• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian bersama eksperimental

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian bersama eksperimental"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

41 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian bersama eksperimental laboratorik dengan pengamatan variabel yang berbeda-beda. Subjek penelitian dibagi menjadi beberapa kelompok lalu diberi perlakuan tertentu di laboratorium. Subjek dibagi menjadi kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, lalu hasil dari keduanya dibandingkan (Murti, 2010). Percobaan yang dilakukan merupakan gabungan antara pretest-postest control group design dan postest only control group design karena kadar kolesterol total

dalam darah diukur sebelum dan sesudah diberikan perlakuan, sedangkan pengamatan makroskopis dan histopatologi hepar hanya dilakukan setelah diberikan perlakuan (Sarwono, 2006).

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Studi Pangan dan Gizi (PSPG) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

C. Subjek Penelitian 1. Populasi Penelitian

Tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar umur 2 – 3 bulan dengan berat badan 150 – 200 gram.

commit to user commit to user

(2)

2. Sampel Penelitian dan Besar Sampel

Dalam penelitian ini, hewan percobaan dibagi menjadi 4 kelompok sehingga jumlah sampel minimal menurut rumus Federer adalah :

(𝑘 − 1)(𝑛 − 1) ≥ 15 (4 − 1)(𝑛 − 1) ≥ 15 3𝑛 − 3 ≥ 15

3𝑛 ≥ 18 𝑛 ≥ 6

Keterangan

𝑘 : Jumlah kelompok 𝑛 : Jumlah sampel tiap kelompok

Jadi, jumlah sampel minimal untuk setiap kelompok adalah 6 ekor tikus.

Sebagai cadangan, setiap kelompok ditambah 1 ekor tikus sehingga jumlah tikus setiap kelompok menjadi 7 ekor. Dengan demikian, jumlah total tikus yang digunakan adalah 28 ekor tikus.

D. Teknik Sampling

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu memilih sampel menurut kriteria tertentu sehingga memadai untuk dijadikan sampel penelitian (Sastroasmoro dan Ismael, 2014). Berikut ini kriteria subjek penelitian :

1. Kriteria Inklusi

a. Jenis tikus : Tikus galur Wistar b. Berat badan : 150 – 200 gram c. Umur : 2 bulan

d. Jenis kelamin : Jantan

(3)

2. Kriteria Ekslusi

a. Tikus yang menunjukkan tanda – tanda sakit.

b. Tikus yang mati selama proses perlakuan.

c. Tikus yang setelah pemberian pakan tinggi lemak tinggi fruktosa selama 53 hari tidak menjadi model sindrom metabolik.

Kemudian sampel dibagi menjadi empat kelompok dengan randomisasi sederhana sehingga variabel perancu yang tidak terkendali dapat terdistribusi merata pada semua kelompok (Harun et al, 2014).

E. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Pemberian ekstrak etanolik biji kelor (Moringa oleifera, Lam.) 2. Variabel terikat

Kadar kolesterol total, gambaran makroskopis, dan histopatologi hepar tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar model sindrom metabolik.

3. Variabel perancu a. Terkendali

Jenis hewan percobaan, jenis kelamin, umur, berat badan, jenis makanan tikus, kadar kolesterol total dan kadar glukosa sebelum perlakuan dengan ekstrak.

(4)

b. Tak Terkendali

Kondisi awal hepar tikus, kondisi psikologis tikus, dan hipersensitivitas tikus terhadap perlakuan (pemberian pakan standar, pakan tinggi lemak tinggi fruktosa dan ekstrak).

F. Definisi Operasional Variabel 1. Variabel bebas

Pemberian ekstrak etanolik biji kelor (Moringa oleifera, Lam.).

Ekstrak biji kelor yang dimaksud adalah biji kelor kering yang diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 70%, diberikan selama 28 dengan dosis 150 mg/kgBB/hari dan 200 mg/kgBB/hari yang telah dilarutkan dalam 3 ml CMC-Na 0,5%. Biji kelor yang digunakan sudah dalam kondisi kering dan diperoleh secara langsung dari Pacetan, Pendowoharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta. Pembuatan simplisia dan proses ekstraksi dilakukan di Laboratorium PSPG UGM Yogyakarta..

a. Alat Ukur : timbangan digital, piprt ukur b. Satuan : miligram per mililiter (mg/ ml) c. Skala : rasio

2. Variabel terikat

a. Kadar kolesterol total tikus putih (Rattus norvegicus)

Kadar kolesterol total adalah jumlah total kolesterol dalam darah (DCD, 2015). Kadar kolesterol total dalam penelitian ini

(5)

melalui vena retro orbitalis sebanyak 1,5 ml. Kadar kolesterol total diukur sebelum dan sesudah tikus diberikan pakan tinggi lemak tinggi fruktosa serta setelah diberikan ekstrak biji kelor per oral dengan dosis 150 mg/kgBB/hari dan 200 mg/kgBB/hari selama 28 hari berturut – turut.

Pengukuran tersebut dilakukan di Laboratorium PSPG UGM Yogyakarta menggunakan kit DiaSys (Diagnostic System Holzheim Germany). Sampel yang digunakan adalah darah dari vena retro

orbitalis.

1) Alat ukur : spektrofotometer dengan kit DiaSys untuk kolesterol total

2) Satuan : mg/dL 3) Skala : rasio

b. Makroskopis hepar tikus putih (Rattus norvegicus)

Makroskopis hepar merupakan perubahan pada anatomi hepar yang diukur berdasarkan berat dan volume hepar. Pada tikus yang diberi pakan tinggi lemak tinggi fruktosa akan terjadi perubahan ukuran dan berat hepar. Ukurannya semakin membesar dan beratnya semakin meningkat (VanSaun et al., 2009).

Penilaian makroskopis tersebut dilakukan setelah pemberian pakan tinggi lemak tinggi fruktosa selama 53 hari serta setelah diberikan ekstrak biji kelor per oral dengan dosis 150 mg/kgBB/hari dan 200 mg/kgBB/hari selama 28 hari berturut – turut.

(6)

1) Alat ukur : timbangan, gelas ukur

2) Satuan : berat hepar satuanya gram (g), volume hepar milimeter kubik (mm3)

3) Skala : rasio

c. Inflamasi hepar tikus putih (Rattus norvegicus)

Inflamasi hepar pada penelitian ini merupakan skor inflamasi lobular hepar yang dinilai berdasarkan jumlah fokus infiltrasi sel radang pada lobulus hepar berdasarkan modifikasi NASH Clinical Research Network Scoring System (Brown dan Kleiner, 2016).

Pada pewarnaan hematoksilin eosin gambaran inflamasi lobular hepar berupa fokus infiltrasi sel radang di lobulus hepar yang terdiri dari ≥ 5 sel radang yang tersusun radier atau terkluster, tidak sejajar (Liang et al., 2014). Pengamatan gambaran histopatologi hepar dilakukan di laboratorium Patologi Anatomi UNS.

1) Alat ukur : mikroskop Olympus CX-21 dibantu kamera digital

“Optilab: untuk mikroskopis yang dilengkapi software Optilab Viewer.

2) Satuan : - 3) Skala : ordinal 3. Variabel perancu

a. Variabel perancu yang dapat dikendalikan 1) Jenis Hewan Coba

(7)

Jenis hewan coba yang digunakan adalah tikus putih (Rattus norvegicus). Tikus yang dipilih dalam kondisi sehat dan tidak ada

kelainan anatomis. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan defined laboratory animals sehingga genotipe, fenotipe (efek maternal)

dan sifat dramatipe (efek lingkungan terhadap fenotipe) menjadi konstan (Ridwan, 2013).

Variasi genetik dapat menyebabkan perbedaan respon terhadap makanan sehingga berpengaruh terhadap kadar kolesterol. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dipilih dari galur yang sama, yaitu galur Wistar yang diperoleh dari Laboratorium PSPG UGM Yogyakarta. Kemudian, tikus tersebut dimasukkan ke dalam kelompok kontrol dan kelompok perlakuan secara random sederhana.

2) Jenis Kelamin

Hewan coba yang digunakan berjenis kelamin jantan untuk mengurangi pengaruh hormon estrogen karena pada jenis kelamin jantan hormon estrogennya lebih sedikit. Hormon estrogen berperan penting dalam regulasi metabolisme lipid dengan cara meningkatkan HDL, trigliserid, dan lemak subkutan serta menurunkan kadar LDL (Lizcano, et al., 2014; Barton, 2013).

3) Umur

Umur mempengaruhi karakteristik sindrom metabolik karena adanya proses penuaan (Bonomini et al., 2015). Kadar glukosa,

(8)

kolesterol total dalam darah meningkat secara progresif dan mencapai puncaknya pada umur 12 bulan. Selain itu semakin tua umur tikus, maka deposit lemak juga semakin banyak (Ghezzi et al., 2012). Oleh karena itu, dipilih tikus yang berumur 2 bulan

karena deposit lemak masih sedikit dan meminimalisasi pengaruh umur terhadap parameter sindrom metabolik.

4) Berat Badan

Berat badan hewan coba adalah 150-200 gram.

5) Jenis Makanan

Makanan yang diberikan untuk hewan coba adalah :

a) Pada kelompok kontrol normal (1) diberikan pakan standar pellet BR-2 secara ad libitum.

b) Pada kelompok kontrol negatif (2) dan kelompok perlakuan (3 dan 4) diberikan pakan standar pellet BR-2 secara ad libitum dan pakan tinggi lemak tinggi fruktosa menggunakan

sonde lambung selama 53 hari. Komposisi pakan tinggi lemak tinggi fruktosa sebagai berikut:

(1) kuning telur bebek 2 ml/200 gramBB (2) lemak sapi 2 ml/200 gramBB

(3) fruktosa 0,36 gram/200gramBB (4) minyak teroksidasi 1 ml/200 gramBB.

(9)

6) Kadar Kolesterol Total dan Glukosa Sebelum Pemberian Ekstrak Sebelum diberikan pakan tinggi lemak tinggi fruktosa, kadar kolesterol total dan glukosa pada tikus diperiksa terlebih dahulu (pretest) dengan kit DiaSys (Diagnostic System Holzheim Germany) untuk kolesterol total dan dinyatakan dalam satuan

mg/dL. Kemudian setelah pemberian pakan tinggi lemak tinggi fruktosa, kadar kolesterol total dan kadar glukosa diperiksa kembali, diharapkan sudah menjadi model sindrom metabolik.

b. Variabel Perancu yang Tidak Terkendali 1) Kondisi Awal Hepar Tikus

Kondisi awal hepar pada tikus sebelum perlakuan tidak dapat diperiksa sehingga tidak diketahui apakah terdapat kelainan pada hepar atau tidak.

2) Kondisi Psikologis Tikus

Tikus dapat mengalami gangguan psikologis dan stres karena pemberian perlakuan yang dilakukan setiap hari, suasana lingkungan yang ramai, dan kompetisi antar tikus.

3) Hipersensitivitas Tikus terhadap Perlakuan

Reaksi hipersensitivitas tikus terhadap pemberian pakan standar, diet tinggi lemak tinggi fruktosa dan ekstrak etanolik biji kelor (Moringa oleifera, Lam.) tidak diketahui karena pada penelitian ini tidak dilakukan uji sensitivitas atau alergi terlebih dahulu.

(10)

G. Instrumen Penelitian 1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

a. Kandang hewan percobaan

b. Timbangan c. Gelas ukur

d. Pipet tetes, pipet ukur e. Penganduk

f. Sonde lambung g. Vacuum Rotary h. Evaporator i. Mesin grinder

j. Perangkat Kit DiaSys

k. Pot urin untuk menampung organ l. Alat bedah (scalpel,gunting,

pinset, klem) m. Kertas saring

n. Alat membuat preparat histologi o. Mikroskop Olympus CX-21 p. Kamera digital “Optilab”

dengan software Optilab Viewer

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

a. Pakan standar pellet BR-2 b. Pakan tinggi lemak (kuning

telur bebek, lemak sapi) c. Fruktosa

d. Minyak teroksidasi

e. Alkohol 95%, 80%, 70%, dan 50%

f. Xylol

g. Parafin

h. Pewarna Hematoksilin-eosin i. Etanol 70%

j. Biji kelor

k. CMC-Na 0,5% sebagai suspending agent ekstrak biji kelor.

(11)

H. Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data 1. Tahap Persiapan

a. Persiapan Alat dan Bahan

1) Membuat ethical clearance dan surat penelitian 2) Persiapan hewan percobaan

3) Persiapan alat dan bahan pembuatan pakan tinggi lemak tinggi fruktosa yang terdiri dari kuning telur bebek, lemak sapi, fruktosa, dan minyak teroksidasi.

b. Pembuatan Pakan Tinggi Lemak Tinggi Fruktosa

1) Suspensi pakan tinggi lemak dibuat dengan melarutkan masing – masing 200 gram kuning telur bebek dan 200 gram lemak sapi ke dalam 200 ml CMC-Na 0,5% sehingga membentuk suspensi dengan kadar 1 gram/ml. Volume yang diberikan adalah masing – masing 2 ml/200 gramBB/hari selama 53 hari berturut – turut berdasarkan modifikasi dari penelitian yang dilakukan Harsa (2014) dan Yahya (2016).

2) Serbuk fruktosa sebanyak 30 mg dilarutkan dalam 60 ml akuades sehingga terbentuk larutan dengan kadar 0,5 mg/ml. Dosis yang diberikan adalah 0,36 mg/200 gramBB selama 53 hari berturut – turut.

3) Minyak teroksidasi dibuat dengan cara membiarkan minyak goreng komersial kontak dengan udara terbuka sehingga

(12)

mengalami oksidasi sampai berbau tengik. Dosis yang diberikan adalah 1 ml/200 gramBB selama 53 hari (Yahya, 2016).

c. Pembuatan Ekstrak Biji Kelor (Moringa oleifera, Lam.)

Ekstrak biji kelor berasal dari biji kelor kering yang diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol. Biji kelor kering diperoleh di Pacetan, Pendowoharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta. Selanjutnya, pembuatan simplisia dan proses ekstraksi biji kelor dilakukan di Laboratorium PSPG UGM Yogyakarta. Berikut ini merupakan proses pembuatan ekstrak biji kelor:

1) Biji kelor dipilih yang masih utuh lalu dihilangkan sayapnya sampai bersih. Kemudian dikeringkan kembali dengan oven vakum pada suhu 530C selama 24 jam.

2) Biji kelor kering dipecah dan dihaluskan menggunakan mesin glinder supaya menjadi serbuk. Kemudian serbuk biji kelor diayak dengan ayakan 20 mesh untuk memperoleh simplisia halus dengan ukuran yang homogen.

3) Simplisia direndam dalam etanol 70% dengan perbandingan 1 : 6 selama 72 jam sambil diaduk sesekali. Berdasarkan Synder (1997) menyatakan etanol digunakan sebagai pelarut bertujuan untuk menarik semua komponen kimia dalam biji kelor, karena pelarut etanol merupakan pelarut universal yang dapat menarik senyawa-senyawa yang larut dalam pelarut non polar hingga polar dan memiliki indeks polaritas sebesar 5,2. Menurut Tiwari,

(13)

et al. (2011) menyatakan etanol juga lebih efisien dalam

degradasi dinding sel non polar sehingga polifenol dapat tersaring lebih banyak. Selain itu, toksiksitas etanol lebih rendah daripada metanol.

4) Hasil rendaman kemudian disaring sehingga diperoleh filtrat atau maserat dan residu. Jika residu masih berwarna, maka dilakukan remaserasi sampai membentuk larutan yang tidak berwarna.

5) Filtrat atau maserat dievaporasi menggunakan rotary vacuum evaporator dan pemanas water bath pada suhu 700C sehingga terbentuk ekstrak etanolik biji kelor yang kenyal. Setelah proses tersebut, kandungan etanol di dalam ekstrak menjadi berkurang hingga kurang dari 1% sehingga tidak dapat merusak hepar (Chandra, 2015; Ikalinus et al., 2015).

d. Perhitungan Dosis Ekstrak Biji Kelor

Pemberian ekstrak etanolik biji kelor dengan dosis 100 mg/kgBB/hari dan 500 mg/kgBB/hari selama 90 hari dapat menurunkan kadar kolesterol, kreatinin, asam urat, trigliserida, dan glukosa pada tikus (Chivapat et al., 2012). Sedangkan berdasarkan penelitian Jain et al., (2010) menyatakan pemberian ekstrak metanolik Moringa oleifera, Lam. pada dosis 150, 300 dan 600 mg/KgBB/hari

selama 40 hari dapat signifikan menurunkan kadar kolesterol total pada tikus. Dalam penelitian ini, ekstrak etanolik biji kelor diberikan dalam dosis 150 mg/kgBB/hari dan 200 mg/kgBB/hari selama 28 hari.

(14)

Dosis tersebut jauh di bawah dosis letal median (LD53) yang bernilai 6,68 gram/kgBB (Chivapat et al., 2012).

2. Tahap Adaptasi

Setiap tikus diadaptasikan terlebih dahulu dengan kondisi laboratorium selama 1 minggu. Pada tahap ini, tikus diberikan pakan standard pellet BR-2 dan air dari PAM secara ad libitum.

3. Tahap Penelitian 1 (Pembuatan Model Sindrom Metabolik)

Penelitian tahap 1 dilakukan untuk menginduksi kondisi hiperkolesterolemia, hiperglikemia, dan kerusakan berbagai organ.

Komposisi makanan yang diberikan antara lain :

a. Pakan tinggi lemak yang terdiri dari kuning telur bebek 2 ml/200 gramBB dan lemak sapi 2 ml/200 gram BB yang diberikan selama 53 hari berturut – turut.

b. Pakan tinggi fruktosa yang terdiri dari fruktosa 0,36 ml/200 gramBB yang diberikan selama 53 hari berturut – turut.

c. Minyak teroksidasi 1 ml/200 gramBB yang diberikan selama 53 hari berturut – turut.

4. Tahap Pengukuran Kadar Zat

Pengukuran kadar kolesterol total glukosa darah dilakukan pada hari ke-0 (hari terakhir adaptasi dan sebelum pemberian pakan tinggi lemak tinggi fruktosa) dan hari ke-54 (satu hari setelah hari terakhir pemberian pakan tinggi lemak tinggi fruktosa). Sedangkan pada hari ke-82 (satu hari

(15)

setelah hari terakhir pemberian ekstrak biji kelor) dilakukan pengukuran kadar kolesterol total saja.

Menurut Dyahnugra dan Widjanarko (2014) sampel darah tikus dapat diambil dari vena retro orbitalis sebanyak 1 ml kemudian didiamkan sampai serum memisah dengan sel – sel darah. Setelah itu, darah disentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama 15 – 20 menit dan serum yang berwarna jernih digunakan sebagai sampel. Lalu dibiarkan selama 20 menit pada suhu kamar 25-28°C. Kadar kolesterol total dapat diukur dengan spektofotometer menggunakan kit DiaSys (Diagnostic System Holzheim Germany) pada panjang gelombang 500 nm (Hasanah, 2016).

5. Tahap Penelitian 2 (Pemberian Ekstrak)

Pemberian ekstak biji kelor dimulai pada hari ke 54 sampai hari ke 78, dengan rincian sebagai berikut :

a. Kelompok 1 : Kontrol normal, hanya diberi 3 ml CMC-Na 0,5% per oral tanpa ekstrak biji kelor selama 28 hari.

b. Kelompok 2 : Kontrol negatif, diberikan pakan tinggi lemak tinggi fruktosa selama 53 hari kemudian diberikan 3 ml CMC-Na 0,5%

per oral tanpa ekstrak biji kelor selama 28 hari.

c. Kelompok 3 : Diberikan pakan tinggi lemak tinggi fruktosa (kuning telur bebek 2 ml/200

(16)

gramBB, lemak sapi 2 ml/200 gram BB, fruktosa 0,36 gram/200 gramBB, dan minyak teroksidasi 1 ml/200 gramBB) selama 53 hari kemudian diberikan ekstrak biji kelor dengan dosis 150 mg/kgBB/hari (dalam 3 ml CMC-Na 0,5%) selama 28 hari.

d. Kelompok 4 : Diberikan pakan tinggi lemak tinggi fruktosa (kuning telur bebek 2 ml/200 gramBB, lemak sapi 2 ml/200 gram BB, fruktosa 0,36 gram/200 gramBB, dan minyak teroksidasi 1 ml/200 gramBB) selama 53 hari kemudian diberikan ekstrak biji kelor dengan dosis 200 mg/kgBB/hari (dalam 3 ml CMC-Na 0,5%) selama 28 hari.

Setiap tikus diberikan label nama kelompok untuk mempermudah identifikasi. Pada hari ke-79, diperiksa kadar kolesterol total dalam darah pada tikus menggunakan kit DiaSys (Diagnostic System Holzheim Germany).

(17)

6. Tahap Terminasi dan Pembedahan

Pada hari ke-79 setelah kadar kolesterol diperiksa, tikus akan dilakukan pembedahan untuk mengambil heparnya. Prosedur pembedahan tikus dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Tikus diterminasi dengan cara neck dislocation.

b. Melakukan pembedahan pada regio abdominothorakal dengan scalpel dan gunting.

c. Organ hepar diambil dan dipisahkan dari organ yang lain menggunakan gunting lurus.

Masing-masing hepar hasil pembedahan direndam sempurna menggunakan larutan kombinasi formalin 10% dengan Phosphate Buffer Saline (PBS) pada pot urin untuk memfiksasi organ supaya tidak terjadi

kerusakan. Pada setiap pot urine diberikan label nama kelompok untuk mempermudah identifikasi (Sari, 2015).

7. Tahap Pengamatan Makroskopis Hepar Tikus

Pengamatan makroskopis hepar tikus berdasarkan pada berat, volume dan warna hepar. Penilaian berat hepar dilakukan menggunakan timbangan digital dengan satuan gram (g) dan skala pengukuran rasio.

Organ hepar setelah diambil dan dipisahkan dari organ lainnya, kemudian diletakan pada timbangan digital untuk mengukur berat hepar sesungguhnya sebelum difiksasi dengan formalin-Phosphate Buffer Saline (PBS) 10%. Volume hepar diukur dengan cara memasukan hepar ke

(18)

dalam gelas ukur yang berisi akuades, kemudian dihitung penambahan volume akuades tersebut.

8. Tahap Pembuatan Preparat Histopatologi

Pembuatan preparat histopatologi hepar dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi FK UNS. Tahap pembuatan preparat histopatologi hepar sebagai berikut:

a. Tahap Processing Jaringan 1) Trimming dan Fiksasi

Pada tahap trimming (pemotongan) hepar diiris setebal 0,5 cm lalu dimasukkan ke dalam kaset jaringan. Penyempurnaan fiksasi hepar dilakukan dengan cara memasukkan kaset jaringan yang berisi potongan sagital hepar dalam buffer formalin 10% selama 0 – 3 jam. Tujuan fikasasi untuk mempertahankan komponen sel atau jaringan agar tidak mengalami perubahan dan kerusakan.

2) Dehidrasi

Dehidrasi untuk menghilangkan cairan (terutama air) dalam jaringan supaya nanti dapat diisi oleh parafin untuk membuat blok. Kaset jaringan dimasukkan ke dalam alkohol dengan kosentrasi yang semakin meningkat, urutannya sebagai berikut:

a) alkohol 50 – 70% selama 12 jam b) alkohol 95% selama 1 jam c) alkohol absolut selama 1 jam d) alkohol absolut selama 1 jam

(19)

e) alkohol absolut selama 1 jam 3) Clearing

Clearing berfugsi membersihkan sisa – sisa alkohol. Proses ini

menggunakan xylol karena prosesnya cepat dan harganya tidak mahal. Kaset jaringan selanjutnya dimasukan ke dalam xylol, dengan urutan sebagai berikut :

a) xylol 1 selama 30 menit b) xylol 2 selama 1 jam c) xylol 3 selama 1 jam 4) Embedding

Embedding merupakan proses menanam jaringan pada parafin.

Proses ini dilakukan dengan cara merendam kaset jaringan dalam parafin selama 12 jam pada inkubator dengan suhu 590C. Setelah jadi, cetakan embedding diletakan pada plate yang dingin supaya parafin membeku (Julianti, 2012; Sari, 2015).

b. Tahap Pembuatan Blok Parafin dan Pemotongan 1) Blocking

Hepar diletakan pada parafin cair ditunggu sampai parafin membeku, kemudian didinginkan. Orientasi jaringan sangat penting untuk diperhatikan saat proses ini sehingga dapat diperoleh potongan yang representatif.

2) Blok parafin diletakan pada papan atau balok kayu, lalu dipotong menurut orientasi hepar menggunakan mikrotom dengan ukuran

(20)

setebal 3-5 µm tiap irisan sebanyak 3 irisan dan jarak antar irisan adalah 20-25 irisan untuk menyeragamkan preparat dan mewakili kelainan pada hepar.

3) Hasil sayatan blok parafin diapungkan pada akuades dingin untuk membuka lipatan kemudian dipindahkan ke air hangat pada suhu 37-400C untuk menghilangkan kerutan dan terlihat merenggang.

4) Hasil sayatan diletakkan pada 1/3 bagian bawah kaca objek yang sudah diberi label untuk identifikasi sampel. Hasil preparat diinkubator selama 1 malam pada suhu 37°C untuk menyempurnakan penempelan jaringan pada gelas objek dan siap untuk pewarnaan (Julianti, 2012; Sari, 2015).

c. Tahap Pewarnaan dengan Hematoksilin-Eosin 1) Deparafinisasi

Bertujuan untuk menghilangkan sisa parafin dengan memasukkan kaca objek pada xylol 1, 2, 3, dan 4 masing – masing selama 5 menit. Setelah itu, dicuci dengan alkohol secara berurutan mulai dari kadar tertinggi 95%, 80%, 70%, dan 50%

masing – masing selama 5 menit.

2) Preparat dicuci dengan air mengalir selama 5 menit kemudian dimasukkan ke dalam pewarna hematoksilin selama 10 menit.

Cuci kembali dengan air mengalir selama 2 menit kemudian dimasukkan ke dalam pewarna eosin selama 30 detik.

(21)

3) Preparat dicuci dengan air mengalir selama 2 menit, dicelupkan dua kali ke dalam alkohol 50%, kemudian dikeringkan dengan cara diangin – anginkan.

4) Mounting dengan canada balsam kemudian ditutup dengan kaca penutup (Julianti, 2012).

9. Tahap Pengamatan Histopatologi Hepar Tikus

Pengamatan histopatologi dilakukan menggunakan mikroskop cahaya Olympus CX-21 dengan pembesaran 100 kali pada 5 lapang pandang yang berbeda secara acak (Liang et al., 2014).. Pengamatan dibantu dengan kamera digital mikroskopis “Optilab” yang dilengkapi software Optilab Viewer. Identifikasi fokus inflamasi, jumlahnya dihitung

setiap lapang pandang dan dimasukkan dalam sistem skor inflamasi lobular. Skor inflamasi yang digunakan memodifikasi dari NASH CRN Scoring System yang terdapat pada penelitian Brown dan Kleiner (2016b).

Tabel 3.1 Sistem Skor Inflamasi Lobular Hepar pada Perbesaran 100x

Gambaran Skor Keterangan

Inflamasi Lobular 0 Tidak ada fokus inflamasi 1 < 4 fokus/ perbesaran 100x 2 4 – 8 fokus/ perbesaran 100x 3 > 8 fokus/ perbesaran 100x

I. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian adalah experimental pre and posttest with control group design dan posttest only control group design.

(22)

\\

Tikus putih jantan galur Wistar 28 ekor Adaptasi selama 7 hari

Mengukur berat badan (BB), kadar kolesterol total dan glukosa darah

Kelompok 1

7 ekor Kelompok 2

7 ekor

Kelompok 3 7 ekor

Kelompok 4 7 ekor

Pakan tinggi lemak tinggi fruktosa :

• Kuning telur bebek 2 ml/ 200 gBB

• Lemak sapi 2 ml/ 200 gBB

• Fruktosa 0,36 ml/ 200 gBB

• Minyak teroksidasi 1 ml/ 200 gBB Semuanya diberikan selama 53 hari Mengukur berat badan (BB), kadar kolesterol total dan glukosa darah

Kelompok I CMC-Na 0,5%

3 ml selama 28 hari

Kelompok II CMC-Na 0,5%

3 ml selama 28 hari

Kelompok III Ekstrak biji kelor

150 mg/KgBB selama 28 hari

Kelompok IV Ekstrak biji kelor

200 mg/KgBB selama 28 hari

Ukur berat badan (BB) dan kadar kolesterol total

Tikus diterminasi, lalu dibedah dan diambil organ heparnya

Hepar difiksasi dalam formalin-Phosphate Buffer Saline (PBS) 10%

Hepar diproses menjadi preparat histopatologi

Analisis data

Pengukuran makroskopis hepar (berat dan volume hepar)

commit to user commit to user

(23)

J. Teknik Analisis Data

1. Analisis Perbedaan Kadar Kolesterol Total Keseluruhan

Data kadar kolesterol total keseluruhan (hari ke 0, hari ke 54 dan hari ke 82) pada semua kelompok (K1, K2, K3, K4) diperiksa distribusinya dengan uji Shapiro-Wilk karena jumlah sampel kurang dari 50. Jika distribusi data normal, maka digunakan uji repeated ANOVA dilanjutkan analisis post hoc Tukey. Jika distribusi data tidak normal, maka digunakan uji Friedman dilanjutkan analisis dengan uji Wilcoxon (Dahlan, 2014).

2. Analisis Perbedaan Kadar Kolesterol Total Antar Kelompok Sebelum dan Setelah Pemberian Ekstrak Etanolik Biji Kelor

Data kadar kolesterol total sebelum dan sesudah pemberian ekstrak etanolik biji kelor pada masing – masing kelompok K1, K2, K3 dan K4 diperiksa distribusinya dengan uji Shapiro-Wilk karena jumlah sampel kurang dari 50. Jika distribusi data normal, maka digunakan uji one-way ANOVA dilanjutkan analisis post hoc Tukey. Jika distribusi data tidak normal, maka digunakan uji Kruskal-Wallis dilanjutkan analisis dengan uji Mann-Whitney (Dahlan, 2014).

3. Analisis Perbedaan Makroskopis Hepar Setelah Pemberian Ekstrak Etanolik Biji Kelor

Data gambaran makroskopis hepar di nilai berdasarkan berat hepar dan volume hepar. Berat dan volume hepar diukur sesudah pemberian ekstrak etanolik biji kelor pada masing – masing kelompok K1, K2, K3 dan K4. Distribusinya diperiksa dengan uji Shapiro-Wilk karena jumlah

(24)

one-way ANOVA dilanjutkan analisis post hocTukey. Jika distribusi data tidak normal, maka digunakan uji Kruskal-Wallis dilanjutkan analisis uji Mann-Whitney (Dahlan, 2014).

4. Analisis Perbedaan Inflamasi Hepar Setelah Pemberian Ekstrak Etanolik Biji Kelor

Data inflamasi hepar di nilai berdasarkan skor inflamasi lobular hepar pada 5 lapang pandang berbeda setiap preparat. Pengamatan gambaran mikroskopis hepar dilakukan sesudah pemberian ekstrak etanolik biji kelor pada masing – masing kelompok K1, K2, K3 dan K4 Perbedaan data diuji menggunakan uji Kruskal-Wallis dilanjutkan analisis dengan uji Mann-Whitney (Dahlan, 2014).

Referensi

Dokumen terkait

pencegahan dari hal hal yang tidak diinginkan dilingkungan taman rekreasi, membuat laporan pencatatan setiap aktifitas dan kejadian setiap hari di buku

Sosialisasi perlindungan konsumen pada makanan dan minuman (implementasi Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999), yang dilakukan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Untuk menganalisis bagaimana implementasi sosialisasi dan promosi yang dilakukan oleh pemerintah dan seberapa paham masyarakat mengetahui tentang adanya kebijakan

Smart home merupakan konsep pendidikan non formal dengan memanfaatkan waktu senggang pemuda di Desa Karang Jaya Kecamatan Merbau Mataram Kabupaten Lampung

Pada bagian alat dan bahan diisi objek-objek alat dan bahan, dan untuk meja kerja berisi objek meja kerja yang akan bereaksi terhadap objek alat dan bahan yang

“Pengarahan yang dilakukan kepala desa dalam menjalankan koordinasi vertikal adalah secara langsung, dalam melakukan pengarahan kepala desa tidak tidak melakukan langkah-langkah

“ANALISIS PENANGANAN KERUSAKAN JALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA DAN PCI (PAVEMENT CONDITION INDEX) (STUDI KASUS JL. JOYO AGUNG, JL. JOYO TAMBAKSARI, MERJOSARI,

Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan jika dilihat dari return on equity adalah kurang baik karena memiliki tren yang menurun. Akan tetapi, jika dilihat dari