teknis terdiri dari jumlah dan kualitas bahan baku serta input penyerta, kualitas produk, penerapan teknologi, kapasitas produksi, dan penggunaan unsur tenaga kerja. Sedangkan faktor pasar meliputi harga bahan baku, harga jual output, upah tenaga kerja, modal investasi, informasi pasar, dan nilai input lain (selain bahan bakar).

Menurut Hayami et. al (1987) menyatakan bahwa nilai tambah adalah selisih antara komoditas yang mendapat perlakuan pada tahap tertentu dan nilai korbanan yang digunakan selama proses berlangsung. Sumber-sumber dari nilai tambah tersebut adalah dari pemanfaatan faktor- faktor seperti tenaga kerja, modal, aset, sumberdaya manusia, dan manajemen. Dari besaran nilai tambah yang dihasilkan dapat ditaksir besarnya balas jasa yang diterima faktor produksi yang digunakan dalam proses perlakuan tersebut.

(25)

kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input, dan nilai yang menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input.

Distribusi nilai tambah berhubungan dengan teknologi yang diterapkan dalam proses pengolahan, kualitas tenaga kerja berupa keahlian dan keterampilan, serta kualitas bahan baku. Apabila penerapan teknologi cendrung padat karya maka proporsi bagian tenaga kerja yang diberikan lebih besar dari proporsi bagian keuntungan bagi perusahaan, sedangkan apabila diterapkan teknologi padat modal maka besarnya proporsi bagian manajemen lebih besar dari proporsi bagian tenaga kerja.

2.5. Input dan output

Analisis input-output (analisis masukan-keluaran) adalah suatu analisis atas perekonomian wilayah secara komprehensif karena melihat keterkaitan antar sektor ekonomi di wilayah tersebut secara keseluruhan. Dengan demikian, apabila terjadi perubahan tingkat produksi atas sektor tertentu, dampaknya terhadap sektor lain dapat dilihat. Selain itu, analisis ini juga terkait dengan tingkat kemakmuran masyarakat di wilayah tersebut melalui input primer (nilai tambah). Artinya, akibat perubahan tingkat produksi sektor-sektor tersebut, dapat dilihat seberapa besar kemakmuran masyarakat bertambah/berkurang.

(26)

input primer berupa tenaga kerja, keahlian, peralatan, dan modal. Keikut sertaan faktor-faktor produksi akan mendapat imbalan yang menjadi pendapatan masyarakat sesuai dengan peran/keterlibatannya (Tarigan, 2012).

Fungsi produksi menggambarkan suatu hubungan antara input dan output atau menjelaskan transformasi input (sumberdaya) menjadi output (komoditas). Secara simbolik, fungsi produksi dapat ditulis sebagai: Y=f (X1, X2, X3,…, Xn), dimana Y adalah output, X1…Xn adalah input yang digunakan untuk menghasilkan Y (Debertin, 1986; Doll dan Orazem, 1984; Saragih, 2012).

Fungsi produksi menggambarkan respon produksi pada semua tingkat dan kombinasi input dalam kaitannya dengan teori penawaran, dan memperhatikan variasi dalam masing-masing input. Fungsi produksi merupakan model ekonomi yang berfungsi dalam membantu pembuatan prediksi, rekomendasi kebijakan dan proyeksi (Lewis, 1969; Saragih, 2012).

Dalam sektor pertanian, Diskin (1997) memperkenalkan delapan indikator kinerja produktivitas pertanian secara umum, yaitu hasil panen per hektar, kesenjangan antara hasil aktual dan potensial, variabilitas hasil dengan berbagai kondisi, nilai produksi per rumah tangga, jumlah ketersediaan per bulan pangan rumah tangga, kehilangan hasil selama penyimpanan, luas lahan dengan perbaikan budidaya, dan jumlah fasilitas penyimpanan yang dibangun dan digunakan.

(27)

pertanian/tenaga kerja). Sementara input umumnya terdiri dari lahan, tenaga kerja, ternak, modal dan pupuk (Saragih, 2012).

2.6. Efek Pengganda (Multiplier Effect)

Konsep multiplier effect merupakan konsep yang mengkaji tentang suatu dampak. Konsep ini mempunyai beberapa pandangan yang berbeda-beda khususnya dalam mengkaji dampak-dampak dalam pengembangan ekonomi, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi. Dalam pengembangan ekonomi dibutuhkan kebijakan untuk meningkatkan jumlah tenaga kerja karena pada akhirnya akan menyebabkan multiplier effect yang lebih besar (bartik, 2003).

Menurut Moretti (2010), mengungkapkan bahwa multiplier effect dapat ditentukan berdasarkan selera konsumen, teknologi, kemudian juga ditentukan oleh kemampuan pekerja dan pendapatan yang diterima oleh masyarakat.

Multiplier Effect dapat dilihat melalui pertumbuhan usaha yang mampu meningkatkan pendapatan pajak daerah yang pada akhirnya dapat digunakan untuk memperbaiki infrastuktur daerah dan pelayanan terhadap masyarakat.

Menurut pendapat para ahli multiplier effect dapat meningkatkan pembangunan ekonomi dapat disederhanakan ke dalam dua bidang yaitu di bidang ekonomi dan sosial.

(28)

Dampak di bidang sosial baik secara langsung maupun tidak langsung yaitu mempengaruhi tingkat kemiskinan atau taraf hidup masyarakat setempat, solidaritas masyarakat setempat, pelayanan terhadap masyarakat seperti mengakses pendidikan dan kesehatan kemudian juga infrastruktur yang mendukung.

2.7. Aspek Sosial Ekonomi Dalam Produksi Berkelanjutan

Sistem pertanian mengacu pada suatu susunan khusus dari kegiatan usahatani (misalnya budidaya tanaman, peternakan dan perikanan) yang dikelola berdasarkan kemampuan sumberdaya yang dimiliki seperti sumber daya biologi, fisik, dan manusia. Fokus sistem pertanian yang berkembang yakni berorientasi pasar. Usahatani yang dilakukan harus memahami implikasi kekhasan biofisik (sumber daya biologi dan fisik) yang ada bagi pembangunan pertanian berkelanjutan.

(29)

2.8. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah

Ilmu wilayah merupakan ilmu yang relatif baru yang muncul sebagai kritik terhadap ilmu ekonomi neoklasik. Kritik muncul sebab teori ekonomi dianggap menyederhanakan permasalahan hanya melihat dari sisi penawaran dan permintaan secara agregat yang seolah mengabaikan aspek ruang. Secara spasial, permintaan dan penawaran tidak tersebar merata karena berdimensi ruang (Rustiadi et al, 2011).

Hakekat dari pengembangan wilayah adalah pelaksanaan pembangunan pada suatu wilayah yang disesuaikan dengan kemampuan fisik/potensi dan sosial wilayah tersebut. Intinya adalah adanya pembangunan yang pada akhirnya berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat. Pembangunan adalah upaya multidimensional yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk didalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta perluasan kesempatan kerja (Widodo, 2006).

(30)

Perencanaan berkelanjutan memerlukan analisis komprehensif yang menghitung semua dampak signifikan, termasuk didalamnya mempertimbangkan jarak, ruang dan waktu. Keberlanjutan menekankan keterpaduan antara aktifitas manusia dengan alam dan dengan demikian memerlukan keseimbangan antara sasaran ekonomi, sosial dan lingkungan. Dalam hal ini, yang terpenting untuk dicapai adalah pengembangan (peningkatan kualitas) daripada hanya sekedar pertumbuhan (peningkatan kuantitas) dengan mempertimbangkan kelangkaan sumberdaya dan resiko ekologis (Litman, 2011).

Perencanaan wilayah menyangkut ke dalam dua aspek utama, yaitu perencanaan ruang dan aktifitas di atas ruang tersebut berkaitan dengan ruang berkembang menjadi perencanaan tataruang, dan yang berkenaan dengan aktifitas berhubungan dengan perencanaan pembangunan dalam aspek sosial, ekonomi, kelembagaan dan ekologi (Tarigan, 2012; Sirodjuzilam dan Mahalli, 2006).

(31)

Pembangunan ekonomi dilaksanakan secara terpadu, selaras, seimbang dan berkelanjutan dan diarahkan agar pembangunan yang berlangsung merupakan kesatuan pembangunan nasional, sehingga dalam mewujudkan pembangunan ekonomi nasional perlu adanya pembangunan ekonomi daerah yang pada akhimya mampu mengurangi ketimpangan antar daerah dan mampu mewujudkan kemakmuran yang adil dan merata antar daerah (Wijaya dan Atmanti, 2006).

Pengembangan ekonomi lokal (PEL) mengacu pada proses di mana pemerintah lokal atau organisasi berbasis masyarakat berusaha menggerakkan dan memelihara aktivitas bisnis dan/atau kesempatan kerja. Tujuan utama PEL adalah merangsang kesempatan kerja lokal pada sektor tertentu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan menggunakan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam. PEL berorientasi proses, yaitu pengembangan institusi baru, industri alternative, memperbaiki kapasitas tenaga kerja, identifikasi pasar baru, transfer pengetahuan (knowledge), dan memelihara perusahaan dan usaha yang baru (Blakely, 1994).

Tidak ada teori atau seperangkat teori yang cukup menjelaskan PEL atau pengembangan ekonomi wilayah (PEW). Namun ada beberapa teori yang dapat membantu untuk memahami alasan rasional PEL. Gabungan teori-teori dimaksud dinyatakan dalam persamaan berikut (Blakely, 1994):

PEL/PEW =f(sumberdaya alam, tenaga kerja, modal investasi, kewirausaan, transfortasi, komunikasi, komposisi industri, teknologi, skala, pasar ekspor, kondisi ekonomi internasional, kapasitas pemerintah lokal, pengeluaran wilayah dan negara, factor pendukung pembangunan)

(32)

teori, diantaranya: teori ekonomi neoklasik, teori basis ekonomi, teori lokasi, teori tempat pusat, teori kausasi kumulatif dan model atraksi. Namun teori-teori pengembangan ekonomi eksisting ini tidak cukup menjadi “template” bagi aktifitas PEL, sehingga perlu dilakukan sintesis dan reformulasi alternative pendekatan PEL (Blakely, 1994).

PEL adalah aktifitas lokal yang merupakan proses pembangunan partisipatif di wilayah administratif lokal melalui kemitraan para pemangku kepentingan publik dan swasta. Pendekatan PEL menggunakan sumberdaya lokal dan keunggulan kompetitif untuk menciptakan kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Fokus PEL adalah potensi lokal, kemitraan strategis, kemandirian ekonomi, pembangunan berkelanjutan, pemerataan pembangunan, pengembangan UKM, kapasitas dan kualitas SDM, reduksi disparitas (antar golongan, antar sektor, dan antar wilayah). Kapasitas dan reduksi dampak negatif terhadap lingkungan (ILO, 2010).

(33)

kompetitif disertai dengan penguasaan dalam proses produksi, pengolahan dan pemasaran juga sangat terbatas (Haeruman, 2001).

2.9. Kerangka Pemikiran

Sektor pertanian merupakan sektor yang secara tradisional memegang peranan penting dan menjadi leading sektor (sektor utama terhadap total PDRB) dalam perekonomian Aceh Tengah saat ini. Sebagai daerah yang memiliki keadaan geografis yang berbukit-bukit, dan ketinggian antara 500-1.400 meter di atas permukaan laut, sangat wajar jika kurang lebih 80 persen penduduk Kabupaten Aceh Tengah bekerja di sektor pertanian. Sebagai daerah dengan basis ekonomi pertanian, pengembangan sektor pertanian di daerah ini menjadi sangat strategis dalam upaya meningkatkan perekonomian rakyat. Pengembangan sektor pertanian dalam hal ini juga berarti pengembangan ekonomi rakyat dan ekonomi daerah secara keseluruhan.

Komoditas hasil perkebunan yang paling banyak menjadi okupasi masyarakat adalah usaha dalam bidang perkebunan kopi, meskipun dalam pengelolaannya cenderung secara ekstensifikasi, di samping itu luas lahan petani sebagian di bawah 0,5 ha. Potensi luas areal tanaman kopi menghasilkan akan semakin bertambah dan meningkat jumlahnya dengan adanya cadangan areal tanaman kopi yang saat ini masih belum menghasilkan, meskipun demkian luas areal tanaman kopi menghasilkan yang ada selama ini juga menurun seiring terus bertambahnya usia tanaman.

(34)

terhadap faktor produksi. Peningkatan produksi tanaman akan memberikan dampak positif terhadap kemakmuran karena pengembangan tanaman kopi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

Faktor prosessing pasca panen belum optimal dalam usaha pertanian dan perkebunan di tingkat petani dalam upaya penciptaan nilai tambah bagi pendapatan masyarakat dan pendapatan regional di Kabupaten Aceh Tengah. Oleh karena itu upaya yang dilakukan oleh pemerintah, swadaya masyarakat maupun stakeholder mempunyai tujuan utama yaitu dalam rangka meningkatkan nilai tambah produk kopi arabika dengan perbaikan kualitas produk yang berstandar internasional dan berdaya saing. Persyaratan kualitas ini merupakan jaminan atau garansi bagi konsumen baik konsumen di pasar domestik maupun pasar internasional yang semakin kompetitif.

(35)

Kedua faktor yaitu prosessing dan pemasaran saling terkait dalam upaya pengembangan wilayah yang diharapkan dapat memberikan efek pengganda pendapatan dan efek terhadap penyerapan tenaga kerja, meningkatkan perekonomian masyarakat dan berdampak terhadap pengembangan wilayah kabupaten Aceh Tengah.

Ada berbagai tingkatan kegiatan dalam penanaman, pengolahan, dan pemasaran produk. Tiap tingkatan kegiatan menciptakan nilai tambah terhadap PDRB. Begitu juga tiap tingkatan kegiatan itu menciptakan efek pengganda baik karena faktor backward linkages maupun karena faktor forward linkages.

Kerangka pemikiran dapat digambarkan seperti yang tertera pada gambar :

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Operasional Penciptaan

Petani Produsen pedagang Desa/ kolektor

Nilai Tambah Nilai Tambah Nilai Tambah

Efek Pengganda

Pengembangan Wilayah

PDRB

(36)

2.10. Hipotesis Penelitian

a. Pertanian kopi arabika di kabupaten Aceh tengah memiliki nilai tambah yang signifikan terhadap PDRB.

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Operasional

Referensi

Dokumen terkait

Skema dan Model Penelitian Berdasarkan gambar 3.1 di atas dapat dijelaskan bahwa penelitian ini menggunakan 4 buah variabel yaitu Kemudahan Penggunaan ( ease of use ),

Elen berusaha memberikan pelayanan yang baik kepada pembeli dengan menjalin komunikasi yang baik dengan.. merespon chat di Shopee segera mungkin ketika sedang online

Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Qardh, Istishna, dan Ijarah pada dua.. bank umum syariah

Masa kerja dimulai baik sejak menjadi guru honorer atau guru bantu maupun ketika diangkat langsung menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, dan (3) variabel terikat

Hasil observasi menunjukkan bahwa tindakan pada remaja awal di Dusun Perigi Parit Desa Sebagu dilakukan oleh orang tua dan masyarakat informan yaitu dengan memberikan nasihat

Berdasarkan angka sementara hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian 2013, jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Seram Bagian Barat mengalami

Ulayat land borders were also indicated by natural boundaries available in each kaum , suku, and Nagari , following the pepatah : karimbo balanjuang, kasawah balantak

(naik turunnya) impor bawang putih Indonesia tahun 2002-2011 dipengaruhi oleh variasi (naik turunnya) konsumsi bawang putih Indonesia, produksi bawang putih