IMPLEMENTASI PROGRAM HAMALATIL QURAN
PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN
NURUL QURAN TETER SIMO BOYOLALI
SKRIPSI
Disusun Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh :
IMAM AGUS ARAFAT
NIM: 111-12-045
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
vi
MOTTO
ِقَلْغُم ٍباَب َّلُك ُحَتْفَ ي ُّدِجْلاَو ٍعِساَش ٍرْمَا َّلُك ْىِنْدُي ُّدِجْلَا
vii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil‟alamin atas rahmat dan ridho Allah SWT skripsi
ini telah selesai. Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Orang tuaku tercinta Alm. Bapak H. Suyadi dan Ibu Siti Fatimah yang
senantiasa tanpa hentinya memberikan kasih sayang dan perhatiannya, nasehat,
semangat, dan keikhlasan doa yang selalu tercurah kepada penulis, rasa ta‟dzim
wa takriman serta baktiku kan selalu tercurah untuk mu.
2. Kakakku Mas Bagus Indrayana, Mbak Farida Wahyu Ningsih dan Mbak Nur
Syarifah, atas doa, cinta, nasehat, motivasi dan dukungan kalian.
3. Keluarga Besar Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Bapak Drs. K.H Abdul
Basith M.Pd, K.H Sonwasi Ridwan BA, K.H Zunaidi BA yang telah membimbing dan mendoakan dalam setiap langkah untuk mencari ilmu.
Semoga Allah memberikan umur panjang, kesehatan dan ketaqwaan dalam membimbing para pejuang generasi penerus agama.
4. Keluarga Besar Majlis Al-Munajah dan Madrasah Diniyah Hamzah Jaweng
Simo atas dukungan dan doanya.
5. Mas Wahyu Najib Fikri, Slamet Ikhwan Lukmanto, dan Ananta Bayu
Krisnandar yang memberikan makna kebersamaan, kehangatan, motivasi, semangat dan arahan untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
6. Keluarga PAI B, Keluarga PPL MA Al-Manar Tengaran dan Kelompok KKN
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas karunia rahmat, nikmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul Implementasi Program Hamalatil Quran pada Santri di Pondok
Pesantren Nurul Quran Teter Simo Boyolali. Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan agung Nabi Muhammad saw yang telah membawa
manusia dari zaman jahiliyyah menuju zaman terang benderang dengan kesempurnaan agama Islam dan juga yang dinanti-nantikan syafaatnya kelak di
hari akhir.
Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar S1 Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari
bahwa masih banyak sekali kekurangan di dalamnya. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis tidak akan bisa menyelesaikan skripsi
ini dengan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Suwardi, M.Pd. Selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. Selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam
4. Bapak Supardi, M.A. Selaku dosen pembimbing skripsi yang telah ikhlas
dalam membimbing, memberikan nasihat, tenaga, arahan dan pengorbanan
ix
5. Bapak Jaka Siswanta, M.Pd. selaku pembimbing akademik.
6. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu
selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini.
7. Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Quran Teter Simo Boyolali yang telah
memberikan ijin serta membantu penulis dalam melakukan penelitian di tempat tersebut serta memberikan informasi kepada penulis.
8. Alm. Bapak dan Ibu tercinta, keluarga tercinta, dan seluruh pihak yang selalu
mendorong dan memberikan motivasi dalam menyelesaikan kuliah di IAIN Salatiga.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi semua orang pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun sangat diperlukan dalam kesempurnaan skripsi ini.
Salatiga, 25 Agustus 2016 Penulis
x ABSTRAK
Arafat, Imam Agus. 2016. Implementasi Program Hamalatil Quran Pada Santri
di Pondok Pesantren Nurul Quran Teter Simo Boyolali. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing: Supardi, M.A.
Kata Kunci : Program Hamalatil Quran
Al-Quran adalah sumber utama ajaran Islam dan pedoman terbaik bagi kehidupan setiap muslim. Manusia yang senantiasa berinteraksi dengan al-Quran, tidak hanya membaca akan tetapi memahami dan mengamalkan isi kandungannya, maka al-Quran akan menjadi pembersih jiwa manusia. Program
Hamalatil Quran adalah rangkaian kegiatan yang berjalan secara berkelanjutan mengenai pembelajaran Quran, mulai dari ilmu tajwid, kajian ilmu-ilmu al-Quran dan menghafal al-al-Quran. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merumuskan ke dalam tiga pertanyaan sebagai berikut: (1) Bagaimana sistem pendidikan di Pondok Nurul Quran? (2) Bagaimana metode pembelajaran
Hamalatil Quran di Pondok Pesantren Nurul Quran? (3) Bagaimana implementasi
Program Hamalatil Quran pada santri di Pondok Pesantren Nurul Quran?.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Prosedur pengumpulan data yang dilakukan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Observasi yang dilakukan peneliti yaitu dengan cara mengamati kegiatan-kegiatan pondok pesantren untuk mencari data, wawancara oleh peneliti dilakukan kepada pengasuh, pengurus dan beberapa santri pondok pesantren, dan peneliti mengumpulkan data melalui tulisan, rekaman, gambar, dan karya agar hasil penelitian akan lebih dapat dipercaya jika didukung oleh dokumen. setelah data sudah terkumpul, maka peneliti mengorganisasi data, memecah data menjadi unit-unit data, mencari pola-pola tertentu, mencari hal-hal yang penting untuk dipelajari dan apa yang akan diceritakan.
Hasil temuan penelitian menunjukkan: (1) Sistem pendidikan yang
diterapkan di Pondok Pesantren Nurul Quran adalah sistem gabungan antara salaf
dan khalaf. (2) Metode pembelajaran Hamalatil Quran di Pondok Pesantren Nurul
Quran menggunakan metode sorogan al-Quran bin nadzar dan bil ghoib, metode
bandongan untuk kajian ilmu-ilmu al-Quran, dan metode hafalan. (3)
Implementasi program Hamalatil Quran dilaksanakan dengan tiga kegiatan, yaitu
pembelajaran tentang ilmu tajwid, kajian kitab tentang ilmu-ilmu al-Quran, dan
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...
HALAMAN BERLOGO ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
DEKLARASI ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
D. Kajian Pustaka ... 8
E. Metode Penelitian ... 10
F. Sistematika Penulisan ... 15
BAB II LANDASAN TEORI ... 16
A. Pengertian Program Hamalatil Quran ... 16
B. Dasar Program Hamalatil Quran ... 18
xii
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ... 48
A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Nurul Quran ... 48
B. Temuan Data Penelitian ... 61
1. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Nurul Quran ... 61
2. Metode Pembelajaran Hamalatil Quran di Pondok Pesantren Nurul Quran ... 63
3. Implementasi Program Hamalatil Quran pada Santri di Pondok Pesantren Nurul Quran ... 65
BAB IV PEMBAHASAN ... 71
A. Sistem Pendidikan di Pondok Pesantren Nurul Quran Teter Simo Boyolali ... 71
B. Metode Pembelajaran Hamalatil Quran di Pondok Pesantren Nurul Quran Teter Simo Boyolali ... 73
C. Implementasi Program Hamalatil Quran pada Santri di Pondok Pesantren Nurul Quran Teter Simo Boyolali ... 77
BAB V PENUTUP ... 85
A. Kesimpulan... 85
B. Saran ... 89 DAFTAR PUSTAKA
xiii
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Program Kegiatan Pondok Pesantren Nurul Quran
2. Peraturan Pengurus Pondok Pesantren Nurul Quran
3. Jadwal Pembelajaran Madrasah Diniyah
4. Daftar Ustadz
5. Pedoman Wawancara
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Quran adalah kalam Allah yang tiada tandingannya (mukjizat), diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., penutup para Nabi dan Rasul
dengan perantaraan Malaikat Jibril „alaihis salam, dimulai dengan surat
al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-nash, dan ditulis dalam mushaf-mushaf yang disampaikan kepada kita secara mutawatir (oleh orang
banyak), serta mempelajarinya merupakan suatu ibadah (Ash-Shaabuuniy, 1998: 15).
Karakteristik al-Quran adalah kemukjizatannya. Al-Quran adalah
mukjizat terbesar yang diberikan kepada Nabi Muhammad saw., sehingga bangsa Arab hanya menyebut-nyebut mukjizat itu, tidak yang lainnya,
meskipun dari beliau terjadi mukjizat lain yang tidak terhitung banyaknya (Al-Qaradhawi, 2001: 52).
Kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., antara
lain dinamai Al-Kitab dan al-Quran (bacaan yang sempurna), walaupun
penerima dan masyarakat pertama yang ditemuinya tidak mengenal baca
tulis. Ini semua, dimaksudkan agar mereka dan generasi berikutnya
membacanya. Fungsi utama al-Kitab adalah memberi petunjuk. Hal ini
tidak dapat terlaksana tanpa membaca dan memahaminya (Shihab, 2008:
2
Allah SWT memuliakan hamba-Nya dengan al-Quran bagi siapa saja yang membaca, menelaah dan mempelajarinya. Sebagaimana
dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani yang meriwayatkan dari Ali ra. Bahwa Nabi Muhammad saw bersabda,
ََاٍَّدَ
“Didiklah anak-anakmu kepada tiga perkara: mencintai nabimu,
mencintai ahli baitnya dan membaca al-Quran, sebab orang-orang yang
memelihara al-Quran itu berada dalam lindungan singgasana Allah, hari
dimana tidak ada perlindungan selain daripada perlindungan-Nya, dan
akan berkumpul bersama para Nabi-Nya dan orang-orang yang suci”.
(HR. at-Thabrani)
Hadits tersebut menjelaskan bahwa Rasulallah memerintah untuk senantiasa membaca dan memelihara al-Quran atau dengan istilah
Hamalatil Quran. Oleh karena itu, barang siapa yang mengerjakan demikian akan dilindungi oleh Allah SWT.
Dalam kamus al-Munawwir kalimat Hamalatil berarti membawa,
mengandung, menyimpan, memikul, dan menghafal. Maka dari itu
Hamalatil Quran mempunyai arti menjaga al-Quran dengan cara
3
Membaca al-Quran dengan benar, mempelajari kitab-kitab mengenai al-Quran, menghafalnya, serta mengamalkan isinya adalah cara
untuk menjaga al-Quran.
“Sesungguhnya Allah menyukai al-Quran dibaca sebagaimana ia
diturunkan”. (HR. Ibnu Khuzaimah dalam kitab shohihnya).
Al-Quran diwahyukan Allah SWT melalui malaikat Jibril as., kepada Rasulallah saw., dengan bacaan yang tartil. Begitu juga Rasulallah
saw., membaca dan mengajarkan kepada sahabatnya dengan bacaan yang tartil. Para sahabat Rasulallah saw., membaca dan mengajarkan al-Quran
kepada tabi‟in juga dengan bacaan yang tartil, dan begitu seterusnya
(Annuri, 2010: 4).
Al-Quran adalah kitab suci yang mudah untuk dihafal, diingat, dan
dipahami. Allah SWT berfirman:
ٍَرِك دُمَنِمَ لَهَ فَِر كٍّذلِلََناَء رُق لاَاَن ر سَيَ دَقَلَو
Artinya:
“Dan sesungguhnya telah Kami mudakan al-Quran untuk
pelajaran, adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS. Al-Qamar:
17) (Qardhawi, 2001: 187).
Al-Quran memperkenakan dirinya sebagai hu-dan li al-nas
4
Dalam rangka penjelasan tentang fungsi al-Quran ini, Allah menegaskan :
Kitab suci diturunkan untuk member putusan (jalan keluar) terbaik bagi
problem-problem kehidupan manusia (QS. 2: 213) (Shihab, 2008: 26). Al-Quran adalah petunjuk terbaik, salah satunya terkait dengan
masalah akhlaq. Al-Quran mengajarkan kita agar berperilau dengan akhlaq
karimah, seperti: kesabaran, murah hati, memaafkan, etika yang baik, dan
lain-lain (As-Sa‟adi, 2008: 8).
Hati yang baik akan menumbuhkan sifat-sifat mahmudah dan pada akhirnya akan menghasilkan akhlaqul karimah. Setiap hati bisa terkotori,
sementara yang membuatnya bersih adalah al-Quran (Muhammad, 2013: 174).
Rasulallah saw bersabda:
ََق
“Sesungguhnya hati itu bisa berkarat sebagaimana berkaratnya
besi.” Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulallah, lalu apa yang bisa
membersihkannya?” Beliau menjawab: “Membaca al-Quran.” (HR. Abu
Nu‟aim)
Manusia yang senantiasa berinteraksi dengan al-Quran, tidak hanya
membaca akan tetapi memahami dan mengamalkan isi kandungannya, maka al-Quran akan menjadi pembersih jiwa manusia (Qaradhawi, 2001:
5
Satu dari sekian banyak lembaga di Indonesia yang turut serta menjaga kitab suci al-Quran adalah Pondok Pesantren Nurul Quran Teter,
Kecamatan Simo, Kabupaten Boyolai. Lembaga pendidikan ini ditopang sistem pendidikan pondok pesantren yang mengedepankan program
Hamalatil Quran.
Pondok Pesantren Nurul Quran yang mempunyai tekad dan
pendirian sesuai hadits Nabi Muhammad saw, Khoirukum man ta‟allamal
quran wa‟allamahu, yang artinya sebaik-baik kamu sekalian adalah yang
belajar al-Quran dan yang mengajarkannya. Oleh karenannya kegiatan
keseharian dari kyai dan para santri PPNQ tidak lepas dari al-Quran. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilaksanakan oleh penulis, Pondok Pesantren Nurul Quran mempunyai program-program
Hamalatil Quran yang bertendensi menjaga al-Quran. Program-program tersebut memberikan pengajaran mengenai al-Quran, seperti pembelajaran
mengenai tajwid dan tahsin, kajian kitab yang membahas tentang al-Quran
seperti at-Tibyan fi Adaabi Hamalatil Quran, dan menghafal al-Quran.
Di pesantren ini, santri diwajibkan untuk tinggal selama 24 jam
dengan bimbingan pengasuh serta para guru untuk menjamin
berlangsungnya proses kegiatan Hamalatil Quran. Dengan kegiatan
Hamalatil Quran ini, para pendiri Pondok Pesantren Nurul Quran bercita-cita mencetak generasi yang Qurani, mulai dari membaca al-Quran dengan benar sesuai dengan kaidah dan tajwid, menghafal al-Quran dan
6
Seperti pesantren pada umumnya, Nurul Quran juga mengajarkan
kitab-kitab klasik lain seperti kitab Fiqih, Hadits dan Ta‟lim Muta‟alim.
Karena para pendiri pesantren tidak ingin membekali santri dengan pengetahuan al-Quran saja, akan tetapi juga keilmuan mengenai ibadah
dan adab/perilaku untuk kehidupan santri dimasa yang akan datang, yaitu ketika hidup di masyarakat masing-masing.
Adapun santri yang menuntut ilmu di Pondok Pesantren Nurul
Quran ini terdiri dari pelajar dan mahasiswa, dan dalam pelaksanaan pembelajaran ke-pesantrenan mulai dari pembelajaran yang berkaitan
dengan al-Quran atau kitab-kitab yang lain sudah ada jadwal dan kelas bagi masing-masing santri.
Sejauh ini belum terdapat penelitian tentang program Hamalatil
Quran di suatu Pesantren. Hal inilah yang menjadikan peneliti merasa tertarik meneliti lebih detil lagi bagaimana Pondok Pesantren Nurul Quran
mengimplementasikan program Hamalatil Quran kepada santrinya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka fokus penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana Sistem Pendidikan di Pondok Pesantren Nurul Quran?
2. Bagaimana Metode Pembelajaran Hamalatil Quran di Pondok
Pesantren Nurul Quran?
3. Bagaimana Implementasi Program Hamalatil Quran pada santri
7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan fokus dan rumusan pertanyaan penelitian diatas, maka
secara umum yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui sistem pendidikan di Pondok Pesantren Nurul
Quran.
2. Untuk mengetahui metode Hamalatil Quran pada santri Pondok
Pesantren Nurul Quran.
3. Untuk mengetahui implementasi program Hamalatil Quran pada santri
Pondok Pesantren Nurul Quran.
Adapun peneliti ini diharapkan mampu untuk memberikan manfaat kepada berbagai pihak, baik manfaat secara teoritis maupun praktis, yaitu :
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah hasanah
ilmu pengetahuan tentang konsep Hamalatil Quran dan bagaimana
penerapannya di suatu Pesantren tertentu.
2. Manfaat Praktis
Secara praktishasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan khususnya pesantren dalam rangka
pelaksanaan pembelajaran mengenai al-Quran/Hamalatil Quran pada
santri. Disamping itu pula diharapkan hasil penelitian tentang program
Hamalatil Quran ini menjadi bahan kajian dalam rangka pengambilan
8 D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka dilakukan untuk menelaah penelitian-penelitian
terdahulu yang relevan dengan kajian penelitian ini. Telaah ini penting dilakukan untuk pembanding dalam sebua penelitian. Berikut beberapa
penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini :
Pertama, penelitian yang dilakukan Nanang Setyawan dengan judul
“Kolaborasi Metode Iqra‟ dan Metode Tahfidz al-Quran Dalam Belajar
Membaca al-Quran (Studi Taman Pendidikan Al-Quran Hamas di Dukuh
Drajad, Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten). Penelitian
ini difokuskan pada bagaimana cara Taman Pendidikan al-Quran Hamas
mengkolaborasikan metode Iqra‟ dalam belajar membaca dan metode
Tahfidz al-Quran dalam menghafal al-Quran. Menurut peneliti, metode
dalam suatu pembelajaran sangat penting, karena proses dan hasil belajar mengajar lebih berdaya guna dan berhasil serta menimbulkan kesadaran
peserta didik atau santri untuk mengamalkan ketentuan-ketentuan ajaran Islam melaui teknik motivasi yang menimbulkan gairah belajar peserta didik atau santri secara mantab.
Kedua, penelitian yang dilakukan Aji Muhtadin dengan judul
“Pembelajaran Hafalan al-Quran Dengan Metode Sabaq, Sabaqy, dan
Manzil (Studi Kasus di Pondok Pesantren Al-Hidayah, Ds. Kriwen,
Sukoharjo). Menurut peneliti, praktek tahfidz al-Quran harus
menggunakan metode, karena dengan menggunakan metode yang tepat
9
bertujuan untuk mengetahui pembelajaran hafalan al-Quran dengan
metode sabaq, sabaqy, dan manzil di Pondok Pesantren Al-Hidayah,
Kriwen, Sukoharjo. Sabaq merupakan penambahan hafalan yang wajid
distorkan setiap harinya, minimal satu ayat dalam satu hari. Sabaqi
merupakan pengulangan dari hafalan yang baru distorkan kemarin, dengan
kata lain mengulangi sabaq. Manzil merupakan setoran simpanan hafalan
yang suda dihafal.
Ketiga, penelitian yang dilaukan oleh Rihatul Ayyanah dengan
judul “Hubungan Antara Pemahaman Ilmu Tajwid Dengan Ketartilan
Membaca Al-Quran Santri di Pondok Pesantren Nashrul Ummah Jagan
Gentanbanaran Plupuh Sragen Tahun 2013”. Menurut peneliti, diantara
tata terbit atau adab membaca al-Quran yang baik adalah dengan tartil,
yaitu membaca al-Quran dengan perlahan-lahan, tidak terburu-buru, dengan bacaan yang baik dan benar sesuai makhraj dan sifat-sifatnya
sebagaimana yang dijelaskan dalam ilmu tajwid. Jika pemahaman ilmu tajwid santri baik, maka kemampuan membaca al-Quran santri juga baik, sebaiknya jika pemahaman ilmu tajwid santri rendah, maka kemampuan
membaca a-Qurannya juga rendah.
Dari beberapa penelitian di atas belum ada yang membahas secara
khusus bagaimana implementasi program Hamalatil Quran pada santri di
Pondok Pesantren. Maka peneliti akan menelaah tentang Hamalatil Quran
10 E. Metode Penelitian
Kegiatan penelitian memerlukan metode agar mencapai tujuan dan
hasil yang maksimal, dan salah satu usaha dalam memaparkan bagaimana cara memperoleh kebenaran formal adalah dengan menggunakan metode
yang benar. Kegiatan keilmuan semacam ini memerlukan proses dan pertahapan. Proses dan pertahapan dalam kegiatan penelitian lazim disebut metodologi penelitian (Suwartono, 2014: 2).
Dalam penelitian pula, peneliti harus memutuskan dan merancang bagaimana cara yang akan ditempuh untuk menjawab pertanyaan
penelitian atau rumusan masalah. Metode penelitian adalah cara yang akan ditempuh oleh peneliti untuk menjawab permasalahan penelitian atau rumusan masalah (Sarosa, 2012: 36).
Objek yang dikaji dalam penelitian ini adalah program Halamatil
Quran oleh para guru dan santri Pondok Pesantren Nurul Quran Teter
Simo Boyolali. Oleh karena itu metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian dengan jenis penelitian kualitatif.
Ada beberapa hal yang perlu dibahas dalam penelitian ini yaitu :
1. Sumber Data
Berdasarkan sumbernya, data dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek
11
b. Data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak
langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Data
yang terlebih dahulu dikumpulkan atau dilaporkan oleh seseorang atau instansi di luar dari peneliti sendiri. Adapaun bentuk data
sekunder dapat berupa buku, skrip, jurnal dan lain-lain.
2. Metode Pengumpulan Data
Metode adalah teknik atau prosedur yang digunakan untuk
mengumpulkan dan menganalisis data yang berkaitan dengan permasalahan penelitian atau hipotesis (Sarosa, 2012: 5).
Langkah-langkah dalam pengumpulan data adalah :
a. Observasi
Observasi adalah pengamatan akan manusia pada
habitatnya (Sarosa, 2012: 56). Observasi atau yang disebut pula dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian
terhadap objek dengan menggunakan seluruh alat indera (Arikunto, 2010: 199).
Observasi ialah suatu kegiatan mencari data yang dapat
digunakan untuk memberikan suatu kesimpulan atau diagnosis (Herdiansyah, 2010: 131-132).
Kegiatan observasi ini menjadikan penulis sanggup untuk mendeskripsikan lingkungan yang diamati, aktifitas-aktifitas yang berlangsung, individu-individu yang terlibat dalam lingkungan
12
makna kejadian berdasarkan perspektif individu yang terlibat tersebut.
b. Wawancara
Wawancara adalah suatu kegiatan Tanya jawab dengan
tatap muka (face to face) antara pewawancara (interviewer) dan
yang diwawancarai (interviewee) tentang masalah yang diteliti,
dimana pewawancara bermaksud memperoleh persepsi, sikap, dan
pola piker dari yang diwawancarai yang relevan dengan masalah yang diteliti (Gunawan, 2014: 162).
Tujuan dari wawancara adalah menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dan memungkinkan kita menyusup ke dalam alam pikiran orang lain, tepatnya hal-hal yang berhubungan dengan
perasaan, pikiran, pengalaman, pendapat, dan yang lainnya yang tidak bisa diamati. Oleh karena itu, penulis menyusun berbagai
macam pertanyaan, meminta keterangan atau penjelasan, sambil menilai jawaban-jawaban informan untuk mendapatkan berita dan informasi dari masalah yang diteliti.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan data yang diperoleh
dengan mengumpulkan sesuatu yang tertulis dalam kertas (hardcopy) maupun elektronik (softcopy) (Sarosa, 2012: 61).
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah
13
dari seseorang (Gunawan, 2014: 176). Oleh karena itu, untuk melengkapi sumber data dari observasi dan wawancara, penulis
mengumpulkan data melalui tulisan, rekaman, gambar, dan karya agar hasil penelitian akan lebih dapat dipercaya jika didukung oleh
dokumen.
3. Analisis Data
Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan
bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mengintensifkannya, mencari dan
menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2008: 248).
Tujuan analisis data tidak hanya sekedar mendeskripsi data apa adanya, akan tetapi peneliti peneliti ingin mendeskripsikan obyek lebih
jauh yaitu ingin menginterpretasi, untuk menjelaskan, untuk mengerti dan mungkin juga untuk memprediksi (Kasiram, 2008: 300).
Kemudian penulis mengorganisasi data, memecah data menjadi
unit-unit data, mencari pola-pola tertentu, mencari hal-hal yang penting untuk dipelajari dan apa yang akan diceritakan.
4. Laporan Penelitian
14
penelitian yang telah dilaksanakan dengan baik, tidak akan diketahui sebelum peneliti menulis laporan penelitiannya (Kasiram, 2008: 338).
Agar hasil dan pengalaman penelitian itu berhasil
didokumentasikan kepada khalayak, maka penulis menulis laporan
penelitian yang berisi tentang pendahuluan, isi, dan penutup. Penulis melaporkan hasil penelitiannya dimulai dari pendahuluan yang berisi latar belakang pokok masalah, tujuan dan manfaat penelitian.
Sedangkan isi mengandung kajian teori, metodologi dan temuan-temuan di lapangan dan analisanya, kesimpulan dan saran-saran.
Sedangkan penutup berisi daftar kepustakaan dan lampiran-lampiran.
F. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah pemahaman dalam penelitian ini, berikut ini
susunan sistematika pembahasan hasil penelitian :
Bab I pendahuluan, membahas latar belakang, rumusan masalah,
tujuan dan kegunaan penelitian, kajian pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab II landasan teori, membahas tentang konsep Hamalatil Quran
dalam Islam. Pada Bab ini akan dibahas pengertian dari Hamalatil Quran,
dasar program Hamalatil Quran, dan bentuk-bentuk Hamalatil Quran.
15
kegiatan, tata tertib, jadwal pembelajaran, sarana prasarana, keadaan
santri, keadaan ustadz dan temuan data tentang program Hamalatil Quran.
Bab IV pembahasan, membahas sistem pendidikan di Pondok
Pesantren Nurul Quran, metode pembelajaran program Hamalatil Quran
pada santri di Pondok Pesantren Nurul Quran, dan implementasi program
Hamalatil Quran pada santri di Pondok Pesantren Nurul Quran.
Bab V penutup atau bab terakhir, yang berisi tentang kesimpulan
16 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Program Hamalatil Quran
Program didefinisikan sebagai suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan
terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang. Ada tiga pengertian penting dan perlu ditekankan dalam menentukan
program, yaitu (1) realisasi atau implementasi suatu kebijakan, (2) terjadi dalam waktu relatif lama-bukan kegiatan tunggal tetapi jamak-berkesinambungan, dan (3) terjadi dalam organisasi yang melibatkan
sekelompok orang (Arikunto, 2004: 3).
Program juga bisa berarti suatu unit atau kesatuan kegiatan
maka program merupakan sistem, yaitu rangkaian kegiatan yang dilakukan bukan hanya satu kali tetapi berkesinambungan. Pelaksanaan program selalu terjadi di dalam sebuah organisasi yang
artinya harus melibatkan sekelompok orang (Arikunto, 2004: 3). Program merupakan sistem. Sedangkan sistem adalah satu
17
dari komponen-komponen yang saling berkaitan dan saling menunjang dalam rangka mencapai suatu tujuan.
Pembelajaran terjadi dalam dalam sebuah program. Hubungan antara pembelajaran dengan prestasi atau hasil belajar tidak hanya
digambarkan sebagai sebuah garis lurus tetapi saling hubungan antar subsistemnya, yaitu siswa, guru, sarana belajar, kurikulum, lingkungan, kegiatan pembelajaran, dan evaluasi (Arikunto, 2004: 6).
Hamalatil Quran adalah suatu kegiatan penjagaan al-Quran mulai dari cara membaca, mengkaji ilmu al-Quran dari kitab-kitab, dan
menghafal al-Quran. Dalam kamus al-Azhar karya S. Askar (2010:
120) ditulis اًنَل ُحَ َوًَل َحَ–ََلََح yang artinya mengangkat, menghafal, dan
memikul.
Disebutkan pula dalam kamus al-Munawwir yang disusun oleh
Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdhor (ttd: 798) ditulis )نا رُقلا(َ َلََح
artinya اًب يَغََظِفَح yaitu menghafal Quran. Sedangkan dalam kamus
al-Bisri yang disusun oleh KH. Adib al-Bisri dan KH. Munawwir AF (1999:
134) ditulis kata ًَةَلََحَ َوَ ًةَل َحَ َوَ ًل َحَ–َ َلََح yang bermakna memikul dan
membawa.
Lebih lanjut lagi, menurut hasil wawancara dengan salah satu santri dari Pondok Pesantren Hamalatil Quran Suruh Semarang,
Hamalatil Quran adalah kegiatan yang didalamnya mengandung
18
pembelajaran mengenai tahsin atau tajwid al-Quran, pembelajaran kitab-kitab yang berkenaan dengan al-Quran seperti at-Tibyan fi
Adaabi Hamalatil Quran dan Mashobihun Nuroniyyah, serta kegiatan menghafal al-Quran.
Maka yang dimaksud Program Hamalatil Quran adalah
rangkaian kegiatan yang berjalan secara berkelanjutan mengenai pembelajaran al-Quran, mulai dari tajwid sampai menghafal al-Quran.
B. Dasar Program Hamalatil Quran
Program hamalatil Quran ini didasari oleh firman Allah SWT
dan hadits Nabi Muhammad saw. Allah SWT berfirman dalam surat
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan
mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami
anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan,
mereka itu mengharapkan perniagaan yang tida akan merugi. Agar
Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah
kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Alah Maha
19
Berdasarkan ayat tersebut, Allah memerintakan kepada hamba-Nya untuk membaca al-Quran agar supaya tidak menjadi manusia yang
merugi. Sehingga pantaslah Rasulallah saw bersabda:
َِةَرَف سلاََعَمَِوِبٌَرِىاَمََوُىَوََنا رُق لاَُأَر قَ يَيِذ لا
para malaikat penulis yang mulia lagi berbakti. Sedangkan orang
yang membaca al-Quran dan dia gagap dalam membacanya, maka dia
mendapatkan dua pahala”. (HR. Muslim) (Al-Bani, 2012: 802).
Dikatakan mendapat dua pahala, karena dia mendapat pahala dari bacaannya itu sendiri, dan mendapat satu pahala lagi karena
kesulitan dan kegagapan yang dialaminya. Ini merupakan dalil untuk lebih memicu meningkatkan bacaannya, meskipun dia mengalami kesulitan.
Rasulallah saw juga bersabda:
َ مُت لِمَعَوَاَمِِبَِ ُتُ ذَخَأَاَمَىِد عَ بَا و لِضَتَ نَلَِ يَْ ئ يَشَُت ف لَخَ دَق
َ
َُباَتِكَ:اَمِه يِفَاَِبِ
َ. ِتِ نُسَوَِللا
Artinya:
“Aku telah meninggalkan dua perkara yang kalian tidak akan tersesat
sesudahku selama kalian berpegang teguh pada keduanya dan
mengamalkan apa yang ada di dalamnya, yaitu kitab Allah dan
20
diriwayatkan pula oleh Imam Malik dalam al-Muawatha‟ II/899)
(Muhammad, 2013: 132).
Berdasarkan hadits di atas, menjadi penting untuk mengkaji lebih dalam tentang kitab Allah. Mulai dari belajar mengenai tafsirnya,
atau ilmu-ilmu al-Quran seperti mukjizat al-Quran, asbabun nuzul, nasikh mansukh, adab dan etika membaca al-Quran, dan lain
sebagainya. Oleh karena itu dalam program Hamalatil Quran ada
pembelajaran mengenai kitab-kitab yang membahas mengenai ilmu al-Quran atau adab dan tata cara berinteraksi dengan al-al-Quran yang
benar.
Menghafal al-Quran adalah salah satu cara untuk menjadikan hati seorang individu muslim tidak kosong dari sesuatu bagian dari
kitab Allah SWT. Seperti dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu
Abbas secara marfu‟:
َِب رَ لْاَ ِت يَ ب لاَكَِنا رُق لاََنِمٌَء يَشَِوِف وَجَ ِفََس يَلَيِذ لاَ نِإ
Artinya:
“Orang yang tidak mempunyai hafalan al-Quran sedikitpun adalah
seperti rumah kumuh yang mau runtuh”.
Rasulullah saw., memberikan penghormatan kepada orang-orang yang mempunyai keahlian dalam membaca al-Quran dan
menghafalkannya, memberitahukan kedudukan mereka, dan
mengedepankan mereka dibandingkan orang lain (Qardhawi: 2001,
21
Ayat dan hadits di atas adalah salah satu dari beberapa dalil dari al-Quran dan hadits tentang keutamaan al-Quran, dan menjadi
dasar bagi umat manusia dan para santri untuk lebih memperdalam lagi ilmu pengetahuan mengenai al-Quran, mulai dari membaca al-Quran,
mempelajari kitab-kitab mengenai al-Quran dan menghafal al-Quran.
C. Bentuk-Bentuk Program Hamalatil Quran 1. Belajar Membaca al-Quran Dengan Tajwid
a. Pengertian Belajar Membaca
Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya
yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor (Bahri, 2008: 13).
Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu
sendiri dalam interaksi dengan lingkungan (Ahmadi dan Widodo, 2004: 128).
22
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah pemerolehan baru oleh seseorang dalam bentuk
perubahan yang relatif menetap, sebagai akibat adanya proses dalam bentuk interaksi belajar terhadap suatu obyek yang ada
dalam lingkungan belajar. Secara dasar yang diusahakan oleh indera manusia sehingga hasil belajar itu mengubah tingkah laku yang lebih baik.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2002: 83) secara
etimologi, membaca berasal dari kata “baca” yang mempunyai
beberapa pengertian diantaranya: (1) Melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan dalam hati), (2) mengeja/melafalkan apa yang tertulis, (3) mengucapkan, (4)
mengetahui dan meramalkan, (5) memperhitungkan.
Jadi membaca adalah sebuah kegiatan atau proses
melafalkan teks dan memahami isi teks. Sedangkan kaitannya dengan belajar membaca al-Quran adalah perubahan dalam diri seseorang sebagai hasil latihan dan pengalaman yang diperoleh
selama mengikuti pelajaran membaca al-Quran.
Perintah membaca, adalah kata pertama dari wahyu
pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad saw. Kata ini sedemikian pentingnya sehingga diulang dua kai dalam
rangkaian wahyu pertama, selanjutnya terdapat diawal surat
23
memiliki berbagai makna, membaca yang tersurat/teks baik bacaan suci yang bersumber dari Tuhan maupun yang bukan,
baik menyangkut ayat-ayat yang tertulis maupun tidak, atau membaca, menelaah, meneliti, menghimpun dan sebagaimana
dikaitkan dengan bi ismi Robbika. Pengertian ini merupakan
syarat sehingga menuntut dari si pembaca bukan saja sekedar melakukan bacaan yang tidak mengantarkannya kepada hal-hal
yang bertentangan dengan “nama Allah” itu (Shihab, 1994:
167-171).
Tutunan pertama yang diberikan, demikianlah al-Quran secara dini menggaris bahawi pentingnya membaca dan keharusan adanya keikhlasan serta kepandaian memilih
bahan-bahan bacaan yang tepat dan iqra atau merupakan syarat
pertama dan utama bagi keberhasilan manusia. Berdasarkan hal
tersebut, tidaklah mengherankan jika ia menjadi tuntunan pertama yang diberikan oleh Alah SWT kepada manusia.
b. Kaidah Membaca al-Quran
Al-Quran diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw melalui perantara Jibril as dan dalam bahasa
Arab ini memiliki karakteristik dan spesifik. Kaidah-kaidah yang terkandung dalam proses penguasaan cara membaca al-Quran tidak dapat dilepaskan dari beberapa hal. Diterangkan
24
Islam, 2002: 102-111). diuraikan beberapa ketentuan membaca al-Quran sebagai berikut:
1) Pemahaman dan Penguasaan Terhadap Makhorijul Huruf.
Dilihat dari bunyinya, huruf al-Quran tidak berbeda dengan
bunyi huruf-huruf dalam bahasa lainnya. Namun dalam
huruf-huruf al-Quran memiliki tempat keluar (Mahkroj)
yang berbeda. Misalnya ada huruf al-Quran yang
mahkrojnya berasal dari lisan, seperti alif ( ا) dan ba ( ب),
terdapat huruf yang mahkrojnya dari tenggorokan, seperti
kho ( خ), ada juga yang terdapat huruf yang mahkrojnya
dari dada seperti ha ( ه ). Oleh karena itu, diperlukan
pengetahuan makhorijul huruf dalam belajar membaca
al-Quran.
2) Pemahanam dan Penguasaan Ilmu Tajwid
Membaca al-Quran juga harus menguasai ilmu tajwid, atau paling memahami hukum-hukum bacaan dari masing-masing huruf ketika bertemu atau bergandengan dengan
huruf yang lainnya. Sebagai pemisalan, dalam ilmu tajwid
dikenal dengan hukum Idzhar (jelas), yakni ketika ada nun
mati ( ْن ) atau tanwin ( ً ً ً) bertemu dengan huruf Idzhar
yaitu ه غ ع خ ح ا maka dibaca jelas.
25
Tartil dan tidaknya dalam membaca al-Quran sebenarnya sangat tergantung dari penguasaan seseorang terhadap
hukum-hukum bacaan (ilmu tajwid) dan makhorijul hurufnya. Namun demikian, penguasaan terhadap dua
aspek tersebut tidak menjamin seseorang akan dapat membaca al-Quran secara tartil. Hal ini dikarenakan adanya beberapa ketentuan yang terkadang berbeda dengan aturan
dasar ilmu tajwid, seperti adanya bacaan Isymam
(tengah-tengah diantara bunyi dua huruf), bacaan Syadz
(pengecualian) dan lain sebagainya.
c. Prinsip-Prinsip Belajar Membaca Al-Quran
Prinsip belajar merupakan petunjuk atau cara yang perlu
diikuti untuk melakukan kegiatan belajar. Hamalik (2001: 17-18) mengemukakan tentang prinsip-prinsip belajar, yaitu (1)
pengalaman dasar, (2) motivasi belajar, (3) penguatan.
Sedangkan menurut Syaikh az-Zarnuji (2009: 12) mengatakan:
َ ِفَِة يٍّ نلاََنِمَُوَلَ دُبَ َلَ ُثُ
َِع يَِجََ ِفَُِل صَ لْاََيِىَُة يٍّ نلاَاَذِاَ.ِم لِع لاَِمِل عَ تَِناَمَز
.ٌح يِحَصٌَث يِدَحَ. ِتاَيٍّ ناِبَُلاَم عَ لْاَاَ نَِّإَ:َُمَل سلاَوَُةَل صلاَِو يَلَعَِوِل وَقِلَ ِلاَو حَ لْا
Artinya:
“Kemudian setiap pelajar harus menata niatnya ketika akan
belajar. Karena niat adala pokok dari amal ibadah. Nabi saw
26
Dari dua pendapat daiatas, apabila dikaitkan dengan pelajaran membaca al-Quran, dapat disimpulkan bahwa prinsip
belajar al-Quran sebagai berikut:
1) Harus didasari dengan niat dan kemauan keras.
2) Disertai latihan dan ulangan.
3) Pemberian balikan dan penguatan belajar.
4) Belajar al-Quran didasarkan kepada pemahaman dan
keaktifan siswa serta motivasi yang tinggi.
d. Adab Membaca Al-Quran
Orang yang membaca al-Qur‟an sudah sepatutnya
menunjukkan keikhlasan dan menjaga adab terhadap al-Qur‟an.
Maka sudah sepatutnya bagi orang yang sedang membaca
al-Quran menghadirkan hati kerana sedang bermunajat kepada
Allah SWT dan membaca al-Qur‟an seperti keadaan orang yang
melihat Allah SWT, jika tidak bisa melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah SWT melihatnya.
Adab-adab tersebut sudah diatur sedemikian rupa sebagai
bentuk penghormatan dan pengagungan terhadap al-Quran.
Imam Nawawi (ttd: 33-38) diterangkan dalam bab yang
ke-enam tentang fi Adabi qiro‟ah. Adapun adab-adab tersebut
adalah:
1) Bersiwak (membersihkan mulut) sebelum mulai membaca.
27
“Dan diharuskan apabila ingin membaca al-Quran,
hendaklah membersihkan mulut dengan siwak atau yang
lainnya”.
2) Membaca al-Quran sesudah berwudhu karena ia termasuk
dzikir yang paing utama.
َُي
“Dianjurkan bagi siapa yang ingin membaca al-Quran dan
dia harus dalam keadaan suci”.
3) Membacanya ditempat yang bersih dan suci untuk
“Dianjurkan membaca al-Quran di tempat yang bersih dan
tepat”.
Justru, sejumlah ulama menganjurkan membaca
al-Qur‟an di masjid kerana ia meliputi kebersihan dan
kemuliaan tempat serta menghasilkan keutamaan lain, yaitu Itikaf.
“Dianjurkan bagi pembaca al-Quran selain dalam sholat
untuk menghadap kiblat”.
28
isti‟adzun, dengan mengucapkan a‟udzubillahi
minassyaitonirrojim”.
6) Membaca basmalla pada awal surat, kecualai surat Bara‟ah (at-Taubah)
“Dan diharuskan menjaga atas bacaan dengan kalimat
basmallah dalam setiap awal surat kecuali surat Baroah”.
7) Membacanya dengan khusyu‟, merenungkannya, tenang dan penuh rasa hormat
ََع وُشُ لْاَُوُن أَشَ نُكَي لَ فَِةَءاَرِق لاَ ِفََِعَرَشَاَذِإَف
َِةَءاَرِق لاََد نِعََر بَدَتلاَو
“Maka jika ingin memulai dalam membaca hendaklah
bersikap khusyu‟ dan merenungkan maknanya ketika
membaca”.
8) Membacanya dengan tartil
َُوَتَءاَرِقََلِتَرُ يَ نَأَ يِغَب نَ يَو
“Dan diharuskan untuk mentartilkan bacaannya”. Para
ulama sependapat atas anjuran melaukan tartil.
9) Membaca tertib sesuai urutan surat dalam al-Quran
29
“Para ulama berkata: pendapat yang terpilih untuk
membaca al-Quran atas urutan mushaf”. Maka dia baca
Al-Fatihah, kemudian Al-Baqarah, kemudian Ali-Imran, kemudian surah-surah sesudahnya menurut tertibnya, sama
saja dia membaca dalam sembahyang atau di luarnya.
10)Membaca al-Quran dengan melihat mushaf lebih utama
َ رُق لاَُةَءاَرِق
dalam Mushaf adalah ibadah yang diperintahkan, maka
berkumpullah bacaan dan pandangan itu.
11)Mengeraskan bacaan al-Quran
َ فَر
َِت و صلاََع
َ
َِةَءاَرِق لاِب
“Mengeraskan suara ketika membaca al-Quran”.
12)Membaguskan suara ketika membaca al-Quran
َِبَلَطَُباَب حِت سِا
َ
َِت و صلاَِن سُحَ نِمَِةَبٍّي طلاَِةَءاَرِق لا
“Sunah mengindakan suara pada waktu membaca
al-Quran”. Para ulama Salaf dan Khalaf daripada sahabat dan
tabi‟in serta para ulama Anshar (Baghdad, Bashrah dan
Madinah) dan imam-imam muslimin sependapat dengan
sunahnya mengindahkan suara ketika membaca al-Quran.
30
Tajwid adalah melafalkan huruf-huruf al-Quran sesuai dengan makhraj dan sifatnya serta memenuhi hukum bacaannya
(Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran, 2007: 3). Ilmu tajwid merupakan ilmu pengetahuan tentang cara membaca al-Quran
dengan baik dan tertib menurut makhrojnya, panjang pendeknya, tebal tipisnya, berdengung atau tidak, irama dan nadanya, serta titik komanya yang sudah diajarkan oleh Rasulullah saw kepada
para sahabatnya (Alam, 1995: 15).
Para ulama mendefinisikan tajwid yakni memberikan
kepada huruf akan ha-hak dan tertibnya, mengembalikan huruf kepada makhroj dan asalnya, serta menghaluskan pengucapannya dengan cara yang sempurna tanpa berlebihan, kasar, tergesa-gesa
dan dipaksa-paksakan. Para ulama menganggap qiraat quran (apalagi menghafal) tanpa tajwid sebagai suatu lahn-lahn adalah
kerusakan atau kesalahan yang menimpa lafadz, baik secara khafi
maupun secara jaliy. Lahn jaliy adalah kerusakan pada lafadz
secara nyata sehingga dapat diketaui oleh ulama qiraat maupun
lainnya, menjadikan kesalahan I‟rab atau shorof. Lahn Khofiy
adalah kerusakan pada lafadz yang hanya dapat diketahui oleh
ulama qiraat dan para pengajar Quran yang cara bacanya diterima langsung dari para ulama qiraat dan kemudian dihafalkan dengan teliti berikut keterangan tentang lafadz-lafadz yang salah itu
31
Dengan demikian ketetapan pada tajwid dapat diukur dengan betul dan tidaknya pelafalan huruf-huruf al-Quran, yang
berkaitan dengan tempat berhenti, panjang pendeknya bacaan huruf, dan lain sebagainya. Maka bagi umat Islam fardhu kifayah
hukumnya belajar ilmu tajwid (mengetahui istilah-istilah dan
hukumnya) serta fardhu „ain hukumnya membaca al-Quran
dengan baik dan benar (praktek sesuai aturan-aturan ilmu tajwid)
(Annuri, 2010: 17).
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa pemahaman ilmu tajwid adalah kemampuan untuk menangkap serta dapat menggunakannya untuk mengetahui tempat keluarnya huruf (makhraj), sifat-sifatnya dan
bacaan-bacaannya.
f. Metode dan Tujuan Pembelajaran Tajwid
Metode berasal dari bahasa Yunani yaitu metha yang
mempunyai arti melalui atau melewati dan hodos yang berarti
jalan atau cara. Maka metode memiliki arti suatu jalan yang
dilalui untuk mencapai tujuan (Thoifuri, 2008: 56).
Metode adalah suatu cara atau jalan yang ditempuh yang
32
Oleh karena itu dalam proses pembelajaran ilmu tajwid diperlukan suatu metode agar lebih mudah dalam memahaminya.
Berikut ini ada beberapa metode dalam pembelajaran ilmu tajwid:
1) Metode Ceramah
Metode cerama adalah suatu metode dalam pendidikan dimana cara menyampaikan materi kepada anak didik dengan
jalan penuturan secara lisan. Dalam metode cerama ini murid duduk, melihat dan mendengarkan serta percaya bahwa apa
yang diceramakan guru itu adalah benar, murid mengutip
ikhtisar ceramah semampu murid itu sendiri dan
menghafalnya (Daradjat, 2001: 289).
2) Metode Tanya Jawab
Metode Tanya jawab adalah penyampaian pelajaran dengan
jalan guru mengajukan pertanyaan dan murid menjawab, atau suatu metode di dalam pendidikan dimana guru bertanya sedang murid menjawab tentang bahan/materi yang ingin
diperolehnya.
Metode ini dimaksudkan untuk mengenalkan pengetahuan,
fakta-fakta yang sudah diajarkan dan untuk merangsang perhatian murid dengan berbagai cara (sebagai apersepsi, selingan, dan evaluasi) (Zuhairini dkk, 1983: 86).
33
َِن ح للاَِنَعَِناَسٍّللاَُن وَص
ََلاَعَ تَِللاَِمَلِكَ ِفِ
“Menjaga lidah dari kesalahan di saat membaca al-Quran”
(Ahmad Annuri, 2010: 23).
Tujuan mempelajari ilmu tajwid adalah agar umat Islam dapat membaca ayat-ayat al-Quran dengan fasih (terang dan
jelas) dan memperbaiki/memperindah bacaan huruf hijaiyyah yang terdapat dalam huruf al-Quran dan mengerti hukum-hukum
ibtidak dan waqof (cara memulai dan berhenti baik ketika waqof atau di tengah-tengah) (Munir dan Sudarso, 1994: 8-9).
Salah satu kitab yang membahas ilmu tajwid adalah kitab
Tuhfathul Athfal karya Syaikh Sulaiman Bin Hasan bin
Muhammad al-Jamzuri. Beliau lahir pada bulan Robi‟ul Awal
tahun 1160-an. Kitab Tuhfathul Athfal adalah sebuah kitab
nadhom (sayir) yang mengandung kaidah-kaidah dasar ilmu tajwid yang dirangkai dengan bait-bait syair yang indah.
Ada juga kitab Thoriqoh Baca Tulis dan Menghafal
Al-Quran dari Pondok Pesantren Yanbu‟a Kudus yang di pimpin
oleh KH. Muhammad Ulinnuha Arwani dan KH. Muhammad Ulil Albab Arwani, beliau-beliau adala putra dari Simba KH. Muhammad Arwani Amin.
Dan masih banyak lagi kitab-kitab yang membahas tentang
Ilmu Tajwid seperti buku Pengantar Ilmu Tahsin yang ditulis oleh
34 2. Mengkaji Kitab Ulumul Quran
a. Pengertian Mengkaji Kitab
Mengkaji berasal dari kata „kaji‟ yang mempunyai arti
pelajaran atau penyelidikan tentang sesuatu. Sedangkan
mengkaji artinya belajar, memeriksa, menyelidiki, memikirkan
(mempertimbangkan), menguji dan menelaah sesuatu
(Depdiknas, 2008: 618).
Sedangkan kata kitab, disebutkan dalam kamus
kontemporer yang disusun oleh Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi
Muhdhor (ttd: 1275) ditulis )ةتك ج( باتكلا yang artinya kitab atau
buku-buku. Kitab dalam pendidikan agama Islam merujuk pada kitab-kitab tradisional atau biasa disebut dengan kitab kuning,
yang berisi tentang pelajaran-pelajaran agama Islam (diraasah al-Islamiyyah) yang diajarkan di Madrosah atau Pondok Pesantren,
mulai dari mata pelajaran fiqh, akhlaq tasawuf, nahwu shorof, hadits, ulumul hadits, tafsir, ulumul quran, dan yang lainnya.
Kitab kuning adalah kitab-kitab keagamaan berbahasa Arab
karya ulama salaf, ulama zaman dalu, yang dicetak dengan kertas kuning. Sebenarnya yang paling tepat disebut dengan kutub
al-turats yang isinya berupa hazanah kreatifitas pengembangan peradaban islam pada zaman dahulu. Dalam hazanah tersebut terdapat hal-hal yang sangat prinsip yang kita tidak dapat
hal-35
hal yang boleh kita kritisi, kita boleh tidak memakainya dan ada juga yang sudah tidak relevan lagi. Tetapi kalau yang namanya
kitab usul fiqh, mushtalah al-hadits, nahwu-sharaf, ilmu tafsir, ilmu tajwid itu semua adalah prinsip, mau tidak mau sekarang
kita harus menggunakan kitab-kitab tersebut (
http://blitarq-doel.blogspot.co.id/2012/10/proposal-penelitian
implementasi.html?=1, diakses pukul 13.30, hari Selasa 26 Juli
2016).
Mengkaji kitab adalah proses belajar, memikirkan,
memeriksa, menyelidiki dan menelaah kitab-kitab tentang pelajaran-pelajaran agama Islam karangan para ulama yang ilmunya sudah mempuni. Sehingga sedikit banyak akan
mengetahui apa yang tersurat dan tersirat dalam al-Quran dan hadits. Karena kitab-kitab tersebut merupakan kitab karangan
para ulama dari hasil ijtihad mereka untuk mencari hukum suatu perkara yang tidak dijelaskan dalam al-Quran dan hadits.
b. Ulumul Quran
1) Definisi Ulumul Quran
Istilah „ulumul Quran berasal dari bahasa Arab yang
terdiri dari dua kata, yaitu „ulum dan al-Quran. Kata „ulum
merupakan bentuk jamak dari kata „ilm, yang berarti
ilmu-ilmu. Istilah „ilm merupakan bentuk masdhar (kata kerja yang
36
sesuai dengan makna dasarnya, yaitu al-fahmu wa al-idrak
(pemahaman dan pengetahuan). Kemudian pengertiannya
dikembangkan pada kajian berbagai masalah yang beragam
dengan standar ilmiah. Kata „ilm juga berarti idrak al-syai bi
haqiqatih yang artinya mengetahui sesuatu dengan
sebenarnya (Hermawan, 2011: 1).
Kata „ulum adalah bentuk jamak dari kata „ilm yang
berasal dari kata dasar aliima-ya‟maalu-„ilman, yang berarti
mendapakan atau mengetahui sesuatu dengan jelas atau
menjangkau sesuatu dengan keadaan yang sebenarnya. Ia
berasal dari akar kata dengan huruf-huruf „ain, lam, dan mim,
yang berarti „asrun bi al-syai yatamazzu bihi „an gairihi
(keunggulan yang menjadikan sesuatu berbeda dengan yang
lainnya), atau „sesuatu yang jelas‟, „bekas‟ (hati, pikiran,
pekerjaan, tingkah laku dan karya-karya) sehingga sesuatu itu terlihat dan diketahui sedemikian jelas, tanpa menimbulkan sedikit pun keraguan (Hermawan, 2011: 1).
Al-Suyuti dalam kitab Itmamu al-Dirayah memberikan
definisi „ulumul Quran sebagai berikut:
37
“Ulumul Quran ialah suatu ilmu yang membahas
tentang keadaan al-Quran dari segi turun, sanad, adab, dan
makna-maknanya, yang berhubungan dengan
hukum-hukumnya dan sebagainya” (Zuhdi, 1997: 23-24).
Al-Zarqani dalam kitab Manahilul „Irfan fi Ulumil
Quran merumuskan definisi „ulumul Quran, yaitu:
ِوِلْوُزُ ن ِةَيِحاَن ْنِم ِمْيِرَكْلا ِناْرُقْلاِب ُقَّلَعَ تَ ت ُثِحاَبَم َوُى ِناْرُقْلا ُمْوُلُع
ِهِزاَجْعِاَو ِهِرْيِسْفَ تَو ِوِتَءاَرِقَو ِوِتَباَتِكَو ِوِعْمَجَو ِوِبْيِتْرَ تَو
ِوِخْوُسْنَمَو ِوِخِساَنَو
. َكِلذ ِوْحَنَو ُوْنَع ِوَبُّشلا ِعْفَدَو
“Ulumul Quran ialah pembahasan-pembahasan
masalah yang berhubungan dengan al-Quran, dari segi
turun, urut-urutan, pengumpulan, penulisan, bacaan,
penafsiran mukjizat, nasikh dan mansukhnya, serta
penolakan (bantahan) terhadap hal-hal yang bisa
menimbulkan confused (keragu-raguan) terhadap al-Quran
(yang sering dilancarkan oleh Orientalis dan Ateis dengan
maksud untuk menodai kesucian al-Quran) dan
sebagainya”(Zuhdi, 1997: 24).
„Ulumul Quran adalah pembahasan-pembahasan yang
berkaitan dengan al-Quranul Karim dari segi turunnya,
urutannya, kodifikasinya, penulisannya, bacaannya,
38
penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya, dan sebagainya (Budiharjho, 2012: 4).
Dari definisi-definisi tersebut di atas, dapat diambil
kesimpulan bahwa „ulumul Quran adalah suatu ilmu yang
lengkap dan mencakup semua bidang ilmu yang ada hubungannya dengan al-Quran baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir, maupun berupa ilmu-ilmu bahasa Arab
seperti I‟robul Quran dan sebagainya (Hermawan, 2011: 3).
2) Tema dan Ruang Lingkup „Ulumul Quran
Az-Zarkasyi dalam kitabnya al-Burhan fi Ulumil Quran
menegaskan, bahwa ilmu-ilmu al-Quran tidak terhitung banyaknya. Hal ini karenaorang bisa membahas al-Quran dari
berbagai macam segi menurut keahlian masing-masing. Misalnya, seorang bisa membahas al-Quran dari salah satu
cabang dari ilmu-ilmu agama (Fiqh, Ushul Fiqh, Tasawuf, Aqaid, dan sebagainya). Dia bisa membahas pula al-Quran dari salah satu cabang dari ilmu-ilmu bahasa (Nahwu, Saraf,
Balaghah dan sebagainya). Disamping itu, seorang bisa membahas al-Quran dari segi pengetahuan umum. Misalnya
filsafat, sejarah dan sebagainya (Muhdi, 1997: 33).
Pembahasan „ulumul Quran memang banyak, tetapi ada
klasifikasi berdasarkan tema-temanya. Pertama, Pembahasan
39
1) Auqat al-Nuzul wa Mawathin al-Nuzul
Tema ini berkenaan dengan ayat-ayat yang diturunkan di
Mekah yang dinamai ayat Makkiyah, ayat-ayat yang diturunkan di kala Nabi berada di kampung atau disebut
Hadloriyah, ayat-ayat yang diturunkan di dalam safar
yang dinamai Safariyah, ayat-ayat yang diturunkan pada
siang hari dinamai Nahariyah, dan ayat-ayat yang
diturunkan pada malam hari yang dinamai Lailiyah
(Hermawan, 2011: 9).
2) Asbabun Nuzul
Tema ini berkenaan dengan sebab-sebab turunnya al-Quran, yaitu peristiwa-peristiwa yang menyebabkan
turunnya ayat, dimana ayat tersebut menjelaskan pandangan al-Quran tentang peristiwa yang terjadi atau
mengomentarinya (Budihardjono, 2012: 21).
3) Tarikhun Nuzul
Tema ini berkenaan dengan ayat yang mula-mula
diturunkan dalam kaitan waktunya, yang berulang-ulang diturunkannya, yang terakhir hukumnya dari turunnya,
yang turun tidak berurutan, yang turun dalam satu kesatuan, dan lain-lain (Hermawan, 2011: 10).
40
mutawatir, ahad, syadz, beragam qiraat Nabi, para perawi dan huffazh, kaifiyat al-tahammul (cara penerimaan riwayat).
Ketiga, masalah bacaan (tata cara membaca), yaitu soal
waqof, ibtida‟, imalah, madd, men-takhfif-kan (meringankan
bacaan) hamzah, idgham dan lain-lainnya. Keempat,
masalah pembahasan lafaz. Hal ini terkait dengan beberapa
soal, yaitu gharib, mu‟rab, majaz, musytarak, mutaradif,
isti‟arah, dan tasybih. Kelima, masalah makna-makna
al-Quran yang berpautan dengan hukum seperti masalah lafaz
„am yang tetap dalam keumumannya, „am yang dimaksudkan
khusus, „am yang dikhususkan dengan sunnah, „am yang
mengkhususkan sunnah, nash yang zhahir, mujmal,
mufashshol, manthuq, mafhum, muthlaq, muqayyad, muhkam,
mutasyabih, musykil, nasikh dan mansukh, muqoddam,
muakhkhar dan lain-lain. Keenam, masalah makna-makna
al-Quran yang berpautan dengan lafaz, yaitu fashl dan washl,
ijaz, ithnab, musawah dan qashr (Hermawan, 2011: 10).
Ruang lingkup „ulumul Quran dapat dibagi menjadi
dua, yaitu Dirasah ma fi al-Quran, sebagai kajian yang
dilakukan berkenaan dengan materi-materi yang terdapat
dalam al-Quran seperti kajian tafsir al-Quran. Dirasah ma
Haula al-Quran, sebagai kajian yang dilakukan berkenaan
41
luar materi dalam seperti kajian mengenai Asbab al-Nuzul (Hermawan, 2011: 10).
3. Menghafal al-Quran
a. Pengertian Menghafal Quran
Menghafal merupakan proses menerima, mengingat, menyimpan dan memproduksi kembali tanggapan-tanggapan
yang diperolehnya melalui pengamatan (Munjahid, 2007: 73). Hifzul Quran (menghafal al-Quran) merupakan cara
menghafal sedikit demi sedikit ayat-ayat dalam al-Quran yang
telah dibaca berulang-ulang secara bin-nazhar. Misalnya,
menghafal satu baris, beberapa kalimat atau potongan ayat
sampai tidak ada kesalahan. Setelah satu baris atau beberapa kalimat tersebut sudah dihafal dengan baik, lalu ditambahkan
merangkaikan baris atau kalimat berikutnya sehingga menjadi
sempurna (Sa‟dullah, 2008: 53).
Dari pengertian di atas bahwa menghafal al-Quran adalah
menghafal 30 juz dari al-Quran dengan baik, lancar dan fasih, dengan urutan mushaf Utsmani yang dimulai dari ummul kitab
42
b. Kaidah dan Metode Menghafal al-Quran
Ahmad Salim (2009: 86-89) mengemukakan bahwa
kaidah-kaidah dalam menghafal al-Quran sebagai berikut:
1) Ikhlas. Wajib mengikhlaskan niat dan memperbaiki tujuan
serta menjadikan hafalan al-Quran dan perhatiannya hanya untuk Allah SWT.
2) Memperbaiki ucapan dan bacaan. Hal ini hanya bisa
dilakukan dengan mendengar dari seorang pembaca al-Quran yang baik atau penghafal yang sempurna.
3) Menentukan batas hafalan setiap minggu. Memilih satu
lembar utuh atau seperempat bagian.
4) Jangan melampaui hafalan wajib. Jangan melampaui batasan
wajib mingguan hingga memperbagus dulu hafalannya secara keseluruhan.
5) Menggunakan satu rasam mushaf hafalan. Menggunakan satu
mushaf karena manusia menghafal itu melalui melihat, sebagaimana menghafal melalui mendengar.
6) Pemahaman adalah jalan menghafal. Berusahalah memahami
ayat-ayat yang dihafal dan mengetahui aspek keterkaitan
antara sebagian ayat dengan ayat lainnya.
7) Jangan melewati bacaan wajib hingga mengikat yang pertama
dengan terakhir. Seorang penghafal tidak seharusnya
43
menyempurnakan secara utuh dan mengikat hafalan pertama dengan yang terakhir (ketika ia menghafal seperempat hizib,
misalnya yang ditambahkan dengan seperempat yang ada sesudahnya, dan begitu seterusnya).
8) Mengulangi dan memperdengarkan hafalan secara rutin.
9) Memperhatikan ayat-ayat yang serupa. Ada ayat-ayat yang
terkadang pembaca al-Quran salah karena adanya keserupaan
dengan ayat yang lain.
10)Menggunakan kesempatan tahun-tahun emas untuk
menghafal. Barangsiapa ingi menggunakan kesempatan tahun bagus untuk menghafal, menurut kesepakatan yang pasti adalah pada usia lima dan sepuluh tahun hingga kira-kira usia
dua puluh tiga tahun, karena manusia pada usia ini daya hafalnya bagus sekali.
11)Mendengarkan kaset-kaset al-Quran.
12)Lakukan shalat dengan membaca hafalan.
Dalam menghafal al-Quran orang mempunyai metode dan
cara yang berbeda-beda. Namun, metode apapun yang dipakai tidak akan terlepas dari pembacaan yang berulang-ulang sampai
dapat mengucapkannya tanpa melihat mushaf sedikitpun.
Sa‟dullah (2008: 52-54) menjelaskan tentang proses menghafal
44
1) Bin-Nazhar, yaitu membaca dengan cermat ayat-ayat al-Quran yang akan dihafal dengan melihat mushaf al-al-Quran
secara berulang-ulang. Proses bin-nazhar ini hendaknya
dilakukan sebanyak mungkin atau empat puluh kali seperti
yang biasa dilakukan oleh para ulama terdahulu. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran menyeluruh tentang lafaz maupun urutan ayat-ayatnya.
2) Tahfizh, yaitu menghafalkan sedikit demi sedikit ayat-ayat
al-Quran yang telah dibaca berulang-ulang secara bin-nazhar
tersebut. Misalnya menghafal satu baris, beberapa kalimat, atau sepotong ayat pendek sampai tidak ada kesalahan. Setelah satu baris atau beberapa kalimat tersebut sudah dapat
dihafal dengan baik, lalu ditambah dengan merangkaikan baris atau kalimat berikutnya sehingga sempurna. Kemudian
rangkaian ayat tersebut diulang kemabali sampai benar-benar hafal. Setelah materi satu ayat dapat dihafal dengan lancar kemudian pindak kepada materi ayat berikutnya. Untuk
merangkaikan hafalan urutan kalimat dan ayat yang benar, setiap selesai menghafal materi ayat berikutnya harus selalu
diulang-ulang mulai dari ayat pertama dirangkaikan dengan ayat kedua dan seterusnya.
45
tersebut haruslah seorang hafizh al-Quran, telah mantab
agama dan ma‟rifatnya, serta dikenal mampu menjaga
dirinya.
4) Takrir, yaitu mengulang hafalan atau men-sima‟-kan hafalan
yang pernah dihafalkan/sudah pernah di-sima‟-kan kepada
guru tahfizh. Takrir dimaksudkan agar hafalan yang pernah
dihafal tetap terjaga dengan baik. Selain dengan guru, takrir
juga dilakukan sendiri-sendiri dengan maksud melancarkan hafalan yang telah dihafal, sehingga tidak mudah lupa.
Misalnya pagi hari untuk menghafal materi hafalan baru, dan
sore harinya untuk men-takrir materi yang telah dihafalkan.
5) Tasmi’, yaitu memperdengarkan hafalan kepada orang lain baik kepada perseorangan maupun kepada jamaah. Dengan
tasmi‟ ini seorang penghafal al-Quran akan diketahui
kekurangan pada dirinya, karena bisa saja ia lengah dalam
mengucapkan huruf atau harakat. Dengan tasmi‟ seseorang
akan lebih berkonsentrasi dalam hafalan.
c. Panduan Menghafal al-Quran
1) Makan dan minum yang halal dan thayyib.halal berarti
makanan dan minuman tersebut secara bendanya bukan berasal dari apa yang dengan jelas dilarang baik dalam al-Quran
46
minuman tersebut diraih dengan cara yang baik dan tidak mendzalimi orang lain (Qaradhawi, 2000: 89).
2) Menjaga bacaan diwaktu malam.
3) Meminta doa dari orang tuanya. Dengan doa orang tua Allah
SWT akan memudahkan setiap langkah dan obsesi kita (Qaradhawi, 2000: 90).
4) Ketekunan dan keseriusan. Menghafal al-Quran sebanyak 30
juz, 114 surah, dan kurang lebih 6.666 ayat bukanlah pekerjaan yang mudah. Oleh karena itu di butuhkan kemauan yang sangat
kuat (Sa‟dullah, 2008: 30). Menghafal al-Quran tidak bisa
dilakukan hanya dengan berleha-leha, tetapi memerlukan usaha yang maksimal tanpa mengenal lelah. Seseorang harus bisa
menjaga waktunya dengan sebaik mungkin sehingga tidak ada waktu yang terlewatkan untuk hal yang tidak bermanfaat.
Seperti apa yang disyairkan oleh Imam Syafii,
ََاَِل
“Kesungguhan itu dapat mendekatkan sesuatu yang jauh, dan
bisa membuka sebuah pintu yang terkunci” (Az-Zarnuji, 2009:
40).
5) Wara‟, yaitu menjaga diri dari setiap yang diharamkan dan