• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA TOKOH YAN DALAM FILM SEBELUM PAGI TERULANG KEMBALI (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce) - FISIP Untirta Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "REPRESENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA TOKOH YAN DALAM FILM SEBELUM PAGI TERULANG KEMBALI (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce) - FISIP Untirta Repository"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

(Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Konsentrasi Jurnalistik

Program Studi Ilmu Komunikasi

Disusun oleh : INGE YULISTIA DEWI

6662 111485

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)
(3)
(4)
(5)

“Man Jadda WaJada”

Siapa yang bersungguh-sungguh, maka akan berhasil

“Hasil tidak akan pernah mengkhianati sebuah proses, jika hasil

tidak sesuai dengan yang diharapkan, coba dilihat lagi apa proses

yang dijalani sudah sesuai, jika iya anggap saja itu ujian iman

dari-Nya., Ikhlas dan bersabarlah”

Kupersembahkan Skripsi yang

penuh dengan perjuangan ini

untuk kedua Orang Tuaku,

Kakak dan Adikku, dan mereka

yang telah memberikan kasih

sayang, dukungan, serta

(6)

Kembali (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce). Program Studi Ilmu Komunikasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 2015. Mia Dwianna W. S.Sos., M.Ikom; Puspita Asri Praceka, S.Sos., M.Ikom.

Latar belakang masalah penelitian ini adalah krisis moral yang terjadi saat ini yang diakibatkan lemahnya nilai-nilai pendidikan karakter. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui representasi nilai-nilai pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali. Film merupakan bagian dari komunikasi massa yang dilengkapi dengan audio dan visual. Film Sebelum Pagi Terulang Kembali merupakan film yang mengusung tema korupsi, salah satu problematika yang diakibatkan lemahnya pendidikan karakter. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan paradigma konstruktivis. Penelitian ini menggunakan teori konstruksi sosial emosi untuk melihat karakter sesorang dan dianalisis menggunakan model semiotika Peirce yang terdiri atas sign, object, dan interpretant. Unit analisis yang dipilih merupakan adegan-adegan yang diperankan oleh Yan yang dianggap merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter didukung dengan element yang terdapat dalam film. Hasil penelitian menunjukkan sign dalam film ini berupa perilaku tanggung jawab, jujur, kerja keras dan peduli sosial yang ditunjukkan oleh Yan, objectnya adalah tokoh yaitu Yan yang didukung dengan ekpresi atau mimik wajah dan juga gestur tubuh yang diperlihatkan olehnya diadegan yang ia perankan, dan interpretant dalam penelitian ini adalah perilaku yang ditunjukkan oleh sosok Yan menggambarkan karakter tanggung jawab, jujur, kerja keras dan peduli sosial. Penelitian ini menyimpulkan bahwa tokoh Yan merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali yang muncul dalam bentuk sikap, perilaku dan dialognya. Nilai-nilai karakter-karakter yang ditemukan antara lain, tanggung jawab, peduli sosial, kerja keras, dan jujur.

(7)

The Faculty of Social and Political Science. Sultan Agung Tirtayasa University. 2015. Mia Dwianna W. S. Sos., M.Ikom; Puspita Asri Praceka, S. Sos., M.Ikom. background of the problem of this research is a moral crisis that is happening today because weakness of values of character education built. The purpose of this research to determine the representation of the values of character education on figure Yan in film Sebelum Pagi Terulang Kembali. Film is part of mass communication which is equipped with audio and visual. Film Sebelum Terulang Kembali is a film with corruption theme, one result of the lack of character education. The method used is qualitative and constructivist paradigm. This research uses the theory of social construction of emotion to see the character of someone and analyzed using a model semiotics Peirce's consisting of sign, object, and interpretant. The unit of analysis is selected from the scenes that played by Yan and considered to represent the values of character education is supported by the elements contained in the film. The results showed ‘sign’ at the film in the form of behavior that responsibility, honesty, hard work and social care shown by Yan, 'object' is a figure that is Yan supported by facial expressions and bodily gestures shown by him at the scene that he played, and interpretant in this research is the behavior shown by the figure Yan described the character of responsibility, honesty, hard work and social care. Conclution from this research is figure Yan represents the values of character education in the film sebelum pagi terulang kembali and appearing in the form of attitudes, behavior and dialogue. The values of characters are found, among others, responsibility, social care, hard working, and honest.

(8)

hentinya mencurahkan kasih dan rahmatNya kepada penulis sehingga dapat menyusun skripsi ini sampai selesai. Tak lupa pula shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang setia sampai akhir zaman.

Skripsi berjudul “Representasi Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Film Sebelum Pagi Terulang Kembali (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce)” ini, penulis buat dengan segenap niat, usaha dan kemampuan untuk menyelesaikan jenjang pendidikan strata satu. Adapun skripsi ini mengangkat makna tanda dalam sebuah film dengan menggunakan model semiotika yang merupakan salah satu bidang kajian ilmu komunikasi.

Selesainya pengerjaan skripsi ini, penulis rasakan sebagai sebuah hal yang patut disyukuri, terlebih dengan berbagai proses yang penulis lalui. Proses-proses itulah yang memberikan pembelajaran dan pengalaman yang amat berharga untuk penulis.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih, kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi ini:

1. Prof. Sholeh Hidayat, M.Pd selaku Rektor UNTIRTA beserta seluruh jajarannya.

(9)

Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan Bidang Keuangan FISIP UNTIRTA Mia Dwianna W, S.Sos., M.IKom., dan Wakil Bidang Kemahasiswaan FISIP Untirta Ismanto, S.Sos., M.M.

4. Neka Fitriyah, S.Sos., M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi 5. Puspita Asri Praceka, S.Sos., M.IKom selaku Sekretaris Jurusan Program

Studi Ilmu Komunikasi dan juga dosen pembimbing II yang telah memberikan arahan, motivasi dan dukungannya selama penulis mengerjakan skripsi

6. Mia Dwianna, S.Sos., M.IKom selaku dosen pembimbing I yang juga telah memberikan arahan, support dan motivasi kepada penulis untuk segera menyelesaikan penelitian ini

7. Ayahanda M. Sayuti dan Ibunda Rofiatul Himah yang senantiasa tidak pernah lelah mendoakan dan mensupport putrinya agar selalu semangat kuliah dan mengerjakan tugas-tugas dan tanggung jawabnya. Serta selalu menjadi inspirasi dan semangat peneliti dalam menjalani itu semua

8. Dua jagoan penulis, Anggha Rovika dan Aldo Ali Muhammed yang senantiasa menjadi kakak dan adik penulis terimakasih atas segala doa, motivasi dan support nya

9. Bapak Ibu dosen Ilmu Komunikasi UNTIRTA terimakasih atas segala ilmu yang telah diberikan

(10)

11.Kakak-kakak kesayangan Mba ami, Teh Ninis, Teh Dian, Teh Evita, Aday, A anas, Ka aim, Jaro terimakasih atas segala bimbingan dan ilmunya selama ini

12.Bang Taro yang telah memberikan referensi buku yang amat berguna untuk penelitian ini

13.Teman seperjuangan Husnul, Mala, Lia, Cipong, Tumieq, Cumel, Acut, Veny, Danti, Sisil, Risda, Lupeh, Tata, Diana, Reni, Yuda, Eki, Anton, Budy, Beny. terimakasih telah menemani dalam susah, senang, galau, dan mau berproses bersama sampai pada akhirnya skripsi ini pun selesai tapi semoga pertemanan kita belum dan tidak akan pernah selesai

14.Segenap kawan-kawan Ilmu Komunikasi UNTIRTA, kakak-kakak tingkat, adik-adik tingkat dan khususnya angkatan 2011 thanks for all memories and keep fight and keep on growth!

15.Keluarga BEM FISIP HARMONI, KBM FISIP 2014 (HIMAKOM, HIMANE, FOSMAI, ORANGE, DPM FISIP) terimakasih atas kerja sama, kerja keras dan kerja luar biasa selama masa kepengurusan

16.Keluarga IMIKI PPT UNTIRTA, UMC, KeMANGTEER Serang, dan UTv terimakasih untuk segala ilmu, pengalaman dan pembelajaran serta terimakasih telah dan pernah menjadi wadah untuk penulis berproses selama masa kuliah

(11)

18.Dan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dan tak bisa penulis sebutkan satu-persatu

Akhir kata, kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Kesalahan yang terdapat dalam pembuatan skripsi ini mutlak milik penulis. Penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna bagi penulis sendiri dan juga bagi mahasiswa di Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan dapat menambah referensi bagi yang membutuhkan. Penulis juga tidak menutup saran dan kritik yang membangun untuk kemajuan penulis dikehidupan mendatang. Semoga kita semua tidak pernah bosan untuk terus berkembang bersama proses dengan segenap keikhlasan. Aamiin.

Serang, Juli 2015

Inge Yulistia Dewi

(12)

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Identifikasi Masalah ... 8

1.4 Tujuan Penelitian ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

1.5.1 Manfaat Akademis ... 9

1.5.2 Manfaat Praktis ... 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Komunikasi Massa ... 10

2.2 Film Sebagai Media Massa ... 12

2.3 Representasi ... 16

2.4 Nilai-nilai Pendidikan Karakter ... 19

2.5 Teori Konstruksi Sosial Emosi ... 25

2.6. Semiotika Charles Sanders Peirce... 28

2.6 Kerangka Berpikir ... 31

2.7 Penelitian Terdahulu ... 32

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 36

(13)

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 39

3.6 Teknik Analisis Data ... 41

3.7 Triangulasi Data Penelitian ... 44

3.8 Jadwal Penelitian ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 47

4.1 Gambaran Objek Penelitian ... 47

4.1.1 Deskripsi Film ... 47

4.1.2 Tokoh Yan... 50

4.2 Deskripsi dan Anaslisis Data Penelitian ... 52

4.3 Pembahasan ... 83

BAB V PENUTUP ... 89

5.1 Kesimpulan ... 89

5.2 Saran... 89

5.2.1 Akademis ... 90

5.2.2 Praktis ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... ix LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

(14)

Tabel 3.1 Tabel Analisis Data ... 44

Tabel 3.2 Jadwal Penelitian... 46

Tabel 4.1 Tabel Scene Rapat Proyek Muara Tanjung ... 52

Tabel 4.2 Tabel Analisis Scene Rapat Proyek Muara Tanjung ... 54

Tabel 4.3 Tabel Scene Yan Mengundurkan Diri ... 58

Tabel 4.4 Tabel Scene Ruang Kerja Yan di Rumah ... 62

Tabel 4.5 Tabel Analisis Scene Ruang Kerja Yan di Rumah ... 63

Tabel 4.6 Tabel Scene Ruang Kerja Yan di Kantor ... 67

Tabel 4.7 Tabel Analisis Scene Ruang Kerja Yan di Kantor ... 70

Tabel 4.8 Tabel Scene Tangga Kantor ... 75

Tabel 4.9 Tabel Scene Garasi Rumah Yan ... 78

Tabel 4.10 Tabel Analisis Scene Garasi Rumah Yan ... 80

(15)

viii

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Representasi menurut Wibowo (2011:122) merupakan proses merekam ide, pengetahuan atau pesan dalam beberapa cara fisik. Representasi menurut Danesi masih dalam Wibowo didefinisikan sebagai penggunaan tanda (gambar, bunyi, dan lain-lain) untuk menghubungkan, menggambarkan, memotret, atau memproduksi sesuatu yang dilihat, diindera, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik tertentu.

Dilihat dari pengertian tersebut, peneliti berasumsi bahwa produk dari representasi dapat berupa film. Film dapat menjadi bentuk fisik dalam penyampaian pesan. Di sebuah film lah pesan -pesan disampaikan menggunakan tanda berupa gambar, bunyi dan lain-lain.

Banyak hal yang dapat direpresentasikan melalui sebuah tanda dalam sebuah media. Hal-hal yang berangkat dari kehidupan nyata yang kemudian coba dikonstruksikan dalam sebuah media misalnya melalui film. Contohnya mengenai nilai-nilai pendidikan karakter yang coba direpresentasikan dalam sebuah film.

Karakter merupakan hal dasar yang melekat pada setiap individu. Menurut Lickona dalam Zubaedi (2011:29) karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knowing), sikap moral (moral feeling), dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen ini dinyatakan bahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik dan melakukan

(17)

perbuatan kebaikan. Sehingga peneliti mengasumsikan bahwa individu yang memiliki karakter baik pastilah memiliki moral dan budi pekerti yang baik.

Arus modernisasi yang terjadi saat ini membuat perubahan dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satunya perubahan dalam segi moral. Peneliti melihat realita yang terjadi dari pemberitaan dimedia bahwa bangsa ini sedang mengalami krisis moral. Krisis moral yang dimaksud diantaranya banyaknya remaja yang terjebak pergaulan bebas sampai pada melakukan sex bebas dan penggunaan obat-obat terlarang. Belum lagi tawuran yang melibatkan siswa sekolah. Bukan hanya dikalangan remaja, krisis moral ini juga terjadi pada kalangan dewasa, dapat dilihat dilayar televisi begitu banyaknya pejabat pemerintahan yang terkena kasus korupsi sehingga merugikan negara yang berdampak ke berbagai sektor salahsatunya adalah kemiskinan.

(18)

Creasy dalam Zubaedi (2011:18) mengartikan pendidikan karakter sebagai upaya mendorong peserta didik tumbuh dan berkembang dengan kompetensi berpikir dan berpegang teguh pada prinsip-prinsip moral dalam hidupnya serta mempunyai keberanian melakukan yang ‘benar’ meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan.

Suyadi (2013: 7-9) memaparkan bahwa Kementrian Pendidikan Nasional telah merumuskan 18 nilai karakter yang akan ditanamkan dalam diri peserta didik sebagai upaya membangun karakter bangsa. Dalam buku Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa yang disusun melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum pada tahun 2010, 18 nilai karakter tersebut yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan atau nasionalisme, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.

(19)

nilai karakter, yakni jujur. Jadi, nilai inti karakter adalah kejujuran itu sendiri, bukan pada anti korupsi atau kantin kejujuran.

Zubaedi (2011:106) Proses pendidikan karakter tidak hanya melalui kelas-kelas formal seperti sekolah namun juga dapat dilakukan secara non-formal. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan karakter dapat dilakukan melalui media lain seperti media massa misalnya. Media televisi yang merupakan salah satu media massa elektronik dapapt menyajikan acara-acara yang bermutu guna mengedukasi khalayak yang melihatnya. Menurut hasil penelitian American Psychological Association (APA) pada tahun 1995 terungkap bahwa tayangan yang bermutu akan mempengaruhi seseorang untuk berprilaku baik. Adapun tayangan yang kurang bermutu akan mempengaruhi seseorang untuk berprilaku buruk. Bahkan penelitian ini menyimpulkan, bahwa hampir semua perilaku buruk yang dilakukan orang adalah hasil pelajaran yang mereka terima dari media semenjak usia anak-anak.

Kemudian Zubaedi (2011:177) mengemukakan media massa perlu berfungsi sebagai instrumen pendidikan yang memiliki unsur cultural of power dalam membangun masyarakat yang berkarakter karena efek media massa sangat kuat dalam membentuk pola pikir dan pola perilaku masyarakat. Prinsip-prinsip dalam pendidikan karakter perlu diinternalisasikan dalam program-program yang ditanyakan oleh media massa, sebagai bentuk tanggung jawab bersama dalam mengatasi krisis karakter bangsa.

(20)

komunikasi massa ini mampu untuk menarik perhatian sehingga film dapat mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan yang dibawanya. Sebuah film dapat mempengaruhi psikologis seorang, jika film tersebut sedih maka khalayak yang menontonnya akan merasa sedih pula bahkan menangis. Begitu juga jika film tersebut bahagia maka khalayak yang menontonnya pun akan turut bahagia. Selain itu dari sebuah film penonton bisa mencontoh suatu hal seperti fashion, contohnya pakaian yang dikenakan oleh tokoh dalam sebuah film dapat membuat penonton ingin memiliki pakaian yang serupa dengan tokoh tersebut.

Film merupakan media presentasi yang lengkap, disajikan dengan bentuk audio maupun visual. Dalam film sebuah gambar, garis, simbol, suara dan gerakan mempunyai makna tertentu. Makna-makna tersebutlah yang diharapkan akan menimbulkan efek yang diharapkan. Bukan hanya sebagai media hiburan, film juga dapat dijadikan sebagai media pembelajaran. Film yang baik adalah film yang juga mempunyai unsur edukasi didalamnya.

Di Indonesia tiap tahunnya banyak film-film yang bermunculan. Namun hanya sedikit yang berkualitas. Seperti pernyataan aktor senior Slamet Rahardjo, menurutnya film yang berkualitas di Indonesia kurang dari lima tiap tahunnya. Selain itu menurutnya tayangan televisi saat ini pendekatannya lebih ke sensasi. Pola pikir masyarakat dibentuk dengan sesuatu yang sensasional, bukan tontonan yang cerdas dari sisi esensi1. Misalnya bisa kita lihat film horor yang lebih banyak mempertontonkan adegan vulgar daripada adegan seram sehingga cerita       

1 

(21)

horor menjadi bias, belum lagi dengan pemeran yang memakai pakaian-pakaian seksi. Namun bukan berarti tidak ada film yang memiliki unsur edukasi atau pendidikan. Seperti Film berjudul ‘Laskar Pelangi’ yang layak ditonton karena bercerita mengenai anak-anak yang memiliki keterbatasan keadaan namun tetap memiliki motivasi belajar yang tinggi untuk meraih mimpi mereka. Kemudian film ‘Kita vs Korupsi’ yang merupakan film omnibus untuk menggambarkan bahwa tindak korupsi dekat dengan kehidupan sehari-hari. Selanjutnya pada tahun 2014 lalu rilis sebuah film yang berjudul Sebelum Pagi Terulang Kembali, Film ini bercerita mengenai keluarga yang pada awalnya harmonis kemudian hancur seketika karena praktik korupsi. Film ini mengajarkan bahwa korupsi merupakan suatu hal yang salah dan berdampak buruk.

Film Sebelum Pagi Terulang Kembali atau biasa disingkat SPTK mendapatkan penghargaan dari Apresiasi Film Indonesia 2014 sebagai film cerita panjang bioskop ini, berusaha mengajak khalayak untuk tidak terlibat dalam tindak korupsi. Peneliti melihat film ini merupakan film yang edukatif dan layak untuk ditonton. Dengan mengambil tema korupsi, film ini mencoba menkontruksikan realitas yang terjadi dalam kehidupan bangsa Indonesia saat ini. Adanya praktek korupsi yang terjadi dikalangan pemerintahan bahkan sampai pemanfaatan kedekatan hubungan emosional. Selain itu korupsi merupakan salah satu dampak dari krisis moral yang terjadi saat ini.

(22)

tiap individunya. Film ini mengajarkan kita untuk jujur dan berani menghadapi resiko dari pilihan yang telah kita ambil. Sosok Yan yang merupakan seorang ayah yang memilki karakter yang jujur ingin mengajari anak-anaknya untuk bersikap jujur pula. Bukan hanya Yan namun juga karakter tiap individu dalam film ini dapat menjadi sebuah pelajaran dalam kehidupan nyata.

Dari masalah yang telah peneliti uraikan, peneliti akan memilih film ini untuk diteliti lebih mendalam. Peneliti melihat ada pesan yang tersembunyi mengenai nilai-nilai pendidikan karakter untuk orang yang menonton film ini. Nilai-nilai pendidikan karakter dalam sebuah film tidak diperlihatkan secara langsung dan jelas sehingga harus direpresentasikan. Peneliti akan menggunakan analisis semiotika, karena semiotika merupakan suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji sebuah tanda. Peneliti mencoba memahami setiap makna tanda pada tiap scene-scene dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali yang menggambarkan nilai-nilai pendidikan karakter.

Dari latar belakang masalah yang telah peneliti uraikan, maka peneliti memilih judul “Representasi nilai-nilai pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali” untuk diteliti menggunakan analisis semiotika Charles Sanders Peirce.

1.2. Rumusan Masalah

(23)

pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali?”

1.3. Identifikasi Masalah

Dari rumusan masalah diatas maka identifikasi masalah penelitian ini adalah sebagai berikut,

1. Bagaimana Sign merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali?

2. Bagaimana Object merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali?

3. Bagaimana interpretant merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali?

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan maka tujuan adanya penelitian ini adalah untuk,

1. Menjelaskan sign dalam merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali.

(24)

3. Menjelaskan interpretant dalam merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yang baik dalam hal akademis maupun praktis. Manfaat penelitian ini adalah ;

1.5.1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam perkembangan kajian mengenai media, khusunya komunikasi massa. Selain itu diharapkan penelitian ini dapat memberikan pandangan baru dalam kajian ilmu komunikasi khususnya mengenai film, terutama jika dilihat dari analisis semiotika.

1.5.2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi dan juga dapat memberikan masukan bagi para penggiat film dalam merepresentasikan permasalahan sosial melalui sebuah film dan membuat film yang berkualitas. Begitupun untuk masyarakat bahwa film dapat menjadi media pembelajaran atau pendidikan sehingga masyarakat lebih jeli dalam memilih film yang berkualitas.

(25)

2.1. Komunikasi Massa

Effendy dalam bukunya ilmu, teori dan filsafat komunikasi (2005:42) mengemukakan bahwa Komunikasi merupakan suatu elemen yang penting dalam kehidupan karena berkaitan dengan interaksi antar individu. Tentunya tanpa ada komunikasi tidak akan terjadi interaksi. Namun konteks komunikasi bukan hanya terjadi pada individu antar individu tapi juga kelompok, organisasi ataupun media massa. Istilah komunikasi dalam bahasa Inggris dikenal dengan Communication yang berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah satu makna. Jadi, jika dua orang terlibat dalam komunikasi maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dikomunikasikan, yakni baik si penerima maupun si pengirim sepaham dari suatu pesan tertentu. 

Komunikasi Massa menurut Nurudin (2004:1) adalah studi ilmiah tentang media massa beserta pesan yang dihasilkan, pembaca atau pendengar atau penonton yang akan coba diraihnya dan efeknya terhadap mereka.

Joseph A. Devito dalam bukunya, Communicology : An Introduction To The Study of Communication yang dikutip oleh (Nurudin, 2011:11), memberikan defenisinya mengenai komunikasi massa yakni sebagai berikut :

“First, mass communication is communication addressed to the masses, to an extremely large audience. This does not mean that the audience includes all people or everyone who reads or everyone who watches television; rather it means an audience that is large and generally

(26)

rather poorly defined. Second, mass communication is communication mediated by audio and/or visual transmitters. Mass communication is perhaps most easily and most logically defined by its forms: television, radio, newspaper, magazines, films, books, and tapes.”

Jika diartikan maka, pertama komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini berarti bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar untuk didefenisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefenisikan menurut bentuknya: televisi, radio, surat kabar, majalah, dan film).

Dalam Ardianto (2004:6-12) menyebutkan bahwa komunikasi massa dapat dijelaskan melalui beberapa karakterisitik yakni, 1). Komunikator dalam komunikasi massa merupakan komunikator yang terlembagakan, 2). Pesan bersifat umum, 3). Komunikan bersifat anonim dan heterogen, 4). Media massa menimbulkan keserempakan, 5). Komunikasi mengutamakan isi ketimbang hubungan, 6). Komunikasi massa bersifat satu arah, 7). Stimulasi alat indera terbatas, 8). Umpan Balik Tertunda (Delayed) dan Tidak Langsung (Indirect).

(27)

massa yang bersangkutan sesuai dengan kepentingannya, 2). Fungsi Pendidikan, media massa merupakan sarana pendidikan bagi khalayaknya (mass education). Cara mendidik yang dilakukan media massa adalah melalui pengajaran nilai, etika, serta aturan-aturan yang berlaku kepada pemirsa atau pembaca. Media massa dapat melakukannya melalui drama, cerita,diskusi dan artikel, 3). Fungsi Mempengaruhi, Fungsi mempengaruhi dari media massa secara implisit terdapat pada tajuk/editorial, features, iklan, artikel, dan sebagainya. Khalayak dapat terpengaruh oleh iklan-iklan yang ditayangkan televisi ataupun surat kabar.

Komunikasi massa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah komunikasi melalui media film. Film yang merupakan media massa yang juga terlembagakan serta pesan disampaikannya bersifat umum. Komunikasi massa melalui media sebuah film dapat memberikan informasi, memberikan pendidikan dan pada akhirnya akan mempengaruhi khalayak.

2.2. Film Sebagai Media Massa

(28)

komunikasi massa lainnya, film dapat digunakan dengan berbagai fungsi seperti hiburan, penerangan, pendidikan, bahkan sebagai alat kontrol sosial.

Dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 8 tahun 1992 Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan atau lainnya.

Ardianto (2004:145) Seperti halnya televisi siaran, tujuan khalayak menonton film terutama adalah ingin memperoleh hiburan. Akan tetapi dalam film dapat terkandung fungsi informatif maupun edukatif, bahkan persuasif.

Kelebihan film yang menyajikan informasi dalam bentuk audio dan visual menjadikan film lebih dirasa efektif dalam menyampaikan pesan kepada khalayak. Namun bukan berarti film tidak memiliki kekurangan, pemaknaan sebuah film dapat menjadi multitafsir, diperlukan analisa tersendiri untuk memahami unsur-unsur semiotik yang ditampilkan dalam film.

(29)

pribadinya dengan salah satu peran yang ada dalam film tersebut. Karena film merupakan media komunikasi massa yang dirasa cukup ampuh dalam mempengaruhi penontonnya maka film pun dijadikan media pembelajaran atau alat bantu untuk memberikan penjelasan.

Film dapat mempengaruhi pandangan khalayak yang menontonnya. Seorang pembuat film pastilah memiliki tujuan untuk apa film itu dibuat atau pesan apa yang akan disampaikan pada khalayak. Setiap film dibuat mempunyai pesan tersendiri. Misalnya dalam film laskar pelangi yang menceritakan anak anak yang berjuang untuk pendidikan di pelosok negeri ini hingga sukses. Memiliki pesan untuk tidak mudah menyerah dan keterbatasan bukan merupakan suatu kekurangan. Begitupun film lainnya pastilah memilki pesan-pesan tersendiri yang ingin disampaikan ke masyarakat.

Menurut Effendy (2005:209) Film adalah medium komunikasi massa yang ampuh sekali bukan saja untuk hiburan tetapi juga untuk penerangan dan pendidikan. Bahkan film sendiri banyak yang berfungsi sebagai medium penerangan dan pendidikan secara penuh, artinya bukan sebagai alat pembantu dan juga tidak perlu dibantu dengan penjelasan. Melainkan medium penerangan dan pendidikan yang komplit.

(30)

Pratista dalam bukunya Memahami Film (2008:1) mengatakan bahwa film memiliki dua unsur pembentuk yakni; unsur naratif (bahan atau materi yang akan diolah) dan unsur sinematik (cara atau gaya untuk mengolahnya). Film memiliki struktur yang terdiri atas; 1). Shot (proses pengambilan atau perekaman gambar); 2). Scene adalah sekumpulan shot berupa satu segmen pendek dari keseluruhan cerita dan terikat oleh ruang, waktu, isi cerita, tema, karakter, atau motif; 3). Sequence merupakan satu segmen besar yang memperlihatkan satu rangkaian peristiwa utuh. Satu sequence terdiri atas beberapa scene yang saling berhubungan.

Elemen pokok dalam unsur naratif untuk membantu berjalannya sebuah alur cerita adalah; 1). Pelaku cerita yang merupakan motivator utama yang menjalankan alur cerita, 2). Permasalahan atau konflik, 3). Tujuan yang ingin dicapai pelaku cerita (Pratista, 2008:44).

(31)

Sumarno dalam Mudjiono (2011:133-135) menyebutkan jenis-jenis film yang dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Teatrical Film (Film Teatrikal)

Film teatrikal disebut juga film cerita, merupakan ungkapan cerita yang dimainkan oleh manusia dengan unsur dramatis dan memiliki unsur yang kuat terhadap emosi penonton. Cerita dengan unsur dramatis ini dijabarkan dengan berbagai tema. Lewat tema inilah film teatrikal digolongkan beberapa jenis yakni Film Aksi (Action Film), Film Spikodrama, Film Komedi, dan Film Musik.

2. Non-teatrical

Film jenis ini merupakan film yang diproduksi dengan memanfaatkan realitas asli, dan tidak bersifat fiktif. Film-film jenis ini lebih cenderung untuk menjadi alat komunikasi untuk menyampaikan informasi (penerangan) maupun pendidikan. Film jenis ini dibagi dalam, Film Dokumenter, Film Pendidikan dan Film Animasi.

Film yang dijadikan objek dalam penelitian ini adalah film karya Lasja F. Susatyo yakni Sebelum Pagi Terulang Kembali. Rilis pada tahun 2014 dan masuk ke dalam nominasi Festival Film Indonesia tahun 2014. Film ini mengangkat tema mengenai tindak pidana korupsi.

2.3. Representasi

(32)

dilihat, diindera, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik tertentu. Dengan kata lain, proses menaruh X dan Y secara bersamaan itu sendiri. Menentukan makna X = Y bukanlah pekerjaan yang mudah. Maksud dari pembuat bentuk, konteks sejarah dan sosial saat representasi dibuat, tujuan pembuatannya, dan sebagainya, merupakan faktor kompleks yang masuk dalam sebuah lukisan. Sebenarnya, salah satu dari berbagai tujuan utama semiotika adalah untuk mempelajari faktor-faktor tersebut. Danesi (2010:25) memberikan contoh hal-hal yang ditimbulkan representasi, perhatikan seks, sebagai sebuah objek. Seks adalah sesuatu yang hadir didunia sebagai fenomena biologis dan emosional. Sekarang sebagai objek, seks dapat direpresentasikan (secara literal “presentasi kembali”) dalam bentuk fisik tertentu. Misal dalam budaya kita, representasi umum seks meliputi: (1) Foto dua orang yang sedang berciuman secara romantis; (2) Puisi yang menggambarkan pelbagai aspek emosional seks atau; (3) Film erotis yang menggambarkan aspek seks yang lebih fisik.

Sederhananya representasi adalah bagaimana seseorang atau sesuatu digambarkan dalam sebuah media. Seperti yang dijelaskan Eriyanto (2005:113) Representasi itu sendiri merujuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan.

(33)

esensial karena menghubungkan dengan objek yang diidentifikasi, satu tanda hanya mengacu pada satu objek atau kelompok objek yang telah ditentukan secara jelas. Oleh karena itu, dalam representasi terdapat kedalaman makna. Representasi mengacu pada sifatnya orisinal.

Hall (1997:15) konsep representasi menempati tempat baru yang penting dalam studi kebudayaan. Representasi menghubungkan makna dan bahasa dengan kebudayaan. Representasi menurut Hall adalah bagian utama dari sebuah proses, dimana makna dproduksi dan dipertukarkan diantara anggota-anggota sebuah masyarakat kebudayaan. Representasi melibatkan penggunaan bahasa, baik dalam bentuk tanda dan gambar yang merepresentasikan sesuatu.

Ada tiga teori yang menjelaskan bagaimana produksi makna hingga penggunaan konstruksi sosial (Hall, 1997:24):

1. Pendekatan Reflektif (Reflective Approach), sebuah makna bergantung pada objek, orang, ide atau peristiwa dalam dunia nyata. Bahasa mempunya fungsi seperti sebuah cermin yakni untuk memantulkan makna-makna atau arti sebenarnya seperti apa yang telah ada didunia nyata.

(34)

3. Pendekatan Konstruktivis (constructionist approach), dalam pendekatan ini dipercaya bahwa seseorang mengkonstruksi makna lewat bahasa yang digunakan.

2.4. Nilai-nilai Pendidikan Karakter

Muslich menyatakan (2011:2) banyak faktor yang menyebabkan runtuhnya potensi bangsa Indonesia pada saat ini. Diantaranya adalah faktor pendidikan. Pendidikan merupakan mekanisme institusional yang akan mengakselerasi pembinaan karakter bangsa dan juga berfungsi sebagai arena mencapai tigal hal prinsipal dalam pembinaan karakter bangsa.

Dalam Narwanti (2011:1-2) Karakter merupakan kata yang sudah tidak asing ditelinga kita. Salah satu Founding Father dan merupakan Presiden Republik Indonesia pertama, Ir.Soekarno menyatakan tentang pentingnya nation and character building. Karakter dalam American Herritage Dictionary, merupakan kualitas sifat, ciri, atribut, serta kemampuan khas yang dimiliki individu yang membedakannya dari pribadi yang lain. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) karakter memiliki arti tabiat; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain.

Menurut Lickona dalam Suyadi (2013: 5) mendefinisikan karakter sebagai “A reliable inner disposition to respond to situations in a morally good way.” Selanjutnya, Lickona menyatakan,

(35)

benar-benar melakukan kebaikan (moral behavior). Dengan demikian, karakter mengacu pada serangkaian pengetahuan (cognitives) sikap (attitude), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan.

Helen G. Douglas dalam Muchlas (2013:41) menyatakan “Character is’nt inherited. One Builds its daily by the way one thinks and acts, thought by thought, action by action” yang artinya Karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, tindakan demi tindakan.

Pernyataan yang dikemukakan Helen bahwa karakter merupakan sesuatu yang dibangun, ini dapat berarti karakter merupakan sesuatu yang dibentuk. Pembentukan karakter dapat dilakukan dengan program yang dicanangkan oleh Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono saat peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun 2010 yakni Pendidikan Karakter dari pendidikan dasar samapai perguruan tinggi.

Lickona juga dalam Muchlas (2013:44) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk membantu seseorang memahami, peduli, dan bertindak dengan landasan inti nilai-nilai etis.

(36)

dan membangun perilaku bangsa yang multikultur; (3) Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia. Di pedoman itu diidentifikasi sejumlah nilai pembentuk karakter yang merupakan hasil kajian empirik pusat kurikulum. Nilai-nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional.

Nilai-nilai tersebut terdiri atas 18 butir yang telah dirumuskan oleh Kementerian Pendidikan Nasional yang disusun melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum pada tahun 2010 (Suyadi, 2013:8-9). Nilai-nilai tersebut adalah sebagi berikut;

1. Religius, yakni ketaatan dan kepatuhan dalam memahami dan melaksanakan ajaran agama (aliran Kepercayaan) lain, serta hidup rukun dan berdampingan. 2. Jujur, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan kesatuan antara

pengetahuan, perkataan dan perbuatan (mengetahui yang benar, mengatakan yang benar dan melakukan yang benar), sehingga menjadikan orang yang bersangkutan sebagai pribadi yang dapat dipercaya.

3. Toleransi, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan terhadap perbedaan agama, aliran kepercayaan, suku, adat, bahasa, ras, etnis, pendapat, dan hal-hal lain yang berbeda dengan dirinya secara sadar dan terbuka, serta dapathidup tenang ditengah perbedaan tersebut.

(37)

5. Kerja keras, yakni perilaku yang menunjukkan upaya secara sungguh-sungguh (berjuang hingga titik darah penghabisan) dalam menyelesaikan berbagai tugas, permasalahan, pekerjaan dan lain-lain dengan sebaik-baiknya. 6. Kreatif, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam berbagai

segi dalam memecahkan masalah, sehingga selalu menemukan cara-cara baru, bahkan hasil-hasil baru yang lebih baik dari sebelumnya.

7. Mandiri, yakni sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan berbagai tugas maupun persoalan. Namun hal ini bukan berarti tidak boleh kerja sama secara kolaboratif, melainkan tidak boleh melemparkan tugas dan tanggung jawab kepada orang lain.

8. Demokratis, yakni sikap dan cara berpikir yang mencerminkan persamaan hak dan kewajiban secara adil dan merata antara dirinya dengan orang lain. 9. Rasa ingin tahu, yakni cara berpikir, sikap dan perilaku yang mencerminkan

penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal yang dilihat, didengar, dan dipelajari secara lebih mendalam.

10. Semangat kebangsaan dan nasionalisme, yakni sikap dan tindakan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi atau individu dan golongan.

(38)

12. Menghargai prestasi, yakni sikap terbuka terhadap prestasi orang lain dan mengakui kekurangan diri sendiri tanpa mengurangi semangat berprestasi yang lebih tinggi.

13. Komunikatif, senang bersahabat atau proaktif, yakni sikap dan tindakan terbuka terhadap orang lain melalui komunikasi yang santun sehingga tercipta kerja sama secara kolaboratif dengan baik.

14. Cinta damai, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan suasana damai, aman, tenang dan nyaman atas kehadiran dirinya dalam komunitas atau masyarakat tertentu.

15. Gemar membaca, yakni kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk menyediakan waktu secara khusus guna membaca berbagai informasi, baik buku, jurnal, majalah, koran, dan sebagainya, sehingga menimbulkan kebijakan bagi dirinya.

16. Peduli lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar.

17. Peduli Sosial, yakni sikap dan perbuatan yang mencerminkan kepedulian terhadap orang lain maupun masyarakat yang membutuhkannya.

18. Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri sendiri, sosial, masyarakat, bangsa, negara maupun agama.

(39)

sesuai kondisi masing-masing sekolah, misalnya bersih, rapih, nyaman, disiplin, sopan, dan santun (Muchlas, 2013:52)

Berbagai upaya dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter tidak hanya dilakukan di sebuah lembaga pendidikan secara formal. Namun juga dapat dilakukan melalui sebuah media massa seperti, televisi, film, surat kabar, majalah dan tabloid. Media televisi merupakan media yang dirasa efektif dan merupakan media massa yang populer dan juga digemari oleh setiap lapisan masyarakat, baik anak-anak, remaja maupun orang dewasa. Sebuah televisi dapat menyajikan sebuah berita, sinetron, film maupun informasi lainnya berbentuk audio dan visual.

Zubaedi (2011:174) mengemukakan Media televisi sesungguhnya memiliki kelebihan dalam membantu tugas guru dan orang tua dalam menanamkan pendidikan karakter terhadap anak secara berkesinambungan. Televisi tidak hanya memperlihatkan tingkah laku sehingga dapat mengajarkan penontonnya sehingga dapat menimbulkan efek kepada penonton untuk mengikuti apa yang ia lihat ditelevisi.

(40)

perlu diinternalisasikan dalam program-program yang ditanyakan oleh media massa, sebagai bentuk tanggung jawab bersama dalam mengatasi krisis karakter bangsa.

2.5. Teori Konstruksi Sosial Emosi

Emosi adalah segala aktivitas yang mengekspresikan kondisi disini dan sekarang dari organisme manusia dan ditujukan ke arah dunia luarnya. Emosi timbul secara otomatis karena usaha kita untuk berhubungan dengan kehidupan. Emosi juga berhubungan dengan usaha untuk merasa puas atau kecewa karena keinginan kita yang terarah terpenuhi atau tidak (Sitorus,2002:220)

Harre dalam Morissan (2009:79) menyatakan bahwa emosi adalah konsep yang dikonstruksikan sebagaimana aspek lainnya dari pengalaman manusia karena emosi ditentukanoleh bahasa serta aturan moral dari suatu kelompok sosial dan budaya. Dalam buku yang sama Averill menjelaskan bahwa emosi adalah sistem kepercayaan yang akan memandu definisi seseorang mengenai situasi yang dihadapinya. Emosi terdiri atas norma-norma sosial internal serta aturan tentang bagaimana mengatur perasaan. Berbagai norma dan aturan ini memberikan petunjuk kepada seseorang bagaimana menentukan dan merespon emosi.

(41)

emosi diberi label merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan bagaimana mengalami atau merasakan emosi.

Menurut Averill (Morissan, 2009:79-80) tidak ada respon tunggal yang mampu untuk menentukan suatu emosi karena seluruh respons yang muncul harus dilihat secara bersama-sama. Ia menyebut kondisi ini sebagai sindrom emosi (emotions syndromes), yaitu satu perangkat atau satu set respons yang muncul bersama-sama. Sindrom emosi dikonstruksikan secara sosial karena orang belajar melalui interaksi dalam menentukan respons atau tingkah laku yang mana yang akan digunakan untuk memaknai suatu emosi serta bagaimanan menunjukkan emosi itu.

(42)

sesuatu yang hanya terjadi begitu saja. Jadi, adalah logis jika emosi yang dipandang positif tadi bukanlah sebagai emosi dan lebih dipandang sebagai suatu tindakan, sedangkan emosi negatif lebih sering dianggap sebagai emosi yang sesungguhnya. Hal ini menjadi alasan mengapa kata atau istilah mengenai emosi lebih banyak dipandang negatif dari pada positif. Namun pada kebudayaan berbeda studi Averill bisa menjadi berbeda (Morissan, 2009:80).

(43)

hanya diam, apakah harus menyerang atau mundur. Aturan mengenai pendapat akan memandu anda mengenai berapa lama kemarahan itu harus bertahan serta tahapan-tahapan kemarahan yang harus dilalui. Terakhir, aturan atribusi yang akan membantu anda menjelaskan kemarahan.

Jadi emosi bukanlah sesuatu yang muncul begitu saja, emosi ditentukan dan ditangani menurut apa yang telah dipelajari dalam interaksi sosial dengan orang lain. Kita belajar aturan-aturan mengenai emosi semenjak masa anak-anak dan sepanjang hidup kita. Menurut Averill, manusia secara emosional dapat berubah. Jika anda memasuki suatu situasi kehidupan baru. Anda akan mempelajari cara-cara lain dalam memahami emosi sehingga perasaan, ekspresi dan cara anda mengelola emosi juga akan berubah (Morissan, 2009:81).

Teori mengenai konstruksi sosial emosi dalam penelitian ini digunakan untuk melihat karakter aktor yang ditunjukkan oleh emosinya. Emosi yang ditunjukkan akan memberikan reaksi atau respon berupa tindakan sehingga karakter aktor dapat dilihat melalui respon dari emosi yang ditunjukkan.

2.6. Semiotika Charles Sanders Peirce

(44)

Tidak jauh berbeda Sobur (2006:15) mengemukakan Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan didunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia.

Van zoest dalam Sobur (2006:96) mengartikan semiotik sebagai ilmu tanda (sign) dan segala yang berhubungan dengannya: cara berfungsingnya, hubungannya dengan kata lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya.

Menurut Peirce dalam Sobur (2006:115) salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara interpan adalah tanda yang ada dalam benak seorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam benak seorang, maka munculah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut.

(45)

adalah digunakannya tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu.

Peirce dalam Sobur (2006:41) mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object (Denotatium), dan interpretasi (Interpretant).

Gambar 2.1 Triangle Meaning

Sumber : Rachmat Kriyantono, 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana.

Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut objek. Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.

(46)

yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Hal yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi.

2.7. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dalam Sugiyono (2009:92) merupakan suatu hal yang penting untuk memberikan arah bagi peneliti dalam proses penelitiannya. Maksud dari kerangka berpikir adalah upaya terbentuknya suatu alur penelitian yang jelas dan diterima secara akal. Dibawah ini merupakan kerangka berpikir peneliti dalam melaksanakan penelitian mengenai representasi pendidikan karakter dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali.

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir

Komunikasi Film Sebelum Pagi Terulang Kembali

Representasi Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Film Sebelum Pagi Terulang Kembali Tanda Objek Interpretant

(47)

2.8. Penelitian Terdahulu

Untuk menghindari kesamaan dengan penelitian yang telah ada sebelumnya, maka peneliti melakukan peninjauan terhadap penelitian yang telah ada sebelumnya, sebagai berikut :

1. Skripsi berjudul “Representasi Budaya Pendidikan Pesantren dalam Film 3 Doa 3 Cinta” yang telah disusun oleh Maslim Lesmana pada tahun 2012 , Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Trirtayasa. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif Deskriptif. Dengan objek penelitiannya berupa scene-scene dalam film 3 Doa 3 Cinta yang dianggap menggambarkan budaya pendidikan pesantren. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis semiotika Peirce.

Hasil dari penelitian ini adalah Representasi budaya pendidikan yang diceritakan dalam film ini disimbolkan melalui setiap adegan-adegan yang dimainkan oleh para pemain. Didukung dengan kostum, yang digunakan dan juga dialog-dialog yang diucapkan para pemain. Dalam film ini dapat ditemukan simbol-simbol yang bisa merepresentasikan budaya pendidikan pesantren seperti gedung pondok pesantren, santri, usatdz, peci, kegiatan islami ataupun hal-hal yang berkaitan dengan pondok pesantren. Representasi pendidikan pesantren dalam film ini masih bersifat tradisonal. 2. Skripsi yang disusun oleh Reno Kurniawan mahasiswa Universitas

(48)

berupa scene-scene film Crows Zero yang dianggap menggambarkan kekerasan.

(49)

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu dalm Film Crows Zero

Representasi Nilai-Teori Semiotika Peirce Semiotika John Fiske Semiotika Peirce

Paradigma Kritis Kritis Konstruktivis

Metodologi Kualitatif Deskriptif Kualitatif Kualitatif Deskriptif

(50)
(51)

3.1. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti memilih metode penelitian kualitatif. Seperti yang dikemukakan Moleong (2007:6) Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Metode yang digunakan merupakan kualitatif deskriptif.

Sevilla dalam Wibowo (2011:11) Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk menekankan pengetahuan yang seluas-luasnya terhadap objek penelitian pada saat tertentu.

Penelitian ini juga memfokuskan pada analisis semiotika, yang merupakan ilmu dalam mengkaji tanda-tanda yang ada didalam suatu objek. Analisis semiotika merupakan salah satu penelitian yang dapat dikelola dengan menggunakan kualitatif. Analisis semiotika dalam penelitian ini digunakan untuk mengkaji setiap tanda-tanda yang mewakili makna nilai-nilai pendidikan karakter di scene-scene dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali.

Sehingga dalam penelitian ini, peneliti ingin menggambarkan atau menjelaskan gejala sosial yang telah diteliti. Peneliti akan menjelaskan dan mendeskripsikan mengenai representasi nilai-nilai pendidikan karakter dalam film

(52)

Charles Sander Peirce.

3.2. Paradigma Penelitian

Paradigma menurut Bogdan dan Biklen dalam Moleong (2007:49) adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir penelitian. Sedangkan Wimmer dan Dominick dalam Kriyantono (2009:48) menyebut pendekatan dengan paradigma yaitu seperangkat teori, prosedur, dan asumsi yang diyakini tentang bagaimana peneliti melihat dunia.Vardiansyah dalam bukunya filsafat komunikasi (2005:27) berpendapat bahwa paradigma diartikan sebagai cara pandang seseorang terhadap diri, dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif). Secara sederhana peneliti melihat paradigma merupakan sudut pandang peneliti dalam melihat realitas. Paradigma dalam penelitian ini merupakan paradigma konstruktivisme.

Wibowo (2011:10) mengatakan konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri, oleh karenanya pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas). Pengetahuan dan kebenaran adalah diciptakan bukan sekedar dikemukakan oleh pikiran manusia.

(53)

Sumber data menurut Nimmo dalam Ritonga (2004:81) dapat berupa pidato, dokumen tertulis, foto, surat kabar, acara televisi, dan gaya tubuh. Kemudian unit analisis merupakan bagian-bagian yang dipilih dari pesan keseluruhan. Unit analisis mana yang digunakan dalam penelitian bergantung dari tujuan penelitian atau hipotesis penelitian. Secara sederhana unit analisis merupakan sampel dalam penelitian kualitatif karena hanya mengambil beberapa bagian.

Dalam penelitian ini, unit analisis dikumpulkan melalui observasi atau pengamatan secara menyeluruh pada objek penelitian dengan menonton Film Sebelum Pagi Terulang Kembali. Setelah menonton film tersebut peneliti memilih beberapa scene yang diperankan oleh Yan dan didalamnya terdapat makna tanda yang menggambarkan nilai-nilai pendidikan karakter serta didukung juga dengan melihat elemen penting dari mise-en-scene. Elemen penting tersebut dalam Vera (2014:93) adalah setting, tata cahaya, kostum dan make-up, akting dan pergerakan pemain. Kemudian dalam proses pemaknaannya dilakukan dengan analisis semiotika peirce.

3.4. Instrumen Penelitian

(54)

instrumen pnelitian sebagai pengumpul data utama. Peneliti berperan sebagai subjek yang berusaha memaknai makna nilai-nilai pendidikan karakter yang tersebar dalam bentuk tanda-tanda di film sebelum pagi terualang kembali.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan periset untuk mengumpulkan data (Kriyantono, 2009:93).

Dalam pemilihan teknik pengumpulan data disesuaikan dengan metodologi penelitian. Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif sehingga peneliti menggunakan beberapa teknik dalam pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut,

a. Observasi

Untuk mendapatkan data primer, peneliti menggunakan teknik observasi. Metode pengumpulan data dalam sebuah observasi, dilakukan secara sistematis dan sengaja melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala atau fenomena obyek yang diteliti.

(55)

Selain menggunakan observasi untuk memperoleh data primer. Peneliti juga menggunakan teknik dokumentasi untuk mendapatkan data sekunder.

Dokumen dalam Sugiyono (2010:82) merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dalam pengumpulan data dalam bentuk tulisan bisa berupa catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), cerita, biografi, peraturan kebijakan. Sedangkan pengumpulan data dalam bentuk gambar dan karya bisa berupa gambar, foto, film, patung, sketsa dan lain-lain.

Kriyantono dalam bukunya Teknik Praktis Riset Komunikasi (2009:118) menegaskan bahwa dokumentasi adalah instrumen pengumpulan data yang sering digunakan dalam berbagai metode pengumpulan data. tujuannya untuk mendapatkan informasi yang mendukung analisis dan interpretasi data.

Salah satu hal yang perlu dilakukan dalam persiapan penelitian ialah pendayagunaan sumber informasi yang terdapat di perpustakaan dan jasa informasi yang tersedia seperti internet. Hal ini diperlukan sebagai bahan dokumentasi.

(56)

Moleong dalam Kriyantono (2009:165) mendefinisikan analisis data sebagai proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.

Dalam hal analisis data kualitatif, Bogdan dalam Sugiyono (2010:88) menyatakan bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun seara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah difahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengoragnisasikan data, menjabarkannya kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Adapun tahapan dalam menganalisis permasalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Melihat film yang akan dikaji yakni film Sebelum Pagi Terulang Kembali. 2. Inventarisasi data, yaitu dengan cara mengumpulkan data melalui

dokumentasi ataupun studi kepustakaan. Dan memilih scene-scene yang dianggap mewakili nilai-nilai pendidikan karakter.

(57)

maupun hasil pemikiran peneliti disatukan kemudian dianalisis.

Selanjutnya dalam hal menganaslis scene-scene yang telah dipilih peneliti menggunakan analisis semiotika Charles Sanders Peirce dalam penelitian ini. Charles Sanders Peirce mengemukakan triangle meaning atau dikenal juga dengan model triadic dengan bagan seperti berikut,

Gambar 3.1 Triangle Meaning

Sumber : Rachmat Kriyantono, 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana. hlm.266

Gambar tersebut merupakan tiga unsur yang membentuk sebuah segitiga dengan panah dua arah antar unsurnya. Hal tersebut dapat berarti ada sebuah hubungan dimana tiga unsur tersebut saling berkaitan satu sama lain.

Dalam Kriyantono (2009:265) semiotika menurut peirce berangkat dari tiga elemen utama yang disebut Triangle Meaning.

(58)

sesuatu yang dirujuk tanda.

(59)

Dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis tiap scene yang telah dipilih dengan menggunakan tabel analisis data sebagai berikut :

Tabel 3.1 Tabel Analisis Data

SIGN IKON

INDEKS

SIMBOL

OBJECT

INTERPRETANT

3.7. Triangulasi Data Penelitian

Agar penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan maka diperlukan pengecekan keabsahan data. Karena dalam penelitian kualitatif data yang diperoleh bukan merupakan angka yang dapat diuji statistik maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan tekik Triangulasi. Sugiyono (2010:125) menyatakan bahwa triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu.

(60)

sumber.

Oleh karena itu untuk menguji kredibilitas data mengenai makna nilai-nilai pendidikan karakter dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali, maka perlu dilakukan pengujian data yang telah diperoleh dengan membandingkan hasil dari pengamatan, dengan orang-orang yang berkaitan dengan objek penelitian.

Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan orang-orang yang terlibat dalam pembuatan film Sebelum Pagi Terulang Kembali yakni Lasja Fauzia Susatyo selaku sutradara yang merupakan orang dibalik layar yang berusaha mempengaruhi khalayak dengan film tersebut. Kemudian peneliti juga mewawancarai seorang pengamat mengenai pendidikan karakter. Selanjutnya hasil wawancara dibandingkan dengan hasil pengamatan peneliti.

Data dari ketiga sumber tersebut tidak bisa dirata-ratakan seperti penelitian kuantitatif, tetapi harus dideskripsikan dan dikategorikan, mana yang memiliki sudut pandang yang sama,dan mana yang berbeda dari spesifikasi sumber data tersebut. Sehingga dapat ditarik kesimpulan mengenai penelitian ini.

3.7. Jadwal Penelitian

(61)

Agenda Bulan

Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agst Pra-Riset dan

(62)

4.1. Gambaran Objek Penelitian 4.1.1.Deskripsi Film

Film yang diproduksi oleh Cangkir Kopi Production ini merupakan film lanjutan dari film omnibus Kita vs Korupsi yang dirilis pada tahun 2012. Dalam film yang digarap oleh sutradara Lasja Fauzia Susatyo ini bercerita mengenai kehidupan sebuah keluarga yang dipimpin oleh seorang ayah bernama Yan yang bekerja sebagai wakil ketua di Dinas Perhubungan. Yan merupakan seorang yang dikenal lurus dan jujur. Ia memiliki seorang istri yang merupakan dosen filsafat di Universitas ternama di Indonesia. Mereka memiliki tiga orang anak yang memiliki watak yang berbeda-beda. Anak kedua Yan bernama Satria merupakan seorang kontraktor muda yang mandiri namun ambisius terhadap kemajuan bisnisnya. Keambisiusannya semakin terlihat ketika bertemu dengan Hasan, calon adik iparnya yang merupakan seorang anggota Dewan yang haus kekuasaan. Hasan adalah calon suami dari adik Satria bernama Dian dan mereka akan segera menikah. Hasan membantu Satria untuk mendapatkan proyek Muara Tanjung di kantor tempat Yan bekerja. Kebetulan proyek tersebut merupakan proyek yang ditangani Yan, karenya itulah sebelumnya Satria berusaha

Poster Film Sebelum Terulang Kembali Sumber : http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-s026-14-499072_sebelum-pagi-terulang-kembali#.VZ8RW1-qqko 

(63)

namun Yan menolak hal tersebut. Tapi pada akhirnya Satria mendapatkan tender di tempat Yan bekerja atas bantuan Hasan dan menyuap Himawan yang merupakan ketua di Dinas Perhubungan. Meski bukan Yan yang membantu Satria dalam mendapatkan tender tersebut, namun pergunjingan di kantor tempat Yan bekerja menganggap bahwa Yan sama saja dengan pejabat lainnya yang memanfaatkan jabatannya untuk membantu anaknya memenangkan tender proyek tersebut. Hal ini membuat Yan memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya.

(64)

Hasan membohoginya, ia telah menikah dan punya anak.

Berikut tim produksi film Sebelum Pagi Terulang Kembali,

Produser Eksekutif: Natalia Soebagjo - Dadang Trisasongko - Juhani Grossmann / Produser: M. Abduh Aziz / Co. Produser: Icang Tisnamiharja - Syaiful Akbar / Produser Pelaksana : Taufik Kusnandar / Sutradara : Lasja Fauzia Susatyo / Ide Cerita: M. Abduh Aziz / Penulis Skenario: Sinar Ayu Massie / Penata Sinematografi: Nur Hidayat / Penata Artistik: Oscart Firdaus / Penyunting Gambar: Sastha Sunu / Penata Musik : Riza Arshad - Mian Tiara / Penata Suara: Khikmawan Santosa - Yusuf Pattawari

Penghargaan yang diterima Film Sebelum Pagi Terulang Kembali,

1. Pemenang Piala Dewantara dalam Apresiasi Film Indonesia (AFI) tahun 2014 sebagai Film Cerita Panjang Bioskop terbaik.

2. Pemenang Piala Dewantara dalam Apresiasi Film Indonesia (AFI) tahun 2014 sebagai Poster Film terbaik.

3. Pemenang Piala Citra dalam Festival Film Indonesia pada tahun 2014 sebagai Pengarah Sinematografi terbaik.

4. Nominasi dalam Festival Film Indonesia pada tahun 2014 sebagai Film Bioskop terbaik.

(65)

Skenario Asli terbaik.

7. Nominasi dalam Festival Film Indonesia pada tahun 2014 sebagai Penyunting Gambar terbaik.

4.1.2.Tokoh Yan

Yan merupakan seorang ayah yang bekerja di Dinas Perhubungan dan menjabat sebagai Wakil Ketua. Ia menikah dengan Ratna yang merupakan seorang dosen Filsafat di salah satu Universitas Negeri yang ada di Indonesia. Ia dikaruniai 3 orang anak yang memiliki kisah hidup yang berbeda-beda. Anak pertama bernama Firman, bercerai dengan istrinya dan akhirnya pindah kerumah Yan. Firman bekerja bersama Satria yang tidak lain adalah adiknya. Satria merupakan anak kedua Yan dan Ratna, yang belajar hidup mandiri sejak kecil. Namun kemandiriannya membuat ia berambisius akan kemajuan bisnis kontraktornya sehingga ia sempat meminta kepada Yan untuk memasukkan perusahaan subkontraktornya dan memegang proyek pelabuhan yang sedang digarap oleh Yan.

Yan yang dipandang sebagai orang yang lurus oleh kolega ditempatnya bekerja dengan tegas menolak permintaan Satria tersebut. Tapi munculah sosok Hasan yang merupakan calon suami dari anak ketiga Yan yakni Dian, seorang gadis yang lugu dan penyayang anak jalanan dan rela berhenti bekerja karena mau menikah dengan Hasan yang merupakan seorang anggota

(66)

proyek Pelabuhan tersebut. Selang beberapa waktu, Satria akhirnya memegang seluruh proyek Pelabuhan Muara Tanjung berkat bantuan Hasan dengan cara yang ‘kotor’. Mengetahui hal tersebut Yan memilih untuk mengundurkan diri dari jabatan dan pekerjaannya sebagai Wakil Ketua Dinas Perhubungan.

(67)

Peneliti menggunakan model semiotika Peirce untuk menganalisis tanda-tanda yang ditunjukkan oleh sosok Yan pada film Sebelum Pagi Terulang Kembali. Peneliti berupaya untuk menemukan nilai-nilai pendidikan karakter yang ada dalam scene-scene yang diperankan oleh Yan di film tersebut. Temuan dalam bentuk tanda kemudian dideskripsikan ke dalam suatu bentuk analisis yang tersistematis, dengan mengacu pada identifikasi masalah yang telah dirumuskan sebelumnya.

Peneliti memfokuskan pada scene yang dianggap menggambarkan nilai-nilai pendidikan karakter. Scene diklasifikasikan kedalam tanda menurut Peirce berupa icon, index dan symbol untuk kemudian dianalisis dengan menggunakan model segi tiga semiotika Peirce yakni sign, object dan interpretant.

Untuk memudahkan dalam analisis dan pembahasan dalam setiap scene, peneliti menuliskannya dalam bentuk tabel yang selanjutnya akan peneliti deskripsikan.

4.1. Tabel Scene Rapat Proyek Muara Tanjung

Type of Shot Frame Script

Very Long Shot INT. Ruang Rapat Dinas

Perhubungan

(68)

Medium Shot

Long Shot

Long Shot

integrasi laporannya. Pak Sul ini gimana sih pak Sul? Pak Sul kan yang memasukkan subkontraktor itu kemari. Mestinya pak Sul paham dan mengerti full spec dari produk mereka”

Himawan : “Pelabuhan ini sudah lewat satu bulan dari fase satu”

Sul : “Begini pak...”

Belum selesai Sul menjelaskan Yan angkat bicara mengenai hal tersebut.

Yan : “Maaf pak, begini..”

Yan : “Keterlambatan ini karena desain ulang tetrapod untuk

breakwater dan itu

tanggungjawab saya” (Yan menunjuk kedadanya sendiri)

“Karena saya yang memutuskan, pak Sul ini Cuma membantu mendesain ulang itu saja pak”

(69)

Very Long Shot

Close Up

Sul : “Harusnya kamu yang diposisi dia. Kalau saja kamu dengar apa kata saya, bayar bayar bayar. Sudah dimana kamu”

Yan : “Bukan begitu Sul, tidak ada proyek yang lewat saya tanpa ada desain yang benar” (Sambil menunjuk kepada Sul)  

4.2. Tabel Analisis Scene Rapat Proyek Muara Tanjung SIGN :

Yan sebagai wakil ketua Dinas Perhubungan merasa bertanggungjawab atas proyek pelabuhan muara tanjung akhirnya angkat bicara mengenai keterlambatan proyek tersebut.

IKON :

(Visual) Yan angkat bicara mengenai proyek Muara Tanjung .

(Audio) Ini merupakan tanggungjawab saya, karena saya yang memutuskan.

INDEX :

Yan yang memutuskan desain ulang tetrapod untuk breakwaters

SYMBOL :

(70)

Sosok Yan sebagai wakil ketua Dinas Perhubungan INTERPRETANT :

Yan angkat bicara mengenai proyek muara tanjung yang telah lewat fase satu. Karena dia yang memutuskan desain ulang tetrapod untuk breakwaters. Posisi Yan sebagai wakil ketua di Dinas Perhubungan memang mengharuskan ia memiliki sikap bertanggungjawab.  

Scene yang diambil pada menit ke 8 sampai menit ke 8 detik ke 57 ini menampilkan suasana rapat mengenai proyek Muara Tanjung yang dilakukan dalam sebuah ruangan yang dihadiri oleh Ketua, Wakil Ketua dan staff lainnya di Dinas Perhubungan. Himawan sebagai ketua di Dinas Perhubungan meminta Sul bawahannya untuk menjelaskan mengenai keterlambatan proyek Muara Tanjung. Ketika Sul ingin menjelaskan, Yan selaku wakil ketua di Dinas Perhubungan angkat bicara mengenai keterlambatan proyek tersebut.

(71)

pelabuhan Muara Tanjung.

Dalam Suyadi (2013:9) Tanggungjawab merupakan salah satu nilai dalam pendidikan karakter yang dirumuskan oleh Kemendiknas melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum pada tahun 2010 lalu. Tanggungjawab diartikan sebagai sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri sendiri, sosial, masyarakat, bangsa, negara maupun agama.

Selain itu dalam Martono (2008:62) juga dijelaskan bahwa tanggungjawab adalah kewajiban menanggung sesuatu. Ia wajib memberikan jawaban atas tindakannya, dan jika ia lalai dalam tanggungjawab ada resiko yang harus ditanggungnya. Orang yang bertanggungjawab tidak akan berperilaku dan berkata-kata sembarangan. Ia mampu membedakan mana yang benar atau salah, baik atau buruk. Jadi, tanggungjawab merupakan masalah moral, yaitu norma atau nilai yang dipilihnya. Dan perilaku yang ditunjukkan Yan dalam scene ini menandakan sebuah rasa tanggungjawab. Ia berani angkat bicara atas keputusanya sehingga menyebabkan keterlambatan pada proyek pelabuhan Muara Tanjung.

(72)

gestur Tubuh Yan ketika berbicara dengan Himawan.

Sebagai seorang wakil ketua sudah sepatutnya Yan mempunyai rasa tanggungjawab, karena wakil ketua merupakan jabatan yang strategis selain ketua untuk memberikan sebuah keputusan. Bukan hanya seorang wakil ketua, tapi juga sebagai manusia kita harus memiliki sikap tanggungjawab. Bukan hanya tanggungjawab terhadap diri sendiri dengan menjadi manusia yang bermoral dan melaksanakan kewajibannya namun juga terhadap keluarga, masyarakat, negara dan agama. Tanggung jawab terhadap keluarga dapat dilakukan dengan menjaga nama baik keluarga. Tanggungjawab kepada masyarakat dapat dilakukan dengan menjaga ketertiban umum karena sejatinya manusia merupakan makhluk sosial yang saling berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain. Tanggungjawab kepada negara dengan mentaati setiap norma-norma atau aturan yang berlaku dalam negara tersebut dan selanjutnya tanggungjawab terhadap agama dengan mematuhi aturan yang telah dibuat oleh Tuhan, dengan beribadah dan mengikuti segala ketentuan-Nya.

(73)

disalahkan.

Selain scene diatas, scene yang merepresentasikan karakter tanggungjawab juga terletak pada scene menit ke 41 detik ke 58 ketika Yan memutuskan mengundurkan diri dari jabatan dan pekerjaannya. Saat itu Yan menjadi pergunjingan kolega dikantornya karena Satria yang merupakan anaknya memegang semua proyek pelabuhan Muara Tanjung. Mereka berpikir bahwa Yan menerima suap sehingga Satria dapat menangani proyek tersebut.

4.3. Tabel Scene Yan Mengundurkan Diri

Type of Shot Frame Script

Medium Long Shot

Close Up

Proyek Muara Tanjung akhirnya jatuh ke Satria. Saat Sul presentasi mengenai proyek pelabuhan Muara Tanjung Himawan memanggil Yan ke ruangannya.

Himawan : “Yan, Ke ruangan saya. Sekarang!”

(74)

Long Shot

Long Shot

ruangan Himawan.

Ternyata Yan memutuskan mengundurkan diri dari jabatan dan pekerjaannya.

Yan pun kembali kerumah bersama Jaka membawa barng-barangnya.

Yan : “Ayo Jak, tetap berjalan yang tegap”

Gambar

Gambar 2.1 Triangle Meaning
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
gambar seperti pondok
+4

Referensi

Dokumen terkait