• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemodelan Near Field Scouring Pada Jalur Pipa Bawah Laut SSWJ PT. PGN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pemodelan Near Field Scouring Pada Jalur Pipa Bawah Laut SSWJ PT. PGN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

Pemodelan

Near Field Scouring

Pada Jalur Pipa Bawah Laut

SSWJ PT. PGN

Mohammad Iqbal1 dan Muslim Muin, Ph. D2

Program Studi Teknik Kelautan

Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha 10 Bandung 40132

Kata Kunci : Pipa Bawah Laut, Jalur Pipa SSWJ PT. PGN, Kedalaman Gerusan, Lebar Gerusan, Perioda Gerusan.

PENDAHULUAN

Pipa bawah laut, sebagai salah satu fasilitas yang dapat menyalurkan sumber daya alam dari suatu tempat ke tempat lain, merupakan salah satu elemen yang penting dalam proses distribusi kepada konsumen dalam produksi minyak dan gas di Indonesia.

Dalam proses distribusinya, minyak dan gas harus dapat dipastikan dapat disalurkan dengan seaman mungkin kepada konsumen, dikarenakan apabila terjadi hal – hal yang tidak diinginkan, dampak yang disebabkan oleh hal tersebut dapat membahayakan lingkungan sekitarnya, terutama pada ekosistem di sekitar pipa tersebut diletakkan.

Salah satu jaringan pipa salur di Indonesia adalah milik PT. Perusahaan Gas Negara, yang terletak di Bojonegara, menyalurkan gas dari Labuhan Maringgai ke Bojonegara. Dikarenakan jalur pipa ini merupakan jalur pipa yang penting, perlu diadakan analisis gerusan near field pada kondisi lingkungan eksisting.

Berdasarkan hal – hal yang telah disebutkan diatas, diperlukan adanya studi mengenai integritas jalur pipa tersebut, dimana nantinya dari hasil studi tersebut dapat ditemukan solusi apa yang harus dilakukan agar pipa tersebut tetap dapat digunakan untuk menyalurkan gas dari Labuhan Maringgai ke Bojonegara agar kebutuhan energi pada daerah tersebut tetap dapat terpenuhi, dan dampak – dampak yang mungkin terjadi akibat aktifitas penambangan pasir tersebut tidak memberikan efek negatif terhadap lingkungan sekitar pipa tersebut.

Studi kali ini dilakukan pada jalur pipa SSWJ (South Sumatra – West Java) milik PT. Perusahaan Gas Negara (PGN), yang merupakan salah satu unsur pelaksana bisnis operasi transmisi gas bumi yang meliputi wilayah Sumatra Selatan sampai Jawa Barat, dimana jalur tersebut dibagi menjadi dua jalur, yaitu phase 1 yang berwarna merah dan phase 2 yang

(2)

2 berwarna biru, adapun jalur pipa PGN – SBU Transmisi Sumatra – Jawa tersebut dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1 Jalur pipa lepas pantai PGN SSWJ Sumber : PT. Perusahaan Gas Negara

Pada studi kali ini, jalur pipa yang ditinjau hanya meliputi jalur pipa lepas pantai SSWJ, yang menghubungkan daerah Labuhan Maringgai (Lampung Timur, Indonesia) – Cilegon (Jawa Barat, Indonesia) dan Labuhan Maringgai (Lampung Timur, Indonesia) – Muara Bekasi (Jawa Barat, Indonesia), jalur pipa ini memiliki jarak tempuh sepanjang 105 km. Adapun lokasi studi ini dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Jalur pipa salur PGN SSWJ Sumber : PT. Perusahaan Gas Negara

(3)

3 Adapun batas – batas lokasi studi secara geografis adalah sebagai berikut :

Utara : Laut Jawa

Selatan : Serang, Jawa Barat

Timur : Kepulauan Seribu

Barat : Lampung Selatan

Tujuan dari studi ini adalah pemodelan gerusan yang terjadi akibat kondisi lingkungan eksistin di daerah jalur pipa tersebut, dimana nantinya hasil studi kali ini dapat dimanfaatkan untuk studi selanjutnya tentang integritas jalur pipa bawah laut SSWJ PT. PGN

METODOLOGI DAN TEORI

Gambar 3 Metodologi studi

Secara umum, metodologi yang digunakan pada studi ini dapat dilihat pada Gambar 3, dimana secara garis besar tahapan pemodelan pada studi kali ini dibagi menjadi dua, yaitu peramalan dan analisis harga ekstrim gelombang dan pemodelan gerusan near field, dimana masing – masing tahapan pemodelan dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5, sebagai berikut :

(4)

4 Gambar 4 Bagan alir peramalan gelombang berdasarkan SPM 1984

Sumber : Shore Protection Manual,1984. “Shore Protection Manual”, U.S. Army Coastal Engineering Research Center, Washington.

(5)

5

Pada studi ini, pemodelan dilakukan berdasarkan 4 skenario untuk seluruh jalur pipa, dengan rincian sebagai berikut :

1. Parameter sedimen fine sand, parameter lingkungan dengan perioda ulang 25 tahunan;

2. Parameter sedimen medium sand, parameter lingkungan dengan perioda ulang 25 tahunan;

3. Parameter sedimen fine sand, parameter lingkungan dengan perioda ulang 100 tahunan;

4. Parameter sedimen medium sand, parameter lingkungan dengan perioda ulang 100 tahunan;

Pada studi ini, dimensi dan perioda pembentukan near field scouring pada pipa bawah laut dimodelkan dengan menggunakan buku “The Mechanics of Scour in The Marine Environment” karangan Sumer & Fredsoe (2002), yang menjelaskan tentang hasil penelitian mereka terhadap terjadinya near field scouring pada pipa bawah laut. Hasil pemodelan dimensi near field scouring ini nantinya akan digunakan untuk keperluan analisa free span, fatigue, dan analisa risiko pada jalur pipa PGN SSWJ ini.

Adapun literatur yang digunakan memiliki keterbatasan, yaitu dimensi scouring

hanya dapat di cek apabila sedimen yang berada pada dasar perairan merupakan sedimen non-kohesif (jenis tanah bukan merupakan lanau atau lempung).

Berdasarkan literatur tersebut, near field scouring terjadi apabila dua kondisi terpenuhi, yaitu apabila dasar perairan merupakan live-bed scour, yang mana dapat dicek menggunakan nilai Shield Parameter, live-bed scour terjadi apabila nilai Shield Parameter lebih besar dari nilai Critical Shield Parameter (<CR), yang mana pada studi

ini nilai Critical Shield Parameter diasumsikan sebesar 0,05. Kondisi lain yang harus terpenuhi adalah kecepatan arus yang terjadi pada daerah tinjauan lebih besar dari kecepatan arus kritis sedimen untuk terangkat (U>UCR).

Apabila kedua kondisi sudah terpenuhi, dapat dicari nilai dimensi dan perioda

near field scouring yang terjadi.

KEDALAMAN GERUSAN

Berdasarkan literatur, nilai kedalaman gerusan merupakan fungsi dari bilangan KC dan superposisi kecepatan arus steady current dan kecepatan arus akibat gelombang, adapun persamaannya adalah sebagai berikut:

(6)

6

... …1

Gambar Error! No text of specified style in document.-1 Equilibrium scour depth akibat arus dan gelombang Sumber : Sumer, B. Mutlu & Fredsoe, Jorgen,2002. “The Mechanics of Scour in Marine Environment”, World Scientific, Singapura. 𝑆 𝐷= 0.6 𝐹 Dimana F adalah fungsi dari bilangan KC dan superposisi kecepatan arus steady current dan kecepatan arus akibat gelombang yang didapat dari persamaan-persamaan empirik berikut: 1. Ketika 0 < Uc/(Uc + Um) ≤ 0.7 F = (5/3)(KC)aexp(2.3b) 2. Ketika 0.7 < Uc/(Uc + Um) ≤ 1 F = 1 Adapun koefisien a dan b didapat dari persamaan berikut: 1. Untuk 0 < Uc/(Uc + Um) ≤ 0.4 𝑎 = 0.557 − 0.912 ( 𝑈𝑐 𝑈𝑐+𝑈𝑚− 0.25) 2 𝑏 = −1.14 + 02.24 ( 𝑈𝑐 𝑈𝑐+𝑈𝑚− 0.25) 2 2. Untuk 0.4 < Uc/(Uc + Um) ≤ 0.7 ... …2 ... …3 ...…4 ... …5

(7)

7 𝑎 = −2.14 𝑈𝑐 𝑈𝑐+𝑈𝑚+ 1.46 𝑏 = 3.3 𝑈𝑐 𝑈𝑐+𝑈𝑚− 2.5 LEBAR GERUSAN

Gambar 7 Pengaruh lebar gerusan terhadap nilai KC

Sumber : Sumer, B. Mutlu & Fredsoe, Jorgen,2002. “The Mechanics of Scour in Marine Environment”, World Scientific, Singapura.

Selain kedalaman gerusan, Sumer & Fredsoe (2002) melakukan penelitian untuk mencari lebar gerusan yang terjadi dengan menganalisa tiga kondisi equilibrium scour untuk beberapa nilai bilangan Keulegan-Carpenter.

Dapat dilihat bahwa lebar gerusan dipengaruhi oleh nilai KC, dimana persamaannya adalah sebagai berikut:

𝑊

𝐷 = 0.35 𝐾𝐶

0.65 Dimana:

W = Lebar gerusan kejadian yang dihitung dari pusat pipa hingga akhir lubang gerusan

D = Diameter pipa

KC = Bilangan Keulegan-Carpenter

Setelah penelitian tersebut, Sumer & Fredsoe (2002) melakukan penelitian yang membahas hal tersebut lebih lanjut dengan fokus studi lebar gerusan yang dipengaruhi oleh kombinasi gelombang dan arus.

... …6 ... …7

(8)

8

... …9

Gambar 8 Lebar gerusan akibat gelombang dan arus

Sumber : Sumer, B. Mutlu & Fredsoe, Jorgen,2002. “The Mechanics of Scour in Marine Environment”, World Scientific, Singapura.

Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa gerusan akibat gelombang dan arus dapat terjadi pada sisi kiri dan kanan gelombang yang diberi besaran W1 untuk bagian kiri pipa dan W2 untuk bagian kanan pipa.

Berdasarkan grafik diatas, persamaan lebar gerusan untuk masing – masing titik bergantung kepada nilai rasio kecepatan arus akibat gelombang dan pasut ( 𝑈𝑐

𝑈𝑐+𝑈𝑚), dan nilai bilangan Keulegan-Carpenter (KC), atau dapat

juga dituliskan dengan persamaan sebagai berikut :

𝑊 𝐷 = 𝑓 ( 𝑈𝑐 𝑈𝑐+𝑈𝑚, 𝐾𝐶) Dimana : W = Lebar gerusan D = Diameter pipa

(9)

9

... …10

... …11

PERIODA GERUSAN

Dari hasil penelitian Sumer & Fredsoe (2002) didapat bahwa periode pembentukan gerusan dibawah pipa bawah laut (domain waktu) merupakan suatu fungsi dari parameter Shield (θ) dan bilangan Keulegan-Carpenter (KC). Dimana persamaannya adalah sebagai berikut:

𝑇∗= 𝑓(𝜃, 𝐾𝐶)

Dimana T* = normalisasi periode pembentukan gerusan dibawah pipa bawah laut,

dengan T* didapat dari:

𝑇∗= 1 50 𝜃

−5/3

Sedangkan periode pembentukan gerusan dibawah pipa bawah laut dapat dicari menggunakan persamaan sebagai berikut:

𝑇 = 𝐷

2

(𝑔(𝑠 − 1)𝑑503 )1/2 𝑇 ∗

ARUS STEADY CURRENT

Pada studi ini, pemodelan hidrodinamika yang terjadi pada jalur pipa dimodelkan menggunakan software MoTuM dengan lisensi dari Muslim Muin, Ph. D. Pada studi ini digunakan kecepatan arus steady current hasil pemodelan dengan data masukan angin ekstrim dengan perioda ulang 25 tahunan dan 100 tahunan, dimana data masukan tersebut dimodelkan selama satu bulan lalu diambil nilai maksimumnya untuk dimodelkan ke dalam pemodelan near field scouring.

PARAMETER YANG DIASUMSIKAN

Adapun dikarenakan pada studi ini dasar literatur yang digunakan hanya dapat berlaku apabila jenis sedimen pada dasar perairan adalah non-kohesif, maka pada studi ini, parameter yang divariasikan adalah jenis sedimennya, sebagai berikut :

Tabel 1 Parameter – parameter tanah yang diasumsikan

No Jenis Sedimen D50(mm) Rapat Massa (kg/m3)

1 Fine Sand 0.25 1922

2 Medium Sand 1.2125 2020

Sumber : simetric.co.uk/si_materials.htm

Selain kedua parameter diatas, beberapa parameter lain yang diasumsikan sebagai berikut berdasarkan Sumer & Fredsoe (2002) :

Porositas tanah dasar laut (n) = 0.43 Kedalaman pipa terbenam di tanah dasar laut = 0.05 m

(10)

10 Pipa pada lokasi studi masih mengikuti Keputusan Menteri Pertambangan Dan Energi sebagai berikut :

Nomor : 300.K/38/M.PE/1997

Tentang : Keselamatan Kerja Pipa Penyalur Minyak Dan Gas Bumi

sehingga pipa pada lokasi studi pada kedalaman kurang dari 13 meter dikubur sedalam 2 meter, dimana kondisi ini akan mempengaruhi kondisi pemodelan, dimana pemodelan pada lokasi nearshore tidak dilakukan.

HASIL PEMODELAN

Pada studi ini, pemodelan jalur pipa dibagi menjadi beberapa zona dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 2 Pembagian zona pemodelan untuk jalur pipa SSWJ phase 1

No. Zona KP (km) 1 NS-LBM 0.0-10.0 2 P1-A 10.0-30.5 3 P1-B 30.5-51.0 4 P1-C 51.0-71.5 5 P1-D 61.5-92.0 6 NS-BJN 92.0-99.5

Tabel 3 Pembagian zona pemodelan untuk jalur pipa SSWJ phase 2

No. Zona KP (km) 1 NS-LBM 0.0-10.0 2 P1-A 10.0-30.5 3 P1-B 30.5-51.0 4 P1-C 51.0-70.0 5 P2-A 70.0-90.0 6 P2-B 90.0-110.0 7 P2-C 110.0-130.0 8 P2-D 130.0-155.5 9 NS-MBK 155.5-161.0

Adapun jalur-jalur yang berpotensi mengalami gerusan dapat dilihat pada Tabel … s/d Tabel …

(11)

11 Skenario 1 (parameter lingkungan 25 tahunan, parameter tanah fine sand)

Phase 1

Tabel 4 Zona dan titik tinjau yang mengalami gerusan pada phase 1 dan skenario 1

No. Zona KP (km) 1 P1-A 12.5-15.5 18 20.5-30.5 2 P1-B 31.0-39.0 3 P1-D 81.0-88.5 Phase 2

Tabel 5 Zona dan titik tinjau yang mengalami gerusan pada phase 2 dan skenario 1

No. Zona KP (km) 1 P1-A 13.0-15.5 18.0-18.5 20.5-30.0 2 P1-B 30.5-39.0 3 P1-D 130.5-155.0

Skenario 2 (parameter lingkungan 25 tahunan, parameter tanah medium sand) Phase 1

Tabel 6 Zona dan titik tinjau yang mengalami gerusan pada phase 1 dan skenario 2

No. Zona KP (km) 1 P1-A 12.5-15.0 2 P1-D 87.5 & 88.5

(12)

12 Phase 2

Tabel 7 Zona dan titik tinjau yang mengalami gerusan pada phase 2 dan skenario 2

No. Zona KP (km) 1 P1-A 13.0-15.0 2 P2-D 146.0-155.0

Skenario 3 (parameter lingkungan 100 tahunan, parameter tanah fine sand) Phase 1

Tabel 8 Zona dan titik tinjau yang mengalami gerusan pada phase 1 dan skenario 3

No. Zona KP (km) 1 P1-A 12.5-16.0 18.0-19.0 20.5-30.5 2 P1-B 31.0-41.5 3 P1-D 81.0-88.5 Phase 2

Tabel 9 Zona dan titik tinjau yang mengalami gerusan pada phase 2 dan skenario 3

No. Zona KP (km) 1 P1-A 13.0-15.5 18.0-18.5 20.5-30.0 2 P1-B 30.5-39.0 3 P1-D 130.5-155.0

Skenario 4 (parameter lingkungan 100 tahunan, parameter tanah medium sand) Phase 1

Tabel 10 Zona dan titik tinjau yang mengalami gerusan pada phase 1 dan skenario 4

No. Zona KP (km)

1 P1-A 12.5-15

2 P1-B 31.0-32.5 3 P1-D 87.0-87.5

(13)

13 Phase 2

Tabel 11 Zona dan titik tinjau yang mengalami gerusan pada phase 2 dan skenario 4

No. Zona KP (km) 1 P1-A 13.0-15.0 2 P2-D 146.0-155.0

Hasil pemodelan kedalaman gerusan untuk masing – masing skenario dapat dilihat pada Tabel 12 :

Tabel 12 Rekapitulasi kedalaman gerusan pemodelan

No Phase Skenario Kedalaman Gerusan Rata- Rata (m) Kedalaman Gerusan Minimum (m) Kedalaman Gerusan Maksimum (m) 1 1 1 0.26 0.14 0.42 2 2 0.15 0.14 0.21 3 3 0.30 0.14 0.49 4 4 0.18 0.14 0.24 5 2 1 0.24 0.05 0.45 6 2 0.14 0.06 0.23 7 3 0.24 0.05 0.39 8 4 0.15 0.07 0.23

Hasil pemodelan lebar gerusan untuk masing – masing skenario dapat dilihat pada Tabel 13 :

(14)

14 Hasil pemodelan perioda gerusan untuk masing – masing skenario dapat dilihat pada Tabel 14 :

Tabel 14 Rekapitulasi perioda pembentukan gerusan studi

No Phase Skenario Perioda Gerusan Rata - Rata (jam) Perioda Gerusan Minimum (jam) Perioda Gerusan Maksimum (jam) 1 1 1 13.94 1.04 40.54 2 2 1.42 0.89 2.26 3 3 16.35 0.92 41.00 4 4 2.11 0.79 3.88 5 2 1 17.77 0.47 45.38 6 2 2.31 0.41 3.94 7 3 15.85 0.37 43.00 8 4 1.83 0.31 3.05

Adapun jumlah titik tinjau yang mengalami gerusan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 15 Jumlah titik tergerus pada phase 1

(15)

15 Tabel 16 Jumlah titik tergerus pada phase 2

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari studi ini, dapat diambil beberapa analisis dan simpulan sebagai berikut :

 Untuk skenario 1, potensi kedalaman gerusan yang terjadi berada pada rentang 0.14-0.42 m pada phase 1 dan 0.05-0.45 pada phase 2;

 Untuk skenario 2, potensi kedalaman gerusan yang terjadi berada pada rentang 0.14-0.21 m pada phase 1 dan 0.06-0.23 m pada phase 2;

 Untuk skenario 3, potensi kedalaman gerusan yang terjadi berada pada rentang 0.14-0.49 m pada phase 1 dan 0.05-0.39 m pada phase 2;

 Untuk skenario 4, potensi kedalaman gerusan yang terjadi berada pada rentang 0.14-0.24 m pada phase 1 dan 0.07-0.23 pada phase 2;

 Potensi lebar gerusan yang terjadi berada pada rentang 0.58-1.62 (tanpa memperhitungkan pengaruh gelombang);

 Apabila memperhitungkan pengaruh gelombang, potensi lebar gerusan yang terjadi adalah 0.08-1.28 m untuk lebar gerusan di hulu (W1) dan 0.84-2.006 di hilir (W2);

 Pada studi ini, perioda pembentukan gerusan terjadi pada rentang 0.31-45.38 jam untuk mencapai titik equilibrium-nya ;

 Pada perairan dangkal, pengaruh arus lebih signifikan dibandingkan pengaruh gelombang;

(16)

16

 Pada perairan dalam, pengaruh gelombang lebih signifikan dibandingkan pengaruh arus.

Saran dari studi ini adalah diperlukan data batimetri yang lebih rinci bagi mahasiswa yang akan mengerjakan tugas akhir dengan topik serupa, sehingga akan menghasilkan model

near field scouring yang lebih akurat. Selain itu, karena ada titik-titik yang mengalami gerusan, diperlukan adanya studi lanjutan mengenai analisis bentang bebas untuk menganalisis integritas jalur pipa bawah laut SSWJ PT PGN.

DAFTAR PUSTAKA

1. Guo, Boyun et al,2005. “Offshore Pipelines”, Gulf Professional Publishing, US.

2. Coastal Engineering Manual, EC 1110-2-292, 2002. U.S. Army Coastal Engineering Research Center, Washington.

3. Shore Protection Manual,1984. “Shore Protection Manual”, U.S. Army Coastal Engineering Research Center, Washington.

4. Sumer, B. Mutlu & Fredsoe, Jorgen,2002. “The Mechanics of Scour in Marine Environment”, World Scientific, Singapura.

5. Muin, Idris, Yuanita, 2012. “Application of Large Scale 3D Non-Orthogonal Boundary Fitted Sediment Transport Model and Small Scale Approach for Offshore Structure in Cimanuk Delta North Java Sea”.

Gambar

Gambar 1  Jalur pipa lepas pantai PGN SSWJ
Gambar 3  Metodologi studi
Gambar 5  Bagan alir pemodelan gerusan berdasarkan Sumer &amp; Fredsoe (2002)
Gambar 7  Pengaruh lebar gerusan terhadap nilai KC
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pemilihan sistem pengendalian risiko pipa migas bawah laut Lapangan Arjuna dampak jalur baru pelayaran peti kemas pelabuhan Patimban, ditentukan beberapa

Seperti yang telah ditampilkan pada Gambar 2, kerusakan oleh jangkar didefinisikan sebagai faktor terjadinya kerusakan pada pipa bawah laut, dimana akibat

Ruang lingkup dari studi ini meliputi bagian pipa antara shore crossing point dan kontur kedalaman perairan 13m dari Jalur Pipa Transmisi (SSWJ II PHASE 1) di kedua area,

KESESUAIAN RENCANA TATA RUANG LINGGA DAN RENCANA PEMBANGUNAN JALUR PIPA BAWAH LAUT DARI PULAU LINGGA KE PULAU BATAM.. Oleh : Alex Agung Penanggap:

Seperti yang telah ditampilkan pada Gambar 2, kerusakan oleh jangkar didefinisikan sebagai faktor terjadinya kerusakan pada pipa bawah laut, dimana akibat

Beberapa permasalahan teknis pada jaringan pipa bawah laut muncul terutama terkait dengan kondisi alam dan buatan, seperti kondisi geologi yang berhubungan dengan jalur pipa