• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI DESKRIPTIF TENTANG SIKAP ANAK TERHADAP MAKANAN YANG DISEDIAKAN DI RUMAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "STUDI DESKRIPTIF TENTANG SIKAP ANAK TERHADAP MAKANAN YANG DISEDIAKAN DI RUMAH"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI DESKRIPTIF TENTANG SIKAP ANAK TERHADAP

MAKANAN YANG DISEDIAKAN DI RUMAH

Skripsi

Diajukan untuk Menenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh:

Eurike Christiani Hutauruk

069114004

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

MOTTO

Kita sepenuhny a bebas memilih apa y ang k ita inginkan.

“M ENDAPATKAN HIDUP YANG LEBIH BAHAGIA HARI

INI,ATAU M ENUNDANYA S AM PAI BES OK?”

Mana y ang terasa lebih baik ? Tuhan sudah memberikan

(5)

v

Kar ya ini ku per sembah kan bagi:

Yang empunya h idup saya sampai d et ik ini

Tuh anku “ Yesus Kr ist us”

Papa dan M ama t er cint a

M y l it t l e br ot h er “ Er ico L eonar d Hut aur uk”

Teman, sah abat , dan semua jiwa yang per nah

ber sent uh an dengan h idup saya h ingga d et ik ini

(6)
(7)

vii

STUDI DESKRIPTIF TENTANG SIKAP ANAK TERHADAP MAKANAN YANG DISEDIAKAN DI RUMAH

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Eurike Christiani Hutauruk

ABSTRAK

Makanan adalah salah satu hal yang penting bagi perkembangan anak-anak. Namun, anak-anak cenderung memilih-milih untuk memakan makanan yang disediakan di rumah. Penilaian serta respon anak terhadap makanan yang disediakan di rumah menjadi hal yang penting untuk diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan sikap siswa terhadap makanan yang disediakan di rumah. Penelitian ini ingin melihat bagaimana pandangan, perasaan, dan kecenderungan tindakan anak-anak terhadap aspek penyajian, tekstur, dan rasa dan aroma makanan yang disediakan di rumah.Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SD Kanisius Demangan Baru dan SD Negeri 1 Sutawinangun kelas IV dan V. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 137 anak. Subjek berusia antara 9-11 tahun atau berada pada masa pertengahan anak-anak. Subjek yang diikutkan dalam penelitian ini adalah anak-anak yang sebagian besar memiliki ketersediaan makanan yang dibuat atau dimasak di rumah. Data diperoleh dengan menggunakan skala sikap anak-anak terhadap makanan yang disediakan di rumah. Daya diskriminasi skala menggunakan batas nilai ≥ 0,25 dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,84. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa mean empirik subjek lebih besar daripada mean teoritik (t=26,559, p<0,01). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa anak-anak memiliki pandangan dan perasaan yang positif, serta menunjukkan kecenderungan perilaku untuk memakan makanan yang dibuat di rumah. Sikap positif anak-anak tersebut ditujukan terhadap keseluruhan aspek makanan. Anak-anak bersikap paling positif terhadap aspek penampilan makanan, kemudian aspek rasa dan aroma, dan yang terakhir aspek tekstur makanan.

(8)

viii

A DESCRIPTIVE STUDY ABOUT CHILDREN’S ATTITUDE TOWARD THE FOOD THAT PROVIDED AT HOME

Psychology Faculty in Sanata Dharma University

Eurike Christiani Hutauruk

ABSTRACT

Food is one of the most important things for children development. But, the children have tendency to be “picky” to eat the foods that provided at home. The children’s responses and evaluations become important matters to be researched. This research was aimed in describing children’s attitude toward the food that provided at home. Besides, this research wanted to involved in this research was the children that had most of foods provided or made at home. The data collection method was by using children’s attitude scale toward the food provided at home. Index of discrimination used in this scale had a limit 0,25 with a coefficient of reliability of 0.84.The result of this research showed that the subjects’ empirical mean was lower than the theoretical mean (t=26,559, p<0,01). Therefore, it said that children had positive thought, feeling, and tendency to act to eat the food made at home. The children’s positive attitude was pointed toward the whole food aspects. The children has the most positive attitude toward the food appearance, then food odor and aroma, and food texture.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Proses penulisan skripsi ini memberikan kesan tersendiri bagi penulis

untuk belajar arti kesabaran dan rasa bahagia dalam menjalani segala proses hidup

termasuk proses untuk mengerjakan sesuatu dengan fokus, mengambil setiap

makna dalam setiap langkah yang dijalani, dan melawan prokrastinasi (ini susah

bangettt hehehe).

Selain itu, penulis belajar untuk berpikir, merasa, dan bertindak secara

positif dalam mengerjakan proses ini. Yang paling utama, semua ini tidak akan

berguna tanpa menyerahkan sepenuhnya ke dalam “Yang Empunya Hidup”

penulis hingga detik ini yaitu My Saviour “ Jesus Christ. ” Seluruh bantuan kalian

tentunya sangat berharga bagi penulis, untuk itu penulis ingin mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Ibu Agnes Indar Etikawati, S.Psi., M.Si., Psi. selaku dosen pembimbing skripsi

yang telah banyak membantu melalui bimbingan, bantuan, dan

masukan-masukan dalam proses pengerjaan skripsi ini. Terima kasih ya Bu, karena

sudah melatih saya arti sebuah kesabaran dan kemandirian.

2. Ibu Dr. Ch. Siwi Handayani, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi yang telah

membantu dalam proses perijinan. Ibu adalah wanita kedua yang telah

menginspirasi saya untuk menjadi “independent woman” setelah ibu saya.

3. Bapak Minta Istono, S. Psi, M.Si syang telah banyak memberikan dorongan

agar segera lulus. Makasih yaa Pak hehehe.

4. Segenap staf Fakultas, Mas Gandung, yang sudah sangat membantu dalam

(11)

xi

kerjasamanya, Mas Doni, yang telah memberikan palayanan yang

menyenangkan saat mencari buku-buku referensi, Mas Muji, yang telah

membantu penulis saat mengambil mata kuliah praktikum, Pak Gie, yang baik

hati dan selalu tersenyum tulus ketika berpapasan di kampus serta sering

membantu penulis mencari kunci ruang konseling 

5. Papa “Sanggam J. Hutauruk”, atas doa dan cinta yang tak henti-hentinya dan

mengajarkanku arti pentingnya memahami budaya Batak sebagai bagian dari

identitas diri, Thx yaa Paaaa!!!!. Mama “Sri Murniati”, yang telah mendidikku

dan menginspirasiku untuk menjadi wanita yang “independent” sejak kecil,

mengajariku untuk selalu bangkit setelah jatuh, memahami arti keberhasilan

dan kegagalan, memberikanku kebebasan untuk menentukan hidupku,

sekaligus menjadi ibu dan teman terbaikku di setiap fase hidupku. “Mama is

the best Mom, Ever!!!!” Untuk my lil brother “ Erico Leonard Hutauruk,”

Woow you’ve grown up faster than i’ve never expected  I’m really amazed

that you’re much more mature than half year ago..Makasih ya dee, udah

ngasih kakak support setiap saat..

6. Untuk “Oma Maria, Ema Siti, Ii Ika, Uu Unda, Ii Iin, Om Jacob, Namboru Rita

dan Amangboru Timbang, Bang Paul, Bang Martin, Bang Pete, Bang Boy, Kak

Grace, Claudia Supriadi, Amangboru dan Namboru Barus, yang selalu

mendorongku untuk cepat lulus dan mencari pekerjaan. Makasih untuk

dukungan kalian yang luar biasa!!

7. Untuk “ My Soulmate “ Gagat Danang Nararyo yang telah memberikan

(12)

xii

sering nyebelin hehehe ” Untuk Sri Wilujeng “ Ajeng” Atmi Nugraheni yang

telah menjadi saudaraku semenjak aku TK hingga sekarang ini dan telah

membantu untuk menerima diriku sepaket  , Thx yaaaa Jengggggg!!!

9. Untuk Lenny Lolita “Zippo” Ginting, Elycia “ Elly” Widiastuti , yang telah

menjadi sahabat seperjuanganku dan membantuku untuk lebih saling

mengenal satu sama lain. Walaupun segala sesuatu tidak selalu indah tetapi

persahabatan yang kalian berikan untukku sangat berarti hingga detik ini!!

Makasih yaaaa BFF!!!!!!!”

10. Teman-teman yang pernah bersama saya di Unit Konseling : Pak Adi,

Wayan, Jean, Riana, Erisa, Rara, Ika Fimbriani, Mas Yandu, Komeng,

Heimbach, dan teman-teman yang lain, yang telah membantu saya dengan

diskusi-diskusi pintar untuk mencari arti hidup dan kebahagiaan, tawa canda

yang membuat saya selalu kangen, snack-snack sehat (Makasih yaa Wayyy

hehehe),dan sharing yang sangat berarti untuk hidup saya.

11. Teman-teman Realia “ Language and Cultural Center,” Ibu Diah, Ibu Sitta,

Ibu Fitri, Mbak TJ, Mas Daniel, Pak Kris, Mbak Ninik,Mbak Ochin, Martha,

Misha, Aldo, Ilsa, mbak Sita, Dika, mba Yessi, dan teman-teman yang lain

(13)

xiii

memberi kesempatan untuk mengenal berbagai budaya. Terima kasih untuk

kesempatan yang luar biasa untuk mengenal kalian!! Saya juga berterima

kasih untuk teman-teman dari belahan dunia lain, Marthe Laura Derkzen,

Sebas Heijman, Anna Mikelsons, Benoit Lecomte, Cory Lee Cone, Jocelyn

Farebrother, Sara Hansen, dan Pak Richard Humphries untuk setiap

dukungannya dan memotivasi saya untuk menyelesaikan skripsi.

12. Teman-teman angkatan 2006 : Ari, Yaya, Emak, Viany, Mia, Sekar, Cha-cha,

Devi, Tari, Liza, Dita, Ayu, Berto, Nita, Adit, serta teman-teman yang lainnya

(14)

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………... i

HALAMAN PERSETUJUAN ………... ii

HALAMAN PENGESAHAN ………... iii

HALAMAN MOTTO ……… iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ……… v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……… vi

ABSTRAK ………. vii

ABSTRACT ………... viii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……….. ix

(15)

xv

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap ………. 9

4. Ciri-Ciri dan Fungsi Sikap ………. 12

B.Sikap Pada Anak-Anak Masa Pertengahan ……… 15

1. Pengertian dan Batas Usia ……… 15

2. Perkembangan Kognitif Anak Masa Pertengahan ... 16

C.Makanan Bagi Anak... ………..……... 19

1. Fungsi Makanan Bagi Anak-Anak... 19

2.Karakteristik Makanan …………..……... 21

3.Food Choices... 4.Faktor –faktor yang mempengaruhi sikap anak terhadap makanan ...….……..……..……..……..……... 23 25 D. Sikap Anak Terhadap Makanan... E. Skema Sikap Anak Terhadap Makanan... 27 32 BAB III. METODE PENELITIAN ………... 33

A.Jenis Penelitian ………. 33

B.Variabel Penelitian ………..…….. 33

C.Definisi Operasional ……..……..……..……..……..……. 34

D.Subjek penelitian……….….... 34

E.Metode Pengumpulan Data ... F.Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... G.Prosedur Penelitian ... H.Metode Analisis Data...………. 36 37 40 42 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 44

(16)

xvi

1. Orientasi Kancah... ………. 44

2. Pengumpulan Data... 46

B.Hasil Penelitian...……… 47

1. Sikap Anak Terhadap Makanan Yang Disediaka Di Rumah... 2. Deskripsi Data Masing-Masing Aspek ………... 47 48 C.Pembahasan...………... 51

BABV. KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 56

A.Kesimpulan ……….... 56

B. Saran ………... 56

DAFTAR PUSTAKA ………

LAMPIRAN ……… 58

(17)

xvii

DAFTAR SKEMA

(18)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Faktor-Faktor Sensori Utama Dalam Makanan 21

Tabel 2: Blue Print Skala Sikap Terhadap Makanan Sebelum Uji Coba... 37

Tabel 3: Blue Print Skala Sikap Terhadap Makanan Sesudah Uji Coba... 39

Tabel 4: Perbandingan Mean Empiris dan Mean Teoritik... 47

Tabel 5: Deskripsi Data Aspek Sikap...……….. 48

(19)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Makanan adalah satu hal yang penting bagi perkembangan anak-anak.

Lingkungan utama yang berperan dalam penyediaan makanan adalah

lingkungan rumah atau keluarga. Permasalahan seputar penyediaan makanan

bagi anak merupakan perhatian para ibu atau pengasuh yang

menyediakannya. Beberapa keuntungan yang bisa diperoleh apabila anak

mengkonsumsi makanan yang disediakan di rumah adalah makanan yang

disediakan di rumah lebih sehat dalam arti lebih higienis karena tidak terkena

debu dan melalui aktivitas makan bersama di rumah, tersedianya kesempatan

untuk berkumpul dan berinteraksi dengan anggota keluarga. Hal ini didukung

oleh pernyataan Dr. Rose Mini, M.Psi dari Fakultas Psikologi Universitas

Indonesia bahwa dengan makan bersama, keluarga dapat menjalankan

fungsinya sebagai media utama afeksi melalui tatapan dan sentuhan. Tidak

hanya itu, pada saat makan bersama, orang tua dapat bertukar pikiran dengan

anak-anak mengenai rencana yang mereka punya (2009). Bagaimanapun juga

diharapkan anak-anak mau mengkonsumsi makanan yang disediakan di

rumah.

Menurut hasil survey pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti,

banyak orangtua terbiasa memperkenalkan makanan-makanan cepat saji

(20)

jalan-jalan ke mall atau pusat perbelanjaan dengan anak-anak. Ketika anak-anak

merasa lapar, mereka langsung diajak menyantap paket menu yang terdiri dari

nasi dan fried chicken, atau burger bersusun tiga ditambah sekantong kentang

goreng dan segelas soda. Ini merupakan salah satu fenomena yang

menunjukkan bahwa orangtua cenderung ikut berperan dalam menentukan

kesukaan anak terhadap jajanan di luar (I, Observasi, 3 Maret,2010).Adapun

fenomena lain yang ditemukan oleh peneliti yaitu banyak anak suka membeli

jajanan yang dijual di sekolah-sekolah seperti misalnya membeli martabak

telur yang terbuat dari campuran telur ayam,dan terigu dan dikocok dalam

wadah plastik, kemudian dituang ke cetakan kecil dengan minyak yang

dipakai berulang-ulang, ‘martabak’ digoreng dan diletakkan di kertas

bentuknya seperti ‘piring’. Selanjutnya, anak-anak memakan dengan saus

merah encer. Ini menunjukkan bahwa makanan yang dijual di luar cenderung

tidak higienis.

Kedua fenomena ini memberikan ilustrasi bahwa anak-anak

cenderung menyukai makanan yang ada di luar. Tentu saja, ilustrasi ini

memunculkan dugaan peneliti, apakah anak-anak cenderung menyukai

makanan di luar karena mereka tidak menyukai makanan di rumah atau

mungkin tampilan visual makanan di rumah tidak semenarik dan rasanya

mungkin tidak seenak makanan di luar. Anak-anak diduga menyukai

makanan yang ada di luar karena penampilan makanan di luar cenderung

menarik perhatian anak-anak untuk mengkonsumsinya. Hal ini didukung oleh

(21)

memiliki peran penting untuk membangkitkan keinginan anak untuk makan.

Anak-anak dapat mempersepsi negatif dan tidak suka terhadap suatu makanan

karena tampilan makanan tersebut (2007). Namun, ada resiko yang akan

diperoleh anak-anak apabila mengkonsumsi makanan di luar rumah seperti

makanan di luar rumah cenderung tidak higienis karena terkena debu,

kemungkinan makanan sudah kadaluarsa, dan kualitas makanan pun

cenderung masih dipertanyakan.

Untuk itu, penelitian ini ingin mengungkap sikap apakah yang

dimiliki anak terhadap makanan yang disediakan di rumah. Sikap merupakan

keteraturan tertentu dalam hal pemikiran (kognisi), perasaan (afeksi), dan

predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan

sekitarnya (Azwar, 2004). Sikap anak dalam penelitian ini dilihat dari

pendapat anak terhadap makanan yang disediakan di rumah, kesukaan anak

terhadap makanan rumah, dan keinginan anak untuk memakan makanan yang

ada di rumah. Sikap anak yang positif terhadap makanan di rumah merupakan

hal yang penting dalam upaya agar anak mau memilih makanan yang

disediakan di rumah yang diharapkan lebih bergizi dan higienis.

Sikap anak terhadap makanan yang disediakan di rumah juga

dipengaruhi oleh karakteristik sensoris makanan itu sendiri. Karakteristik

sensoris makanan ini meliputi penyajian, tekstur, dan rasa dan aroma

makanan. Terkait dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Matheson,

Spranger, dan Saxe (2002) terhadap subjek pra sekolah di Amerika Serikat

(22)

berdasarkan unsur-unsur atau karakteristik sensoris makanan dan memberikan

penilaian mengenai makanan sehari-hari. Hal tersebut sesuai dengan teori

Piaget (2007) dimana pada Tahap Operasional Konkret, anak sudah mampu

melakukan pengoperasian mental atau daya abstraksi berpikir simbolisasi.

Media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, juga

berpengaruh dalam membentuk sikap anak-anak melalui pesan-pesan sugestif

yang terdapat dalam informasi-informasi tersebut. Apabila pesan-pesan

sugestif yang dibawa informasi tersebut cukup kuat, maka akan memberi

dasar afektif bagi pembentukan arah sikap individu (Azwar,1995).

Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

sikap anak terhadap makanan yang disediakan di rumah berdasarkan jenis

karakteristik sensorik makanan yang terdiri dari penampilan makanan,

tekstur, serta rasa dan aroma.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah : seperti apakah sikap

anak terhadap makanan yang disediakan di rumah.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap anak terhadap makanan

(23)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini bermanfaat untuk menambah kepustakaan dan

memberikan sumbangan dalam bidang psikologi khususnya dalam

permasalahan yang terkait sikap anak terhadap makanan di rumah dan

hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian

selanjutnya.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan kepada

orangtua khususnya bagi ibu, terkait dengan penyediaan makanan di

rumah. Dari penelitian ini, orangtua dapat mengetahui bagaimana sikap

anak terhadap masing-masing jenis karakteristik sensoris makanan apa

yang disukai oleh anak sehingga bisa menambahkan karakteristik

sensoris makanan yang masih kurang dalam penyediaan makanan di

(24)

6

suatu bentuk evaluasi dan reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap

suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable)

maupun perasaan yang tidak mendukung atau tidak memihak

(unfavorable) pada objek tersebut. Sikap juga merupakan keteraturan

tertentu dalam hal pemikiran (kognisi), perasaan (afeksi), dan

predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di

lingkungan sekitarnya (Azwar, 2001). Jadi dapat disimpulkan bahwa

sikap merupakan keteraturan dari komponen kognitif, afektif, dan

konatif yang saling berinteraksi dalam diri seseorang yang kemudian

menjadi kecenderungan individu untuk bertindak terhadap objek

tertentu. Hal ini didasari oleh pandangan, perasaan dan keyakinan

individu tersebut. Dalam perwujudannya, sikap dapat diungkap

berdasarkan pernyataan positif atau mendukung (favorable) dan

pernyataan negatif atau tidak mendukung terhadap suatu objek

(25)

2. Komponen Sikap

Skema triadik (Azwar, 2001) menjelaskan bahwa hubungan sikap

merupakan korelasi komponen kognitif, afektif, dan konatif, yang saling

berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap objek.

Pendekatan trikomponen (Azwar, 2001) mencoba menjelaskan bahwa

sikap merupakan kombinasi reaktif afektif, perilaku, dan kognitif terhadap

suatu objek yang secara bersama mengorganisasikan sikap individu.

Mann (Azwar, 2001) menjelaskan bahwa komponen kognitif

berisi sikap, kepercayaan dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai

sesuatu. Seringkali komponen kognitif ini dapat disamakan dengan

pandangan (opini), terutama jika menyangkut isu atau masalah yang

kontroversial. Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap

objek sikap dan perasaan menyangkut masalah emosional. Aspek

emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen

sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap

pengaruh-pengaruh yang mungkin merubah sikap seseorang. Demikian pula,

komponen perilaku berisi tendensi atau kecenderungan bertindak atau

bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.

Berdasarkan Azwar (2001), sikap terdiri dari 3 aspek pokok, yaitu :

1. Komponen Kognitif

Komponen kognitif berisikan kepercayaan seseorang mengenai

objek sikap. Apapun yang dipercaya oleh seseorang merupakan

(26)

Kepercayaan seseorang mengenai objek sikap datang dari apa yang

telah dilihat atau yang telah diketahui. Berdasarkan apa yang telah

dilihat itu kemudian terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat

atau karakteristik umum suatu objek. Sekali kepercayaan itu telah

dibentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai

apa yang dapat diharapkan dan apa yang tidak diharapkan dari objek

tertentu. Dengan demikian interaksi serta prediksi kita akan pengalaman

di masa yang akan datang lebih mempunyai arti dan keteraturan.

2. Komponen Afektif

Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif

seseorang terhadap sesuatu objek sikap. Secara umum, komponen ini

disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun,

pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya

bila dikaitkan dengan sikap. Reaksi emosional yang merupakan

komponen afektif ini banyak ditentukan oleh kepercayaan atau apa

yang kita percaya sebagai benar bagi objek yang dimaksud.

3. Komponen Konatif

Komponen perilaku atau komponen konatif dalam sikap

menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang

ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang

dihadapinya. Konsistensi antar kepercayaan sebagai komponen

kognitif, perasaan sebagai komponen afektif, dengan perilaku sebagai

(27)

penyimpulan sikap melalui observasi perilaku yang dicerminkan pleh

jawaban terhadap skala sikap.

Kecenderungan berperilaku menunjukkan bahwa komponen

konatif meliputi bentuk perilaku yang tidak hanya dapat dilihat secara

langsung tetapi meliputi juga bentuk-bentuk perilaku yang berupa

pernyataan atau perkataan yang diucapkan oleh seseorang.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap

Dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, individu bereaksi

dengan membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis

yang dihadapinya. Berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan

sikap adalah sebagai berikut (Azwar,1995) :

a. Pengalaman Pribadi

Apa yang kita alami akan membentuk dan mempengaruhi

penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi

salah satu dasar terbentuknya sikap, supaya dapat menjadi dasar

pembentukan sikap, pengalaman pribadi, harus melalui kesan yang

kuat. Oleh karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila

pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan

faktor emosional. Individu sebagai orang yang menerima pengalaman,

biasanya tidak akan melepaskan pengalaman-pengalaman yang sedang

dialaminya serta pengalaman-pengalaman terdahulu.

(28)

Individu cenderung memiliki sikap yang konformitas atau

searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan

ini dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk

menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

Selain itu, dapat juga dikarenakan oleh kharisma atau otoritas dari

orang yang dianggap penting tersebut. Pada masa anak-anak dan masa

remaja, orangtua, guru, dan teman-teman sebaya biasanya menjadi

figur yang paling berarti bagi anak.

c. Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap individu

terhadap berbagai masalah. Sikap seseorang terbentuk karena adanya

penguatan atau ganjaran dari masyarakat terhadap sikap yang

dimilikinya tersebut.

d. Media massa

Media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan

lain-lain berfungsi sebagai sarana komunikasi. Sarana komunikasi

tersebut mempunyai pengaruh dalam pembentukkan opini dan

kepercayaan orang. Penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya,

media massa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat

mengarahkan opini seseorang. Informasi baru mengenai sesuatu hal

memberi landasan kognitif bagi terbentuknya sikap terhadap hal

(29)

apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu

hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan serta lembaga agama mempunyai

pengaruh dalam pembentukkan sikap karena keduanya meletakkan

dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman

akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan

tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat

keagamaan serta ajaran-ajarannya.

f. Pengatur faktor emosional

Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan

dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap

merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi

sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk

mekanisme pertahanan ego.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada

banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembentukkan sikap

seseorang yaitu melalui pengalaman pribadi yang dialami sehari-hari.

Kemudian pengaruh orang lain yang dianggap penting juga dapat

mempengaruhi sikap seseorang sehingga juga dapat membentuk sikap

seseorang terhadap suatu objek. Demikian pula, faktor kebudayaan

dan media massa yang memberikan berbagai informasi ikut

(30)

agama yang didasarkan norma-norma, serta faktor emosional individu

juga dapat mempengaruhi pembentukkan sikap seseorang.

4. Ciri-Ciri Dan Fungsi Sikap

a. Ciri-Ciri Sikap

Sikap menentukkan jenis atau tabiat tingkah laku dalam hubungannya

dengan stimulus yang relevan. Ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut

(Ahmadi, 1991) :

1. Sikap itu dipelajari (Learnability)

Sikap merupakan hasil belajar individu. Sebagian sikap

dipelajari secara tidak sengaja dan tanpa keasadaran. Ada

kemungkinan dalam mempelajari sikap dengan sengaja bila individu

mengerti bahwa hal itu akan membawa lebih baik (untuk dirinya),

membantu tujuan kelompok, atau memperoleh sesuatu nilai yang

sifatnya perseorangan.

2. Memiliki kestabilan (stability)

Sikap bermula dari dipelajari, kemudian menjadi lebih kuat,

tetap dan stabil, melalui pengalaman.

3. Personal-societal significance

Sikap melibatkan hubungan antara seseorang dengan orang

lain, barang dan situasi. Jika seseorang merasa bahwa orang lain

menyenangkan, terbuka serta hangat, maka ini akan sangat berarti

(31)

4. Berisi kognisi dan afeksi

Komponen kognisi dari sikap berisi informasi yang faktual,

biasanya objek itu dirasakan menyenangkan atau tidak

menyenangkan.

5. Approach-avoidance directionality

Seseorang memiliki sikap yang favorable terhadap sesuatu

objek, maka mereka akan mendekati dan membantunya. Sebaliknya

bila seseorang memiliki sikap yang unfavorable, maka mereka akan

menghindarinya.

b. Fungsi Sikap

Fungsi sikap dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu (Ahmadi, 1991) :

1. Sikap berfungsi sebagai alat menyesuaikan diri. Sikap merupakan

sesuatu yang mudah menjalar sehingga sikap dapat menjadi rantai

penghubung antara orang dengan kelompoknya atau dengan anggota

kelompoknya yang lain.

2. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur tingkah laku. Perangsang dan

reaksi terdapat sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang

berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian

terhadap perangsang yang merupakan sesuatu yang erat hubungannya

dengan cita-cita, tujuan hidup, peraturan-peraturan kesusilaan yang

ada di masyarakat, keinginan-keinginan pada orang itu dan

(32)

3. Sikap berfungsi sebagai alat pengantar pengalaman-pengalaman. Hal

ini perlu dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima

pengalaman-pengalaman dari dunia luar sikapnya tidak pasif , tetapi

diterima secara aktif,artinya semua pengalaman yang berasal dari

dunia luar itu tidak semuanya diterima manusia karena manusia

memilih mana yang perlu dan tidak perlu untuk diterima. Jadi

pengalaman ini diberi penilaian, lalu dipilih.

4. Sikap berfungsi sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering

mencerminkan pribadi seseorang sehingga sikap tidak pernah terpisah

dari pribadi yang mendukungnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

sikap seseorang tidak dibawa sejak lahir, melainkan harus dipelajari

selama perkembangan hidupnya. Oleh karena itu, sikap individu selalu

berubah-ubah dan dapat dipelajari. Sebaliknya, sikap seseorang dapat

dipelajari apabila ada syarat-syarat tertentu yang mempermudah

berubahnya sikap pada orang itu.

Sikap semata-mata tidak berdiri sendiri, melainkan selalu

berhubungan dengan suatu objek. Pada umumnya sikap tidak hanya

berhubungan dengan satu objek saja melainkan berhubungan dengan

deretan-deretan objek yang serupa, sehingga sikap seringkali

diperlukan sebagai alat untuk menyesuaikan diri terhadap sederetan

objek tersebut atau situasi tertentu. Sikap juga dapat berperan sebagai

(33)

Kemudian fungsi lain dari sikap adalah sebagai pengatur pengalaman

–pengalaman yang diterima dan sudah diberi nilai. Pengalaman

tersebut akan membentuk perilaku nyata dan mencermikan pribadi

seseorang.

B. Sikap pada Anak-anak Masa Pertengahan

1. Pengertian dan Batasan Usia

Berk (2006) mengungkapkan masa pertengahan anak-anak atau

middle childhood sebagai masa dimana anak yang berusia 6-11 tahun.

Pada masa pertengahan anak-anak, anak memiliki proses berpikir yang

lebih logis dan semakin mampu memahami diri sendiri. Selain itu,

perkembangan moral anak pada masa ini juga semakin meningkat.

Santrock (2002) menyebut masa periode ini sebagai masa

pertengahan dan akhir anak-anak, yaitu periode perkembangan yang

merentang dari usia 6 hingga 11 tahun, yang kira-kira setara dengan

tahun sekolah dasar sehingga periode ini kadang-kadang disebut “

tahun-tahun sekolah dasar.” Pada masa ini, anak umumnya menguasai

keterampilan-keterampilan fundamental seperti membaca, menulis, dan

berhitung.

Menurut Santrock (2007), fokus perkembangan pada masa

pertengahan anak-anak adalah pencapaian prestasi dan kemampuan

kontrol diri yang meningkat. Anak-anak pada masa pertengahan akan

(34)

kemampuan-kemampuan intelektual dan pengetahuan. Adanya perasaan

tidak berkompeten dan tidak produktif yang dirasakan oleh anak

merupakan hal yang berbahaya dalam tahap perkembangan ini. Perasaan

tidak berkompeten dan tidak produktif akan menghambat anak mampu

melakukan tugas perkembangannya dalam tahap ini (Santrock, 2007)

2. Perkembangan Kognitif Anak Masa Pertengahan

Masa pertengahan anak-anak dimulai pada usia 6-11 tahun.

Perkembangan kognitif pada masa ini berada pada tahap operasional

konkret. Ini merupakan tahap ketiga dalam teori Piaget. Pada tahapan ini,

pemikiran logis menggantikan pemikiran intuitif asalkan pemikiran

tersebut dapat diaplikasikan menjadi contoh-contoh yang konkret dan

spesifik. Anak mampu berpikir logis mengenai kejadian-kejadian konkret,

memahami konsep percakapan, mengorganisasikan kelas-kelas hierarki

(klasifikasi) dan menempatkan objek-objek dalam urutan yang teratur

(serialisasi) (Santrock, 2007).

Selain itu, menurut Piaget (Santrock, 2007), pada tahap ini anak

telah mengalami perkembangan yang signifikan dan mampu mengatasi

beberapa keterbatasan yang dialami pada tahap sebelumnya. Mereka dapat

memahami sudut pandang orang lain dan semakin sedikit membuat

kesalahan logika. Meskipun demikian menurut pengamatan Piaget,

kemampuan baru ini umumnya dihubungkan dengan informasi yang

(35)

terjadi atau konsep-konsep yang memiliki arti yang dapat dipahami oleh

anak. Anak-anak pada tahapan ini juga dapat menunjukkan

operasi-operasi konkret yang merupakan tindakan mental dua arah (reversible)

terhadap objek-objek riil dan konkret, yaitu meliputi :

a. Konservasi

Konservasi adalah ide yang dirancang oleh Piaget mengenai

kesamaan volume isi tanpa terpengaruhi perubahan wadah. Konservasi

melibatkan pemahaman bahwa panjang, jumlah, massa, kuantitas, area,

berat, dan volume dari objek dan zat kimiawi tidak berubah walaupun

penampilannya berganti. Anak dapat menyadari bahwa perubahan

penampilan sebuah objek tidak mengubah hakikat dasarnya.

Contohnya, dalam tes kemampuan yang melibatkan konservasi materi

seorang anak diberikan dua gumpalan tanah liat. Pembuat eksperimen

mengubah bentuk gumpalan tanah liat yang satu menjadi bentuk yang

panjang dan ramping; sementara yang lain tetap seperti bentuk semula.

Kemudian, anak ditanyai apakah jumlah gumpalan tanah liat yang

panjang lebih banyak daripada sebelumnya. Saat anak berusia 7 atau 8

tahun sebagian besar jawabannnya adalah jumlah gumpalan tanah liat

adalah sama.

b. Klasifikasi

Satu keahlian penting yang mencirikan operasional konkret anak

(36)

relasi antar benda tersebut. Secara khusus, anak-anak operasional

konkret akan dapat memahami:

1. Keterhubungan antara kumpulan dan sub kumpulan

Kemampuan operasional konkret anak untuk membagi benda

menjadi kumpulan dan sub kumpulan dan memahami relasinya.

Hal ini dicontohkan saat anak diberikan ilustrasi pohon keluarga

empat generasi. Seorang anak dapat memahami sistem klasifikasi

ini secara vertikal, horisontal, atau diagonal.

2. Seriation

Ini merupakan operasi konkret yang meliputi pengurutan

stimuli sepanjang dimensi kuantitatif seperti panjang. Contohnya

anak bisa mengurutkan sederet tongkat dari ukuran yang paling

kecil hingga ukuran yang paling besar.

3. Transitivity

Kemampuan operasi konkret ini meliputi kemampuan

memikirkan relasi gabungan secara logis. Pemahaman anak tentang

transitivitas dapat diuji dengan meminta subjek membandingkan A

dan B, lalu B dan C secara perseptual, tetapi selanjutnya mereka

harus menarik kesimpulan relasi A ke C, tanpa membandingkan

keduanya.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan

bahwa masa pertengahan anak adalah masa di mana

(37)

tahun. Pada masa ini anak mengalami perkembangan kognitif.

Perkembangan kognitif anak pada usia ini memasuki tahap

operasional konkret. Anak sudah dapat melakukan penalaran

konkrit mengenai hal-hal yang ada di sekitarnya dan yang dia alami

sehingga anak sudah mampu menyikapi hal-hal yang dia amati

tersebut berdasarkan dari pengalaman yang dia alami dari semenjak

kecil.

Sikap anak yang sudah terbentuk pada tahap operasional

konkret ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pengalaman

pribadi, pengalaman orang lain yang dianggap penting,

kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga

agama, serta pengatur faktor emosional. Menurut teori Kroh (dalam

Kartono, 1995) anak-anak usia ini sudah muncul pengertian,

wawasan, dan akal yang sudah mencapai taraf kematangan. Selain

itu, anak-anak usia ini mulai memandang peristiwa dengan objektif

dan semua kejadian diselidiki dengan tekun dan penuh minat.

C. Makanan bagi Anak

1. Fungsi Makanan Bagi Anak-Anak

Menurut Sijtsema, makanan untuk anak-anak memiliki beberapa

fungsi. Salah satunya sebagai kebutuhan fisiologis yang meliputi rasa lapar

yang juga termasuk di dalamnya terdapat fungsi-fungsi lain seperti

(38)

2010). Makan yang baik merupakan hal yang mendasar untuk mendapatkan

kesehatan yang lebih baik. Kesehatan yang baik akan mengarah pada

disposisi yang baik dan kepribadian yang menyenangkan pula. Anak-anak

yang tidak cukup memakan makanan yang baik akan memiliki sedikit energi

untuk pertumbuhan dan aktivitasnya. Aktivitas normal akan menakutkan bagi

anak yang tidak cukup memakan makanan yang baik karena memiliki

kekuatan tubuh yang tidak sama kuat dengan anak-anak yang lain. Sebagai

hasilnya, si anak akan merasa terganggu dan sulit untuk mengatur hal ini.

Tidak ada hal yang menyenangkan baginya dan ia pun akan bersikap tidak

menyenangkan pada siapapun. (Hurlock, 1970).

Selain itu, makan juga berfungsi sebagai kemampuan adaptif anak

(Sattler, 2004). Berdasarkan penelitian Liu dan Stein, anak-anak meniru pola

makan, pilihan makanan dan perilaku makan dari anggota keluarga.

Ketersediaan makanan di rumah, imitasi, iklan di media, dan interaksi anak

saat makan membentuk perilaku makan anak-anak dan pemilihan makanan.

Tentu saja, struktur pengaturan makanan dalam keluarga (family meals sets)

membatasi anak untuk mencapai kemampuan makan secara mandiri

(independent feeding skills). Orangtua yang membiarkan anaknya untuk

menentukan waktu makan, jumlah makanan, dan memakan sendiri

makanannya, membantu anaknya mengembangkan regulasi diri dan kelekatan

(39)

2. Karakteristik Makanan

Manusia memakan makanan untuk mendapatkan kesenangan dan

kenikmatan dari kegiatan makan itu sendiri. Kenikmatan ini setara dengan

kebutuhan individu untuk memperoleh energi dan nutrisi. Kontribusi utama

yang berpengaruh dalam kenikmatan makan yaitu karakteristik makanan itu

sendiri. Bourne mengatakan bahwa karakteristik makanan ini terdiri dari tiga

faktor sensori yaitu penampilan makanan, tekstur, rasa dan aroma (Chen,

2007). Klasifikasi tiga faktor sensori ini terdapat dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 1

Faktor –Faktor Sensori Utama Dalam Makanan

Faktor Sensori : Hal-hal yang berkontribusi

 Tampilan (appearance) Bentuk geometris, ukuran,

kemasan, sifat permukaan,

warna dan kilauan

 Rasa dan Aroma Rasa, bau, aroma,

molekul-molekul kecil lainnya

 Tekstur Hal-hal mekanis (seperti

tingkat kekerasan,

merekat/kental, elastisitas),

mikrostruktur (sifat menyerap atau merembes), kadar air, sifat kekasaran, dan kepaduan.

Ketika rasa dan aroma serta tekstur makanan begitu penting bagi

(40)

kalah pentingnya dengan hal tersebut. Dalam beberapa kasus, tampilan visual

makanan dapat membangkitkan keinginan untuk makan. Begitu pula manusia

dapat mempersepsi negatif dan tidak suka terhadap suatu makanan karena

tampilan makanan tersebut (Chen, 2007). Eertman juga mengatakan bahwa

konsumen biasanya menilai bahwa rasa makanan menjadi yang paling

penting dalam pemilihan makanan (dalam Pohjanheimo, 2010).

Banyak studi mengenai ketidaksukaan anak-anak terhadap suatu

makanan dikarenakan beberapa makanan dimasak dengan buruk seperti

sayuran yang berair, daging yang dimasak terlalu matang, dan nasi yang

terlalu lembek. Selain itu, anak-anak juga dipaksa untuk memakan suatu

makanan tertentu atau akan dihukum apabila tidak memakannya. Anak-anak

tidak mau memakan makanan tersebut karena indra perasa anak-anak lebih

peka dan banyak makanan yang menurut orang dewasa lezat namun memiliki

rasa yang terlalu kuat bagi anak-anak misalnya saus yang pedas dan

berbumbu, bumbu salad, dan kue yang terlalu berbumbu. Salah satu

pendekatan supaya anak mau memakan suatu makanan tertentu yaitu dengan

cara menyajikan makanan dengan menarik. Anak-anak disajikan makanan

yang dimasak dengan baik dan dihias dengan daun peterseli, selada air,

(41)

3. Pilihan Makanan (Food Choices)

Salah satu bentuk dari pilihan makanan adalah konsumsi terhadap

makanan. Konsumsi suatu makanan dipengaruhi oleh rasa suka dan pemilihan

terhadap makanan, juga didukung oleh ketersediaan makanan, geografi suatu

daerah, dan faktor-faktor ekonomi. Pemilihan terhadap suatu makanan dapat

dilakukan melalui perbandingan dua atau lebih banyak makanan, sebagai

bagian dimana sebuah pilihan dapat ditentukan. A lebih memilih B daripada

C yang berarti bahwa A dihadapkan pada suatu pilihan dalam kondisi tertentu

dimana A memilih B. Ada dua hal penting dalam pemilihan makanan.

Pertama, walaupun pemilihan makanan mempengaruhi penggunaan terhadap

suatu makanan, namun hal ini hanya merupakan satu dari banyaknya

pengaruh. Kedua, pemilihan terhadap suatu makanan terkait dengan rasa suka

(liking). Akan tetapi, ada pemilihan terhadap suatu makanan bukan

didasarkan pada rasa suka. Contohnya, banyak orang Amerika menyukai es

krim daripada salad, namun mereka lebih memilih salad karena peduli akan

berat badan dan kesehatan. (Pohjanheimo, 2010)

Rasa suka merupakan salah satu aspek psikologis yang paling

berpengaruh dalam pemilihan terhadap makanan dan pemilihan makanan

merupakan faktor utama dalam konsumsi makanan. Memahami motivasi

anak dalam pemilihan makanan diperlukan untuk menuntun anak menuju

kualitas gizi yang jauh lebih baik. Berdasarkan variasi makanan yang banyak

tersedia di masyarakat, anak-anak membuat banyak pilihan dalam memilih

(42)

berikut : Pertama, konsumen (anak-anak) membutuhkan atau menginginkan

sebuah makanan lalu membuat keputusan untuk membeli makanan. Setelah

keputusan itu dibuat, konsumen melakukan evaluasi terhadap pilihan-pilihan

tersebut. Seringkali, proses ini terjadi secara otomatis; misalnya seorang

konsumen tidak akan menghabiskan waktu yang lama untuk memilih produk

susu yang ia ingin beli (Pohjanheimo, 2010).

Akan tetapi, di lain waktu seseorang dapat menghabiskan waktu yang

lama dalam mempertimbangkan untuk membeli suatu produk dan

mengevaluasi alternatif-alternatif lainnya. Menurut Mela, ketersediaan

makanan menjadi faktor yang menentukan dalam pemilihan makanan (dalam

Pohjanheimo, 2010). Apabila suatu produk tidak tersedia, maka makanan

tersebut tidak akan dimakan. Hal tersebut juga berlaku jika tidak ada

alternatif makanan lain, maka makanan yang ada akan dimakan.

Menurut Shepherd (dalam Pohjanheimo, 2010), faktor-faktor yang

mempengaruhi individu dalam memilih makanan dibagi menjadi 3 yaitu :

a. Produk makanan beserta karakteristik sensoriknya (rasa, bau, aroma, dan

tampilan makanan)

b. Faktor individu

Faktor-faktor ini meliputi demografis, motif-motif, harapan utama, body

image, larangan-larangan fisik and berat badan.

c. Lingkungan sosio-ekonomi dan konteks dimana pemilihan makanan dan

(43)

dibandingkan di Amerika, akan tetapi sebaliknya konsumsi daging sapi

di Amerika lebih tinggi dibandingkan di Cina.

4. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi sikap anak terhadap makanan :

a. Suasana hati

Suasana hati berpengaruh dalam proses pemilihan makanan.

Suasana hati melibatkan perasaan senang dan tidak senang. Perasaan

senang ataupun tidak senang merupakan konsep dasar yang memotivasi

individu dalam memilih untuk memakan makanan tertentu. Apabila

anak-anak berada dalam suasana hati yang negatif atau merasa tidak senang,

anak-anak cenderung lebih rendah dalam mengkonsumsi makanan.

Sebaliknya, ketika anak-anak berada dalam suasana hati yang lebih positif

dan merasa senang, maka akan meningkatkan konsumsi terhadap makanan

(Benton, 2003). Suasana hati dan emosi berpengaruh pada pemilihan

terhadap makanan Makanan menginduksi emosi melalui stimulus sensori

yang berlangsung cepat sebagai penanda rasa lapar. Sensasi yang

dirasakan oleh individu yang berada dalam suasana hati positif saat

mengkonsumsi makanan manis yaitu merasa senang. Perasaan senang ini

ikut berpengaruh dalam membentuk sikap yang positif pada individu.

Sebaliknya saat individu berada dalam suasana hati yang negatif,

kemudian memakan suatu makanan yang pahit atau asam, maka akan

berpengaruh dalam membentuk sikap yang negatif terhadap suatu

(44)

Dengan demikian, ada bukti bahwa suasana hati individu yang

melibatkan perasaan senang dan tidak senang ketika mengkonsumsi

makanan yang manis, berlemak, dan memiliki rasa yang kuat berpengaruh

dalam membentuk arah sikap yang positif atau negatif.

b. Orangtua (Parental Style)

Menurut Sondergaard dan Edelenbos, (dalam Pohjanheimo, 2010)

orangtua menyadari bahwa anak-anak mereka menginginkan makanan

yang terkenal atau familiar, namun pada waktu yang bersamaan orangtua

juga mempertimbangkan kesehatan saat menyediakan aneka pilihan

makanan bagi keluarga. Di sisi lain, orangtua memiliki kebijaksanaan

dalam mengontrol penyediaan makanan tertentu baik untuk kesehatan anak

maupun sebagai pemberian hadiah (reward) atau hukuman (punishment)

(Benton, 2003). Pemberian suatu makanan sebagai hadiah untuk anak

karena mau memakan makanan yang disediakan oleh orangtua akan

meningkatkan keinginan anak untuk memakan makanan yang dijadikan

hadiah tersebut (Birch dalam Pohjanheimo, 2010). Sebaliknya, saat

anak-anak diberikan hukuman karena tidak mau mengkonsumsi suatu makanan

yang disediakan oleh orangtua, keinginan makan dan kesukaan anak

terhadap makanan tersebut menjadi berkurang. Dengan demikian, orangtua

ikut menentukan penyediaan makanan dalam keluarga dan pemberian

(45)

c. Media

Menurut Miller, media merupakan sarana promosi yang penting

bagi industri makanan dan pemerintah supaya masyarakat dapat

memahami pesan yang disampaikan mengenai suatu makanan bagaimana

efek dari pembelian serta konsumsi makanan itu sendiri (dalam Shepherd

dan Raats, 2006). Banyak argumen mengenai efek dari media yang

sebagian besar negatif. Konsumen dan terutama anak-anak disikapi

sebagai risiko yang paling rapuh dari pesan media. Masalah ini muncul

karena individu tidak hanya menyerap informasi secara pasif namun

individu lebih mengintepretasi dan mengkontekstualisasi informasi baru.

Proses ini terjadi karena individu berusaha mengaitkan informasi yang

diterima dengan pengalaman masa lalu sehingga memunculkan asumsi

mereka sendiri sebelum memutuskan informasi tersebut dapat dipercaya

atau ditolak. Tentu saja, hal ini terkait dengan dampak iklan terhadap sikap

individu dalam memilih makanan.

D. Sikap Anak terhadap Makanan Yang Disediakan Di Rumah

Sikap anak terhadap makanan adalah keteraturan dari komponen

kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam diri anak yang

kemudian menjadi dasar dari kecenderungan anak untuk bertindak terhadap

makanan tertentu. Hal ini didasari oleh pandangan, perasaan, dan keyakinan

(46)

diungkap berdasarkan rasa suka, pandangan, serta kecenderungan anak untuk

bertindak secara positif terhadap suatu makanan dan begitu pula sebaliknya.

Proses sikap mengenai makanan pada anak-anak dimulai saat informasi

mengenai makanan mulai dihimpun oleh panca indera. Kemudian anak-anak

menyeleksi informasi mengenai pilihan makanan dari sekian banyak

informasi yang masuk untuk diberikan perhatian utama. Setelah itu,

anak-anak menambahkan informasi lain mengenai makanan tersebut sehingga

informasi menjadi lengkap kemudian menyusunnya menjadi bentuk yang

lebih teratur. Selanjutnya, anak-anak memberi makna atau arti terhadap

informasi yang sudah terbentuk teratur tersebut. Pemberian arti atau makna

pada bentuk-bentuk yang teratur itu disebut menginterpretasi. Pada langkah

ini telah diperoleh pemahaman atau pengertian dari informasi yang diterima

(Rakhmat, 2000)

Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap anak terhadap

makanan di rumah, antara lain : jenis karakteristik sensorik makanan, suasana

hati, orangtua, dan media. Karakteristik sensoris makanan berperan penting

dalam menentukan kesukaan anak terhadap suatu makanan. Jenis

karakteristik sensorik makanan ini, meliputi penyajian, tekstur, dan rasa serta

aroma makanan. Rasa dan aroma serta tekstur makanan memiliki peran

penting bagi anak dalam mempersepsi makanan. Akan tetapi, tampilan visual

makanan juga memiliki peran penting untuk membangkitkan keinginan anak

untuk makan. Anak-anak dapat mempersepsi negatif dan tidak suka terhadap

(47)

makanan yang lembek, berair, tidak matang ikut berpengaruh menentukan

ketidaksukaan seseorang terhadap makanan. Hal ini didukung oleh

pernyataan Eertman yang mengatakan bahwa anak-anak biasanya menilai

bahwa rasa makanan menjadi yang paling penting dalam pemilihan makanan

(dalam Pohjanheimo, 2010).

Anak-anak dan remaja memakan lebih banyak makanan yang mereka

sukai. Hal ini tentu dipengaruhi oleh suasana hati yang meliputi perasaan

senang dan tidak senang terhadap suatu makanan. Hal tersebut merupakan

konsep dasar yang ikut memotivasi seseorang dalam memilih untuk

mengkonsumsi makanan tertentu. Sensasi yang dirasakan oleh individu saat

mengkonsumsi makanan manis yaitu perasaan senang. Sebaliknya, sensasi

yang berbeda dirasakan oleh individu saat memakan makanan asam dan pahit

(dalam Shepherd dan Raats, 2006).

Faktor yang tidak kalah penting dan memiliki peran untuk membentuk

sikap anak terhadap makanan di rumah yaitu orangtua (Parental Style).

Menurut Benton, orangtua memiliki kebijaksanaan dalam mengontrol

penyediaan makanan tertentu baik untuk kesehatan anak maupun pemberian

hadiah (reward) atau (punishment) (2003). Hal tersebut juga didukung oleh

penelitian Wardle dan Cooke (dalam Pohjanheimo, 2010) yang menunjukkan

bahwa ada korelasi yang kuat antara rasa tidak suka terhadap suatu makanan

tertentu dengan pernah atau tidaknya seorang anak mencoba makanan

tersebut. Hal tersebut mengindikasikan jika seorang anak tidak terbiasa

(48)

Pemberian suatu makanan sebagai hadiah akan meningkatkan

keinginan dan kesukaan anak untuk memakan makanan yang disediakan di

rumah (Benton, 2003).Hal ini menunjukkan bahwa pilihan makanan

anak-anak berkorelasi tinggi dengan orangtuanya. Menurut Unusan, penggunaan

makanan yang dibiasakan pada masa kanak-kanak berkorelasi positif dengan

kebiasaan makan saat usia dewasa (dalam Pohjanheimo, 2010). Oleh karena

itu, perkembangan pola makan yang sehat pada individu selama masa

kanak-kanak menjadi penting supaya memiliki pola makan yang sehat pula saat

dewasa.

Tentu saja, proses terbentuknya sikap anak-anak mengenai makanan

sangat terkait dengan tahap perkembangan kognitif. Saat anak masuk sekolah,

dunia dan minat anak-anak bertambah luas sehingga bertambah pula

pengertian tentang manusia dan benda-benda yang sebelumnya kurang atau

tidak berarti. Anak-anak sekarang memasuki apa yang oleh Piaget disebut

“tahap operasional konkret” dalam berpikir dimana konsep yang samar-samar

dan tidak jelas sekarang menjadi konkret dan tertentu. Anak kemudian juga

dapat menghubungkan arti baru dengan konsep lama berdasarkan apa yang

dipelajari setelah masuk sekolah. Karena pengalaman anak yang lebih besar

dan lebih beragam daripada pengalaman anak prasekolah, dapat dimengerti

bahwa konsepnya berubah ke berbagai arah dan menjadi semakin beragam.

Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian ini penulis ingin

mengukur sikap anak usia terhadap makanan dengan cara menggunakan

(49)

Pentingnya untuk mengukur sikap anak ini yaitu untuk memahami

unsur-unsur apa yang disukai dan tidak disukai oleh anak sehingga dapat dilakukan

penyediaan makanan atau “feeding” yang lebih menarik perhatian anak untuk

(50)

E. Skema Sikap Anak Terhadap Makanan Yang Disediakan Di Rumah

Gambar 1. Skema sikap anak terhadap makanan yang disediakan di

rumah.

ANAK

(MIDDLE CHILDHOOD) Perkembangan Kognitif : Tahap Operasional Konkrit

Anak mampu melakukan penalaran yang konkrit terhadap objek sikap yaitu makanan , yang karakteristik sensorisnya terdiri dari :

(51)

33

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian

deskriptif kuantitatif merupakan jenis penelitian yang bertujuan untuk

mendeskripsikan (memaparkan) atau memberi gambaran terhadap objek yang

diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya tanpa ada

manipulasi dan tanpa melakukan analisis. Penelitian ini lebih menekankan

pada data faktual dan tidak membuat kesimpulan yang berlaku umum.

Penelitian ini tidak menguji atau menggunakan hipotesa, tetapi hanya

mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel yang diteliti

(Nursalam, 2003). Penelitian ini menggunakan data kuantitatif yaitu data

yang diperoleh melalui analisis skor jawaban subjek pada skala sebagaimana

adanya. Dengan penelitian ini, peneliti akan memberikan gambaran secara

umum tentang sikap anak terhadap makanan yang disediakan di rumah

berdasarkan analisis skor jawaban subjek pada skala yang diberikan.

B. Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan objek penelitian atau apa yang

menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto,2006). Dalam penelitian ini

hanya terdapat satu variabel penelitian yaitu sikap anak terhadap makanan

(52)

C. Definisi Operasional

Sikap anak terhadap makanan yang disediakan di rumah

didefinisikan sebagai interaksi dari pikiran, perasaan, dan kecenderungan

tindakan anak terhadap makanan yang disajikan di rumah. Dalam penelitian

ini, sikap anak akan diungkap melalui skala sikap dimana obyek sikap adalah

jenis karakteristik sensorik makanan yang sesuai dengan pendapat Bourne

(2007). Jenis karakteristik sensorik makanan tersebut terdiri dari penyajian

makanan (tampilan visual), tekstur, dan rasa dan aroma. Skor total yang

diperoleh dari subjek menunjukkan arah sikap subjek. Semakin tinggi skor

yang diperoleh subjek, maka sikapnya semakin positif. Sebaliknya, semakin

rendah skor yang diperoleh subjek, makan sikapnya semakin negatif.

D. Subjek Penelitian

Pengambilan subjek harus dilakukan dengan sedemikian rupa

sehingga diperoleh subjek yang dapat menggambarkan keadaan populasi yang

sebenarnya atau bersifat representatif . Subjek dalam penelitian ini diambil

dengan teknik “ purposive sampling”, yaitu dengan didasarkan atas adanya

tujuan tertentu, dengan syarat memenuhi karakteristik atau ciri-ciri tertentu

sehingga hasilnya dapat digeneralisasikan pada populasi dengan karakteristik

yang sama (Arikunto, 2006).

(53)

a. Memiliki usia pertengahan masa kanak-kanak (middle childhood)

Usia ini dipilih mengingat pada masa pertengahan anak-anak,

perkembangan kognitif pada masa ini berada pada tahap operasional

konkret. Anak middle childhood mampu berpikir logis mengenai

kejadian-kejadian konkret, memahami konsep percakapan, mengorganisasikan

kelas-kelas hierarki (klasifikasi) dan menempatkan objek-objek dalam

urutan yang teratur (serialisasi) (Santrock, 2007). Dalam penelitian ini,

subjek yang akan digunakan adalah siswa kelas 4 dan 5 SD. Alasan

pemilihan subjek pada usia ini karena usia kelas 4 dan 5 SD berada pada

rentang pertengahan masa kanak-kanak, yaitu 7-12 tahun dan sudah dapat

mengerti jika diminta untuk mengerjakan pertanyaan tertulis karena

memiliki pengetahuan dan penalaran yang lebih tinggi dibandingkan

anak-anak SD kelas 1, 2, atau 3.

b. Tersedia makanan yang dibuat di rumah

Alasan dipilihnya kriteria ini untuk mengetahui ketersediaan makanan

yang dibuat di rumah sebagai salah satu syarat dilakukan penelitian ini.

Apabila anak-anak tidak mencantumkan ketersediaan makanan yang

dibuat di rumah, maka skala penelitian ini tidak bisa diolah menjadi data

(54)

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah penggunaan

skala sikap subjek yang digunakan untuk mengungkap aspek-aspek yang

hendak diukur. Subjek diminta untuk memilih salah satu jawaban yang paling

sesuai dengan dirinya.

Skala akan di uji cobakan terlebih dahulu sebelum digunakan dalam

penelitian. Hal ini untuk mengetahui validitas isi dan reliabilitas alat ukur. Alat

ukur yang telah memenuhi kualifikasi validitas isi dan reliabilitas inilah yang

akan digunakan dalam penelitian.

Metode yang digunakan dalam skala sikap terhadap makanan yang

disediakan di rumah ini adalah metode Likert. Dalam metode ini

masing-masing item terdiri dari 3 kategori jawaban yaitu, Ya (Y), Ragu-Ragu (RR),

dan Tidak (T). Setiap kategori diberi skor :

a. Untuk item yang favorable jawabannya : Ya, Ragu-Ragu, dan Tidak,

masing-masing diberi skor 3, 2, dan 1

b. Untuk item yang unfavorable jawabannya : Ya, Ragu-Ragu, dan Tidak,

masing-masing diberi skor 1,2, dan 3.

Skala ini disusun berdasarkan karakteristik makanan yang terbagi

menjadi 3 yaitu penampilan makanan, tekstur, rasa dan aroma (dalam Chen,

2007). Penampilan makanan menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan

bentuk geometris, ukuran, kemasan, sifat permukaan, warna dan kilauan

makanan. Rasa dan aroma menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan

(55)

makanan menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan tingkat kekerasan, daya

rekat, elastisitas, sifat menyerap atau merembes, kadar air, sifat kekasaran dan

kepaduan makanan.

Tabel 2

Blue Print Skala Sikap Anak Terhadap Makanan Sebelum Uji Coba

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

Dalam sebuah penelitian diperlukan adanya validitas dan reliabilitas. Hal ini

digunakan untuk mengetahui apakah alat ukur yang digunakan dalam

penelitian tersebut cukup dapat mengungkap aspek yang hendak diukur serta

mengetahui konsisten atau keterpercayaan hasil ukur.

1. Validitas

Validitas sebuah pengukuran digunakan untuk mengetahui apakah sebuah

pengukuran itu mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan

tujuan pengukurannya. Secara teoritik, pengukuran yang disusun

berdasarkan kawasan ukur yang teridentifikasi dengan baik dan dibatasi

dengan jelas akan dinilai valid. Validitas yang digunakan dalam penelitian

Aspek Nomor Item Jumlah

Item Penampilan Makanan

Bentuk menarik 1, 31,21,51,11,41 6

Penyajian menarik 2,32,22,52,12,42 6

Warna menarik 3,33,23,53,13,43 6

Jumlah item penampilan makanan 18

Tekstur

Empuk atau lunak 4,34,35,24,54,14,45 7

Kekenyalan 5,25,55,15,44 5

Jumlah item tekstur 12

Rasa dan Aroma

Rasa enak 46,48,50,16,18,20,36,38,40,6,8,10,56,58,60,26,28,30 18

Aroma enak atau harum 47,49,17,19,37,39,7,9,57,59,27,29 12

(56)

ini yaitu validitas isi karena pengujian validitas menggunakan

indikator-indikator dalam bentuk item-item yang dicocokkan dengan definisi

operasionalnya (Azwar, 1997).

2. Seleksi Item

Setelah melakukan uji validitas isi, maka peneliti melakukan

seleksi item. Seleksi item digunakan untuk menguji karakteristik

masing-masing item yang menjadi bagian tes yang bersangkutan. Item-item yang

memenui syarat kualitas saja yang boleh diikutkan menjadi bagian tes.

Salah satu kualitas yang dimaksudkan adalah konsistensi antara item

dengan tes secara keseluruhan, atau disebut juga dengan konsistensi

item-total. Prosedur pengujian konsistensi item-total akan menghasilkan

koefisiensi korelasi item-total (rix). Prosedur pengujian konsistensi item

total akan menghasilkan koefisien korelasi item total(rix) yang umumnya

dikenal dengan sebutan indeks daya beda item (Azwar, 2001). Oleh karena

itu, perlu untuk mengetahui item-item mana saja yang mempunyai daya

diskriminasi item yang tinggi. Dalam skala sikap ini, item yang memiliki

daya diskriminasi yang tinggi adalah item yang mampu membedakan

subyek yang bersikap positif dan yang bersikap negatif. Besarnya

koefisien korelasi item-total bergerak dari 0 sampai dengan 1,00 dengan

tanda positif atau negatif (Azwar,1999). Kriteria pemilihan item

(57)

Uji coba skala dilakukan di SD Negeri Timbulharjo, Paingan,

Maguwoharjo dengan menggunakan siswa kelas empat sebanyak 40 anak

dan kelas lima sebanyak 39 anak. Dari 60 item skala yang diberikan, ada

24 item yang gugur. Banyaknya item yang gugur disebabkan oleh

item-item skala sikap memiliki korelasi item-item total yang rendah atau bernilai <

0.25.

Tabel 3

Blue Print Skala Sikap Anak Terhadap Makanan Sesudah Uji Coba

*angka dicetak miring dan tebal adalah item-item yang gugur *

3. Reliabilitas

Reliabilitas diartikan sebagai konsistensi atau keterpercayaan hasil

ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Pengukuran yang

tidak reliabel akan diragukan hasil pengukurannya. Reliabilitas dinyatakan

oleh koefisien reliabilitas (rxx) yang rentang angkanya dari 0 hingga 1,00.

Koefisien reliabilitas yang mendekati angka 1 berarti semakin tinggi

reliabilitasnnya. Sebaliknya, jika koefisien reliabilitas mendekati angka 0

Aspek Nomor Item Jumlah

Item Penampilan Makanan

Bentuk menarik 1, 31,21,51,11,41 3

Penyajian menarik 2,32,22,52,12,42 5

Warna menarik 3,33,23,53,13,43 3

Jumlah item penampilan makanan 11

Tekstur

Empuk atau lunak 4,34,35,24,54,14,45 4

Kekenyalan 5,25,55,15,44 2

Jumlah item tekstur 6

Rasa dan Aroma

Rasa enak 46,48,50,16,18,20,36,38,40,6,8,10,56,58,60,26,28,30 9

Aroma enak atau harum 47,49,17,19,37,39,7,9,57,59,27,29 10

(58)

berarti semakin kecil reliabilitasnya (Azwar, 1997). Suatu alat ukur dapat

dikatakan reliabel jika memiliki nilai koefisien sebesar 0,60 sampai 0,90

(Azwar, 1997). Nilai koefisien reliabilitas pada skala sikap anak terhadap

makanan adalah 0.84. Maka skala yang digunakana dalam penelitian ini

bisa dikatakan reliabel.

G. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini dibuat sebagai panduan bagi peneliti dalam

melaksanakan penelitian ini. Langkah-langkah yang akan dilakukan adalah

sebagai berikut :

1. Membuat item skala dan menguji validitas skala

Item skala dibuat berdasarkan aspek-aspek variabel yang telah

digambarkan dalam tabel blue-print. Kemudian item-item tersebut

akan diuji validitasnya oleh professional judgement yang dalam hal ini

adalah dosen pembimbing skripsi.

2. Meminta ijin penelitian untuk menyebar skala dan mengadakan

kegiatan pada siswa kelas 4 dan 5 SD.

Peneliti membuat sebuah proposal yang akan ditujukan pada pihak

sekolah untuk dapat mengadakan kegiatan di sekolah tersebut dengan

menggunakan subjek siswa dari kelas 4 dan 5. Peneliti juga meminta

surat keterangan penelitian dari fakultas untuk perijinan penelitian.

Gambar

Tabel 1: Faktor-Faktor Sensori Utama Dalam Makanan
Tabel 1 Faktor –Faktor Sensori Utama Dalam Makanan
Gambar 1. Skema sikap anak terhadap makanan yang disediakan di
Tabel 2 Blue Print Skala Sikap Anak Terhadap Makanan Sebelum Uji Coba
+4

Referensi

Dokumen terkait

Simpulan yang dapat ditarik adalah sapi bali di daerah Ungasan, Kutuh, dan Peminge telah tertular rabies, serta kerugian yang di alami oleh peternak dari tiga

Untuk interaksi, distribusi akar tertinggi ditemukan pada jarak 45 em dari lubang dengan kedalaman 10 em (1-45 x K-IO) namun ini tidak berbeda

Kesenian yang dimiliki Kabupaten Gunungkidul bermacam – macam jenis kesenian yang ada di Gunungkidul khususnya di desa Kemadang masih banyak dari tabel dibawah merupakan

Kim (32) dan Huang (33) mengamati apoptosis pada kanker servik yang diberi perlakuan dengan radioterapi dan memperoleh bahwa indeks apoptosis spontan yang rendah mencerminkan

Pengadaan alat peraga Montessori di Sekolah Dasar nampaknya masih belum menjadi harapan karena ketersediaan alat peraga di Sekolah Dasar sendiri masih perlu mendapat

Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum Perkembangan Sel Betina adala Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum Perkembangan Sel Betina adala untuk memlelajari perkembangan katak

Pada penelitian ini, permodelan kolom beton bertulang untuk analisa kegagalan prematur pada selimut beton dengan menggunakan metode elemen hingga tidak linear akan dilakukan dengan

Keterkaitan antara semiotika Roland Barthes dengan hasil penelitian ini nantinya peneliti dapat melihat dan mengamati serta mengungkapkan makna dan tanda nilai-nilai