• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan dan Penampilan Warna Serta Reproduksi Ikan Pelangi Mungil Melanotaenia praecox pada ph Perairan yang Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pertumbuhan dan Penampilan Warna Serta Reproduksi Ikan Pelangi Mungil Melanotaenia praecox pada ph Perairan yang Berbeda"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Pertumbuhan dan Penampilan Warna Serta Reproduksi Ikan Pelangi Mungil

Melanotaenia praecox pada pH Perairan yang Berbeda

Djamhuriyah S.Said dan Novi Mayasari

Pusat Penelitian Limnologi-LIPI email: koosaid@yahoo.com

Abstract

Djamhuriyah S.Said and Novi Mayasari. 2013. Growth, color performance and reproduction of dwarf rainbowfish Melanotaenia praecox at different water pH. Konferensi Akuakultur Indonesia 2013.

Melanotaenia praecox, also known as dwarf rainbowfish is one of the ornamental fish that became export commodity. It live endemic in the Iritoi area and Dabra Irian (Papua). Aim of this study was to determine the effect of different water pH on the growth and the color appearance of M.praecox. The growth parameters (length and weight), the color of fish and survival rate was observed. The treatments were four different pH range is pH 4-5, 5-6, 6-7 and 7-8 with repeated three times. Each treatment contained 10 fishs with the age was 3 months old. During the study, fish fed with Chironomus . The research lasted for 4 (four) months from November 2011 until March 2012 with the data collection every week. The test results showed that

M.praecox fish can tolerate pH range 4-8. The weight growth, color appearance and reproduction of

M.praecox was not affected/not significantly different (P>0.05) in all treatments. The range of pH 6-7 is better for maintenance of M.praecox because fish length growth can be optimized.

Keywords:Color; Growth; Melanotaenia praecox;pH; Reproduction; Survival

Abstrak

Melanotaenia praecox yang juga dikenal sebagai ikan pelangi mungil (dwarf rainbowfish) merupakan salah satu jenis ikan hias komoditas ekspor. Ikan yang termasuk jenis kelompok Rainbowfish ini hidup endemis di daerah Iritoi dan Dabra Irian (Papua). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pH air yang berbeda terhadap pertumbuhan, penampilan warna dan reproduksi ikan M.praecox. Parameter yang diamati yaitu pertumbuhan (panjang dan berat), warna ikan, kelulushidupan dan performa reproduksinya. Perlakuan yang diberikan adalah empat kisaran pH berbeda yaitu pH 4-5, 5-6, 6-7 dan 7-8 dengan ulangan sebanyak tiga kali. Masing-masing perlakuan berisi 10 ekor anak ikan berumur 3 bulan yang diberi pakan

Chironomus. Penelitian berlangsung selama 4 (empat) bulan dari bulan November 2011 sampai Maret 2012 dengan periode pendataan setiap satu minggu. Hasil uji menunjukkan bahwa ikan M.praecox dapat mentolerir kisaran pH 4-8 dimana pada kisaran pH tersebut pertumbuhan bobot, penampilan warna maupun reproduksinya tidak terpengaruh/tidak berbeda nyata (P>0,05). Kisaran pH 6-7 merupakan kisaran pH yang lebih baik untuk pemeliharaan ikan tersebut karena pertumbuhan panjang dapat lebih optimal.

Kata kunci:Warna; Pertumbuhan; Melanotaenia praecox; pH; Reproduksi; Kelulushidupan

Pendahuluan

Ekspor ikan hias Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data yang diperoleh dari UN Comtrade (2012) bahwa nilai perdagangan ekspor ikan hias pada tahun 2012 meningkat 6,2% dibandingkan dengan tahun 2010. Hal ini merupakan bukti bahwa perdagangan ikan hias di Indonesia memiliki pasar yang luas dan peluangnya masih cukup menjanjikan. Jenis ikan hias yang cukup sering diperdagangkan adalah dari jenis ikan rainbow, salah satunya adalah ikan rainbow/pelangi mungil (Melanotaenia praecox). Ikan ini merupakan salah satu ikan pelangi asli Indonesia yang hidup endemis di daerah Iritoi dan Dabra, Papua (Allen, 1995). Ukurannya sekitar 5 cm, relatif kecil dibandingkan ikan pelangi jenis lainnya, sehingga dinamakan ikan pelangi mungil (Dwarf rainbowfish). Ikan ini memiliki warna tubuh yang sangat indah karena memantulkan warna biru neon mengkilap sehingga sering disebut juga neon rainbowfish. Siripnya seluruhnya berwarna kuning, jingga hingga kemerah-merahan (Gambar 1). Perbedaan antara individu jantan dan betina terletak pada bentuk dan ukuran tubuh serta warna sirip, di mana individu jantan memiliki bentuk tubuh memipih, ukuran relatif besar dan sirip berwarna jingga

(2)

menyala hingga merah, sedangkan individu betina dengan bentuk tubuh relatif kecil cenderung bulat, dan warna sirip yang lebih muda (Said dan Mayasari, 2011).

Gambar 1. Ikan pelangi M.praecox (jantan).

Habitat ikan ini berupa anak-anak sungai yang berukuran relatif kecil, berair jernih, dan relatif dangkal di daerah Iritoi dan Dabra-Irian (Allen, 1995). Kondisi habitat yang sangat rawan terhadap perubahan habitat (misalnya seperti berkurangnya jumlah air) dapat mempersempit habitat ikan M. praecox seperti halnya yang terjadi pada habitat ikan Marosatherina ladigesi di Sulawesi (Said et al., 2007). Penurunan kualitas habitat yang berlangsung terus-menerus dan aktivitas penangkapan yang berlebihan dikhawatirkan dapat mengakibatkan kepunahan. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha pengembangan budidaya jenis ikan ini untuk menjaga populasinya di alam dan juga memenuhi permintaan pasar (Said et al., 2003). Selain itu ada permintaan dari pasar Eropa yang mensyaratkan bahwa ikan hias yang bisa diperdagangkan ke negara mereka merupakan ikan hias yang berasal dari hasil budidaya, bukan dari tangkapan alam.

Meskipun upaya pengembangan/budidayanya telah cukup lama dilakukan, akan tetapi informasi biologis ikan ini masih jarang dilaporkan terutama yang berhubungan dengan kondisi air pemeliharaan, antara lain keasaman air (pH). Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan pH air terhadap pertumbuhan dan penampilan warna ikan pelangi mungil. Parameter yang diamati yaitu pertumbuhan (panjang dan berat), kelulushidupan, warna ikan dan reproduksi ikan.

Materi dan Metode

Penelitian dilakukan di Pusat Penelitian Limnologi-LIPI, Cibinong, pada bulan November 2011- Maret 2012. Perlakuan dilakukan dengan empat tingkat kisaran pH berbeda yaitu 4–5; 5–6; 6–7; dan 7-8. Untuk perlakuan kisaran pH 4–5; 5–6 dan 6–7 didapatkan dengan cara memasukkan daun ketapang ke dalam akuarium pemeliharaan ikan. Sedangkan untuk kisaran pH 7-8 dikondisikan dengan menambahkan larutan kapur tohor ke dalam air. Daun ketapang yang telah kering dihancurkan dengan menggunakan blender. Setelah itu daun ketapang dibungkus dengan kain setrimin agar serasahnya tidak mengotori akuarium. Kondisi akuarium dibiarkan selama beberapa minggu untuk mencapai pH yang diinginkan. Apabila tingkat pH yang diinginkan belum diperoleh maka daun ketapang ataupun larutan kapur tohor ditambahkan kedalam akuarium sampai kondisi pH yang diinginkan tercapai. Ikan-ikan uji sebelum perlakuan dimulai diadaptasikan selama 2 hingga 3 hari terhadap pH air perlakuan tersebut.

Ikan M. praecox uji berasal dari hasil pengembangan Pusat Penelitian Limnologi-LIPI. Ikan uji berukuran 2,6-3,7 cm, berumur empat bulan. Kriteria pengambilan umur tersebut dengan asumsi bahwa ikan M.praecox telah mulai menampilkan kekhasan warna yang dimilikinya dibandingkan ikan pada usia muda. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Wadah penelitian berupa akuarium (80 x 40 x 40 cm3 ) yang diisi masing-masing 10 individu ikan. Pakan yang diberikan selama perlakuan adalah Chironomus yang diberikan secara at satiation.

Pengamatan penampilan warna ikan dilakukan setiap dua minggu sekali dan dimulai setelah dua minggu perlakuan. Pengamatan penampilan warna ikan dilakukan dengan pendekatan standar

(3)

warna dari TC Standard Color Guide (Allen, 1995). Warna yang dilihat yaitu warna tubuh ikan secara keseluruhan/WT (biru neon mengkilap), dan warna sirip (kuning, jingga hingga kemerah-merahan) baik pada sirip punggung, anal/WPA serta warna sirip ekor/WE. Skoring nilai warna dilakukan dengan memberikan nilai skor 1 untuk warna ikan yang belum muncul, skor 2 untuk yang berwarna sedang, dan skor nilai 3 untuk warna ikan yang cerah (warna tubuh biru neon mengkilap serta sirip punggung,anal dan ekor sudah berwarna jingga hingga kemerahan).

Pengamatan pertumbuhan dilakukan dengan pengukuran panjang total ikan (ketelitian alat ukur 0,1 cm) dan berat badan ikan (ketelitian timbangan 0,01g). Sedangkan kelulushidupan diamati dengan menghitung jumlah ikan yang hidup selama pemeliharaan dan kemudian dibandingkan dengan jumlah ikan pada kondisi awal. Pengamatan pertumbuhan ini dilakukan setiap seminggu sekali. Setelah 3 bulan penelitian (84 hari) dari tiap-tiap perlakuan diambil satu ekor jantan dan satu ekor betina untuk diamati reproduksinya. Pengamatan reproduksi dilakukan selama kurang lebih satu bulan dan diulang tiga kali untuk tiap perlakuan. Parameter reproduksi yang diamati meliputi jumlah telur yang dihasilkan, fertilization rate/FR (derajat pembuahan telur), hatching rate/HR (derajat penetasan telur), lama waktu penetasan telur (Length Incubation Period/LIP), jumlah larva yang menetas (Number of Larva/NOL), dan survival rate/SR7-21 (kelulushidupan) larva umur 7 hingga 21 hari.

Pengukuran kualitas air seperti pH dan suhu masing-masing menggunakan alatpH meter dan termometer dilakukan setiap seminggu sekali. Analisis statistik terhadap semua data yang didapat dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 16.0 dan program Microsoft Excel.

Rancangan penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dan uji yang digunakan pada data penampilan warna adalah uji Kruskal-Walis (α= 0,05).

Hasil dan Pembahasan

Pengamatan pertumbuhan panjang dan berat dilakukan setiap seminggu sekali selama 3 bulan penelitian. Untuk data bobot awal didapatkan seminggu setelah perlakuan. Rata-rata panjang ikan uji yang digunakan berkisar antara 2,90–3,26 cm. Setelah perlakuan selama 3 bulan (84 hari)

didapat bahwa rata-rata panjang akhir ikan uji yang dicapai berkisar antara 4,18–4,46 cm (Gambar 2).

Gambar 2. Rata-rata panjang awal dan panjang akhir dari ikan M. praecox pada perlakuan pH air yang berbeda.

Data bobot awal didapatkan setelah 1 minggu perlakuan, sehingga untuk perhitungan laju pertumbuhan panjang harian (%) lama waktu yang digunakan adalah 77 hari. Rata-rata bobot awal ikan uji yaitu berkisar 0,48-0,52 g dan rata-rata bobot akhir ikan uji berkisar antara 1,09-1,32 g (Gambar 3).

(4)

Gambar 3. Rata-rata bobot awal dan bobot akhir dari ikan M. praecox pada perlakuan pH air yang berbeda.

Tabel 1. Pertumbuhan panjang harian, pertumbuhan bobot harian dan kelulushidupan/SR dari ikan

M. praecox pada pH air yang berbeda.

Parameter Perlakuan pH 4-5 pH 5-6 pH 6-7 pH 7-8 Pertumbuhan panjang harian (%) 0.387±0.018a 0.402±0.069a 0.496±0.036b 0.337±0.040a Pertumbuhan berat harian (%) 1.211±0.106a 1.145±0.159a 1.016±0.385a 1.136±0.047a SR (%) 93.33±11.55a 96.67±5.77a 93.33±5.77a 100.00±0.00a

Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan pH 6-7 menghasilkan pertumbuhan panjang harian yang lebih baik dibandindingkan dengan perlakuan lainnya (P<0,05). Sedangkan untuk data pertumbuhan berat harian dan kelulushidupan/SR, perlakuan pH air tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P>0,05). Dibandingkan dengan ikan pelangi biru (Melanotaenia lacustris), pertumbuhan panjang ikan M.praecox pada penelitian ini lebih besar yaitu berkisar antara 0,0127-0,0179 cm/hari, sementara pertumbuhan panjang ikan M.lacustris pada pH air yang berbeda berkisar antara 0,0044-0,0116 cm/hari (Mayasari dan Said, 2010). Kelulushidupan M.praecox pada penelitian ini tidak berbeda di antara semua perlakuan. Hal yang sama juga didapati oleh Mayasari dan Said (2010) pada ikan M.lacustris. Hal ini menunjukkan bahwa ikan pelangi tersebut memiliki toleransi yang cukup luas terhadap perubahan pH, dimana ikan-ikan ini dapat mentolerir pH dari kisaran 4-8.

Dari Tabel 2 dan Gambar 4, secara umum terlihat bahwa warna ikan M.praecox cenderung naik seiring dengan bertambahnya waktu penelitian. Akan tetapi setelah dilakukan uji Kruskal-Wallis pada skor warna ikan M. praecox, ternyata perlakuan pH tidak memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap penampilan warna ikan tersebut (P>0,05). Mayasari dan Said (2010) juga mendapati hasil yang sama dimana perlakuan kisaran pH air yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap penampilan warna ikan M. lacustris. Disebutkanpula bahwa pada kisaran pH 4-5 didapati bahwa ikan rainbow biru memiliki warna yang sedikit lebih cerah dibandingkan dengan ikan pada perlakuan kisaran pH yang lain. Hal serupa juga didapati pada penelitian ini dimana ikan M.praecox pada kisaran pH 4-5 memiliki jumlah skor warna yang relatif lebih besar dibandingkan perlakuan lain. Hal ini diduga berkaitan dengan warna air pemeliharaan dimana pada kisaran pH 4-5 warna air sedikit lebih gelap dibandingkan warna air pada perlakuan

(5)

lainnya. Penyebab warna air yang berbeda tersebut adalah adanya penggunaan daun ketapang dalam jumlah yang relatif lebih banyak untuk menurunkan pH air.

Tabel 2. Skor warna ikan M.praecox pada kisaran pH air yang berbeda.

Perlakuan Warna bagian tubuh Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3 Sampling 4 Sampling 5 Sampling 6 pH 4-5 WT 1 1 2 2 3 3 WPA 1 1 2 2 2 3 WE 2 2 2 2 3 3 Jumlah Nilai 4 4 6 6 8 9 pH 5-6 WT 1 1 2 2 3 3 WPA 1 1 2 2 2 3 WE 2 2 2 2 3 3 Jumlah Nilai 4 4 5 5 7 8 pH 6-7 WT 2 2 2 2 3 3 WPA 2 2 2 2 2 2 WE 2 2 2 3 3 3 Jumlah Nilai 5 5 6 7 7 8 pH 7-8 WT 1 2 2 2 3 3 WPA 1 1 2 2 2 3 WE 2 1 2 2 3 3 Jumlah Nilai 4 4 5 6 7 8

Gambar 4. Jumlah skor warna ikan M. praecox pada kisaran pH yang berbeda.

Setelah tiga bulan perlakuan, selanjutnya reproduksi dari ikan M. praecox padapenelitian ini diamati. Dari tiap perlakuan dan tiap ulangan diambil seekor induk jantan dan betina untuk diamati reproduksinya selama satu bulan. Ukuran panjang dan berat masing-masing induk dapat dilihat di Tabel 3. Tappin (2010) menyebutkan bahwa ukuran panjang maksimal dari ikan M. praecox dapat mencapai 8 cm, akan tetapi umumnya kurang dari 6 cm.

Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan kisaran pH tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap performa reproduksi ikan M. praecox (P>0,05). Jumlah telur yang dihasilkan oleh induk ikan M. praecox pada penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian Tappin (2010) yang mendapatkan rata-rata jumlah telur sebesar 27 butir telur/pemijahan. Jumlah telur yang dihasilkan oleh induk ikan M. praecox pada penelitian ini pun lebih rendah jika

(6)

dibandingkan dengan penelitian Said dan Mayasari (2011) yang mendapati rata-rata jumlah telur

M.praecox pada kisaran suhu yang berbeda adalah antara 22-24 butir telur/pemijahan. Hal ini

mungkin disebabkan oleh perbedaan umur induk yang digunakan dimana pada penelitian ini, umur induk yang digunakan yaitu 7 bulan (lebih muda 1 bulan dibandingkan dengan ikan pada penelitian Said dan Mayasari (2011)). Tappin (2010) menyebutkan bahwa ikan rainbow secara umum dapat tumbuh dengan baik pada pH air berkisar antara 6,5-8,3. Pada pH air <5 atau pada pH >9, pertumbuhan ikan dapat menurun, ikan menjadi rentan sakit bahkan dapat menurunkan performa reproduksinya.

Tabel 3. Ukuran induk M.praecox pada perlakuan kisaran pH yang berbeda.

Perlakuan Ulangan Jantan Betina

Panjang (cm) Berat (g) Panjang (cm) Berat (g)

pH 4-5 1 5.2 1.81 3.7 0.73 2 5.3 1.98 4 1 3 5.2 1.57 3.9 0.87 pH 5-6 1 5.4 2.3 3.9 0.93 2 5.1 1.74 3.8 0.74 3 4.8 1.43 4 0.85 pH 6-7 1 4.9 1.95 4.2 1.25 2 5 2.14 4.3 1.3 3 5 1.6 4.2 1.1 pH 7-8 1 5 1.95 4.4 1.35 2 4.9 1.78 3.8 0.88 3 5 1.83 3.9 0.95

Tabel 4. Parameter reproduksi dari ikan M.praecox pada perlakuan kisaran pH yang berbeda.

Parameter reproduksi Perlakuan

pH 4-5 pH 5-6 pH 6-7 pH 7-8

Jumlah telur (butir) 17.27 ± 0.15a

14.80 ± 1.37a 19.15 ± 3.66a 16.14 ± 3.92a FR (%) 97.72 ± 0.52a 98.79 ± 0.76a 98.81 ± 1.30a 98.91 ± 0.57a HR (%) 99.59 ± 0.36a 100±0a 99.30±1.21a 99.69±0.53a LIP (hari) 7.43±0.38a 7.54±0.26a 7.21±0.22a 7.15±0.34a NOL (ekor) 16.65 ± 0.12a 14.54 ± 1.57a 18.70 ± 3.76a 15.87 ± 3.91a SR7-21 larva (%) 100 100 100 100

Nilai FR, HR dan LIP yang didapatkan pada penelitian ini relatif lebih baik jika dibandingkan dengan penelitian Tappin (2010) yang mendapati nilai rata-rata FR, HR dan LIP masing-masing sebesar 92,93%; 98,18% dan 8 hari. Selain itu nilai FR dan HR pada penelitian ini juga relatif lebih baik dibandingkan dengan penelitian Said dan Mayasari (2011), dimana rata-rata FR berkisar antara 77,17-88,58% dan rata-rata

HR berkisar antara 68,79-83,9%.

Dari Gambar 5 terlihat bahwa pH air pada perlakuan kisaran pH 4-5 adalah berkisar antara 4,7-5,1. Sedangkan pada perlakuan kisaran pH 5-6, pH air selama penelitian berkisar antara 6,3-6,6. Nilai pH ini sedikit lebih besar daripada kisaran perlakuan seharusnya, akan tetapi nilai pH tersebut tidak bersinggungan/tidak sama nilainya dengan pH pada perlakuan lainnya. Pada perlakuan kisaran pH 6-7, nilai pH air selama penelitian adalah antara 7,1-7,4. Sedangkan pada perlakuan kisaran pH 7-8, pH air penelitian berkisar antara 7,5-8,2. Suhu air selama penelitian berlangsung adalah antara 25,1-25,4oC.

(7)

Gambar 5. Kualitas pH air selama penelitian.

Kesimpulan

Ikan M. praecox dapat mentolerir kisaran pH 4-8 dimana pada kisaran pH tersebut pertumbuhan bobot, penampilan warna maupun reproduksinya tidak terpengaruh. Kisaran pH 6-7 merupakan kisaran pH yang lebih baik untuk pemeliharaan ikan tersebut karena pertumbuhan panjang dapat lebih optimal.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih disampaikan kepada saudara Sahroni dan Bapak Supranoto yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.

Daftar Pustaka

Allen, G R. 1995. Rainbowfish in nature and aquariums.Christensens Research Institute, Madang 268 hlm. Mayasari, N. dan D.S. Said. 2010. Penampilan ikan pelangi biru (Melanotaenia lacustris) pada kisaran pH

yang berbeda. Limnotek, (1): 94-101.

Said, D.S., O. Carman, Abinawanto dan Hidayat. 2003. Studi kromosom ikan pelangi Melanotaenia lacustris,Jurnal Ikhtiologi Indonesia, (2) Desember 2003:79-85.

Said, D.S. dan N. Mayasari . 2007. Reproduksi dan pertumbuhan ikan pelangi Telmatherina ladigesi

dengan rasio kelamin berbeda pada habitat ex-situ. Jurnal Aquacultura Indonesiana, (1): 41-47. Said, D.S. dan N. Mayasari. 2011. Pola reproduksi ikan hias pelangi mungil dwarfrainbow fish

Melanotaenia praecox pada suhu perairan bervariasi. Prosiding Seminar Nasional Ikan VI & Kongres Masyarakat Iktiologi Indonesia III. Cibinong, 8-9 Juni 2010.

Tappin, A.R. 2010. Rainbowfishes-Their care and keeping in captivity. Art Publication. rainbowfishes@optusnet.com.au.

UN Comtrade (2012). http://comtrade.un.org/db/dqBasicQueryResults.aspx?px=H2&cc=030110&r=360 (download tanggal 23 Agustus 2013).

Gambar

Gambar 1. Ikan pelangi M.praecox (jantan).
Gambar 2. Rata-rata panjang awal dan panjang akhir dari ikan M. praecox pada perlakuan pH air yang  berbeda
Gambar 3. Rata-rata bobot awal dan bobot akhir dari ikan M. praecox pada perlakuan pH air yang berbeda
Tabel 2. Skor warna ikan M.praecox pada kisaran pH air yang berbeda.  Perlakuan  Warna bagian
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa jus stroberi (Fragaria x ananassa) mempunyai efek proteksi terhadap kerusakan histologis hepar tikus wistar yang

Menambahkan dan mengubah posisi objek untuk merepresentasikan konsep Pemrograman berorientasi objek 3.1.1 Menanimasikan konsep pemrograman berorientasi objek dengan

Untuk memulai pelatihan, pegawai harus terlebih dahulu membaca materi pelatihan berbentuk file PDF dan Video (format mp4, flv dan wmv) yang ditampilkan di halaman

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa minat siswa SMK N 3 Payakumbuh untuk melanjutkan studi ke Jurusan Kesejahteraan Keluarga skor perolehan masing-masing

体腔内凝血の凝固線溶系に及ぼす影響と再出血発現機序に関する検討 山本, 裕Yamamoto, Yutaka 北島, 政樹Kitajima, Masaki 慶應医学会 2004 慶應医学

Karena itu, dengan ditekannya keserakahan, kehidupan yang sederhana seharusnya men- jadi bagian dari kehidupan seorang injili. Tidak hanya itu, seorang injili pun dapat men-

Terakhir, pada tahap kelima, penulis memberikan pengayaan artistik berupa penggarapan motif body painting yang diciptakan baru bersumber dari salah satu motif lukisan di Sektor

Bantalan gelinding diproduksi menurut standar dalam berbagai ukuran gelinding yaitu, gesekan yang terjadi pada saat berputar sangat rendah.Pelumasannya pun sangat sederhana, yaitu