• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Nilai-nilai Pendidikan Karakter

2.4. Nilai-nilai Pendidikan Karakter

Muslich menyatakan (2011:2) banyak faktor yang menyebabkan runtuhnya potensi bangsa Indonesia pada saat ini. Diantaranya adalah faktor pendidikan. Pendidikan merupakan mekanisme institusional yang akan mengakselerasi pembinaan karakter bangsa dan juga berfungsi sebagai arena mencapai tigal hal prinsipal dalam pembinaan karakter bangsa.

Dalam Narwanti (2011:1-2) Karakter merupakan kata yang sudah tidak asing ditelinga kita. Salah satu Founding Father dan merupakan Presiden Republik Indonesia pertama, Ir.Soekarno menyatakan tentang pentingnya nation and character building. Karakter dalam American Herritage Dictionary, merupakan kualitas sifat, ciri, atribut, serta kemampuan khas yang dimiliki individu yang membedakannya dari pribadi yang lain. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) karakter memiliki arti tabiat; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain.

Menurut Lickona dalam Suyadi (2013: 5) mendefinisikan karakter sebagai “A reliable inner disposition to respond to situations in a morally good way.” Selanjutnya, Lickona menyatakan,

Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing; moral feeling and moral behavior”. Karakter mulia (good character) mencakup pengetahuan tentang kebaikan (moral knowing) yang menimbulkan komitmen terhadap kebaikan (moral feeling), dan akhirnya

benar-benar melakukan kebaikan (moral behavior). Dengan demikian, karakter mengacu pada serangkaian pengetahuan (cognitives) sikap (attitude), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan.

Helen G. Douglas dalam Muchlas (2013:41) menyatakan “Character is’nt inherited. One Builds its daily by the way one thinks and acts, thought by thought, action by action” yang artinya Karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, tindakan demi tindakan.

Pernyataan yang dikemukakan Helen bahwa karakter merupakan sesuatu yang dibangun, ini dapat berarti karakter merupakan sesuatu yang dibentuk. Pembentukan karakter dapat dilakukan dengan program yang dicanangkan oleh Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono saat peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun 2010 yakni Pendidikan Karakter dari pendidikan dasar samapai perguruan tinggi.

Lickona juga dalam Muchlas (2013:44) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk membantu seseorang memahami, peduli, dan bertindak dengan landasan inti nilai-nilai etis.

Berkaitan dengan semakin mendesaknya implementasi pendidikan karakter di Indonesia, dalam Muchlas (2013: 52) Pusat Kurikulum Bdan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional mempublikasikan Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter, dan didalamnya disebutkan bahwa pendidikan karakter berfungsi (1) Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) Memperkuat

dan membangun perilaku bangsa yang multikultur; (3) Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia. Di pedoman itu diidentifikasi sejumlah nilai pembentuk karakter yang merupakan hasil kajian empirik pusat kurikulum. Nilai-nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional.

Nilai-nilai tersebut terdiri atas 18 butir yang telah dirumuskan oleh Kementerian Pendidikan Nasional yang disusun melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum pada tahun 2010 (Suyadi, 2013:8-9). Nilai-nilai tersebut adalah sebagi berikut;

1. Religius, yakni ketaatan dan kepatuhan dalam memahami dan melaksanakan ajaran agama (aliran Kepercayaan) lain, serta hidup rukun dan berdampingan. 2. Jujur, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan kesatuan antara

pengetahuan, perkataan dan perbuatan (mengetahui yang benar, mengatakan yang benar dan melakukan yang benar), sehingga menjadikan orang yang bersangkutan sebagai pribadi yang dapat dipercaya.

3. Toleransi, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan terhadap perbedaan agama, aliran kepercayaan, suku, adat, bahasa, ras, etnis, pendapat, dan hal-hal lain yang berbeda dengan dirinya secara sadar dan terbuka, serta dapathidup tenang ditengah perbedaan tersebut.

4. Disiplin, yakni kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap segala bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku.

5. Kerja keras, yakni perilaku yang menunjukkan upaya secara sungguh-sungguh (berjuang hingga titik darah penghabisan) dalam menyelesaikan berbagai tugas, permasalahan, pekerjaan dan lain-lain dengan sebaik-baiknya. 6. Kreatif, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam berbagai

segi dalam memecahkan masalah, sehingga selalu menemukan cara-cara baru, bahkan hasil-hasil baru yang lebih baik dari sebelumnya.

7. Mandiri, yakni sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan berbagai tugas maupun persoalan. Namun hal ini bukan berarti tidak boleh kerja sama secara kolaboratif, melainkan tidak boleh melemparkan tugas dan tanggung jawab kepada orang lain.

8. Demokratis, yakni sikap dan cara berpikir yang mencerminkan persamaan hak dan kewajiban secara adil dan merata antara dirinya dengan orang lain. 9. Rasa ingin tahu, yakni cara berpikir, sikap dan perilaku yang mencerminkan

penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal yang dilihat, didengar, dan dipelajari secara lebih mendalam.

10. Semangat kebangsaan dan nasionalisme, yakni sikap dan tindakan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi atau individu dan golongan.

11. Cinta tanah air, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan rasa bangga, setia, peduli dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya, sehingga tidak mudah menerima tawaran bangsa lain yang dapat merugikan bangsa sendiri.

12. Menghargai prestasi, yakni sikap terbuka terhadap prestasi orang lain dan mengakui kekurangan diri sendiri tanpa mengurangi semangat berprestasi yang lebih tinggi.

13. Komunikatif, senang bersahabat atau proaktif, yakni sikap dan tindakan terbuka terhadap orang lain melalui komunikasi yang santun sehingga tercipta kerja sama secara kolaboratif dengan baik.

14. Cinta damai, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan suasana damai, aman, tenang dan nyaman atas kehadiran dirinya dalam komunitas atau masyarakat tertentu.

15. Gemar membaca, yakni kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk menyediakan waktu secara khusus guna membaca berbagai informasi, baik buku, jurnal, majalah, koran, dan sebagainya, sehingga menimbulkan kebijakan bagi dirinya.

16. Peduli lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar.

17. Peduli Sosial, yakni sikap dan perbuatan yang mencerminkan kepedulian terhadap orang lain maupun masyarakat yang membutuhkannya.

18. Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri sendiri, sosial, masyarakat, bangsa, negara maupun agama.

Namun dalam implementasinya disatuan pendidikan, Pusat Kurikulum menyarankan agar dimulai dari nilai esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan

sesuai kondisi masing-masing sekolah, misalnya bersih, rapih, nyaman, disiplin, sopan, dan santun (Muchlas, 2013:52)

Berbagai upaya dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter tidak hanya dilakukan di sebuah lembaga pendidikan secara formal. Namun juga dapat dilakukan melalui sebuah media massa seperti, televisi, film, surat kabar, majalah dan tabloid. Media televisi merupakan media yang dirasa efektif dan merupakan media massa yang populer dan juga digemari oleh setiap lapisan masyarakat, baik anak-anak, remaja maupun orang dewasa. Sebuah televisi dapat menyajikan sebuah berita, sinetron, film maupun informasi lainnya berbentuk audio dan visual.

Zubaedi (2011:174) mengemukakan Media televisi sesungguhnya memiliki kelebihan dalam membantu tugas guru dan orang tua dalam menanamkan pendidikan karakter terhadap anak secara berkesinambungan. Televisi tidak hanya memperlihatkan tingkah laku sehingga dapat mengajarkan penontonnya sehingga dapat menimbulkan efek kepada penonton untuk mengikuti apa yang ia lihat ditelevisi.

Zubaedi (2011:176-177) namun disayangkan acara televisi saat ini khususnya untuk anak-anak dan remaja belum sepenuhnya membawakan pesan-pesan pendidikan. Dunia pertelevisian justru kini terancam oleh unsur-unsur vulgarisme, kekerasan, dan pornografi. Semestinya media massa dapat berfungsi sebagai instrumen pendidikan yang memilki cultural of power dalam membangun masyarakat yang berkarakter karena efek media massa sangat kuat dalam membangun pola perilaku masrakat. Prinsip-prinsip dalam pendidikan karakter

perlu diinternalisasikan dalam program-program yang ditanyakan oleh media massa, sebagai bentuk tanggung jawab bersama dalam mengatasi krisis karakter bangsa.

Dokumen terkait