• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGGUNAAN DAUN KELOR DAN PENAMBAHAN Sargassum sp. TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORIS BERAS ANALOG - Repository UNRAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH PENGGUNAAN DAUN KELOR DAN PENAMBAHAN Sargassum sp. TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORIS BERAS ANALOG - Repository UNRAM"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN DAUN KELOR DAN

PENAMBAHAN

Sargassum

sp. TERHADAP

SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORIS

BERAS ANALOG

ARTIKEL ILMIAH

OLEH:

HUSNITA KOMALASARI

J1A013050

FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI

UNIVERSITAS MATARAM

(2)
(3)

1

PENGARUH PENGGUNAAN DAUN KELOR DAN PENAMBAHAN Sargassum sp. TERHADAP SIFAT

FISIKOKIMIA DAN SENSORIS BERAS ANALOG

[The Effect Of Using Moringa Leaf And The Addition Of Sargassum sp. On Physicochemical And Sensory Properties Of Analog Rice]

Husnita Komalasari1)*, Satrijo Saloko2) dan Yeni Sulastri 2)

1) Mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram

2)Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram

*E-mail : [email protected]

ABSTRACT

This study aimed to determine the effect of using Moringa leaf and the addition of Sargassum sp. on physicochemical and sensory properties of analog rice. This research used randomized block design with two factors that is using moringa leaf (fresh moringa leaf and moringa leaf flour) and the addition of Sargassum sp. (0,5%; 1% and 1,5%) consisted of 6 treatments and 3 replications. The data were analyzed by analysis of variance at α = 5% using Co-stat software and use the advanced test by duncan multiple range test. The results showed that using moringa leaves significantly differences on weight of thousand grains, density of kamba, ºHue, moisture content, protein content, aroma (scoring) and taste. The addition of Sargassum sp. significantly differences on weight of thousand grains, rehydration power, density of kamba, moisture content, protein content, taste (hedonic) and aroma (scoring). The interaction of using Moringa leaf and the addition of Sargassum sp. had significantly differences on weight of thousand grains, density of kamba, protein content, taste (hedonic), aroma (hedonic) and texture. Used fresh moringa leaf and the addition 1% Sargassum sp. was the best treatment with weight of one thousand grains 20,1467 g; rehydration power 57,6766%; density of kamba 0,5540 g/ml; L* value 26,8567; ºHue 77,4693; moisture content 10,4256%; protein content 5,7402%; antioxidant activity 85,6007% and from its sensory character acceptable recording by the panelists.

Keywords : analog rice, moringa leaf, Sargassum sp.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan daun kelor dan penambahan

Sargassum sp. terhadap sifat fisikokimia dan sensoris beras analog. Penelitian ini menggunakan

rancangan acak kelompok dengan dua faktor yaitu penggunaan daun kelor (kelor segar dan tepung daun kelor) dan penambahan Sargassum sp. (0,5%; 1% dan 1,5%) yang terdiri dari 6 perlakuan dan 3 ulangan. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis keragaman pada α = 5% menggunakan

software Co-stat serta menggunakan uji lanjut jarak ganda duncan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa

penggunaan daun kelor berpengaruh secara signifikan terhadap berat seribu butir, densitas kamba, warna ºHue, kadar air, kadar protein, rasa dan aroma (skoring). Penambahan Sargassum sp. berpengaruh secara signifikan terhadap parameter berat seribu butir, daya rehidrasi, densitas kamba, kadar air, kadar protein, rasa (hedonik) dan aroma (skoring). Interaksi penggunaan daun kelor dan penambahan Sargassum sp. berpengaruh secara signifikan terhadap berat seribu butir, densitas kamba, kadar protein, rasa (hedonik), aroma (hedonik) dan tekstur. Penggunaan daun kelor segar dan penambahan 1% Sargassum sp. merupakan perlakuan terbaik dengan nilai berat seribu butir 20,1467 g; daya rehidrasi 57,6766%; densitas kamba 0,5540 g/ml; nilai L 26,8567; ºHue 77,4693; kadar air 10,4256%; kadar protein 5,7402%; aktivitas antioksidan 85,6007% dan dari sifat sensorisnya dapat diterima oleh panelis.

Kata Kunci : beras analog, daun kelor, Sargassum sp.

(4)

2 PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk sebesar 252 juta jiwa pada tahun 2014 dan naik menjadi 254,9 juta jiwa pada tahun 2015 (BPS, 2015). Hal ini menandakan akan terjadi kenaikan kebutuhan pangan penduduk yang harus dipenuhi setiap harinya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan mengurangi angka impor beras yaitu melalui diversifikasi pangan pokok penduduk dari beras padi menjadi beras analog.

Beras analog adalah beras yang diproduksi menggunakan sumber daya lokal selain padi yang nilai karbohidratnya hampir mendekati beras dari padi (Samad, 2003). Salah satu bahan pangan yang memiliki potensi sebagai bahan baku beras analog adalah Jagung atau Zea mays L. yang merupakan tanaman jenis serealia dan bahan pangan terpenting kedua setelah beras. Jagung kuning dipilih sebagai bahan sumber karbohidrat dengan kadar amilosa sebesar 15,3-25,1% dan sisanya adalah amilopektin.

Sumber karbohidrat lain yang digunakan dalam pembuatan beras analog ini yaitu umbi kentang hitam. Umbi kentang hitam (Coleus

tuberosum) merupakan salah satu tanaman

pangan sumber karbohidrat yang memiliki peluang besar untuk dikembangkan menjadi beras analog. Hal ini didorong oleh berbagai nutrisi serta manfaatnya bagi kesehatan. Menurut penelitian Nugraheni (2013), kentang hitam memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai makanan fungsional berbasis potensi lokal sebagai alternatif mencegah penyakit akibat stress oksidatif. Hal ini didukung

oleh penelitian Hsum dkk (2008) menunjukkan bahwa ekstrak umbi kentang hitam memiliki senyawa potensial sebagai antitumor yaitu fitosterol dan asam triterpenoat.

Bahan lainnya yang juga digunakan dalam pembuatan beras analog ini adalah kelor (Moringa

oleifera). Kelor diketahui mengandung lebih dari

40 antioksidan dan 539 senyawa lainnya yang dikenal dalam pengobatan tradisional Afrika dan India (Ayurvedic) serta telah digunakan dalam pengobatan tradisional untuk mencegah lebih dari 300 penyakit. Penggunaan kelor juga dapat berperan sebagai bahan tambahan sumber protein, sedangkan kadar protein pada daun kelor berbeda-beda setelah adanya proses pengolahan yaitu 6,7 g/100 g dalam keadaan segar dan 27,1 g/100 g dalam bentuk serbuk. Begitu pula dengan kandungan senyawa lainnya seperti mineral, vitamin, asam amino dan lainnya (Krisnadi, 2015).

Selain jagung kuning, kentang hitam dan daun kelor, rumput laut juga dibutuhkan dalam pembuatan produk beras analog. Jenis rumput laut yang dapat digunakan adalah jenis Sargassum sp. yang merupakan sumber alginat dengan kandungan 20-27% natrium alginat (Bourret, 2003). Berdasarkan penelitian Yuliahastina (2017) menunjukkan bahwa pengunaan rumput laut jenis

Eucheuma cottonii sebesar 1% menghasilkan

beras analog ubi ungu, kacang gude dan jagung dengan kualitas tekstur terbaik.

(5)

3 Sejauh ini, penelitian mengenai pengaruh

bentuk penambahan daun kelor dan konsentrasi rumput laut yang sesuai untuk memproduksi beras analog kentang hitam belum pernah dilakukan, sehingga belum diketahui perlakuan yang tepat untuk dapat menghasilkan produk beras analog fungsional yang berkualitas. Oleh karena itu, telah

dilakukan penelitian tentang pengaruh

penggunaan daun kelor dan penambahan

sargassum sp. terhadap sifat fisikokimia dan

sensoris beras analog. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan daun kelor dan konsentrasi rumput laut jenis Sargassum sp. yang dapat menghasilkan beras analog berbahan dasar jagung dan kentang hitam dengan mutu terbaik.

METODOLOGI Alat dan Bahan Penelitian A.Alat-alat penelitian

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mini ekstruder, panci, dandang. baskom, piring, sendok, pisau, kain saring, sarung tangan plastik, tisu, mixer, masker,

slicer, timbangan digital merk KERN, ayakan 80

mesh merk Retsch, stopwatch, blender merk PHILLIPS, oven tipe cabinet dryer, cawan porselin, desikator CSN simax, timbangan analitik merk KERN AJB, gelas beaker ukuran 500 ml, labu takar, kuvet, mortar, pestle, disc mill, batang pengaduk glassware, hot plate CS 76083X,

erlenmeyer, thermometer, desikator, lemari asam,

mortar, tabung reaksi, kuvet, pipet tetes, pipet

volume, shaker, sentrifugase dan Colorimeter

MSEZ User Manual.

B.Bahan-bahan penelitian

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah umbi kentang hitam, jagung pipil, daun kelor, air, rumput laut Sargassum sp.,

Cu2SO4, K2SO4, H2SO4 pekat, aquades, NaOH 40%, H3BO3 3%, H2SO4 0,1 N; H2SO4 1,25%; NaOH 3,25%; kertas saring, silika gel, alkohol 36% dan indikator pp.

Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian pembuatan beras analog dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama adalah persiapan bahan baku dan tahap kedua adalah pembuatan beras analog sesuai dengan formulasi.

A.Persiapan Bahan Baku

1. Pembuatan Tepung Jagung Kuning

Bahan yang digunakan untuk membuat tepung jagung adalah biji jagung kuning pipil yang diperoleh dari tempat penggilingan jagung di desa Arjangka, Kecamatan Pringgarata Kabupaten Lombok Tengah. Biji jagung disortasi, dicuci, ditiriskan kemudian dikeringkan menggunakan

cabinet dryer pada suhu 60oC selama 3 jam,

selanjutnya ditepungkan menggunakan disc mill dan diayak dengan menggunakan ayakan ukuran 80 mesh sehingga didapatkan tepung jagung 2. Pembuatan Tepung Kentang Hitam

Bahan yang digunakan untuk membuat tepung kentang hitam adalah umbi kentang hitam varietas lokal yang segar dan tidak cacat diperoleh dari pasar Kebon Roek, Ampenan kota Mataram. Umbi disortasi, dikupas, dicuci, dikecilkan ukurannya kemudian dikeringkan menggunakan

cabinet dryer menggunakan suhu 50oC selama 5

jam. Selanjutnya dilakukan penepungan dan diayak dengan menggunakan pengayakan ukuran 80 mesh, sehingga didapatkan tepung kentang hitam.

3. Pembuatan Tepung Sargassum sp.

Bahan yang digunakan untuk membuat tepung Sargassum sp. adalah rumput laut jenis

(6)

4 Lombok Timur. Disortasi, dicuci, dikecilkan

ukurannya kemudian dikeringkan pada suhu 40°C

selama 7 jam menggunakan cabinet dryer,

selanjutnya ditepungkan menggunakan waring

blender commercial dan diayak dengan ayakan

ukuran 80 mesh sehinggan didapatkan tepung rumput laut.

4. Pembuatan Ekstrak Daun Kelor Segar Bahan yang digunakan untuk perlakuan daun kelor segar adalah daun kelor yang memiliki daun berwarna hijau muda dan hijau tua, segar dan tidak kering yang diperoleh dari Dusun Sintung Timur, Desa Sintung Kecamatan Pringgarata Kabupaten Lombok Tengah. Disortasi, dicuci, di steam blanching pada suhu 80oC selama 30 detik, dihaluskan dengan diblender dan ditambahkan 100 ml air dari 200 ml air yang seharusnya ditambahkan pada saat proses pencampuran. Disaring menggunakan kain saring sehingga didapatkan ekstrak daun kelor segar. 5. Pembuatan Tepung Daun Kelor

Bahan yang digunakan untuk membuat bubur daun kelor adalah daun kelor yang memiliki daun berwarna hijau muda dan hijau tua, segar dan tidak kering yang diperoleh dari desa Sintung kecamatan Pringgarata kabupaten Lombok Tengah. Dicuci, ditiriskan, disortasi selanjutnya di

steam blanching pada suhu 80oC selama 30 detik,

dikeringkan menggunakan cabinet dryer pada suhu 50oC selama 1 jam 30 menit. Kemudian dilakukan penepungan menggunakan blender hingga halus dan diayak dengan menggunakan ayakan 80 mesh sehingga didapatkan tepung daun kelor.

B.Pembuatan Beras Analog Fungsional Ditimbang masing-masing bahan baku yang akan digunakan meliputi 87,5% atau 437,5 g tepung jagung, 10% atau 50 g tepung kentang

hitam, 2,5% atau 12,5 g daun kelor segar, 2,5% atau 12,5 g tepung daun kelor, minyak sawitmerek TROPICAL 10 ml dan air hangat 200 ml.

Untuk perlakuan K1, dicampurkan tepung tepung jagung, kentang hitam dan tepung

Sargassum sp. sesuai perlakuan hingga merata.

Ditambahkan minyak sawit, air hangat dan ekstrak

daun kelor, campurkan menggunakan mixer

hingga homogen. Untuk perlakuan K2,

dicampurkan tepung jagung, tepung kentang hitam, tepung daun kelor dan tepung Sargassum sp. (sesuai perlakuan) menggunakan mixer hingga merata. Ditambahkan minyak sawit dan air hangat, mixer hingga homogen.

Dilakukan pengukusan sampai suhu adonan 85°C, dicetak menggunakan mini ekstruder dengan kecepatan 30 Hz. Kemudian dikeringkan menggunakan cabinet dryer selama 2 jam pada suhu 60°C. Dikemas beras analog kering dalam kemasan tertutup dan disimpan pada suhu kamar yaitu 28°C, sampai dilakukannya analisis fisikokimia.

Dilakukan penanakan beras analog dengan perbandingan air dan beras analog sebesar 1,5 : 1, dimasak dengan suhu sedang selama 15 menit dan diaduk sebentar pada waktu 5 menit pertama agar air tersebar merata, sehingga akan terbentuk nasi analog.

Cara Pengamatan

Parameter yang diamati dalam penelitian ini yaitu parameter fisik meliputi berat seribu butir (Setianingsih, 2008), daya rehidrasi (Aji dkk, 2014), densitas kamba (Okezie dan Bello, 1988) dan warna (Huntching, 1999). Parameter kimia meliputi kadar air, kadar protein (Sudarmadji

et.al., 1984), dan aktivitas antioksidan (Osawa dan

(7)

parameter rasa, aroma dan tekstur yang diuji secara hedonik dan skoring (Rahayu,1998).

Rancangan Percobaan dan Analisis Data Penelitian ini dirancang

Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan menggunakan dua faktor. Faktor pertama yaitu penggunaan daun kelor (K) yang terdiri dari 2

perlakuan dan konsentrasi penambahan

Sargassum sp. (R) yang terdiri dari 3 perlakuan

dengan perlakuan sebagai berikut: Faktor pertama : Penggunaan daun kelor

K1 = Daun kelor segar

Setiap aras perlakuan dikombinasikan sehingga diperoleh 6 formula perlakuan,

masing perlakuan diulangi sebanyak

sehingga diperoleh 18 unit percobaan. Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis keragaman

(Analysis of Variance) pada taraf nyata 5%

dengan menggunakan software

terdapat beda nyata maka dilakukan uji lanjut

dengan menggunakan Duncan Multiple Range

Test (DMRT) untuk semua parameter pada taraf

nyata yang sama (Hanafiah, 2008). HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Fisik

A. Berat Seribu Butir

Berat seribu butir beras merupakan jumlah yang dapat menunjukkan bobot beras per seribu butirnya. Adapun pengaruh penggunaan daun kelor dan penambahan Sargassum

berat seribu butir beras analog dapat dilihat pada Gambar 1.

parameter rasa, aroma dan tekstur yang diuji (Rahayu,1998).

Rancangan Percobaan dan Analisis Data Penelitian ini dirancang menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan menggunakan dua faktor. Faktor pertama yaitu daun kelor (K) yang terdiri dari 2

perlakuan dan konsentrasi penambahan

sp. (R) yang terdiri dari 3 perlakuan dengan perlakuan sebagai berikut:

Faktor pertama : Penggunaan daun kelor

nsentrasi penambahan

Setiap aras perlakuan dikombinasikan a diperoleh 6 formula perlakuan,

masing-ulangi sebanyak 3 kali percobaan. Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis keragaman ) pada taraf nyata 5%

software Co-Stat. Apabila

dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range untuk semua parameter pada taraf nyata yang sama (Hanafiah, 2008).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berat seribu butir beras merupakan jumlah yang dapat menunjukkan bobot beras per seribu butirnya. Adapun pengaruh penggunaan daun

Sargassum sp. terhadap

log dapat dilihat pada

Gambar 1. Grafik Pengaruh Penggunaan Daun Kelor dan Penambahan Sargassum

Berat Seribu Butir Beras Analog

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kapital yang berbeda menunjukkan berbeda nyata untuk penggunaan daun kelor segar dan tepung daun kelor pada sampel penambahan

Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata untuk penambahan Sargassum

dan 1,5% (R3) pada sampel penggunaan daun kelor yang sama menurut uji duncan pada taraf nyata 5%.

Berdasarkan Gambar 1

rerata berat seribu butir beras analog berkisar antara 18,9800 g – 22,2400 g, tidak jauh berbeda dengan berat beras IR-64 yaitu sebesar 19,00 g (Setianingsih, 2008). Dari peneli

seribu butir tertinggi terdapat pada perlakuan K2R1 (penggunaan tepung daun kelor dan

penambahan 0,5% Sargassum

22,2400 g, sedangkan berat seribu butir terendah yaitu pada perlakuan K2R3 (penggunaan tepung daun kelor dan penambahan 1,5%

sebesar 18,9800 g.

Gambar 1 menunjukkan bahwa penggunaan daun kelor segar (K1) menghasilkan berat seribu butir beras analog lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan tepung daun kelor (K2). Hal ini dapat disebabkan karena beras an

dihasilkan dari tepung daun kelor memiliki kadar air yang lebih rendah, kepadatan yang lebih tinggi dan porositas yang lebih rendah dibandingkan beras analog yang dihasilkan dari daun kelor segar, sehingga beras analog dari tepung daun kelor memiliki berat seribu butir yang lebih tinggi.

Berdasarkan hasil pengamatan, semakin tinggi konsentrasi penambahan

21,5533 a

Sargassum sp. Terhadap

Berat Seribu Butir Beras Analog

angka yang diikuti oleh huruf kapital yang berbeda untuk penggunaan daun kelor segar dan ng daun kelor pada sampel penambahan Sargassum sp yang sama. angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukkan Sargassum sp. 0,5% (R1), 1% (R2) dan 1,5% (R3) pada sampel penggunaan daun kelor yang sama menurut uji duncan pada taraf nyata 5%.

Berdasarkan Gambar 1 diketahui bahwa rerata berat seribu butir beras analog berkisar 22,2400 g, tidak jauh berbeda 64 yaitu sebesar 19,00 g (Setianingsih, 2008). Dari penelitian ini berat seribu butir tertinggi terdapat pada perlakuan K2R1 (penggunaan tepung daun kelor dan

Sargassum sp.) sebesar

berat seribu butir terendah yaitu pada perlakuan K2R3 (penggunaan tepung han 1,5% Sargassum sp.)

menunjukkan bahwa penggunaan daun kelor segar (K1) menghasilkan berat seribu butir beras analog lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan tepung daun kelor (K2). Hal ini dapat disebabkan karena beras analog yang dihasilkan dari tepung daun kelor memiliki kadar air yang lebih rendah, kepadatan yang lebih tinggi dan porositas yang lebih rendah dibandingkan beras analog yang dihasilkan dari daun kelor segar, sehingga beras analog dari tepung daun liki berat seribu butir yang lebih tinggi. Berdasarkan hasil pengamatan, semakin tinggi konsentrasi penambahan Sargassum sp.

(8)

6 maka semakin rendah berat seribu butir, hal ini

disebabkan karena Sargassum sp. merupakan alga coklat sumber alginat yang termasuk hidrokoloid dan berfungsi sebagai gelling agent (Kartika, 2011). Kadar alginate yang semakin tinggi menyebabkan adonan menjadi semakin kaku atau kenyal. Setelah dilakukan proses pencetakkan dengan ukuran dan bentuk yang sama selanjutnya dilakukan proses pengeringan. Pengeringan dapat menyebabkan kadar air bahan menurun dan porositas meningkat, sehingga berat beras analog akan menurun seiring dengan menurunnya kepadatan.

2. Daya Rehidrasi

Rehidrasi menunjukkan kemudahan

penyerapan air dan kecepatan rekonstitusi (Nugroho, 2006). Pengujian daya rehidrasi pada beras analog dilakukan untuk mengetahui besarnya kemampuan bahan untuk menyerap air setelah proses perendaman dan pengukusan sehinggga beras tiruan (analog) bersifat instan

(Lindriati dkk, 2015). Adapun pengaruh

penggunaan daun kelor dan penambahan

Sargassum sp. terhadap daya rehidrasi beras

analog dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik Pengaruh Penggunaan Daun Kelor dan Penambahan Sargassum sp. Terhadap Daya Rehidrasi Beras Analog

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata untuk penambahan Sargassum sp. 0,5%; 1% dan 1,5% (R3) pada sampel penggunaan daun kelor yang sama menurut uji duncan pada taraf nyata 5%.

Berdasarkan Gambar 2 diketahui bahwa rerata daya rehidrasi beras analog berkisar antara 55,7237% – 63,8906%, tidak jauh berbeda dengan beras analog MOCAF dan jagung dari penelitian Saputra (2017) yaitu berkisar antara 58% - 63%. Dari penelitian ini daya rehidrasi tertinggi terdapat pada perlakuan K2R1 (penggunaan tepung daun kelor dan penambahan

0,5% Sargassum sp.) sebesar 55,7237%,

sedangkan daya rehidrasi terendah yaitu pada perlakuan K1R3 (penggunaan daun kelor segar dan penambahan 1,5% Sargassum sp.) sebesar 63,8906%.

Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan Sargassum sp. maka semakin tinggi daya rehidrasi beras analog yang dihasilkan. Hal ini dapat disebabkan karena Sargassum sp. merupakan alga coklat dengan kandungan alginate yang cukup tinggi yaitu sebesar 20-27% (Rachmat, 1999). Menurut Rachmat (1999) senyawa alginate secara fisika dan kimia merupakan senyawa polimer yang bersifat koloid, membentuk gel dan bersifat hidrofilik. Adanya sifat hidrofilik (mengikat air) inilah yang dapat

menyebabkan semakin tingginya kadar

penambahan Sargassum sp., maka semakin tinggi kandungan alginate serta daya rehidrasi beras analog yang dihasilkan.

3. Densitas Kamba

Densitas kamba adalah pengukuran berat jenis produk kering yang dihitung berdasarkan bobotnya dalam suatu wadah (Schutyser et al., 2015). Densitas kamba dipengaruhi oleh densitas padatan, geometri, ukuran dan sifat permukaan dari partikel individunya (Fellows, 2002). Adapun

pengaruh penggunaan daun kelor dan

penambahan Sargassum sp. terhadap densitas kamba beras analog dapat dilihat pada Gambar 3.

56,1581 b

Penambahan Sargassumsp. (%)

Kelor Segar

(9)

7 Gambar 3. Grafik Pengaruh Penggunaan Daun

Kelor dan Penambahan Sargassum sp. Terhadap Densitas Kamba Beras Analog

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kapital yang berbeda menunjukkan berbeda nyata untuk penggunaan daun kelor segar dan tepung daun kelor pada sampel penambahan Sargassum sp. yang sama. Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata untuk penambahan rumput laut 0,5%; 1% dan 1,5% pada sampel penggunaan daun kelor yang sama menurut uji duncan pada taraf nyata 5%.

Berdasarkan Gambar 3 diketahui bahwa rerata densitas kamba beras analog berkisar antara 0,5126 g/ml – 0,5994 g/ml, tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Handayani (2017) yang membuat beras analog dari tepung dan pati ubi ungu yang berkisar antara 0,464 g/ml - 0,598 g/ml. Dari penelitian ini diketahui densitas kamba

tertinggi terdapat pada perlakuan K1R1

(penggunaan daun kelor segar dan penambahan

0,5% Sargassum sp.) sebesar 0,5994 g/ml,

sedangkan densitas kamba terendah yaitu pada perlakuan K1R3 (penggunaan daun kelor segar dan penambahan 1,5% Sargassum sp.) sebesar 0,5126 g/ml.

Data densitas kamba berkaitan dengan hasil analisis berat seribu butir, yaitu semakin rendah berat seribu butir beras analog maka semakin rendah densitas kamba beras analog. Nilai densitas kamba beras analog yang lebih besar pada penggunaan tepung daun kelor (K2) menunjukkan bahwa beras analog tersebut memiliki porositas beras analog yang lebih rendah. Porositas yang rendah ini dapat dipengaruhi oleh

kadar air yang rendah dan kandungan gizi beras analog yang tinggi (Handayani dkk, 2017). Hal inilah yang mengakibatkan densitas kamba beras analog dari tepung daun kelor lebih tinggi dibandingkan daun kelor segar (Gambar 3).

Penambahan Sargassum sp. dengan

berbagai konsentrasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap densitas kamba beras analog pada penggunaan daun kelor segar (K1), sedangkan pada tepung daun kelor (K2) memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata. Hal ini dapat disebabkan karena daun kelor segar memiliki kadar air yang lebih tinggi dan

Sargassum sp. yang bersifat hidrofilik (menyerap

air). Saat proses pengeringan menyebabkan air yang terikat dalam bahan di lepaskan sehingga porositas meningkat dan densitas kamba semakin rendah. Lain halnya dengan penggunaan tepung daun kelor dengan kadar air yang rendah, sehingga penurunan densitas kamba memiliki perbedaan yang tidak berbeda nyata antar perlakuan.

4. Warna oHue

oHue adalah warna spektrum yang dominan

sesuai dengan panjang gelombangnya yang

dinyatakan berdasarkan nilai a dan b. deskripsi warna berdasarkan nilai oHue terbagi menjadi 10 kelompok yaitu red, yellow red, yellow, yellow green, green, blue green, blue, blue purple, purple

dan red purple. Adapun pengaruh penggunaan

Penambahan Sargassumsp. (%)

(10)

8 Gambar 4. Grafik Pengaruh Penggunaan Daun

Kelor dan Penambahan Sargassum sp. Terhadap Warna oHue Beras Analog

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kapital yang berbeda menunjukkan berbeda nyata untuk penggunaan daun kelor segar dan tepung daun kelor pada sampel penambahan Sargassum sp. yang sama.

Berdasarkan Gambar 4 diketahui bahwa rerata oHue beras analog berkisar antara 75,3937 – 81,1153 termasuk ke kelompok warna yellow red (kuning kemerahan) dengan oHue tertinggi terdapat pada perlakuan K2R3 (penggunaan tepung daun kelor dan penambahan 1,5%

Sargassum sp.) sebesar 81,1153, sedangkan oHue

terendah yaitu pada perlakuan K1R1 (penggunaan daun kelor segar dan penambahan 0,5%

Sargassum sp.) sebesar 75,3937.

Gambar 4 menunjukkan bahwa penggunaan daun kelor segar (K1) menghasilkan warna oHue lebih rendah dibandingkan penggunaan tepung daun kelor. Hal ini dapat disebabkan karena tepung daun kelor yang digunakan memiliki warna yang lebih pekat (gelap) dibandingkan dengan daun kelor segar, sehingga beras analog yang terdapat dalam bahan pangan sebagai komponen

pangan (Kusnandar, 2010). Peningkatan kadar air dalam beberapa pangan olahan dapat menjadi indikasi penurunan mutu, semakin tinggi kadar air maka semakin mudah rusak pangan tersebut, baik karena kerusakan mikrobiologis maupun reaksi kimia (Winarno, 2008). Adapun pengaruh penggunaan daun kelor dan penambahan

Sargassum sp. terhadap kadar air beras analog

dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik Pengaruh Penggunaan Daun Kelor dan Penambahan Sargassum sp. Terhadap Kadar Air Beras Analog

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kapital yang berbeda menunjukkan berbeda nyata untuk penggunaan daun kelor segar dan tepung daun kelor pada sampel penggunaan Sargassum sp. yang sama. Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata untuk penambahan Sargassum sp. 0,5%; 1% dan 1,5% pada sampel penggunaan daun kelor yang sama menurut uji duncan pada taraf nyata 5%.

Berdasarkan Gambar 5 diketahui bahwa rerata kadar air beras analog berkisar antara 5,5333% – 10,3626%, tidak jauh berbeda dengan hasil peneitian Handayani (2017) yang membuat beras analog dari tepung dan pati ubi ungu yaitu berkisar antara 8,0497% - 13,9576%. Dari hasil penelitian ini kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan K1R2 (penggunaan daun kelor segar

dan penambahan 1% Sargassum sp.) sebesar

10,3626%, sedangkan kadar air terendah yaitu pada perlakuan K2R1 (penggunaan tepung daun

kelor dan penambahan 0,5% Sargassum sp.)

sebesar 20,0333%.

Gambar 5. menunjukkan bahwa

penggunaan daun kelor segar (K1) menghasilkan

75,3937

A 80,5283A 81,1153A

0

Penambahan Sargassumsp. (%)

Kelor

Penambahan Sargassumsp. (%)

(11)

9 kadar air lebih tinggi dibandingkan penggunaan

tepung daun kelor (K2). Hal ini di duga disebabkan karena daun kelor segar yang digunakan memiliki kandungan air yang lebih tinggi yaitu sebesar 75% dibandingkan tepung daun kelor yang hanya sebesar 7,5%, sehingga

dapat memberikan pengaruh terhadap

peningkatan kadar air beras analog yang dihasilkan. Selain itu semakin tinggi konsentrasi penambahan Sargassum sp. maka semakin tinggi kadar air beras analog yang dihasilkan. Hal ini di

duga disebabkan karena Sargassum sp.

mengandung alginate sebesar 20-27% dan bersifat hidrofilik atau mengikat air (Rachmat, 1999). Sehingga semakin tinggi konsentrasi penambahan Sargassum sp. maka semakin tinggi kadar alginate serta semakin besar air yang terikat ke dalam bahan.

Berdasarkan hasil pengamatan, kadar air beras analog yang dihasilkan dari semua perlakuan memenuhi persyaratan kadar air yang aman untuk penyimpanan beras yaitu sebesar <14% (bb). Kadar air yang <14% (bb) mampu mencegah pertumbuhan kapang yang sering tumbuh pada serealia atau biji-bijian.

2. Kadar Protein

Protein merupakan senyawa makromolekul kompleks yang terdiri dari unsur C, H, O, N, S dan dalam bentuk kompleks mengandung unsur P. Protein merupakan suatu zat makanan yang paling penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno, 2008). Adapun pengaruh penggunaan daun kelor dan penambahan Sargassum sp. terhadap kadar protein beras analog dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik Pengaruh Penggunaan Daun Kelor dan Penambahan Sargassum sp. Terhadap Kadar Protein Beras Analog

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kapital yang berbeda menunjukkan berbeda nyata untuk penggunaan daun kelor segar dan tepung daun kelor pada sampel penambahan Sargassum sp. yang sama. Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata untuk penambahan Sargassum sp. 0,5%; 1% dan 1,5% pada sampel penggunaan daun kelor yang sama menurut uji duncan pada taraf nyata 5%.

Berdasarkan Gambar 6. diketahui bahwa rerata kadar protein beras analog berkisar antara 5,7340%–7,1591%, lebih tinggi dibandingkan kadar protein dari beras delangu yaitu sebesar 3,3563% (Handayani,2017). Kadar protein

tertinggi terdapat pada perlakuan K2R3

(penggunaan tepung daun kelor dan penambahan

1,5% Sargassum sp.) sebesar 7,1591%,

sedangkan kadar protein terendah yaitu pada perlakuan K1R1 (penggunaan daun kelor segar

dan penambahan 1% Sargassum sp.) sebesar

5,7340%.

Gambar 6 menunjukkan bahwa penggunaan daun kelor segar (K1) menghasilkan kadar protein beras analog lebih rendah dibandingkan penggunaan tepung daun kelor (K2). Hal ini di duga disebabkan karena bahan baku tepung daun kelor yang digunakan memiliki kadar protein sebesar 27,1 g/100 g, lebih tinggi dibandingkan daun kelor segar yaitu sebesar 6,7 g/100 g. Selain itu semakin tinggi penambahan Sargassum sp. maka semakin tinggi pula kadar protein beras

Penambahan Sargassumsp. (%)

Kelor Segar

(12)

10

Sargassum sp. juga ikut berperan dalam

meningkatkan kadar protein beras analog karena memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu sebesar 7,77% (Sosiawan, 1996).

3. Parameter Organoleptik

Pengujian sensoris atau organoleptik adalah

pengujian yang didasarkan pada proses

pengindraan. Reaksi atau kesan yang ditimbulkan karena adanya rangsangan dapat berupa sikap untuk mendekati atau menjauhi, menyukai atau

tidak menyukai akan benda penyebab

rangsangan. a. Rasa

Rasa merupakan salah satu parameter penting yang mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap suatu produk pangan, karena dengan parameter ini panelis dapat menilai suatu produk dari rasa enak, pahit, manis, asin, asam dan lain-lain. Pengujian terhadap rasa dilakukan dengan menggunakan indera pencicip manusia (De Man, 1977). Uji organoleptik rasa dilakukan secara hedonik dan skoring, adapun pengaruh

penggunaan daun kelor dan Sargassum sp.

terhadap parameter rasa nasi analog dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Grafik Pengaruh Penggunaan Daun Kelor dan Penambahan Sargassum sp. Terhadap Rasa Nasi Analog

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kapital yang berbeda menunjukkan berbeda nyata untuk penggunaan daun kelor segar dan tepung daun kelor pada sampel penambahan Sargassum sp. yang sama

untuk parameter yang sama. Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata untuk penambahan Sargassum sp. 0,5%; 1% dan 1,5% pada sampel penggunaan daun kelor yang sama untuk parameter yang sama menurut uji duncan pada taraf nyata 5%.

Berdasarkan Gambar 7 diketahui bahwa rerata kesukaan rasa nasi analog berkisar antara 2,30 - 3,35 atau dari tidak suka sampai dengan agak suka. Sementara rerata hasil pengujian

organoleptik skoring rasa menunjukkan

penggunaan daun kelor memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap skoring rasa nasi analog. Akan tetapi penambahan Sargassum sp dan interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata. Rerata skoring rasa nasi analog berkisar antara 2,55 - 3,35 atau dari berasa kelor sampai dengan agak berasa kelor.

Berdasarkan hasil uji rasa secara hedonik dan skoring menunjukkan bahwa penggunaan daun kelor segar (K1) menghasilkan kesukaan rasa nasi analog lebih disukai oleh panelis dibandingkan penggunaan tepung daun kelor (K2). Hal ini disebabkan karena, terkait dengan hasil skoring rasa yaitu penggunaan daun kelor segar (K1) menghasilkan rasa nasi analog yang agak berasa kelor sedangkan penggunaan tepung daun kelor menghasilkan rasa nasi analog yang berasa kelor. Lebih tingginya intensitas rasa kelor pada nasi analog yang mengunakan tepung daun kelor dapat disebabkan karena, adanya proses pengeringan yang dapat mengurangi kadar air daun kelor pada proses pembuatan tepung daun kelor, sehingga mengakibatkan rasa kelor menjadi lebih khas atau kuat. Dapat disimpulkan bahwa panelis lebih menyukai rasa nasi analog yang menggunakan daun kelor segar dan penggunaan

Sargassum sp. yang lebih rendah karena intensitas

rasa khas kelor yang rendah.

3,35 a

Kelor Segar Tepung Daun

Kelor Kelor Segar Tepung Daun Kelor

(13)

11 b. Aroma

Aroma pada suatu bahan pangan dapat timbul dikarenakan adanya zat bau yang bersifat volatile atau mudah menguap. Aroma suatu produk pangan sangat berpengaruh terhadap selera konsumen yang berkaitan dengan indera penciuman (Demanm, 1989). Uji organoleptik aroma nasi analog dilakukan secara hedonik dan skoring, adapun pengaruh penggunaan daun kelor

dan Sargassum sp. terhadap parameter aroma

nasi analog dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Grafik Pengaruh Penggunaan Daun Kelor dan Penambahan Sargassum sp. Terhadap Aroma Nasi Analog

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kapital yang berbeda menunjukkan berbeda nyata untuk penggunaan daun kelor segar dan tepung daun kelor pada sampel penambahan Sargassum sp. yang sama untuk parameter yang sama. Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata untuk penambahan Sargassum sp. 0,5%; 1% dan 1,5% pada sampel penggunaan daun kelor yang sama untuk parameter yang sama menurut uji duncan pada taraf nyata 5%.

Berdasarkan Gambar 8. diketahui bahwa rerata kesukaan aroma nasi analog berkisar antara 3,05 -3,35 atau agak suka. Sementara hasil

pengujian organoleptik skoring aroma

menunjukkan penggunaan daun kelor dan

penambahan Sargassum sp. memberikan

pengaruh yang berbeda nyata terhadap skoring aroma nasi analog. Akan tetapi interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap skoring aroma nasi analog. Adapun Rerata skoring aroma nasi analog

berkisar antara 2,55 - 3,50 atau beraroma kelor sampai dengan agak beraroma kelor.

Berdasarkan hasil uji aroma secara hedonik dan skoring menunjukkan bahwa penggunaan daun kelor segar menghasilkan skoring aroma nasi analog yang agak disukai oleh panelis dibandingkan penggunaan tepung daun kelor. Hal ini disebabkan karena, terkait dengan hasil skoring aroma yaitu penggunaan daun kelor segar (K1) menghasilkan aroma nasi analog yang agak beraroma kelor sedangkan penggunaan tepung daun kelor menghasilkan aroma nasi analog yang beraroma kelor.

Aroma kelor yang lebih khas pada tepung daun kelor dapat disebabkan karena adanya

proses pengeringan pada suhu 50ºC

mengakibatkan aktifnya senyawa fenolik yang berperan dalam memberikan aroma khas kelor. Selain itu konsentrasi penambahan Sargassum sp. juga mempengaruhi aroma dari nasi analog yang dihasilkan yaitu semakin tinggi penambahan

Sargassum sp. maka semakin khas aroma rumput

laut sehingga kesukaan panelis menurun. Dapat disimpulkan bahwa panelis lebih menyukai aroma nasi analog yang menggunakan daun kelor segar dan penggunaan Sargassum sp. yang lebih rendah karena intensitas aroma khas kelor yang rendah. c. Tekstur

Uji organoleptik tekstur nasi analog dilakukan secara hedonik dan skoring, adapun

pengaruh penggunaan daun kelor dan Sargassum

sp. terhadap parameter aroma nasi analog dapat

Kelor Segar Tepung Daun

Kelor Kelor Segar Tepung Daun Kelor

(14)

12 Gambar 9. Grafik Pengaruh Penggunaan Daun

Kelor dan Penambahan Sargassum sp. Terhadap Tekstur Nasi Analog

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kapital yang berbeda menunjukkan berbeda nyata untuk penggunaan daun kelor segar dan tepung daun kelor pada sampel penambahan Sargassum sp. yang sama untuk parameter yang. Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata untuk penambahan Sargassum sp. 0,5%; 1% dan 1,5% pada sampel penggunaan daun kelor yang sama untuk parameter yang sama menurut uji duncan pada taraf nyata 5%.

Berdasarkan Gambar 9 diketahui bahwa rerata kesukaan tekstur nasi analog berkisar antara 2,08 -3,45 atau dari tidak suka sampai dengan agak suka. Sementara rerata hasil

pengujian organoleptik skoring testur

menunjukkan penggunaan daun kelor dan

penambahan Sargassum sp. memberikan

pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap skoring tekstur nasi analog. Akan tetapi interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap skoring tekstur nasi analog. Adapun Rerata skoring tekstur nasi analog berkisar antara 2,85 -3,35 atau pera sampai dengan netral.

Gambar 9 menunjukkan bahwa interaksi antara penggunaan daun kelor dan penambahan

Sargassum sp. menghasilkan kesukaan tekstur

nasi analog yang agak disukai oleh panelis. Interaksi penggunaan daun kelor segar dan penambahan Sargassum sp. menghasilkan tekstur yang agak disukai karena memiliki tekstur yang netral, sedangkan interaksi penggunaan tepung

daun kelor dan penambahan Sargassum sp.

menghasilkan tekstur yang pera yang tidak disukai oleh panelis. Berbedanya tekstur nasi analog antara kedua interaksi tersebut dapat disebabkan karena lebih tingginya kadar air beras analog penggunaan daun kelor segar dan sifat sargassum sp yang hidrofilik, sehingga tekstur beras analog analog yang dihasilkan akan semakin pulen.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis serta uraian pembahasan yang terbatas pada lingkup penelitian ini maka ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Faktor penggunaan daun kelor berpengaruh secara signifikan terhadap berat seribu butir, densitas kamba, warna °Hue, kadar air, kadar protein, rasa dan aroma (skoring) beras analog.

2. Faktor penambahan Sargassum sp.

berpengaruh secara signifikan terhadap parameter berat seribu butir, daya rehidrasi, densitas kamba, kadar air, kadar protein, rasa (hedonik) dan aroma (skoring) beras analog. 3. Interaksi antara penggunaan daun kelor dan

penambahan Sargassum sp. berpengaruh

secara signifikan terhadap berat seribu butir, densitas kamba, kadar protein, rasa (hedonik), aroma (hedonik) dan tekstur beras analog. 4. Perlakuan terbaik yaitu penggunaan daun kelor

segar dan penambahan 1% Sargassum sp.

atau K1R2 dengan hasil berat seribu butir 20,1467 g; daya rehidrasi 57,6766 %; densitas kamba 0,5540 g/ml; nilai L 26,8567; ºHue 77,4693; kadar air 10,4256 %; kadar protein 5,7402 %; aktivitas antioksidan 85,6007 % dan menghasilkan rasa, aroma serta tekstur yang agak disukai oleh panelis karena memiliki rasa

3,45 a

Kelor Segar Tepung Daun

Kelor Kelor Segar Tepung Daun Kelor

(15)

13 yang agak berasa kelor, agak beraroma kelor

dan bertekstur netral. Saran

Terbatas pada lingkup penelitian ini, maka dikemukakan saran sebagai berikut :

1. Kadar protein beras analog terpilih sebesar 5,7402%, lebih rendah dibandingkan beras sosoh yaitu sebesar 7,40, sehingga perlu dilaksanakan penelitian lanjutan mengenai cara meningkatkan kadar protein beras analog tersebut.

2. Perlu dilaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai warna nasi analog yang dihasilkan agar lebih menarik dan diterima oleh panelis. 3. Perlu dilaksanakan penelitian lebih lanjut

mengenai kadar serat, indeks glikemik, pengujian mikrobiologis dan umur simpan beras analog.

DAFTAR PUSTAKA

Agusman, Siti N.K.A. dan Murdinah. 2014.

Penggunaan Tepung Rumput Laut

Eucheuma Cottonii Pada Pembuatan Beras

Analog Dari TepungModified Cassava Flour

(Mocaf). JPB Perikanan.9 (1) : 1-10.

Aji, A.S., R. Alfarisi,D. Y. Kristanto, R. Yahya, S. Budijanto, D. Handayani dan Y. Rahmi. 2014. Analisis Makronutrient, Organoleptik dan Mutu Fisik Pada Beras Tiruan Instan Melalui Pemanfaatan Tepung Komposit (Gadung, Beras dan Kedelai). Simposium Nasional “Peran Kedelai dan Produk

Olahanya Bagi Kesehatan dan

Stamina”.Bogor : IPB

Bourret E. 2003. Effects Of Season On The Yield And Quality Of Agar From Gracilaria Species

(Glacilariaceae, Rhodophyta). Journal

Biotech. 90:329-333.

BPS.2015. Menguji Data Konsumsi Beras. www.wapresri.go.id/menguji-data- konsumsi

-beras/.(Diakses Pada 20 November 2016).

Fellows, P.J. 2000. Food Processing Technology

Principles And Practice 2nd Ed. USA: CRC

Press L1C.

Hsum, Y.W.,Yew, W.T., Hong, P.L.V. Soo, K.K. Hoon, L.S., Chieng, Y.C. dan Mooi L.Y. 2008. Identification And Evaluation Of Potential Anti-Tumor Promoting Compounds From Tubers Of Coleus Tuberosus. International Pse Symposium On Natural Product In Cancer Therapy. Naples Italy.

Kartika. 2011. Mekanisme Pembentukkan Gel.

http://carikartika.blogspot.co.id/. (Diakses

Pada Tanggal 18 Juli 2017).

Krisnadi, D.A. 2015. Kelor Super Nutrisi.

E-book.Kelorina.com.

Kusnandar, F. 2011. Kimia Pangan Komponen

Makro. Jakarta: Dian Rakyat.

Nugraheni, M., Santoso, U., Suparmo.dan Wuryastuti, H. 2013. Potensi Kentang Hitam Dalam Mereduksi Stres Oksidatif dan Menghambat Poliferasi Sel Kanker Payudara

Mcf-7.Jurnal Teknologi dan Industry

Pangan.24(2).

Okezie dan Bello, 1988. Physcochemhical and Functional Properties of Winged Bean Flour and Isolate Compared With Soy Isolate. J.

Food Science. 53 (2) :530-538.

Princestasari, L.D. dan Amalia, L. 2015.Formulasi

Sargassum sp. Gracilaria Sp. Dalam

PembuatanBakso Daging Sapi Tinggi Serat Dan Iodium. J. Gizi Pangan. 10(3):185-196.

Rahayu, W. P. 1998. Diktat Penuntun Praktikum

Penilaian Organoleptik. Bogor : IPB.

Samad, M.Y. 2003. Pembuatan Beras Tiruan

(Artificial Rice) dengan Bahan Baku Ubi Kayu

dan Sagu.Prosiding Seminar Teknologi

Untuk Negeri 2003. 2:36-40. Jakarta : BPPT.

Saputra, H. 2017. Kajian Nutrisi Dan Sifat Sensoris Beras Analog Berbahan Baku Tepung Rumput Laut (Eucheuma spinosum) dan Kacang Gude (Cajanus cajan (L) millsp).

Skripsi. Mataram : Universitas Mataram.

(16)

14 Sosiawan, A. 1996.Penambahan Sargassum sp.

Turbianria Sp. dan Sargassum Sp. Untuk

Meningkatkan Kandungan Iodium Mie Basah.Skripsi.Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

Sudarmadji, Haryono dan Suhardi, 2007. Analisis bahan makanan dan pertanian. Yogyakarta : liberty

Winarno.2008. Kimia Pangan dan Gizi.

Edisi.Terbaru. Mbrio Press, Bogor

Gambar

Gambar 1. Grafik Pengaruh Penggunaan Daun Gambar 1. Grafik Pengaruh Penggunaan Daun Kelor dan Penambahan Sargassum sp
Gambar 2. Grafik Pengaruh Penggunaan Daun Kelor dan Penambahan Daya Rehidrasi Beras Analog Sargassum sp
Gambar 3. Grafik Pengaruh Penggunaan Daun Kelor dan Penambahan Sargassum sp. Terhadap Densitas Kamba Beras Analog
Gambar 4. Grafik Pengaruh Penggunaan Daun Kelor dan Penambahan Sargassum sp. Terhadap Warna oHue Beras Analog Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kapital yang berbeda
+5

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan konsentrasi penambahan sari jahe berpengaruh nyata terhadap sineresis, total BAL (Angka Lempeng Total), sensoris rasa dan tekstur yogurt yang dihasilkan1. Semakin

Puji syukur kepada Tuhan, atas rahmat dan anugerah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan Tepung Daun Kelor

Hasil pengujian organoleptik menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi daun kelor yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap mutu rasa, mutu warna, mutu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ransum dengan penambahan tepung daun kelor sampai dengan 12 % ternyata berpengaruh tidak nyata terhadap berat karkas

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan tepung daun kelor ( Moringa oleifera ) pada pakan berpengaruh nyata (P&lt;0,05) terhadap kualitas mikroskopis spermatozoa ayam kate

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa komposisi tepung terigu, tepung daun kelor dan penambahan sari buah nanas dengan kadar yang berbeda berpengaruh

Oleh karena itu, dalam penelitian ini mempunyai tujuan untuk melihat pengaruh penambahan tepung tempe dan tepung daun kelor terhadap uji hedonik atau uji

Semakin banyak pencampuran tepung daun kelor pada gѐblek menyebabkan warna gѐblek semakin hijau, aroma semakin khas daun kelor (langu), rasa semakin khas daun kelor (sepat), dan tekstur semakin kehilangan kekenyalannya. Semakin banyak tepung daun kelor maka kadar serat pangan gѐblek semakin tinggi. Namun, hal ini tidak berbeda secara statistik. Serat pangan tertinggi pada gѐblek D yaitu 14,02%. Kesimpulan: Substitusi tepung daun kelor berpengaruh terhadap sifat fisik dan meningkatkan kandungan serat pangan gѐblek.