• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGELOLAAN DANA IURAN ASURANSI BPJS KESEHATAN Study Kasus Kantor BPJS Cabang Kota Salatiga Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGELOLAAN DANA IURAN ASURANSI BPJS KESEHATAN Study Kasus Kantor BPJS Cabang Kota Salatiga Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK

PENGELOLAAN DANA IURAN ASURANSI

BPJS KESEHATAN

Study Kasus Kantor BPJS Cabang Kota Salatiga

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh

Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

ISTIQOMAH

NIM : 214-12-002

JURUSAN SYARIAH

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO HIDUP

اَِْْٞف ِراَّبَجْىا َتََْسِق اَِْْٞضَر

#

مٌهاٍَ ِااَ ْ َ ِىَٗ مٌٌْيِ اََْى

Aku ridho dengan apa yang diberikan Dzat

yang maha perkasa. Ia beri kami ilmu dan

(6)

HalamanPersembahan

Skripsi ini aku persembahkan untuk:

1. Allah SWT yang selalu memberikan petunjuk dan kemudahan

dalam pembuatan skripsi ini.

2. Bapak dan ibu tercinta yang telah menghabiskan waktunya

untuk berdoa dan berkerja keras untukku.

3. Kakak-kakakku tercinta yang selalu memberikan dukungan.

4. Romo Kyai H. Abda’ Abdul Malik beserta ahli baitnya yang

telah mengajarkan kepadaku tentang kehidupan sebenarnya.

5. Teman-teman kampus dan teman-teman santri PPHM yang

telah banyak membantu.

6. Sahabat terbaikku “si Tembok” yang selalu memberikan

semangat perjuangan.

7. Khubbiy “Muhammad Alwi Saifur Rohman” trimakasih sudah

bersedia menunggu sampai tugas akhir ini selesai.

8. Ukhtiy Susi Marlina yang bertahun-tahun tak bosan menjadi

(7)

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat- Nya Skripsi ini penulis selesaikan sebagaimana yang diharapkan. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan keharibaan junjungan ummat Islam dunia Nabiyullah Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya dan semoga kita semua tergolong sebagai ummatnya yang kelak mendapat syafaatmin yaumina hadza ilaa yaumil qiyamah, amien.

Ribuan terimakasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

1. Rektor IAIN Salatiga, Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. 2. Dekan Fakultas Syariah, Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag.

3. Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syari‟ah, Ibu Evi Ariyani, MH.

4. Romo Kyai H. Abda‟ Abdul Malik selaku Murobbi Ruuhiy. Semoga keberkahan senantiasa terlimpah kepada beliau beserta keluarga.

5. Dosen Pembimbing Skripsi bapak H.M Yusuf Khummaini, S.HI,.M.H yang selalu memberikan saran, pengarahan, dan masukan guna skripsi ini dapat selesai dengan maksimal sesuai yang diharapkan.

6. Bapak dan ibuku tercinta yang telah menyayangi lahir batin tanpa mengenal lelah.

(8)

8. Pimpinan kantor BPJS cabang Kota Salatiga bapak Hafidh Nugroho yang telah berkenan meluangkan waktu di tengah-tengah kesibukan tugasnya. 9. Teman-teman seperjuangan di pondok pesantren Hidayatul Mubtadi-„ien.

Special buat rekan imarotul ma‟had yang selalu bisa membuatku kuat

dalam keadaan tersulit sekalipun

10. Teman-teman HES ‟12 yang telah menjadi keluarga selama kurang lebih 4 tahun. Semoga kita semua bisa mencapai kesuksesan bersama.

11. Muhammad Alwi Saifur Rohman, trimakasih sudah menjadi alasan tersendiri dalam penyelesaian tugas akhir ini.

12. Kak Dita Septikawati, Momot, Ipay, Nyil yang sangat aku sayangi. 13. Adik ku Hendry Gunawan, trimakasih sudah menemani perjuangan yang

kadang penuh kegetiran ini. Mendampingi dalam suka dan duka. 14. Orang-orang berarti dalam hidupku yang tak bisa kusebut satu persatu.

Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan balasan pahala yang berlipat ganda serta senantiasa diberkahi segala urusan dunia ahiratnya, memperoleh perlindungan sertadilingkupi rahmat dan cinta- Nya. Amien.Akhirnya penulis ucapakan “Selamat membaca dan mengambil intisari

dari apa yang telah kami Tulis” terimakasih.

Wassalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh.

(9)

ABSTRAK

Istiqomah, 2016. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pengelolaan Dana Iuran Asuransi BPJS Kesehatan (Study Kasus Kantor BPJS Cabang Kota Salatiga). Skripsi. Jurusan Syari‟ah. Progam Studi Hukum Ekonomi Syari‟ah.

Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: H.M. Yusuf Khumaini, S.HI., M.H.

Masa depan asuransi syariah di Indonesia terbilang cukup cerah bersamaan dengan semakin berkembangnya minat masyarakat terhadap produk-produk perbankan syariah. Asuransi merupakan suatu metode untuk mengurangi resiko dengan jalan memindahkan dan mengkombinasikan ketidakpastian akan adanya kerugian keuangan.

BPJS merupakan salah satu produk asuransi yang saat ini sedang hangat diperbincangkan di tengah masyarakat. Tujuan BPJS itu sendiri adalah untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia. Sebagai umat Islam, kita memiliki acuan tersendiri tentang bermuamalah. Dalam bermuamalah, Islam melarang adanya unsur-unsur yang terlarang seperti gharar, riba, maisir dan lain sebagainya.

Prosedur pengelolaan dana iuran BPJS dapat dibilang belum memenuhi kriteria pengelolaan dengan prinsip syariah. Hal ini dikarenakan dalam pengelolaan dana iuran asuransi BPJS masih mengandung unsur gharar dan riba.

Skripsi ini akan mengajak kita untuk memahami bagaimana asuransi dalam hukum Islam dan bagaimana Islam memandang pengelolaan dana iuran BPJS yang merupakan program wajib dari pemerintah dan setiap warga negara Indonesia diharuskan turut serta menjadi peserta.

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

PERSETUJUAN PEMBIMBING

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

MOTO DAN PERSEMBAHAN

KATA PENGANTAR

ABSTRAK

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Manfaat Penelitian... 6

E. Penegasan Istilah... 7

F. Tinjauan Pustaka... 9

G. Metode Penelitian... 11

H. Sistematika Penulisan... 16

(11)

B. Prinsip-prinsip Asuransi Dalam Islam... 20

C. Dasar Hukum Asuransi Dalam Islam... 27

BAB III : BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) A. Definisi BPJS... 38

B. Dasar Hukum BPJS... 43

C. Prinsip-Prinsip BPJS Kesehatan... 44

D. Dana BPJS... 46

E. BPJS Di Kota Salatiga... 49

BAB IV : ANALISIS A. Analisis Pengelolaan Dana Iuran BPJS Di Kota Salatiga... 64

B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap pengelolaan Dana BPJS di Kota Salatiga...65

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan... 72

B. Saran... 75

DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan dunia perbankan di Indonesia ternyata sangat berpengaruh terhadap pola fikir masyarakat luas. Hal ini dibuktikan dengan semakin berkembangnya ragam transaksi perbankan yang bermunculan dengan sistem yang sama akan tetetapi memiliki inovasi yang lebih menarik.

Mereka mengemas produk perbankan yang mereka tawarkan sedemikian rupa untuk bisa menarik minat masyarakat.Salah satu yang saat ini sedang berkembang dimasyarakat ialah transaksi asuransi yang juga mendapat sorotan sebagai produk perbankan yang berkembang pesat.

(13)

Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian disebutkan bahwa :

“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung,dan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang

tertanggung”.

Menurut fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah dalam ketentuan umum disebut bahwa asuransi syariah(ta‟min, takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan/atau tabarru‟ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah(Abdul : 2007 : 35 ).

Dalam hukum Islam suatu akad dianggap sah jika dalam berakad kedua belah pihak dalam keadaan rela sama rela dalam hal ini adalah penanggung dan tertanggung, di mana diantara kedua belah pihak tidak ada yang merasa terpaksa atau dirugikan dengan akad tersebut.

(14)

manusia dalam menjalani kehidupanya di muka bumi ini, termasuk di dalamnya perbolehan untuk melaksanakan kegiatan dibidang perasuransian.

Dengan menghilangkan unsur-unsur yang dilarang dalam Islam, kemudian menggantinya dengan akad-akad tradisional Islam maka dapat melahirkan produk asuransi yang diperbolehkan. Akad-akad tradisional ini lazimnya disebut dengan akad berdasarkan prinsip syariah, yakni setiap akad yang di dasarkan pada aturan hukum Islam dengan menghindari unsur gharar, maisir, riba, bathil, dan risywah yang dapat merugikan salah satu pihak dan menguntungkan pihak yang lain.

Asuransi syariah merupakan tuntutan masa depan, karena asuransi mengandung manfaat-manfaat sebagai berikut:

1. Membuat masyarakat atau perusahaan menjadi lebih aman dari resiko kerugian yang mungkin timbul.

2. Menciptakan efisiensi perusahaan (bussines effisiency).

3. Sebagai alat penabung (saving) yang aman dari gejolak ekonomi. 4. Sebagai sumber pendapatan (earning power), yang didasarkan pada

financing the bussines(sumitro :2004 : 188 ).

Salah satu dari bentuk asuransi yang saat ini sedang hangat diperbincangkan adalah BPJS.BPJS merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011. Dalam pasal 14 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011

(15)

sudah berdiam di Indonesia selama minimal enam bulan wajib menjadi

anggota BPJS”.

BPJS merupakan salah satu program pemerintah dengan sistem iuran wajib.Iuran masyarakat yang diwajibkan oleh pemerintah Indonesia ini menuai berbagai komentar. Masyarakat dituntut untuk membayar pengalihan resiko yang belum pasti terjadi dengan mengatasnamakan kesejahteraan. Dan apabila tidak terjadi resiko apapun di masa yang akan datang uang iuran ini dianggap sumbangan kepada negara tanpa adanya imbal balik.

Berbeda dengan prinsip akad dalam Islam. Dalam asuransi BPJS, peserta atau masyarakat dituntut dan diwajibkan untuk turut serta menjadi peserta asuransi BPJS yang bahkan banyak sekali kalangan yang tidak memahami tentang bagaimana dana iuran mereka dikelola dan bahkan banyak sekali dari mereka yang tidak begitu memahami tentang manfaat apa saja yang akan mereka peroleh setelah menjadi peserta BPJS. Hal ini tentu bertentangan dengan prinsip akadAn-Taraadlindalam Islam. Dalam pelaksanaan asuransibisa dikatakan BPJS terjadi wanprestasi di mana pemerintah selaku pemegang kekuasaan memilihkan segalanya bagi masyarakat Indonesia dalam hal ini terkait asuransi BPJS.

(16)

apa yang mereka yakini, karena selama ini asuransi yang kita kenal kebanyakan menggunakan sistem asuransi konvensional, di mana didalamnya mengandung unsur riba, gharar, maysir dan sejenisnya yang sudah jelas dilarang oleh Islam.

Sehubungan dengan tidak ditemukannya implementasi prinsip An-Taraadlin dalam asuransi BPJS khususnya di Kota Salatiga, maka perlu adanya kajian khusus terkait dengan status hukum asuransi BPJS.Selain itu belum banyak ditemukan karya ilmiah yang membahas masalah ini secara rinci untuk bisa dijadikan pedoman atau rujukan dalam pemecahan masalah yang berhubungan dengan asuransi BPJS.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana sistem pengelolaam dana iuran asuransi BPJS kesehatan di Kota Salatiga?

(17)

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana praktik pengelolaan dana iuran asuransi BPJS kesehatan di Kota Salatiga.

2. Untuk mengetahui status hukum pengelolaan dana iuran Asuransi BPJS kesehatan dalam tinjauan hukum Islam.

D. Manfaat Penelitian

Adapun beberapa manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini, antara lain adalah:

1. Bagi Penulis

Bagi penulis sendiri penelitian ini bermanfaat secara akademik, yakni menambah khazanah pengetahuan penulis guna pengembangan ilmu ekonomi Islam, yang salah satunya terkait tentang asuransi yang dijalankan di Indonesia.

2. Bagi Lembaga BPJS

(18)

bertentangan dengan hukum Islam.Karena, masyarakat Indonesiayang dituntut untuk ikut serta menjadi peserta BPJS di dominasi oleh masyarakat beragama Islam.

3. Bagi Lembaga IAIN Salatiga

Memberikan masukan dan informasi terkait Asuransi BPJS yang disampaikan dalam bentuk laporan serta dapat dijadikan sebagai referensi penelitian lebih lanjut dengan judul dan tema yang hampir sama bagi perpustakaan IAIN Salatiga.

4. Bagi Masyarakat Umum

Tulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat luas dan dapat memberikan pemahaman tersendiri tentang asuransi dalam hukum Islam. Dengan adanya tulisan ini, masyarakat diharapkan dapat mengenal lebih dekat BPJS dan sistem yang dijalankan, serta memahami tentang bagaimana Islam memandang BPJS yang merupakan program jaminan kesehatan yang bersifat wajib.

E. Penegasan Istilah

(19)

Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya ataupun rakyat bisaa (lihat Peraturan BPJS No. 1/ 2014, Pasal 1).

Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Hukum Asuransi di Indonesia

memaknai asuransi sebagai “suatu persetujuan pihak yang menjamin dan

berjanji kepada pihak yang dijamin, untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang

dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas”(Wirjono : 1987 : 1 ).

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 246 dijelaskan bahwa yang dimaksud asuransi atau pertanggungan adalah

“suatu perjanjian (timbal balik) , dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan yang diharapkan, yang mungkin akan

dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu”.

Dalam hukum Islam asuransi dikenal sebagai takaful(مفاكت) yang berarti menolong, mengasuh, memelihara, memberi nafkah, dan mengambil alih perkara seseorang. Takaful dimaksud, yang akar katanya berasal dari

kafala-yakfulu kafaalatan, mempunyai pengertian menanggung.

Takaful dalam pengertian fiqh mu‟amalah adalah saling memikul

(20)

cara, setiap orang mengeluarkan dana kebajikan (baca; tabarru‟) yang ditujukan untuk menanggung risiko tersebut( Zainuddin : 2008 :6-7 ).

F. Tinjauan Pustaka

BPJS bisa dikatakan program baru dalam tatanan pemerintahan Indonesia, sehingga belum banyak karya tulis yang membahas tentang pengelolaan dana BPJS itu sendiri. Berdasarkan penelusuran penulis, terdapat beberapa skripsi/penelitian yang membahas mengenai investasi. Akan tetetapi penulis belum pernah menemukan skripsi/penelitian yang

secara khusus membahas tentang “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Pengelolaan Dana Asuransi BPJS kesehatan”.

Adapun beberapa artikel atau petian tentang jaminan kesehatan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat yang pernah ada sebelumnya yaitu:

1. Skripsi dengan judul “Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Bagi

Pekerja Setelah Transformasi Kelembagaan Jamsostek Menjadi

(21)

pelaksanaan BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan).

2. Jurnal dengan judul “Analisis Akuntansi Pendapatan Asuransi

Sosial (Studi Pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Ketenagakerjaan Tanjung pinang)” karya Dwi Haryati pada tahun 2014. Permasalahan yang dibahas dalam jurnal ini adalah menganalisis pendefinisian, pengakuan, pengukuran, pengungkapan pendapatan berdasarkan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 23 pada BPJS Ketenagakerjaan Cabang Tanjungpinang.

3. Skripsi dengan judul “Jaminan Sosial Kesehatan Sebagai hak

Masyarakat Dalam Undang-Undang No 40 Tahun 2004 (Kajian

Hukum Islam)” karya Aris Setiawan pada tahun 2011. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang hak masyarakat sebagai wujud kesejahteraan yang diperoleh dari pemerintah selaku pemimpin dan bagaimana Islam menanggapinya.

(22)

IslamTerhadap Praktik Pengelolaan Dana Asuransi

BPJSKesehatan(Study Kasus di Kantor BPJS CabangKota Salatiga).

Studi seperti ini penting untuk dihadirkan kepada para peminat studi hukum Islam dan pemerintah sebagai pengelola secara umum dan seluruh lapisan masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam khususnya, agar mereka mengetahui dan memahami bagaimana pengelolaan dana asuransi yang sesuai dengan hukum Islam. Sehingga, kita semua tidak jatuh pada hal-hal yang dilarang oleh agama. Dengan harapan nantinya dapat diperoleh perspektif baru bagi hukum Islam dalam rangka melaksanakan tugas dan kewajibannya yakni menjawab problematika yang ada sekarang ini.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian dan Pendekatan

(23)

2. Kehadiran Peneliti

Pada penelitian ini penulis hadir dan ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh BPJS Salatiga. Penulis juga akan mewawancarai beberapa peserta BPJS untuk mengetahui sejauh mana pengelolaan dana asuransi BPJS yang berlaku pada mereka selama menjadi peserta BPJS.

3. Lokasi Penelitian

(24)

4. Sumber Data

a. Sumber Data Primer :

1) Informan

Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian.Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalahstaff karyawan, direksi, dan peserta asuransi BPJS.

2) Dokumen

Dalam hal penelitian ini dokumen yang digunakan adalah Undang-Undang sebagai peraturan yang memuat aturan tentang BPJS, surat surat penting yang digunakan oleh kantor BPJS dalam pelayanan peserta, juga beberapa polis yang dimiliki peserta BPJS.

b. Data Sekunder

(25)

5. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan secara langsung dari sumbernya di tempat penelitian. Pada pengumpulan data secara primer, penulis menggunakan beberapa tehnik guna memperoleh data antara lain :

a) Observasi merupakan pengamatan yang dilakukan secara

langsung pada objek yang diteliti yakni bagaimana sistem pengelolaan dana iuran peserta setelah berada dalam pengelolahan pihak BPJS serta penelitian tentang pelaksanaan akad asuransi dalam BPJS. Dalam penelitian ini penulis akan ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh BPJSSalatiga, baik kegiatan yang berada didalam kantor maupun diluar kantor sepertisosialisasi, pelayanan dan penanggapan keluhan peserta BPJS dan rutinitas kerja lainnya yang berkaitan dengan kinerja BPJS.

b) Indepth Interview(wawancara mendalam) karena

(26)

diteliti. Wawancara mendalam dilakukan secara langsung terhadap informan yakni pimpinan kantor BPJS cabang Kota Salatiga beserta beberapa karyawannya dan juga beberapa peserta BPJS yang berpedoman pada daftar pertanyaan yang sudah disusun oleh peneliti sebelumnya.

6. Analisis Data

Dalam menganalisis data, penulis akan mencari titik temu antara kaidah-kaidah Ushul Fiqh juga prinsip bermuamalah dalam hukum Islam dengan data yang penulis peroleh baik dari pihak BPJS, peserta BPJS, dan pihak-pihak lain terkait dengan praktik pelaksanaan asuransi BPJS dilapangan.

7. Tahap-Tahap Penelitian

(27)

H. Sistematika Penulisan

Bab I :PENDAHULUAN, bab ini berisi Latar Belakang Masalah,Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

Bab II : LANDASAN TEORI: merupakan bab yang membahas secara umum mengenai landasan teori tetang pengertian asuransi dalam persepektif hukum Islam.

Bab III : PAPARAN DATA HASIL PENELITIAN meliputi : Gambaran umum tentang aturan atau konsep pengelolaan dana asuransi BPJS yang dibuat serta pelaksanaannya dikantor BPJS cabang Kota Salatiga.

Bab IV : PEMBAHASAN, meliputi: Analisis hukum Islam mengenai pengelolaan dana asuransi BPJS kesehatan di kantor cabang Kota Salatiga.

(28)

BAB II

ASURANSI DALAM HUKUMISLAM

A. Definisi Asuransi Dalam Hukum Islam

Maraknya penerapan prinsip syariah dalam lembaga keuangan Bank dipenghujung abad XX yang dimulai dengan didirikannya Bank Muamalat Indonesia (BMI), juga berdampak bagi lembaga keuangan bukan Bank, termasuk didalamnya asuransi. Kebutuhan mengenai asuransi yang mendasarkan pengelolaannya pada prinsip syariah dirasa semakin meningkat, karena dalam kehidupan sekarang ini asuransi memiliki kemanfaatan bagi setiap orang yang tertimpa musibah, sehingga dapat mengurangi beban penderitaan yang dialaminya. Disamping itu keberadaan asuransi memang sangat terkait erat dengan perbankan itu sendiri, misalnya dicantumkannya klausul perjanjian antara Bank dengan nasabah berupa keharusan bagi nasabah untuk mengasuransikan barang yang menjadi jaminan kredit atau pembiayaan.

(29)

Asuransi syariah mempunyai beberapa padanan dalam bahasa Arab, di antaranya yaitu (1) takaful(2)ta‟min dan (3)tadhamun. At-Ta‟min dalam

Ensiklopedi Hukum Islam disebutkan bahwa transaksi perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat(Zainudin;2008 : 03).

Takaful dalam pengertian fiqh muamalah adalah saling memikul resiko di antarasesama muslim sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul resiko dimaksud, dilakukan atas dasar saling menolong dalam kebaikan.

At-Tadhamun berarti saling menanggung. Hal dimaksud, bertujuan untuk menutupi keruguian atas suatu peristiwa dan musibah yang dialami oleh seseorang. Hal ini dilakukan oleh seseorang yang menanggung untuk memberikan sesuatu kepada orang yang ditanggung berupa pengganti (sejumlah uang atau barang) karena adanya musibah yang menimpa tertanggung. Oleh karena itu, makna dari kata tadhamun adalah saling menolong saudaranya yang sedang ditimpa oleh musibah.

Berdasarkan pengertian di atas, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (selanjutnya disebut DSN-MUI) memberikan pengertian asuransi syariah adalah sebagai berikut.

Asuransi syariah(ta‟min, takaful atau tadhamun) adalah usaha saling

melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui

(30)

pengembalian untuk mengahdapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.

Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksudkan adalah akad yang tidak mengandung gharar, maisir(perjudian)riba,

dzalim(penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan

maksiat(Zainuddin;2008 : 17).

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa asuransi syariah dilaksanakan oleh seseorang atau lebih untuk memperkuat ikatan solidaritas dan tanggung jawab sosial bagi kaum muslimin melalui mekanisme saling menolong untuk menciptakan keharmonisan dan stabilitas dalam kehidupan sosial masyarakat. Mekanisme itu dibenarkan, bahkan dianjurkan oleh ahli hukum Islam berdasarkan teori maslahah mursalah-nya yang besar bagi kesejahteraan umat manusia.

Maslahah mursalah menurut bahasa adalah mencari kemaslahatan (yang mutlak).Sedangkan menurut Ahli Ushul Fiqh adalah suatu kemaslahatan di manasyar‟i tidak mensyariatkan suatu hukum untuk merealisir kemaslahatan itu. Selain itu, tidak ada dalil yang menunjukkan atas pengakuannya atau pembatalannya atau menetapkan hukum suatu masalah yang tidak ada nash-nya atau tidak ada ijma‟nya dengan berdasar

pada kemaslahatan semata (yang oleh syara‟ tidak dijelaskan dibolehkan

(31)

Perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensional di antaranya adalah:

a. Dalam asuransi syariah dikenal adanya DPS (Dewan Pengawas Syariah) yang tidak ditemukan dalam asuransi konvensional.

b. Prinsip akad yang digunakan dalam asuransi syariah adalah takaful (tolong-menolong). Yakni, nasabah satu menolong nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan. Sedangkan asuransi konvensional bersifat tabaddul(jual beli antara nasabah dan perusahaan).

c. Dalam asuransi syariah, dana yang terkumpul diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudhArabah).

Sedangkan dalam konvensional diinvestasikan pada sembarang sektor dengan sistem bunga.

B. Prinsip-prinsip Asuransi Dalam Islam

(32)

Prinsip-prinsip perjanjian Islam sebagai suatu perjanjian yang bebas dari unsur gharar, maisir, dan riba dapat diimplementasikan dalam kegiatan usaha suatu perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi.Adapun ketentuan mengenai akad dalam asuransi syariahmenurut Fatwa Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariahadalah sebagai berikut:

1. Akad dalam asuransi

a. Akad yang dilakukan antara perusahaan asuransi dengan peserta asuransiterdiri atas akad tijarah dan/atau akad

tabarru‟.

b. Akad tijarah yang dimaksud dalam ayat (1) adalah

mudharabah, sedangkan akad tabarru‟ adalah hibah. c. Dalam akad, sekurang-kurangnya harus disebutkan:

1) Hak dan kewajiban peserta dan perusahaan; 2) Cara dan waktu pembayaran premi;

3) Jenis akad tijarah dan atau akad tabarru‟ serta syarat-syarat yang disepakati sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.

(33)

a. Dalam akad tijarah(mudharabah) perusahaan bertindak sebagai mudharib(pengelola) dan peserta bertindak sebagai

shahibul maal(pemegang polis).

b. Dalam akad tabarru‟, peserta memberikan hibah yang akad digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah, sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola danahibah.

Dalam hal ini prinsip dasar asuransi syariah ada beberapa macam, yaitu;tauhid, keadilan, tolong menolong, kerja sama, amanah, kerelaan, larangan riba, larangan judi, dan larangan gharar.

1. Tauhid

Prinsip tauhid adalah dasar utama dari setiap bentuk bangunan yang ada dalam syariat Islam. Setiap bangunan dan aktivitas kehidupan manusia harus didasarkan pada nilai-nilai tauhid. Artinya bahwa dalam setiap gerak langkah serta bangunan hukum harus mencerminkan nilai-nilai ketuhanan.

Dalam berasuranssi yang harus diperhatikan adalah bagaimana seharusnya menciptakan suasana dan kondisi bermuamalah yang tertuntun oleh nilai-nilai ketuhanan. Paling tidak dalam melakukan aktivitas berasuransi ada semacam keyakinan dalam hati bahwa Allah SWT selalu mengawasi seluruh gerak langkah kita dan selalu berada bersama kita.Kalau pemahaman semacam ini terbentuk dalam setiap pemain yang terlibat dalam perusahaan asuransi maka pada tahap awal masalah yang sangat urgensi telah terlalui dan dalpat melangsungkan perjalanan bermuamalah. 2. Keadilan (justice)

Prinsip kedua dalam berasuransi adalah terpenuhinya nilai-nilai keadilan (justice) antara pihak pihak yang terikat dengan akad asuransi. Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai upaya dalam menempatkan hak dan kewajiban antara nasabah (anggota) dan perusahaan asuransi.

(34)

santunan (premi) dalam jumlah tertentu kepada perusahaan asuransi dan mempunyai hak untuk mendapatkan sejumlah dana santunan jika terjadi peristiwa kerugian.

Kedua, perusahaan asuransi yang berfungsi sebagai lembaga pengelola dana mempunyai kewajiban membayar klaim (dana santunan) kepada nasabah. Disisi lain, keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan asuransi dari hasil investasi dana nasabah harus dibagi sesuai dengan akad yang disepakati sejak awal. Jika nasabah yang disepakati antara kedua belah pihak 40:60, maka realita pembagian keuntungan juga harus mengacu pada ketentuan tersebut.

3. Tolong menolong (ta‟awun)

Prinsip dasar yang lain dalam melaksanakan kegiatan berasuransi harus didasari dengan semangat tolong menolong (ta‟awun) antara anggota (nasabah). Seseorang yang masuk asuransi, sejak awal harus mempunyai niat dan motivasi untuk membantu dan meringankan beban temannya yang pada suatu ketika mendapatkan musibah atau kerugian.

4. Kerja sama (cooperation)

Prinsip kerja sama(cooperation) merupakan prinsip universal yang selalu ada dalam literature ekonomi Islami. Manusia sebagai makhluk yang mendapat mandat dari kholiknya untuk mewujudkan perdamaian dan kemakmuran dimuka bumi mempunyai dua wajah yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, yaitu sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial.

Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan dari yang lain. Sebagi apresiasi dari posisi dirinya sebagai makhluk sosial, nilai kerja sama adalah suatu norma yang tidak dapat ditawar lagi. Hanya dengan mewujudkan kerja sama antara sesama, manusia baru dapat merealisasikan kedudukannya sebagai makhluk sosial.

(35)

oleh perusahaan juga harus mengacu pada ketentuan akad tersebut.

5. Amanah (trustworthy / al-amanah)

Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat terwujud dalam nilai-nilai akuntabilitas (pertanggung jawaban) perusahaan melalui penyajian laporan keuangan tiap periode. Dalam hal ini perusahaan asuransi harus memberi kesempatan yang besar bagi nasabah untuk mengakses laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi harus mencerminkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan dalam bermuamalah dan melalui auditor publik.

Prinsip amanah juga harus berlaku pada diri nasabah asuransi. Seseorang yang menjadi nasabah asuransi berkewajiban menyampaikan informasi yang benar berkaitan dengan pembayaran dana iuran dan tidak memanipulasi kerugian yang menimpa dirinya. Jika seorang nasabah asuransi tidak memberikan informasi yang benar dan memanipulasi data kerugian yang menimpa dirinya, berarti nasabah tersebut telah menyalahi prinsip amanah dan dapat dituntut secara hukum. 6. Kerelaan (al-ridha)

Prinsip kerelaan (al-ridha) dalam ekonomi Islami berdasar pada firman

Allah SWT dalam QS an-Nisa‟ [4]: 29.

َُُْ٘نَت َُْأ َّلَِا ِوِطابىاِب ٌُْنََْْٞب ٌُْنَىاٍََْ٘أ اُْ٘يُمْأَت َلَ ٍََُْْ٘أ ِْٛذَّىا اََُّٖٝأ اَٝ

اًَِْٞحَر ٌُْنِب َُاَم َالله َُِّا ٌُْنَسُفَّْأ اُْ٘يُتْقَت َلََٗ ٌُْنٍِْْ ٍضاَزَت َِْ ًةَراَجِت

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah dzat yang maha penyayang. (Qs. An-Nisa : 29)

Ayat ini menjelaskan tentang keharusan untuk bersikap rela dan ridha dalam setiap melakukan akad (transaksi) dan tidak ada paksaan antara pihak-pihak yang terkait oleh perjanjian akad, sehingga kedua belah pihak bertransaksi atas dasar kerelaan bukan paksaan.

(36)

awal untuk merelakan sejumlah dana(premi) yang disetorkan ke perusahaan asuransi, yang difungsikan sebagai dana sosial (tabarru‟). Dana sosial (tabarru‟) memang betul-betul digunakan untuk tujuan membantu anggota (nasabah) asuransi yang lain jika mengalami bencana kerugian.

7. Larangan riba

Riba secara bahasa bermakna ziyadah(tambahan).Sedangkan secara istilah riba berarti pengambilantambahan dalam transaksi bisnis tanpa adanya iwadh (padanan) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut.Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara

bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam. Terdapat beberapa jenis riba yang dikenal. Wahbah Zuhaili transaksi jual-beli kredit (bai‟ muajjal). Perbedaan antara utang yang muncul karena qardh dengan utang yang muncul karena jual-beli terletak pada asal kedua akad tersebut. Utang qardh

muncul karena akad utang-piutang, yaitu meminjam harta orang lain lalu diganti pada waktu yang lain. Sedangkan utang dalam jual-beli muncul karena harga yang belum diserahkan pada saat transaksi, baik sebagian atau keseluruhan.

Pengertian riba jahiliyah yaitu riba karena adanya utang yang dibayar lebih dari pokoknya karena peminjam tidak mampu melunasi hutangnya setelah jatuh tempo. Ketidakmampuan mengembalikan utang ini kemudian dimanfaatkan oleh kreditur untuk mengambil keuntungan. Dalam perbankansyariahcara seperti ini dilarang karena merupakan bagian dari riba.

(37)

Pengertian riba nasiah ialah riba yang timbul karena adanya hutang piutang yang tidak memenuhi kriteria untuk muncul bersama risiko dan hasil usaha yang muncul bersama biaya. Dengan demikian keuntungan muncul tanpa adanya risiko atau hasil usaha yang diperoleh tanpa adanya biaya modal akan mengakibatkan riba. Dalam perbankan konvensional, riba nasiah dapat ditemui dalam pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga deposito, tabungan dan lain sebagainya.

Razi dalam kitabnya Tafsir Kabir mengajukan beberapa alasan mengenai pengharaman riba:

a. Riba tak lain adalah mengambil harta orang lain tanpa ada nilai imbalan apapun. Padahal menurut sabda Nabi SAW, harta seseorang adalah seharam darahnya bagi orang lain; b. Riba dilarang karena menghalangi manusia untuk terlibat

dalam usaha yang aktif. Orang kaya, jika ia mendapat penghasilan dari riba, maka ia akan cenderung bergantung pada cara yang gampang ini dan membuang pikiran untuk giat berusaha;

c. Kontrak riba adalah media yang digunakan oleh orang kaya untuk mengambil kelebihan dari modal. Perbuatan ini haram dan bertentangan dengan keadilan dan persamaan; d. Kontrak riba memunculkan hubungan yang tegang di antara

sesama manusia;

e. Keharaman riba dibuktikan dengan ayat Al-Qur‟an, dan kita tidak perlu mengetahui alasan pengharamannya. Kita harus membuangnya karena haram, meskipun kita tidak tahu alasannya.

8. Larangan judi (maisir)

Syafi‟i Antonio mengatakan bahwa unsur judi artinya adanya

salah satu pihak yang untung namun dilain pihak justru mengalami kerugian. Hal ini tampak jelas apabila pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan kontraknya sebelum masa reversing period, bisaanya tahun ketiga maka yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang yang telah dibayarkan kecuali sebagian kecil saja. Juga adanya unsur keuntungan yang dipengaruhi oleh pengalaman underwriting, di mana untung rugi terjadi sebagai hasil dari ketetapan.

9. Larangan gharar(ketidakpastian)

Gharar dalam pengertian bahas adalah al-khida‟(penipuan), yaitu suatu tindakan yang didalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan.Wahbah Zuhaili memberi pengertian tentang gharar

(38)

Secara syariah dalam akad pertukaran harus jelas berapa yang harus dibayarkan dan berapa yang harus diterima. Keadaan ini akan menjadi rancau (gharar) karena kita tahu berapa yang akan kita terima (sejumlah uang pertanggungan), tetetapi tidak tahu berapa yang akan dibayarkan (jumlah seluruh premi) karena hanya Allah yang tahu kapan seseorang akan meninggal. (Ali:2004: 136)

C. Dasar Hukum Asuransi Dalam Islam

Landasan dasar asuransi syariah adalah sumber dari pengambilan hukum praktik asuransi syariah. Karena sejak awal asuransi syariah dimaknai sebagai wujud dari bisnis pertanggungan yang didasarkan pada nilai-nilai yang ada dalam ajaran Islam, yaitu al-Qur‟an dan sunnah Rasul, maka landasan yang dipakai dalam hal ini tidak jauh berbeda dengan metodologi yang dipakai oleh sebagian ahli hukum Islam.

Pada kesempatan kali ini, landasan yang digunakan dalam memberi nilai legalisasi dalam praktik bisnis asuransi adalah: Al-Qur‟an, sunnah Nabi, piagam madinah, praktik sahabat, ijma‟, qiyas, syar‟u man qoblana, dan istihsan.

1. Al-Qur‟an

Al_Qur‟an tidak menyebutkan secara tegas ayat yang

menjelaskan tentang praktik asuransi seperti yang ada pada saat ini. Hal ini terindikasi dengan tidak munculnya istilah asuransi atau at-ta‟min secara nyata dalam al_Qur‟an. Walaupun begitu

(39)

muatan nilai-nilai dasar yang ada dalam praktik asuransi, seperti nilai dasar tolong menolong, kerja sama, atau semangat untuk melakukan proteksi terhadap peristiwa kerugian (peril) dimasa mendatang.

Di antara ayat-ayat al-Qur‟an yang mepunyai muatan nilai -nilai yang ada dalam praktik asuransi adalah:

a. Surah al-Maidah (5): 2

ُِاَْٗ ُعىاَٗ ٌِْثِلإا َٚيَ َُّْ٘ٗاَعَت َلََٗ َْٙ٘قَتىاَٗ ِّزِبىا َٚيَ اَُّْ٘ٗاَعَت َٗ

ِباَقِعىا ُ ِْٝ َش َالله َُِّإ َالله اُْ٘قَّتاَٗ

.

Artinya:“…Tolong menolonglah kamu dalam (mengerjaka) kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat

siksa-Nya”.(QS. Al-Maidah [5]: 2)

(40)

b. Surah al-Baqarah [2]: 185

َزْسُعىا ٌُُنِب ُ ِْٝزُٝ َلََٗ َزْسُٞىا ٌُُنِب ُالله ُ ِْٝزُٝ

.

Artinya: “… Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan

tidak menghendaki kesukaran bagimu…”(QS. al-Baqarah [2]:185)

Dalam ayat di atas, Allah menjelaskan bahwa kemudahan adalah sesuatu yang dikehendaki oleh-Nya, dan sebaliknya kesukaran adalah sesuatu yang tidak dikehendaki oleh-Nya. Maka dari itu, manusia dituntun oleh Allah SWT agar dalam setiap langkah kehidupannya selalu dalam bingkai kemudahan dan tidak mempersulit diri sendiri. Dalam konteks bisnis asuransi, ayat tersebut dapat dipahami bahwa dengan adanya lembaga asuransi, seseorang dapat memudahkan untuk menyiapkan dan merencanakan kehidupannya dimasa yang akan datang dan dapat melindungi kepentingan ekonominya dari sebuah kerugian yang tidak disengaja.

c. Surah an-Nisaa [4]: 9

ٌَِْٖٞيَ اُْ٘فاَخ اًفاَعِض ًتَِّّٝرُذ ٌِِْٖفْيَخ ٍِِْ اُْ٘مَزَت َْ٘ى َِِْٝذَّىا َشْخَٞىاَٗ

اً ِْٝ َس ًلََْ٘ق اُْ٘ىُْ٘قَْٞىَٗ َالله اُْ٘قَّتَْٞيَف

(41)

bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.(QS. an-Nisaa‟ [4]: 9)

Ayat ini menggambarkan kepada manusia yang berfikir tentang pentingnyaperencanaan yang matang dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi dimasa yang akan datang.

d. Surah al-Taghaabun [64]: 11

ِالله ُِْذِئِب َّلَِإ ٍتَبِْٞصٍُ ٍِِْ َباَصَأ اٍَ

Artinya: “ Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah…”(QS. al-Taghaabun [64]: 11)

Allah SWT telah memberi penegasan dalam ayat di atas bahwa segala musibah atau peristiwa kerugian (peril) yang akan terjadi dimasa mendatang tidaklah dapat diketahui kepastiannya oleh manusia. Nilai implisit dari ayat di atas adalah dorongan bagi manusia untuk selalu menghindari kerugian dan berusaha meminimalisir kerugian. Salah satu metodenya adalah dengan memperbanyak doa kepada Allah SWT sebagai pengatur kehidupan di alam agar terhindarkan dari bencana serta kerugian ekonomi.

(42)

kerugian atau paling tidak resiko kerugian tersebut dapat diminimalisasi.

2. Sunnah Nabi

Kalangan Ahli agama di dalam memberikan pengertian sunnah berbeda-beda, sebab para ulama memandang sunnah dari segi yang berbeda-beda pula dan membicarakannya dari segi yang berlainan. Ulama hadits memberikan pengertian sunnah sebagai berikut:

ٍزِْٝزْقَت َْٗأ ٍوْعِف َْٗأ ٍهَْ٘ق ٍِِْ ٌََّيَس َٗ َِْٔٞيَ ُالله َّٚيَص ِْٜبَّْىا َِِ َوِقُّ اٍَ

َلِىَذ ُزَْٞ َْٗأ

.

Artinya: “ segala yang dinukilkan dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrirnya atau selain itu. ”

Jadi menurut pengertian ini, sunnah meliputi biografi Nabi, sifat-sifat Nabi baik yang berupa fisik, misal; mengenai tubuhnya, rambutnya, dan sebagainya, maupun yang mengenai psikis dan akhlak Nabi dalam keadaan sehari-hari sebelum atau sesudah bi‟tsah(diangkat) menjadi Rasul.

a. Hadits tentang anjuran menghilangkan kesulitan seseorang

(43)

ِةَزِخَلأاَٗ اَُّْٞ ىا ِٚف َِْٔٞيَ ُالله َزَّسَٝ ٍزِسْعٍُ َٚيَ َزَّسَٝ ٍََِْٗ ِتٍَاَِٞقىا

ٌيسٍ ٓاٗر

Artinya: “ diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, Nabi

Muhammad SAW bersabda: barang siapa yang menghilangkan

kesulitan duniawinya seorang mu‟min, maka Allah SWT akan

menghilangkan kesulitannya pada hari kiamat. Barangsiapa yang mempermudah kesulitan seseorang, maka Allah SWT

akan mempermudah urusannya di dunia dan di akhirat. ” (HR. Muslim)

b. Hadits tentang anjuran meninggalkan Ahli waris yang kaya

ُالله َّٚيَص ِالله ُهُْ٘سَر َهاَق َهاَق ْصاَقَٗ ِٜبَأ ِِْباٍ ْعَس ِِْباٍزٍِاَ َِْ

ًتَىاَ ٌَُْٖمَزَتَت ٍِِْ مٌزَْٞخ َااَِْْٞ َأ َكَ َىَٗ َتْمَزَت ُِْإ ٌَّيَسَٗ َِْٔٞيَ

َااَّْىا َُُْ٘فَّفَنَتَٝ

.

ٙراخبىا ٓاٗر

Artinya: “diriwayatkan dari Amir bin Sa‟ad bin Abi Waqasy, telah bersabda Rasulullah SAW: “Lebih baik jika engkau meninggalkan anak-anak kamu (Ahli waris) dalam keadaan kaya raya, daripada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin (kelaparan) yang meminta-minta kepada manusia

lainnya. ”(HR. Bukhari)

3. Piagam Madinah

(44)

Dalam konstitusi ini dijelaskan tentang peraturan bersama antara orang Quraisy yang berhijrah dengan suku-suku yang tinggal di Madinah untuk saling melindungi dan hidup bersama dalam suasana kerja sama saling tolong menolong. Pasal 11 Piagam Madinah memuat ketentuan bahwa kaum mukminin tidak boleh membiarkan sesama mukmin berada dalam kesulitan memenuhi kewajiban membayar diyat atau tebusan tawanan seperti disebutkan dalam pasal-pasal terdahulu.Ketentuan ini menekankan solidaritas sesama mukmin dalam mengatasi kesulitan.

4. Praktik Sahabat

Praktik sahabat berkenaan dengan pembayaran hukuman (ganti rugi) pernah dilakukan oleh khalifah kedua, Umar bin Khattab. Pada suatu ketika khalifah Umar bin Khattab berkata

“Orang yang namanya tercantum dalam diwan tersebut berhak menerima bantuan dari satu sama lain dan harus menyumbang untuk pembayaran hukuman (ganti rugi) atas pembunuhan (tidak disengaja) yang dilakukan oleh salah seorang anggota

masyarakat mereka” (Ghofur :2007 : 33)

(45)

perwilayah, dan orang-orang yang terdaftar diwajibkan saling menanggung beban.

5. Ijma

Para sahabat telah melakukan ittifaq(kesepakatan) dalam hal ini (aqilah). Terbukti dengan tidak adanya penentangan oleh sahabat lain terhadap apa yang dilakukan oleh khalifah Umar bin Khattab, sehingga dapat disimpulkan bahwa mereka sepakat mengenai persoalan ini.

Sebagai dalil dari kebolehannya memakai ijma‟ dalam menetapkan hukum adalah:

مٌَِسَح ِاللهَ ِْْ ََُٖ٘ف اًَْسَح ََُُِْ٘يْسَُىا َُٓأَر اٍَ

Artinya: “segala sesuatu yang menurut mayoritas kaum

muslimin itu baik maka dalam pandangan Allah SWT juga baik”.

(46)

6. Qiyas

Yang dimaksud dengan qiyas adalah metode ijtihad dengan jalan menyamakan hukum suatu hal yang tidak terdapat ketentuannya dalam al-Qur‟an dan Sunnah dengan hal lain yang hukumnya disebut dalam al-Qur‟an dan Sunnah karena persamaan illat(penyebab atau alasannya).

Dengan datangnya Islam system aqilah diterima Rasulullah SAW menjadi bagian dari hukum Islam. Ide pokok dari aqilah

adalah suku Arab zaman dahulu harus siap untuk melakukan kontribusi finansial atas nama pembunuh untuk membayar ahli waris korban. Kesiapan untuk membayar kontribusi keuangan ini sama dengan pembayaran premi pada praktik asuransi syariah saat ini. Jadi, jika dibandingkan permasalah asuransi syariah yang ada pada saat ini dapat disamakan hukumnya (qiyas) dengan system aqilah yang telah diterima di masa Rasulullah.

7. Syar‟u Man Qoblana(syar‟iat orang-orang sebelum kita)

(47)

Orang Arab kuno memiliki kebisaaan asli.Di mana seluruh anggota suku diwajibkan membayar ganti rugi. Kata A. Rahim

“prinsip hukuman bagi semua kejahatan terhadap orang adalah

pembalasan (dendam) yang dapat di ubah menjadi pembayaran uang darah atau ganti rugi untuk luka-luka. Jika luka-lukanya mengakibatkan kematian, maka kerugian yang disebabkannya dianggap sebagai kerugian bagi suku atau keluarga almarhum, dan adalah hak mereka untuk menuntut penyelesaian yang memuaskan dari suku atau keluarga di pelanggar (Ali : 2004 : 123).

8. Istihsan

Istihsan dalam pandangan AhliUshul adalah memandang

sesuatu itu baik. Kebaikan dari kebisaaan aqilah dikalangan suku Arab kuno terletak pada kenyataan bahwa ia dapat menggantikan balas dendam berdarah.

Muslehudindalam bukunya, melihat manfaat yang

signifikansi dari praktik aqilah, di antaranya adalah:

a. Mempertahankan keseimbangan kesukuan dan demikian, kekuatan pembalasan dendam darisetiap suku dapat menghalangi kekejaman suku lain;

(48)

c. Mengurangi beban anggota perorangan jika ia diharuskan membayar ganti rugi;

d. Menghindarkan dendam darah yang jika tidak dicegah mengakibatkan kehancuran total suku-suku yang terlibat; dan

(49)

BAB III

BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS)

A. Definisi BPJS

Dalam pasal 1 Ketentuan Umum Undang-undang Nomor 40 Tahun 2011 disebutkan definisi Badan penyelenggara kesehatan Nasional (selanjutnya disebut BPJS) adalah badan hukum yangdibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapatmemenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Sedangkan yang dimaksud dengan BPJS Ketenagakerjaan ialah merupakan program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu.

(50)

Setiap warga yang menjadi peserta BPJS memiliki hak dan kewajiban. Adapun kewajiban setiap peserta BPJS antara lain:

1. Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

2. Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan, perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat I;

3. Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh orang yang tidak berhak; dan

4. Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.

Selain kewajiban yang harus dipenuhi, setiap peserta BPJS memiliki hak yang wajib diberikan oleh pemerintah selaku pengelola dana atau penanggung. Di antara hak-hak tersebut antara lain:

1. Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan kesehatan;

2. Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

3. Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan; dan

4. Menyampaikan keluhan atau pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis ke Kantor BPJS Kesehatan.

Pemberi Kerja/Badan Usaha mendaftarkan seluruh karyawan beserta anggota keluarganya ke Kantor BPJS Kesehatan dengan melampirkan:

1. Formulir registrasi Badan Usaha/Badan Hukum lainnya

2. Data karyawan dan anggota keluarganya sesuai format yang ditentukan oleh BPJS Kesehatan

3. Anggota keluarga meliputi istri/suami sah, anak kandung/anak tiri, anak angkat sebanyak banyaknya 3 orang dengan kriteria belum berusia 21 tahun atau belum berusia 25 tahun bagi yang masih melanjutkan pendidikan formal dan belum pernah menikah serta belum memiliki penghasilan sendiri.

(51)

surat kuasa kepada pemberi kerja/Badan Usaha untuk menambahkan iuranya kepada BPJS Kesehatan

5. Jika pekerja menginginkan hal lain, pekerja dapat mendaftarkan langsung anggota keluarga tersebut ke BPJS Kesehatan dengan mengisi formulir Daftar Isian Tambahan Anggota Keluarga dan menunjukkan kartu identitas/KTP/Kartu Keluarga/Surat Nikah/Akta Kelahiran.

6. Tambahan kerabat (adik,kakak,asisten rumah tangga,sopir dan lain-lain) didaftarkan secara perorangan dikantor BPJS Kesehatan terdekat (tidak melalui Perusahaan/Badan Usaha) dan akan diterbitkan Virtual Account perorangan, dengan cara mengisi formulir Daftar Isian Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja serta menunjukkan kartu identitas/KTP/Kartu Keluarga/Surat Nikah/Akta Kelahiran. 7. Pemberi Kerja/Badan Usaha menerima nomor Virtual Account

(VA) Badan Usaha dari petugas BPJS Kesehatan, untuk dilakukan pembayaran iuran ke Bank yang telah kerjasama. 8. Bukti iuran diserahkan ke petuga BPJS Kesehatan untuk

dicetakkan Kartu Peserta.

9. Pemberi Kerja/Badan Usaha menerima Kartu Peserta untuk didistribusikan kepada karyawan.

Ada 2 (dua) manfaat jaminan kesehatan, yakni berupa pelayanan kesehatan dan Manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulance. Ambulance hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.

(52)

Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan:

1. Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.

2. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin(BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan HepatitisB(DPTHB), Polio, dan Campak. 3. Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar,

vasektomi, dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

4. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.

Meskipun manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif namun masih ada yang dibatasi, yaitu kaca mata, alat bantu dengar, alat bantu gerak (tongkat penyangga, kursi roda dan korset).Sedangkan beberapa fasilitas yang tidak dijamin dalam BPJS menurut PMK No 28 Tahun 2014meliputi:

1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku;

2. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat;

3. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cidera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja;

4. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas;

5. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri; 6. Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik;

(53)

9. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri;

10.Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk akupunktur non medis, shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment);

11.Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan (experimen);

12.Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu; 13.Perbekalan kesehatan rumah tangga;

14.Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar biasa/wabah;

15.Biaya pelayanan kesehatan pada kejadian tak diharapkan yang dapat dicegah (preventable adverse events);. Yang dimaksudkan

preventable adverse events adalah cidera yang berhubungan dengan kesalahan atau kelalaian penatalaksanaan medis termasuk kesalahan terapi dan diagnosis, ketidaklayakan alat dan lain-lain kecuali komplikasi penyakit terkait;

16.Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat jaminan kesehatan yang diberikan.

BPJS Kesehatan wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap. Besaran pembayaran kepada fasilitas kesehatan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan Asosiasi Fasilitas Kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.Dalam hal tidak ada kesepakatan atas besaran pembayaran, Menteri Kesehatan memutuskan besaran pembayaran atas program JKN yang diberikan. Asosiasi fasilitas kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

(54)

yang lebih tinggi daripada haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan. Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta PBI (penerima bantuan iuran).

Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya, BPJS Kesehatan wajib menyampaikan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan (periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember).Laporan yang telah diaudit oleh akuntan publik dikirimkan kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya. Laporan tersebut dipublikasikan dalam bentuk ringkasan eksekutif melalui media massa elektronik dan melalui paling sedikit 2 (dua) media massa cetak yang memiliki peredaran luas secara nasional, paling lambat tanggal 31 Juli tahun berikutnya.

B. Dasar Hukum BPJS

Adapun dasar hukum pelaksanaan BPJS antara lain adalah:

1. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Kesehatan;

2. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;

(55)

4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan.

5. Peraturan Menteri Kesehatan No 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. 6. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

424/KMK.06/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

7. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum asuransi Syariah.

8. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 53/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Tabarru‟ pada Asuransi Syariah.

C. Prinsip-prinsip BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan menyelenggarakan jaminan kesehatan berdasarkan asas-asas sebagai berikut:

1. Asas Kemanusiaan

Asas kemanusiaan adalah asas yang terkait dengan penghargaan terhadap martabat manusia.

2. Asas Manfaat

(56)

3. Asas Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah asas yang bersifat adil bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Tujuan diadakannya BPJS itu sendiri adalah mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan kesehatan yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya sebagai pemenuhan kebutuhan dasar hidup penduduk Indonesia.(UU No. 24 Tahun 2011 Pasal 3).

Prinsip-prinsip penyelenggaraan BPJS Kesehatan sesuai UU No. 24 Tahun 2011 pasal 4 yaitu:

1. Kegotongroyongan

Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaannya bersifat wajib untuk seluruh penduduk.

2. Nirlaba

Dana yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan SosialKesehatan (BPJS Kesehatan) adalah dana amanah yang dikumpulkan dari masyarakat secara nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Tujuan utamanya adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta.

3. Keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas.Prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.

4. Portabilitas

Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5. Kepesertaan bersifat wajib

(57)

6. Dana Amanah

Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.

7. Hasil pengelolaan dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.

D. Dana BPJS

Sumber pendanaan dalam penyelenggaraan JKN berasal dari iuran peserta PBI (dibayar oleh pemerintah) dan bukan PBI (Pekerja Penerima Upah dibayar oleh Pekerja dan Pemberi Kerja sedangkan Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja dibayar oleh peserta yang bersangkutan).

1. Mekanisme pembayaran

Mekanisme pembayaran iuran peserta kepada BPJS Kesehatan disesuaikan dengan kepesertaan yang terdaftar di BPJS Kesehatan.

a. Iuran bagi peserta PBI dibayarkan oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Kesehatan kepada BPJS Kesehatan. b. Iuran bagi peserta yang didaftarkan oleh Pemerintah

Daerah dibayarkan oleh Pemerintah Daerah dengan besaran iuran minimum sama dengan besar iuran untuk peserta PBI. c. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Pemberi kerja memungut iuran dari pekerja dan membayar iuran yang menjadi tanggung jawab pemberi kerja kemudian iuran disetorkan ke BPJS Kesehatan. 2) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai

(58)

Kesehatan sebagaimana diatur oleh Kementerian Keuangan.

d. Iuran bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja dibayarkan oleh peserta sendiri kepada BPJS Kesehatan sesuai dengan kelas perawatannya. e. Iuran bagi penerima pensiun, veteran, dan perintis

kemerdekaan dibayar oleh pemerintah kepada BPJS Kesehatan.

2. Besaran Iuran Peserta

a. Pekerja Penerima Upah (PNS,TNI,POLRI,Pejabat Negara,Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri)

1) Iuran jaminan kesehatan sebesar 5% dari gaji/upah perbulan, di mana 3% dibayar oleh pemberi kerja dan 2% dibayar oleh pekerja.

2) Gaji atau Upah yang dipakai sebagai dasar perhitungan iuran bagi PNS, TNI/POLRI dan Pejabat Negara adalah gaji pokok dan tunjangan keluarga.

3) Gaji dan upah yang dipakai sebagai dasar perhitungan iuran untuk pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri adalah penghasilan tetap dengan batas paling tinggi sebagai dasar perhitungan 2 kali Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Status Kawin anak 1.

b. Pekerja Penerima Upah selain peserta di atas

1) Iuran Jaminan Kesehatan sebesar 4,5% dari gaji atau upah yang diterima setiap bulan, di mana 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 0,5% dibayar oleh pekerja. 2) Iuran jaminan kesehatan yang dibayarkan mulai 1 juli

2015 sebesar 5% dari gaji/upah yang diterima setiap bulan, di mana 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% dibayar oleh pekerja.

3) Gaji atau upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran jaminan kesehatan terdiri dari gaji pokok dan tunjangan tetap. Batas paling bawah gaji atau upah perbulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran adalah upah minimum kabupaten Kota yang berlaku.

Batas paling tinggi gaji atau upah per bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran adalah 2 kali Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dengan status kawin anak 1.

4) Untuk keluarga lainnya, yaitu terdiri dari anka keempat dan seterusnya, orang tua dan mertua besaran iuran sebesar 1% per orang dari gaji/upah sesuai ketentuan. 5) Untuk tambahan kerabat, seperti kakak, adik,

(59)

besaran iuran adalah nominal sesuai dengan pilihan ruang kelas perawatan.

c. Untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), iuran dibayarkan oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Kesehatan kepada BPJS Kesehatan besarannya sesuai kelas perawatan.

d. Untuk peserta umum membayar secara mandiri baik melalui pembayaran tunai melalui instansi pembayaran yang telah berkerja sama atau auto debet melalui Bank

3. Ketentuan Hak Ruang Kelas Perawatan Peserta

a. Untuk peserta umum ruang kelas perawatan sesuai dengan kelas perawatan yang dipilih.

b. Untuk PNS, TNI/POLRI dan Penerima Pensiun beserta keluarganyya hak kelas perawatannya adalah:

1) Kelas I = PNS dan Penerima Pensiun Golongan Ruang III dan IV serta TNI/POLRI dan penerima Pensiun serta PNS Golongan ruang III dan IV.

2) Kelas II = PNS dan Penerima Pensiun Golongan ruang I dan II serta TNI/POLRI dan Penerima Pensiun serta PNS Golongan ruang I dan II.

c. Kelas I = Pekerja Penerima Upah dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri dengan gaji atau upah di atas 1,5 kali dengan status kawin anak 1, beserta anggota keluarganya. d. Kelas II = Pekerja Penerima Upah dan Pegawai Pemerintah

(60)

E. BPJS di Kota Salatiga

1. Sejarah singkat Kota Salatiga

Cikal bakal lahirnya Salatiga tertulis dalam batu besar berjenis andesit berukuran panjang 170cm, lebar 160cm dengan garis lingkar 5 meter yang selanjutnya disebut prasasti Plumpungan.

Berdasarkan Prasasti yang berada di Dukuh Plumpungan, Kelurahan Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo itu, maka Salatiga sudah ada sejak tahun 750 Masehi, yang ada pada saat itu merupakan wilayah Perdikan. Sejarahwan yang sekaligus Ahli Epigraf Dr. J. G. de Casparis mengalihkan tulisan tersebut secara lengkap yang selanjutnya disempurnakan oleh Prof. Dr. R. Ng Poerbatjaraka.

Prasasti Plumpungan berisi ketetapan hukum tentang status tanah perdikan atau swatantra bagi suatu daerah yang ketika itu bernama Hampra, yang kini bernama Salatiga. Pemberian perdikan tersebut merupakan hal yang istimewa pada masa itu oleh seorang raja dan tidak setiap daerah kekuasaan bisa dijadikan daerah Perdikan.

(61)

perdikan itu diberikan kepada desa atau daerah yang benar-benar berjasa kepada seorang raja.

Prasasti yang diperkirakan dibuat pada Jumat, 24 Juli tahun 750 Masehi itu, ditulis oleh seorang Citraleka, yang sekarang dikenal dengan sebutan penulis atau pujangga, dibantu oleh sejumlah pendeta atau resi dan ditulis dalam bahasa jawa kuno: "Srir Astu Swasti Prajabyah" yang berarti "Semoga Bahagia, Selamatlah Rakyat Sekalian".

Sejarahwan memperkirakan, bahwa masyarakat Hampra telah berjasa kepada Raja Bhanu yang merupakan seorang raja besar dan sangat memperhatikan rakyatnya, yang memiliki daerah kekuasaan meliputi sekitar Salatiga, Kabupaten Semarang, Ambarawa, dan Kabupaten Boyolali.

Penetapan di dalam prasasti itu merupakan titik tolak berdirinya daerah Hampra secara resmi sebagai daerah Perdikan dan dicatat dalam prasasti Plumpungan. Atas dasar catatan prasasti itulah dan dikuatkan dengan Perda No. 15 tahun 1995 maka ditetapkan Hari Jadi Kota Salatiga jatuh pada tanggal 24 Juli.

2. Gambaran Umum BPJS Kota Salatiga

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi, Jakarta: Program Studi Pendidikan Ekonomi, Konsentrasi Pendidikan Administrasi Perkantoran, Jurusan Ekonomi dan Administrasi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri

Di samping itu, pengamatan dan analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran uang (M2) merupakan variabel kunci bagi otoritas moneter untuk menetapkan

1) Asas “equality” yaitu bahwa pembagian tekanan pajak diantara masing- masing subyek pajak hendaknya dilakukan secara seimbang dengan kemampuannya. Kemampuan wajib

perataan laba dengan perusahaan yang tidak melakukan bahwa mempunyai. reaksi pasar

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E) pada

Pada tahap persiapan, praktikan menyiapkan seluruh kebutuhan dan administrasi yang diperlukan untuk mencari tempat PKL. Dimulai dengan pengajuan surat permohonan PKL

Adanya gas yang terlarut, oksigen dan karbon dioksida pada air umpan boiler adalah penyebab utama general corrosion dan pitting corrosion (tipe oksigen elektro kimia dan

Hasil survey visual maupun hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa spektrum pengguna-penumpang bus terminal Purabaya, terdiri dari Kelompok penyandang disabilitas,