• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PROGRAM HAMALATIL QURAN PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN NURUL QURAN TETER SIMO BOYOLALI SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "IMPLEMENTASI PROGRAM HAMALATIL QURAN PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN NURUL QURAN TETER SIMO BOYOLALI SKRIPSI"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PROGRAM HAMALATIL QURAN

PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN

NURUL QURAN TETER SIMO BOYOLALI

SKRIPSI

Disusun Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh :

IMAM AGUS ARAFAT

NIM: 111-12-045

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

MOTTO

ِقَلْغُم ٍباَب َّلُك ُحَتْفَ ي ُّدِجْلاَو ٍعِساَش ٍرْمَا َّلُك ْىِنْدُي ُّدِجْلَا

(7)

vii

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil‟alamin atas rahmat dan ridho Allah SWT skripsi

ini telah selesai. Skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Orang tuaku tercinta Alm. Bapak H. Suyadi dan Ibu Siti Fatimah yang

senantiasa tanpa hentinya memberikan kasih sayang dan perhatiannya, nasehat,

semangat, dan keikhlasan doa yang selalu tercurah kepada penulis, rasa ta‟dzim

wa takriman serta baktiku kan selalu tercurah untuk mu.

2. Kakakku Mas Bagus Indrayana, Mbak Farida Wahyu Ningsih dan Mbak Nur

Syarifah, atas doa, cinta, nasehat, motivasi dan dukungan kalian.

3. Keluarga Besar Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Bapak Drs. K.H Abdul

Basith M.Pd, K.H Sonwasi Ridwan BA, K.H Zunaidi BA yang telah membimbing dan mendoakan dalam setiap langkah untuk mencari ilmu.

Semoga Allah memberikan umur panjang, kesehatan dan ketaqwaan dalam membimbing para pejuang generasi penerus agama.

4. Keluarga Besar Majlis Al-Munajah dan Madrasah Diniyah Hamzah Jaweng

Simo atas dukungan dan doanya.

5. Mas Wahyu Najib Fikri, Slamet Ikhwan Lukmanto, dan Ananta Bayu

Krisnandar yang memberikan makna kebersamaan, kehangatan, motivasi, semangat dan arahan untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

6. Keluarga PAI B, Keluarga PPL MA Al-Manar Tengaran dan Kelompok KKN

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas karunia rahmat, nikmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang

berjudul Implementasi Program Hamalatil Quran pada Santri di Pondok

Pesantren Nurul Quran Teter Simo Boyolali. Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan agung Nabi Muhammad saw yang telah membawa

manusia dari zaman jahiliyyah menuju zaman terang benderang dengan kesempurnaan agama Islam dan juga yang dinanti-nantikan syafaatnya kelak di

hari akhir.

Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar S1 Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama

Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari

bahwa masih banyak sekali kekurangan di dalamnya. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis tidak akan bisa menyelesaikan skripsi

ini dengan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga

2. Bapak Suwardi, M.Pd. Selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. Selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam

4. Bapak Supardi, M.A. Selaku dosen pembimbing skripsi yang telah ikhlas

dalam membimbing, memberikan nasihat, tenaga, arahan dan pengorbanan

(9)

ix

5. Bapak Jaka Siswanta, M.Pd. selaku pembimbing akademik.

6. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu

selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini.

7. Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Quran Teter Simo Boyolali yang telah

memberikan ijin serta membantu penulis dalam melakukan penelitian di tempat tersebut serta memberikan informasi kepada penulis.

8. Alm. Bapak dan Ibu tercinta, keluarga tercinta, dan seluruh pihak yang selalu

mendorong dan memberikan motivasi dalam menyelesaikan kuliah di IAIN Salatiga.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi semua orang pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun sangat diperlukan dalam kesempurnaan skripsi ini.

Salatiga, 25 Agustus 2016 Penulis

(10)

x ABSTRAK

Arafat, Imam Agus. 2016. Implementasi Program Hamalatil Quran Pada Santri

di Pondok Pesantren Nurul Quran Teter Simo Boyolali. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

Pembimbing: Supardi, M.A.

Kata Kunci : Program Hamalatil Quran

Al-Quran adalah sumber utama ajaran Islam dan pedoman terbaik bagi kehidupan setiap muslim. Manusia yang senantiasa berinteraksi dengan al-Quran, tidak hanya membaca akan tetapi memahami dan mengamalkan isi kandungannya, maka al-Quran akan menjadi pembersih jiwa manusia. Program

Hamalatil Quran adalah rangkaian kegiatan yang berjalan secara berkelanjutan mengenai pembelajaran Quran, mulai dari ilmu tajwid, kajian ilmu-ilmu al-Quran dan menghafal al-al-Quran. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merumuskan ke dalam tiga pertanyaan sebagai berikut: (1) Bagaimana sistem pendidikan di Pondok Nurul Quran? (2) Bagaimana metode pembelajaran

Hamalatil Quran di Pondok Pesantren Nurul Quran? (3) Bagaimana implementasi

Program Hamalatil Quran pada santri di Pondok Pesantren Nurul Quran?.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Prosedur pengumpulan data yang dilakukan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Observasi yang dilakukan peneliti yaitu dengan cara mengamati kegiatan-kegiatan pondok pesantren untuk mencari data, wawancara oleh peneliti dilakukan kepada pengasuh, pengurus dan beberapa santri pondok pesantren, dan peneliti mengumpulkan data melalui tulisan, rekaman, gambar, dan karya agar hasil penelitian akan lebih dapat dipercaya jika didukung oleh dokumen. setelah data sudah terkumpul, maka peneliti mengorganisasi data, memecah data menjadi unit-unit data, mencari pola-pola tertentu, mencari hal-hal yang penting untuk dipelajari dan apa yang akan diceritakan.

Hasil temuan penelitian menunjukkan: (1) Sistem pendidikan yang

diterapkan di Pondok Pesantren Nurul Quran adalah sistem gabungan antara salaf

dan khalaf. (2) Metode pembelajaran Hamalatil Quran di Pondok Pesantren Nurul

Quran menggunakan metode sorogan al-Quran bin nadzar dan bil ghoib, metode

bandongan untuk kajian ilmu-ilmu al-Quran, dan metode hafalan. (3)

Implementasi program Hamalatil Quran dilaksanakan dengan tiga kegiatan, yaitu

pembelajaran tentang ilmu tajwid, kajian kitab tentang ilmu-ilmu al-Quran, dan

(11)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN BERLOGO ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

DEKLARASI ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Kajian Pustaka ... 8

E. Metode Penelitian ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II LANDASAN TEORI ... 16

A. Pengertian Program Hamalatil Quran ... 16

B. Dasar Program Hamalatil Quran ... 18

(12)

xii

BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ... 48

A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Nurul Quran ... 48

B. Temuan Data Penelitian ... 61

1. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Nurul Quran ... 61

2. Metode Pembelajaran Hamalatil Quran di Pondok Pesantren Nurul Quran ... 63

3. Implementasi Program Hamalatil Quran pada Santri di Pondok Pesantren Nurul Quran ... 65

BAB IV PEMBAHASAN ... 71

A. Sistem Pendidikan di Pondok Pesantren Nurul Quran Teter Simo Boyolali ... 71

B. Metode Pembelajaran Hamalatil Quran di Pondok Pesantren Nurul Quran Teter Simo Boyolali ... 73

C. Implementasi Program Hamalatil Quran pada Santri di Pondok Pesantren Nurul Quran Teter Simo Boyolali ... 77

BAB V PENUTUP ... 85

A. Kesimpulan... 85

B. Saran ... 89 DAFTAR PUSTAKA

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Program Kegiatan Pondok Pesantren Nurul Quran

2. Peraturan Pengurus Pondok Pesantren Nurul Quran

3. Jadwal Pembelajaran Madrasah Diniyah

4. Daftar Ustadz

5. Pedoman Wawancara

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Quran adalah kalam Allah yang tiada tandingannya (mukjizat), diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., penutup para Nabi dan Rasul

dengan perantaraan Malaikat Jibril „alaihis salam, dimulai dengan surat

al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-nash, dan ditulis dalam mushaf-mushaf yang disampaikan kepada kita secara mutawatir (oleh orang

banyak), serta mempelajarinya merupakan suatu ibadah (Ash-Shaabuuniy, 1998: 15).

Karakteristik al-Quran adalah kemukjizatannya. Al-Quran adalah

mukjizat terbesar yang diberikan kepada Nabi Muhammad saw., sehingga bangsa Arab hanya menyebut-nyebut mukjizat itu, tidak yang lainnya,

meskipun dari beliau terjadi mukjizat lain yang tidak terhitung banyaknya (Al-Qaradhawi, 2001: 52).

Kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., antara

lain dinamai Al-Kitab dan al-Quran (bacaan yang sempurna), walaupun

penerima dan masyarakat pertama yang ditemuinya tidak mengenal baca

tulis. Ini semua, dimaksudkan agar mereka dan generasi berikutnya

membacanya. Fungsi utama al-Kitab adalah memberi petunjuk. Hal ini

tidak dapat terlaksana tanpa membaca dan memahaminya (Shihab, 2008:

(16)

2

Allah SWT memuliakan hamba-Nya dengan al-Quran bagi siapa saja yang membaca, menelaah dan mempelajarinya. Sebagaimana

dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani yang meriwayatkan dari Ali ra. Bahwa Nabi Muhammad saw bersabda,

ََاٍَّدَ

“Didiklah anak-anakmu kepada tiga perkara: mencintai nabimu,

mencintai ahli baitnya dan membaca al-Quran, sebab orang-orang yang

memelihara al-Quran itu berada dalam lindungan singgasana Allah, hari

dimana tidak ada perlindungan selain daripada perlindungan-Nya, dan

akan berkumpul bersama para Nabi-Nya dan orang-orang yang suci”.

(HR. at-Thabrani)

Hadits tersebut menjelaskan bahwa Rasulallah memerintah untuk senantiasa membaca dan memelihara al-Quran atau dengan istilah

Hamalatil Quran. Oleh karena itu, barang siapa yang mengerjakan demikian akan dilindungi oleh Allah SWT.

Dalam kamus al-Munawwir kalimat Hamalatil berarti membawa,

mengandung, menyimpan, memikul, dan menghafal. Maka dari itu

Hamalatil Quran mempunyai arti menjaga al-Quran dengan cara

(17)

3

Membaca al-Quran dengan benar, mempelajari kitab-kitab mengenai al-Quran, menghafalnya, serta mengamalkan isinya adalah cara

untuk menjaga al-Quran.

“Sesungguhnya Allah menyukai al-Quran dibaca sebagaimana ia

diturunkan”. (HR. Ibnu Khuzaimah dalam kitab shohihnya).

Al-Quran diwahyukan Allah SWT melalui malaikat Jibril as., kepada Rasulallah saw., dengan bacaan yang tartil. Begitu juga Rasulallah

saw., membaca dan mengajarkan kepada sahabatnya dengan bacaan yang tartil. Para sahabat Rasulallah saw., membaca dan mengajarkan al-Quran

kepada tabi‟in juga dengan bacaan yang tartil, dan begitu seterusnya

(Annuri, 2010: 4).

Al-Quran adalah kitab suci yang mudah untuk dihafal, diingat, dan

dipahami. Allah SWT berfirman:

ٍَرِك دُمَنِمَ لَهَ فَِر كٍّذلِلََناَء رُق لاَاَن ر سَيَ دَقَلَو

Artinya:

“Dan sesungguhnya telah Kami mudakan al-Quran untuk

pelajaran, adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS. Al-Qamar:

17) (Qardhawi, 2001: 187).

Al-Quran memperkenakan dirinya sebagai hu-dan li al-nas

(18)

4

Dalam rangka penjelasan tentang fungsi al-Quran ini, Allah menegaskan :

Kitab suci diturunkan untuk member putusan (jalan keluar) terbaik bagi

problem-problem kehidupan manusia (QS. 2: 213) (Shihab, 2008: 26). Al-Quran adalah petunjuk terbaik, salah satunya terkait dengan

masalah akhlaq. Al-Quran mengajarkan kita agar berperilau dengan akhlaq

karimah, seperti: kesabaran, murah hati, memaafkan, etika yang baik, dan

lain-lain (As-Sa‟adi, 2008: 8).

Hati yang baik akan menumbuhkan sifat-sifat mahmudah dan pada akhirnya akan menghasilkan akhlaqul karimah. Setiap hati bisa terkotori,

sementara yang membuatnya bersih adalah al-Quran (Muhammad, 2013: 174).

Rasulallah saw bersabda:

ََق

“Sesungguhnya hati itu bisa berkarat sebagaimana berkaratnya

besi.” Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulallah, lalu apa yang bisa

membersihkannya?” Beliau menjawab: “Membaca al-Quran.” (HR. Abu

Nu‟aim)

Manusia yang senantiasa berinteraksi dengan al-Quran, tidak hanya

membaca akan tetapi memahami dan mengamalkan isi kandungannya, maka al-Quran akan menjadi pembersih jiwa manusia (Qaradhawi, 2001:

(19)

5

Satu dari sekian banyak lembaga di Indonesia yang turut serta menjaga kitab suci al-Quran adalah Pondok Pesantren Nurul Quran Teter,

Kecamatan Simo, Kabupaten Boyolai. Lembaga pendidikan ini ditopang sistem pendidikan pondok pesantren yang mengedepankan program

Hamalatil Quran.

Pondok Pesantren Nurul Quran yang mempunyai tekad dan

pendirian sesuai hadits Nabi Muhammad saw, Khoirukum man ta‟allamal

quran wa‟allamahu, yang artinya sebaik-baik kamu sekalian adalah yang

belajar al-Quran dan yang mengajarkannya. Oleh karenannya kegiatan

keseharian dari kyai dan para santri PPNQ tidak lepas dari al-Quran. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilaksanakan oleh penulis, Pondok Pesantren Nurul Quran mempunyai program-program

Hamalatil Quran yang bertendensi menjaga al-Quran. Program-program tersebut memberikan pengajaran mengenai al-Quran, seperti pembelajaran

mengenai tajwid dan tahsin, kajian kitab yang membahas tentang al-Quran

seperti at-Tibyan fi Adaabi Hamalatil Quran, dan menghafal al-Quran.

Di pesantren ini, santri diwajibkan untuk tinggal selama 24 jam

dengan bimbingan pengasuh serta para guru untuk menjamin

berlangsungnya proses kegiatan Hamalatil Quran. Dengan kegiatan

Hamalatil Quran ini, para pendiri Pondok Pesantren Nurul Quran bercita-cita mencetak generasi yang Qurani, mulai dari membaca al-Quran dengan benar sesuai dengan kaidah dan tajwid, menghafal al-Quran dan

(20)

6

Seperti pesantren pada umumnya, Nurul Quran juga mengajarkan

kitab-kitab klasik lain seperti kitab Fiqih, Hadits dan Ta‟lim Muta‟alim.

Karena para pendiri pesantren tidak ingin membekali santri dengan pengetahuan al-Quran saja, akan tetapi juga keilmuan mengenai ibadah

dan adab/perilaku untuk kehidupan santri dimasa yang akan datang, yaitu ketika hidup di masyarakat masing-masing.

Adapun santri yang menuntut ilmu di Pondok Pesantren Nurul

Quran ini terdiri dari pelajar dan mahasiswa, dan dalam pelaksanaan pembelajaran ke-pesantrenan mulai dari pembelajaran yang berkaitan

dengan al-Quran atau kitab-kitab yang lain sudah ada jadwal dan kelas bagi masing-masing santri.

Sejauh ini belum terdapat penelitian tentang program Hamalatil

Quran di suatu Pesantren. Hal inilah yang menjadikan peneliti merasa tertarik meneliti lebih detil lagi bagaimana Pondok Pesantren Nurul Quran

mengimplementasikan program Hamalatil Quran kepada santrinya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka fokus penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana Sistem Pendidikan di Pondok Pesantren Nurul Quran?

2. Bagaimana Metode Pembelajaran Hamalatil Quran di Pondok

Pesantren Nurul Quran?

3. Bagaimana Implementasi Program Hamalatil Quran pada santri

(21)

7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan fokus dan rumusan pertanyaan penelitian diatas, maka

secara umum yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui sistem pendidikan di Pondok Pesantren Nurul

Quran.

2. Untuk mengetahui metode Hamalatil Quran pada santri Pondok

Pesantren Nurul Quran.

3. Untuk mengetahui implementasi program Hamalatil Quran pada santri

Pondok Pesantren Nurul Quran.

Adapun peneliti ini diharapkan mampu untuk memberikan manfaat kepada berbagai pihak, baik manfaat secara teoritis maupun praktis, yaitu :

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah hasanah

ilmu pengetahuan tentang konsep Hamalatil Quran dan bagaimana

penerapannya di suatu Pesantren tertentu.

2. Manfaat Praktis

Secara praktishasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan khususnya pesantren dalam rangka

pelaksanaan pembelajaran mengenai al-Quran/Hamalatil Quran pada

santri. Disamping itu pula diharapkan hasil penelitian tentang program

Hamalatil Quran ini menjadi bahan kajian dalam rangka pengambilan

(22)

8 D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka dilakukan untuk menelaah penelitian-penelitian

terdahulu yang relevan dengan kajian penelitian ini. Telaah ini penting dilakukan untuk pembanding dalam sebua penelitian. Berikut beberapa

penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini :

Pertama, penelitian yang dilakukan Nanang Setyawan dengan judul

“Kolaborasi Metode Iqra‟ dan Metode Tahfidz al-Quran Dalam Belajar

Membaca al-Quran (Studi Taman Pendidikan Al-Quran Hamas di Dukuh

Drajad, Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten). Penelitian

ini difokuskan pada bagaimana cara Taman Pendidikan al-Quran Hamas

mengkolaborasikan metode Iqra‟ dalam belajar membaca dan metode

Tahfidz al-Quran dalam menghafal al-Quran. Menurut peneliti, metode

dalam suatu pembelajaran sangat penting, karena proses dan hasil belajar mengajar lebih berdaya guna dan berhasil serta menimbulkan kesadaran

peserta didik atau santri untuk mengamalkan ketentuan-ketentuan ajaran Islam melaui teknik motivasi yang menimbulkan gairah belajar peserta didik atau santri secara mantab.

Kedua, penelitian yang dilakukan Aji Muhtadin dengan judul

“Pembelajaran Hafalan al-Quran Dengan Metode Sabaq, Sabaqy, dan

Manzil (Studi Kasus di Pondok Pesantren Al-Hidayah, Ds. Kriwen,

Sukoharjo). Menurut peneliti, praktek tahfidz al-Quran harus

menggunakan metode, karena dengan menggunakan metode yang tepat

(23)

9

bertujuan untuk mengetahui pembelajaran hafalan al-Quran dengan

metode sabaq, sabaqy, dan manzil di Pondok Pesantren Al-Hidayah,

Kriwen, Sukoharjo. Sabaq merupakan penambahan hafalan yang wajid

distorkan setiap harinya, minimal satu ayat dalam satu hari. Sabaqi

merupakan pengulangan dari hafalan yang baru distorkan kemarin, dengan

kata lain mengulangi sabaq. Manzil merupakan setoran simpanan hafalan

yang suda dihafal.

Ketiga, penelitian yang dilaukan oleh Rihatul Ayyanah dengan

judul “Hubungan Antara Pemahaman Ilmu Tajwid Dengan Ketartilan

Membaca Al-Quran Santri di Pondok Pesantren Nashrul Ummah Jagan

Gentanbanaran Plupuh Sragen Tahun 2013”. Menurut peneliti, diantara

tata terbit atau adab membaca al-Quran yang baik adalah dengan tartil,

yaitu membaca al-Quran dengan perlahan-lahan, tidak terburu-buru, dengan bacaan yang baik dan benar sesuai makhraj dan sifat-sifatnya

sebagaimana yang dijelaskan dalam ilmu tajwid. Jika pemahaman ilmu tajwid santri baik, maka kemampuan membaca al-Quran santri juga baik, sebaiknya jika pemahaman ilmu tajwid santri rendah, maka kemampuan

membaca a-Qurannya juga rendah.

Dari beberapa penelitian di atas belum ada yang membahas secara

khusus bagaimana implementasi program Hamalatil Quran pada santri di

Pondok Pesantren. Maka peneliti akan menelaah tentang Hamalatil Quran

(24)

10 E. Metode Penelitian

Kegiatan penelitian memerlukan metode agar mencapai tujuan dan

hasil yang maksimal, dan salah satu usaha dalam memaparkan bagaimana cara memperoleh kebenaran formal adalah dengan menggunakan metode

yang benar. Kegiatan keilmuan semacam ini memerlukan proses dan pertahapan. Proses dan pertahapan dalam kegiatan penelitian lazim disebut metodologi penelitian (Suwartono, 2014: 2).

Dalam penelitian pula, peneliti harus memutuskan dan merancang bagaimana cara yang akan ditempuh untuk menjawab pertanyaan

penelitian atau rumusan masalah. Metode penelitian adalah cara yang akan ditempuh oleh peneliti untuk menjawab permasalahan penelitian atau rumusan masalah (Sarosa, 2012: 36).

Objek yang dikaji dalam penelitian ini adalah program Halamatil

Quran oleh para guru dan santri Pondok Pesantren Nurul Quran Teter

Simo Boyolali. Oleh karena itu metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian dengan jenis penelitian kualitatif.

Ada beberapa hal yang perlu dibahas dalam penelitian ini yaitu :

1. Sumber Data

Berdasarkan sumbernya, data dapat dibagi menjadi dua yaitu :

a. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek

(25)

11

b. Data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak

langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Data

yang terlebih dahulu dikumpulkan atau dilaporkan oleh seseorang atau instansi di luar dari peneliti sendiri. Adapaun bentuk data

sekunder dapat berupa buku, skrip, jurnal dan lain-lain.

2. Metode Pengumpulan Data

Metode adalah teknik atau prosedur yang digunakan untuk

mengumpulkan dan menganalisis data yang berkaitan dengan permasalahan penelitian atau hipotesis (Sarosa, 2012: 5).

Langkah-langkah dalam pengumpulan data adalah :

a. Observasi

Observasi adalah pengamatan akan manusia pada

habitatnya (Sarosa, 2012: 56). Observasi atau yang disebut pula dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian

terhadap objek dengan menggunakan seluruh alat indera (Arikunto, 2010: 199).

Observasi ialah suatu kegiatan mencari data yang dapat

digunakan untuk memberikan suatu kesimpulan atau diagnosis (Herdiansyah, 2010: 131-132).

Kegiatan observasi ini menjadikan penulis sanggup untuk mendeskripsikan lingkungan yang diamati, aktifitas-aktifitas yang berlangsung, individu-individu yang terlibat dalam lingkungan

(26)

12

makna kejadian berdasarkan perspektif individu yang terlibat tersebut.

b. Wawancara

Wawancara adalah suatu kegiatan Tanya jawab dengan

tatap muka (face to face) antara pewawancara (interviewer) dan

yang diwawancarai (interviewee) tentang masalah yang diteliti,

dimana pewawancara bermaksud memperoleh persepsi, sikap, dan

pola piker dari yang diwawancarai yang relevan dengan masalah yang diteliti (Gunawan, 2014: 162).

Tujuan dari wawancara adalah menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dan memungkinkan kita menyusup ke dalam alam pikiran orang lain, tepatnya hal-hal yang berhubungan dengan

perasaan, pikiran, pengalaman, pendapat, dan yang lainnya yang tidak bisa diamati. Oleh karena itu, penulis menyusun berbagai

macam pertanyaan, meminta keterangan atau penjelasan, sambil menilai jawaban-jawaban informan untuk mendapatkan berita dan informasi dari masalah yang diteliti.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah pengumpulan data yang diperoleh

dengan mengumpulkan sesuatu yang tertulis dalam kertas (hardcopy) maupun elektronik (softcopy) (Sarosa, 2012: 61).

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah

(27)

13

dari seseorang (Gunawan, 2014: 176). Oleh karena itu, untuk melengkapi sumber data dari observasi dan wawancara, penulis

mengumpulkan data melalui tulisan, rekaman, gambar, dan karya agar hasil penelitian akan lebih dapat dipercaya jika didukung oleh

dokumen.

3. Analisis Data

Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan

bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mengintensifkannya, mencari dan

menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2008: 248).

Tujuan analisis data tidak hanya sekedar mendeskripsi data apa adanya, akan tetapi peneliti peneliti ingin mendeskripsikan obyek lebih

jauh yaitu ingin menginterpretasi, untuk menjelaskan, untuk mengerti dan mungkin juga untuk memprediksi (Kasiram, 2008: 300).

Kemudian penulis mengorganisasi data, memecah data menjadi

unit-unit data, mencari pola-pola tertentu, mencari hal-hal yang penting untuk dipelajari dan apa yang akan diceritakan.

4. Laporan Penelitian

(28)

14

penelitian yang telah dilaksanakan dengan baik, tidak akan diketahui sebelum peneliti menulis laporan penelitiannya (Kasiram, 2008: 338).

Agar hasil dan pengalaman penelitian itu berhasil

didokumentasikan kepada khalayak, maka penulis menulis laporan

penelitian yang berisi tentang pendahuluan, isi, dan penutup. Penulis melaporkan hasil penelitiannya dimulai dari pendahuluan yang berisi latar belakang pokok masalah, tujuan dan manfaat penelitian.

Sedangkan isi mengandung kajian teori, metodologi dan temuan-temuan di lapangan dan analisanya, kesimpulan dan saran-saran.

Sedangkan penutup berisi daftar kepustakaan dan lampiran-lampiran.

F. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah pemahaman dalam penelitian ini, berikut ini

susunan sistematika pembahasan hasil penelitian :

Bab I pendahuluan, membahas latar belakang, rumusan masalah,

tujuan dan kegunaan penelitian, kajian pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab II landasan teori, membahas tentang konsep Hamalatil Quran

dalam Islam. Pada Bab ini akan dibahas pengertian dari Hamalatil Quran,

dasar program Hamalatil Quran, dan bentuk-bentuk Hamalatil Quran.

(29)

15

kegiatan, tata tertib, jadwal pembelajaran, sarana prasarana, keadaan

santri, keadaan ustadz dan temuan data tentang program Hamalatil Quran.

Bab IV pembahasan, membahas sistem pendidikan di Pondok

Pesantren Nurul Quran, metode pembelajaran program Hamalatil Quran

pada santri di Pondok Pesantren Nurul Quran, dan implementasi program

Hamalatil Quran pada santri di Pondok Pesantren Nurul Quran.

Bab V penutup atau bab terakhir, yang berisi tentang kesimpulan

(30)

16 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Program Hamalatil Quran

Program didefinisikan sebagai suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan

terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang. Ada tiga pengertian penting dan perlu ditekankan dalam menentukan

program, yaitu (1) realisasi atau implementasi suatu kebijakan, (2) terjadi dalam waktu relatif lama-bukan kegiatan tunggal tetapi jamak-berkesinambungan, dan (3) terjadi dalam organisasi yang melibatkan

sekelompok orang (Arikunto, 2004: 3).

Program juga bisa berarti suatu unit atau kesatuan kegiatan

maka program merupakan sistem, yaitu rangkaian kegiatan yang dilakukan bukan hanya satu kali tetapi berkesinambungan. Pelaksanaan program selalu terjadi di dalam sebuah organisasi yang

artinya harus melibatkan sekelompok orang (Arikunto, 2004: 3). Program merupakan sistem. Sedangkan sistem adalah satu

(31)

17

dari komponen-komponen yang saling berkaitan dan saling menunjang dalam rangka mencapai suatu tujuan.

Pembelajaran terjadi dalam dalam sebuah program. Hubungan antara pembelajaran dengan prestasi atau hasil belajar tidak hanya

digambarkan sebagai sebuah garis lurus tetapi saling hubungan antar subsistemnya, yaitu siswa, guru, sarana belajar, kurikulum, lingkungan, kegiatan pembelajaran, dan evaluasi (Arikunto, 2004: 6).

Hamalatil Quran adalah suatu kegiatan penjagaan al-Quran mulai dari cara membaca, mengkaji ilmu al-Quran dari kitab-kitab, dan

menghafal al-Quran. Dalam kamus al-Azhar karya S. Askar (2010:

120) ditulis اًنَل ُحَ َوًَل َحَ–ََلََح yang artinya mengangkat, menghafal, dan

memikul.

Disebutkan pula dalam kamus al-Munawwir yang disusun oleh

Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdhor (ttd: 798) ditulis )نا رُقلا(َ َلََح

artinya اًب يَغََظِفَح yaitu menghafal Quran. Sedangkan dalam kamus

al-Bisri yang disusun oleh KH. Adib al-Bisri dan KH. Munawwir AF (1999:

134) ditulis kata ًَةَلََحَ َوَ ًةَل َحَ َوَ ًل َحَ–َ َلََح yang bermakna memikul dan

membawa.

Lebih lanjut lagi, menurut hasil wawancara dengan salah satu santri dari Pondok Pesantren Hamalatil Quran Suruh Semarang,

Hamalatil Quran adalah kegiatan yang didalamnya mengandung

(32)

18

pembelajaran mengenai tahsin atau tajwid al-Quran, pembelajaran kitab-kitab yang berkenaan dengan al-Quran seperti at-Tibyan fi

Adaabi Hamalatil Quran dan Mashobihun Nuroniyyah, serta kegiatan menghafal al-Quran.

Maka yang dimaksud Program Hamalatil Quran adalah

rangkaian kegiatan yang berjalan secara berkelanjutan mengenai pembelajaran al-Quran, mulai dari tajwid sampai menghafal al-Quran.

B. Dasar Program Hamalatil Quran

Program hamalatil Quran ini didasari oleh firman Allah SWT

dan hadits Nabi Muhammad saw. Allah SWT berfirman dalam surat

“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan

mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami

anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan,

mereka itu mengharapkan perniagaan yang tida akan merugi. Agar

Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah

kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Alah Maha

(33)

19

Berdasarkan ayat tersebut, Allah memerintakan kepada hamba-Nya untuk membaca al-Quran agar supaya tidak menjadi manusia yang

merugi. Sehingga pantaslah Rasulallah saw bersabda:

َِةَرَف سلاََعَمَِوِبٌَرِىاَمََوُىَوََنا رُق لاَُأَر قَ يَيِذ لا

para malaikat penulis yang mulia lagi berbakti. Sedangkan orang

yang membaca al-Quran dan dia gagap dalam membacanya, maka dia

mendapatkan dua pahala”. (HR. Muslim) (Al-Bani, 2012: 802).

Dikatakan mendapat dua pahala, karena dia mendapat pahala dari bacaannya itu sendiri, dan mendapat satu pahala lagi karena

kesulitan dan kegagapan yang dialaminya. Ini merupakan dalil untuk lebih memicu meningkatkan bacaannya, meskipun dia mengalami kesulitan.

Rasulallah saw juga bersabda:

َ مُت لِمَعَوَاَمِِبَِ ُتُ ذَخَأَاَمَىِد عَ بَا و لِضَتَ نَلَِ يَْ ئ يَشَُت ف لَخَ دَق

َ

َُباَتِكَ:اَمِه يِفَاَِبِ

َ. ِتِ نُسَوَِللا

Artinya:

“Aku telah meninggalkan dua perkara yang kalian tidak akan tersesat

sesudahku selama kalian berpegang teguh pada keduanya dan

mengamalkan apa yang ada di dalamnya, yaitu kitab Allah dan

(34)

20

diriwayatkan pula oleh Imam Malik dalam al-Muawatha‟ II/899)

(Muhammad, 2013: 132).

Berdasarkan hadits di atas, menjadi penting untuk mengkaji lebih dalam tentang kitab Allah. Mulai dari belajar mengenai tafsirnya,

atau ilmu-ilmu al-Quran seperti mukjizat al-Quran, asbabun nuzul, nasikh mansukh, adab dan etika membaca al-Quran, dan lain

sebagainya. Oleh karena itu dalam program Hamalatil Quran ada

pembelajaran mengenai kitab-kitab yang membahas mengenai ilmu al-Quran atau adab dan tata cara berinteraksi dengan al-al-Quran yang

benar.

Menghafal al-Quran adalah salah satu cara untuk menjadikan hati seorang individu muslim tidak kosong dari sesuatu bagian dari

kitab Allah SWT. Seperti dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu

Abbas secara marfu‟:

َِب رَ لْاَ ِت يَ ب لاَكَِنا رُق لاََنِمٌَء يَشَِوِف وَجَ ِفََس يَلَيِذ لاَ نِإ

Artinya:

“Orang yang tidak mempunyai hafalan al-Quran sedikitpun adalah

seperti rumah kumuh yang mau runtuh”.

Rasulullah saw., memberikan penghormatan kepada orang-orang yang mempunyai keahlian dalam membaca al-Quran dan

menghafalkannya, memberitahukan kedudukan mereka, dan

mengedepankan mereka dibandingkan orang lain (Qardhawi: 2001,

(35)

21

Ayat dan hadits di atas adalah salah satu dari beberapa dalil dari al-Quran dan hadits tentang keutamaan al-Quran, dan menjadi

dasar bagi umat manusia dan para santri untuk lebih memperdalam lagi ilmu pengetahuan mengenai al-Quran, mulai dari membaca al-Quran,

mempelajari kitab-kitab mengenai al-Quran dan menghafal al-Quran.

C. Bentuk-Bentuk Program Hamalatil Quran 1. Belajar Membaca al-Quran Dengan Tajwid

a. Pengertian Belajar Membaca

Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya

yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor (Bahri, 2008: 13).

Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu

sendiri dalam interaksi dengan lingkungan (Ahmadi dan Widodo, 2004: 128).

(36)

22

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah pemerolehan baru oleh seseorang dalam bentuk

perubahan yang relatif menetap, sebagai akibat adanya proses dalam bentuk interaksi belajar terhadap suatu obyek yang ada

dalam lingkungan belajar. Secara dasar yang diusahakan oleh indera manusia sehingga hasil belajar itu mengubah tingkah laku yang lebih baik.

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2002: 83) secara

etimologi, membaca berasal dari kata “baca” yang mempunyai

beberapa pengertian diantaranya: (1) Melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan dalam hati), (2) mengeja/melafalkan apa yang tertulis, (3) mengucapkan, (4)

mengetahui dan meramalkan, (5) memperhitungkan.

Jadi membaca adalah sebuah kegiatan atau proses

melafalkan teks dan memahami isi teks. Sedangkan kaitannya dengan belajar membaca al-Quran adalah perubahan dalam diri seseorang sebagai hasil latihan dan pengalaman yang diperoleh

selama mengikuti pelajaran membaca al-Quran.

Perintah membaca, adalah kata pertama dari wahyu

pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad saw. Kata ini sedemikian pentingnya sehingga diulang dua kai dalam

rangkaian wahyu pertama, selanjutnya terdapat diawal surat

(37)

23

memiliki berbagai makna, membaca yang tersurat/teks baik bacaan suci yang bersumber dari Tuhan maupun yang bukan,

baik menyangkut ayat-ayat yang tertulis maupun tidak, atau membaca, menelaah, meneliti, menghimpun dan sebagaimana

dikaitkan dengan bi ismi Robbika. Pengertian ini merupakan

syarat sehingga menuntut dari si pembaca bukan saja sekedar melakukan bacaan yang tidak mengantarkannya kepada hal-hal

yang bertentangan dengan “nama Allah” itu (Shihab, 1994:

167-171).

Tutunan pertama yang diberikan, demikianlah al-Quran secara dini menggaris bahawi pentingnya membaca dan keharusan adanya keikhlasan serta kepandaian memilih

bahan-bahan bacaan yang tepat dan iqra atau merupakan syarat

pertama dan utama bagi keberhasilan manusia. Berdasarkan hal

tersebut, tidaklah mengherankan jika ia menjadi tuntunan pertama yang diberikan oleh Alah SWT kepada manusia.

b. Kaidah Membaca al-Quran

Al-Quran diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw melalui perantara Jibril as dan dalam bahasa

Arab ini memiliki karakteristik dan spesifik. Kaidah-kaidah yang terkandung dalam proses penguasaan cara membaca al-Quran tidak dapat dilepaskan dari beberapa hal. Diterangkan

(38)

24

Islam, 2002: 102-111). diuraikan beberapa ketentuan membaca al-Quran sebagai berikut:

1) Pemahaman dan Penguasaan Terhadap Makhorijul Huruf.

Dilihat dari bunyinya, huruf al-Quran tidak berbeda dengan

bunyi huruf-huruf dalam bahasa lainnya. Namun dalam

huruf-huruf al-Quran memiliki tempat keluar (Mahkroj)

yang berbeda. Misalnya ada huruf al-Quran yang

mahkrojnya berasal dari lisan, seperti alif ( ا) dan ba ( ب),

terdapat huruf yang mahkrojnya dari tenggorokan, seperti

kho ( خ), ada juga yang terdapat huruf yang mahkrojnya

dari dada seperti ha ( ه ). Oleh karena itu, diperlukan

pengetahuan makhorijul huruf dalam belajar membaca

al-Quran.

2) Pemahanam dan Penguasaan Ilmu Tajwid

Membaca al-Quran juga harus menguasai ilmu tajwid, atau paling memahami hukum-hukum bacaan dari masing-masing huruf ketika bertemu atau bergandengan dengan

huruf yang lainnya. Sebagai pemisalan, dalam ilmu tajwid

dikenal dengan hukum Idzhar (jelas), yakni ketika ada nun

mati ( ْن ) atau tanwin ( ً ً ً) bertemu dengan huruf Idzhar

yaitu ه غ ع خ ح ا maka dibaca jelas.

(39)

25

Tartil dan tidaknya dalam membaca al-Quran sebenarnya sangat tergantung dari penguasaan seseorang terhadap

hukum-hukum bacaan (ilmu tajwid) dan makhorijul hurufnya. Namun demikian, penguasaan terhadap dua

aspek tersebut tidak menjamin seseorang akan dapat membaca al-Quran secara tartil. Hal ini dikarenakan adanya beberapa ketentuan yang terkadang berbeda dengan aturan

dasar ilmu tajwid, seperti adanya bacaan Isymam

(tengah-tengah diantara bunyi dua huruf), bacaan Syadz

(pengecualian) dan lain sebagainya.

c. Prinsip-Prinsip Belajar Membaca Al-Quran

Prinsip belajar merupakan petunjuk atau cara yang perlu

diikuti untuk melakukan kegiatan belajar. Hamalik (2001: 17-18) mengemukakan tentang prinsip-prinsip belajar, yaitu (1)

pengalaman dasar, (2) motivasi belajar, (3) penguatan.

Sedangkan menurut Syaikh az-Zarnuji (2009: 12) mengatakan:

َ ِفَِة يٍّ نلاََنِمَُوَلَ دُبَ َلَ ُثُ

َِع يَِجََ ِفَُِل صَ لْاََيِىَُة يٍّ نلاَاَذِاَ.ِم لِع لاَِمِل عَ تَِناَمَز

.ٌح يِحَصٌَث يِدَحَ. ِتاَيٍّ ناِبَُلاَم عَ لْاَاَ نَِّإَ:َُمَل سلاَوَُةَل صلاَِو يَلَعَِوِل وَقِلَ ِلاَو حَ لْا

Artinya:

“Kemudian setiap pelajar harus menata niatnya ketika akan

belajar. Karena niat adala pokok dari amal ibadah. Nabi saw

(40)

26

Dari dua pendapat daiatas, apabila dikaitkan dengan pelajaran membaca al-Quran, dapat disimpulkan bahwa prinsip

belajar al-Quran sebagai berikut:

1) Harus didasari dengan niat dan kemauan keras.

2) Disertai latihan dan ulangan.

3) Pemberian balikan dan penguatan belajar.

4) Belajar al-Quran didasarkan kepada pemahaman dan

keaktifan siswa serta motivasi yang tinggi.

d. Adab Membaca Al-Quran

Orang yang membaca al-Qur‟an sudah sepatutnya

menunjukkan keikhlasan dan menjaga adab terhadap al-Qur‟an.

Maka sudah sepatutnya bagi orang yang sedang membaca

al-Quran menghadirkan hati kerana sedang bermunajat kepada

Allah SWT dan membaca al-Qur‟an seperti keadaan orang yang

melihat Allah SWT, jika tidak bisa melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah SWT melihatnya.

Adab-adab tersebut sudah diatur sedemikian rupa sebagai

bentuk penghormatan dan pengagungan terhadap al-Quran.

Imam Nawawi (ttd: 33-38) diterangkan dalam bab yang

ke-enam tentang fi Adabi qiro‟ah. Adapun adab-adab tersebut

adalah:

1) Bersiwak (membersihkan mulut) sebelum mulai membaca.

(41)

27

“Dan diharuskan apabila ingin membaca al-Quran,

hendaklah membersihkan mulut dengan siwak atau yang

lainnya”.

2) Membaca al-Quran sesudah berwudhu karena ia termasuk

dzikir yang paing utama.

َُي

“Dianjurkan bagi siapa yang ingin membaca al-Quran dan

dia harus dalam keadaan suci”.

3) Membacanya ditempat yang bersih dan suci untuk

“Dianjurkan membaca al-Quran di tempat yang bersih dan

tepat”.

Justru, sejumlah ulama menganjurkan membaca

al-Qur‟an di masjid kerana ia meliputi kebersihan dan

kemuliaan tempat serta menghasilkan keutamaan lain, yaitu Itikaf.

“Dianjurkan bagi pembaca al-Quran selain dalam sholat

untuk menghadap kiblat”.

(42)

28

isti‟adzun, dengan mengucapkan a‟udzubillahi

minassyaitonirrojim”.

6) Membaca basmalla pada awal surat, kecualai surat Bara‟ah (at-Taubah)

“Dan diharuskan menjaga atas bacaan dengan kalimat

basmallah dalam setiap awal surat kecuali surat Baroah”.

7) Membacanya dengan khusyu‟, merenungkannya, tenang dan penuh rasa hormat

ََع وُشُ لْاَُوُن أَشَ نُكَي لَ فَِةَءاَرِق لاَ ِفََِعَرَشَاَذِإَف

َِةَءاَرِق لاََد نِعََر بَدَتلاَو

“Maka jika ingin memulai dalam membaca hendaklah

bersikap khusyu‟ dan merenungkan maknanya ketika

membaca”.

8) Membacanya dengan tartil

َُوَتَءاَرِقََلِتَرُ يَ نَأَ يِغَب نَ يَو

“Dan diharuskan untuk mentartilkan bacaannya”. Para

ulama sependapat atas anjuran melaukan tartil.

9) Membaca tertib sesuai urutan surat dalam al-Quran

(43)

29

“Para ulama berkata: pendapat yang terpilih untuk

membaca al-Quran atas urutan mushaf”. Maka dia baca

Al-Fatihah, kemudian Al-Baqarah, kemudian Ali-Imran, kemudian surah-surah sesudahnya menurut tertibnya, sama

saja dia membaca dalam sembahyang atau di luarnya.

10)Membaca al-Quran dengan melihat mushaf lebih utama

َ رُق لاَُةَءاَرِق

dalam Mushaf adalah ibadah yang diperintahkan, maka

berkumpullah bacaan dan pandangan itu.

11)Mengeraskan bacaan al-Quran

َ فَر

َِت و صلاََع

َ

َِةَءاَرِق لاِب

“Mengeraskan suara ketika membaca al-Quran”.

12)Membaguskan suara ketika membaca al-Quran

َِبَلَطَُباَب حِت سِا

َ

َِت و صلاَِن سُحَ نِمَِةَبٍّي طلاَِةَءاَرِق لا

“Sunah mengindakan suara pada waktu membaca

al-Quran”. Para ulama Salaf dan Khalaf daripada sahabat dan

tabi‟in serta para ulama Anshar (Baghdad, Bashrah dan

Madinah) dan imam-imam muslimin sependapat dengan

sunahnya mengindahkan suara ketika membaca al-Quran.

(44)

30

Tajwid adalah melafalkan huruf-huruf al-Quran sesuai dengan makhraj dan sifatnya serta memenuhi hukum bacaannya

(Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran, 2007: 3). Ilmu tajwid merupakan ilmu pengetahuan tentang cara membaca al-Quran

dengan baik dan tertib menurut makhrojnya, panjang pendeknya, tebal tipisnya, berdengung atau tidak, irama dan nadanya, serta titik komanya yang sudah diajarkan oleh Rasulullah saw kepada

para sahabatnya (Alam, 1995: 15).

Para ulama mendefinisikan tajwid yakni memberikan

kepada huruf akan ha-hak dan tertibnya, mengembalikan huruf kepada makhroj dan asalnya, serta menghaluskan pengucapannya dengan cara yang sempurna tanpa berlebihan, kasar, tergesa-gesa

dan dipaksa-paksakan. Para ulama menganggap qiraat quran (apalagi menghafal) tanpa tajwid sebagai suatu lahn-lahn adalah

kerusakan atau kesalahan yang menimpa lafadz, baik secara khafi

maupun secara jaliy. Lahn jaliy adalah kerusakan pada lafadz

secara nyata sehingga dapat diketaui oleh ulama qiraat maupun

lainnya, menjadikan kesalahan I‟rab atau shorof. Lahn Khofiy

adalah kerusakan pada lafadz yang hanya dapat diketahui oleh

ulama qiraat dan para pengajar Quran yang cara bacanya diterima langsung dari para ulama qiraat dan kemudian dihafalkan dengan teliti berikut keterangan tentang lafadz-lafadz yang salah itu

(45)

31

Dengan demikian ketetapan pada tajwid dapat diukur dengan betul dan tidaknya pelafalan huruf-huruf al-Quran, yang

berkaitan dengan tempat berhenti, panjang pendeknya bacaan huruf, dan lain sebagainya. Maka bagi umat Islam fardhu kifayah

hukumnya belajar ilmu tajwid (mengetahui istilah-istilah dan

hukumnya) serta fardhu „ain hukumnya membaca al-Quran

dengan baik dan benar (praktek sesuai aturan-aturan ilmu tajwid)

(Annuri, 2010: 17).

Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan

bahwa pemahaman ilmu tajwid adalah kemampuan untuk menangkap serta dapat menggunakannya untuk mengetahui tempat keluarnya huruf (makhraj), sifat-sifatnya dan

bacaan-bacaannya.

f. Metode dan Tujuan Pembelajaran Tajwid

Metode berasal dari bahasa Yunani yaitu metha yang

mempunyai arti melalui atau melewati dan hodos yang berarti

jalan atau cara. Maka metode memiliki arti suatu jalan yang

dilalui untuk mencapai tujuan (Thoifuri, 2008: 56).

Metode adalah suatu cara atau jalan yang ditempuh yang

(46)

32

Oleh karena itu dalam proses pembelajaran ilmu tajwid diperlukan suatu metode agar lebih mudah dalam memahaminya.

Berikut ini ada beberapa metode dalam pembelajaran ilmu tajwid:

1) Metode Ceramah

Metode cerama adalah suatu metode dalam pendidikan dimana cara menyampaikan materi kepada anak didik dengan

jalan penuturan secara lisan. Dalam metode cerama ini murid duduk, melihat dan mendengarkan serta percaya bahwa apa

yang diceramakan guru itu adalah benar, murid mengutip

ikhtisar ceramah semampu murid itu sendiri dan

menghafalnya (Daradjat, 2001: 289).

2) Metode Tanya Jawab

Metode Tanya jawab adalah penyampaian pelajaran dengan

jalan guru mengajukan pertanyaan dan murid menjawab, atau suatu metode di dalam pendidikan dimana guru bertanya sedang murid menjawab tentang bahan/materi yang ingin

diperolehnya.

Metode ini dimaksudkan untuk mengenalkan pengetahuan,

fakta-fakta yang sudah diajarkan dan untuk merangsang perhatian murid dengan berbagai cara (sebagai apersepsi, selingan, dan evaluasi) (Zuhairini dkk, 1983: 86).

(47)

33

َِن ح للاَِنَعَِناَسٍّللاَُن وَص

ََلاَعَ تَِللاَِمَلِكَ ِفِ

“Menjaga lidah dari kesalahan di saat membaca al-Quran”

(Ahmad Annuri, 2010: 23).

Tujuan mempelajari ilmu tajwid adalah agar umat Islam dapat membaca ayat-ayat al-Quran dengan fasih (terang dan

jelas) dan memperbaiki/memperindah bacaan huruf hijaiyyah yang terdapat dalam huruf al-Quran dan mengerti hukum-hukum

ibtidak dan waqof (cara memulai dan berhenti baik ketika waqof atau di tengah-tengah) (Munir dan Sudarso, 1994: 8-9).

Salah satu kitab yang membahas ilmu tajwid adalah kitab

Tuhfathul Athfal karya Syaikh Sulaiman Bin Hasan bin

Muhammad al-Jamzuri. Beliau lahir pada bulan Robi‟ul Awal

tahun 1160-an. Kitab Tuhfathul Athfal adalah sebuah kitab

nadhom (sayir) yang mengandung kaidah-kaidah dasar ilmu tajwid yang dirangkai dengan bait-bait syair yang indah.

Ada juga kitab Thoriqoh Baca Tulis dan Menghafal

Al-Quran dari Pondok Pesantren Yanbu‟a Kudus yang di pimpin

oleh KH. Muhammad Ulinnuha Arwani dan KH. Muhammad Ulil Albab Arwani, beliau-beliau adala putra dari Simba KH. Muhammad Arwani Amin.

Dan masih banyak lagi kitab-kitab yang membahas tentang

Ilmu Tajwid seperti buku Pengantar Ilmu Tahsin yang ditulis oleh

(48)

34 2. Mengkaji Kitab Ulumul Quran

a. Pengertian Mengkaji Kitab

Mengkaji berasal dari kata „kaji‟ yang mempunyai arti

pelajaran atau penyelidikan tentang sesuatu. Sedangkan

mengkaji artinya belajar, memeriksa, menyelidiki, memikirkan

(mempertimbangkan), menguji dan menelaah sesuatu

(Depdiknas, 2008: 618).

Sedangkan kata kitab, disebutkan dalam kamus

kontemporer yang disusun oleh Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi

Muhdhor (ttd: 1275) ditulis )ةتك ج( باتكلا yang artinya kitab atau

buku-buku. Kitab dalam pendidikan agama Islam merujuk pada kitab-kitab tradisional atau biasa disebut dengan kitab kuning,

yang berisi tentang pelajaran-pelajaran agama Islam (diraasah al-Islamiyyah) yang diajarkan di Madrosah atau Pondok Pesantren,

mulai dari mata pelajaran fiqh, akhlaq tasawuf, nahwu shorof, hadits, ulumul hadits, tafsir, ulumul quran, dan yang lainnya.

Kitab kuning adalah kitab-kitab keagamaan berbahasa Arab

karya ulama salaf, ulama zaman dalu, yang dicetak dengan kertas kuning. Sebenarnya yang paling tepat disebut dengan kutub

al-turats yang isinya berupa hazanah kreatifitas pengembangan peradaban islam pada zaman dahulu. Dalam hazanah tersebut terdapat hal-hal yang sangat prinsip yang kita tidak dapat

(49)

hal-35

hal yang boleh kita kritisi, kita boleh tidak memakainya dan ada juga yang sudah tidak relevan lagi. Tetapi kalau yang namanya

kitab usul fiqh, mushtalah al-hadits, nahwu-sharaf, ilmu tafsir, ilmu tajwid itu semua adalah prinsip, mau tidak mau sekarang

kita harus menggunakan kitab-kitab tersebut (

http://blitarq-doel.blogspot.co.id/2012/10/proposal-penelitian

implementasi.html?=1, diakses pukul 13.30, hari Selasa 26 Juli

2016).

Mengkaji kitab adalah proses belajar, memikirkan,

memeriksa, menyelidiki dan menelaah kitab-kitab tentang pelajaran-pelajaran agama Islam karangan para ulama yang ilmunya sudah mempuni. Sehingga sedikit banyak akan

mengetahui apa yang tersurat dan tersirat dalam al-Quran dan hadits. Karena kitab-kitab tersebut merupakan kitab karangan

para ulama dari hasil ijtihad mereka untuk mencari hukum suatu perkara yang tidak dijelaskan dalam al-Quran dan hadits.

b. Ulumul Quran

1) Definisi Ulumul Quran

Istilah „ulumul Quran berasal dari bahasa Arab yang

terdiri dari dua kata, yaitu „ulum dan al-Quran. Kata „ulum

merupakan bentuk jamak dari kata „ilm, yang berarti

ilmu-ilmu. Istilah „ilm merupakan bentuk masdhar (kata kerja yang

(50)

36

sesuai dengan makna dasarnya, yaitu al-fahmu wa al-idrak

(pemahaman dan pengetahuan). Kemudian pengertiannya

dikembangkan pada kajian berbagai masalah yang beragam

dengan standar ilmiah. Kata „ilm juga berarti idrak al-syai bi

haqiqatih yang artinya mengetahui sesuatu dengan

sebenarnya (Hermawan, 2011: 1).

Kata „ulum adalah bentuk jamak dari kata „ilm yang

berasal dari kata dasar aliima-ya‟maalu-„ilman, yang berarti

mendapakan atau mengetahui sesuatu dengan jelas atau

menjangkau sesuatu dengan keadaan yang sebenarnya. Ia

berasal dari akar kata dengan huruf-huruf „ain, lam, dan mim,

yang berarti „asrun bi al-syai yatamazzu bihi „an gairihi

(keunggulan yang menjadikan sesuatu berbeda dengan yang

lainnya), atau „sesuatu yang jelas‟, „bekas‟ (hati, pikiran,

pekerjaan, tingkah laku dan karya-karya) sehingga sesuatu itu terlihat dan diketahui sedemikian jelas, tanpa menimbulkan sedikit pun keraguan (Hermawan, 2011: 1).

Al-Suyuti dalam kitab Itmamu al-Dirayah memberikan

definisi „ulumul Quran sebagai berikut:

(51)

37

“Ulumul Quran ialah suatu ilmu yang membahas

tentang keadaan al-Quran dari segi turun, sanad, adab, dan

makna-maknanya, yang berhubungan dengan

hukum-hukumnya dan sebagainya” (Zuhdi, 1997: 23-24).

Al-Zarqani dalam kitab Manahilul „Irfan fi Ulumil

Quran merumuskan definisi „ulumul Quran, yaitu:

ِوِلْوُزُ ن ِةَيِحاَن ْنِم ِمْيِرَكْلا ِناْرُقْلاِب ُقَّلَعَ تَ ت ُثِحاَبَم َوُى ِناْرُقْلا ُمْوُلُع

ِهِزاَجْعِاَو ِهِرْيِسْفَ تَو ِوِتَءاَرِقَو ِوِتَباَتِكَو ِوِعْمَجَو ِوِبْيِتْرَ تَو

ِوِخْوُسْنَمَو ِوِخِساَنَو

. َكِلذ ِوْحَنَو ُوْنَع ِوَبُّشلا ِعْفَدَو

“Ulumul Quran ialah pembahasan-pembahasan

masalah yang berhubungan dengan al-Quran, dari segi

turun, urut-urutan, pengumpulan, penulisan, bacaan,

penafsiran mukjizat, nasikh dan mansukhnya, serta

penolakan (bantahan) terhadap hal-hal yang bisa

menimbulkan confused (keragu-raguan) terhadap al-Quran

(yang sering dilancarkan oleh Orientalis dan Ateis dengan

maksud untuk menodai kesucian al-Quran) dan

sebagainya”(Zuhdi, 1997: 24).

„Ulumul Quran adalah pembahasan-pembahasan yang

berkaitan dengan al-Quranul Karim dari segi turunnya,

urutannya, kodifikasinya, penulisannya, bacaannya,

(52)

38

penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya, dan sebagainya (Budiharjho, 2012: 4).

Dari definisi-definisi tersebut di atas, dapat diambil

kesimpulan bahwa „ulumul Quran adalah suatu ilmu yang

lengkap dan mencakup semua bidang ilmu yang ada hubungannya dengan al-Quran baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir, maupun berupa ilmu-ilmu bahasa Arab

seperti I‟robul Quran dan sebagainya (Hermawan, 2011: 3).

2) Tema dan Ruang Lingkup „Ulumul Quran

Az-Zarkasyi dalam kitabnya al-Burhan fi Ulumil Quran

menegaskan, bahwa ilmu-ilmu al-Quran tidak terhitung banyaknya. Hal ini karenaorang bisa membahas al-Quran dari

berbagai macam segi menurut keahlian masing-masing. Misalnya, seorang bisa membahas al-Quran dari salah satu

cabang dari ilmu-ilmu agama (Fiqh, Ushul Fiqh, Tasawuf, Aqaid, dan sebagainya). Dia bisa membahas pula al-Quran dari salah satu cabang dari ilmu-ilmu bahasa (Nahwu, Saraf,

Balaghah dan sebagainya). Disamping itu, seorang bisa membahas al-Quran dari segi pengetahuan umum. Misalnya

filsafat, sejarah dan sebagainya (Muhdi, 1997: 33).

Pembahasan „ulumul Quran memang banyak, tetapi ada

klasifikasi berdasarkan tema-temanya. Pertama, Pembahasan

(53)

39

1) Auqat al-Nuzul wa Mawathin al-Nuzul

Tema ini berkenaan dengan ayat-ayat yang diturunkan di

Mekah yang dinamai ayat Makkiyah, ayat-ayat yang diturunkan di kala Nabi berada di kampung atau disebut

Hadloriyah, ayat-ayat yang diturunkan di dalam safar

yang dinamai Safariyah, ayat-ayat yang diturunkan pada

siang hari dinamai Nahariyah, dan ayat-ayat yang

diturunkan pada malam hari yang dinamai Lailiyah

(Hermawan, 2011: 9).

2) Asbabun Nuzul

Tema ini berkenaan dengan sebab-sebab turunnya al-Quran, yaitu peristiwa-peristiwa yang menyebabkan

turunnya ayat, dimana ayat tersebut menjelaskan pandangan al-Quran tentang peristiwa yang terjadi atau

mengomentarinya (Budihardjono, 2012: 21).

3) Tarikhun Nuzul

Tema ini berkenaan dengan ayat yang mula-mula

diturunkan dalam kaitan waktunya, yang berulang-ulang diturunkannya, yang terakhir hukumnya dari turunnya,

yang turun tidak berurutan, yang turun dalam satu kesatuan, dan lain-lain (Hermawan, 2011: 10).

(54)

40

mutawatir, ahad, syadz, beragam qiraat Nabi, para perawi dan huffazh, kaifiyat al-tahammul (cara penerimaan riwayat).

Ketiga, masalah bacaan (tata cara membaca), yaitu soal

waqof, ibtida‟, imalah, madd, men-takhfif-kan (meringankan

bacaan) hamzah, idgham dan lain-lainnya. Keempat,

masalah pembahasan lafaz. Hal ini terkait dengan beberapa

soal, yaitu gharib, mu‟rab, majaz, musytarak, mutaradif,

isti‟arah, dan tasybih. Kelima, masalah makna-makna

al-Quran yang berpautan dengan hukum seperti masalah lafaz

„am yang tetap dalam keumumannya, „am yang dimaksudkan

khusus, „am yang dikhususkan dengan sunnah, „am yang

mengkhususkan sunnah, nash yang zhahir, mujmal,

mufashshol, manthuq, mafhum, muthlaq, muqayyad, muhkam,

mutasyabih, musykil, nasikh dan mansukh, muqoddam,

muakhkhar dan lain-lain. Keenam, masalah makna-makna

al-Quran yang berpautan dengan lafaz, yaitu fashl dan washl,

ijaz, ithnab, musawah dan qashr (Hermawan, 2011: 10).

Ruang lingkup „ulumul Quran dapat dibagi menjadi

dua, yaitu Dirasah ma fi al-Quran, sebagai kajian yang

dilakukan berkenaan dengan materi-materi yang terdapat

dalam al-Quran seperti kajian tafsir al-Quran. Dirasah ma

Haula al-Quran, sebagai kajian yang dilakukan berkenaan

(55)

41

luar materi dalam seperti kajian mengenai Asbab al-Nuzul (Hermawan, 2011: 10).

3. Menghafal al-Quran

a. Pengertian Menghafal Quran

Menghafal merupakan proses menerima, mengingat, menyimpan dan memproduksi kembali tanggapan-tanggapan

yang diperolehnya melalui pengamatan (Munjahid, 2007: 73). Hifzul Quran (menghafal al-Quran) merupakan cara

menghafal sedikit demi sedikit ayat-ayat dalam al-Quran yang

telah dibaca berulang-ulang secara bin-nazhar. Misalnya,

menghafal satu baris, beberapa kalimat atau potongan ayat

sampai tidak ada kesalahan. Setelah satu baris atau beberapa kalimat tersebut sudah dihafal dengan baik, lalu ditambahkan

merangkaikan baris atau kalimat berikutnya sehingga menjadi

sempurna (Sa‟dullah, 2008: 53).

Dari pengertian di atas bahwa menghafal al-Quran adalah

menghafal 30 juz dari al-Quran dengan baik, lancar dan fasih, dengan urutan mushaf Utsmani yang dimulai dari ummul kitab

(56)

42

b. Kaidah dan Metode Menghafal al-Quran

Ahmad Salim (2009: 86-89) mengemukakan bahwa

kaidah-kaidah dalam menghafal al-Quran sebagai berikut:

1) Ikhlas. Wajib mengikhlaskan niat dan memperbaiki tujuan

serta menjadikan hafalan al-Quran dan perhatiannya hanya untuk Allah SWT.

2) Memperbaiki ucapan dan bacaan. Hal ini hanya bisa

dilakukan dengan mendengar dari seorang pembaca al-Quran yang baik atau penghafal yang sempurna.

3) Menentukan batas hafalan setiap minggu. Memilih satu

lembar utuh atau seperempat bagian.

4) Jangan melampaui hafalan wajib. Jangan melampaui batasan

wajib mingguan hingga memperbagus dulu hafalannya secara keseluruhan.

5) Menggunakan satu rasam mushaf hafalan. Menggunakan satu

mushaf karena manusia menghafal itu melalui melihat, sebagaimana menghafal melalui mendengar.

6) Pemahaman adalah jalan menghafal. Berusahalah memahami

ayat-ayat yang dihafal dan mengetahui aspek keterkaitan

antara sebagian ayat dengan ayat lainnya.

7) Jangan melewati bacaan wajib hingga mengikat yang pertama

dengan terakhir. Seorang penghafal tidak seharusnya

(57)

43

menyempurnakan secara utuh dan mengikat hafalan pertama dengan yang terakhir (ketika ia menghafal seperempat hizib,

misalnya yang ditambahkan dengan seperempat yang ada sesudahnya, dan begitu seterusnya).

8) Mengulangi dan memperdengarkan hafalan secara rutin.

9) Memperhatikan ayat-ayat yang serupa. Ada ayat-ayat yang

terkadang pembaca al-Quran salah karena adanya keserupaan

dengan ayat yang lain.

10)Menggunakan kesempatan tahun-tahun emas untuk

menghafal. Barangsiapa ingi menggunakan kesempatan tahun bagus untuk menghafal, menurut kesepakatan yang pasti adalah pada usia lima dan sepuluh tahun hingga kira-kira usia

dua puluh tiga tahun, karena manusia pada usia ini daya hafalnya bagus sekali.

11)Mendengarkan kaset-kaset al-Quran.

12)Lakukan shalat dengan membaca hafalan.

Dalam menghafal al-Quran orang mempunyai metode dan

cara yang berbeda-beda. Namun, metode apapun yang dipakai tidak akan terlepas dari pembacaan yang berulang-ulang sampai

dapat mengucapkannya tanpa melihat mushaf sedikitpun.

Sa‟dullah (2008: 52-54) menjelaskan tentang proses menghafal

(58)

44

1) Bin-Nazhar, yaitu membaca dengan cermat ayat-ayat al-Quran yang akan dihafal dengan melihat mushaf al-al-Quran

secara berulang-ulang. Proses bin-nazhar ini hendaknya

dilakukan sebanyak mungkin atau empat puluh kali seperti

yang biasa dilakukan oleh para ulama terdahulu. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran menyeluruh tentang lafaz maupun urutan ayat-ayatnya.

2) Tahfizh, yaitu menghafalkan sedikit demi sedikit ayat-ayat

al-Quran yang telah dibaca berulang-ulang secara bin-nazhar

tersebut. Misalnya menghafal satu baris, beberapa kalimat, atau sepotong ayat pendek sampai tidak ada kesalahan. Setelah satu baris atau beberapa kalimat tersebut sudah dapat

dihafal dengan baik, lalu ditambah dengan merangkaikan baris atau kalimat berikutnya sehingga sempurna. Kemudian

rangkaian ayat tersebut diulang kemabali sampai benar-benar hafal. Setelah materi satu ayat dapat dihafal dengan lancar kemudian pindak kepada materi ayat berikutnya. Untuk

merangkaikan hafalan urutan kalimat dan ayat yang benar, setiap selesai menghafal materi ayat berikutnya harus selalu

diulang-ulang mulai dari ayat pertama dirangkaikan dengan ayat kedua dan seterusnya.

(59)

45

tersebut haruslah seorang hafizh al-Quran, telah mantab

agama dan ma‟rifatnya, serta dikenal mampu menjaga

dirinya.

4) Takrir, yaitu mengulang hafalan atau men-sima‟-kan hafalan

yang pernah dihafalkan/sudah pernah di-sima‟-kan kepada

guru tahfizh. Takrir dimaksudkan agar hafalan yang pernah

dihafal tetap terjaga dengan baik. Selain dengan guru, takrir

juga dilakukan sendiri-sendiri dengan maksud melancarkan hafalan yang telah dihafal, sehingga tidak mudah lupa.

Misalnya pagi hari untuk menghafal materi hafalan baru, dan

sore harinya untuk men-takrir materi yang telah dihafalkan.

5) Tasmi’, yaitu memperdengarkan hafalan kepada orang lain baik kepada perseorangan maupun kepada jamaah. Dengan

tasmi‟ ini seorang penghafal al-Quran akan diketahui

kekurangan pada dirinya, karena bisa saja ia lengah dalam

mengucapkan huruf atau harakat. Dengan tasmi‟ seseorang

akan lebih berkonsentrasi dalam hafalan.

c. Panduan Menghafal al-Quran

1) Makan dan minum yang halal dan thayyib.halal berarti

makanan dan minuman tersebut secara bendanya bukan berasal dari apa yang dengan jelas dilarang baik dalam al-Quran

(60)

46

minuman tersebut diraih dengan cara yang baik dan tidak mendzalimi orang lain (Qaradhawi, 2000: 89).

2) Menjaga bacaan diwaktu malam.

3) Meminta doa dari orang tuanya. Dengan doa orang tua Allah

SWT akan memudahkan setiap langkah dan obsesi kita (Qaradhawi, 2000: 90).

4) Ketekunan dan keseriusan. Menghafal al-Quran sebanyak 30

juz, 114 surah, dan kurang lebih 6.666 ayat bukanlah pekerjaan yang mudah. Oleh karena itu di butuhkan kemauan yang sangat

kuat (Sa‟dullah, 2008: 30). Menghafal al-Quran tidak bisa

dilakukan hanya dengan berleha-leha, tetapi memerlukan usaha yang maksimal tanpa mengenal lelah. Seseorang harus bisa

menjaga waktunya dengan sebaik mungkin sehingga tidak ada waktu yang terlewatkan untuk hal yang tidak bermanfaat.

Seperti apa yang disyairkan oleh Imam Syafii,

ََاَِل

“Kesungguhan itu dapat mendekatkan sesuatu yang jauh, dan

bisa membuka sebuah pintu yang terkunci” (Az-Zarnuji, 2009:

40).

5) Wara‟, yaitu menjaga diri dari setiap yang diharamkan dan

Gambar

Tabel 1.1 Profil Pondok Pesantren Nurul Quran
Tabel 1.2
Tabel 1.3

Referensi

Dokumen terkait

menunjukkan bahwa variabel jenis minum dan jumlah minum responden selama perawatan atau pemberian intervensi tidak secara signifikan berkontribusi baik terhadap kadar

1) Penilaian Proses Pembelajaran Membaca Intensif Menggunakan Model Kooperatif Tipe TAI Penilaian proses terdapat 4 aspek yang dinilai yaitu disiplin dalam pembelajaran,

2) Modal Keuangan (Financial Capital), dianggap sebagai faktor yang mempengaruhi kesuksesan karena dapat dipastikan bahwa suatu usaha jika akan mejalankan usahanya akan

Sikap sopan adalah memelihara pergaulan dan hubungan dengan sesama manusia tanpa perasaan kelebihan diri.. dari orang lain dan tidak menganggap orang lain rendah di

Meskipun humor relatif jarang digunakan daam perikanan majalah ( dibanding dengan TV dan radio), Pemakaian humor dalam periklanan menunjukkan bahwa daya tarik yang berisifat

Manfaat yang diharapkan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah dengan melakukan studi perbandingan beban linear dan nonlinear pada generator sinkron tiga phasa agar lebih

Dan hal ini ditunjang dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dunia, khususnya di bidang Informasi Technology (IT) yang berbasis komputer.Dalam penulisan ilmiah ini, penulis

Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan metode pembelajaran Learning Starts With A Question dapat meningkatkan aktivitas dan hasil