STUDI DESKRIPTIF TENTANG SIKAP ANAK TERHADAP
MAKANAN YANG DISEDIAKAN DI RUMAH
Skripsi
Diajukan untuk Menenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh:
Eurike Christiani Hutauruk
069114004
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
MOTTO
Kita sepenuhny a bebas memilih apa y ang k ita inginkan.
“M ENDAPATKAN HIDUP YANG LEBIH BAHAGIA HARI
INI,ATAU M ENUNDANYA S AM PAI BES OK?”
Mana y ang terasa lebih baik ? Tuhan sudah memberikan
v
Kar ya ini ku per sembah kan bagi:
Yang empunya h idup saya sampai d et ik ini
Tuh anku “ Yesus Kr ist us”
Papa dan M ama t er cint a
M y l it t l e br ot h er “ Er ico L eonar d Hut aur uk”
Teman, sah abat , dan semua jiwa yang per nah
ber sent uh an dengan h idup saya h ingga d et ik ini
vii
STUDI DESKRIPTIF TENTANG SIKAP ANAK TERHADAP MAKANAN YANG DISEDIAKAN DI RUMAH
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
Eurike Christiani Hutauruk
ABSTRAK
Makanan adalah salah satu hal yang penting bagi perkembangan anak-anak. Namun, anak-anak cenderung memilih-milih untuk memakan makanan yang disediakan di rumah. Penilaian serta respon anak terhadap makanan yang disediakan di rumah menjadi hal yang penting untuk diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan sikap siswa terhadap makanan yang disediakan di rumah. Penelitian ini ingin melihat bagaimana pandangan, perasaan, dan kecenderungan tindakan anak-anak terhadap aspek penyajian, tekstur, dan rasa dan aroma makanan yang disediakan di rumah.Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SD Kanisius Demangan Baru dan SD Negeri 1 Sutawinangun kelas IV dan V. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 137 anak. Subjek berusia antara 9-11 tahun atau berada pada masa pertengahan anak-anak. Subjek yang diikutkan dalam penelitian ini adalah anak-anak yang sebagian besar memiliki ketersediaan makanan yang dibuat atau dimasak di rumah. Data diperoleh dengan menggunakan skala sikap anak-anak terhadap makanan yang disediakan di rumah. Daya diskriminasi skala menggunakan batas nilai ≥ 0,25 dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,84. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa mean empirik subjek lebih besar daripada mean teoritik (t=26,559, p<0,01). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa anak-anak memiliki pandangan dan perasaan yang positif, serta menunjukkan kecenderungan perilaku untuk memakan makanan yang dibuat di rumah. Sikap positif anak-anak tersebut ditujukan terhadap keseluruhan aspek makanan. Anak-anak bersikap paling positif terhadap aspek penampilan makanan, kemudian aspek rasa dan aroma, dan yang terakhir aspek tekstur makanan.
viii
A DESCRIPTIVE STUDY ABOUT CHILDREN’S ATTITUDE TOWARD THE FOOD THAT PROVIDED AT HOME
Psychology Faculty in Sanata Dharma University
Eurike Christiani Hutauruk
ABSTRACT
Food is one of the most important things for children development. But, the children have tendency to be “picky” to eat the foods that provided at home. The children’s responses and evaluations become important matters to be researched. This research was aimed in describing children’s attitude toward the food that provided at home. Besides, this research wanted to involved in this research was the children that had most of foods provided or made at home. The data collection method was by using children’s attitude scale toward the food provided at home. Index of discrimination used in this scale had a limit≥ 0,25 with a coefficient of reliability of 0.84.The result of this research showed that the subjects’ empirical mean was lower than the theoretical mean (t=26,559, p<0,01). Therefore, it said that children had positive thought, feeling, and tendency to act to eat the food made at home. The children’s positive attitude was pointed toward the whole food aspects. The children has the most positive attitude toward the food appearance, then food odor and aroma, and food texture.
x
KATA PENGANTAR
Proses penulisan skripsi ini memberikan kesan tersendiri bagi penulis
untuk belajar arti kesabaran dan rasa bahagia dalam menjalani segala proses hidup
termasuk proses untuk mengerjakan sesuatu dengan fokus, mengambil setiap
makna dalam setiap langkah yang dijalani, dan melawan prokrastinasi (ini susah
bangettt hehehe).
Selain itu, penulis belajar untuk berpikir, merasa, dan bertindak secara
positif dalam mengerjakan proses ini. Yang paling utama, semua ini tidak akan
berguna tanpa menyerahkan sepenuhnya ke dalam “Yang Empunya Hidup”
penulis hingga detik ini yaitu My Saviour “ Jesus Christ. ” Seluruh bantuan kalian
tentunya sangat berharga bagi penulis, untuk itu penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Ibu Agnes Indar Etikawati, S.Psi., M.Si., Psi. selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah banyak membantu melalui bimbingan, bantuan, dan
masukan-masukan dalam proses pengerjaan skripsi ini. Terima kasih ya Bu, karena
sudah melatih saya arti sebuah kesabaran dan kemandirian.
2. Ibu Dr. Ch. Siwi Handayani, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi yang telah
membantu dalam proses perijinan. Ibu adalah wanita kedua yang telah
menginspirasi saya untuk menjadi “independent woman” setelah ibu saya.
3. Bapak Minta Istono, S. Psi, M.Si syang telah banyak memberikan dorongan
agar segera lulus. Makasih yaa Pak hehehe.
4. Segenap staf Fakultas, Mas Gandung, yang sudah sangat membantu dalam
xi
kerjasamanya, Mas Doni, yang telah memberikan palayanan yang
menyenangkan saat mencari buku-buku referensi, Mas Muji, yang telah
membantu penulis saat mengambil mata kuliah praktikum, Pak Gie, yang baik
hati dan selalu tersenyum tulus ketika berpapasan di kampus serta sering
membantu penulis mencari kunci ruang konseling
5. Papa “Sanggam J. Hutauruk”, atas doa dan cinta yang tak henti-hentinya dan
mengajarkanku arti pentingnya memahami budaya Batak sebagai bagian dari
identitas diri, Thx yaa Paaaa!!!!. Mama “Sri Murniati”, yang telah mendidikku
dan menginspirasiku untuk menjadi wanita yang “independent” sejak kecil,
mengajariku untuk selalu bangkit setelah jatuh, memahami arti keberhasilan
dan kegagalan, memberikanku kebebasan untuk menentukan hidupku,
sekaligus menjadi ibu dan teman terbaikku di setiap fase hidupku. “Mama is
the best Mom, Ever!!!!” Untuk my lil brother “ Erico Leonard Hutauruk,”
Woow you’ve grown up faster than i’ve never expected I’m really amazed
that you’re much more mature than half year ago..Makasih ya dee, udah
ngasih kakak support setiap saat..
6. Untuk “Oma Maria, Ema Siti, Ii Ika, Uu Unda, Ii Iin, Om Jacob, Namboru Rita
dan Amangboru Timbang, Bang Paul, Bang Martin, Bang Pete, Bang Boy, Kak
Grace, Claudia Supriadi, Amangboru dan Namboru Barus, yang selalu
mendorongku untuk cepat lulus dan mencari pekerjaan. Makasih untuk
dukungan kalian yang luar biasa!!
7. Untuk “ My Soulmate “ Gagat Danang Nararyo yang telah memberikan
xii
sering nyebelin hehehe ” Untuk Sri Wilujeng “ Ajeng” Atmi Nugraheni yang
telah menjadi saudaraku semenjak aku TK hingga sekarang ini dan telah
membantu untuk menerima diriku sepaket , Thx yaaaa Jengggggg!!!
9. Untuk Lenny Lolita “Zippo” Ginting, Elycia “ Elly” Widiastuti , yang telah
menjadi sahabat seperjuanganku dan membantuku untuk lebih saling
mengenal satu sama lain. Walaupun segala sesuatu tidak selalu indah tetapi
persahabatan yang kalian berikan untukku sangat berarti hingga detik ini!!
“Makasih yaaaa BFF!!!!!!!”
10. Teman-teman yang pernah bersama saya di Unit Konseling : Pak Adi,
Wayan, Jean, Riana, Erisa, Rara, Ika Fimbriani, Mas Yandu, Komeng,
Heimbach, dan teman-teman yang lain, yang telah membantu saya dengan
diskusi-diskusi pintar untuk mencari arti hidup dan kebahagiaan, tawa canda
yang membuat saya selalu kangen, snack-snack sehat (Makasih yaa Wayyy
hehehe),dan sharing yang sangat berarti untuk hidup saya.
11. Teman-teman Realia “ Language and Cultural Center,” Ibu Diah, Ibu Sitta,
Ibu Fitri, Mbak TJ, Mas Daniel, Pak Kris, Mbak Ninik,Mbak Ochin, Martha,
Misha, Aldo, Ilsa, mbak Sita, Dika, mba Yessi, dan teman-teman yang lain
xiii
memberi kesempatan untuk mengenal berbagai budaya. Terima kasih untuk
kesempatan yang luar biasa untuk mengenal kalian!! Saya juga berterima
kasih untuk teman-teman dari belahan dunia lain, Marthe Laura Derkzen,
Sebas Heijman, Anna Mikelsons, Benoit Lecomte, Cory Lee Cone, Jocelyn
Farebrother, Sara Hansen, dan Pak Richard Humphries untuk setiap
dukungannya dan memotivasi saya untuk menyelesaikan skripsi.
12. Teman-teman angkatan 2006 : Ari, Yaya, Emak, Viany, Mia, Sekar, Cha-cha,
Devi, Tari, Liza, Dita, Ayu, Berto, Nita, Adit, serta teman-teman yang lainnya
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………... i
HALAMAN PERSETUJUAN ………... ii
HALAMAN PENGESAHAN ………... iii
HALAMAN MOTTO ……… iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ……… v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……… vi
ABSTRAK ………. vii
ABSTRACT ………... viii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……….. ix
xv
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap ………. 9
4. Ciri-Ciri dan Fungsi Sikap ………. 12
B.Sikap Pada Anak-Anak Masa Pertengahan ……… 15
1. Pengertian dan Batas Usia ……… 15
2. Perkembangan Kognitif Anak Masa Pertengahan ... 16
C.Makanan Bagi Anak... ………..……... 19
1. Fungsi Makanan Bagi Anak-Anak... 19
2.Karakteristik Makanan …………..……... 21
3.Food Choices... 4.Faktor –faktor yang mempengaruhi sikap anak terhadap makanan ...….……..……..……..……..……... 23 25 D. Sikap Anak Terhadap Makanan... E. Skema Sikap Anak Terhadap Makanan... 27 32 BAB III. METODE PENELITIAN ………... 33
A.Jenis Penelitian ………. 33
B.Variabel Penelitian ………..…….. 33
C.Definisi Operasional ……..……..……..……..……..……. 34
D.Subjek penelitian……….….... 34
E.Metode Pengumpulan Data ... F.Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... G.Prosedur Penelitian ... H.Metode Analisis Data...………. 36 37 40 42 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 44
xvi
1. Orientasi Kancah... ………. 44
2. Pengumpulan Data... 46
B.Hasil Penelitian...……… 47
1. Sikap Anak Terhadap Makanan Yang Disediaka Di Rumah... 2. Deskripsi Data Masing-Masing Aspek ………... 47 48 C.Pembahasan...………... 51
BABV. KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 56
A.Kesimpulan ……….... 56
B. Saran ………... 56
DAFTAR PUSTAKA ………
LAMPIRAN ……… 58
xvii
DAFTAR SKEMA
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Faktor-Faktor Sensori Utama Dalam Makanan 21
Tabel 2: Blue Print Skala Sikap Terhadap Makanan Sebelum Uji Coba... 37
Tabel 3: Blue Print Skala Sikap Terhadap Makanan Sesudah Uji Coba... 39
Tabel 4: Perbandingan Mean Empiris dan Mean Teoritik... 47
Tabel 5: Deskripsi Data Aspek Sikap...……….. 48
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Makanan adalah satu hal yang penting bagi perkembangan anak-anak.
Lingkungan utama yang berperan dalam penyediaan makanan adalah
lingkungan rumah atau keluarga. Permasalahan seputar penyediaan makanan
bagi anak merupakan perhatian para ibu atau pengasuh yang
menyediakannya. Beberapa keuntungan yang bisa diperoleh apabila anak
mengkonsumsi makanan yang disediakan di rumah adalah makanan yang
disediakan di rumah lebih sehat dalam arti lebih higienis karena tidak terkena
debu dan melalui aktivitas makan bersama di rumah, tersedianya kesempatan
untuk berkumpul dan berinteraksi dengan anggota keluarga. Hal ini didukung
oleh pernyataan Dr. Rose Mini, M.Psi dari Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia bahwa dengan makan bersama, keluarga dapat menjalankan
fungsinya sebagai media utama afeksi melalui tatapan dan sentuhan. Tidak
hanya itu, pada saat makan bersama, orang tua dapat bertukar pikiran dengan
anak-anak mengenai rencana yang mereka punya (2009). Bagaimanapun juga
diharapkan anak-anak mau mengkonsumsi makanan yang disediakan di
rumah.
Menurut hasil survey pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti,
banyak orangtua terbiasa memperkenalkan makanan-makanan cepat saji
jalan-jalan ke mall atau pusat perbelanjaan dengan anak-anak. Ketika anak-anak
merasa lapar, mereka langsung diajak menyantap paket menu yang terdiri dari
nasi dan fried chicken, atau burger bersusun tiga ditambah sekantong kentang
goreng dan segelas soda. Ini merupakan salah satu fenomena yang
menunjukkan bahwa orangtua cenderung ikut berperan dalam menentukan
kesukaan anak terhadap jajanan di luar (I, Observasi, 3 Maret,2010).Adapun
fenomena lain yang ditemukan oleh peneliti yaitu banyak anak suka membeli
jajanan yang dijual di sekolah-sekolah seperti misalnya membeli martabak
telur yang terbuat dari campuran telur ayam,dan terigu dan dikocok dalam
wadah plastik, kemudian dituang ke cetakan kecil dengan minyak yang
dipakai berulang-ulang, ‘martabak’ digoreng dan diletakkan di kertas
bentuknya seperti ‘piring’. Selanjutnya, anak-anak memakan dengan saus
merah encer. Ini menunjukkan bahwa makanan yang dijual di luar cenderung
tidak higienis.
Kedua fenomena ini memberikan ilustrasi bahwa anak-anak
cenderung menyukai makanan yang ada di luar. Tentu saja, ilustrasi ini
memunculkan dugaan peneliti, apakah anak-anak cenderung menyukai
makanan di luar karena mereka tidak menyukai makanan di rumah atau
mungkin tampilan visual makanan di rumah tidak semenarik dan rasanya
mungkin tidak seenak makanan di luar. Anak-anak diduga menyukai
makanan yang ada di luar karena penampilan makanan di luar cenderung
menarik perhatian anak-anak untuk mengkonsumsinya. Hal ini didukung oleh
memiliki peran penting untuk membangkitkan keinginan anak untuk makan.
Anak-anak dapat mempersepsi negatif dan tidak suka terhadap suatu makanan
karena tampilan makanan tersebut (2007). Namun, ada resiko yang akan
diperoleh anak-anak apabila mengkonsumsi makanan di luar rumah seperti
makanan di luar rumah cenderung tidak higienis karena terkena debu,
kemungkinan makanan sudah kadaluarsa, dan kualitas makanan pun
cenderung masih dipertanyakan.
Untuk itu, penelitian ini ingin mengungkap sikap apakah yang
dimiliki anak terhadap makanan yang disediakan di rumah. Sikap merupakan
keteraturan tertentu dalam hal pemikiran (kognisi), perasaan (afeksi), dan
predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan
sekitarnya (Azwar, 2004). Sikap anak dalam penelitian ini dilihat dari
pendapat anak terhadap makanan yang disediakan di rumah, kesukaan anak
terhadap makanan rumah, dan keinginan anak untuk memakan makanan yang
ada di rumah. Sikap anak yang positif terhadap makanan di rumah merupakan
hal yang penting dalam upaya agar anak mau memilih makanan yang
disediakan di rumah yang diharapkan lebih bergizi dan higienis.
Sikap anak terhadap makanan yang disediakan di rumah juga
dipengaruhi oleh karakteristik sensoris makanan itu sendiri. Karakteristik
sensoris makanan ini meliputi penyajian, tekstur, dan rasa dan aroma
makanan. Terkait dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Matheson,
Spranger, dan Saxe (2002) terhadap subjek pra sekolah di Amerika Serikat
berdasarkan unsur-unsur atau karakteristik sensoris makanan dan memberikan
penilaian mengenai makanan sehari-hari. Hal tersebut sesuai dengan teori
Piaget (2007) dimana pada Tahap Operasional Konkret, anak sudah mampu
melakukan pengoperasian mental atau daya abstraksi berpikir simbolisasi.
Media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, juga
berpengaruh dalam membentuk sikap anak-anak melalui pesan-pesan sugestif
yang terdapat dalam informasi-informasi tersebut. Apabila pesan-pesan
sugestif yang dibawa informasi tersebut cukup kuat, maka akan memberi
dasar afektif bagi pembentukan arah sikap individu (Azwar,1995).
Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
sikap anak terhadap makanan yang disediakan di rumah berdasarkan jenis
karakteristik sensorik makanan yang terdiri dari penampilan makanan,
tekstur, serta rasa dan aroma.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah : seperti apakah sikap
anak terhadap makanan yang disediakan di rumah.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap anak terhadap makanan
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah kepustakaan dan
memberikan sumbangan dalam bidang psikologi khususnya dalam
permasalahan yang terkait sikap anak terhadap makanan di rumah dan
hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian
selanjutnya.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan kepada
orangtua khususnya bagi ibu, terkait dengan penyediaan makanan di
rumah. Dari penelitian ini, orangtua dapat mengetahui bagaimana sikap
anak terhadap masing-masing jenis karakteristik sensoris makanan apa
yang disukai oleh anak sehingga bisa menambahkan karakteristik
sensoris makanan yang masih kurang dalam penyediaan makanan di
6
suatu bentuk evaluasi dan reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap
suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable)
maupun perasaan yang tidak mendukung atau tidak memihak
(unfavorable) pada objek tersebut. Sikap juga merupakan keteraturan
tertentu dalam hal pemikiran (kognisi), perasaan (afeksi), dan
predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di
lingkungan sekitarnya (Azwar, 2001). Jadi dapat disimpulkan bahwa
sikap merupakan keteraturan dari komponen kognitif, afektif, dan
konatif yang saling berinteraksi dalam diri seseorang yang kemudian
menjadi kecenderungan individu untuk bertindak terhadap objek
tertentu. Hal ini didasari oleh pandangan, perasaan dan keyakinan
individu tersebut. Dalam perwujudannya, sikap dapat diungkap
berdasarkan pernyataan positif atau mendukung (favorable) dan
pernyataan negatif atau tidak mendukung terhadap suatu objek
2. Komponen Sikap
Skema triadik (Azwar, 2001) menjelaskan bahwa hubungan sikap
merupakan korelasi komponen kognitif, afektif, dan konatif, yang saling
berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap objek.
Pendekatan trikomponen (Azwar, 2001) mencoba menjelaskan bahwa
sikap merupakan kombinasi reaktif afektif, perilaku, dan kognitif terhadap
suatu objek yang secara bersama mengorganisasikan sikap individu.
Mann (Azwar, 2001) menjelaskan bahwa komponen kognitif
berisi sikap, kepercayaan dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai
sesuatu. Seringkali komponen kognitif ini dapat disamakan dengan
pandangan (opini), terutama jika menyangkut isu atau masalah yang
kontroversial. Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap
objek sikap dan perasaan menyangkut masalah emosional. Aspek
emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen
sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap
pengaruh-pengaruh yang mungkin merubah sikap seseorang. Demikian pula,
komponen perilaku berisi tendensi atau kecenderungan bertindak atau
bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.
Berdasarkan Azwar (2001), sikap terdiri dari 3 aspek pokok, yaitu :
1. Komponen Kognitif
Komponen kognitif berisikan kepercayaan seseorang mengenai
objek sikap. Apapun yang dipercaya oleh seseorang merupakan
Kepercayaan seseorang mengenai objek sikap datang dari apa yang
telah dilihat atau yang telah diketahui. Berdasarkan apa yang telah
dilihat itu kemudian terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat
atau karakteristik umum suatu objek. Sekali kepercayaan itu telah
dibentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai
apa yang dapat diharapkan dan apa yang tidak diharapkan dari objek
tertentu. Dengan demikian interaksi serta prediksi kita akan pengalaman
di masa yang akan datang lebih mempunyai arti dan keteraturan.
2. Komponen Afektif
Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif
seseorang terhadap sesuatu objek sikap. Secara umum, komponen ini
disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun,
pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya
bila dikaitkan dengan sikap. Reaksi emosional yang merupakan
komponen afektif ini banyak ditentukan oleh kepercayaan atau apa
yang kita percaya sebagai benar bagi objek yang dimaksud.
3. Komponen Konatif
Komponen perilaku atau komponen konatif dalam sikap
menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang
ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang
dihadapinya. Konsistensi antar kepercayaan sebagai komponen
kognitif, perasaan sebagai komponen afektif, dengan perilaku sebagai
penyimpulan sikap melalui observasi perilaku yang dicerminkan pleh
jawaban terhadap skala sikap.
Kecenderungan berperilaku menunjukkan bahwa komponen
konatif meliputi bentuk perilaku yang tidak hanya dapat dilihat secara
langsung tetapi meliputi juga bentuk-bentuk perilaku yang berupa
pernyataan atau perkataan yang diucapkan oleh seseorang.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap
Dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, individu bereaksi
dengan membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis
yang dihadapinya. Berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan
sikap adalah sebagai berikut (Azwar,1995) :
a. Pengalaman Pribadi
Apa yang kita alami akan membentuk dan mempengaruhi
penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi
salah satu dasar terbentuknya sikap, supaya dapat menjadi dasar
pembentukan sikap, pengalaman pribadi, harus melalui kesan yang
kuat. Oleh karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila
pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan
faktor emosional. Individu sebagai orang yang menerima pengalaman,
biasanya tidak akan melepaskan pengalaman-pengalaman yang sedang
dialaminya serta pengalaman-pengalaman terdahulu.
Individu cenderung memiliki sikap yang konformitas atau
searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan
ini dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk
menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.
Selain itu, dapat juga dikarenakan oleh kharisma atau otoritas dari
orang yang dianggap penting tersebut. Pada masa anak-anak dan masa
remaja, orangtua, guru, dan teman-teman sebaya biasanya menjadi
figur yang paling berarti bagi anak.
c. Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap individu
terhadap berbagai masalah. Sikap seseorang terbentuk karena adanya
penguatan atau ganjaran dari masyarakat terhadap sikap yang
dimilikinya tersebut.
d. Media massa
Media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan
lain-lain berfungsi sebagai sarana komunikasi. Sarana komunikasi
tersebut mempunyai pengaruh dalam pembentukkan opini dan
kepercayaan orang. Penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya,
media massa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat
mengarahkan opini seseorang. Informasi baru mengenai sesuatu hal
memberi landasan kognitif bagi terbentuknya sikap terhadap hal
apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu
hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama mempunyai
pengaruh dalam pembentukkan sikap karena keduanya meletakkan
dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman
akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan
tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat
keagamaan serta ajaran-ajarannya.
f. Pengatur faktor emosional
Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan
dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap
merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi
sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk
mekanisme pertahanan ego.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada
banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembentukkan sikap
seseorang yaitu melalui pengalaman pribadi yang dialami sehari-hari.
Kemudian pengaruh orang lain yang dianggap penting juga dapat
mempengaruhi sikap seseorang sehingga juga dapat membentuk sikap
seseorang terhadap suatu objek. Demikian pula, faktor kebudayaan
dan media massa yang memberikan berbagai informasi ikut
agama yang didasarkan norma-norma, serta faktor emosional individu
juga dapat mempengaruhi pembentukkan sikap seseorang.
4. Ciri-Ciri Dan Fungsi Sikap
a. Ciri-Ciri Sikap
Sikap menentukkan jenis atau tabiat tingkah laku dalam hubungannya
dengan stimulus yang relevan. Ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut
(Ahmadi, 1991) :
1. Sikap itu dipelajari (Learnability)
Sikap merupakan hasil belajar individu. Sebagian sikap
dipelajari secara tidak sengaja dan tanpa keasadaran. Ada
kemungkinan dalam mempelajari sikap dengan sengaja bila individu
mengerti bahwa hal itu akan membawa lebih baik (untuk dirinya),
membantu tujuan kelompok, atau memperoleh sesuatu nilai yang
sifatnya perseorangan.
2. Memiliki kestabilan (stability)
Sikap bermula dari dipelajari, kemudian menjadi lebih kuat,
tetap dan stabil, melalui pengalaman.
3. Personal-societal significance
Sikap melibatkan hubungan antara seseorang dengan orang
lain, barang dan situasi. Jika seseorang merasa bahwa orang lain
menyenangkan, terbuka serta hangat, maka ini akan sangat berarti
4. Berisi kognisi dan afeksi
Komponen kognisi dari sikap berisi informasi yang faktual,
biasanya objek itu dirasakan menyenangkan atau tidak
menyenangkan.
5. Approach-avoidance directionality
Seseorang memiliki sikap yang favorable terhadap sesuatu
objek, maka mereka akan mendekati dan membantunya. Sebaliknya
bila seseorang memiliki sikap yang unfavorable, maka mereka akan
menghindarinya.
b. Fungsi Sikap
Fungsi sikap dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu (Ahmadi, 1991) :
1. Sikap berfungsi sebagai alat menyesuaikan diri. Sikap merupakan
sesuatu yang mudah menjalar sehingga sikap dapat menjadi rantai
penghubung antara orang dengan kelompoknya atau dengan anggota
kelompoknya yang lain.
2. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur tingkah laku. Perangsang dan
reaksi terdapat sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang
berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian
terhadap perangsang yang merupakan sesuatu yang erat hubungannya
dengan cita-cita, tujuan hidup, peraturan-peraturan kesusilaan yang
ada di masyarakat, keinginan-keinginan pada orang itu dan
3. Sikap berfungsi sebagai alat pengantar pengalaman-pengalaman. Hal
ini perlu dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima
pengalaman-pengalaman dari dunia luar sikapnya tidak pasif , tetapi
diterima secara aktif,artinya semua pengalaman yang berasal dari
dunia luar itu tidak semuanya diterima manusia karena manusia
memilih mana yang perlu dan tidak perlu untuk diterima. Jadi
pengalaman ini diberi penilaian, lalu dipilih.
4. Sikap berfungsi sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering
mencerminkan pribadi seseorang sehingga sikap tidak pernah terpisah
dari pribadi yang mendukungnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
sikap seseorang tidak dibawa sejak lahir, melainkan harus dipelajari
selama perkembangan hidupnya. Oleh karena itu, sikap individu selalu
berubah-ubah dan dapat dipelajari. Sebaliknya, sikap seseorang dapat
dipelajari apabila ada syarat-syarat tertentu yang mempermudah
berubahnya sikap pada orang itu.
Sikap semata-mata tidak berdiri sendiri, melainkan selalu
berhubungan dengan suatu objek. Pada umumnya sikap tidak hanya
berhubungan dengan satu objek saja melainkan berhubungan dengan
deretan-deretan objek yang serupa, sehingga sikap seringkali
diperlukan sebagai alat untuk menyesuaikan diri terhadap sederetan
objek tersebut atau situasi tertentu. Sikap juga dapat berperan sebagai
Kemudian fungsi lain dari sikap adalah sebagai pengatur pengalaman
–pengalaman yang diterima dan sudah diberi nilai. Pengalaman
tersebut akan membentuk perilaku nyata dan mencermikan pribadi
seseorang.
B. Sikap pada Anak-anak Masa Pertengahan
1. Pengertian dan Batasan Usia
Berk (2006) mengungkapkan masa pertengahan anak-anak atau
middle childhood sebagai masa dimana anak yang berusia 6-11 tahun.
Pada masa pertengahan anak-anak, anak memiliki proses berpikir yang
lebih logis dan semakin mampu memahami diri sendiri. Selain itu,
perkembangan moral anak pada masa ini juga semakin meningkat.
Santrock (2002) menyebut masa periode ini sebagai masa
pertengahan dan akhir anak-anak, yaitu periode perkembangan yang
merentang dari usia 6 hingga 11 tahun, yang kira-kira setara dengan
tahun sekolah dasar sehingga periode ini kadang-kadang disebut “
tahun-tahun sekolah dasar.” Pada masa ini, anak umumnya menguasai
keterampilan-keterampilan fundamental seperti membaca, menulis, dan
berhitung.
Menurut Santrock (2007), fokus perkembangan pada masa
pertengahan anak-anak adalah pencapaian prestasi dan kemampuan
kontrol diri yang meningkat. Anak-anak pada masa pertengahan akan
kemampuan-kemampuan intelektual dan pengetahuan. Adanya perasaan
tidak berkompeten dan tidak produktif yang dirasakan oleh anak
merupakan hal yang berbahaya dalam tahap perkembangan ini. Perasaan
tidak berkompeten dan tidak produktif akan menghambat anak mampu
melakukan tugas perkembangannya dalam tahap ini (Santrock, 2007)
2. Perkembangan Kognitif Anak Masa Pertengahan
Masa pertengahan anak-anak dimulai pada usia 6-11 tahun.
Perkembangan kognitif pada masa ini berada pada tahap operasional
konkret. Ini merupakan tahap ketiga dalam teori Piaget. Pada tahapan ini,
pemikiran logis menggantikan pemikiran intuitif asalkan pemikiran
tersebut dapat diaplikasikan menjadi contoh-contoh yang konkret dan
spesifik. Anak mampu berpikir logis mengenai kejadian-kejadian konkret,
memahami konsep percakapan, mengorganisasikan kelas-kelas hierarki
(klasifikasi) dan menempatkan objek-objek dalam urutan yang teratur
(serialisasi) (Santrock, 2007).
Selain itu, menurut Piaget (Santrock, 2007), pada tahap ini anak
telah mengalami perkembangan yang signifikan dan mampu mengatasi
beberapa keterbatasan yang dialami pada tahap sebelumnya. Mereka dapat
memahami sudut pandang orang lain dan semakin sedikit membuat
kesalahan logika. Meskipun demikian menurut pengamatan Piaget,
kemampuan baru ini umumnya dihubungkan dengan informasi yang
terjadi atau konsep-konsep yang memiliki arti yang dapat dipahami oleh
anak. Anak-anak pada tahapan ini juga dapat menunjukkan
operasi-operasi konkret yang merupakan tindakan mental dua arah (reversible)
terhadap objek-objek riil dan konkret, yaitu meliputi :
a. Konservasi
Konservasi adalah ide yang dirancang oleh Piaget mengenai
kesamaan volume isi tanpa terpengaruhi perubahan wadah. Konservasi
melibatkan pemahaman bahwa panjang, jumlah, massa, kuantitas, area,
berat, dan volume dari objek dan zat kimiawi tidak berubah walaupun
penampilannya berganti. Anak dapat menyadari bahwa perubahan
penampilan sebuah objek tidak mengubah hakikat dasarnya.
Contohnya, dalam tes kemampuan yang melibatkan konservasi materi
seorang anak diberikan dua gumpalan tanah liat. Pembuat eksperimen
mengubah bentuk gumpalan tanah liat yang satu menjadi bentuk yang
panjang dan ramping; sementara yang lain tetap seperti bentuk semula.
Kemudian, anak ditanyai apakah jumlah gumpalan tanah liat yang
panjang lebih banyak daripada sebelumnya. Saat anak berusia 7 atau 8
tahun sebagian besar jawabannnya adalah jumlah gumpalan tanah liat
adalah sama.
b. Klasifikasi
Satu keahlian penting yang mencirikan operasional konkret anak
relasi antar benda tersebut. Secara khusus, anak-anak operasional
konkret akan dapat memahami:
1. Keterhubungan antara kumpulan dan sub kumpulan
Kemampuan operasional konkret anak untuk membagi benda
menjadi kumpulan dan sub kumpulan dan memahami relasinya.
Hal ini dicontohkan saat anak diberikan ilustrasi pohon keluarga
empat generasi. Seorang anak dapat memahami sistem klasifikasi
ini secara vertikal, horisontal, atau diagonal.
2. Seriation
Ini merupakan operasi konkret yang meliputi pengurutan
stimuli sepanjang dimensi kuantitatif seperti panjang. Contohnya
anak bisa mengurutkan sederet tongkat dari ukuran yang paling
kecil hingga ukuran yang paling besar.
3. Transitivity
Kemampuan operasi konkret ini meliputi kemampuan
memikirkan relasi gabungan secara logis. Pemahaman anak tentang
transitivitas dapat diuji dengan meminta subjek membandingkan A
dan B, lalu B dan C secara perseptual, tetapi selanjutnya mereka
harus menarik kesimpulan relasi A ke C, tanpa membandingkan
keduanya.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan
bahwa masa pertengahan anak adalah masa di mana
tahun. Pada masa ini anak mengalami perkembangan kognitif.
Perkembangan kognitif anak pada usia ini memasuki tahap
operasional konkret. Anak sudah dapat melakukan penalaran
konkrit mengenai hal-hal yang ada di sekitarnya dan yang dia alami
sehingga anak sudah mampu menyikapi hal-hal yang dia amati
tersebut berdasarkan dari pengalaman yang dia alami dari semenjak
kecil.
Sikap anak yang sudah terbentuk pada tahap operasional
konkret ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pengalaman
pribadi, pengalaman orang lain yang dianggap penting,
kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga
agama, serta pengatur faktor emosional. Menurut teori Kroh (dalam
Kartono, 1995) anak-anak usia ini sudah muncul pengertian,
wawasan, dan akal yang sudah mencapai taraf kematangan. Selain
itu, anak-anak usia ini mulai memandang peristiwa dengan objektif
dan semua kejadian diselidiki dengan tekun dan penuh minat.
C. Makanan bagi Anak
1. Fungsi Makanan Bagi Anak-Anak
Menurut Sijtsema, makanan untuk anak-anak memiliki beberapa
fungsi. Salah satunya sebagai kebutuhan fisiologis yang meliputi rasa lapar
yang juga termasuk di dalamnya terdapat fungsi-fungsi lain seperti
2010). Makan yang baik merupakan hal yang mendasar untuk mendapatkan
kesehatan yang lebih baik. Kesehatan yang baik akan mengarah pada
disposisi yang baik dan kepribadian yang menyenangkan pula. Anak-anak
yang tidak cukup memakan makanan yang baik akan memiliki sedikit energi
untuk pertumbuhan dan aktivitasnya. Aktivitas normal akan menakutkan bagi
anak yang tidak cukup memakan makanan yang baik karena memiliki
kekuatan tubuh yang tidak sama kuat dengan anak-anak yang lain. Sebagai
hasilnya, si anak akan merasa terganggu dan sulit untuk mengatur hal ini.
Tidak ada hal yang menyenangkan baginya dan ia pun akan bersikap tidak
menyenangkan pada siapapun. (Hurlock, 1970).
Selain itu, makan juga berfungsi sebagai kemampuan adaptif anak
(Sattler, 2004). Berdasarkan penelitian Liu dan Stein, anak-anak meniru pola
makan, pilihan makanan dan perilaku makan dari anggota keluarga.
Ketersediaan makanan di rumah, imitasi, iklan di media, dan interaksi anak
saat makan membentuk perilaku makan anak-anak dan pemilihan makanan.
Tentu saja, struktur pengaturan makanan dalam keluarga (family meals sets)
membatasi anak untuk mencapai kemampuan makan secara mandiri
(independent feeding skills). Orangtua yang membiarkan anaknya untuk
menentukan waktu makan, jumlah makanan, dan memakan sendiri
makanannya, membantu anaknya mengembangkan regulasi diri dan kelekatan
2. Karakteristik Makanan
Manusia memakan makanan untuk mendapatkan kesenangan dan
kenikmatan dari kegiatan makan itu sendiri. Kenikmatan ini setara dengan
kebutuhan individu untuk memperoleh energi dan nutrisi. Kontribusi utama
yang berpengaruh dalam kenikmatan makan yaitu karakteristik makanan itu
sendiri. Bourne mengatakan bahwa karakteristik makanan ini terdiri dari tiga
faktor sensori yaitu penampilan makanan, tekstur, rasa dan aroma (Chen,
2007). Klasifikasi tiga faktor sensori ini terdapat dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 1
Faktor –Faktor Sensori Utama Dalam Makanan
Faktor Sensori : Hal-hal yang berkontribusi
Tampilan (appearance) Bentuk geometris, ukuran,
kemasan, sifat permukaan,
warna dan kilauan
Rasa dan Aroma Rasa, bau, aroma,
molekul-molekul kecil lainnya
Tekstur Hal-hal mekanis (seperti
tingkat kekerasan,
merekat/kental, elastisitas),
mikrostruktur (sifat menyerap atau merembes), kadar air, sifat kekasaran, dan kepaduan.
Ketika rasa dan aroma serta tekstur makanan begitu penting bagi
kalah pentingnya dengan hal tersebut. Dalam beberapa kasus, tampilan visual
makanan dapat membangkitkan keinginan untuk makan. Begitu pula manusia
dapat mempersepsi negatif dan tidak suka terhadap suatu makanan karena
tampilan makanan tersebut (Chen, 2007). Eertman juga mengatakan bahwa
konsumen biasanya menilai bahwa rasa makanan menjadi yang paling
penting dalam pemilihan makanan (dalam Pohjanheimo, 2010).
Banyak studi mengenai ketidaksukaan anak-anak terhadap suatu
makanan dikarenakan beberapa makanan dimasak dengan buruk seperti
sayuran yang berair, daging yang dimasak terlalu matang, dan nasi yang
terlalu lembek. Selain itu, anak-anak juga dipaksa untuk memakan suatu
makanan tertentu atau akan dihukum apabila tidak memakannya. Anak-anak
tidak mau memakan makanan tersebut karena indra perasa anak-anak lebih
peka dan banyak makanan yang menurut orang dewasa lezat namun memiliki
rasa yang terlalu kuat bagi anak-anak misalnya saus yang pedas dan
berbumbu, bumbu salad, dan kue yang terlalu berbumbu. Salah satu
pendekatan supaya anak mau memakan suatu makanan tertentu yaitu dengan
cara menyajikan makanan dengan menarik. Anak-anak disajikan makanan
yang dimasak dengan baik dan dihias dengan daun peterseli, selada air,
3. Pilihan Makanan (Food Choices)
Salah satu bentuk dari pilihan makanan adalah konsumsi terhadap
makanan. Konsumsi suatu makanan dipengaruhi oleh rasa suka dan pemilihan
terhadap makanan, juga didukung oleh ketersediaan makanan, geografi suatu
daerah, dan faktor-faktor ekonomi. Pemilihan terhadap suatu makanan dapat
dilakukan melalui perbandingan dua atau lebih banyak makanan, sebagai
bagian dimana sebuah pilihan dapat ditentukan. A lebih memilih B daripada
C yang berarti bahwa A dihadapkan pada suatu pilihan dalam kondisi tertentu
dimana A memilih B. Ada dua hal penting dalam pemilihan makanan.
Pertama, walaupun pemilihan makanan mempengaruhi penggunaan terhadap
suatu makanan, namun hal ini hanya merupakan satu dari banyaknya
pengaruh. Kedua, pemilihan terhadap suatu makanan terkait dengan rasa suka
(liking). Akan tetapi, ada pemilihan terhadap suatu makanan bukan
didasarkan pada rasa suka. Contohnya, banyak orang Amerika menyukai es
krim daripada salad, namun mereka lebih memilih salad karena peduli akan
berat badan dan kesehatan. (Pohjanheimo, 2010)
Rasa suka merupakan salah satu aspek psikologis yang paling
berpengaruh dalam pemilihan terhadap makanan dan pemilihan makanan
merupakan faktor utama dalam konsumsi makanan. Memahami motivasi
anak dalam pemilihan makanan diperlukan untuk menuntun anak menuju
kualitas gizi yang jauh lebih baik. Berdasarkan variasi makanan yang banyak
tersedia di masyarakat, anak-anak membuat banyak pilihan dalam memilih
berikut : Pertama, konsumen (anak-anak) membutuhkan atau menginginkan
sebuah makanan lalu membuat keputusan untuk membeli makanan. Setelah
keputusan itu dibuat, konsumen melakukan evaluasi terhadap pilihan-pilihan
tersebut. Seringkali, proses ini terjadi secara otomatis; misalnya seorang
konsumen tidak akan menghabiskan waktu yang lama untuk memilih produk
susu yang ia ingin beli (Pohjanheimo, 2010).
Akan tetapi, di lain waktu seseorang dapat menghabiskan waktu yang
lama dalam mempertimbangkan untuk membeli suatu produk dan
mengevaluasi alternatif-alternatif lainnya. Menurut Mela, ketersediaan
makanan menjadi faktor yang menentukan dalam pemilihan makanan (dalam
Pohjanheimo, 2010). Apabila suatu produk tidak tersedia, maka makanan
tersebut tidak akan dimakan. Hal tersebut juga berlaku jika tidak ada
alternatif makanan lain, maka makanan yang ada akan dimakan.
Menurut Shepherd (dalam Pohjanheimo, 2010), faktor-faktor yang
mempengaruhi individu dalam memilih makanan dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Produk makanan beserta karakteristik sensoriknya (rasa, bau, aroma, dan
tampilan makanan)
b. Faktor individu
Faktor-faktor ini meliputi demografis, motif-motif, harapan utama, body
image, larangan-larangan fisik and berat badan.
c. Lingkungan sosio-ekonomi dan konteks dimana pemilihan makanan dan
dibandingkan di Amerika, akan tetapi sebaliknya konsumsi daging sapi
di Amerika lebih tinggi dibandingkan di Cina.
4. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi sikap anak terhadap makanan :
a. Suasana hati
Suasana hati berpengaruh dalam proses pemilihan makanan.
Suasana hati melibatkan perasaan senang dan tidak senang. Perasaan
senang ataupun tidak senang merupakan konsep dasar yang memotivasi
individu dalam memilih untuk memakan makanan tertentu. Apabila
anak-anak berada dalam suasana hati yang negatif atau merasa tidak senang,
anak-anak cenderung lebih rendah dalam mengkonsumsi makanan.
Sebaliknya, ketika anak-anak berada dalam suasana hati yang lebih positif
dan merasa senang, maka akan meningkatkan konsumsi terhadap makanan
(Benton, 2003). Suasana hati dan emosi berpengaruh pada pemilihan
terhadap makanan Makanan menginduksi emosi melalui stimulus sensori
yang berlangsung cepat sebagai penanda rasa lapar. Sensasi yang
dirasakan oleh individu yang berada dalam suasana hati positif saat
mengkonsumsi makanan manis yaitu merasa senang. Perasaan senang ini
ikut berpengaruh dalam membentuk sikap yang positif pada individu.
Sebaliknya saat individu berada dalam suasana hati yang negatif,
kemudian memakan suatu makanan yang pahit atau asam, maka akan
berpengaruh dalam membentuk sikap yang negatif terhadap suatu
Dengan demikian, ada bukti bahwa suasana hati individu yang
melibatkan perasaan senang dan tidak senang ketika mengkonsumsi
makanan yang manis, berlemak, dan memiliki rasa yang kuat berpengaruh
dalam membentuk arah sikap yang positif atau negatif.
b. Orangtua (Parental Style)
Menurut Sondergaard dan Edelenbos, (dalam Pohjanheimo, 2010)
orangtua menyadari bahwa anak-anak mereka menginginkan makanan
yang terkenal atau familiar, namun pada waktu yang bersamaan orangtua
juga mempertimbangkan kesehatan saat menyediakan aneka pilihan
makanan bagi keluarga. Di sisi lain, orangtua memiliki kebijaksanaan
dalam mengontrol penyediaan makanan tertentu baik untuk kesehatan anak
maupun sebagai pemberian hadiah (reward) atau hukuman (punishment)
(Benton, 2003). Pemberian suatu makanan sebagai hadiah untuk anak
karena mau memakan makanan yang disediakan oleh orangtua akan
meningkatkan keinginan anak untuk memakan makanan yang dijadikan
hadiah tersebut (Birch dalam Pohjanheimo, 2010). Sebaliknya, saat
anak-anak diberikan hukuman karena tidak mau mengkonsumsi suatu makanan
yang disediakan oleh orangtua, keinginan makan dan kesukaan anak
terhadap makanan tersebut menjadi berkurang. Dengan demikian, orangtua
ikut menentukan penyediaan makanan dalam keluarga dan pemberian
c. Media
Menurut Miller, media merupakan sarana promosi yang penting
bagi industri makanan dan pemerintah supaya masyarakat dapat
memahami pesan yang disampaikan mengenai suatu makanan bagaimana
efek dari pembelian serta konsumsi makanan itu sendiri (dalam Shepherd
dan Raats, 2006). Banyak argumen mengenai efek dari media yang
sebagian besar negatif. Konsumen dan terutama anak-anak disikapi
sebagai risiko yang paling rapuh dari pesan media. Masalah ini muncul
karena individu tidak hanya menyerap informasi secara pasif namun
individu lebih mengintepretasi dan mengkontekstualisasi informasi baru.
Proses ini terjadi karena individu berusaha mengaitkan informasi yang
diterima dengan pengalaman masa lalu sehingga memunculkan asumsi
mereka sendiri sebelum memutuskan informasi tersebut dapat dipercaya
atau ditolak. Tentu saja, hal ini terkait dengan dampak iklan terhadap sikap
individu dalam memilih makanan.
D. Sikap Anak terhadap Makanan Yang Disediakan Di Rumah
Sikap anak terhadap makanan adalah keteraturan dari komponen
kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam diri anak yang
kemudian menjadi dasar dari kecenderungan anak untuk bertindak terhadap
makanan tertentu. Hal ini didasari oleh pandangan, perasaan, dan keyakinan
diungkap berdasarkan rasa suka, pandangan, serta kecenderungan anak untuk
bertindak secara positif terhadap suatu makanan dan begitu pula sebaliknya.
Proses sikap mengenai makanan pada anak-anak dimulai saat informasi
mengenai makanan mulai dihimpun oleh panca indera. Kemudian anak-anak
menyeleksi informasi mengenai pilihan makanan dari sekian banyak
informasi yang masuk untuk diberikan perhatian utama. Setelah itu,
anak-anak menambahkan informasi lain mengenai makanan tersebut sehingga
informasi menjadi lengkap kemudian menyusunnya menjadi bentuk yang
lebih teratur. Selanjutnya, anak-anak memberi makna atau arti terhadap
informasi yang sudah terbentuk teratur tersebut. Pemberian arti atau makna
pada bentuk-bentuk yang teratur itu disebut menginterpretasi. Pada langkah
ini telah diperoleh pemahaman atau pengertian dari informasi yang diterima
(Rakhmat, 2000)
Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap anak terhadap
makanan di rumah, antara lain : jenis karakteristik sensorik makanan, suasana
hati, orangtua, dan media. Karakteristik sensoris makanan berperan penting
dalam menentukan kesukaan anak terhadap suatu makanan. Jenis
karakteristik sensorik makanan ini, meliputi penyajian, tekstur, dan rasa serta
aroma makanan. Rasa dan aroma serta tekstur makanan memiliki peran
penting bagi anak dalam mempersepsi makanan. Akan tetapi, tampilan visual
makanan juga memiliki peran penting untuk membangkitkan keinginan anak
untuk makan. Anak-anak dapat mempersepsi negatif dan tidak suka terhadap
makanan yang lembek, berair, tidak matang ikut berpengaruh menentukan
ketidaksukaan seseorang terhadap makanan. Hal ini didukung oleh
pernyataan Eertman yang mengatakan bahwa anak-anak biasanya menilai
bahwa rasa makanan menjadi yang paling penting dalam pemilihan makanan
(dalam Pohjanheimo, 2010).
Anak-anak dan remaja memakan lebih banyak makanan yang mereka
sukai. Hal ini tentu dipengaruhi oleh suasana hati yang meliputi perasaan
senang dan tidak senang terhadap suatu makanan. Hal tersebut merupakan
konsep dasar yang ikut memotivasi seseorang dalam memilih untuk
mengkonsumsi makanan tertentu. Sensasi yang dirasakan oleh individu saat
mengkonsumsi makanan manis yaitu perasaan senang. Sebaliknya, sensasi
yang berbeda dirasakan oleh individu saat memakan makanan asam dan pahit
(dalam Shepherd dan Raats, 2006).
Faktor yang tidak kalah penting dan memiliki peran untuk membentuk
sikap anak terhadap makanan di rumah yaitu orangtua (Parental Style).
Menurut Benton, orangtua memiliki kebijaksanaan dalam mengontrol
penyediaan makanan tertentu baik untuk kesehatan anak maupun pemberian
hadiah (reward) atau (punishment) (2003). Hal tersebut juga didukung oleh
penelitian Wardle dan Cooke (dalam Pohjanheimo, 2010) yang menunjukkan
bahwa ada korelasi yang kuat antara rasa tidak suka terhadap suatu makanan
tertentu dengan pernah atau tidaknya seorang anak mencoba makanan
tersebut. Hal tersebut mengindikasikan jika seorang anak tidak terbiasa
Pemberian suatu makanan sebagai hadiah akan meningkatkan
keinginan dan kesukaan anak untuk memakan makanan yang disediakan di
rumah (Benton, 2003).Hal ini menunjukkan bahwa pilihan makanan
anak-anak berkorelasi tinggi dengan orangtuanya. Menurut Unusan, penggunaan
makanan yang dibiasakan pada masa kanak-kanak berkorelasi positif dengan
kebiasaan makan saat usia dewasa (dalam Pohjanheimo, 2010). Oleh karena
itu, perkembangan pola makan yang sehat pada individu selama masa
kanak-kanak menjadi penting supaya memiliki pola makan yang sehat pula saat
dewasa.
Tentu saja, proses terbentuknya sikap anak-anak mengenai makanan
sangat terkait dengan tahap perkembangan kognitif. Saat anak masuk sekolah,
dunia dan minat anak-anak bertambah luas sehingga bertambah pula
pengertian tentang manusia dan benda-benda yang sebelumnya kurang atau
tidak berarti. Anak-anak sekarang memasuki apa yang oleh Piaget disebut
“tahap operasional konkret” dalam berpikir dimana konsep yang samar-samar
dan tidak jelas sekarang menjadi konkret dan tertentu. Anak kemudian juga
dapat menghubungkan arti baru dengan konsep lama berdasarkan apa yang
dipelajari setelah masuk sekolah. Karena pengalaman anak yang lebih besar
dan lebih beragam daripada pengalaman anak prasekolah, dapat dimengerti
bahwa konsepnya berubah ke berbagai arah dan menjadi semakin beragam.
Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian ini penulis ingin
mengukur sikap anak usia terhadap makanan dengan cara menggunakan
Pentingnya untuk mengukur sikap anak ini yaitu untuk memahami
unsur-unsur apa yang disukai dan tidak disukai oleh anak sehingga dapat dilakukan
penyediaan makanan atau “feeding” yang lebih menarik perhatian anak untuk
E. Skema Sikap Anak Terhadap Makanan Yang Disediakan Di Rumah
Gambar 1. Skema sikap anak terhadap makanan yang disediakan di
rumah.
ANAK
(MIDDLE CHILDHOOD) Perkembangan Kognitif : Tahap Operasional Konkrit
Anak mampu melakukan penalaran yang konkrit terhadap objek sikap yaitu makanan , yang karakteristik sensorisnya terdiri dari :
33
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian
deskriptif kuantitatif merupakan jenis penelitian yang bertujuan untuk
mendeskripsikan (memaparkan) atau memberi gambaran terhadap objek yang
diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya tanpa ada
manipulasi dan tanpa melakukan analisis. Penelitian ini lebih menekankan
pada data faktual dan tidak membuat kesimpulan yang berlaku umum.
Penelitian ini tidak menguji atau menggunakan hipotesa, tetapi hanya
mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel yang diteliti
(Nursalam, 2003). Penelitian ini menggunakan data kuantitatif yaitu data
yang diperoleh melalui analisis skor jawaban subjek pada skala sebagaimana
adanya. Dengan penelitian ini, peneliti akan memberikan gambaran secara
umum tentang sikap anak terhadap makanan yang disediakan di rumah
berdasarkan analisis skor jawaban subjek pada skala yang diberikan.
B. Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan objek penelitian atau apa yang
menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto,2006). Dalam penelitian ini
hanya terdapat satu variabel penelitian yaitu sikap anak terhadap makanan
C. Definisi Operasional
Sikap anak terhadap makanan yang disediakan di rumah
didefinisikan sebagai interaksi dari pikiran, perasaan, dan kecenderungan
tindakan anak terhadap makanan yang disajikan di rumah. Dalam penelitian
ini, sikap anak akan diungkap melalui skala sikap dimana obyek sikap adalah
jenis karakteristik sensorik makanan yang sesuai dengan pendapat Bourne
(2007). Jenis karakteristik sensorik makanan tersebut terdiri dari penyajian
makanan (tampilan visual), tekstur, dan rasa dan aroma. Skor total yang
diperoleh dari subjek menunjukkan arah sikap subjek. Semakin tinggi skor
yang diperoleh subjek, maka sikapnya semakin positif. Sebaliknya, semakin
rendah skor yang diperoleh subjek, makan sikapnya semakin negatif.
D. Subjek Penelitian
Pengambilan subjek harus dilakukan dengan sedemikian rupa
sehingga diperoleh subjek yang dapat menggambarkan keadaan populasi yang
sebenarnya atau bersifat representatif . Subjek dalam penelitian ini diambil
dengan teknik “ purposive sampling”, yaitu dengan didasarkan atas adanya
tujuan tertentu, dengan syarat memenuhi karakteristik atau ciri-ciri tertentu
sehingga hasilnya dapat digeneralisasikan pada populasi dengan karakteristik
yang sama (Arikunto, 2006).
a. Memiliki usia pertengahan masa kanak-kanak (middle childhood)
Usia ini dipilih mengingat pada masa pertengahan anak-anak,
perkembangan kognitif pada masa ini berada pada tahap operasional
konkret. Anak middle childhood mampu berpikir logis mengenai
kejadian-kejadian konkret, memahami konsep percakapan, mengorganisasikan
kelas-kelas hierarki (klasifikasi) dan menempatkan objek-objek dalam
urutan yang teratur (serialisasi) (Santrock, 2007). Dalam penelitian ini,
subjek yang akan digunakan adalah siswa kelas 4 dan 5 SD. Alasan
pemilihan subjek pada usia ini karena usia kelas 4 dan 5 SD berada pada
rentang pertengahan masa kanak-kanak, yaitu 7-12 tahun dan sudah dapat
mengerti jika diminta untuk mengerjakan pertanyaan tertulis karena
memiliki pengetahuan dan penalaran yang lebih tinggi dibandingkan
anak-anak SD kelas 1, 2, atau 3.
b. Tersedia makanan yang dibuat di rumah
Alasan dipilihnya kriteria ini untuk mengetahui ketersediaan makanan
yang dibuat di rumah sebagai salah satu syarat dilakukan penelitian ini.
Apabila anak-anak tidak mencantumkan ketersediaan makanan yang
dibuat di rumah, maka skala penelitian ini tidak bisa diolah menjadi data
E. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah penggunaan
skala sikap subjek yang digunakan untuk mengungkap aspek-aspek yang
hendak diukur. Subjek diminta untuk memilih salah satu jawaban yang paling
sesuai dengan dirinya.
Skala akan di uji cobakan terlebih dahulu sebelum digunakan dalam
penelitian. Hal ini untuk mengetahui validitas isi dan reliabilitas alat ukur. Alat
ukur yang telah memenuhi kualifikasi validitas isi dan reliabilitas inilah yang
akan digunakan dalam penelitian.
Metode yang digunakan dalam skala sikap terhadap makanan yang
disediakan di rumah ini adalah metode Likert. Dalam metode ini
masing-masing item terdiri dari 3 kategori jawaban yaitu, Ya (Y), Ragu-Ragu (RR),
dan Tidak (T). Setiap kategori diberi skor :
a. Untuk item yang favorable jawabannya : Ya, Ragu-Ragu, dan Tidak,
masing-masing diberi skor 3, 2, dan 1
b. Untuk item yang unfavorable jawabannya : Ya, Ragu-Ragu, dan Tidak,
masing-masing diberi skor 1,2, dan 3.
Skala ini disusun berdasarkan karakteristik makanan yang terbagi
menjadi 3 yaitu penampilan makanan, tekstur, rasa dan aroma (dalam Chen,
2007). Penampilan makanan menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan
bentuk geometris, ukuran, kemasan, sifat permukaan, warna dan kilauan
makanan. Rasa dan aroma menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan
makanan menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan tingkat kekerasan, daya
rekat, elastisitas, sifat menyerap atau merembes, kadar air, sifat kekasaran dan
kepaduan makanan.
Tabel 2
Blue Print Skala Sikap Anak Terhadap Makanan Sebelum Uji Coba
F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
Dalam sebuah penelitian diperlukan adanya validitas dan reliabilitas. Hal ini
digunakan untuk mengetahui apakah alat ukur yang digunakan dalam
penelitian tersebut cukup dapat mengungkap aspek yang hendak diukur serta
mengetahui konsisten atau keterpercayaan hasil ukur.
1. Validitas
Validitas sebuah pengukuran digunakan untuk mengetahui apakah sebuah
pengukuran itu mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan
tujuan pengukurannya. Secara teoritik, pengukuran yang disusun
berdasarkan kawasan ukur yang teridentifikasi dengan baik dan dibatasi
dengan jelas akan dinilai valid. Validitas yang digunakan dalam penelitian
Aspek Nomor Item Jumlah
Item Penampilan Makanan
Bentuk menarik 1, 31,21,51,11,41 6
Penyajian menarik 2,32,22,52,12,42 6
Warna menarik 3,33,23,53,13,43 6
Jumlah item penampilan makanan 18
Tekstur
Empuk atau lunak 4,34,35,24,54,14,45 7
Kekenyalan 5,25,55,15,44 5
Jumlah item tekstur 12
Rasa dan Aroma
Rasa enak 46,48,50,16,18,20,36,38,40,6,8,10,56,58,60,26,28,30 18
Aroma enak atau harum 47,49,17,19,37,39,7,9,57,59,27,29 12
ini yaitu validitas isi karena pengujian validitas menggunakan
indikator-indikator dalam bentuk item-item yang dicocokkan dengan definisi
operasionalnya (Azwar, 1997).
2. Seleksi Item
Setelah melakukan uji validitas isi, maka peneliti melakukan
seleksi item. Seleksi item digunakan untuk menguji karakteristik
masing-masing item yang menjadi bagian tes yang bersangkutan. Item-item yang
memenui syarat kualitas saja yang boleh diikutkan menjadi bagian tes.
Salah satu kualitas yang dimaksudkan adalah konsistensi antara item
dengan tes secara keseluruhan, atau disebut juga dengan konsistensi
item-total. Prosedur pengujian konsistensi item-total akan menghasilkan
koefisiensi korelasi item-total (rix). Prosedur pengujian konsistensi item
total akan menghasilkan koefisien korelasi item total(rix) yang umumnya
dikenal dengan sebutan indeks daya beda item (Azwar, 2001). Oleh karena
itu, perlu untuk mengetahui item-item mana saja yang mempunyai daya
diskriminasi item yang tinggi. Dalam skala sikap ini, item yang memiliki
daya diskriminasi yang tinggi adalah item yang mampu membedakan
subyek yang bersikap positif dan yang bersikap negatif. Besarnya
koefisien korelasi item-total bergerak dari 0 sampai dengan 1,00 dengan
tanda positif atau negatif (Azwar,1999). Kriteria pemilihan item
Uji coba skala dilakukan di SD Negeri Timbulharjo, Paingan,
Maguwoharjo dengan menggunakan siswa kelas empat sebanyak 40 anak
dan kelas lima sebanyak 39 anak. Dari 60 item skala yang diberikan, ada
24 item yang gugur. Banyaknya item yang gugur disebabkan oleh
item-item skala sikap memiliki korelasi item-item total yang rendah atau bernilai <
0.25.
Tabel 3
Blue Print Skala Sikap Anak Terhadap Makanan Sesudah Uji Coba
*angka dicetak miring dan tebal adalah item-item yang gugur *
3. Reliabilitas
Reliabilitas diartikan sebagai konsistensi atau keterpercayaan hasil
ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Pengukuran yang
tidak reliabel akan diragukan hasil pengukurannya. Reliabilitas dinyatakan
oleh koefisien reliabilitas (rxx) yang rentang angkanya dari 0 hingga 1,00.
Koefisien reliabilitas yang mendekati angka 1 berarti semakin tinggi
reliabilitasnnya. Sebaliknya, jika koefisien reliabilitas mendekati angka 0
Aspek Nomor Item Jumlah
Item Penampilan Makanan
Bentuk menarik 1, 31,21,51,11,41 3
Penyajian menarik 2,32,22,52,12,42 5
Warna menarik 3,33,23,53,13,43 3
Jumlah item penampilan makanan 11
Tekstur
Empuk atau lunak 4,34,35,24,54,14,45 4
Kekenyalan 5,25,55,15,44 2
Jumlah item tekstur 6
Rasa dan Aroma
Rasa enak 46,48,50,16,18,20,36,38,40,6,8,10,56,58,60,26,28,30 9
Aroma enak atau harum 47,49,17,19,37,39,7,9,57,59,27,29 10
berarti semakin kecil reliabilitasnya (Azwar, 1997). Suatu alat ukur dapat
dikatakan reliabel jika memiliki nilai koefisien sebesar 0,60 sampai 0,90
(Azwar, 1997). Nilai koefisien reliabilitas pada skala sikap anak terhadap
makanan adalah 0.84. Maka skala yang digunakana dalam penelitian ini
bisa dikatakan reliabel.
G. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini dibuat sebagai panduan bagi peneliti dalam
melaksanakan penelitian ini. Langkah-langkah yang akan dilakukan adalah
sebagai berikut :
1. Membuat item skala dan menguji validitas skala
Item skala dibuat berdasarkan aspek-aspek variabel yang telah
digambarkan dalam tabel blue-print. Kemudian item-item tersebut
akan diuji validitasnya oleh professional judgement yang dalam hal ini
adalah dosen pembimbing skripsi.
2. Meminta ijin penelitian untuk menyebar skala dan mengadakan
kegiatan pada siswa kelas 4 dan 5 SD.
Peneliti membuat sebuah proposal yang akan ditujukan pada pihak
sekolah untuk dapat mengadakan kegiatan di sekolah tersebut dengan
menggunakan subjek siswa dari kelas 4 dan 5. Peneliti juga meminta
surat keterangan penelitian dari fakultas untuk perijinan penelitian.