• Tidak ada hasil yang ditemukan

IBADAH DALAM ISLAM Suatu Model Pendidika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IBADAH DALAM ISLAM Suatu Model Pendidika"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

ABSRTAK

Islamic Education in charge of digging, analyze, and develop and practice the teachings of Islam which bersumberkan of Al-Quran and Hadith. Sources of Islamic teachings was really flexible and supple and responsive responsive to the guidance of human life more advanced and modern, advanced in all fields. Encouragement and stimulation of the teachings of the Quran to the development for strengthening the faith and piety strengthened through human science. Thus the Qur'an confirms the 300 times the ratio of orders to the proper functioning of the human, and 780 times confirmed the importance of science as well as the strengthening of faith that is done with the command no less than 810 times the verses. Verses that encourage and merasang the mind for the bookish knowledge

1 Mahasiswa S.3 UIN Ar-Raniry, Darussalam, Banda Aceh, Konsentrasi Pendidikan Agama Islam

(2)

and technology as mentioned in paragraph 33 of surah AR Rahman on the marine and outer space; Surah al-ness' am paragraph 79 on the exploration of space objects with the mind of the prophet Ibrahim to determine the rights of God, as well as the processing and utilization of iron copper sebgai materials technology.

Pendidikan Islam yang bertugas menggali,menganalisis, dan mengembangkan serta mengamalkan ajaran Islam yang bersumberkan dari Al quran dan hadis. Sumber ajaran Islam itu benar benar lentur dan kenyal serta responsive tanggap terhadap tuntunan hidup manusia yang makin maju dan modern, maju dalam segala bidang. Dorongan dan rangsangan ajaran alquran terhadap pengembangan untuk pemantapan iman dan taqwa diperkokoh melalui ilmu pengetahuan manusia. Maka dari itu al quran menegaskan 300 kali perintah untuk memfungsikan rasio manusia, dan 780 kali mengukuhkan pentingnya ilmu pengetahuan serta pemantapan keimanan yang dilakukan dengan perintah tidak kurang dari 810 kali ayat ayatnya. Ayat ayat yang mendorong dan merasang akal pikiran untuk berilmu pengetahuan dan teknologi itu seperti tersebut dalam surah AR Rahman ayat 33 tentang kelautan dan ruang angkasa luar; Surah al-an ‘am ayat 79 tentang eksplorasi benda-benda ruang angkasa dengan akal pikiran oleh nabi Ibrahim untuk menentukan Tuhan yang hak, serta pengolahan dan pemanfaatn besi tembaga sebgai bahan tekhnologi.

Kata Kunci: Model,Pendidikan, Agama Islam A. PENDAHULUAN

Ibadah di dalam Islam tidak disyari’atkan untuk mempersempit atau mempersulit manusia, dan tidak pula untuk menjatuhkan mereka di dalam

kesulitan. Sebagaimana firman Allah

ععططامع ن

ن إإ اررططس

س يي رإططس

س عيلسا ععامع ن

ن إإفع

(3)

Termasuk keutamaan ibadah juga bahwasanya manusia sangat membutuhkan ibadah melebihi segala-galanya, bahkan sangat darurat membutuhkannya. Karena manusia secara tabi’at adalah lemah, fakir (butuh) kepada Allah. Sebagaimana halnya jasad membutuhkan makanan dan minuman, demikian pula hati dan ruh memerlukan ibadah dan mengharap kepada Allah.

Model pendidikan agama Islam yang ditawarkan, secara filosofis adalah terbentuknya manusia yang beriman, cinta damai, cerdas, kreatif, memiliki keluhuran budi, berpikir kritis dan peduli terhadap kondisi sosial masyarakat. Pendidikan Islam memiliki fungsi mengarahkan kehidupan Islami yang ideal dan humanis.2 Disini, sangat dibutuhkan untuk memberikan pendidikan yang tepat untuk anak-anak. Jika upaya pendidikan mengalami kegagalan dalam mengantarkan manusia kearah cita-cita manusiawi yang bersandar pada nilai-nilai kemanusiaan, maka yang terjadi adalah tumbuhnya prilaku negatif dan destruktif.3

Maka oleh karena itu, motivasi4 kearah terciptanya pribadi yang beriman, cinta damai, cerdas, kreatif, memiliki keluhuran budi, berpikir kritis dan peduli terhadap kondisi sosial masyarakat harus benar-benar ditumbuhkembangkan dalam dunia pendidikan. Dalam pengertian lain, motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan, dan memelihara prilaku manusia.5

Dengan demikian, menurut penulis model pendidikan dalam agama Islam yang sebenarnya adalah yang mampu mengkoordinasikan segala keinginan, menggali segala potensi, mengenali kapabilitas dan kecenderungan yang ada, kemudian membekalinya dengan ketrampilan sehingga mampu berinteraksi dengan realita yang ada dan ikut bangkit mencapai idealisme dan sasaran-sasaran yang memungkinkan untuk di capai. Ini merupakan tujuan pendidikan secara

2 Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim, Pengantar Filsafat Dakwah, (Yokyakarta: Qirtas, 1993), h. 237

3 Duhroini Ali, Konsep Islam Liberal Abdurrahman Wahid dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Islam, (Jurnal PAI vol VI no 1, 2009), h. 21

4 Istilah motivasi sendiri dapat diartikan sebagai keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi, mendorong kegiatan (moves), dan mengarah atau menyalurkan prilaku kearah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan (Baca. H.B Siswanto, Pengantar Manajemen, 2007)

(4)

umum, adapun pendidikan Islam sendiri kiranya tidak jauh dari kenyataan pahit semacam itu. Semboyan bahwa risalah Islam itu abadi dan relevan di setiap waktu dan tempat kiranya perlu diterjemahkan secara intensif dalam kerja pendidikan dan pengajaran.

B. PEMBAHASAN

a. Model Pendidikan Agama Islam

Islam dengan kedua sumber pokoknya Al-Quran dan Sunnah merupakan agama yang sarat dengan konsep-konsep ilmu pengetahuan, baik ilmu-ilmu yang berkaitan dengan agama itu sendiri maupun ilmu-ilmu umum, atau ilmu-ilmu modern. Salah satu domain yang sangat besar perhatiannya dalam Islam adalah model pendidikan. Model pendidikan yang sebenarnya adalah pendidikan yang bertujuan mewujudkan akhlak atau budi pekerti yang luhur. Untuk mewujudkan itu, harus dimodali dengan ilmu pengatahuan, dalam al-Quran terdapat kata ilmu dengan berbagai bentuknya terulang 854 kali. Kata ini digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan.6

Dalam pandangan al-Quran, ilmu adalah keistimewaan yang menjadikan manusia unggul terhadap makhluk-makhluk yang lain guna menjalankan fungsi kekhalifahan. Ini tercermin dari kisah kejadian manusia pertama yang dijelaskan al-Quran, yaitu:

ةإططك

ع ئإلعمعلسا ىططلععع مسهيططض

ع رععع منططثي اططهعلنكي ءعامعإس

س لس

ع ا امعدعآ معلنععوع

ن

ع يقإدإاططص

ع م

س ططتينسك

ي ن

س إإ ءإلعؤيططهعه ءإامعططإس

س أ

ع بإ ينإوئيبإنسأع العاقعفع

اولياططقع

انعتعمسلنعع اامع لنإإ انعلع معلسعإ لع ك

ع نعاحعبسإس

ي

ۖ

م

ي يك

إ ح

ع لسا م

ي يلإععلسا ت

ع نسأ

ع كعننإإ

Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah

(5)

kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana". (QS. 2: 31-32)

Manusia, menurut al-Quran, memiliki potensi untuk meraih ilmu dan mengembangkannya dengan seizin Allah. Karena itu, bertebaran ayat yang memerintahkan manusia menempuh berbagai cara untuk mewujudkan hal tersebut. Berkali-kali pula al-Quran menunjukkan betapa tinggi kedudukan orang-orang yang berpengetahuan.7 Rasulullah mempertegas dalam sebuah hadistnya:

اقيرط هب هللا لههإس ، املع هيف سمتلي اقيرط كلإس نام

( ملسام هاور ) ةنجلا ىلإ

Barang siapa merintis jalan mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga. (HR. Muslim).8

Disamping, Islam tidak hanya mementingkan pemerolehan ilmu yang dipelajari saja (aspek kognitif), melainkan juga pengamalan ilmu yang diperolehnya (aspek afektif dan psikomotorik), serta harus diaplikasikan dengan nilai-nilai agama, yakni keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt. Harun Nasution mengatakan dalam bukunya “Islam ditinjau dari berbagai aspeknya”9. Dia menguraikan dengan panjang lebar berbagai segi dan ilmu yang menjadi cakupan atau pembahasan Islam. Berbagai aspek atau segi ini terambil dari konsep-konsep yang ada dalam dua sumber aslinya, yaitu al-Quran dan Sunnah. Dari kedua sumber pokok ini para pemikir Islam berhasil mengambil berbagai ajaran atau konsep dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Konsep yang terpenting dalam Islam adalah tauhid, yaitu ajaran yang menjadi dasar dari segala dasar dalam Islam, yakni pengakuan tentang adanya satu Tuhan yaitu Allah.

7 Quraish Shihab, Wawasan..., h. 428

8 Muhammad Faiz Almath, 1100 Hadits Terpilih, Sinar Ajaran Muhammad, Terj. A. Azis Salim Basyarahil, Cet. 1. (Jakarta: Gema Insani Press, 1991), h. 207

(6)

Dari sejak kelahirannya lima belas abad yang lalu Islam senantiasa hadir memberikan jawaban terhadap berbagai macam permasalahan. Islam sebagaimana dikatakan H.A.R. Gibb bukan semata-mata ajaran tentang keyakinan saja, melainkan sebagai sebuah sistem kehidupan yang multi dimensional.10 Pendidikan tidak boleh otoriter, memaksa kehendak, pendidikan musti merdeka, dinamis bukan statis, mencair tidak beku. Aliran naturalisme dan romantisme dilihat dari segi gagasannya tampaknya cukup ideal, yaitu sikap menghormati, menghargai, dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang bebas dalam menentukan pilihan hidupnya. Allah swt, menyatakan dalam firman-Nya tentang hak pilih:

م

س ك

ي ببرع نسامإ ق

ق ح

ع لسا ل

إ قيوع

ءعاططش

ع ن

س امعوع ن

س امإؤسييلسفع ءعاش

ع ن

س معفع

رسفيكسيعلسفع

اهعقيدإارعططإس

ي م

س ططهإبإ ط

ع اططحعأع ارراططنع نعيمإلإاظ

ن للإ انعدستععسأع اننإإ

هعوططجيويلسا ِيوإططش

س يع ل

إ هسميلساك

ع ءءامعبإ اوثياغعيي اوثييغإتعس

س يع ن

س إإوع

س

ع

ططئسبإ

: فهكلا ) اقرفعتعرسامي ت

س ءعاإس

ع وع ب

ي ارعش

ن لا

29

(

Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.

Dalam ayat ini, ada makna unsur pilihan, Namun demikian, model atau konsep kebebasan dalam Islam sesungguhnya kebebasan dalam arti bukan liberal tetapi ikhtiar, yaitu, kebebasan untuk memilih dalam batas-batas hukum universal

(7)

(taqdir/sunatullah) yang tidak dapat dilanggarnya, karena pelanggaran terhadap hukum universal tersebut akan membawa akibat yang merugikan dirinya sendiri.11 Al-Quran adalah sumber ajaran Islam. Kitab suci itu, menempati posisi sentral, bukan saja dalam perkembangan dan pengembangan ilmu-ilmu keislaman, tetapi juga merupakan inspirator, pemandu dan pemadu gerakan-gerakan umat Islam sepanjang empat belas abad sejarah pergerakan umat ini.12 Hasan Langgulung, seorang pakar pendidikan Islam, dimana ia menegaskan bahwa sumber dan ladasan utama kurikulum pendidikan Islam adalah ajaran Islam (al-Quran dan Sunnah). Namun demikian, Langgulung bukanlah pemikir yang menutup diri untuk memanfaatkan sumber-sumber lain, selain ajaran Islam, sejauh sumber tesebut relevan dan tidak bertentangan dengan landasan utama tersebut.13 M. Athiyah al-Abrasyi, pakar pendidikan dari Mesir, mengatakan bahwa inti atau jiwa pendidikan Islam adalah budi pekerti.14 Model pendidikan agama Islam yang seperti ini merupakan perwujudan dari cita-cita Islam itu sendiri, sebagaimana diutus rasulullah, saw untuk memperbaiki akhlak atau moral yang telah rusak, bagaikan bangunan yang disapu gelombang tsunami hancur berkeping-keping, sulit untuk diperbaiki seperti sedia kala, namun berkat ketekunan dan kesabaran beliau atas bantuan dan bimbingan wahyu (Allah), akhirnya bisa terwujud semua harapan dan cita-cita, meskipun tidak semua orang mau menerimanya.

Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh al-Abrasyi diatas, Harun Nasution menegaskan bahwa model dan konsep pendidikan dalam Islam bertujuan bukan hanya mengisi yang dididik dengan ilmu pengetahuan dan mengembangkan ketrampilannya, tetapi juga mengembangkan aspek moral dan agamanya. Model atau konsep pendidikan dalam agama Islam ini sejalan dengan konsep manusia yang tersusun dari tubuh, akal, dan hati nurani yang kita yakini semua.15

11 Abuddin Nata, Perspektis Islam tentang strategi Pembelajaran, Cet. Ke. 2 (Jakarta: Kencana, 2011), h. 136-137

12 Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, Cet. III, (PT. Mizan Pustaka, 2009), h. 81

13 Karwadi, Tujuan Pendidikan Islam Dalam Pemikiran Hasan Langgulung. Jurnal PAI Vol 4 No 2. 2009

14 M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj. H. Bustami A. Gani dan Djohar Bahry, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h. 1

(8)

Sementara itu, Muhaimin mengatakan16, menurut para ahli ada empat model pemikiran pendidikan dalam Islam, yaitu, pertama, tekstualis salafi – pandangan ini lebih bersikap regresif dan konservatif, dalam konteks pemikiran pendidikan, terdapat dua mazhab yang lebih dekat dengan model tekstualis salafi, yaitu perennialism17 dan essensialism18, terutama dari wataknya yang regresif dan

konservatif , kedua, tradisionalis mazhabi – dalam konteks pemikiran pendidikan Islam, model tersebut berusaha membangun konsep pendidikan Islam melalui kajian terhadap khazanah pemikiran pendidikan Islam karya para ulama terdahulu dalam berbagai aspeknya, ketiga, modernis, memahami nilai-nilai dasar dalam al-Quran dan Sunnah yang sahih hanya mempertimbangkan kondisi dan tantangan sosio-historis dan kultural yang dihadapi oleh masyarakat muslim kontemporer dan modernitas pada umumnya tanpa memperhatikan khazanah intelektual muslim era klasik, keempat, neo-modernis, model yang keempat ini, dengan memadukan antara khazanah pemikiran Islam klasik dan modern. Dengan demikian, model pemikiran ke-Islaman neo-modernis agaknya sangat kondusif untuk dikembangkan dalam dunia pendidikan Islam – apa pun bentuk dan tingkatannya, namun, sebagai implikasinya harus menguasai empat cabang ilmu, filsafat, sejarah, metodologi, dan bahasa (minimal bahasa Arab dan Inggris). Dengan filsafat dapat memahami esensi, dengan sejarah akan memahami proses, dengan metodologi akan memahami cara pengembangan ilmu, dan dengan bahasa akan menjadi alat untuk berkomunikasi dengan literatur-literatur atau dunia luar.19

16 Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, Cet. Ke-1 (PT Raja Grafindo Persada, 2011), h. 24

17 Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad ke-20 – Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan. Oleh karena itu, perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut. Jalan yang ditempuh oleh kaum perenialis, adalah dengan jalan mundur ke belakang, dengan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat pada zaman kuno dan abad pertengahan – dianggap sebagai dasar budaya bangsa-bangsa di dunia dari masa ke masa, dari abad ke abad.

18 Esensialisme suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik terhadap trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Untuk mengangkat filsafat esensialis, Bagley dn rekan-rekannya mendanai jurnal pendidikan, school dan society. Penganut aliran ini, memiliki beberapa kesamaan parenialisme, berpendapat bahwa kultur kita telah memiliki suatu inti pengetahuan umum yang harus diberikan di sekolah-sekolah kepada para siswa dalam suatu cara yang sistematik dan berdisiplin. (Dalam Uyoh Sadulloh, 2012).

(9)

Jika dirunut ke belakang, berbagai macam ide, pendapat yang dirumuskan oleh para pakar intelektual pendidikan dalam Islam untuk memajukan pendidikan Islam itu sendiri untuk mendorong ke arah kebaikan dan mencapai kesempurnaan. Hal ini sebagaimana Komperensi Internasional Pertama tentang pendidikan Islam di Makkah pada tahun 1977, dimana model yang dirumuskan itu adalah:

Pendidikan bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasional; perasaan dan indera. Karena itu pendidikan harus mencakup pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya: spiritual, intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah, bahasa, baik secara individual maupun secara kolektif, dan mendorong semua aspek ini kearah kebaikan dan mencapai kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundudukan yang sempurna kepada Allah baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh ummat manusia.20

Sebenarnya, secara historis, perkembangan kehidupan manusia bergerak dari masyarakat autoritarian menuju masyarakat demokratis. Perkembangan pendidikan juga seiring dengan perkembangan masyarakat, karenanya model pendidikan, terutama model pendidikan dalam Islam, berkembang menuju model pendidikan demokratis, artinya bukanlah pendidikan yang bersifat otoriter. Perkembangan pendidikan di dunia Barat sejak pertengahan pertama abad 20. Reformasi pendidikan mulai didengungkan, apa yang disebut dengan gerakan pendidikan progresif. Model ini meyakini bahwa pendidikan merupakan pembentukan berkelanjutan dari pengalaman hidup didasarkan pada aktifitas yang inspirasinya datang dari anak murid. Karenanya model ini menekankan penghargaan pada perbedaan dan menentang model pendidikan yang autoritarian.21

20 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Cet. Pertama (PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 57

(10)

Sementara itu, Quraish Shihab mengkritik model pendidikan kita22, khususnya dalam bidang metodologi, seringkali sangat menitikberatkan pada model hafalan, atau contoh-contoh yang dipaparkan bersifat ajaib, kiasan yang dikemukakan dengan bahasa gersang, tidak menyentuh hati, ditambah lagi nasihat yang diberikan tidak ditunjang oleh panutan pemberinya.23 Ini menujukkan bahwa, model pendidikan dalam Islam yang ada dan sedang berjalan sekarang ini sebagiannya masih autoritarian belum kearah demokratis yang progresif, dimana murid masih bersifat menerima bukan mencari. Seharusnya model pembelajaran yang diharapkan dalam Islam saat ini adalah pembelajaran yang berpusat pada aktivitas peserta didik (student centris) dalam suasana yang lebih demokratis, adil, manusiawi, memberdayakan, menyenangkan, menggairahkan, menggembirakan, membangkitkan minat belajar, merangsang timbulnya inspirasi, imajinasi, kreasi, inovasi, etos kerja, dan semangat hidup. Dengan cara demikian, maka seluruh potensi manusia dapat tergali dan teraktualisasikan dalam kehidupan nyata yang nantinya dapat menolong peserta didik untuk menghadapi berbagai tantangan hidup di era modern yang penuh persaingan.

Sebagaimana telah disebutkan diatas, pendidikan yang autoritarian ditantang habis oleh salah seorang pelopor model pendiddikan, seperti yang dikutip oleh Kusmana dkk, John Dewey (1859-1952) dalam bukunya Democracy and Educaation (1916). Dewey melihat perlunya sekolah untuk merefleksikan kehidupan masyarakat. Sekolah katanya mesti mengambil tanggungjawab sosial disamping pembelajran yang bersifat akademik. Dewey mendasarkan pikirannya pada anggapan epistemologi bahwa kebebasan adalah sesuatu yang positif yang membuka peluang untuk terus-menerus berkembang bagi seorang individu. Yaitu kebebasan efektif, artinya kebebasan yang memperhatikan kualitas kesempatan (quality of opportunity).24

Disamping model pendidikan yang tersebut, siswa sebagai satu unsur yang diajar atau yang menerima sedangkan guru adalah unsur pengajar atau yang

22 Mazhab penguasa secara sadar mewarnai lembaga pendidikan, dan ini dinilai oleh para pengamat sebagai salah satu sisi kelemahan sebuah lembaga ilmiah yang seharusnya bersifat objektif dan mandiri. Lebih lanjut, baca Menabur Pesan Ilahi (2006)

23 Quraish Shihab, Membumikan ..., h. 276

(11)

memberi pelajaran. Dalam proses pembelajaran sekurang-kurangnya terdiri dari guru yang digambarkan seperti petani, siswa digambarkan seperti bibit, lingkungan yang digambarkan seperti ladang.25 Artinya berusaha dengan sungguh-sungguh, seperti memotivasi, mendorong, membimbing, memberi arahan, menjaga, merawat dan sebagainya. Paradigma pendidikan yang digunakan bukanlah mengisi air ke dalam gelas, malainkan memotivasi dan menginspirasi agar berbagai potensi yang dimiliki peserta didik itu dapat dieksplorasi dengan upayanya sendiri.26 Artinya, lulusan pendidikan Islam seharusnya tidak hanya dapat berenang di kolam yang sempit, melainkan berenang di samudra yang luas.27 Mereka tidak diberi “ikan” – tetapi malah diberi “kail” alat yang digunakan untuk menangkap ikan, bahkan diberikan juga kemampuan untuk menciptakan alat untuk menangkap ikan tersebut.28

Model pendidikan yang beku, kaku tidak terbuka sama dengan tidak mengahrgai akal yang telah Allah anugerahkannya – tetapi harus dalam domain normatif Islami, menjunjung tinggi nilai-nilai qurani, padahal Allah (al-Quran) merupakan faktor pendorong pertama bagi kaum muslimin untuk mempelajari ilmu-ilmu rasional, baik ilmu kealaman maupun matematika, dengan mengambil alih dan menerjemahkannya dari bahasa-bahasa lain, pada permulaannya. Kemudian mereka mandiri dalam mempelajari, membuat model dan teori-teori baru mengenai obyek bahasan ilmu-ilmu tersebut, merinci masalah-masalahnya, dan mengkaji secara mendalam beberapa pembahasannya yang penting. Setelah wafat Rasulullah, dengan dorongan dari khalifah, ilmu-ilmu itu diterjemahkan dari bahasa-bahasa Yunani, Suryani dan India ke dalam bahasa Arab. Kemudian ilmu-ilmu yang telah diterjemahkan itu disajikan kepada kaum muslimin di daerah empat tinggal mereka. Wilayah pengkajian terhadap ilmu mulai meluas dan dilakukan secara mendalam dan terinci.29

25 Abuddin Nata, Perspektis..., h. 112

26 Abuddin Nata, Perspektis..., h. 147

27 Abuddin Nata, Perspektis..., h. 17

28 Abuddin Nata, Perspektis..., h. 87

(12)

Dalam dunia pendidikan kita sekarang, model pendidikan harus lebih diorientasikan pada tataran moral action yakni agar peserta didik tidak hanya berhenti pada tataran kompeten tetapi sampai memiliki kemauan, dan kebiasaan dalam mewujudkan ajaran dan nilai-nilai agama tersebut dalam kehidupan sehari-hari.30 Sebenarnya, model itu adalah suatu bentuk proses dimana pengajar, apakah dia seoarng guru, dosen, kiyai atau apapun nama lainnya “harus mampu menciptakan lingkungan yang baik sehingga terjadi kegiatan belajar secara optimal”.31 Dalam hal ini, mengajar harus dalam domain demokrasi yang berarti mengahargai pendapat, gagasan, dan pemikiran siswa/mahasiswa. Peserta didik diberikan kebebasan akademik untuk mengemukakan pendapat, bahkan menganut semua mazhab akademis yang berbeda dengan gurunya. Guru atau dosen tidak memaksakan kehendak. Kebebasan disini adalah demokrasi Islami – bukan kebebasan muthlak tetapi tetap mempunyai batasan-batasan tauhidi, tidak bertentangan dengan kaidah moral Islam dan aqidah tauhid.32 Sementara itu, al-Faruqi, seorang pencetus gagasan Islamisasi ilmu, mengatakan dalam salah satu bukunya Tauhid bahwa esensi peradaban Islam adalah Islam itu sendiri, dan esensi Islam adalah tauhid atau pengesa-an Tuhan, tindakan yang menegaskan Allah sebagai Yang Esa, Pencipta Yang Mutlak dan Transenden, dan Penguasa segala yang ada. Bagi kaum muslimin, tidak bisa diragukan lagi bahwa Islam, kebudayaan Islam, Peradaban Islam termasuk model pendidikan dalam Islam itu sendiri memiliki esensi pengetahuan, yaitu tauhid (Q.S. 51:56, 16:36, 17:23, 4:36, 6:151). Dengan demikian, ada tiga domain penting yang harus diperhatikan di dalam mengelola pendidikan, yaitu ilmu itu sendiri, kemudian pengamalan ilmu tersebut, dan tauhid yang menjadi dasar utamanya.33 Kalau ketiga domain ini tidak dapat dipahami dengan baik dan tidak diberikan secara integral maka akan sulit tercapai tujuan pendidikan sebagaimana yang tersebut diatas.

30 Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, Cet. I ( Jakarta, Raja Wali Press, 2009), h. 33-34

31 Syahidin, Aplikasi Metote Pendidikan Qurani dalam Pembelajaran Agama di Sekolah, Cet. Pertama (Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya, 2005), h. 56

32 Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi Pesan-pesan Al-Quran Tentang Pendidikan, Cet. Petama (Jakarta: Hamzah, 2013), h. 61

(13)

Sebagai guru atau dosen mempunyai tugas untuk mendidik mereka, diharuskan untuk mampu menjadi sumber informasi untuk dapat mengenal sosok dan jiwa model tersebut. Agar peserta didik dapat mudah untuk menerima dan meneladani model. Dalam lingkup sekolah, guru adalah sumber model utama, disamping teman sejawatnya. Disni, guru dalam memilih, membimbing, dan menentukan model sangat berperan. Terkadang seorang pendidik menyuruh anak untuk berakhlak baik, sedang dirinya tidak melakukannya. Bagaimana anak akan belajar kejujuran, kalau ia mengetahui gurunya menipu. Bagaimana anak akan belajar akhlak baik, bila orang sekitarnya suka mengejek, berkata jelek, dan berakhlak buruk.34

Hal ini diperingatkan Allah swt dalam al-Quran :

دعنسعإ اترقسامع رعبيكع نعوليععفستع لع اامع نعوليوقيتع معلإ اونيامعآ ن

ع يذإلنا اهعيقأ

ع ايع

ن

ع وليععفستع لع اامع اوليوقيتع ن

س أع هإلنلا

Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (QS. 66: 2-3)

Zaman sekarang ini, adalah zaman pembaruan, sementara pembaruan dalam Islam, lebih-lebih dalam dunia pendidikan Islam berarti mengubah keadaan umat agar mengikuti ajaran yang terdapat di dalam al-Quran dan Sunnah. Hal imi perlu dilakukan, karena terjadi kesenjangan antara yang dikehendaki al-Quran dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat. Al-Quran misalnya mendorong umatnya agar menguasai pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan modern serta teknologi secara seimbang; hidup bersatu, rukun dan damai sebagai suatu keluarga besar, bersikap dinamis, kreatif, inovatif, demokratis, terbuka, menghargai pendapat orang lain, menghargai waktu, menyukai kebersihann dan lain sebagainya. Namun kenyataan umatnya menunjukkan keadaan yang berbeda.35

b. Manusia Sebagai Makhluk Belajar Dan Mengajar

34 Azhariansyah, Pendekatan Pendidikan Akhlak Bagi Anak, Jurnal PAI, 2009

(14)

Banyak kajian dan penelitian dilakukan para ahli tentang manusia yang dikaitkan dengan berbagai kegiatan. Semua itu dilakukan, karena manusia disatu sisi sebagai subject dan disisi lain sebagai object dalam berbagai kegiatan. Abuddin Nata mengatakan, kajian tentang manusia dalam hubungan dengan kegiatan pendidikan memiliki signifikansi yaitu: Pertama, manusia selain sebagai subjek, juga sebagai objek pendidikan. Kedua, Munculnya berbagai teori dan konsep tentang belajar yang beraneka ragam, adalah sebagai hasil dari kajian terhadap manusia yang beragam pula. Ketiga, salah satu kegiatan utama dalam pendidikan adalah pelaksanaan strategi pembelajaran, yang melibatkan guru dan peserta didik yang kedua-duanya adalah manusia. Keempat, inti dari kegiatan pembelajaran adalah memotivasi, mendorong, menggerakkan, membimbing, dan mengarahkan agar anak didik mau belajar yakni menggunakan potensi kognitif, afektif, dan psikomotoriknya dengan kekuatan dan kemauannya sendiri. Kelima, salah satu definisi pendidikan yang umumnya berlaku dan diterima para ahli pendidikan, adalah memengaruhi peserta didik agar mau mengubah pola pikir, tindakan, dan perbuatannya sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.36

Bila dilihat, bahwa manusia sebagai makhluk belajar dan mengajar hal itu tersirat dalam firman Allah pada saat Dia mengajarkan Adam tentang berbagai macam nama dan kemudian Adam sebagai objek sekaligus sebagai subjek mengemukakan kepada para malaikat tentang nama-nama tersebut yang para malaikat tidak mengetahuinya karena tidak diajarkannya oleh Allah, sebagaimana dalam ayat yang telah penulis sebutkan diatas bahwa disana nampak jelas, bahwa Adam sebagai objek (sasaran) karena diajari oleh Allah tentang nama-nama benda, juga sekaligus sebagai subjek (pelaku) karena setelah itu ia mengemukakan semua benda-benda tersebut kepada para malaikat. Dengan demikian, kemampuan manusia untuk menggunakan akalnya dalam memahami lingkungannya merupakan potensi dasar yang memungkinkan manusia belajar, dengan belajar manusia menjadi mampu melakukan perubahan dalam dirinya, dan memang sebagian besar perubahan dalam diri manusia merupakan akibat dari aktivitas belajar, oleh karena itu sangat wajar apabila belajar merupakan konsep kunci

(15)

dalam setiap kegiatan pendidikan, ini berarti bahwa tanpa belajar kegiatan pendidikan pun tidak punya makna bahkan mungkin tak akan pernah ada.37

Disamping itu belajar juga memainkan peranan penting dalam upaya mempertahankan kehidupan manusia. Ketika Adam diciptakan dan kemudian Allah mengajarkan nama-nama, pada dasarnya mengindikasikan bahwa Adam (manusia) merupakan makhluk yang bisa berubah melalui belajar sehingga dari tidak tahu menjadi tahu, dan dengan pengetahuan itu Adam dapat melanjutkan kehidupannya di dunia. dan dalam konteks yang lebih luas, perintah iqra’ yang tertuang dalam Al Qur’an dapat dipahami dalam kaitan perubahan tersebut yakni dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak melakukan menjadi melakukan, dan dari melakukan menjadi tidak melakukan. Saling memberi dan menerima dalam konsep belajar sebgai individu yang belajar dan mengajar itu, Quraish Shuhab mengatakan “bahkan, lebih juah, dapat dikatakan bahwa Al-Quran tidak hanya menekankan penetingnya belajar, tetapi juga pentingnya mengajar. Beliau mengutip makna yang terkandung dalam surat Al-‘Ashr, yang menegaskan “bahwa semua orang merugi kecuali yang melaksanakan empat hal. Salah satunya adalah saling mewasiati (ajar-mengajar) tentang al-haq (kebenaran). Ilmu penegtahuan adalah kebenaran. Rugilah orang yang tidak mengajarkan kebenaran yang diketahuinya.38 Aktifitas pendidikan (belajar-mengajar), yaitu manusia sebagai makhluk belajar “telah ada sejak adanya manusia itu sendiri (Adam dan Hawa) bahkan ayat Al-Quran yang pertama kali diturunkan, adalah perintah iqra’ (membaca, merenungkan, menelaah, meneliti atau mengkaji) atau perintah untuk mencerdaskan kehidupan manusia yang merupakan inti dari aktifitas pendidikan”39. Lebih lanjut, Muhaimin mengutip pendapat Rukhsana Zia (2006) berkomentar, bahwa “Islam cleary prizes knowledge and learnig and there is no place in Islam for an illiterate society” Dari situlah manusia sebagai makhluk belajar dan mengajar mulai memikirkan,menelaah, mendalami, meneliti dan sebagainya yang secara metoda

37 https://uharsputra.wordpress.com/pendidikan/keguruan/belajar-mengajar-dan-pembelajaran/ 2015

38 Quraish Shihab, Membumikan ..., h. 278

(16)

ilmiah sekarang dizaman modern ini disamping melakukan aktifitas penelitian untuk membuktikannya manusia modern melakukan eksperimen-eksperimen terhadap semua hasil temuannya itu. Manusia sebagai makhluk belajar dan mengajar, maka mereka akan menggunakan segala potensi jiwa yang diberikan Allah untuk menguasai alam ini baik seacar ihsan atau saiat, karena manusia dianugerahi dua potensi jiwa (jiwa taat dan jiwa jahat), sebagaimana firman Allah:

دسططقع . اططهعاوعقستعوع اهعرعوجيفي اهعمعهعلسأ

ع فع . اهعاونإسع اامعوع س

ء

فسنعوع

: سمططشلا ) اهعاططإس

ن دع ن

س ططامع ب

ع اططخع دسقعوع . اهعاكنزع ن

س امع حعلعفسأ

ع

7

طططط

10

(

Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.

Menurut Nurcholish Madjid, kemampuan untuk memahami alam semesta manusia telah memperoleh anugerah dari Tuhan dalam alam primordial, yakni ketika Adam diciptakan. Anugerah ini menjadikan Adam mampu menerima pengajaran dari Tuhan

tentang “nama-nama seluruhnya” (al-asma’ kullaha), dan dengan begitu ia menyandang

tugas suci sebagai khalifah Tuhan di muka bumi. Dengan akal budi itu Adam menembus gejala-gejala lahiri keadaan sekelilingnya, dan melalui mata hati (bashirah) ia mencapai hikmah – kearifan – (Nurcholish Madjid, 2002: 286).40

Dengan demikian kemampuan untuk berubah dan perubahan yang terjadi pada manusia merupakan makna pokok yang terkandung dalam belajar. Disebabkan kemampuan berubah karena belajarlah, maka manusia dapat berkembang lebih jauh dibanding makhluk lainnya, sehingga. dapat terbebas dari kemandegan fungsi kekhalifahan di muka bumi, bahkan dengan belajar manusia mampu mengeksplorasi, memilih dan menetapkan keputusan-keputusan penting untuk

(17)

kehidupannya. Manusia sebagai makhluk belajar dan mengajar harus mampu melakukan penelitian, mendorong minat dan memperkuat motivasi subyek didik agar selalu belajar. Pendidik harus menjadi teladan dalam segala hal. Sebagai teladan, pendidik seharusnya terus belajar mengasah kemampuan dalam bentuk apapun, sehingga subyek didik terasa tercerahkan dan akan lebih percaya dengan kemampuan pendidiknya.41

Manusia sebagai makhluk belajar dan mengajar secara kontinu terus menerus berusaha untuk menegmbangkan kemampuannya dalam segala demensi kehidupan. Kemampuan untuk berpikir memungkinkan manusia untuk memahami lingkungannya. Dengan berpikir manusia menjadi mampu melakukan perubahan dalam dirinya, dan memang sebagaian besar perubahan dalam diri manusia merupakan akibat dari aktifitas berpikir. “Oleh karena itu, sangat wajar apabila berpikir merupakan konsep kunci dalam setiap diskursus mengenai kedudukan manusia di muka bumi, ini berarti bahwa tanpa berpikir” atau disebut juga dengan tanpa belajar dan menularkan kebelajarannya, “kemanusiaan manusia pun tidak punya makna bahkan mungkin tak akan pernah ada.42 Sebagai makhluk yang dapat mendidik dan dididik (homo educabile), memiliki potensi yang dapat menjadi objek dan subjek pengembangan diri.43 Dengan demikian, dapatlah dikatakan “dari waktu ke waktu, dari generasi-generasi manusia selalu berusaha untuk memecahkan fenomena yang terjadi. Selesai satu generasi menjawab sebagaian fenomena, dilanjutkan oleh generasi berikutnya, demikian terus-menerus.44 Sebagai proses belajar dan mengajar, manusia telah mampu merobah wajah dunia dari pemikiran “mitosentris menuju ke pemikiran logosentris”.45

Dalam pendidikan Islam, proses pembelajran selalu memperhatikan perbedaan individu (furq al-fardiyyah) peserta didik serta menghormati harkat dan martabat, 41M. Nasir Budiman dkk, Kompilasi Pemikiran Guru Besar IAIN Ar-Raniry, Cet-I (BRR NAD-NIAS, 2008), h. 9

42 Uhar Suharsaputra, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan, Cetakan Kedua (Bandung: Refika Aditama, 2014), h. 3

43 Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, Paradigma Baru Pendidikan Hadhari berbasis integratif-interkonektif, Cet. Ke-3 (Jakaarta: Raja Grafindo:2014), h. 164

44 Wina Sanjaya, Penelitian Pendidikan, Cetakan Kedua (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014), h. 2

(18)

kebebasan berpikir mengeluarkan pendapat dan menetapkan pendiriannya, sehingga bagi peserta didik belajar merupakan hal yang menyenangkan dan sekaligus mendorong kepribadiannya berkembang secara optimal. Sedangkan bagi gutu yaitu yang melakukan proses pembelajaran merupakan kewajban yang bernilai ibadah, yang dipertanggungjawabkan dihadapan Allah swt. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Maslow tentang teori kebutuhan dasar manusia bahwa ketika peserta didik merasakan nyaman dan aman tanpa ancaman dalam proses pembelajaran, maka materi yang disampaikan akan mudah dicerna oleh peserta didik.46

Dengan demikian, dapat dianalogikan bahwa manusia sebagai makhluk belajar dan mengajar akan dapat dicapai apabila berdasarkan konsep manusia yang sebenarnya. Sebagai seorang tenaga pendidik, dituntut untuk selalu melakukan inovasi-inovasi dalam proses pembelajaran, baik dari segi media, strategi dan lain-lain sebagainya, hal ini dilakukan untuk mengantisipasi serta menyikapi perubahan demi perubahan dalam sitem dan pola pembelajaran dalam konteks kekinian yang memang tidak dapat dibendung lagi, hal ini disebabkan dengan kemajuan teknologi dibidang pendidikan, lebih-lebih dalam pemamfaatan sarana IT, muthlak bagi seorang guru untuk menguasainya dengan baik sehingga benar-benar dan layak disebut guru yang profesional.

Sebagai seorang makhluk yang sedang belajar, maka dituntut untuk mengikuti semua perubahan dan perkembangan zaman yang tidak terbendung lagi dengan meningkatkan kualitas pendalaman keilmuan dalam segala domain baik dilihat dari segi kognisitas, efektifitas, dan psikomotorisasitasnya, dengan tidak lagi memandang letak giografisnya karena dalam konteks kekinian sekarang ini bukan lagi sebuah alasan untuk mengatakan bahwa mereka anak yang tinggal jauh dengan berbagai macam sarana dan sumber bacaan unutk meningkatkan kualitas pengetahuan. Kalaupun itu masih ada, maka tugas penanggung jawab pendidikan secara formal untuk mengantisipasinya, khususnya pemegang kebijakan dengan

(19)

autorisasinya wajib mengatasi dengan melengkapi sarana dan prasarana pendidikan agar generasi bangsa bebas dari luasnya samudera jajahan kebodohan.

c. Keberhasilan Belajar Mengajar

Keberhasilan dan ketercapaian tujuan pemebelajaran meskipun belum memuaskan semuanya merupakan perubahan positif selama proses belajar mengajar. Keberhasilan belajar mengajar adalah perubahan situasi proses pembelajaran dari pasif menjadi aktif, dan dari statis menjadi dinamis, dan dari tidak tahu (don’t know) menjadi tahu (know), dari tidak mengerjakan sesuatu (do nothing) menjadi mengerjakan sesuatu (do something), dari yang semula tidak menimbulkan perubahan apa-apa (not to be), menjadi timbulnya perubahan sikap (to be), dan dari yang tidak bernilai menjadi bernilai (Wina Sanjaya, 1998).47 Karenanya, perubahan apapun dalam batang tubuh pendidikan mengisyaratkan dan diisyaratkan oleh perubahan di hampir segala bidang.48 Seseorang dikatakan belajar bila pikiran dan perasaanya aktif. Aktifitas pikiran dan perasaan itu sendiri tidak dapat diamati orang lain, akan tetapi terasa oleh yang bersangkutan. Guru tidak dapat melihat aktifitas pikiran dan perasaan siswa. Yang dapat diamati guru ialah manifestasinya.49 Di era globalisasi dan trasformasi sekarang ini, guru dan peserta didik dituntut untuk dapat menguasai berbagai macam sarana pendidikan serta untuk mengoperasionalisasikannya, baik dalam mengakses berbagai informasi tentang pendidikan bahkan juga untuk mengirim data-data ke instansi terkait yang membutuhkannya. Para peneliti pendidikan seperti Bates (2002) dan Martimore (2001) menganjurkan kepada para guru untuk menyiapkan diri mereka dan juga para murid dalam menghadapi globalisasi terutama dalam penggunaan media komputer dan kemampuan pencarian informasi melalui internet sudah menjadi kebutuhan tidak terpisahkan di dalam dunia informasi saat ini.50

47 Abuddin Nata, Perspektis..., h. 311

48 Paulo Pair et. al., Menggugat Pendidikan: Fundamentalis,Konservatif, Liberal, Anarkis, terj. Omi Intan Noami, Cet. Ke-III (Yokyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h. xv

49 Udin S. Winataputra, Strategi Belajar Mengajar, Cet. Ke-8, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2003), 2.4

(20)

Disini menggambarkan, bagaimana pentingnya latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar adalah dua aspek yang mempengaruhi kompetensi seseorang guru dibidang pendidikan dan pengajaran. Guru pemula dengan latar belakang pendidikan keguruan lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya di sekolah, karena dia sudah dibekali dengan seperangkat teori sebagai pengabdiannya. Sedangkan guru yang tidak berlatar belakang keguruan akan banyak menemukan masalah dikelas, karena tidak memiliki bekal teori pendidikan dan keguruan. Berbagai permasalahan yang dikemukakan diatas adalah merupakan aspek yang ikut mempengaruhi keberhasilan belajar dan yang dihasilkan dapat bervariasi. Variasi itu dapat dilihat dari tingkat keberhasilan siswa menguasai bahan pelajaran yang diberikan oleh guru dalam setiap kali pertemuan. Peran guru di sekolah juga sangat penting dalam meningkatkan kemauan belajar anak anak. Seorang guru dapat memotivasi dan memberikan pengarahan kepada anak bagaimana cara belajar yang baik dan mengembangkan potensi lebih yang terdapat pada anak. Ada beberapa aspek yang menentukan keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar, menurut Lukmanul Hakim “ Tiga aspek yang mempengaruhi keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar yaitu: kepribadian, pandangan terhadap anak didik dan latar belakang guru.51 Pertama, kepribadian hal ini akan mempengaruhi pola kepemimpinan yang guru perlihatkan ketika melaksanakan tugas didalam kelas. Kedua, pandangan terhadap anak didik, proses belajar dari guru yang memandang anak didik sebagai mahluk individual dengan yang memiliki pandangan anak didik sebagai mahluk sosial akan berbeda. Karena prosesnya berbeda, hasil proses belajarnya pun akan berbeda. Dan ketiga, latar belakang guru, guru pemula dengan latar belakang pendidikan keguruan lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah, karena ia sudah dibekali dengan seperangkat teori sebagai pendukung pengabdiannya. Tingkat kesulitan yang ditemukan guru semakin berkurang pada aspek tertentu seiring dengan bertambahnya pengalamannya.

(21)

Di era globalisasi yang persaingannya sangat ketat ini, terutama dalam dunia pendidikan untuk mencapai keberhasilan dalam proses belajar mengajar, peran guru sangan menentukan, guru harus mampu dan memahami karakter dan tingkat kecerdasan siswa sehingga dalam mentrasfer of knowlednya benar-benar dapat terwujud semuanya.

Menurut Howard Gadner kecerdasan siswa ada delapan macam,52 yaitu: Spasial/Visual, berpikir dalam citra dan gambar, melibatkan kemampuan untuk memahami hubungan ruang dan citra mental, secara akurat mengerti dunia visual. Linguistik-verbal, berpikir dalam kata-kata, mencakup kemahiran dalam berbahasa untuk berbicara, menulis, membaca, menghubungkan dan menafsirkan. Interpersonal, berpikir lewat berkomunikasi pada orang lain, ini mengacu pada ketrampilan manusia, dapat dengan mudah membaca, berkomunikasi, berinteraksi dengan orang lain. Musikal-ritmik, berpikir dalam irama dan melodi, ada beberapa peran yang dapat diambil individu yang cenderung musikal, dari komposer hingga pendengar. Naturalis, berpikir dalam acuan alam, kecerdasan ini menyangkut pertalian seseorang dengan alam, yang dapat melihat pola dalam dunia alamiah dan mengidentifikasi, berinteraksi dengan proses alam. Badan-kinestetik, berpikir melalui sensasi dan gerakan fisik, merupakan kemampuan mengendalikan dan menggunakan badan fisik dengan mudah dan cekatan. Intrapersonal, berpikir secara refletif, ini mengacu pada kesadaran rekfletif mengenai perasaan dan proses pemikiran diri sendiri. Logis-matematis, berpikir dengan penalaran, melibatkan pemecahan masalah secara logis dan ilmiah dan kemampuan matematis.

Selain jenis-jenis kecerdasan, hal lain yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran adalah gaya belajar siswa. Secara umum ada tiga gaya belajar yaitu: visual, auditorial dan kinestetik. Walaupun menurut Thomas Amstrong ” Kita tidak dapat memberi label kepada mereka sebagai pelajar visual, pelajar verbal maupun pelajar kinestetis karena tujuan dari suatu kegiatan pembelajaran adalah untuk memperluas dan mengembangkan intelegensia/kecerdasan anak didik.53 Tetapi modalitas VAK (Visual, Audio dan Kinestetis) menguntungkan bagi guru dalam proses pembelajaran jika guru dapat menyesuaikan pembelajaran dengan kecenderungan yang ada, sehingga pembelajaran akan lebih efektif. Menurut Zulfinadri “ Meskipun kebanyakan orang memiliki akses pada ketiga modalitas (Visual, Audio, Kinestetis) hampir semua orang cenderung pada satu modalitas saja, yang berperan sebagai saringan untuk pembelajaran, pemrosesan dan

52 Zulfiandri, Qualitan Teaching, Jakarta: Qualitama Tunas Mandiri, 2010), h .80

(22)

komunikasi”.54 Semua jenis kecerdasan dan gaya belajar anak sudah semestinya menjadi pertimbangan guru dalam menentukan metode, dan serta kegiatan pembelajaran lainnya.

Menurut penulis ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Yaitu gaya seorang guru, pendekatan, dan strategi penggunaan metode. Hal ini sebagai mana pendapat Muhammad Ali, beliau mengatakan ada empat macam gaya mengajar yaitu: 1) Gaya mengajar klasik, 2) Gaya mengajar teknologis, 3) Gaya mengajar personalisasi 4) Gaya mengajar interaksional.55 Bila dilihat dari segi pendekatan, baik secara individual maupun kelompok maka guru harus benar-benar memahami anak didik dengan segala persamaan dan perbedaannya, guru juga harus memahami anak didik sebagai makhluk sosial. Perpaduan kedua pendekatan ini akan dapat membuahkan hasil belajar mengajar sebagaimana yang tertuang dalam visi dan misi setiap lembaga pendidikan. Sementara penguasaan serta penggunaan strategi belajar mengajar dapat digunakan dengan bebagai macam metode pengajaran.

C. KESIMPULAN

Model pendidikan dalam agama Islam yang ditawarkan, secara filosofis adalah terbentuknya manusia yang beriman, cinta damai, cerdas, kreatif, memiliki keluhuran budi, berpikir kritis dan peduli terhadap kondisi sosial masyarakat. Pendidikan Islam memiliki fungsi mengarahkan kehidupan Islami yang ideal dan humanis. Islam dengan kedua sumber pokoknya Al-Quran dan Sunnah merupakan agama yang sarat dengan konsep-konsep ilmu pengetahuan, baik ilmu-ilmu yang berkaitan dengan agama itu sendiri maupun ilmu-ilmu umum, atau ilmu-ilmu modern. Lulusan pendidikan Islam seharusnya tidak hanya dapat berenang di kolam yang sempit, melainkan berenang di samudra yang luas.

Sebagai seorang makhluk yang sedang belajar, maka dituntut untuk mengikuti semua perubahan dan perkembangan zaman yang tidak terbendung lagi dengan meningkatkan kualitas pendalaman keilmuan dalam segala domain baik dilihat

54 Zulfiandri, Qualitan..., h. 83

(23)

dari segi kognisitas, efektifitas, dan psikomotorisasitasnya, dengan tidak lagi memandang letak giografisnya karena dalam konteks kekinian sekarang ini bukan lagi sebuah alasan untuk mengatakan bahwa mereka anak yang tinggal jauh dengan berbagai macam sarana dan sumber bacaan unutk meningkatkan kualitas pengetahuan. Kalaupun itu masih ada, maka tugas penanggung jawab pendidikan secara formal untuk mengantisipasinya, khususnya pemegang kebijakan dengan autorisasinya wajib mengatasi dengan melengkapi sarana dan prasarana pendidikan agar generasi bangsa bebas dari luasnya samudera jajahan kebodohan. Keberhasilan belajar mengajar dipengaruhi berbagai aspek baik guru , anak didik dan suasana lingkungan belajar mengajar di sekolah. Keberhasilan belajar mengajar dapat diukur dalam nilai yang berbentuk nilai rapor anak didik dan mutu sekolah itu sendiri.

(24)

Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim, Pengantar Filsafat Dakwah, (Yokyakarta: Qirtas, 1993)

Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Cet. Ke-17, (PT. Raja Grafindo.Persada, Jakarta, 2010)

Abuddin Nata, Perspektis Islam tentang strategi Pembelajaran, Cet. Ke. 2 (Jakarta: Kencana, 2011)

Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, Paradigma Baru Pendidikan Hadhari berbasis integratif-interkonektif, Cet. Ke-3 (Jakaarta: Raja Grafindo:2014)

Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Cet. Ke-11, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011)

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Cet. Pertama (PT. Logos Wacana Ilmu, 1999)

A. Azis Salim Basyarahil, Cet. 1. (Jakarta: Gema Insani Press, 1991) Azhariansyah, Pendekatan Pendidikan Akhlak Bagi Anak, Jurnal PAI, 2009 Duhroini Ali, Konsep Islam Liberal Abdurrahman Wahid dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Islam, (Jurnal PAI vol VI no 1, 2009)

Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Cet. Ke-V, (Jakarta: UI Press, 1985)

Harun Nasution, Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, Cet. Ke. V, (Penerbit, Mizan, 1998)

https://uharsputra.wordpress.com/pendidikan/keguruan/belajar-mengajar-dan-pembelajaran/ 2015

http://kopertais-jakarta.com/wp-content/uploads/2014/07/TEORI-BELAJAR-HUMANISTIK

(25)

Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi Pesan-pesan Al-Quran Tentang Pendidikan, Cet. Petama (Jakarta: Hamzah, 2013)

Karwadi, Tujuan Pendidikan Islam Dalam Pemikiran Hasan Langgulung.

Jurnal PAI Vol 4 No 2. 2009

Kusmana dan JM. Muslimin, Paradigma Baru Pendidikan, Restropeksi Proyeksi Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia, Cet. Pertama (Jakarta: IISEP, 2008)

Lukmanul Hakim, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2010)

Muhammad Faiz Almath, 1100 Hadits Terpilih, Sinar Ajaran Muhammad, Terj. A. Azis Salim Basyarahil, Cet. 1. (Jakarta: Gema Insani Press, 1991)

M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj. H. Bustami A. Gani dan Djohar Bahry, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987)

Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, Cet. Ke-1 (PT Raja Grafindo Persada, 2011)

Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, Cet. I ( Jakarta, Raja Wali Press, 2009)

M. Nasir Budiman dkk, Kompilasi Pemikiran Guru Besar IAIN Ar-Raniry, Cet-I (BRR NAD-NIAS, 2008)

Paulo Pair et. al., Menggugat Pendidikan: Fundamentalis,Konservatif, Liberal, Anarkis, terj. Omi Intan Noami, Cet. Ke-III (Yokyakarta: Pustaka Pelajar, 2000)

Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, Cet. III, (PT. Mizan Pustaka, 2009) Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu’I atas pelbagai persoalan Umat, Cetakan 13, (Bandung: Mizan, 1996)

Syahidin, Aplikasi Metote Pendidikan Qurani dalam Pembelajaran Agama di Sekolah, Cet. Pertama (Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya, 2005)

Syaiful Bahri Dajamarah, Strategi Belajar mengajar, (Jakarta: Rieneka Cipta 2010)

(26)

Udin S. Winataputra, Strategi Belajar Mengajar, Cet. Ke-8, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2003)

Uhar Suharsaputra, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan, Cetakan Kedua (Bandung: Refika Aditama, 2014)

Wina Sanjaya, Penelitian Pendidikan, Cetakan Kedua (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014)

Zulfiandri, Qualitan Teaching, Jakarta: Qualitama Tunas Mandiri, 2010)

Referensi

Dokumen terkait

Artinya bahwa penggunaan pestisida tetap dilakukan oleh responden walaupun masyarakat tahu akan bahaya pestisida (Gambar 29).. damp meng meny pada maka tidak berw pesti respo seper

Sistim pewarisan lahan yang tergolong primogenitur yang menyebabkan dominannya pemilikan lahan di kalangan kepala keluarga (laki-laki), lokasi repong yang jauh dari pemukiman

Waralaba format bisnis adalah pemberian sebuah lisensi oleh seseorang (pemberi waralaba) kepada pihak lain (penerima waralaba), lisensi tersebut memberi hak kepada

Manusia diciptakan Allah pada dasarnya adalah saling bermuamalah. Tidaklah mungkin manusia hidup di dunia tanpa saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Hubungan antara

Dari hasil penelitian dengan penerapan metode goal programming ini diperoleh deviasi total pendapatan langsung sebesar Rp 435.845.776,00 atau 0,74 % melebihi target yang

Hasil dari metode agregat planning dalam perencanaan produksi hollow dengan ukuran 15 mm x 35 mm x 0.30 mm di PT Mulcindo Steel Industry dengan

Berdasarkan rata-rata skor respons yang diperoleh yaitu sebesar 61,24 maka respons siswa dikelompokkan dalam kategori berminat. Sisswa memiliki respons positif terhadap

Berdasarkan hasil dari analisis pengujian hipotesis, terdapat temuan penelitian bahwa hasil pembelajaran membedakan paragraf deduktif dan paragraf induktif dengan menerapkan