BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental yang meliputi tahapan pengumpulan sampel dan pengolahan simplisia, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak etil asetat, serta uji antihiperkolesterolemia pada serum darah marmot. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program statistika SPSS versi 22.
3.1Alat dan Bahan 3.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sentrifuge , Microlab 300 (Merck), microtube, mikropipet (Clinicon), neraca analitik (Mettler Toledo), lemari pengering, pemotong kuku, seperangkat alat destilasi untuk penetapan kadar air, oral sonde, blender (Miyako), mikroskop, spuit, rak tabung reaksi, mortar, stamfer, kertas saring, alumunium foil, alat-alat gelas laboratorium (Iwaki pyrex), kaca objek dan kaca penutup, penangas air.
3.1.2 Bahan
Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis). Bahan kimia yang digunakan jika tidak disebutkan adalah berkualitas pro analisa yaitu : etil asetat (brataco), asam klorida pekat, asam nitrat pekat, asam sulfat pekat, asam asetat anhidrida, amil
alkohol, α-naftol, besi (III) klorida, bismuth nitrat, simvastatin, Na-CMC, kuning telur ayam, lemak kambing, etanol 96%, reagensia kolesterol DIALAB, toluen, kloralhidrat dan air suling.
3.2Penyiapan Bahan Tumbuhan
Penyiapan bahan tumbuhan meliputi pengambilan bahan tumbuhan, identifikasi tumbuhan, pembuatan dan karakterisasi simplisia dan pembuatan ekstrak etil asetat daun binahong.
3.2.1Pengambilan bahan tumbuhan
Bahan yang digunakan adalah daun binahong yang masih segar. Pengambilan daun binahong dilakukan secara purposif tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Bahan diambil dari Kampung Pondok Bitung, Desa Sukaharja, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
3.2.2Identifikasi tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor.
3.2.3Pembuatan simplisia
Daun binahong dibersihkan dari kotoran yang melekat, dicuci dengan air bersih, ditiriskan, lalu ditimbang berat basah 20 kg, kemudian dikeringkan di lemari pengering dengan suhu 40-50oC. Daun kering yang ditandai rapuh (bila diremas menjadi hancur) dan diperoleh berat kering 1,2 kg, kemudian diserbuk dengan menggunakan blender. Serbuk simplisia disimpan dalam wadah plastik tertutup rapat.
3.3 Karakterisasi Simplisia
Pemeriksaan karakterisasi simplisia seperti penetapan kadar air dilakukan menurut prosedur World Health Organization (1998); pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu tidak larut asam dilakukan menurut prosedur Depkes RI (1995).
3.3.1 Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik terhadap simplisia daun binahong meliputi pemeriksaan bentuk, bau, warna, dan rasa dan juga dilakukan pemeriksaan makroskopik terhadap daun binahong segar.
3.3.2 Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap irisan melintang dan membujur daun binahong segar untuk melihat susunan anatomis dari daun binahong. Caranya: dibuat irisan melintang dan membujur dari daun binahong kemudian diletakkan di atas objek gelas lalu ditetesi larutan kloralhidrat, dipanaskan dengan lampu spriritus, dicuci dengan air, ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop.
Pemeriksaan mikroskopik juga dilakukan terhadap serbuk simplisia daun Binahong untuk melihat fragmen-fragmen pengental dari simplisia tersebut. Sejumlah serbuk simplisia diletakkan merata di atas objek gelas yang telah ditetesi larutan kloralhidrat, ditutupi dengan kaca penutup dan dilihat dibawah mikroskop.
3.3.3 Penetapan kadar air
Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bundar, lalu didestilasi selama 2 jam. Setelah itu, toluene dibiarkan mendingin selama 30 menit, dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan
ketelitian 0,05 ml. kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 gram serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluene mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan tetesan dinaikkan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen.
3.3.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air
Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dimasukkan dalam labu tersumbat, dimaserasi dengan 100 ml air kloroform P (2,5 ml kloroform dalam 1000 ml air) selama 24 jam, sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan Selama 18 jam. Disaring, sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, sisanya dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Hitung kadar dalam persen sari yang larut dalam air, terhadap bahan yang telah dikeringkan udara.
3.3.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol
Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dimasukkan dalam labu tersumbat, dimaserasi dengan 100 ml etanol 95% selama 24 jam, sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring, kemudian sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasarkan rata-rata cawam yang telah ditara sebelumnya, kemudian sisanya dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Hitung dalam persen kadar sari yang larut dalam
etanol terhadap bahan yang telah dikeringkan udara.
3.3.6 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 gram serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian dirata-ratakan. Krus pijar pada suhu 600oC sampai arang habis. Didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan udara.
3.3.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total didihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijar pada suhu 600oC sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan.
3.4Pembuatan Ekstrak Etil Asetat Daun Binahong
Sebanyak 1000 g (10 bagian) serbuk simplisia dimasukkan ke dalam sebuah bejana, dituangi dengan 7,5 liter (75 bagian) etil asetat, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil sering diaduk. Setelah 5 hari sari diserkai, ampas diperas dan dicuci dengan etil asetat sebanyak 2,5 liter hingga diperoleh 100 bagian. Sari dipindahkan ke dalam bejana tertutup, dibiarkan ditempat sejuk dan terlindung dari cahaya selama 2 hari. Dienaptuangkan dan disaring. Pemekatan ekstrak dilakukan dengan diuapkan diatas penangas air sampai diperoleh ekstrak kental etil asetat daun binahong (Depkes, RI., 1979).
3.5Pembuatan Larutan Pereaksi
Pembuatan pereaksi Bourchardat, pereaksi Mayer, pereaksi Dragendroff, pereaksi Molisch, klorida 1%, pereaksi Liebermann-Burchard, larutan asam sulfat 2N, larutan kloralhidrat, larutan asam klorida 2N, larutan timbal (II) asetat 0,4 m, larutan besi (III) klorida 1% (Depkes RI, 1995).
3.5.1Pereaksi Mayer
Sebanyak 1,4 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 10 ml air suling. Kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml.
3.5.2 Pereaksi Dragendroff
Sebanyak 0,8 g bismuth (II) nitrat ditmbang, dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat pekat, lalu ditimbang sebanyak 27,2 g kalium iodida dalam 50 ml air suling. Kedua larutan dicampurkan dan didiamkan sampai memisah sempurna, larutan jernih diencerkan dalam air suling hingga diperoleh larutan 100 ml.
3.5.3Pereaksi Bourchardat
Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, dilarutkan dalam air suling secukupnya, lalu ditambahkan 2 g iodium kemudian ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml.
3.5.4Pereaksi Molisch
Sebanyak 3 g α-naftol ditimbang, dilarutkan dalam asam nitrat hingga diperoleh larutan 100 ml.
3.5.5Pereaksi Liebermann-Burchard
Sebanyak 5 bagian volume asam sulfat pekat dicampurkan dengan 50 bagian volume etanol 95%. Ditambahkan dengan hati-hati 5 bagian volume asetat
anhidrida ke dalam campuran tersebut dan dinginkan.
3.5.6Larutan besi (III) klorida 1%
Sebanyak 1 g besi (III) klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air secukupnya hingga diperoleh larutan 100 ml.
3.5.7Larutan timbal (II) asetat 0,4 M
Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling bebas karbon dioksida sebanyak 100 ml.
3.5.8Larutan asam klorida 2 N
Sebanyak 17 ml larutan asam klorida pekat ditambahkan air suling hingga dieproleh larutan 100 ml.
3.5.9Larutan kloralhidrat
Sebanyak 50 g Kristal kloralhidrat ditimbang lalu dilarutkan dalam 20 ml air suling.
3.5.10 Larutan asam sulfat 2 N
Sebanyak 5,5 ml larutan asam sulfat pekat ditambahkan air suling sampai 100 ml.
3.6Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia dilakukan terhadap simplisia daun binahong dan ekstrak etil asetat daun binahong meliputi pemeriksaan senyawa kimia golongan alkaloid, glikosida, saponin (Depkes RI, 1995); tanin, flavonoida, triterpenoid dan steroid (Farnsworth, 1996).
3.6.1Pemeriksaan triterpenoida/steroida
Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, disaring, filtrat diuapkan dan sisanya ditambahkan pereaksi
Liebermann-Burchard. Terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru ungu atau biru kehijauan menunjukkan adanya triterpenoid/steroid bebas.
3.6.2Pemeriksaan alkaloida
Timbang 500 mg serbuk simplisia, tambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air, panaskan di atas penganas air selama 2 menit, dinginkan dan saring. Pindahkan 3 tetes filtrat pada kaca arloji, tambahkan 2 tetes Bouchardat. Jika pada kedua percobaan tidak terjadi endapan, maka serbuk tidak mengandung alkaloid. Mayer terbentuk endapan berwarna putih atau kuning yang larut dalam metanol dan dengan Bouchardat terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam, maka ada kemungkinan terdapat alkaloid.
Lanjutkan percobaan dengan mengocok sisa filtrat dengan 3 ml ammonia pekat dan 10 ml campuran 3 bagian volume eter dan 1 bagian volume kloroform. Ambil fase organik, tambahkan natrium sulfat anhidrat, saring. Uapkan filtrat di atas penangas airm larutkan sisa dalam sedikit asam klorida 2 N. lakukan percobaan dengan keempat golongan larutan percobaan, serbuk mengandung alkaloid jika sekurang-kurangnya terbentuk endapan dengan menggunakan dua golongan larutan percobaan yang digunakan.
3.6.3Pemeriksaan glikosida
Sari 3 g serbuk simplisia dengan 30 ml campuran 7 bagian volume etanol (95%) dan 3 bagian volume air dalam alat pendingin alir balik selama 10 menit, dinginkan, saring. 20 ml filtrat tambahkan 25 ml air dan 25 m timbal (II) asetat 0,4 M, kocok, diamkan selama 5 menit, saring. Sari filtrat 3 kali, tiap kali dengan 20 ml campuran 3 bagian volume kloroform dan 2 bagian isopropanol. Kumpulan sari tambahkan natrium sulfat anhidrat, saring, dan uapkan pada suhu tidak lebih dari 50o. Larutkan sisa dengan 2 ml metanol.
Percobaan umum terhadap glikosida :
a. Uapkan 0,1 ml larutan percobaan di atas penangas air, larutkan sisa dalam 5 ml asam asetat anhidrida. Tambahkan 10 tetas asam sulfat pekat; terjadi warna biru atau hijau, menunjukkan adanya glikosida (reaksi Liebermann-Bourchard).
b. Masukkan 0,1 ml larutan percobaan dalam tabung reaksi, uapkan di atas penganas air. Pada sisa tambahkan 2 ml air dan 5 tetes Molisch. Tambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat; terbentuk cincin berwarna ungu pada batas cairan, menunjukkan adanya ikatan gula (reaksi Molisch).
3.6.4Pemeriksaan flavonoida
Sebanyak 10 g sampel kemudian ditambahkan 100 ml air panas, didihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas. Filtrat yang diperoleh kemudian diambil 5 ml lalu ditambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 ml HCl pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok, dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol.
3.6.5Pemeriksaan tanin
Sebanyak 1 g sampel dididihkan selama 3 menit dalam 10 ml air suling lalu didinginkan dan disaring. Filtrat diencerkan sampai hampir tidak berwarna, lalu ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1% (b/v), jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin.
3.6.6Pemeriksaan saponin
Masukkan 0,5 g serbuk yang diperiksa ke dalam tabung reaksi, tambahkan 10 ml air panas, dinginkan dan kemudian kocok kuat-kuat selama 10 detik, terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1 cm sampai 10 cm. pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N, buih tidak hilang.
3.7 Uji Penurunan Kadar Kolesterol 3.7.1Penyiapan hewan percobaan
Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah marmot jantan dengan berat 300-400 gram berumur 3-4 bulan yang dikondisikan selama 2 minggu dalam kandang yang baik untuk menyesuaikan lingkungan.
3.7.2Perhitungan besar sampel
Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 24 ekor. Dimana 24 ekor marmot jantan tersebut dibagi dalam 6 kelompok uji, yang masing-masing kelompok uji terdiri dari 4 ekor marmot jantan. Perhitungan besar sampel dihitung dengan rumus Federer (Hermawan, 2013) sebagai berikut:
(t-1) (n-1) ≥ 15 (6-1) (n-1) ≥ 15 5n-5 ≥ 15 5n ≥ 20 n ≥ 4 keterangan :
t : Jumlah kelompok uji
n : Besar sampel per kelompok
3.7.3Penyiapan bahan
Penyiapan bahan-bahan meliputi kontrol (Na-CMC), bahan uji (Ekstrak etil asetat daun binahong, obat pembanding (Simvastatin)).
3.7.3.1Pembuatan suspensi CMC-Na 0,5% (b/v)
Sebanyak 500 mg CMC-Na ditaburkan ke dalam lumpang berisi air suling panas sebanyak 10 ml, ditutup dan dibiarkan selama 15 menit hingga massa menjadi transparan, digerus lalu diencerkan dengan air suling hingga 100 ml.
3.7.3.2Pembuatan suspensi ekstrak daun binahong
Daun ekstrak etil asetat daun binahong ditentukan berdasarkan orientasi hewan percobaan, yaitu dosis 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, 400 mg/kgbb. Dosis I 100mg/kgbb, dosis II 200 mg/kgbb, dosis III 400mg/kgbb.
Cara kerja : Ekstrak etil asetat daun binahong masing-masing sebanyak 100 mg, 200 mg dan 400 mg dimasukkan ke dalam lumpang yang berisi sedikit suspensi CMC 0,5% digerus homogen lalu dicukupkan dengan suspensi Na-CMC 0,5% hingga 10 ml.
3.7.3.3Pembuatan suspensi simvastatin
Sebanyak 50 mg simvastatin digerus dalam lumpang, lalu ditambahkan suspensi Na-CMC 0,5% sedikit demi sedikit sambil terus digerus hingga homogen, lalu dicukupkan dengan suspensi Na-CMC 0,5% hingga 625 ml.
3.7.4Penyiapan hewan yang hiperkolesterolemia
Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah marmot yang sehat dan dewasa sebanyak 24 ekor yang terlebih dahulu dikarantina selama 2 minggu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Diukur kadar kolesterol awalnya lalu sengaja dibuat hiperkolesterolemia dengan cara memberikan makanan induksi berupa kuning telur (dosis 1% bb) diberikan selama 14 hari berturut-turut yang dicampur dengan lemak kambing 15 g sebanyak sehari sekali secara oral serta diberi pakan biasa (Pane, 2011). Diukur kadar kolesterolnya.
3.7.5Pengujian efek penurun kadar kolesterol
Pengujian efek penurunan kadar kolesterol menggunakan dosis ekstrak daun binahong 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, 400 mg/kgbb dengan pembanding suspensi simvastatin dosis 0,80 mg/kgbb marmot dan kontrol suspensi CMC-Na 0,5%.
3.7.5.1Pemberian suspensi kontrol, suspensi ekstrak daun binahong dan suspensi simvastatin pada marmot
Marmot dibagi menjadi 6 kelompok disetiap kelompok terdiri dari 4 marmot jantan, dimana kelompok pertama adalah normal, tidak mendapatkan perlakuan sebagai kontrol (-). Kelompok kedua diberikan suspensi simvastatin sebagai kontrol (+). Kelompok ketiga diberikan suspensi Na-CMC 0,5% sebagai kontol pelarut. Kelompok keempat diberikan suspensi ekstrak etil asetat daun binahong dosis 100 mg/kgbb/hari. Kelompok kelima diberikan suspensi ekstrak etil asetat daun binahong dosis 200 mg/kgbb/hari. Kelompok keenam diberikan suspensi ekstrak etil asetat daun binahong 400 mg/kgbb/hari. Marmot yang telah diinduksi kolesterol selama 14 hari, pada hari ke-14 diambil darahnya dan marmot yang berada pada kondisi hiperkolesterolemia diberikan obat dan ekstrak etil asetat daun binahong pada hari ke-14 setelah pengambilan darah, hari ke-15 dan hari ke-16, kemudian diambil lagi darahnya pada hari ke-17 sebelum pemberian simvastatin dan ekstrak etil asetat daun binahong. Marmot masih diberikan simvastatin dan ekstrak etil asetat daun binahong pada hari ke-17,18,19,20 hingga pengambilan darah pada hari ke-21 (Pane, 2011). Selama pemberian simvastatin dan ekstrak etil asetat daun binahong marmot diberikan makanan pakan biasa.
3.7.5.2Pengambilan darah
Sebelum pengambilan darah marmot dipuasakan selama 10-18 jam (tidak makan tetapi masih tetap diberi minum). Kuku marmot dipotong dengan pemotong kuku sampai berdarah, kemudian diambil ± 0,5 ml darah ditampung dalam microtube. Darah disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm sehingga terbentuk dua lapisan yaitu bagian serum dan padatan. Diambil bagian serum.
3.7.5.3 Penetapan kadar kolesterol serum darah marmot
Serum dipipet sebanyak 0,01 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang berisi reagensia kolesterol sebanyak 1 ml, lalu di inkubasi pada suhu 25oC selama 10 menit. Kadar kolesterol diukur menggunakan alat microlab pada panjang gelombang 546 nm.
3.8Analisis Data
Data hasil pengamatan dianalisis secara stratistik dengan metode Anova menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 22.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Hasil Identifikasi Tumbuhan
Tumbuhan yang telah diidentifikasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Indonesian Institute of Sciences), Pusat Penelitian Biologi (Research Center For Biology), Bogor hasilnya adalah Anredera cordifolia (Ten.) Steenis, suku Basellaceae. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 48.
4.2Karakterisasi Simplisia
Pemeriksaan karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopis, pemeriksaan mikroskopis, dan pemeriksaan karaterisasi terhadap serbuk simplisia dilakukan uji kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total, dan kadar abu tidak larut asam.
4.2.1 Pemeriksaan makroskopis
Hasil pemeriksaan makroskopik dari daun binahong segar yaitu daunnya merupakan daun tunggal, panjang 4-8 cm, lebar 3-6 cm, berwana hijau, bentuk jantung. ujung runcing, tepi rata dan permukaan licin dan berasa pahit. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 50.
4.2.2 Pemeriksaan mikroskopis
Hasil pemeriksaan mikroskopik terhadap daun segar binahong yaitu pada penampang melintang daun terlihat susunan anatomi daun yang terdiri dari epidermis atas, jaringan palisade, jaringan spons dan epidermis bawah. Penampang melintang daun terlihat juga kristal kalsium oksalat bentuk druss pada jaringan mesofil. Penampang membujur daun segar terlihat stomata dengan tipe
parasitik. Pemeriksaan serbuk simplisia terlihat stomata tipe parasitik, kristal kalsium oksalat bentuk druss dan berkas pengangkut penebalan spiral. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 53.
4.2.3 Pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia
Hasil karakterisasi dari serbuk simplisia daun binahong dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini:
Tabel 4.1 Hasil karakterisasi serbuk simplisia daun binahong
No. Parameter Hasil
1. Kadar air 7,32 %
2. Kadar sari larut air 26,16%
3. Kadar sari larut etanol 25,86%
4. Kadar abu total 6,35 %
5. Kadar abu tidak larut asam 0,58 %
Karakterisasi simplisia meliputi penetapan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, dan susut pengeringan, dilakukan dengan tujuan menjamin keseragaman mutu simplisia agar memenuhi persyaratan standar simplisia. Penetapan kadar air menggambarkan batasan maksimal kandungan air di dalam simplisia, karena jumlah air yang tinggi dapat menjadi media tumbuhnya bakteri dan jamur sehingga dapat merusak senyawa yang terkandung dalam simplisia. Penetapan kadar sari larut air dan etanol dilakukan untuk memberikan gambaran awal jumlah senyawa yang dapat tersari dengan pelarut air dan etanol. Penetapan kadar abu total dilakukan dengan tujuan memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya simplisia yang berkaitan dengan senyawa organik maupun anorganik yang diperoleh secara internal dan eksternal. Kadar abu tidak larut asam bertujuan untuk mengetahui
jumlah abu yang diperoleh dari faktor eksternal seperti pasir atau tanah silikat. (Febriani, dkk., 2015).
4.3Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia dilakakukan terhadap simplisia daun binahong dan ekstrak etil asetat daun binahong. Hasil skrining fitokimia terlihat pada Tabel 4.2 dibawah ini:
Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan skrining fitokimia daun binahong
No. Golongan senyawa Simplisia Ekstrak etil asetat
1 Alkaloid + + 2 Glikosida + + 3 Flavonoida + + 4 Tanin + + 5 Saponin + + 6 Triterpenoid/Steroid + +
Keterangan: ( + ) positif: mengandung golongan senyawa ( ˗ ) negatif: tidak mengandung golongan senyawa
Berdasarkan hasil skrining diketahui bahwa simplisia daun binahong mengandung alkaloid, glikosida, flavonoida, tanin, saponin dan steroid. Daun
Anredera cordifolia (Ten.) Steenis., mengandung senyawa alkaloid, polifenol, fenolik flavonoida, saponin, streroid, triterpenoid, tanin (Astuti, 2012; Balitbangkes, 2006; Fauziah, dkk., 2014; Jazilah, dkk., 2014; Kumalasari dan Sulistyani, 2011) sedangkan ekstrak etil asetat daun binahong menunjukkan bahwa ekstrak mengandung alkaloid, glikosida, flavonoida, tanin, saponin dan steroid.
Identifikasi menggunakan reaksi warna, dilakukan dengan beberapa macam pereaksi alkaloid, terhadap warna atau endapan yang timbul. Pereaksi yang sering digunakan adalah pereaksi Dragendroff, Mayer, iodoplatinat, asam fosfowolframat, asam fosdomolibdat (Hanani, 2015). Pereaksi Mayer paling
banyak digunakan untuk mendeteksi alkaloid karena memberikan endapan pada hampir semua alkaloid (Robinson, 1955). Glikosida mudah larut dalam air, dengan cara mendidihkan sebentar dalam asam encer atau enim yang sesuai, cukup untuk menghidrolisis bagian gula dan aglikonnya (Farnsworth, 1966; Robinson, 1995). Uji tanin dinyatakan positif jika dengan penambahan larutan FeCl3 dan harus menghasilkan warna biru, biru kehitaman, hijau atau biru kehijauan dan lapisan endapan Pengujian flavonoida dengan penambahan serbuk magnesium dan HCl pekat akan menghasilkan perubahan warna dari orange-merah (flavon), orange-merah-orange-merah tua (flavonol), orange-merah tua-magenta (flavonon), dan terkadang hijau atau biru. Reaksi Lieberman-Burchard banyak digunakan untuk uji triterpenoid dan steroid akan memberikan warna hijau-biru menunjukan saponin steroidal dan warna merah, pink, atau ungu menunjukkan triterpenoida. Keberadaan saponin ditunjukkan dengan terbentuknya busa yang bertahan selama 30 menit setelah pengocokan dengan air panas selama 3-5 menit (Farnsworth, 1966).
4.4 Hasil Pengukuran Kadar Kolesterol Darah
Penelitian ini menggunakan marmot jantan sebagai hewan percobaan yang dibuat hiperkolesterolemia dengan harapan tercapai kenaikan kolesterol dalam darah dengan penginduksi kuning telur ayam yang dicampur dengan lemak kambing secara oral selama dua minggu secara terus menerus bersamaan dengan pakannya. Keadaan hiperkolesterolemia terjadi apabila kadar kolesterol darah dari marmot diatas 43 mg/dl (Soesanto, 1988).
Pemilihan marmot sebagai hewan penelitian karena pada marmot memiliki kesamaan dengan manusia yaitu memiliki kekurangan kemampuan
untuk mensintesis vitamin C, karena defisiensi vitamin c menyebabkan peningkatan kadar kolesterol darah (Prakoso, 2006).
Penginduksi yang digunakan pada penelitian ini adalah kuning telur ayam dan lemak kambing yang diberikan bersama pakan. Kuning telur dan lemak kambing merupakan diet tinggi lemak yaitu faktor penting dalam peningkatan konsentrasi LDL kolesterol dan penurunan konsentrasi HDL (Prakoso, 2006).
Pembanding yang digunakan pada penelitian ini adalah obat simvastatin 10 mg, pemilihan obat ini karena khasiatnya menurunkan LDL-nya lebih kuat. Pemberian dosis 10 mg simvastatin per hari mampu menurunkan kadar LDL-kolesterol hingga 27% (Tan dan Rahardja, 2002).
Pengujian efek penurun kadar kolesterol darah dari daun binahong diawali dengan melakukan orientasi dosis ekstrak etil asetat daun binahong. Dosis orientasi adalah 100 mg/kgbb. Ekstrak etl asetat daun binahong dosis 100 mg/kgbb sudah menunjukkan penurunan kolesterol serum. Berdasarkan hasil orientasi ini, maka penelitian selanjutnya digunakan dengan variasi ekstrak etil asetat daun binahong dosis 100, 200, dan 400 mg/kgbb. Variasi dosis yang diberikan pada hewan percobaan bertujuan untuk melihat dosis efektif dari ekstrak etil asetat daun binahong. Hasil pengukuran kadar kolesterol serum marmot dilakukan setelah marmot dipuasakan selama 10-18 jam, tetapi tetap diberi minum sebelum marmot diinduksi kolesterol dengan menggunakan penginduksi kuning telur ayam dan lemak kambing yang diberikan bersama pakannya selama dua minggu berturut-turut dan setelah diinduksi dengan menggunakan kuning telur ayam dan lemak kambing selama dua minggu berturut-turut serta hasil pengukuran penurunan kadar kolesterol serum marmot setelah pemberian ekstrak etil asetat daun binahong dan simvastatin ditunjukkan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Hasil pengukuran rata-rata kadar kolesterol darah marmot hari ke-0 (sebelum induksi) sampai hari ke-21 (7 hari setelah pemberian obat) Data adalah rerata ± SD, n = 4.
Kelompok
Kadar kolesterol darah (mg/dl) ± SD Hari ke-0 (sebelum induksi) Hari ke-14 (hiperkolester olemia) Hari ke-17 (3 hari setelah pemberian obat) Hari ke-21 (7 hari setelah pemberian obat) Normal (Kontrol negatif) 34,75 ± 5, 12 34,50 ± 4,65 34,75 ± 4,57 35,00 ± 4,24 CMC Na (Kontrol pelarut) 27,5 ± 4,93 101,25 ± 14,99 * 104,50 ± 16,46* 100,50 ± 16,29* Simvastatin (Kontrol positif) 34,25 ± 5,73 75,00 ± 5,47 * 56,00 ± 3,65 33,25 ± 2,75 EEADB 100 mg/kgbb 27,25 ± 8,53 80,50 ±15,75 * 68,50 ± 15,75* 54,00 ± 15,25 EEADB 200 mg/kgbb 32,25 ± 7,50 93,25 ± 16,85 * 78,75 ± 16,35* 63,25 ± 15,50* EEADB 400 mg/kgbb 31,5 ± 10,14 82,75 ± 7,88 * 60,00 ± 7,25 37,00 ± 3,36 Sig. 0,691 0,00
* = Berbeda signifikan dengan kontrol negatif pada uji anova (α = 0,05) Keterangan : EEADB = ekstrak etil asetat daun binahong
Hasil analisis statistik yang tercantum pada Tabel 4.3 diperoleh nilai signifikansi 0,691 pada hari ke-0 (sebelum induksi), tidak ada perbedaan yang signifikan antar kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa marmot jantan yang digunakan berada dalam kondisi fisiologis yang homogen sehingga dapat digunakan sebagai hewan uji.
Setelah pemberian induksi makanan berupa kuning telur ayam (1%bb) dan lemak kambing 15 g yang dicampur dengan pakannya, terjadi peningkatan kadar kolesterol serum darah marmot dibandingkan dengan kadar kolesterol serum darah marmot sebelum diberikan induksi makanan tersebut. Peningkatan disebut kondisi hiperkolesterolemia jika kadarnya berada di atas normal (> 43 mg/dl). Kondisi ini ditunjukkan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Hasil pengukuran rata-rata kadar kolesterol darah marmot hari ke-14 (kondisi hiperkolesterolemia) dan persen peningkatannya. Data adalah rerata ± SD, n = 4.
Kelompok Rata-rata kadar
kolesterol serum (mg/dl) ± SD
Persen peningkatan (%)
Normal (Kontrol negatif) 34,50 ± 4,65 0,72
CMC Na (Kontrol pelarut) 101,25 ± 14,99 * 268, 18 Simvastatin (Kontrol positif) 75,00 ± 5,47 * 118,97
EEADB 100 mg/kgbb 80,50 ±15,75 * 195,41
EEADB 200 mg/kgbb 93,25 ± 16,85 * 189,14
EEADB 400 mg/kgbb 82,75 ± 7,88 * 162,69
Sig. 0,00
* = Berbeda signifikan dengan kontrol negatif pada uji anova (α = 0,05)
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa pemberian penginduksi hiperkolesterol berupa kuning telur ayam (dosis 1%bb) dan lemak kambing sebanyak 15 g dapat meningkatkan kadar kolesterol darah marmot. Seluruh marmot dapat digunakan sebagai hewan uji pada pengujian penurunan kadar kolesterol menggunakan ekstrak etil asetat daun binahong. Peningkatan kadar kolesterol ini diakibatkan pemberian pakan yang setiap 10 gram kuning telur mengandung 2000 mg kolesterol dan lemak kambing per 10 gram mengandung 130 mg kolesterol (Harmanto, 2005). Lemak hewani banyak mengandung asam lemak jenuh dan kolesterol. Lemak jenuh cenderung merangsang hati untuk memproduksi kolesterol sehingga kadarnya di dalam darah meningkat (Silalahi, 2006). Kadar kolesterol meningkat bila mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung kolesterol atau lemak (Dalimartha dan Dalimartha, 2014).
Hari ke-17 (hari ke-3 setelah pemberian simvastatin dan ekstrak etil asetat daun binahong), ternyata terjadi penurunan kadar kolesterol serum darah dengan mengukur rata-rata kadar kolesterol serum marmot. Pengamatan dilakukan sampai hari ke-21 (hari ke-7 setelah pemberian simvastatin dan ekstrak etil asetat daun binahong).
Tabel 4.5 Hasil persen penurunan rata-rata kadar kolesterol serum marmot hari ke-17 dan hari ke-21. Data adalah rerata ± SD, n = 4.
Kelompok
Persen penurunan (%) kadar kolesterol (mg/dl) Hari ke-17 (3 hari
setelah pemberian obat)
Hari ke-21 (7 hari setelah pemberian obat)
Normal (Kontrol negatif) 0,72 0,72
CMC Na (Kontrol pelarut) 3,21 3.83
Simvastatin (Kontrol positif) 25.33 40,62
Ekstrak Etil Asetat Daun Binahong 100 mg/kgbb
14,90 21,16
Ekstrak Etil Asetat Daun Binahong 200 mg/kgbb
15,55 19,68
Ekstrak Etil Asetat Daun Binahong 400 mg/kgbb
27,49 38,44
Berdasarkan tabel 4.5 Hasil pengukuran persen penurunan kadar kolesterol pada hari ke-17 masing-masing kelompok masih hiperkolesterolemia. Kelompok CMC Na tidak terdapat penurunan kolesterol. Berbeda dengan kelompok simvastatin dan kelompok ekstrak etil asetat daun binahong dengan dosis 100, 200, dan 400 mg/kgbb sudah menunjukkan penurunan kolesterol. Pemberian perlakuan dilakukan sampai hari ke-21. Hari ke-21, kelompok CMC Na tidak mengalami penurunan kolesterol sehingga dan tetap terjadi hiperkolesterolemia. Kelompok ekstrak etil asetat dosis 100 mg/kgbb dan dosis 200 mg/kgbb terjadi penurunan kolesterol tetapi masih mengalami hiperkolesterolemia. Kelompok simvastatin dan kelompok ekstrak etil asetat dosis 400 mg/kgbb mengalami penurunan dan kadar kolesterol sudah berada pada kadar kolesterol normal. Berdasarkan perhitungan rata-rata AUC kadar kolesterol serum darah marmot diperoleh hasil dosis 400 mg/kgbb mampu menurunkan kadar kolesterol serum marmot yang hampir sama dengan penurunan kolesterol simvastatin sehingga disimpulkan bahwa pada dosis 400 mg/kgbb merupakan dosis yang efektif untuk menurunkan kadar kolesterol pada marmot karena pada dosis 400 mg/kgbb sudah
dapat menurunkan kolesterol yang sama dengan simvastatin 10 mg dan sudah sama dengan keadaan normal. Hasil perhitungan AUC dapat dilihat pada Lampiran 13, halaman 67.
Gambar 4.1 Perbandingan penurunan kadar rata-rata kolesterol darah marmot setelah pemberian obat dan dibandingkan dengan kontrol ± SD, n = 4 ekor marmot
Grafik 4.1 menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat dosis 400 mg/kgbb efektif untuk menurunkan kadar kolesterol dan tidak berbeda nyata dengan simvastatin sedangkan ekstrak etil asetat daun binahong dosis 100 mg/kgbb dan 200 mg/kgbb juga mempunyai efek menurunkan kolesterol tetapi tidak lebih baik dibandingkan simvastatin sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak etil asetat dosis 400 mg/kgbb merupakan dosis yang paling efektif untuk dapat menurunkan kadar kolesterol serum marmot dibandingkan dosis 100 mg/kgbb dan 200 mg/kgbb. 0 20 40 60 80 100 120 140
Hari 0 Hari 14 Hari 17 Hari 21
K ada r ra ta -r at a kol est er ol se rum ( m g/ dl ) Hari Normal CMC Na Simvastatin
Daun binahong mengandung senyawa saponin dan flavonoida yang berperan menurunkan kolesterol darah. Saponin atau biasa disebut bousingide A1 atau lareagenin A mampu menghambat pembentukan kolesterol darah dengan menghambat enzim pembentukan kolesterol (hidroksi metilglutaril koasetat reduktase). Penghambatan kerja enzim tersebut, maka kolesterol juga akan turun (Utami dan Puspaningtyas, 2013). Isolasi saponin menunjukkan berbagai aktivitas farmakologi seperti antitumor, penurunan kolesterol, potensiasi imun, antikanker, antioksidan dan menekan penurunan resiko implikasi pada penyakit jantung koroner (Astuti, dkk., 2011). Daun binahong memiliki potensi menurunkan kolesterol darah dan diduga bahwa kandungan triterpenoid saponin dalam binahong yang berperan menurunkan kadar gula darah dan kolesterol (Utami dan Puspaningtyas, 2013). Menurut hasil penelitian Wahjuni (2014), pada daun
Anredera cordifolia ditemukan senyawa fitol yang merupakan alkohol diterpen dan berfungsi sebagai prekursor vitamin E dan K pada hewan dan dapat di ubah lebih lanjut menjadi asam fitanik dan dapat ditemukan pada jaringan lemak hewan dapat berpotensi sebagai penghambat hiperkolesterolemia pada tikus putih.
Flavonoida berperan dalam pencegahan penyakit jantung koroner berdasarkan efek proses biologis yang meliputi proses inhibisi peroksidasi lipida dan agregasi platelet. Flavonoida diyakini menurunkan aterosklerosis dan menghambat oksidasi LDL, dengan cara menghambat pembentukan radikal bebas dan melindungi α-tokoferol dalam LDL dari oksidasi (Silalahi, 2006).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
a. Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia didapatkan kadar air 7,32%, kadar sari larut air 26,16%, kadar sari larut etanol 25,86%, kadar abu total 6,35 %, dan kadar abu tidak larut asam 0,58%.
b. Ekstrak etil asetat daun binahong dapat menurunkan kadar kolesterol serum pada darah marmot dengan dosis efektif 400 mg/kgbb.
c. Ekstrak etil asetat daun binahong mengandung senyawa saponin dan flavonoida yang dapat berperan dalam penurunan kadar kolesterol serum marmot.
5.2Saran
Diharapkan pada penelitian selanjutnya dilakukan pengujian aktivitas farmakologi atau mikrobiologi dengan menggunakan bagian tumbuhan daun binahong yang lain seperti batang atau umbi daun binahong.