• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 4 TAHUN 2003

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 4 TAHUN 2003"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI

NOMOR 4 TAHUN 2003

TENTANG

IZIN BANGUNAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA DUMAI,

Menimbang : a. bahwa dengan semakin pesatnya perkembangan kota, sesuai dengan lajunya pembangunan yang beraneka ragam memerlukan penataan kota (perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang kota) secara terpadu, menyeluruh, efektif dan efesien;

b. bahwa dalam rangka penataan kota yang serasi dan seimbang untuk terwujudnya Kota Dumai yang bersih, sejahtera dan damai, perlu memanfaatkan ruang kota secara optimal melalui proses perizinan bangunan yang tertib, sederhana, dan dilaksanakan dalam waktu yang singkat;

c. bahwa Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 20 Tahun 2000 tentang Retribusi Izin Bangunan, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan Kota sehingga dipandang perlu untuk dirubah dan ditinjau kembali dengan menetapkan Peraturan Daerah yang baru tentang Izin Bangunan;

d. Bahwa sehubungan dengan maksud pada huruf a, b, dan c di atas dipandang perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Izin Bangunan.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 1960, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);

2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 23); 3. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan

Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115);

4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);

5. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Dumai (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3829);

(2)

6. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

7. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3848);

8. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048);

9. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 134 Tahun 2002);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4134);

11. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan, Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 70);

12. Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 11 Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Dumai (Lembaran Daerah Kota Dumai Nomor 24 Seri D);

13. Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 12 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum (Lembaran Daerah Kota Dumai Tahun 2002 Nomor 25 Seri D).

14. Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 13 Tahun 2002 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kota Dumai (Lembaran Daerah Kota Dumai Tahun 2002 Nomor 26 Seri D).

(3)

DENGAN PERSETUJUAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA DUMAI

MEMUTUSKAN :

Menetapkan: PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI TENTANG IZIN BANGUNAN

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : a. Daerah adalah Kota Dumai;

b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kota Dumai; c. Walikota adalah Walikota Dumai;

d. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Dumai;

e. Perencana Bangunan adalah seorang atau sekelompok ahli dalam bidang arsitektur yang memiliki izin bekerja;

f. Perencana Struktur adalah seorang ahli atau sekelompok ahli dalam bidang struktur/konstruksi bangunan yang memiliki izin bekerja;

g. Perencana Instalasi dan Kelengkapan Bangunan adalah seorang atau sekelompok ahli dalam bidang instalasi dan kelengkapan bangunan yang memiliki izin bekerja; h. Perencana Tata Ruang adalah seorang atau sekelompok ahli dalam bidang Tata

Ruang yang memiliki izin bekerja;

i. Direksi Pengawas adalah seorang atau sekelompok orang yang bertugas mengawasi pelaksanaan pekerjaan membangun yang ditunjuk oleh Kepala Dinas; j. Garis Sempadan Jalan yang selanjutnya disingkat GSJ adalah garis rencana jalan

yang ditetapkan dalam rencana kota;

k. Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disingkat GSB adalah garis yang tidak boleh dilampaui oleh denah bangunan ke arah GSJ yang ditetapkan dalam rencana kota;

l. Garis Sempadan Belakang Bangunan yang selanjutnya disingkat GSBB adalah garis yang tidak boleh dilampaui oleh denah bangunan ke arah batas persil bagian belakang;

m. Garis Sempadan Samping Bangunan yang selanjutnya disingkat GSSB adalah garis yang tidak boleh dilampaui oleh denah bangunan ke arah batas persil bagian samping;

n. Garis Sempadan Pagar Bangunan yang selanjutnya disingkat GSPB adalah garis yang mengatur batas pagar bangunan dengan batas pinggir jalan (patok daerah milik jalan);

o. Jalan adalah semua jalan yang terbuka untuk lalu lintas umum, gang, jalan orang dan jalan kendaraan, lapangan dan pertamanan, termasuk pula pinggir-pinggir jalan, lereng-lereng, trotoar, saluran dan peralatan-peralatan semacam itu diukur antara garis-garis sempadan pagar, selanjutnya tiap-tiap jalur tanah yang menurut rencana perluasan kota diperuntukkan buat jalan dengan membuat sesuatu jalan dimaksudkan pula memperlebar sesuatu jalan, baik yang dibuat Pemerintah maupun Swasta;

p. Bangunan adalah sesuatu perwujudan fisik arsitektur yang digunakan sebagai wadah kegiatan manusia;

q. Bangun-bangunan adalah suatu perwujudan fisik arsitektur yang tidak digunakan untuk kegiatan manusia;

(4)

r. Bangunan-bangunan adalah bangunan penyerta/ pelengkap bangunan utama yang berada di luar bangunan utama;

s. Koofisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah angka perbandingan jumlah luas lantai dasar terhadap luas tanah perpetakan yang sesuai dengan rencana kota;

t. Koofisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah angka perbandingan jumlah luas seluruh lantai terhadap luas tanah perpetakan yang sesuai dengan rencana kota;

u. Pagar Proyek adalah pagar yang didirikan pada lahan proyek untuk batas pengamanan proyek selama masa pelaksanaan;

v. Perancah (bekesting) adalah struktur pembantu sementara di dalam pelaksanaan suatu bangunan untuk menunjang pekerjaan struktur bangunan;

w. Alat Pemadam Api Ringan adalah pemadam api yang mudah dipakai oleh satu orang, digunakan untuk memadam api pada awal terjadinya kebakaran;

x. Hidrant Kebakaran adalah suatu sistem pemadam kebakaran dengan menggunakan air bertekanan dalam upaya penyelamatan, pencegahan dan perlindungan terhadap bahaya kebakaran;

y. Spinkler adalah suatu sistem pemancar air yang bekerja secara otomatis apabila suhu ruang mencapai suhu tertentu;

z. Pipa Peningkat Air (riser) adalah pipa vertikal yang berfungsi mengalirkan air ke jaringan pipa di tiap lantai dan mengalirkan air ke pipa-pipa cabang dalam bangunan;

aa. Alarm Kebakaran adalah suatu alat pengindera yang dipasang pada bangunan gedung yang dapat memberi peringatan atau tanda pada saat terjadinya kebakaran; aa. Tangga Kebakaran adalah tangga yang dirancang/ dibuat khusus untuk

menyelamatkan jiwa manusia pada waktu terjadi kebakaran;

ab. Pintu Kebakaran adalah pintu yang langsung menuju ke tangga kebakaran atau jalan keluar dan hanya dipergunakan apabila terjadi kebakaran;

ac. Instalasi dan Perlengkapan Bangunan adalah instalasi dan perlengkapan pada bangunan, bangun-bangunan dan atau pekarangan yang digunakan untuk menunjang unsur kenyamanan, keselamatan, komunikasi dan mobilitas dalam bangunan;

ad. Mendirikan Bangunan adalah usaha/pekerjaan untuk membuat atau mendirikan bangunan;

ae. Mengubah Bangunan adalah usaha/pekerjaan untuk merubah bentuk, dasar dan sifat bangunan semula baik bangunan induk maupun bangunan turunannya termasuk menambah bangunan tersebut;

af. Memperbaiki Bangunan adalah usaha/pekerjaan memperbaiki bangunan yang telah ada dengan tidak merubah bangunan atau bentuk dasar bangunan;

ag. Membongkar Bangunan adalah usaha/pekerjaan untuk membongkar atau menghilangkan/meniadakan bangunan;

ah. Retribusi Perizinan adalah sejumlah pembayaran sebagai biaya untuk bimbingan, pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan izin yang bersangkutan;

ai. Surat Izin Bekerja Perencana Bangunan selanjutnya disingkat SIBPB adalah surat izin yang diterbitkan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk yang diberikan kepada perencana/seorang yang bertugas mengerjakan perencana bangunan di bidang konstruksi dan atau instalasi di Wilayah Kota Dumai;

aj. Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah selanjutnya disingkat SIPPT adalah surat yang diterbitkan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk tentang persetujuan penggunaan sebidang tanah sesuai dengan rencana kota;

ak. Pelayanan Pengukuran adalah pelayanan yang diberikan oleh Dinas Tata Kota dan Pertamanan kepada pemohon untuk mendapatkan Peta Situasi Terukur selanjutnya disingkat PST yang akan digunakan sebagai dasar penggambaran rencana kota;

(5)

al. Izin Mendirikan Bangunan selanjutnya disingkat IMB adalah persetujuan resmi dari Walikota untuk memulai/ mengakhiri pekerjaan mendirikan, memperbaiki/ mengubah bangunan;

am. Izin Penggunaan Bangunan selanjutnya disingkat IPB adalah izin untuk memanfaatkan/menggunakan bangunan dengan persetujuan Walikota atau Pejabat yang ditunjuk;

an. Badan adalah Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Koperasi, Yayasan, Lembaga, dan bentuk usaha tetap lainnya;

ao. Wajib Retribusi adalah orang atau badan yang menurut Peraturan Perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi.

BAB II

KETENTUAN ADMINISTRASI

Bagian Pertama

Kewenangan

Pasal 2

Walikota berwenang untuk :

a. Menerbitkan izin sepanjang persyaratan teknis dan administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

b. Memberikan izin atau menentukan lain dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini, dengan mempertimbangkan ketertiban umum, keserasian lingkungan, keamanan jiwa manusia serta mempertimbangkan pendapat para ahli; c. Menetapkan sifat atau tingkat nilai izin yang diterbitkan;

d. Menerbitkan surat izin bekerja para pelaku teknis pembangunan;

e. Mengatur lebih lanjut hal-hal khusus dalam suatu perencanaan dan atau pelaksanaan pembangunan suatu lingkungan;

f. Menghentikan atau menutup kegiatan di dalam suatu bangunan yang dinilai belum dilaksanakan sebagaimana dimaksud pada huruf a, sampai yang bertanggung jawab atas bangunan tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan;

g. Memerintahkan pemilik pekarangan untuk meninggikan atau merendahkan pekarangan sehingga serasi dengan sarana dan prasarana lingkungan yang ada; h. Memerintahkan untuk melakukan perbaikan-perbaikan terhadap bagian bangunan,

bangun-bangunan dan pekarangan ataupun suatu lingkungan untuk pencegahan terhadap gangguan kesehatan dan keselamatan jiwa manusia;

i. Memerintahkan, menyetujui atau menolak dilakukannya pembangunan, perbaikan, atau pembongkaran sarana atau prasarana lingkungan oleh pemilik bangunan atau pemilik tanah;

j. Menetapkan pembatalan terhadap keputusan peruntukan sebidang tanah yang nyata dalam batas waktu 5 tahun keputusan peruntukan tersebut belum dapat dilaksanakan; k. Menetapkan kebijaksanaan terhadap lingkungan khusus atau lingkungan yang

dikhususkan dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini dengan mempertimbangkan keserasian lingkungan dan atau keamanan Negara;

l. Menetapkan bangunan tertentu untuk menampilkan arsitektur berkultur Melayu Riau; m. Secara langsung atau petugas yang ditunjuk menjalankan tugasnya memasuki

(6)

Bagian Kedua

Perizinan

Pasal 3

(1) Setiap kegiatan mendirikan, mengubah dan menggunakan bangunan dalam wilayah Kota Dumai harus memiliki izin dari Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.

(2) Tata cara permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Walikota.

(3) Proses pembuatan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan.

Pasal 4

(1) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) ditangguhkan penyelesaiannya, jika pemohon tidak melengkapi dan atau memenuhi persyaratan. (2) Apabila terjadi sengketa yang ada hubungannya dengan persyaratan izin

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka penyelesaian permohonan izin dimaksud dapat ditangguhkan sampai ada penyelesaian sengketa.

(3) Penangguhan penyelesaian izin sebagaimana dimaksud ayat (2), diberitahukan secara tertulis kepada pemohon dengan disertai alasan.

(4) Permohonan izin yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) setelah lewat waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat penangguhan dapat ditolak dengan surat pemberitahuan disertai alasan.

(5) Permohonan izin yang ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat diajukan kembali setelah pemohon melengkapi semua persyaratan.

Pasal 5

Walikota atas pertimbangan Kepala Dinas dapat menolak permohonan izin sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (1), apabila :

a. Berdasarkan ketentuan yang berlaku berdirinya bangunan dan atau kegiatan menggunakan akan melanggar ketertiban umum atau merugikan kepentingan umum atau keserasian lingkungan;

b. Pemohon belum atau tidak melaksanakan petunjuk tertulis yang diberikan sebagai salah satu syarat diprosesnya permohonan.

Pasal 6

(1) IMB batal apabila dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah tanggal penetapan izin pelaksanaan belum dimulai pembangunannya, atau pekerjaan yang telah dilaksanakan tidak diteruskan dan dianggap hanya berupa pekerjaan persiapan, kecuali ada pemberitahuan tertulis dari pemegang izin.

(2) IPB batal apabila pemegang izin tidak mematuhi ketentuan yang tercantum dalam perizinan.

(3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.

(7)

Pasal 7

Kepala Dinas dapat memberikan izin khusus untuk bangunan sementara/darurat, dengan syarat bangunan tersebut dibongkar kembali setelah masa izinnya berakhir.

Bagian Ketiga

Tertib Pembangunan dan Bangunan

Pasal 8

Setiap bangunan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam IMB dan atau dinyatakan tidak layak untuk dihuni harus dibongkar atau dilakukan penyesuaian-penyesuaian sehingga memenuhi ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini.

Pasal 9

(1) GSB yang telah ditetapkan dalam rencana kota harus ditaati dalam mendirikan atau memperbaharui sebagian atau seluruh bangunan.

(2) GSB yang disyaratkan dalam izin membangun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipatok di lapangan oleh Kepala Dinas atau Pejabat yang ditunjuk.

Pasal 10

Bangunan tertentu berdasarkan letak, bentuk, ketinggian dan penggunaannya harus dilengkapi dengan peralatan yang berfungsi sebagai pengamanan terhadap lalu lintas darat, udara atau lalu lintas sungai.

Bagian Keempat

Pengendalian Pembangunan dan Bangunan

Pasal 11

(1) Setiap perencanaan tata ruang, perancangan dan perencanaan bangunan harus memenuhi ketentuan teknis yang berlaku, serta mempertimbangkan segi keamanan dan keselamatan, kesehatan, keserasian bangunan dan lingkungan yang diterapkan dalam segi arsitektur, konstruksi instalasi dan perlengkapan bangunan termasuk keamanan dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dan dipertanggungjawabkan oleh para ahli yang memiliki surat izin bekerja sesuai bidangnya masing-masing, yang terdiri dari :

a. Perencana tata ruang; b. Perencana bangunan;

c. Perencana struktur bangunan;

d. Perencana instalasi dan perlengkapan bangunan.

(8)

Pasal 12

(1) Dalam setiap perancangan dan perencanaan bangunan, pemilik bangunan wajib menunjuk ahli kecuali untuk bangunan tertentu ditetapkan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.

(2) Pemilik bangunan wajib memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Dinas, apabila terjadi penggantian perancang dan atau perencana bangunan.

Pasal 13

(1) Gambar serta rencana bangunan terdiri dari : a. Gambar tata letak bangunan (site plan); b. Gambar rancangan arsitektur;

c. Gambar dan perhitungan struktur;

d. Gambar instalasi dan perlengkapan bangunan; dan atau e. Gambar dan perhitungan lain yang ditetapkan.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan gambar rancangan arsitektur.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam gambar yang jelas dengan dilengkapi ukuran, penjelasan penggunaan ruang, bahan serta menyatakan letak garis sempadan dan sejenisnya.

(4) Gambar-gambar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sekurang-kurangnya menurut skala 1:100 (satu banding seratus) dan gambar-gambar detail dengan skala 1:10 (satu banding sepuluh) atau 1:20 (satu banding duapuluh).

(5) Penyajian rancangan dan rencana bangunan untuk pembaharuan, perluasan atau perubahan, harus digambar dengan jelas, baik keadaan yang ada, maupun pembaharuan, perluasan atau perubahan dimaksud.

Pasal 14

(1) Rancangan arsitektur suatu bangunan atau kompleks bangunan, harus serasi dengan keseluruhan yang terdapat di lingkungan sekitarnya.

(2) Dokumen lama yang ada dan masih memenuhi persyaratan dapat digunakan sebagai dasar perancangan dan perencanaan bangunan dan sebagai kelengkapan persyaratan permohonan izin baru.

Pasal 15

(1) Walikota berwenang mengatur bagian-bagian kota, bangunan dan atau kelompok bangunan sepanjang jalan tertentu mengenai ketinggian, besar sudut dan besar jalur-jalur atap (dak atau overstek) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(2) Walikota menetapkan ketentuan teknis lebih lanjut tentang peletakan bangunan serta teknis perubahan dan penambahan bangunan, dengan tetap memperhatikan keserasian dan kelestarian lingkungan serta kaidah perencanaan kota.

(9)

Pasal 16

Pelaksanaan kegiatan membangun harus sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam izin membangun.

Pasal 17

(1) Pelaksanaan kegiatan membangun dapat dilakukan oleh pemborong atau perorangan dan diawasi oleh Direksi Pengawas yang bertanggung jawab atas hasil pelaksanaan kegiatan tersebut.

(2) Dalam pelaksanaan kegiatan membangun, pemborong atau perorangan harus menjaga keamanan, keselamatan bangunan dan lingkungan serta tidak boleh mengganggu ketentraman dan keselamatan masyarakat di sekitarnya.

(3) Ketentuan tentang pemborong dan Direksi Pengawas, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Kepala Dinas.

(4) Apabila terjadi penyimpangan dalam kegiatan membangun dan atau terjadi akibat negatif lainnya, Direksi Pengawas harus menghentikan pelaksanaan kegiatan membangun dan melaporkan kepada Kepala Dinas.

Pasal 18

Segala kerugian pihak lain yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan membangun, menjadi beban dan tanggung jawab pemborong dan atau pemilik bangunan.

Pasal 19

(1) Setiap bangunan yang telah berdiri harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (1) serta memudahkan pengamatan dan pemeliharaan bangunan.

(2) Setiap bangunan kecuali rumah tempat tinggal yang telah selesai dibangun sebelum digunakan atau dihuni harus mempunyai Izin Penggunaan Bangunan.

(3) Izin Penggunaan Bangunan diberikan apabila ketentuan dalam izin membangun telah dipenuhi dengan mempertimbangkan segi administrasi dan laporan pelaksana yang dibuat oleh Direksi Pengawas, serta hasil pengkajian oleh pengkaji teknis bangunan yang dituangkan dalam rekomendasi Kepala Dinas atas kelayakan menggunakan bangunan.

(4) Walikota dapat memerintahkan menutup atau melarang penggunaan suatu bangunan apabila menurut pertimbangannya dapat menimbulkan gangguan bagi keamanan dan ketertiban umum, sampai yang bertanggung jawab atas bangunan tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Pasal 20

(1) Kepala Dinas dapat memerintahkan kepada pemilik atau penghuni bangunan untuk memperbaiki bangunannya baik sebagian atau keseluruhan, jika menurut pendapat Walikota keadaan tersebut tidak memenuhi syarat kelayakan untuk dihuni.

(10)

(2) Kepala Dinas dapat menetapkan suatu bangunan baik sebagian atau seluruhnya tidak layak dihuni atau digunakan jika ditinjau dari struktur bangunan dapat membahayakan penghuni dan atau lingkungan.

(3) Walikota atau Kepala Dinas dapat memerintahkan penghuni untuk segera mengosongkan dan menutup bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu tertentu serta mengumumkan status bangunan tersebut berada di bawah pengawasan.

(4) Apabila bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah dikosongkan, pembongkaran dilakukan oleh pemilik atau penghuni dalam jangka waktu tertentu. (5) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) tidak dilaksanakan

oleh penghuni atau pemilik, pelaksanaan pengosongan dan atau pembongkaran dilakukan oleh Pemerintah Daerah atas biaya pemilik bangunan.

(6) Persyaratan dan tata cara penetapan bangunan tidak layak dihuni atau digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini ditetapkan oleh Walikota.

Pasal 21

(1) Bangunan, bangun-bangunan, atau bagian bangunan dan pekarangan harus dalam keadaan terpelihara sehingga dapat digunakan sesuai dengan fungsi dan persyaratan dalam izin serta tidak mengganggu kesehatan dan kebersihan.

(2) Dalam hal pemeliharaan bangunan, pekarangan dan bangun-bangunan yang memerlukan keahlian, harus dilaksanakan oleh pelaku teknis bangunan sesuai dengan bidangnya.

(3) Pemilik bangunan atau pekarangan wajib melaksanakan atau mengizinkan dilakukannya pekerjaan-pekerjaan yang menurut Walikota atau Kepala Dinas dianggap perlu berdasarkan pemberitahuan secara tertulis.

(4) Pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang tercantum dalam pemberitahuan.

Pasal 22

(1) Walikota dapat menetapkan daerah-daerah bangunan dan atau bangun-bangunan yang memiliki nilai sejarah atau kepurbakalaan, budaya dan arsitektur yang tinggi, sebagai daerah pemugaran yang perlu dilindungi dan dijaga kelestariannya.

(2) Kriteria bangunan dan atau bangun-bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Walikota.

(3) Walikota dapat memberikan pengecualian terhadap bangunan dan atau bangun-bangunan yang perlu dilindungi dan dijaga kelestariannya yang terkena ketentuan peremajaan lingkungan.

(11)

BAB III

KETENTUAN TEKNIS BANGUNAN

Bagian Pertama

Ketentuan Tata Ruang

Pasal 23

Setiap bangunan harus sesuai dengan peruntukan yang diatur dalam rencana kota.

Pasal 24

Dalam perencanaan suatu bangunan dan atau lingkungan bangunan, harus dibuat perencanaan menyeluruh yang mencakup rencana sirkulasi kendaraan, orang dan barang, pola parkir, pola penghijauan, ruang terbuka, sarana dan prasarana lingkungan, dengan memperhatikan keserasian terhadap lingkungan dan sesuai dengan standar lingkungan yang ditetapkan.

Pasal 25

(1) Setiap bangunan harus memenuhi persyaratan fungsi utama bangunan dan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1).

(2) Suatu bangunan dapat terdiri dari beberapa ruangan dengan jenis penggunaan yang berbeda, sepanjang tidak menyimpang dari persyaratan teknis menurut ketentuan yang berlaku.

(3) Setiap bangunan harus memiliki ruang-ruang fungsi utama dan ruang pelengkap, instalasi dan perlengkapan bangunan yang dapat menjamin terselenggaranya fungsi bangunan.

(4) Lantai, dinding, langit-langit dan atap yang membentuk suatu ruangan baik secara sendiri-sendiri maupun menjadi satu kesatuan, harus dapat memenuhi kebutuhan fungsi ruang dan memenuhi persyaratan kesehatan, keselamatan dan keamanan bangunan.

Pasal 26

(1) Setiap bangunan, kecuali rumah tempat tinggal wajib menyediakan tempat parkir kendaraan sesuai dengan jumlah kebutuhan.

(2) Penyediaan tempat parkir di pekarangan tidak boleh mengurangi daerah penghijauan.

Pasal 27

(1) Tata letak bangunan dalam suatu bagian lingkungan harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1).

(2) Pada lokasi-lokasi tertentu Walikota dapat menetapkan pengarahan rencana tata letak bangunan dalam suatu bagian lingkungan.

(12)

Pasal 28

Penempatan bangun-bangunan, tidak boleh mengganggu ketertiban umum, lalu lintas prasarana kota dan pekarangan, bentuk arsitektur bangunan dan lingkungan, serta harus memenuhi kekuatan struktur dengan memperhatikan keserasian, keselamatan, dan keamanan lingkungan.

Pasal 29

Pada lingkungan bangunan tertentu Walikota dapat menentukan ketentuan penggunaan setiap lantai dasar atau lantai lainnya pada bangunan, untuk kepentingan umum.

Pasal 30

(1) Setiap bangunan yang menimbulkan dampak penting atau mengganggu lingkungan, harus dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan.

(2) Setiap bangunan yang menghasilkan limbah atau buangan lainnya yang dapat menimbulkan pencemaraan harus dilengkapi dengan sarana pengolahan limbah sebelum dibuang ke saluran umum.

Pasal 31

(1) Setiap bangunan yang didirikan harus sesuai dengan rencana perpetakan, yang diatur dalam rencana kota.

(2) Apabila perpetakan tidak dipenuhi atau tidak ditetapkan, maka KDB dan KLB diperhitungkan berdasarkan luas tanah di belakang GSJ yang dimiliki.

(3) Penggabungan atau pemecahan perpetakan dimungkinkan dengan ketentuan KDB dan KLB tidak dilampaui, dan dengan memperhitungkan keadaan lapangan, keserasian dan keamanan lingkungan serta memenuhi persyaratan teknis yang telah ditetapkan.

Pasal 32

Tanah yang belum atau tidak memenuhi persyaratan luas minimum perpetakan, Walikota atau Pejabat yang ditunjuk dapat menetapkan lain dengan memperhatikan keserasian arsitektur dan lingkungan.

Pasal 33

Tinggi rendah (peil) pekarangan harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak merusak keserasian lingkungan atau merugikan pihak lain.

Pasal 34

(1) Pada daerah hantaran listrik (transmisi) tegangan tinggi, letak bangunan minimal 10 (sepuluh) meter dari as jalur tegangan tinggi terluar tidak boleh melampaui garis sudut 450 (empat puluh lima derajat), yang diukur dari as jalur tegangan tinggi terluar.

(2) Walikota atau Pejabat yang ditunjuk dapat menetapkan lain dengan pertimbangan para ahli.

(13)

Bagian Kedua

Perihal Membuat dan Memelihara Jalan dan Bangunan

Pasal 35

(1) Setiap orang atau Badan yang membuat jalan dan bangunan harus mengajukan izin secara tertulis kepada Walikota.

(2) Jalan yang akan dibuat harus sesuai dengan perencanaan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah baik mengenai ukuran, maupun letak dan fungsi jalan tersebut. (3) Jalan yang dibuat oleh pihak swasta penggunaannya diprioritaskan selama 5 (ima)

tahun sejak izin diberikan, dan selanjutnya jalan tersebut menjadi milik Pemerintah daerah, yang digunakan untuk kepentingan umum.

(4) Pada permohonan izin membuat jalan, harus dilampirkan dalam rangkap 3 (tiga) gambar situasi jalan yang akan dibuat, serta jalan-jalan yang berdampingan dengan rencana perluasan.

Pasal 36

Pembuat jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) peraturan daerah ini diwajibkan :

a. Memelihara jalan tersebut serta bangun-bangunan yang berada pada jalan, seperti jembatan, selokan/parit, gorong-gorong (dueker) dan sebagainya agar selalu dalam keadaan baik.

b. Mengusahakan dan menjaga jalan menurut mutu yang telah atau yang ditetapkan oleh Walikota.

c. Membersihkan jalan tersebut dari sampah-sampah dan kotoran.

d. Menerangi jalan tersebut sejak matahari terbenam hingga matahari terbit dengan fasilitas penerangan sekurang-kurangnya sama dengan fasilitas penerangan jalan-jalan milik Pemerintah Daerah.

Pasal 37

(1) Mendirikan atau mengganti bangunan pada kiri kanan jalan harus disesuaikan dengan bangunan yang ada pada kiri kanan jalan milik Pemerintah Daerah.

(2) Mendirikan atau mengganti bangunan pada kiri kanan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk juga pada jarak sejauh-jauhnya 30 (tiga puluh) meter dari jalan.

(3) Walikota berhak mengadakan syarat-syarat lain dari pada ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam Peraturan Daerah ini mengenai pemberian izin untuk mengganti, memperbesar atau merubah bangunan pada kiri kanan jalan tersebut.

Pasal 38

(1) Pada jalan-jalan tertentu yang ditunjuk Kepala Dinas atas nama Walikota, dilarang untuk :

a. Membuat pagar-pagar pekarangan tanah yang dihitung dari garis sempadan (rooi) ke arah jalan, bangunan pagar yang tingginya melebihi 1,25 (satu dua puluh lima perseratus) meter dari permukaan jalan yang bersangkutan.

(14)

b. Mengadakan tanaman-tanaman, dinding tembok atau tanda batas pekarangan yang dapat menghambat atau menutup pandangan pada sudut tikungan jalan. (2) Pagar-pagar batas pekarangan yang sudah ada dan menyimpang dari ketentuan

ayat (1) tetap berlaku selama belum dicabut oleh Walikota berdasarkan Peraturan Daerah ini.

(3) Walikota dapat mempertimbangkan lain dari ketentuan ayat (1), apabila dipandang perlu atau ditinjau dari keamanan fasilitas negara yang vital berdasarkan pertimbangan teknis dari instansi terkait.

Bagian Ketiga

Perihal Usaha-usaha dan Kegiatan-kegiatan di atas atau di pinggir Jalan

Pasal 39

(1) Dilarang menggali tanah, menanam kayu-kayuan, menegakkan pancang di tengah atau melintasi jalan serta membuat pintu gapura yang ditembok, membuat trotoar dan tangga atau batas pekarangan yang melampaui garis sempadan (rooi) tanpa izin tertulis lebih dahulu dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk.

(2) Izin yang telah diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetap berlaku sepanjang belum dicabut oleh Kepala Dinas atau pejabat yang ditunjuk oleh Walikota berdasarkan peraturan yang berlaku.

(3) Dilarang menempatkan benda-benda runcing pada bangunan-bangunan, batu-batu pekarangan yang letaknya dipinggir jalan jika tingginya kurang dari 2 (dua) meter di atas permukaan tanah.

Pasal 40

(1) Dilarang membuat atau mempunyai lipat (kerabel-beranda, markis atau benda lain yang termasuk pintu-pintu dan jendela-jendela yang terbuka di atas pinggir jalan) jika tidak mendapat izin tertulis dari Kepala Dinas.

(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku bagi pintu-pintu dan jendela-jendela yang letaknya 5 (lima) meter di atas jalan, demikian juga terhadap lipat (kerabel) dan markis yang letaknya sekurang-kurangnya 75 (tujuh puluh lima) sentimeter menjulur keluar dari garis muka rumah tersebut tidak lebih lebar lobang pintu yang dilindunginya.

(3) Pintu-pintu dan jendela-jendela yang terbuka ke arah jalan tidak boleh lebih dari 25 (dua puluh lima) sentimeter menjulur keluar dari muka rumah.

Pasal 41

(1) Curahan air hujan dari atap atau pipa takungan bangunan tidak boleh jatuh ke sempadan atau ke atas jalan kecuali dengan polongan yang harus dihubungkan dengan saluran/got yang telah tersedia pada jalan.

(2) Tinggi ujung polongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setinggi-tingginya 30 (tiga puluh) sentimeter di atas muka jalan.

(15)

(3) Apabila polongan tersebut akan diganti sebagian atau seluruhnya, maka polongan itu harus dihubungkan dengan selokan yang telah ada.

Pasal 42

(1) Atap bangunan dalam lingkungan bangunan yang letaknya berdekatan dengan bandar udara tidak diperkenankan dibuat dari bahan yang menyilaukan.

(2) Ketinggian bangunan di lingkungan Bandar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak diperkenankan mengganggu lalu lintas udara.

Bagian Keempat

Persyaratan Arsitektur Bangunan

Pasal 43

Persyaratan arsitektur bangunan meliputi : a. Tata bentuk;

b. Tata ruang;

c. Garis sempadan bangunan; d. Pagar-pagar bangunan; e. Koofisien dasar;

f. Lantai bangunan; dan g. Ketinggian bangunan.

Pasal 44

Apabila tidak ditentukan lain dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kota (Rencana Umum Tata Ruang Kota, Rencana Detail Tata Ruang Kota, atau bentuk rencana tata ruang kota lainnya) tentang garis sempadan bangunan dan pagar-pagar bangunan, koofisien dasar dan lantai bangunan, serta ketinggian banguanan maka diberlakukan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini.

Bagian Kelima

Garis Sempadan dan Pagar-pagar Bangunan

Pasal 45

(1) Garis sempadan bangunan dan pagar-pagar bangunan harus ditetapkan untuk : a. Memperoleh keteraturan dalam tata letak bangunan terhadap jalan dan atau

antar bangunan:

b. Menjaga kemungkinan terjadinya pelebaran jalan dikemudian hari; c. Mengurangi resiko kebakaran;

d. Pengaturan sirkulasi udara dan sinar matahari; dan e. Kebebasan ruang gerak halaman.

(2) Besarnya garis sempadan dan pagar-pagar bangunan harus memperhatikan fungsi jalan maupun desain geometrisnya dan jenis penggunaan ruang atau bangunan yang ada.

(16)

Pasal 46

(1) Tempat kegiatan membangun, memperbaiki atau mengganti sesuatu bangunan yang letaknya tidak jauh dari jalan, harus dipisahkan dengan pagar dari tepi jalan. (2) Pagar tempat kegiatan membangun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), boleh

didirikan di tepi jalan seluas yang diperlukan.

(3) Pagar yang dibuat dari kayu atau besi (plat) tingginya tidak boleh melebihi 2 (dua) meter dan tidak boleh memakai pintu yang terbuka keluar jalan.

(4) Kepala Dinas menentukan perancah, para, susunan dan konstruksi pagar tersebut. (5) Perancah, para dan pagar yang dimaksud pada ayat (4), harus dibuka kembali

setelah bangunan selesai dan pemegang izin memperbaiki jalan dan lingkungan sehingga seperti keadaan semula.

(6) Setelah 8 (delapan) hari dinyatakan bangunan tersebut selesai oleh Kepala Dinas, para dan pagar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum dibongkar, maka pembongkaran akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan biaya pembongkaran serta perbaikan jalan tersebut dibebankan kepada pemegang IMB.

Pasal 47

(1) Garis Sempadan Samping Bangunan Perumahan adalah :

a. Garis sempadan samping bangunan untuk peruntukan perumahan ialah minimal 1 (satu) meter dihitung dari batas kavling;

b. Bila rumah tempat tinggal tersebut dibuat berangkai maka panjangnya tidak boleh melebihi 80 (delapan puluh) meter garis sempadan samping dihitung pada kedua ujung bangunan tersebut,

c. Apabila melebihi 80 (delapan puluh) meter diwajibkan membagi dari jumlah panjang bangunan tersebut;

d. Penetapan Garis Sempadan Samping Bangunan yang berbatasan dengan jalan mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1). (2) Garis Sempadan Sungai :

a. Garis sempadan sungai bertanggul ditetapkan dengan batas lebar 5 (lima) meter, dihitung dari tepi lajur pengaman sungai.

b. Garis sempadan sungai tidak bertanggul :

1. Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter ditetapkan 10 (sepuluh) meter, dihitung dari tepi lajur pengaman sungai pada waktu ditetapkan.

2. Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (dua puluh) meter ditetapkan 15 (lima belas) meter, dihitung dari tepi lajur pengaman sungai pada waktu ditetapkan.

3. Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 20 (dua puluh) meter ditetapkan 30 (tiga puluh) meter, dihitung dari tepi lajur pengaman sungai pada waktu ditetapkan.

c. Untuk danau dan waduk, garis sempadan ditetapkan 50 (lima puluh) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

d. Untuk sungai yang terpengaruh pasang surut air laut, garis sempadan ditetapkan 100 (seratus) meter dari tepi lajur pengaman sungai dan berfungsi sebagai lajur hijau.

(17)

(3) Dilarang mendirikan bangunan atau mengulangi mendirikan bangunan, jika menurut garis sempadan bangunan (rooi) sungai, danau dan waduk tidak menurut apa yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini.

Bagian Keenam

Koefisien Dasar dan Lantai Bangunan, serta Ketinggian Bangunan

Pasal 48

(1) Penentuan Koofisien Dasar Bangunan (KDB) dan koofisien Lantai Bangunan (KLB) serta ketinggian bangunan (jumlah lantai) dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Jenis Bangunan KDB Jumlah Lantai maksimal KLB

Perumahan

a. Kavling 300 M2 ke atas 0.50 1,5

b. Kavling 150 – 300 M2 0.60 1,8

c. Kavling 150 M2 ke bawah 0.75 - 3 Lantai 2,25

Perkantoran di pusat Kota 0.80 8 Lantai 6,4

Perkantoran di Sub Pusat Kota 0.40 4 Lantai 1,6

Perdagangan dan jasa di Pusat Kota 0.80 8 Lantai 6,4 Perdagangan dan jasa di Sub Pusat Kota 0.70 4 Lantai 2,8

Industri dan Gudang 0.45 2 Lantai 0,9

Pelayanan Sosial 0.45 4 Lantai 1,8

(2) Walikota atas pertimbangan Kepala Dinas dapat memberikan dispensasi atas kelebihan KDB dan KLB serta ketinggian bangunan.

Bagian Ketujuh

Ruang Luar Bangunan

Pasal 49

Ruang terbuka diantara GSJ dan GSB harus digunakan sebagai unsur penghijauan dan atau daerah peresapan air hujan serta kepentingan umumnya.

Pasal 50

Detail atau unsur bangunan yang dapat diletakkan di depan GSB adalah :

a. Detail atau unsur bangunan akibat keragaman rancangan arsitektur dan tidak digunakan sebagai ruang kegiatan.

b. Detail atau unsur bangunan akibat rencana perhitungan struktur dan atau instalasi bangunan.

(18)

Bagian Kedelapan

Ruang Dalam Bangunan

Pasal 51

(1) Bangunan tempat tinggal minimal memiliki ruang-ruang fungsi umum yang terdiri dari ruang penggunaan pribadi, ruang bersama dan ruang pelayanan.

(2) Ruang penunjang dapat ditambahkan dengan tujuan memenuhi kebutuhan kegiatan penghuni sepanjang tidak menyimpang dari penggunaan utama hunian.

Pasal 52

(1) Perubahan fungsi dan penggunaan ruangan suatu bangunan atau bagian bangunan dapat diizinkan apabila masih memenuhi ketentuan penggunaan jenis bangunan dan dapat menjamin keamanan dan keselamatan bangunan serta penghuninya. (2) Bangunan atau bagian bangunan yang mengalami perubahan perbaikan, perluasan

dan penambahan, tidak boleh menyebabkan berubahnya fungsi dan atau penggunaan utama karakter arsitektur bangunan dan bagian-bagian bangunan serta tidak boleh mengurangi atau mengganggu fungsi sarana jalan keluar.

Pasal 53

(1) Lantai dan dinding yang memisahkan ruang dengan penggunaan yang berbeda dalam suatu bangunan, harus memenuhi persyaratan tahan api menurut standar pada ketentuan yang berlaku.

(2) Ruang yang penggunaannya menimbulkan kebisingan, maka lantai dan dinding pemisah harus kedap suara.

(3) Ruang pada daerah-daerah basah, harus dipisahkan dengan dinding kedap air dan dilapisi dengan bahan yang mudah dibersihkan.

Pasal 54

Tiap bangunan bertingkat harus mempunyai sistem dan atau peralatan bagi pemeliharaan dan perawatan bangunan yang tidak mengganggu dan membahayakan lingkungan serta aman untuk keselamatan pekerja.

Bagian Kesepuluh

Ketentuan Struktur Bangunan

Pasal 55

(1) Perencanaan dan perhitungan struktur bangunan mencakup : a. Konsep dasar;

b. Penentuan data pokok;

c. Analisis struktur terhadap beban vertikal;

d. Analisis struktur terhadap beban gempa, angin dan beban khusus; e. Analisis bagian-bagian struktur pokok dan pelengkap;

(19)

(2) Perencanaan struktur tahan gempa harus mengikuti peraturan perencanaan tahan gempa untuk bangunan yang berlaku di Indonesia.

(3) Walikota dapat menetapkan pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk rumah tinggal, bangunan umum dan bangunan lain yang strukturnya bersifat sederhana.

Bagian Kesebelas

Keamanan Bangunan Terhadap Bahaya Kebakaran

Pasal 56

(1) Setiap bangunan harus dilengkapi peralatan pencegahan terhadap bahaya kebakaran serta penyelamatan jiwa manusia dan lingkungan, sesuai dengan jenis dan penggunaan bangunannya.

(2) Setiap fungsi ruang dan atau penggunaan bangunan yang mempunyai resiko bahaya kebakaran tinggi harus diatur penempatannya sehingga apabila terjadi kebakaran dapat dilokalisasi.

Pasal 57

(1) Dilarang menggunakan tangga melingkar (spiral) sebagai tangga kebakaran.

(2) Tangga kebakaran dan bordes harus memiliki lebar minimal 1,20 (satu duapuluh perseratus) meter dan boleh menyempit ke arah bawah.

(3) Tangga Kebakaran harus dilengkapi pegangan (hand rail) yang kuat setinggi 3 (tiga) meter dan mempunyai lebar injakan anak tangga minimal 28 (duapuluhdelapan) sentimeter dan tinggi maksimal anak tangga 20 (duapuluh) sentimeter.

(4) Tangga kebakaran terbuka yang terletak di luar bangunan harus berjarak minimal 1 (satu) meter dari bukaan dinding yang berdekatan dengan tangga kebakaran tersebut.

(5) Jarak pencapaian ke tangga kebakaran dari setiap titik dalam ruang efektif, maksimal 25 (duapuluhlima) meter kecuali dilengkapi dengan spinkler .

Pasal 58

(1) Setiap bangunan sedang dan tinggi harus dilindungi oleh suatu sistem hidrant sesuai dengan persyaratan :

a. Pemasangan hidrant harus memenuhi ketentuan dan dipasang sedemikian rupa sehingga panjang selang dan pancaran air dapat mencapai dan melindungi seluruh permukaan lantai bangunan;

b. Setiap pemasangan hidrant halaman harus memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(2) Setiap bangunan harus dilengkapi alat pemadam api ringan yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(20)

Bagian Keduabelas

Instalasi Bangunan

Pasal 59

Bangunan atau bagian bangunan yang berdasarkan letak, bentuk dan penggunaannya dianggap mudah terkena sambaran petir, harus diberi instalasi penangkal petir.

Pasal 60

Sistem instalasi listrik arus kuat penempatannya harus mudah diamati dan dipelihara, tidak membahayakan, tidak mengganggu dan merugikan lingkungan, tidak mengganggu bagian bangunan dan instalasi lain serta diperhitungkan berdasarkan standar, normalisasi teknik dan peraturan lain yang berlaku.

Pasal 61

Sistem Plambing dan air buangan penempatannya harus mudah diamati dan dipelihara, tidak membahayakan, tidak mengganggu dan merugikan lingkungan, tidak mengganggu bagian bangunan dan instalasi lain serta diperhitungkan berdasarkan standar, normalisasi teknik dan peraturan lain yang berlaku.

Pasal 62

Sistem instalasi gas penempatannya harus mudah diamati dan dipelihara, tidak membahayakan, tidak mengganggu dan merugikan lingkungan, tidak mengganggu bagian bangunan dan instalasi lain serta diperhitungkan berdasarkan standar, normalisasi teknik dan peraturan lain yang berlaku.

Pasal 63

Instalasi lain yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan memenuhi segala aspek keamanan, keselamatan terhadap instalasi itu sendiri, bangunan dan lingkungannya.

Bagian ketigabelas

Perihal Tanah Tempat Bangunan

Pasal 64

(1) Tanah tempat didirikannya bangunan harus bersih dari segala humus-humus dan sumur-sumur.

(2) Lobang-lobang saluran harus dikeringkan dan lobang-lobang bekas galian sumur yang tidak dipakai ditimbun padat dengan batu atau tanah.

Pasal 65

(1) Apabila pada sebidang tanah yang akan didirikan bangunan lebih tinggi atau lebih rendah dari pekarangan yang ada, supaya dilampirkan gambar-gambar keadaaan serta profil melintang pada permohonan bangunan tersebut guna menentukan tingginya tanah yang harus ditimbun atau digali.

(21)

(2) Dilarang mendirikan bangunan di atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebelum tanah tersebut diratakan terlebih dahulu.

Pasal 66

Lantai bangunan yang bagian bawahnya terbuat dari batu dipasang menurut ketinggian yang ditetapkan oleh Kepala Dinas sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Pasal 67

(1) Air hujan dan air bekas keperluan rumah tangga harus dialirkan ke dalam selokan atau saluran yang telah disediakan, sehingga jalannya air tidak terganggu.

(2) Untuk tanah atau daerah yang belum tersedia selokan atau saluran, maka pemilik bangunan harus membuat tempat peresapan air bekas keperluan rumah tangga. (3) Pada setiap pekarangan bangunan harus disediakan lobang kakus atau tempat

pembuangan najis yang letaknya sekurang-kurangnya 2 (dua) meter dari dinding rumah atau 8 (delapan) meter dari sumur dan harus kedap air.

(4) Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (2) diatur oleh Kepala Dinas setelah mendapat pertimbangan Direksi Pengawas.

Pasal 68

(1) Pemilik lapangan yang tandus diwajibkan menjaga tanah lapangan agar selalu dalam keadaan bersih dengan mengadakan pengaliran air pada lapangan tersebut untuk menjaga kesehatan.

(2) Penghuni rumah diwajibkan menjaga pekarangan dari genangan air untuk menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan.

(3) Pada tempat-tempat yang perlu diadakan atau diperbaikinya saluran dan selokan yang telah ada, maka pemilik pekarangan yang bersangkutan harus membuat atau memperbaiki saluran atau selokan yang dimaksud dalam tempo yang ditetapkan berdasarkan petunjuk Kepala Dinas.

(4) Pada tempat-tempat yang telah disediakan saluran atau selokan umum, pemilik bangunan harus mengalirkan air pekarangannya pada selokan dan saluran umum tersebut.

(5) Apabila perubahan tersebut memerlukan tanah pekarangan yang bersangkutan, maka yang berhak atas tanah tersebut mengizinkannya melalui musyawarah dengan tidak dikenakan ganti rugi.

(6) Segala biaya, guna memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (3), ditanggung oleh pemilik bangunan dan pemerintah.

(7) Pemilik pekarangan diwajibkan menjaga dan mengawasi:

a. Agar saluran dan selokan yang ada di dalam atau di luar dekat pekarangannya yang dipakai untuk pembuangan air hujan dan air pelimbahan dari pekarangannya;

(22)

Bagian Keempat Belas

Perihal Bangun-Bangunan

Pasal 69

(1) Pada pekarangan yang sudah ada kandang-kandang, supaya disediakan bak-bak batu yang dapat dimasuki dan ditutup dengan rapi tempat pengumpulan kotoran kandang dimaksud.

(2) Kandang harus didirikan jauh dari pekarangan yang didiami orang dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini.

(3) Kepala Dinas berhak melarang pemakaian kandang-kandang dan kakus-kakus karena menyebarkan bau busuk atau mendatangkan bahaya atas tanah, air sungai, pipa air, air sumur bagi penduduk persil disekitarnya.

Pasal 70

(1) Bangunan dapat dipergunakan atau ditempati setelah Kepala Dinas menyatakan bahwa bangunan itu telah memenuhi syarat untuk dipergunakan atau ditempati. (2) Selesainya bangunan sebagaimana tersebut pada ayat (1) pasal ini, dinyatakan oleh

Kepala Dinas dengan surat keterangan menurut ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini.

(3) Bangunan atau bagian-bagian yang karena pengerjaan atau pembuatannya, pembagian atau letaknya tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan atau ditempati, walaupun sudah diperbaiki maka Walikota dapat menyatakan bahwa bangunan tersebut dilarang untuk dipergunakan atau ditempati.

(4) Larangan tersebut pada ayat (3) dinyatakan dalam suatu Surat Keputusan Walikota yang disampaikan kepada yang bersangkutan.

(5) Dalam tempo 14 (empat belas) hari sesudah tanggal Surat Keputusan dimaksud ayat (4) dikeluarkan, maka Pemerintah membubuhkan pada rumah tersebut pemberitahuan sebagai berikut :

”DILARANG MENGHUNI BANGUNAN INI, KECUALI PENGHUNI SEMENTARA” Pasal 71

(1) Apabila pada suatu bangunan, tembok atau pasangan batu bagian kayunya runtuh, maka si pemilik bangunan diwajibkan segera memperbaiki atau mengganti atau merombak bagian yang runtuh tersebut sesuai dengan petunjuk Walikota atau Pejabat yang ditunjuk untuk itu.

(2) Bagian reruntuhan dari bangunan tersebut pada ayat (1), yang terletak pada atau dekat jalan, harus segera disingkirkan dipisahkan dengan pagar jalan sesuai dengan perintah Walikota.

(3) Dalam keadaan yang mendesak Walikota atau Pejabat yang ditunjuk dapat mengambil tindakan perombakan atas bangunan tersebut atas biaya pemilik bangunan.

(23)

(4) Jika pemilik bangunan berdomisili/berada di daerah/ kota lain, maka penghuni rumah tersebut harus menyampaikan Perintah Walikota yang isinya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada pemegang izin.

(5) Apabila dalam jangka waktu 30 (tigapuluh) hari sejak surat perintah dikeluarkan, pemegang izin tidak mengindahkan atau tidak menerima sesuatu keterangan daripadanya, maka Walikota atau Pejabat yang ditunjuknya mengambil tindakan pembongkaran bangunan tersebut atas biaya pemegang izin yang bersangkutan.

Pasal 72

Jika mengadakan perubahan bangunan untuk sebagian atau seluruh atau mengadakan pembaharuan atau perubahan bangunan yang telah ada harus memperhatikan konstruksi dan arsitektur bangunan.

Bagian Kelima Belas

Pelaksanaan Membangun

Pasal 73

Setiap kegiatan membangun termasuk pekerjaan instalasi dan perlengkapan bangunan harus memperhatikan dan melaksanakan ketentuan-ketentuan tentang :

a. Keselamatan dan keamanan;

b. Kebersihan dan keserasian lingkungan; c. Kesehatan terhadap lingkungan disekitarnya;

d. Pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran.

Pasal 74

(1) Sebelum kegiatan membangun dilaksanakan, pemilik bangunan wajib memasang papan IMB dan batas pekarangan harus dipagar setinggi minimal 2 (dua) meter, dengan memperhatikan keamanan dan keserasian sekelilingnya serta tidak melampaui GSJ.

(2) Untuk kegiatan membangun yang pelaksanaannya dapat menganggu keamanan pejalan kaki, maka pada pagar proyek yang berbatasan dengan trotoar harus dibuat konstruksi pengaman yang melindungi pejalan kaki.

BAB IV

PERIHAL RETRIBUSI

Bagian Pertama

Nama, Objek dan Subjek Retribusi

Pasal 75

Dengan nama Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Izin Penggunaan Bangunan (IPB), Retribusi Surat Izin Bekerja Perencana (SIBP), Pengukuran Situasi Bangunan, dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pemberian izin dimaksud.

(24)

Pasal 76

Objek retribusi yang dikenakan atas pelayanan pemberian izin adalah : a. Izin Mendirikan Bangunan (IMB);

b. Izin Penggunaan Bangunan (IPB); c. Surat Izin Bekerja Perencana (SIBP); d. Pengukuran Situasi Bangunan; e. Balik Nama dan Pemecahan Izin.

Pasal 77

Subjek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa pelayanan.

Bagian Kedua

Golongan Retribusi

Pasal 78

Retribusi izin bangunan digolongkan sebagai retribusi perizinan tertentu.

Bagian Ketiga

Struktur dan Besarnya Tarif

Paragraf Pertama

Izin Mendirikan Bangunan Pasal 79

(1) Struktur dan besarnya tarif izin mendirikan bangunan dihitung berdasarkan luas bangunan dikalikan dengan indeks lokasi dan harga satuan permeter persegi.

(2) Besarnya indeks lokasi sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan sebagai berikut :

No Lokasi/Wilayah Indeks

1 Pemukiman perkotaan 1,25

2 Kawasan transisi 1

3 Pinggir kota 0,75

(3) Penetapan kawasan indeks lokasi ditetapkan dengan Keputusan Walikota.

(4) Besarnya harga satuan permeter persegi sebagaimana dimaksud ayat (1), ditetapkan sebagai berikut :

(25)

a. Harga Satuan Permeter Persegi Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Rp/M2 Luas Lantai Bangunan)

No. JENIS LUAS BANYAKNYA BANYAKNYA PERMANEN SEMI

URUT BANGUNAN BANGUNAN LANTAI BASEMEN MEWAH PERMANEN PERMANEN DARURAT

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1. Rumah Tempat Tinggal a. Luas Kurang 1 2.100 1.350 850 450

(perorangan) 100 m2 b. Luas 100 m2 1 2.700 1.950 1.150 600 Keatas 2 2.800 2.100 1.250 700 3 4.300 3.100 1.800 900 4 5.400 4.300 - - 5 dst 6.500 5.300 - - 1 dst 2.700 1.950 - -

2. Rumah Tempat Tinggal a. Luas Kurang 1 3.150 2.250 1.550 600

usaha/Ruko 100 m2 b. Luas 100 m2 1 3.650 3.000 1.750 900 keatas 2 3.800 3.300 1.900 1.000 3 5.750 4.950 2.600 1.350 4 7.650 6.600 - - 5 dst 9.500 8.100 - - 1 dst 3.300 2.400 - -

3. Kantor a. Luas Kurang 1 2.550 2.000 1.600 600

(pemerintah) 100 m2 b. Luas 100 m2 1 3.250 2.150 1.800 700 keatas 2 3.450 2.850 1.950 800 3 4.250 3.500 2.950 1.100 4 5.575 4.675 - - 5dst 6.950 5.850 - - 1 dst 2.250 1.750 - -

4. Kantor a. Luas Kurang 1 6.000 4.600 1.650 800

(swasta) 100 m2 b. Luas 100 m2 1 6.400 4.950 1.850 900 Ke atas 2 6.600 5.100 1.950 1.000 3 7.800 6.150 3.000 1.500 4 9.100 7.200 - - 5 dst 10.900 8.250 - - 1 dst 5.200 3.250 - -

5. Perdagangan/ a. Luas Kurang 1 6.500 3.750 1.900 950

Pertokoan 100 m2 b. Luas 100 m2 1 6.800 4.200 2.100 1.050 Ke atas 2 6.950 4.500 2.250 1.150 3 8.100 6.750 3.100 1.650 4 9.600 9.000 - - 5 dst 11.100 9.900 - - 1 dst 4.050 3.300 - -

6. Industri Gudang, a. Luas Kurang 1 6.400 3.850 1.900 1.050

(26)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 b. Luas 100 m2 1 6.700 4.200 2.100 1.150 Ke atas 2 6.850 4.550 2.400 1.250 3 7.800 7.000 3.100 1.750 4 9.300 9.975 - - 5 dst 10.600 11.550 - - 1 dst 4.950 3.500 - -

7. Hotel/penginapan a. Luas Kurang 1 5.900 4.400 2.400 1.600

100 m2 b. Luas 100 m2 1 6.150 4.700 2.550 1.700 Ke atas 2 6.300 4.900 2.200 1.800 3 7.100 6.400 3.750 2.250 4 8.350 7.450 - - 5dst 9.400 8.150 - - 1 dst 4.550 3.450 - -

8. Fasilitas Sosial a. Luas Kurang 1 1.650 1.200 750 400

100 m2 b. Luas 100 m2 1 1.650 1.200 750 400 Ke atas 2 1.750 1.250 800 400 3 2.450 1.650 900 450 4 3.250 2.300 - 5dst 3.950 2.950 - - 1 dst 1.350 950 - - Pasal 80

(1) Terhadap IMB, struktur dan besarnya tarif didasarkan atas jenis bangunan dikalikan harga satuan retribusi permeter.

(2) Jenis bangunan dan harga satuan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:

Jenis Bangunan-bangunan Harga Satuan Retribusi

Pagar Pekarangan dan Tanggul/Turap Rp. 3.000,-/m2

Awning atau yang sejenis Rp. 900,-/m2

Perkerasan Tanpa Atap Rp. 400,-/m2

Kolam Renang Rp. 3.000,-/m2

Gapura/ Gardu jaga dengan luas maksimum 2 m2 Rp. 30.000,-/ Unit Selebihnya dihitung Rp. 3.000,-/m2 Pondasi Mesin (di luar bangunan) Rp. 30.000,-/ Unit

Selebihnya dihitung Rp. 5.000,-/m2

Dermaga, Steiger dan sejenisnya Rp. 4.500,-/ m2 Menara Penyimpanan Air 1 m2 Rp. 20.000,-/ Unit

(27)

Pasal 81

(1) Besarnya Retribusi IMB untuk bangunan jenis lainnya ditetapkan sebagai berikut : a. Tangki, cerobong asap, menara (tower) dan sejenisnya dihitung 1,5 % (satu

koma lima persen) dari anggaran biaya bangunan, waktu bangunan tersebut didirikan.

b. Galian/pemasangan pipa dan instalasi yang terletak di atas permukaan maupun di bawah permukaan tanah/perairan dihitung berdasarkan tarif yaitu Rp.5.000/M2 (lima ribu rupiah permeter persegi).

c. Dermaga, Steiger dan sejenisnya dihitung berdasarkan tarif sebesar Rp. 4500/ m2.

(2) Untuk retribusi mengubah bangunan, tarif retribusi ditetapkan berdasarkan luas lantai bangunan yang diubah dikalikan dengan indeks lokasi atau retribusi.

Paragraf Kedua

Izin Penggunaan Bangunan (IPB) Pasal 82

(1) Walikota memberikan Izin Penggunaan Bangunan sesuai dengan yang ditetapkan dalam IMB.

(2) Besarnya retribusi dihitung berdasarkan luas lantai bangunan dikalikan dengan harga satuan retribusi permeter persegim sebagaimana terinci dalam table berikut :

Peruntukan Bangunan Dispensasi Penggunaan Besarnya Retribusi

Sesuai IMB Bangunan (Rp./m2)

Toko Rumah Toko 500

Toko Kantor 400

Kantor Toko 600

Kantor Rumah Kantor 400

Rumah Tempat Tinggal Rumah Kantor 600

Ruko Kantor 600

Rumah Tempat Tinggal Rumah Tempat Tinggal 600 Usaha

Rumah Tempat Tinggal Rumah Toko 600

Ruko Rumah Tempat Tinggal 600

Ruko/RTT Usaha Walet 5000

Toko/Kantor/Rumah Wisma/Hotel/Penginapan

Tempat Tinggal/Ruko dan lain-lain 1000

(3) Izin Penggunaan Bangunan berlaku selama penggunaaan bangunan sesuai dengan izin.

(4) Pelaksanaan dari ketentuan pemberian Izin Penggunaan Bangunan akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Walikota.

(28)

Paragraph Ketiga

Surat Izin Bekerja Perencana (SIBP) Pasal 83

(1) Besarnya Retribusi Surat Izin Bekerja Perencana (SIBP) ditetapkan sebagai berikut :

No. Golongan Besarnya Biaya

1. Perencana Golongan A Rp. 600.000,- 2. Perencana Golongan B Rp. 500.000,- 3. Perencana Golongan C Rp. 400.000,-

(2) Surat Izin Bekerja Perencana yang dikeluarkan oleh Walikota berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.

(3) Pembayaran Retribusi Izin Bekerja Perencana dikenakan setiap tahun dari pembayaran retribusi, untuk tahun kedua seterusnya dikenakan sebesar 50 % (lima puluh perseratus) dari biaya masing–masing golongan.

Paragraph Keempat

Retribusi Pengukuran Situasi Bangunan Pasal 84

(1) Struktur dan besarnya tarif retribusi pengukuran situasi bangunan dihitung berdasarkan luas bangunan dikalikan dengan indeks lokasi dan harga satuan permeter persegi.

(2) Besarnya harga satuan permeter persegi sebagaimana dimaksud ayat (1), ditetapkan sebagai berikut :

b. Harga Satuan Permeter Persegi Retribusi Pengukuran Situasi Bangunan (Rp./M2 Luas Lantai Bangunan)

No. JENIS LUAS BANYAKNYA BANYAKNYA PERMANEN SEMI

URUT BANGUNAN BANGUNAN LANTAI BASEMEN MEWAH

PERMANEN

PERMANEN

DARURAT

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1. Rumah Tempat Tinggal a. Luas Kurang 1 125 100 75 50

(perorangan) 100 m2 b. Luas 100 m2 1 160 125 100 75 Keatas 2 175 150 125 100 3 200 175 150 125 4 250 200 - - 5 dst 350 250 - - 1 dst 150 275 - -

2. Rumah Tempat Tinggal a. Luas Kurang 1 175 125 75 50

(usaha) 100 m2 b. Luas 100 m2 1 200 150 100 75 Keatas 2 225 175 125 100 3 325 225 150 125 4 425 325 - - 5 dst 450 400 - - 1 dst 175 125 - -

(29)

1 2 3 4 5 6 7 8 9

3. Kantor a. Luas Kurang 1 175 125 75 50

(pemerintah) 100 m2 b. Luas 100 m2 1 200 150 100 75 Keatas 2 275 200 125 100 3 350 275 150 125 4 450 325 - - 5dst 475 350 - - 1 dst 175 125 - -

4. Kantor a. Luas Kurang 1 225 175 100 75

(swasta) 100 m2 b. Luas 100 m2 1 250 200 125 100 Keatas 2 275 275 150 125 3 375 300 175 150 4 500 375 - - 5 dst 625 475 - - 1 dst 200 150 - -

5. Perdagangan/ a. Luas Kurang 1 250 100 75

Pertokoan 100 m2 b. Luas 100 m2 1 275 125 100 Keatas 2 300 150 125 3 425 175 150 4 575 - - 5 dst 700 - - 1 dst 225 - -

6. Industri/Gudang a. Luas Kurang 1 225 175 100 50

100 m2 b. Luas 100 m2 1 250 200 125 75 Keatas 2 300 275 150 100 3 425 350 175 125 4 575 450 - - 5dst 700 500 - - 1 dst 225 175 - -

7. Hotel/Penginapan/ a. Luas Kurang 1 250 200 125 50

Wisma 100 m2 b. Luas 100 m2 1 275 225 125 75 Keatas 2 350 300 150 100 3 450 375 175 125 4 600 475 - - 5dst 725 550 - - 1 dst 250 200 - -

8. Fasilitas Sosial a. Luas Kurang 1 125 100 75 50

100 m2 b. Luas 100 m2 1 125 100 50 50 Keatas 2 150 125 75 100 3 200 150 100 125 4 250 175 - - 5dst 275 200 - - 1 dst 100 75 - -

(30)

Paragraph Kelima

Balik Nama dan Pemecahan Izin Pasal 85

Besarnya retribusi pelayanan administrasi perizinan sebagaimana dikenakan :

a. Setiap balik nama atas izin yang telah dikeluarkan dikenakan sebesar 5% (lima perseratus) dari retribusi mendirikan bangunan sekurang-kurangnya Rp. 20.000,- (dua puluh ribu rupiah).

b. Setiap pemecahan izin atas izin yang telah dikeluarkan dikenakan sebesar 5%(lima perseratus) dari retribusi mendirikan bangunan sekurang-kurangnya Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah).

Paragraph Keenam Biaya Administrasi dan Survey

Pasal 86

(1) Selain retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78, setiap pelayanan pemberian izin dikenakan biaya administrasi dan survey.

(2) Besarnya biaya administrasi dan survey sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Walikota.

Paragraph Ketujuh Pemutihan IMB

Pasal 87

(1) Bangunan yang didirikan dan atau telah selesai seluruhnya sebelum Peraturan Daerah ini serta telah dimanfaatkan yang tidak/belum meminta izin bangunan dan tidak bertentangan dengan RUTRK Kota Dumai dapat mengadakan atau diadakan pemutihan atas penyelesaian izizn IMB menurut Peraturan Daerah ini.

(2) Pembayaran Retribusi pemutihan dihitung berdasarkan penyusutan bangunan ditentukan 2% (dua perseratus) pertahun, penyusutan maksimal 30% (tiga puluh perseratus).

Paragaraph Kedelapan

Kegiatan Membangun Yang Tidak Dikenakan Retribusi Pasal 88

Kegiatan membangun yang tidak dikenakan retribusi adalah :

a. Pekerjaan yang termasuk dalam pemeliharaan dan perawatan bangunan yang bersifat biasa;

b. Mendirikan kandang pemeliharaan binatang atau bangunan-bangunan di halaman belakang dan isinyatidak lebih dari 12 (dua belas) meter kubik;

c. Perbaikan-perbaikan kecil yang ditentukan oleh Walikota; d. Mendirikan bangunan tempat peribadatan;

e. Mendirikan bangunan-bangunanyang bersifat sosial seperti Yayasan Pendidikan Anak Cacat, rumah buta tuli, rumaah peristirahatan orang jompo, panti asuhan yang dikelola oleh Pemerintah.

(31)

Bagian Keempat

Wilayah Pemungutan

Pasal 89

Wilayah pemungutan retribusi adalah Kota Dumai.

Bagian Kelima

Masa Retribusi dan Saat Retribusi Terutang

Pasal 90

Masa retribusi pelayanan izin bangunan ditetapkan oleh Walikota.

Pasal 91

(1) Saat Retribusi terutang adalah pada saat ditetapkannya SKRD atau Dokumen lainnya yang dipersamakan.

(2) Setiap wajib retribusi harus membayar retribusi yang terhutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Ketetapan Retribusi dan menyetorkan langsung ke kas Daerah Kota Dumai.

Pasal 92

Surat pemberitahuan ketetapan retribusi dan denda merupakan dasar penagihan retribusi.

Bagian Keenam

Surat Pendaftaran

Pasal 93

(1) Wajib retribusi wajib mengisi SPTRD.

(2) SPTRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditanda tangani oleh wajib retribusi atau kuasanya.

(3) Bentuk, ini serta tata cara pengisian dan penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Walikota.

Bagian Ketujuh

Penetapan Retribusi

Pasal 94

(1) Berdasarkan SPTRD ditetapkan retribusi terutang dengan penerbitan SKRD atau dokumen lainnya atau yang dipersamakan.

(2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah retribusi yang terutang, maka dikeluarkan SKRDKBT.

(32)

(3) Bentuk, isi dan tata cara penerbitan SKRD atau dokumen lainnya yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan SKRDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Walikota.

Bagian Kedelapan

Tata Cara Pemungutan

Pasal 95

(1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan.

(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dengan cara pemungutan dalam bentuk lain yang ditetapkan dengan Keputusan Walikota.

Bagian Kesembilan

Tata Cara Pembayaran

Pasal 96

(1) Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus.

(2) Retribusi yang terutang dilunasi selambat lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lainnya yang dipersamakan, SKRDBT dan STR. (3) Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran retribusi diatur dengan

Keputusan Walikota.

Bagian Kesepuluh

Tata Cara Penagihan

Pasal 97

(1) Retribusi terutang berdasarkan SKRD atau dokumen lainnya yang dipersamakan, SKRDKBT, STRD dan surat keputusan keberatan yang menyebabkan jumlah retribusi yang harus dibayar bertambah, yang tidak atau kurang dibayar oleh wajib retribusi dapat ditagih melalui Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN ). (2) Penagihan retribusi melalui BUPLN dilaksanakan berdasarkan peraturan

perudang-undangan yang berlaku.

Bagian Kesebelas

Keberatan

Pasal 98

(1) Wajib retribusi dapat mengajukan keberatan terhadap ketetapan retribusi dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sejak tanggal dikeluarkannya surat pemberitahuan ketetapan retribusi.

(33)

(3) Dalam hal wajib retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan retribusi, wajib retribusi harus dapat membuktikan ketidak benaran ketetapan retribusi tersebut. (4) Keberatan yang harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak

tanggal SKRD atau dokumen lainnya yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB diterbitkan, kecuali apabila wajib retribusi tertentu dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.

(5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.

(6) Kewajiban untuk membayar retribusi tidak tertunda dengan diajukannya surat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini.

Pasal 99

(1) Walikota menetapkan keputusan atas keberatan yang diajukan setelah memperoleh pertimbangan dan saran dari Kepala Dinas.

(2) Walikota dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.

(3) Keputusan Walikota atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebahagian, menolak, atau menambah besarnya retribusi yang terutang.

(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah lewat dan Walikota tidak memberikan suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.

Bagian Keduabelas

Pengembalian Kelebihan Pembayaran

Pasal 100

(1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Walikota.

(2) Walikota Dumai dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Walikota Dumai tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.

(4) Apabila wajib retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut.

(5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.

Referensi

Dokumen terkait

(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (2) dilampaui Walikota atau Pejabat yang berwenang tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan

(2) Untuk melaksanakan, tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, Dinas Penanaman Modal mempunyai fungsi :.. Merumuskan kebijakan teknis di bidang

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi Kawasan Ruang Terbuka Non Hijau jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diarahkan dengan ketentuan:b. kegiatan yang

(3) Penyelenggaraan fasilitas Parkir di luar Ruang Milik Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan perhitungan kebutuhan tempat parkir yang direkomendasikan

(2) Sistem pengelolaan air limbah tidak sesuai dengan standar teknis yang berlakusebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kondisi dimana pengelolaan air limbah pada

(2) Dalam hal belum dapat dilakukan perbaikan Jalan yang rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara Jalan wajib memberi tanda atau rambu pada Jalan

(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan keberatan atas SKRD dan STRD, permohonan keberatan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini harus disampaikan secara tertulis

(2) Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa tindakan skorsing kepada pekerja/ buruh yang sedang dalam proses