23
PENGARUH METODE DAN DOSIS PEMBERIAN TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza Roxb) TERHADAP PERFORMANS BROILER
Oleh: Sutadji
Staf Pengajar Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian UNISKA Kediri
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh metode dan dosis
pemberian temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) terhadap pertambahan bobot badan,
konsumsi pakan, dan konversi pakan pada broiler. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah broiler strain hubbard sebanyak 96 ekor, ransum jenis BR1 untuk broiler umur 0 -21 hari. Sedangkan broiler umur 22 hari–35 hari menggunakan pakan BR1 dengan campuran jagung giling.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode percobaan tersarang (Nested ) yang terdiri dari 6 perlakuan. Bila terdapat
perbedaan yang nyata atau sangat nyata maka dilanjutkan dengan uji BNT 5% atau 1%. Variabel yang diamati adalah konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, dan konversi pakan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa: Pemberian temulawak memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi pakan dengan metode lewat pakan (PT2), dengan jumlah konsumsi pakan tertinggi 2227 gram/ekor. Pemberian temulawak memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap bobot badan dengan metode lewat air minum (MT2), dengan pertambahan berat badan tertinggi 53,9 gram/ekor. Sedangkan terhadap konversi pakan memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) pada metode lewat air minum (MT2) dengan nilai konversi pakan terbaik yaitu 1,2.
Kata kunci: temulawak, konsumsi pakan, pertambahan berat badan dan konversi pakan.
ABSTRACT
The aim of this research is to know effect of method influence and temulawak's
application dose (Curcuma xanthorriza Roxb) to feed consumption, body weight gain
and feed conversion on broiler. Material that is utilized in this research is broiler strain hubbard as much 96 number, BR1 to broiler age 0-21 days. Meanwhile broiler’s age 22 days–35 days utilizes BR1 with corn mixture mills. Method that is utilized in this research is experimental method most den (Nested) one that consisting of 6 conducts. If exists a marked difference or so reality therefore next to be BNT test 5% or 1%. Observed variable is feed consumption, body weight gain and feed conversion.
Result observation ling to point out that that: temulawak's application give influence so reality (P<0,01) to feed consumption by methodic over weft (PT2 ), with amount consumes supreme weft 2227 grams/number. temulawak's application give influence so reality (P<0,01) for weight to warm up with dringking water passing method (MT2 ), with increase body weight supreme 53,9 grams/number. Meanwhile to convert weft gives real influence (P<0,05) on drinking water passing method (MT2 ) with feed conversion is 1,2. Key word : temulawak, feed consumption, body weight gain and feed convertion ratio
24
I. PENDAHULUANAyam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Sebenarnya ayam broiler ini baru populer di Indonesia sejak tahun 1980-an
dimana pemegang kekuasaan
mencanangkan panggalakan konsumsi
daging ruminansia yang pada saat itu semakin sulit keberadaannya. Hingga kini ayam broiler telah dikenal masyarakat Indonesia dengan berbagai kelebihannya, hanya 4-5 minggu sudah bisa dipanen. Dengan waktu pemeliharaan yang relatif singkat dan menguntungkan, maka banyak peternak baru serta peternak musiman yang bermunculan diberbagai wilayah Indonesia
Biro Pusat Statistik (1997) dan Biro Analisis dan Pengembangan Statistik
(1999) menunjukkan bahwa Standar
Nasional kebutuhan protein hewani belum terpenuhi, dan status gizi masyarakat yang masih menunjukkan gizi buruk mencapai
angka 14.45 %. Hal tersebut
menunjukkan bahwa sumber-sumber
penghasil protein hewani baik yang berasal dari ikan atau ternak masih harus terus ditingkatkan, dengan demikian produk penghasil protein hewani tersebut akan terus mengalami perkembangan.
Sumber protein hewani yang berasal dari ternak diperoleh dari daging, telur dan susu. Daging sebagai salah satu sumber penghasil protein hewani diperoleh dari ternak sapi pedaging (sapi potong), sapi perah afkir, kambing, domba, ayam pedaging (broiler), ayam lokal (kampung), ayam petelur afkir, itik, dan ternak puyuh.
Salah satu penghasil daging yang paling besar setelah ternak sapi pedaging adalah berasal dari ayam pedaging (broiler). Peningkatan produksi ayam pedaging dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang sangat pesat, terutama untuk wilayah-wilayah yang kondisinya
sangat mendukung baik untuk kegiatan produksi maupun pemasaran produknya.
Sesuai dengan perkembangan IPTEK
dan meningkatnya jumlah penduduk
khususnya Indonesia serta untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat
maka sudah barang tentu tuntutan
masyarakat akan pemenuhan gizi
meningkat pula, khususnya protein hewani. Sehingga apabila hal ini tidak diimbangi
dengan usaha pengembangan ternak
potong lainnya maka populasi ternak besar ataupun ternak kecil lainnya sebagai
potongan akan semakin menurun
(Ernawati, 2005).
Protein hewani ini dapat dipenuhi dari daging, telur, susu, dan ikan. Salah satu usaha untuk memenuhi protein hewani ini
adalah dengan cara beternak ayam
pedaging (broiler). Broiler adalah ayam ras unggul yang dipelihara sampai umur 35 hari yang mencapai berat badan 1.5–1.8 kg/ekor. Sehingga broiler sangat cocok untuk pemenuhan daging dalam waktu yang cukup singkat (Cahyono,1995).
Dalam melihat faktor diatas
diharapkan peternak akan selalu berusaha meningkatkan kwalitas ternak broiler
khususnya dalam peningkatan bobot
badan, dan mencari tingkat efisiensi pakan dalam pemeliharaan.
Banyak para peternak, dalam hal
meningkatkan bobot badan selalu
menggantungkan pada penggunaan obat-
obat kimia. Pakan imbuhan atau feed
additive adalah suatu preparasi kimia atau suatu subtansi kimia dalam suatu tanaman yang bukan merupakan suatu zat makanan yang dicampurkan dalam pakan atau
minuman dengan tujuan tertentu,
diantaranya adalah: untuk meningkatkan kesehatan, produktivitas, daya cerna,
daya tahan tubuh dan memacu
pertambahan bobot badan dan kualitas produksi ternak (Adams, 2010).
Dilingkungan kita ada beberapa obat tradisional yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan
memacu pertambahan bobot badan,
25
xanthorriza Roxb). Temulawak merupakan tanaman herbal yang termasuk kedalam antibiotik alami dan tidak mengakibatkan residu atau berbahaya apabila dikonsumsi oleh ternak maupun manusia. Pemberian temulawak jika ditambahkan dalam pakanatau air minum broiler, dapat
meningkatkan nafsu makan yang pada akhirnnya dapat meningkatkan bobot badan broiler (Ismanto,2010).
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dalam penelitian ini mengangkat materi dengan judul “pengaruh metode dan
dosis pemberian temulawak (Curcuma
xanthorriza Roxb) terhadap performans broiler. Masalah yang dapat dirumuskan dari penelitian ini adalah bagaimana pengaruh metode dan dosis pemberian
temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb )
terhadap pertambahan bobot badan,
konsumsi pakan, dan konversi pakan pada broiler.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh metode dan dosis
pemberian temulawak (Curcuma
xanthorriza Roxb) terhadap pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, dan konversi pakan pada broiler.
Terdapat pengaruh metode dan dosis
pemberian temulawak (Curcuma
xanthoriza Roxb) terhadap pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, dan konversi pakan pada broiler.
II. MATERI DAN METODE
Materi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah broiler strain hubbard yang diproduksi dari PT. Wonokoyo Jaya Corporindo sebanyak 96
ekor broiler dan ransum komersial jenis
BR1 yang diproduksi oleh PT. Wonokoyo Jaya Corporindo untuk broiler umur 0 hari sampai umur 21 hari, sedangakan broiler umur 22 - 35 hari menggunakan pakan BR 1 dengan campuran jagung giling.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: kandang, brooder, chick guart, tirai, alat desinfektan, srkop, termometer, buku recording, tempat pakan, tempat minum, timbangan merk 0-house berkapasitas 2610 gr, gelas ukur 500 ml, sapu lidi. Bahan yang digunakan dalam
pemeliharaan antara lain: tepung
temulawak, sekam padi, koran, DOC sebanyak 96 ekor, pakan jadi, vitamin, dan vaksin .
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode percobaan
tersarang (Nested) yang terdiri dari 6
perlakuan yaitu sebagai berikut :
Metode Dosis Perlakuan Ulangan
1 2 3 4 M T0 MT0 MT01 MT02 MT03 MT04 T1 MT1 MT11 MT12 MT13 MT14 T2 MT2 MT22 MT22 MT23 MT24 P T0 PT0 PT01 PT02 PT03 PT04 T1 PT1 PT11 PT12 PT13 PT14 T2 PT2 PT21 PT23 PT23 PT24 Keterangan :
MT0 : Tanpa pemberian temulawak pada air minum, sebagai kontrol.
MT1 : Pemberian temulawak dengan dosis 3% = 3 mg/liter air ke dalam air minum. MT2 : Pemberian temulawak dengan dosis 6% = 6 mg/liter air ke dalam air minum.
PT0 : Tanpa pemberian temulawak pada pakan atau sebagai kontrol
PT1 : Pemberian temulawak dicampurkan pada pakan dengan dosis 3%= 3 mg/ kg pakan
PT2 : Pemberian temulawak dicampurkan pada pakan dengan dosis 6%= 6 mg/ kg pakan
T0 : Tanpa pemberian temulawak /sebagai kontrol
T1 : Dosis 3% : Pemberian temulawak dengan dosis 3 mg
26
Setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali. Sehingga diperoleh 24 unit percobaan. Setiap unit percobaan diisi empat ekor ayam, sehingga jumlah ayam yang digunakan dalam ini penelitian sebanyak 98 ekor.
Kandang yang digunakan untuk memelihara broiler dalam penelitian ini adalah kandang sistem litter yang terbagi menjadi 2 brooder. Ukuran kandang per petak panjang 1x2 meter dengan kepadatan perpetak 4 ekor broiler per meter persegi.
Denah Pengacakan Kandang:
MT23 MT12 MT03 MT22 MT01 MT24 MT04 MT02 MT13 MT11 TM14 MT21 PT01 PT12 PT21 PT03 PT11 PT04 PT22 PT23 PT13 PT24 PT02 PT14
Sebelum kadang digunakan seluruh kandang dibersihkan, kemudian dilakukan pengapuran pada kandang. Setelah kering dilakukan desinfektan. Langkah berikutnya yaitu pemasangan chick guard dan melakukan penebaran litter. Litter berupa sekam padi dengan ketebalan 7 cm. Penataan tempat pakan dan tempat minum. Setiap sekat berisi tempat minum 1 unit dan 1 unit tempat pakan. Bila kandang sudah siap, langkah selanjutnya yaitu penyalaan lampu 1 hari 1 malam sebelum DOC datang, dan menyiapkan air gula dengan perbandingan 2%. Perlakuan saat DOC tiba yaitu sebelum DOC dikeluarkan dari box DOC ditimbang dan dicatat. Kemudian DOC dikeluarkan dahulu satu per satu sambil dicek dan dihitung jumlahnnya.
Setelah hari pertama terlampaui, selanjutnya adalah masa pemeliharaan yang meliputi mengecek kelembapan litter, mengamati tingkah laku ayam, menjaga kebersihan kandang, peralatan, lingkungan kandang dan mengecek suhu brooder. Pemberian pakan pada ayam umur 0-7 hari dilakukan setiap 2 jam sekali. Setelah umur 8 hari sampai panen dilakukan pemberian pakan 3 kali sehari. Pemberian
air minum, pemberian air minum
dilakukan secara adlibitum. Air minum yang diberikan berasal dari sumber mata air yang bersih.
Progam biosecurity yang dilakukan
yaitu menjaga kebersihan kandang,
peralatan, ternak dan lingkungan
mengamati litter yang basah, melakukan vaksinasi. Progam vaksinasi dilakukan pada umur 1 hari menggunakan vaksin ND melalui tetes mata, vaksin ke 2 dilakuakan pada umur 14 hari menggunakan vaksin gumboro melalui air minum, dan vaksin ke 3 dilakukan pada ayam umur 21 dari menggunakan vaksin ND dengan aplikasi air minum.
Tepung temulawak yang digunakan pada penelitian ini menggunakan tepung temulawak yang sudah dalam bentuk kemasan atau jadi yang diproduksi pabrik.
Temulawak ditimbang sesuai dosis,
masing–masing temulawak yang
dipersiapkan dicampukan pada pakan dengan dosis 3mg/kg pakan pada metode (PT1) dan 6 mg/kg pakan pada metode
(PT2), sedangkan pada air minum
diberikan dengan dosis 3 mg/litter air pada metode (MT1) dan 6 mg/liter air pada metode (MT2).
Variabel yang diukur meliputi:
Konsumsi pakan (gr/ekor) dihitung dari jumlah pakan yang diberiakan (gr/ekor) dikurangi pakan yang tersisa (gr/ekor).
Pertambahan bobot badan (gr/ekor)
dihitung dari bobot badan akhir (gr/ekor) dikurangi bobot badan awal (gr/ekor). Konversi pakan dapat dihitung dari jumlah
27
pakan yang dikonsumsi (gr/ekor) dibagi bobot badan (gr/ekor).Data penelitian yang diperoleh
selanjutnya dianalisis dengan analisa ragam dengan menggunakan percobaan tersarang (Nested ). Bila terdapat perlakuan yang nyata atau sangat nyata, maka dilanjutkan dengan uji BNT 5 % atau 1% (Koentjaraningrat, 1980).
Konversi makan adalah jumlah pakan yang dikonsumsi ternak dalam waktu tertentu
untuk meningkatkan berat badan
Performans adalah penampilan broiler
yang meliputi konsumsi pakan,
pertambahan bobot badan, dan konversi pakan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Konsumsi Pakan
Dari hasil analisis sidik ragam maka diperoleh hasil, pemberian temulawak melalui pakan (PT2) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) pada konsumsi pakan, sedangakan pemberian temulawak melalui air minum (MT) tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi pakan.
Tabel 2.
Pengaruh Metode dan Dosis Pemberian Temulawak terhadap Konsumsi Pakan
Perlakuan Konsumsi (gram) Notasi MT1 1978,9 a MT0 2009,0 a MT2 2189,1 a PT0 1935,8 a PT1 2049,3 a PT2 2227,0 b
Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01) terhadap konsumsi pakan.
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa metode penambahan temulawak melalui pakan (PT2) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi pakan. Hal ini disebabkan, karena dengan penambahan temulawak yang mengandung
zat aktif curcumin dan minyak atsiri dapat
meningkatkan nafsu makan sehingga konsumsi pakan meningkat. Sesuai dengan pendapat Mahendra (2005), zat aktif kurkumin dalam temulawak mempunyai
aktifitas kalagoga yang berfungsi
meningkatkan produksi dan sekresi getah empedu yang berguna untuk mengemulsi lemak serta dapat menurunkan kadar lemak pada daging. Sementara itu minyak atsiri dalam temulawak dapat merangsang peningkatan relaksasi usus halus sehingga akan terjadi peningkatan pencernakan dan penyerapan zat-zat makanan. Lebih lanjut
(Abadi J,2003) menyatakan bahwa
konsumsi pakan ayam pedaging
dibandingkan dengan ayam petelur dan ayam bibit relatif lebih banyak, karena ayam pedaging pertumbuhannya paling cepat, hal ini sesuai dengan tujuan
produksi dari pemeliharaan ayam
pedaging, yaitu memperoleh produk
berupa daging dalam waktu yang relatif singkat, hanya sekitar 30 hari.
Jumlah konsumsi tertinggi dihasilkan pada perlakuan PT2 yaitu penambahan temulawak dosis 6 mg/kg pakan dengan metode percampuran temulawak lewat pakan. Dengan pemberian temulawak dosis tinggi menyebabkan palatabilitas
meningkat, karena pakan yang
mengandung temulawak terdapat zat
curcumin yang dapat meningkatkan nafsu makan.
Perlakuan tanpa pemberian
28
konsumsinya cenderung rendah. Hal ini karena perlakuan tidak mengandung zat aktif curcumin dan minyak atsiri, sehingga sistem pencernaan tidak dapat mencerna makanan secara optimal.Dari hasil rataan konsumsi pakan dapat dilihat antara pemberian temulawak dengan metode lewat air minum (MT) dan pakan (PT) jumlah konsumsinya lebih tinggi metode (PT) yaitu 2227 gr/ekor, hal ini karena pakan yang berbentuk butiran mudah dipatuk ayam sehingga temulawak yang mengandung curcumin dan minyak atsiri masuk kedalam tubuh ayam, yang
berfungsi menigkatkan palatabilitas
sehingga konsumsi pakan tinggi. . Sedangkan perlakuan dengan metode lewat air minum (MT) cenderung rendah, karena
air minum mengandung temulawak
mengakibatkan konsumsi air minum tinggi
sehingga selera minum tinggi, dan
menyebabkan selera makan rendah.
Penggunakan tepung temulawak
dalam ransum dan air sampai dosis 6 % tidak menyebabkan penurunan konsumsi pakan, ini berarti penggunaan temulawak aman dikonsumsi, dan temulawak dapat
digolongkan sebagai feed additive
sehingga dapat menigkatkan performans
broiler.
3.2 Pertambahan Bobot Badan
Berdasarkan analisis sidik ragam
menunjukkan bahwa pemberian
temulawak melalui pakan (PT) atau air minum (MT) memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap pertambahan bobot badan.
Tabel 3.
Pengaruh Metode dan Dosis Pemberian Temulawak terhadap Pertambahan Bobot Badan
Perlakuan Pertamb.BB (gram) Notasi MT0 43,2 a MT1 44,7 a MT2 53,9 b PT1 41,8 a PT0 41,8 a PT2 46,8 b
Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01).
Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa perlakuan MT2 dan PT2 memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,1) terhadap pertambahan bobot badan. Hal ini karena keterkaitan minyak atsiri dan curcumin dengan pertambahan bobot badan yang dihasilkan menampakkan efek kerja terhadap kecernaan protein dalam pembentukan daging (Mangisah,2003). Temulawak dengan kandungan curcumin dan minyak atsiri yang bersifat antiseptik
dan antibakteri sehingga mendorong
pertumbuhan yang secara efektif dapat meningkatkan daya tahan tubuh (Ahira, 2011).
Pada perlakuan PT2 dan MT2
memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01) terhadap pertambahan bobot
badan dibandingkan dengan dengan
perlakuan tanpa pemberian temulawak. Dari perlakuan antara PT2 dan MT2 yang paling memberikan pertambahan bobot badan yang paling tinggi yaitu melalui air minum (MT2) dengan rataan pertambahan bobot badan 53.9 gr/ekor. Hal ini, karena adanya efek minyak atsiri dan curcumin
terhadap kerja usus halus terhadap
penyerapan sari-sari makanan, sehingga dapat meningkatkan bobot badan secara
29
memberikan suatu gambaran bahwa
temulawak tidak menimbulkan efek yang negatif terhadap rataan berat badan, sehingga temulawak dapat menjadi bahan feed additive dalam ransum maupun air minum broiler pada dosis yang tepat.
3.3 Konversi Pakan
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pemberian temulawak lewat minum (MT) atau pakan (PT) memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap konversi pakan.
Tabel 4.
Pengaruh Metode dan Dosis Pemberian Temulawak terhadap Konversi Pakan
Perlakuan Konversi pakan Notasi MT1 1,2 a MT2 1,2 a MT0 1,3 b PT0 1,3 a PT2 1,3 a PT1 1,4 b
Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01)
Dilihat dari rataan konversi pakan, penambahan temulawak terhadap nilai konversi pakan memberikan nilai yang baik. Rataan nilai konversi pakan pada perlakuan PT dan MT berpengaruh nyata (P<0.05) lebih rendah terhadap konversi
pakan dibanding perlakuan tanpa
pemberian temulawak PT0 dan MT0. Pada perlakuan MT2 menunjukkan pertambahan bobot badan paling tinggi dengan rataan 53.9 gr/ekor, sedangkan pengaruh pada konsumsi pakan menunjukkan rataan konsumsi pakan 2189.1 gr/ekor, sehingga angka konversi pakan cenderung rendah . Hal ini sesuai dengan pendapat Widodo (2002) dan Desmayati (2007), adanya
minyak atsiri dan curcuma pada
temulawak yang dapat membantu
pencernaan dengan merangsang system syaraf sekresi, sehingga keluar getah lambung yang mengandung enzim lipase, amylase, dan tripsiun yang disekresikan kedalam lambung dan usus. Akibatnya ayam mampu merombak seluruh amilosa yang kompleks, sehingga mudah diserap dan dirombak menjadi daging. Selain itu
temulawak juga dapat memperbaiki
metabolisme karbohidrat dan metabolisir lemak dalam tubuh, sehingga dapat meningkatkan efisien pakan dan kesehatan ternak.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa: Pemberian temulawak memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi pakan dengan metode lewat pakan (PT2), dengan jumlah konsumsi
pakan tertinggi 2227 gram/ekor.
Pemberian temulawak memberikan
pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap pertanbahan bobot badan dengan metode
lewat air mium (MT2), dengan
pertambahan berat badan tertinggi 53,9 gram/ekor. Sedangkan terhadap konversi pakan memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) pada metode lewat air minum (MT2) dengan nilai konversi pakan terbaik yaitu 1,2.
30
DAFTAR PUSTAKAAdams, 2010. Tinjauan Umum tentang
Temulawak. http//:temulawak.co.id
Ahira, 2011. Fungsi Temulawak. http//:
temulawak. Co.id
Abidin, Z. 2002. Meningkatkan
Produktivitas Ayam Pedaging. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Anggrodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak
Umum. PT.Agromedia. Jakarta
Afifah, E. dan Lentera.2003. Kasiat dan
Manfaat Rimpang Temulawak dalam Penyembuhan Aneka Penyakit. Agromedi Pustaka, Jakarta.
Cahyono, 1995. Cara Meningkatkan
Budidaya Ayam Ras Pedaging.
Yayasan Pustaka Nusantara.
Yogyakarta.
Davies, D.L. 1982. A Course Manual in
Nutrision and Growth. The Austrian Universities International Development Programs. Melbourne
Danuwidjaja, 1983. Petunjuk Pelaksanaan
Teknis Pemeliharaan Ayam Broiler. Departemen Pertanian. Jakarta.
Ernawati, 2002. Pengaruh Pemberian
Temulawak Terhadap Broiler. Makalah Lomba Kopensi Siswa SMKN 1 Gondang. Nganjuk.
Indarto, P. 1988. Manajemen Ternak
Unggas. Universitas Brawijaya. Malang.
Indarto, N. 2010. Sukses dan Untung Besar Beternak Broiler. Lumine Books. Yogyakarta.
Ismanto. 2010. Pengaruh Penambahan
Temulawak Pada Broiler. Temulawak.
Koentjaraningrat, 1980. Metode–Metode
Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta.
Murtidjo, B. A. 1987. Pedoman Beternak
Broiler. Kanisius. Yogyakarta.
Rasyaf, M. 1994. Pengelolaan Beternak
unggas Pedaging. Kanisius. Jakarta
Tilman dkk. (1998) Ilmu Makanan Ternak
Dasar. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Wahyu, J. 1988. Ilmu Nutrisi Unggas.
Gajah Mada University Press. Yagyakarta.
Widodo, 2002. Pemanfaat Tanaman