• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

28

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial

Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan

bervariasi dari tahun 2006 hingga tahun 2010. Nilai rata-rata bulanan konsentrasi klorofil-a pada periode Januari 2006 sampai Desember 2010 berkisar antara 0,15 mg/m3 sampai 0,52 mg/m3 (Gambar 3). Konsentrasi klorofil-a setiap musim membentuk pola naik turun selama 5 tahun, yaitu pada musim T-B terlihat naik hingga tertinggi pada musim barat kemudian menurun pada musim B-T hingga terendah pada musim timur.

Konsentrasi klorofil-a bervariasi setiap musim, pada musim barat konsentrasi klorofil-a paling tinggi setiap tahun dibanding musim-musim lain, hal ini diduga karena curah hujan yang tinggi pada musim ini mengakibatkan suplai nutrien yang berasal dari daratan lebih banyak mengalir melalui sungai ke daerah pantai. Sedangkan pada saat musim timur konsentrasi klorofil-a paling rendah, hal ini diduga karena adanya pengaruh musim kemarau. Sesuai dengan pernyataan Nontji (2005) bahwa musim barat merupakan musim angin yang membawa banyak hujan sedangkan musim timur sedikit membawa hujan.

Sementara itu, perbedaan yang signifikan terjadi pada bulan Desember 2006 dimana konsentrasi klorofil-a sangat tinggi dan bulan Agustus 2010 dimana konsentrasi klorofil-a sangat rendah. Hal ini kemungkinan diduga karena adanya pengaruh Dipole Mode yang terjadi pada tahun 2010.

(2)

29

Gambar 3. Nilai rata-rata Bulanan Konsentrasi Klorofil-a di Pantai Barat-Selatan NAD dari Januari 2006 hingga Desember 2010

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5

jan mar may jul sep nov jan mar may jul sep nov jan mar may jul sep nov jan mar may jul sep nov jan mar may jul sep nov

Barat B-T Timur T-B Barat B-T Timur T-B Barat B-T Timur T-B Barat B-T Timur T-B Barat B-T Timur T-B Barat

2006 2007 2008 2009 2010 ko ns en tra si k lo ro fil -a (mg /m³

(3)

30

Pada setiap musim selama periode Januari 2006 hingga Desember 2010, nilai maksimum dan minimum konsentrasi klorofil-a bervariasi. Nilai maksimum dan minimum tersebut disajikan pada Table 3 berikut :

Tabel 3. Nilai Maksimum dan Minimum Klorofil-a periode Januari 2006 hingga Desember 2010 (diekstrak dari citra satelit Aqua MODIS)

Musim Maksimum Minimum

Barat Desember 2006 (0.45 mg/m3) Desember 2010 (0.21 mg/m3) B-T Maret 2007 (0.38 mg/m3) April 2010 (0.18 mg/m3) Timur Agustus 2006 (0.28 mg/m3) Agustus 2010 (0.15 mg/m3)

T-B November 2006 (0.34 mg/m3) November 2010 (0.18 mg/m3)

Pada tahun 2010, secara spasial distribusi konsentrasi klorofil-a menyebar dari pantai hingga lepas pantai, namun di daerah pantai kandungan klorofil-a lebih tinggi di bandingkan di daerah lepas pantai (Gambar 4). Hal ini sesuai dengan pernyataan Gordon dan Morel (1983) dalam IOCCG (2000), bahwa berdasarkan materi pembentuk warna, perairan dibagi menjadi dua kasus (case). Pada kasus satu, merupakan daerah perairan lepas pantai, komponen utama yang

mempengaruhi sifat optik/biooptik air laut adalah pigmen-pigmen fitoplankton (khusunya klorofil-a). Kasus dua, merupakan daerah pesisir, maka sifat optik air laut kemungkinan besar didominasi oleh fitoplankton, bahan sedimen (suspended material) dan material organik (yellow substances).

4.2 Distribusi Spasial Klorofil-a Berdasarkan Musim

Secara keseluruhan distribusi klorofil-a secara spasial terlihat bahwa pada musim barat lebih tinggi dan menyebar dari pesisir pantai hingga lepas pantai dibandingkan musim lain (Gambar 5).

(4)
(5)

32

Hal ini dikarenakan pada musim ini adalah musim hujan yang mempengaruhi peningkatan suplai nutrien dari daratan ke perairan laut.

Pada tahun 2006 hampir setiap musim (barat, B-T, dan timur) terlihat sebaran klorofil-a tinggi dan menyebar dari pesisir pantai hingga lepas pantai kecuali pada musim T-B dimana sebaran klorofil-a yang tinggi hanya berada di daerah pantai. Pada tahun 2007 sebaran klorofil-a yang tinggi, menyebar di bagian selatan Aceh yaitu di daerah Aceh Selatan, Aceh Singkil, dan Simeulu dari pantai hingga lepas pantai.

Pada tahun 2008, sebaran klorofil-a yang tinggi dan menyebar dari pesisir pantai hingga lepas pantai terdapat pada saat musim barat dan musim B-T. Sementara itu, saat musim timur dan musim T-B sebaran klorofil-a terlihat rendah.

Pada tahun 2009 sebaran klorofil-a yang tinggi dan menyebar dari pesisir pantai hingga lepas pantai terdapat pada saat musim barat dan musim timur. Sedangkan saat musim peralihan (B-T dan T-B) sebaran klorofil-a terlihat rendah. Pada tahun 2010, sebaran klorofil-a tinggi berada pada saat musim barat yang menyebar dari pantai hingga lepas pantai, dan musim lain (B-T, timur, dan T-B) sebaran klorofil-a terlihat rendah dan hanya di daerah pantai.

4.3 Distribusi Suhu Permukaan laut Secara Temporal dan Spasial

Secara keseluruhan SPL di daerah pantai barat-selatan Aceh, pada periode Januari 2006 sampai Desember 2010 tergolong hangat, dengan suhu antara 28,7 ˚C sampai 31,9˚C.

(6)
(7)

34

Variasi SPL terlihat memiliki pola yang hampir sama setiap tahun dimana mulai meningkatnya suhu pada musim Barat hingga musim B-T dan musim timur, kemudian terjadi penurunan pada musim T-B. Namun pada tahun 2010 mengalami kenaikan dan penurunan SPL yang sinifikan, dan pada tahun 2007 juga mengalami penurunan yang signifikan (Gambar 6). Pengelompokan kategori SPL sesuai dengan kutipan daridalam Muklis (2008), untuk perairan Indonesia yaitu SPL dingin berada di bawah 27,00 ˚C, SPL hangat berkisar antara 27,00-31,00 ˚C, dan SPL panas berada di atas 31,00 ˚C.

Pada musim barat dari tahun 2006 hingga tahun 2010, SPL dikategorikan hangat dengan kisaran antara 29,6-30,3 ˚C. pada musim peralihan B-T (Maret, April, Mei) SPL berkisar pada 29,9-31,1 ˚C. SPL yang cenderung hangat tersebut diduga karena terjadi perubahan pola pergerakan angin musim yang mendorong massa air permukaan. Sesuai dengan pendapat Nontji (1993) yang menyatakan bahwa pada musim peralihan barat-timur sekitar bulan april, arus ke timur mulai melemah bahkan mulai berbalik arah hingga di beberapa tempat terjadi olakan-olakan (eddies). Namun pada bulan mei 2010 SPL mencapai 32,0 ˚C yang dikategorikan SPL panas, hal ini diduga karena pengaruh Dipole Mode yang terjadi pada tahun 2010.

Pada musim timur, SPL berkisar antara 30-31,3 ˚C. SPL cenderung hangat pada tahun 2006 hingga 2009 dengan tingkat SPL di bawah 31,00 ˚C. Hal tersebut diduga karena pengaruh musim kemarau yang menyebabkan penutupan awan berkurang sehingga tingkat radiasi matahari akan menjadi semakin tinggi. Sedangkan pada tahun 2010 SPL cenderung panas dengan tingkat SPL di atas

(8)

pada musim B-T.

Sementara itu, pada musim peralihan T-B (September, Oktober, November) pola sebaran SPL lebih bervariasi yaitu berkisar antara 28,7-31,0 ˚C, namun masih dalam kategori hangat. Pada tahun 2006 tingkat SPL paling rendah terjadi pada musim ini. Pada tahun 2007 SPL mengalami penurunan yang sangat signifikan di awal musim hingga pertengahan musim tetapi mengalami kenaikan lagi di akhir musim. Pada tahun 2008 SPL terlihat menurun namun masih dalam kategori hangat, pada tahun 2009 juga berkategori hangat dan pada tahun 2010 pengalami kenaikan suhu di awal musim kemudian terjadi penurunan yang signifikan pada akhir musim.

Distribusi SPL secara spasial pada tahun 2010 terlihat menyebar dari pesisir pantai hingga lepas pantai dengan membentuk pola meningkat pada awal tahun hingga pertengahan kemudian menurun hingga akhir tahun (Gambar 7). Pada bulan Januari hingga bulan Mei terlihat SPL meningkat baik di daerah pantai maupun di lepas pantai. Sementara itu, pada bulan Juni sebaran SPL mulai menurun hingga bulan Desember. Hal tersebut diduga karena adanya pengaruh Dipole Mode yang terjadi pada tahun 2010.

Dipole Mode negatif pada terjadi bulan Mei 2010 di Indonesia bagian barat. Sementara itu, Elnino terjadi pada musim barat dan musim B-T, sedangkan Lanina terjadi pada musim timur dan musim T-B di Indonesia bagian tengah dan timur (BMKG, 2010).

(9)

29

Gambar 6. Nilai rata-rata Bulanan SPL di Pantai Barat-Selatan NAD dari Januari 2006 hingga Desember 2010

27 28 29 30 31 32 33

jan mar may jul sep nov jan mar may jul sep nov jan mar may jul sep nov jan mar may jul sep nov jan mar may jul sep nov

Barat B-T Timur T-B Barat B-T Timur T-B Barat B-T Timur T-B Barat B-T Timur T-B Barat B-T Timur T-B Barat

2006 2007 2008 2009 2010

su

hu

C)

bulan dan tahun

SPL

(10)

(11)

38

4.4 Variasi CPUE

Catch per unit effort (CPUE)adalah jumlah hasil tangkapan dibagi dengan jumlah trip kapal yang melakukan penangkapan. Nilai rata-rata CPUE setiap musim selama 5 tahun (2006-2010) untuk perairan barat-selatan Aceh bervariasi, namun secara keseluruhan mengalami peningkatan (Gambar 8). Secara

keseluruhan terlihat bahwa setiap musim peralihan baik musim B-T maupun musim T-B selalu terjadi peningkatan nilai CPUE dan sebaliknya pada musim barat dan musim timur terjadi penurunan nilai CPUE, sehingga untuk daerah pantai barat-selatan sangat baik dilakukan penangkapan ikan pada musim peralihan. Variasi CPUE secara tahunan juga memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan dari tahun 2006 hingga 2010 (Gambar 9).

Peningkatan CPUE ini diduga karena semakin membaik kondisi penunjang penangkapan, baik itu alat tangkap maupun kapal penangkapan dan juga semakin membaiknya keterampilan nelayan dalam menangkap ikan serta pengetahuan tentang daerah penangkapan ikan, setelah terjadinya bencana alam berupa gempa dan gelombang tsunami pada tahun 2004 di Aceh. Faktor-faktor penunjang dalam upaya penangkapan ikan seperti bahan bakar kapal, informasi tentang keberadaan ikan, dan waktu yang cocok untuk penangkapan sangat dibutuhkan oleh nelayan sehingga dapat meningkatkan taraf hidup nelayan.

Jenis ikan dominan hasil tangkapan nelayan adalah jenis ikan karnivora pelagis yaitu ikan Cakalang, ikan Kembung, ikan Kwee, ikan Tongkol Krai, dan ikan Tongkol Abu-abu. Alat tangkap dominan yang digunakan nelayan adalah pancing, pukat insang, pukat kantong, jaring angkat, dan pukat cincin.

(12)

Gambar 8. Variasi CPUE rata-rata Musiman periode Januari 2006 hingga Desember 2010

Gambar 9. Variasi CPUE rata-rata Tahunan (2006-2010)

4.5 Hubungan Konsentrasi Klorofil-a dengan CPUE Berdasarkan Musim

Konsentrasi klorofil-a dengan CPUE tidak terlihat adanya pengaruh yang signifikan (Gambar 10), hal ini dikarenakan perhitungan CPUE untuk jumlah hasil produksi ikan dilakukan semua jenis ikan herbivora dan karnivora. Pada perairan kandungan klorofil-a sangat erat kaitannya dengan rantai makanan.

0 5 10 15 20 25 30 35 bar at B-T timu r T-B bar at B-T timu r T-B bar at B-T timu r T-B bar at B-T timu r T-B bar at B-T timu r T-B 2006 2007 2008 2009 2010 kg /t rip

musim dalam tahun

0 5 10 15 20 25 30

tahun 2006 tahun 2007 tahun 2008 tahun 2009 tahun 2010

kg

/t

rip

(13)

40

Klorofil-a terdapat pada fitoplankton sebagai sumber makanan pokok dalam rantai makanan di perairan. Jenis ikan pelagis yang dominan tertangkap adalah ikan Karnivora yang keberadaannya tidak secara langsung dipengaruhi oleh klorofil-a.

Secara umum, setiap musim kandungan klorofil-a cenderung tinggi yaitu diatas 0,2 mg/m3, namun pada tahun 2010 saat musim timur dan T-B kandungan klorofil-a cenderung rendah, hal ini diduga karena adanya pengaruh Dipole Mode yang terjadi pada bulan Mei 2010 (musim timur).

Gambar 10. Hubungan Konsentrasi Klorofil-a dengan CPUE periode Januari 2006 hingga Desember 2010

Pada musim barat konsentrasi klorofil-a berbanding lurus dengan CPUE, sedangkan pada musim lain (B-T, timur, dan T-B) konsentrasi klorofil-a berbanding terbalik dengan CPUE (Gambar 11). Secara keseluruhan CPUE cenderung meningkat pada setiap musim dan tertinggi terdapat pada musim T-B tahun 2009 yaitu 35,5 kg/tripdengan konsentrasi klorofil-a berkisar antara

0,26-0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Bar at B-T Ti m ur T-B Bar at B-T Ti m ur T-B Bar at B-T Ti m ur T-B Bar at B-T Ti m ur T-B Bar at B-T Ti m ur T-B 2006 2007 2008 2009 2010 CPUE (kg /t rip ) ko ns en tra s i k lo ro fil -a (mg /m³ ) CPUE klorofil-a

(14)

tersebut adalah tingkat konsentrasi yang baik untuk melakukan penangkapan ikan.

Gambar 11. Hubungan Konsentrasi Klorofil-a dengan CPUE Berdasarkan Musim

4.6 Hubungan SPL dengan CPUE Berdasarkan Musim

Setiap jenis biota perairan mempunyai tingkat atau toleransi suhu yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi fisik, habitat, tempat pemijahan dan kecukupan makanan. Hal tersebut untuk melangsungkan kehidupan sehingga mempengaruhi keberadaan dan penyebarannya di suatu perairan. SPL adalah salah satu indikator untuk mengetahui keberadaan biota di suatu perairan.

Variasi nilai rata-rata musiman SPL di daerah pantai Barat-Selatan NAD berkisar antara 29,5-31,5 ˚C (gambar 12). Menurut Muklis (2008), kisaran SPL optimum dan kebanyakan upaya penangkapan ikan pelagis di Aceh dilakukan pada kisaran antara 28,00-30,00 0C. Perubahan suhu perairan menjadi dibawah suhu normal/suhu optimum menyebabkan penurunan aktifitas gerakan dan

(15)

42

aktifitas makan serta menghambat berlangsungnya proses pemijahan (Laevastu dan Hayes, 1981).

Secara umum SPL cenderung meningkat dan diatas suhu optimum untuk penangkapan, diikuti dengan meningkatnya CPUE. Seperti halnya hubungan klorofil-a dengan CPUE, hubungan SPL dengan CPUE juga tidak terlalu

berpengaruh. Namun, berdasarkan kisaran suhu optimum, hubungan SPL dengan CPUE dapat dikatakan bahwa upaya penangkapan optimal dilakukan pada musim T-B dan musim barat.

Gambar 12. Hubungan SPL dengan CPUE periode Januari 2006 hingga Desember 2010

Secara musiman memperlihatkan bahwa SPL pada kisaran 29,9-31 0C terjadinya peningkatan CPUE (Gambar 13). Hal ini mengindikasikan bahwa SPL pada kisaran tersebut adalah kisaran SPL yang baik untuk melakukan

penangkapan ikan. 0 5 10 15 20 25 30 35 40 28,5 29 29,5 30 30,5 31 31,5 32 Bar at B-T Ti m ur T-B Bar at B-T Ti m ur T-B Bar at B-T Ti m ur T-B Bar at B-T Ti m ur T-B Bar at B-T Ti m ur T-B 2006 2007 2008 2009 2010 SP L ( ˚C ) CPUE (kg /u ni t) SPL CPUE

(16)

Gambar

Gambar 4. Distribusi Klorofil-a rata-rata bulanan tahun 2010
Gambar 5. Distribusi Spasial Klorofil-a berdasarkan Musim
Gambar 7. Distribusi SPL rata-rata bulanan secara Spasial tahun 2010
Gambar 8. Variasi CPUE rata-rata Musiman periode Januari 2006  hingga Desember 2010
+4

Referensi

Dokumen terkait

TPS je predstavio nov način proizvodnje svojim u pravo vrijeme (eng. just in time- JIT) sistemom, sistem koji je do danas jedan od glavnih razloga zašto je

Pada penelitian yang dilakukan oleh Handayani & Sudarmiati (2012) mengenai pengetahuan remaja putri tentang cara melakukan SADARI, didapatkan sebagian besar

Asia Tenggara sensitif dipengaruhi oleh sektor infrastruktur transportasi dan teknologi informasi komunikasi, maka diduga keterkaitan faktor-faktor tersebut terhadap

Analisis data penelitian kualitatif menurut Bogdan (sebagaimana dikutip Sugiyono) adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari

Terlihat dari latar belakang para anggotanya yang merupakan Mahasantri Pesantren Mahasiswa (Pesma) K.H. Selain itu, nilai-nilai keIslaman yang mereka miliki juga

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh harga minyak dunia, harga emas, dan tingkat inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 2003-2012, dengan

Setelah data telah dikumpulkan melalui instrumen data yang dikumpulkan yaitu angket yang telah disebarkan kepada 69 orang pengunjung Three Cups Cafe, maka data tersebut

poslije Krista od Rimljana te posljedično širenje Židova u četiri ugla zemlje iz Palestine (eng. Destruction of the Second Temple in 70 AD by the Romans and the consequent