' PENDIDIKAN DI INDONESIA
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Dalam
Ilmu Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam (S. Pd.I)
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
2008
SKRIPSI
DISUSUN O LEH :Jl. Tentara P elajar No. 02 Salatiga 50721 Telp. (0298)323433. 323706
P E N G E S A H A N
Skripsi Saudara: W idiyatm oko Agus Nugroho dengan Nom or Induk Mahasiswa 111 03 025 yang beijudul: RELEVANSI KONSEP PEN DID IK AN AKHLAK DALAM S U R A T LU Q M A N DENGAN PERUNDANG-UNDANGAN PEN DID IK AN DI INDONESIA telah dimunaqasyahkan pada Sidang Panitia Ujian Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri pada hari: R ab u , 19 M aret 2008 M yang bertepatan dengan tanggal 11 Rabbi* ul Awal H dan telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Saijana dalam Ilm u Tarbiyah.
19 Maret 2008 M . Salatiga,
---11 Rabbi'ul Awal 1429 H.
PANITIA UJIAN
Jl. Tentara P elajar No. 02 Salatiga 50721 Telp. (0298) 323433, 323706
D E K L A R A S I
<Uil
Dengan penuh kejujuran dan tanggungjawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi m ated yang pemah ditulis oleh orang lain atau pemah diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satu pun pikiran orang
lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan
rujukan.
Apabila dikemudian hari temyata terdapat materi atau pikiran-pikiran
orang lain di luar refrensi yang penulis cantumkan, maka penulis sanggup mempertanggungjawabkan kembali keaslian skripsi ini dihadapan sidang
munaqasyah skripsi.
Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.
Salatiga, 01 Maret 2008 Penulis
Jl. Tentara Pelajar No. 02 Salatiga 50721 Telp. (0298) 323433, 323706
Setelah kami teliti dan kami adakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini kami kirimkan naskah skripsi saudara:
Nama : Widiyatmoko Agus Nugroho NIM : 111 03 025
Jurusan/Progdi: Tarbiyah/PAI
Judul : RELEV ANSI KONSEP PENDIDIKAN
“A T R U L Y F R IE N D 'S I S P E R SO N W HO S A ID T H E TR U E TO US, A N D
N O T A P E R S O N W HO ST R A IG H T E N OUR W O RD S”
Kebahagiaatt yang hakiki adalah mampu taat kepada Sang
Maha Hidup.
1. Ayahanda Suparm in dan Ibunda tercinta (N inik Sri M ulyani dan Partimah).
2. Bapak dan Ibu mertua tercinta.
3. Istriku M ustaghfiroh Indyah TW dan p eri kecilku tercinta A fifa Sachiko
Yuwahhida, yang telah banyak memberi inspirasi dalam penulisan ini
4. Saudara-saudaraku, M asku Sujatmiko, yang telah banyak memberikan
dukungan, dem i tercapainya cita-cita ini, adik-adikku; Wahyu, dan Tyas, yang
selalu menghibur dalam kepenatan.
5. B pk KH. M uhsin Al-H afidz, yang telah memberikan pengarahan lahir dan
bathin.
6. B pk Dr. H Muh. Saerozi, M. Ag, yang telah memberikan bimbingan, dan
support dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
7. B pk M ukti Ali, B pk Yahya, yang banyak memberi saran dan supportnya.
8. M y best friend's. T. M N asir (Gutet), Zazuli “Iz u l”, S. Pdl, Am ir D avid
(Badrun) S. Pdl, Murjaya, S. P d l (Palembang), dan sem ua teman-teman
Tarbiyah khususnya P A I angkatan 2003 yang sam a-sam a berjuang bersama
di STAIN Salatiga.
9. Sahabat-sahabat PM II yang selalu berjuang bersam a (mas Sinyow, kang
Agung, kang Huda, cak Faiz, kang Dhomir, mas Arief, mas Atenk, dan yang
lain ya n g tidak dapat penulis sebutkan satu p er satu)
melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan sekripsi ini. Sholawat dan sal am semoga senantiasa
dilimpahkan kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW, beserta seluruh keluarga, sahabat, yang telah memberi petunjuk serta bimbingan
melalui ajaran-ajarannya.
Alham dulillah dengan penuh rasa syukur, penulisan skripsi dengan judul “RELEVANSI KO N SEP PEN DID IK AN A K H LA K DALAM
S U R A T LU Q M A N DENGAN PERUNDANG-UNDANGAN PEN DID IK AN DI INDONESIA” telah selesai. Skripsi ini merupakan sal ah
satu syarat guna memperoleh gelar Saijana Pendidikan Islam pada Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Kami haturkan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang telah membantu terwujudnya
skripsi ini.
Penulis yakin, skripsi ini tidak akan terwujud tanpa ada pertolongan
dari Allah Swt dan bantuan berbagai pihak yang telah memberikan kontribusi.
Maka, dengan segala kerendahan hati, kami menghaturkan terima kasih
kepada:
1. Ketua STAIN Salatiga, Drs. Imam Sutomo, M.Ag.
2. Ketua Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga, Drs. Sa’adi, M.Ag
3. Ketua Program Studi PAI STAIN Salatiga, Fatchurrahman, M.Pd
penulis dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.
5. Segenap Dosen STAIN Salatiga yang telah member! motivasi
sehingga skripsi ini dapat selesai.
Penulis yakin, skripsi ini masih jauh dari kesempumaan dan terdapat
banyak kesalahan serta kekurangan. Maka kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dari siapa saja. Besar harapan kami, skripsi ini bisa bermanfaat kepada pihak-pihak terkait secara khusus, dan bagi semua
pembaca secara urn urn. AMIN.
Salatiga, 01 Maret 2008 Penulis
Pengesahan... i
BAB II : PENDIDIKAN AKHLAK DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL... 19
A. Dasar dan Tujuan Pendidikan Nasional... 19
B. Fungsi Pendidikan Nasional... 22
C. Faktor-Faktor Pendidikan:... 24
1. Pendidik (guru)... 24
2. Peserta Didik (sisw a)... 27
3. Kurikulum Pendidikan N asional...29
4. Strategi Pendidikan N asional... 32
BAB III : NILAI DASAR PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-Q U R'AN SU RA T LUQM AN.... 34
A khlak... 40
C. Nilai-Nilai Dasar Pendidikan Akhlak dalam Surat Luqm an... 44
1. Pendidikan T auhid...44
2. Pendidikan A khlak...47
a. Akhlak terhadap Allah ...48
1) Syukur kepada A llah ...48
2) Beriman dengan Kesungguhan H a ti...49
3) Beribadah... 50
4) S ab ar...51
b. Akhlak terhadap M anusia...52
1) Menghormati Orang T u a ... 53
2) Larangan Memalingkan Muka (sombong)...57
3) Beijalan dengan Cara Sederhana... 58
4) Berbicara S o p an... 59
5) Am ar M a'rufN ahi M ungkar...59
6) Sangsi M oral...61
BAB IV : RELEV ANSI KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM SURAT LUQMAN DENGAN PERUNDANG-UNDANGAN PENDIDIKAN DI IN D O N ESIA ...63
1. Penerapan pendidikan akhlak di mulai dari keluarga...79
2. Peningkatan kualitas pendidik agama dalam pembelajaran... 80
3. Pendayagunaan potensi yang ada... 82
a. M asjid...82
b. Pondok Pesantren... 82
c. Sekolah... 83
d. Perguruan T in g g i... 83
BAB V : KESIMPULAN DAN PENUTUP... 85
A. Kesimpulan... 85
B. Saran-Saran...89
C. Penutup... 90 Daftar Pustaka
Lampiran-Lampiran.
A. Latar Belakang Masalah
Al-Q ur'an secara harfiah berarti "bacaan sempuma" yang merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat. Dalam sejarah belum ada yang mampu menandingi dan menyamai Al-Q ur'an. Dimana telah diketahui bahwa bacaan yang terkandung didalamnya begitu sempuma.
Sehubungan akan hal itu Quraish Shihab (1999:4) mengatakan bahwa, tidak ada bacaan seperti A l-Q ur’an yang di atur tentang cara baca dan masalah
etikanya. Tidak ada bacaan yang didalamnya terkandung kosa kata sebanyak 77.439 dengan jumlah huruf 323.015 hu m f yang seimbang dengan kata-
katanya, baik antara kata padanannya, maupun antonim dan sinonimnya serta dampaknya.
Sebagaimana dalam firman-Nya surat A sy-Syura: 17,
£ jj! ill
Artinya: Allah menurunkan kitab dengan sebenamya dan (menurunkan) neraca (keadilan, syari'at) (Mahmud Yunus, 1990:437).
Ini menunjukkan bahwa, Al-Q ur'an yang merupakan sumber ajaran Islam, banyak memberikan petunjuk bagi manusia dalam kehidupannya. Karena itu memahami isi Al-Q ur'an dan kemudian mampu meyakininya
sebagai way o f life-nya, sebagai ideologinya, sebagai keyakinan yang dibawa
sampai mati, yang mengatasi berbagai hal yang dapat dirasakan dan difikirkan
benar-benar menjadi "An expression o f the whole man", bagi yang mengharapkan kebahagiaan di dunia dan di akherat kelak, sebagaimana dalana
firman-Nya surat Al-Baqarah ayat: 2,
Artinya: kitab itu (Al-Qur'an) tidak ada keraguan padanya, jadi petunjuk bagi orang-orang yang takwa (Mahmud Yunus, 1990:3).
Di bidang akhlak, Al-Q ur'an menyerukan pada manusia agar mengarahkan jiw a dan hatinya pada sifat-sifat yang terpuji. Keyakinan ini dapat diperoleh dengan menguji kebenaran ayat-ayatnya, yang sekiranya
mampu untuk melakukannya. Secara garis besar, ayat-ayat Allah itu terdiri dari dua macam, yaitu ayat kauniah dan ayat qauliyah. Oleh karena itu
sebagai seorang muslim diperintahkan Allah untuk mempelajari alam, beserta isinya dengan metode ilmiah. Akhlak dalam ajaran Islam dibina berdasarkan prinsip-prinsip mengambil sesuatu yang baik menuju kepada yang lebih baik.
Tidak diragukan lagi, pendidikan melalui tingkah laku yang baik merupakan
sarana yang paling efektif dalam upaya memperbaiki diri pribadi maupun
umat.
Mengingat bahwa, manusia adalah makhluk Allah yang paling sempuma dengan bekal akal dan fikiran. Allah hanya menunjuk manusia
sebagai khalifah f l l ard, karena selain manusia tidak diberkahi akal dan fikiran oleh Allah SWT. Untuk itulah akal yang memposisikan manusia sebagai makhluk pilihan dan sempuma, dan menjadi penentu yang tidak dimiliki
Salah satu dimensi manusia yang sangat diutamakan dal am pendidikan adalah akhlak. Sehubungan itu Ramayulis (2005:72) mengatakan bahwa, pendidikan akhlak adalah jiw a pendidikan Islam. Sebab pendidikan akhlak adalah jiw a pendidikan, karena salah satu tujuan tertinggi pendidikan adalah pembinaan akhlak al-karimah.
Pendidikan akhlak dalam Islam dimulai sejak manusia dilahirkan ke dunia, dan teijadi melalui segi pengalaman hidup. Pembinaan akhlak ini dilakukan secara bertahap, berkelanjutan sesuai dengan perkembangan
masing-masing manusia.
Pada era globalisasi dan modemisasi menjadikan manusia tergantung
pada kemajuan teknologi, sehingga masalah agama kurang mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan. Era globalisasi telah membawa dampak yang sangat jelas, baik yang positif maupun yang negatif. Sisi positifnya
berbagai kemajuan IPTEK dan seni menjadikan manusia secara optimal memanfaatkan sumber daya yang ada, sedangkan pada sisi negatifnya terlihat
jelas bahwa, berbagai budaya asing masuk di Indonesia tanpa mengenal batas, yang tidak sesuai dengan budaya bangsa ini. Sehingga mengakibatkan
penyimpangan (baik dalam masalah pola hidup maupun perilaku) dan juga
kemerosotan moral di segala lapisan masyarakat, terlebih pada masalah akhlak generasi muda. Sehubungan itu Haidar Baqir berpendapat dalam Ki
Supriyoko, dkk (2007:182) bahwa, pendidikan agama yang hingga kini diajarkan pada peserta didik hanya mementingkan aspek kognisi
manusia yang tawadhu'-rendah hati, manusia yang saleh secara individu maupun sosial. Masai ah tersebut (akhlak/moral) yang menjadi tantangan bagi dunia pendidikan masa depan khususnya pendidikan agama.
Kualitas keberagamaan sangat ditentukan oleh realitas akhlak. Jika dalam syorVat membahas tentang syarat, rukun, syah/tidak, serta halal dan
haram, sedangkan pada masalah m u'am allat duniawi, manusia menekankan pada realitas perilaku/akhlak, yaitu tingkah laku pada perbuatan yang dinilai oleh norma-norma yang berlaku. Untuk itulah akhlak yang memegang peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat (interaksi antara satu
individu dengan individu yang lain).
Seorang pendidik, baik orang tua maupun guru berkewajiban membentuk individu yang penuh dengan kepribadian dan akhlak yang mulia. Mengingat bahwa pendidikan dasar diperoleh dari pendidikan dalam keluarga.
Maka orang tua berkewajiban memberi bekal pendidikan dasar tersebut sedini
mungkin. Hal ini senada dengan sabda Rasullullah SAW yang diriwayatkan oleh Muslim dalam Tadjab, dkk (1994:51); "Tiap-tiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tua-lah yang menjadikannya yahudi, nasrani, dan majusi".
Banyak sekali ayat-ayat Al-Q ur'an yang mengandung berbagai disiplin keilmuan seperti, pertanian, fisika, biologi, pendidikan dsb. Dengan akal
kreatif, inovatif, dan bijaksana untuk menterjemahkan ayat Allah dalam
kehidupannya.
Berbekal perangkat akal fikiran serta metode ilmiah, akan diperoleh pengetahuan. Dengan pengetahuan ini manusia mampu memanfaatkan segala
hal (sumber daya manusia maupun sumber daya alam) dengan sebaik-baiknya. Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 30, Allah menjadikan manusia di bumi ini sebagai khalifah (Mahmud Yunus, 1990:6).
Sedangkan modal utama sebagai khalifah adalah dengan ilmu. Karena dengan ilmu inilah akan tercapai kemajuan, maka penguasaan ilmu sebagai tulang punggung iman, takwa, dan ilmu pengetahuan serta teknologi mutlak
diperlukan.
Gambaran di atas menunjukkan bahwa, terciptanya keseimbangan yang
harmonis antara akal dan kepercayaan, mutlak dibutuhkan di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan
Pancasila ini. Artinya bahwa, manusia di beri kebebasan berfikir semaksimal mungkin, akan tetapi perlu disadari pula bahwa, terdapat hal yang harus
diyakini namun tidak dapat diadakan penelitian secara logis.
Dari sini nampaklah tentang pentingnya pendidikan agama (Islam). Di samping memperbincangkan tentang akal dan tentang keyakinan, dalam Islam juga berbicara tentang dunia dan akherat serta perilaku/akhlak manusia.
Berbicara tentang konsep pendidikan di Indonesia yaitu, antara konsep
pendidikan yang ada, tanpa menghilangkan makna nasionalisme ke dal am
pendidikan yang Islami.
Strategi yang diambil adalah dengan fungsionalisasi Al-Q ur'an dan
H adits secara maksimal. Sementara itu Achmadi (1984:21) mengatakan dal am bukunya "Ilmu Pendidikan" bahwa, diberbagai negara Islam, Saudi Arabia
misalnya, yang mana Islam sebagai agama Negara, maka Al-Q ur'an dan
H adits dijadikan sebagai sumber ajaran tertinggi bagi seluruh aspek kehidupan, termasuk pendidikan didalamnya.
Sementara itu, di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila, dengan mayoritas penduduknya beragama Islam tidak menjadikan Al-Q ur'an dan H adits sebagai dasar Negara.
Namun demikian, bagaimana dapat menfungsionalisasikan A l-Q ur'an dan
H adits secara maksimal di berbagai aspek kehidupan. Media yang paling tepat dan efektif adalah melalui pendidikan. Sehingga, apabila di masa yang akan datang perkembangan masyarakat semakin mengarah kepada hedonisme,
sekulerism e, dan individualism e, dan anarkism e, maka umat Islam di Indonesia harus mampu mengamankan Dasar Negara, sebagaimana pada waktu terbentuknya Pancasila.
Salah satu contoh konsep pendidikan dalam A l-Q ur'an adalah surat
Luqman. Di dalamnya terkandung beberapa ayat yang mengandung dasar- dasar ilmu pendidikan yang sempuma. Sebagaimana Hamka (1979:142) mengatakan bahwa, ada tujuh ayat terkandung di dalam surat Luqman
manusia masih hidup di dunia ini. Sedangkan Achmadi (1992:59) berpendapat bahwa, manusia seutuhnya dalam konsep pendidikan Islam berarti, perubahan yang diharapkan pada subyek didik setelah mengalami proses pendidikan, baik pada tingkah laku individu, dan kehidupan pribadinya maupun alam
sekitamya di mana individu itu hidup.
Kandungan statemen permasalahan di atas yaitu, era globalisasi dan modemisasi telah menjadikan manusia sangat menggantungkan pada
teknologi, sedangkan dampak negatif dari era global adalah kemerosatan akhlak (moral) di semua lapisan masyarakat. Maka pendidikan agama sebagai
pilar pendidikan akhlak diharapkan mampu mengatasi krisis moral tersebut. Karena pada dasamya masalah akhlak tidak dapat terwujud tanpa adanya
intervensi dari pendidikan agama. Diharapkan pendidikan agama mampu menjadi benteng dan filte r bagi setiap manusia Indonesia dalam menghadapi era global dewasa ini. Untuk itu penulis berkeinginan mengangkat
permasalahan itu dalam penelitian skripsi dengan judul "RELEVANSI KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM SU RAT LUQM AN DENGAN PERUNDANG-UNDANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA".
Sementara yang penulis maksud undang-undang pendidikan adalah
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari paparan latar belakang di atas, maka rumusan masalahan
yang perlu dituangkan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana konsep nilai dasar pendidikan yang terkandung dalam A
l-Qur'an surat Luqm an ?
2. Aspek-aspek pendidikan (Akhlak) apa saja yang terkandung dalam A
l-Qur'an surat Luqm an ay at 12-19 ?
3. Bagaimana relevansi konsep pendidikan akhlak dalam surat Luqman
dengan perundang-undangan pendidikan di Indonesia ?
C. Tujuan Penelitian
Setelah rumusan masalah ditetapkan, maka tujuan dari penulisan ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui secara mendalam tentang nilai-nilai dasar pendidikan
yang terkandung dalam Al-Q ur'an surat Luqman.
2. Untuk mengetahui aspek-aspek pendidikan akhlak yang terdapat dalam A
l-Qur'an surat Luqm an 12-19.
3. Untuk mengetahui relevansi antara nilai-nilai dasar pendidikan akhlak dalam Al-Q ur'an surat Luqm an dengan Perundang-Undangan Pendidikan
D. Manfaat Hasil Penelitian
Adapun manfaat dari hasil penelitian ini adalah untuk:
1. Secara Teoritis; memperkaya khasanah keilmuan dan pengetahuan tentang pendidikan dengan merujuk pada Al-Q ur'an dan perundang- undangan pendidikan di Indonesia.
2. Secara Praktis; mendorong kepada pembaca untuk lebih mendalami ilmu pengetahuan dengan merujuk pada dasar ajar an Islam (Al-Qur'an
dan Hadits) juga merelevansikan dengan peraturan/undang-undang
yang mengatur tentang pendidikan di Indonesia.
E. Tinjauan Pustaka
Sejauh pengetahuan penulis pembahasan serupa pemah dilakukan oleh: 1. Amir Mahmud (1992) dengan judul “Konsep Pendidikan Islam dalam
A l-Q u r’an dan Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan Nasional”. Dalam penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk mengetahui
pendidikan yang terkandung dalam wasiat Luqm an al-H akim , yang kemudian untuk mencari relevansi antara pendidikan Islam dengan
Tujuan Pendidikan Nasional di Indonesia. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa, pendidikan Islam terdapat kesesuaian dengan
pendidikan nasional. Dengan meninjau kembali pada TAP M PR No.
IV/MPR/1978, yang apabila itu dipilah-pilah akan menjadi unsur Pendidikan Nasional meliputi:
b. Meningkatkan kecerdasan. c. Meningkatkan ketrampilan. d. Mempertinggi budi pekerti.
e. Memperkuat kepribadian.
f. Mempertebal semangat kebangsaan.
g. Menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat
membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Sedangkan dal am merelevansikan pendidikan Islam dengan pendidikan nasional ia merujuk pada wasiat Luqm an kepada anaknya. Kesimpulannya menyatakan bahwa, antara Pendidikan Islam dan
pendidikan nasional mempunyai relevansi yang berkaitan erat.
2. Sukini (2006) dengan Judul “Pendidikan Akhlak Dalam Perspektif
Al-Qur ’an". Inti pembahasan yang dilakukan adalah sebagai berikut: a) Pendidikan anak.
b) Pendidikan anak dalam lingkungan keluarga.
c) Pendidikan akidah akhlak.
d) Materi pendidikan akhlak anak.
e) Sumber pendidikan akhlak anak dan metode pendidikan akhlak anak. 3. Muh. Wahid Supriyadi (2006) dengan judul skripsi “Metode Pendidikan
Islam Dalam Surat Luqm an” dari penelitian yang di lakukan, ia (Wahid) menfokuskan pada kajian tentang beberapa metode pendidikan yang terdapat dalam surat Luqm an, sedang obyek penelitianya pada ayat 13-19
15
Dari tabel tersebut di atas, tampak sekali perbedaan-perbedaan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelum penelitian ini. Untuk itu penulis bermaksud untuk mengadakan penelitian dengan judul tersebut, yaitu, "RELEVANSI KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM
SU RAT LUQM AN DENGAN PERUNDANG-UNDANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA".
F. Metodologi Penelitian
Bab I Pendahuluan, pada bab ini berisi; latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian, tinjanan pustaka,
metodologi penelitian, sistematika penulisan.
Bab II Pendidikan Akhlak dalam Sistem Pendidikan Nasional. Berisi: dasar dan tujuan pendidikan nasional, faktor-faktor pendidikan yang meliputi;
pendidik, siswa kurikulum dan strategi pendidikan nasional. Pendidikan akhlak dalam Sistem Pendidikan Nasional
Bab III Nilai Dasar Pendidikan Akhlak dalam A l-Q ur'an Surat Luqman, . y * ' v
dalam bab ini berisi; tokoh pendidik dalam Al-Q ur'an surat Luqman, tujuh ayat surat Luqman yang merupakan esensi pendidikan akhlak, nilai-nilai dasar
pendidikan akhlak dalam surat Luqman; tauhid (akhlak terhadap Allah), akhlak terhadap sesama, birrul walidain, syukur, ibadah, am ar m a 'ru f nahi
\
mungkar, sangsi moral.
Bab IV Relevansi Nilai Dasar Pendidikan Islam dalam Surat Luqman
dengan Perundang-Undangan Pendidikan di Indonesia berisi; relevansi konsep
pendidikan akhlak dalam surat Luqman dengan perundang-undangan pendidikan di Indonesia, aplikasi pendidikan akhlak dalam Sistem Pendidikan
Nasional.
A. Dasar dan Tujuan Pendidikan Nasional
Pendidikan dalam kehidupan suatu bangsa menduduki peranan yang
sangat penting. Perkembangan, kebangkitan, dan kejayaan serta kelangsungan hidup bangsa akan teijamin melalui pendidikan. Akan tetapi hal-hal tersebut tidak akan tercapai jika sendi-sendi dan pilar pendidikan rapuh.
Dalam hubungan itu, pendidikan di negara Indonesia dilaksanakan dengan maksud untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebagai perwujudan dari amanat yang termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu, “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara
Indonesia, yang melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, d an ...”.
Sedangkan dalam batang tubuh UUD 1945 dijabarkan cita-cita bangsa
melalui pendidikan yang terdapat pada pasal 31 dan sekaligus sebagai dasar
konstitusional, yakni:
1. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayai.
3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan, ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur undang-undang. *
* UUD 1945, setelah amandemen keempat (Tanggal 10 Agustus 2002).
Ayat pertama, menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia
menghormati dan melindnngi hak individu yang berkedudukan sebagai warga negara untuk mendapatkan pendidikan. Ayat kedua menunjukkan,
bahwa setiap warga negara wajib untuk mengikuti pendidikan dasar, dan pemerintah berkewajiban membiayainya, serta melaksanakan
kewajibannya untuk menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional. Sebagaimana dal am pembukaan UUD 1945 alenia keempat dengan tegas dan jelas menyatakan bahwa, salah satu faktor pemimpin-pemimpin
gerakan kebangsaan menyatakan kemerdekaan dan membentuk pemerintah an negara adalah upaya untuk “mencerdaskan kehidupan
bangsa”. Di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, negara yang berdasarkan pada “Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dal am permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” atau
yang dikenal dengan Pancasila.
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Bab II pasal 2 ditegaskan bahwa: Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD
Serangkaian nilai yang terkandung dal am tujuan pendidikan nasional hams mampu diterapkan pada realitas. Agar terwujudnya cita-cita
bangsa, yaitu melahirkan warga negara yang bersumberdaya unggul, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, serta menguasai IPTEK, maka pendidikan dikembangkan secara terpadu yang meliputi berbagai aspek kehidupan. Bila memjuk pada tujuan pendidikan dalam UU No. 20 Tahun
2003 di atas, untuk mewujudkan manusia yang beriman dan bertakwa serta
berakhlak mulia, perlu adanya campur tangan pendidikan agama. Untuk itu, kemudian pemerintah Republik Indonesia mengatur dalam Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2007, sebagai wujud dari pelaksanaan pengembangan pendidikan nasional sesuai pasal 12 ayat (4) dan pasal 30
ayat (5) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dari pemaparan di atas, tampak sekali posisi iman dan takwa, serta
akhlak menjadi prioritas dalam tujuan pendidikan nasional, Dengan demikian antara pendidikan Islam dan pendidikan nasional perlu diberikan
tekanan khusus. Oleh karena itu setiap jalur, jenis dan sistem pendidikan harus mempunyai tujuan yang berkesinambungan. Nilai-nilai yang diwujudkan oleh tujuan pendidikan tersebut tidak hanya ditampilkan
sekedar slogan/istilah saja. Melainkan, diharapkan mampu menjiwai seluruh isi yang berkaitan dengan pendidikan nasional. Barangkali tidak
B. Fungsi Pendidikan Nasional
Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen
pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (Depag RI, 2006:5). Sebagaimana telah diketahui,
bahwa pendidikan merupakan instrumen yang strategis dal am mencapai
tujuan bangsa, terutama dal am mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebagai instrumen, pendidikan nasional haruslah merupakan pengej awentahan dari
dasar negara RI, yaitu UUD 1945 dan Pancasila. Maka pemikiran, penyusunan, pengembangan, dan pembinaan sistem serta programnya
harus bersumber dan bertolak dari pancasila dan UUD 1945.
Dalam sejarah perkembangan dan perubahan sistem pendidikan di
Indonesia, secara langsung maupun tidak komponen-komponennya-pun
akan mengalami berbagai perubahan. Sesuai dengan perkembangan di era
reformasi ini, secara umum menuntut diadakannya berbagai pembenahan dan pembaharuan, termasuk pendidikan didalamnya. Sedangkan dalam pergeseran, adanya perubahan perspektif tentang peran manusia dari paradigma manusia sebagai sumber daya pembangunan, menjadi
paradigma manusia sebagai subyek pembangunan secara utuh (PPRI No. 19, 2005:71). Sehingga dalam fungsinya (pendidikan) akan mengalami perubahan juga. Hal ini dinyatakan dalam UU No. 20 Tahun 2003 bahwa,
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dealam
Dengan demikian fungsi pendidikan nasional adalah berusaha
mengembangkan kemampuan peserta didik, serta membentuk watak
manusia yang bermartabat. Sedangkan untuk mewujudkan hal tersebut di atas, perpaduan kedua sistem pendidikan diharapkan mampu mengatasi berbagai persoalan yang mendasar.
Azzumardi Azra (1996:3) mengemukakan, bahwa fungsi dasar
pendidikan adalah memberikan kaitan antara peserta didik dengan
lingkungan yang selalu cepat mengalami perubahan. Di samping itu pendidikan juga berfungsi sebagai instrumen dalam perubahan sosial secara keseluruhan.
Sehubungan itu, Abdul Rahman (1999:34) mengatakan bahwa,
“There are unseparated dialectical relationship between education and
societies. Even so, experience show s that education is more determ ined by
social changes .
Oleh karena itu pendidikan harus terlibat dalam perubahan. Keterlibatan pendidikan diharapkan tidak hanya sebatas mampu
menyesuaikan diri terhadap perubahan, tetapi pendidikan harus mampu berperan sebagai agen perubahan. Pendidikan diharapkan mampu
C. Faktor-Faktor Pendidikan 1. Pendidik (guru)
Dal am upaya pencapaian hasil sebuah pendidikan, faktor
pendidik memiliki peran yang sangat penting. Pendidik adalah seorang penyampai ilmu, pemberi nasehat dan teladan bagi anak didiknya.
Seorang guru harus memiliki kemampuan dan mempertahankan penampilan sebagai orang yang terbaik di mata anak didiknya. Secara garis besar faktor-faktor yang termuat dal am sistem pendidikan
mencakup dasar, tujuan, pendidik, peserta didik dan kurikulum. Sedangkan dalam dasar dan tujuan telah penulis paparkan di muka.
Guru atau pendidik menurut Madyo Ekosusilo dalam
Ramayulis (2005:50) adalah seorang yang bertanggung jaw ab untuk memberikan bimbingan secara sadar terhadap perkembanagn
kepribadian dan kemampuan peserta didik baik itu dari aspek jasmani
maupun rohaninya agar ia mampu hidup mandiri dan dapat memenuhi
tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai makhluk individu dan juga
sebagai makhluk sosial.
UU No. 20 Tahun 2003 pada pasal 39 ayat (2) menyatakan
bahwa
Pemyataan tersebut menjelaskan kedudukan guru dan dosen
sebagai tenaga profesional mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip
profesional untuk memenuhi hak warga negara dal am mendapatkan
pendidikan yang bermutu
Kaitannya dengan tujuan pendidikan nasional, maka masalah
tenaga pendidik dan kependidikan di atas diatur dalam UU No. 14
Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Dijelaskan pada pasal 6 UU
No. 14 Tahun 2005 bahwa, kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga
profesional yang bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan
nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab.
Jalaluddin (2001:93) berpendapat bahwa, dalam hubungan
dengan dimensi akhlak, maka pelaksanaan pendidikan ditujukan
kepada upaya pembentukan manusia yang berakhlak. Tujuan dititik
beratkan pada pengenalan terhadap nilai-nilai baik dan
dan yang buruk, serta mampu mengamalkan dan mempertahankan
nilai-nilai akhlak secara berkelanjutan.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa, tugas seorang pendidik begitu berat, yang mana harus secara tepat melakukan usaha
transfer pengetahuan kepada siswa dengan tujuan memberikan pengertian, pemahaman, dan pengamalan pengetahuan yang
diajarkannya. Dalam pandangan Islam, Rasul sebagai pendidik yang
mulia, sejalan dengan tujuan Allah mengutus-nya untuk
meyempumakan akhlak umat.
Sementara itu al-Ghazali (t.t: 13) berpendapat dalam kitabnya
“Ayyuhal WalacT memberikan devinisi pendidik sebagai orang yang bisa mengeluarkan budi pekerti yang buruk dan menganti dengan budi
pekerti yang baik. Sedangkan menurut Hamzah B. Uno (2007:15),
guru adalah suatu profesi, yang berarti suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai seorang guru dan tidak dapat dilakukan oleh
sembarang orang di luar bidang pendidikan.
Sebagai mana diketahui bahwa, kewajiban orang tua memberikan pendidikan dasar pada anak-anaknya sebagaimana
terdapat dalam UU No. 20 Tahun 2003 bab IV pasal 7 ayat (2). Namun karena keterbatasan orang tua, maka melimpahkan tanggung jawab tersebut kepada orang lain (pendidik/guru) dalam pengertian
Sehubungan dengan itu Zakiah Daradjat (1992:55) berpendapat
bahwa, adanya pelimpahan tanggung jawab orang tua kepada pendidik
disebabkan oleh faktor yang memungkinkan proses pendidikan itu
beijalan dengan maksimal. Untuk itu seorang pendidik harus memiliki
kualifikasi, kompetensi dan profesional.
Bila mengacu pada UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Gum dan Dosen, pada masa reformasi ini, maka mensyaratkan kriteria seorang
pendidik sebagai berikut:
a. Memiliki kualifikasi akademik yang diperoleh melalui pendidikan
tinggi program saijana.
b. Memiliki beberapa kriteria/kompetensi yang meliputi komptensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,
kompetensi perofesioanl (Depag RI, 2006:88).
Dengan demikian pendidik wajib menunjukkan perilaku
sebagai seorang yang dapat menjadi contoh anak didiknya, memiliki
pengalaman, memahami perkembangan anak didik, dan memberi tauladan di samping hams menjalankan kegiatan pembelajaran.
2. Peserta Didik (Siswa)
keimanan dan nilai-nilai kemuliaan akhlak, sebagaimana yang
diharapkan cita-cita luhur bangsa Indonesia.
Keberhasilan untuk merealisasikan tujuan pendidikan secara optimal, faktor peserta didik (siswa) harus menjadi perhatian secara
khusus. Peserta didik (siswa) harus dipersiapkan sedemikian rupa agar
tidak mengalami banyak hambatan dal am usaha pengembangan
potensi anak didik, yaitu manusia yang bersumberdaya unggul dalam segala aspek.
Sementara yang dimaksud peserta didik adalah anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan tertentu (Depag RI, 2006:5). Lebih jauh dijelaskan oleh
Abdul Mujib (1993:177) bahwa, peserta didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik maupun psikologi.
Adanya perubahan paradigma dalam pendidikan (peran manusia)**. Peserta didik merupakan obyek sekaligus sebagi subyek pendidikan, oleh sebab itu dalam memahami hakekat peserta didik, pendidik harus memahami ciri-ciri umum siswa. Sebagaimana
tuntutan dari tujuan pendidikan nasional , yaitu pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Jalaluddin (2001:129) berpendapat bahwa, peserta didik adalah manusia yang membutuhkan
** Lihat kembali halaman 18.
29
bimbingan bagi perkembangan jasmani dan rohani. Dengan tujuan
mengantarkan pencapaian tingkat kedewasaan. Untuk mewujudkan hal tersebut di atas sangat jelas bahwa pendidikan bukan saja hanya menjadikan peserta didik pandai dalam akademik, tetapi untuk
menjadikan manusia yang seutuhnya yang mampu menjadi manusia
yang mengabdi kepada sang khalik, menjadi manusia yang bermanfaat
kepada sesama dengan memiliki akhlak yang mulia.
Jika meninjau pada PP No. 19 Tahun 2005 pada Bab V pasal 26, jelas sekali kedudukan akhlak dijadikan prioritas utama dalam
“Sejumlah kekuatan, faktor-faktor pada alam sekitar pengajaran dan pendidikan yang disediakan oleh sekolah bagi murid- muridnya di dal am dan diluamya, dan sejumlah pengalaman- pengalaman yang lahir dari interaksi-interaksi dengan kekuatan dan faktor-faktor itu” (Omar al-Toumy al-Syaibany, 1979:485- 486).
Definisi di atas mengandung makna bahwa kurikulum hams di
susun sedemikian rupa sehingga tercipta interaksi yang sehat antara
pendidikan dan masyarakat, karena fimgsi sekolah mempunyai hubungan yang erat dengan kebutuhan masyarakat. Untuk itu, di
usahakan agar kurikulum relevan dengan kebutuhan masyarakat. Hal
ini hams diperhatikan, karena relevansi mempakan salah satu patokan
dal am pengembangan kurikulum.
Dalam menyusun kurikulum pendidikan, hams diupayakan untuk mengintegrasikan antara ilmu agama dan ilmu umum.
Kurikulum yang bersumber pada ajar an Islam (Al-Qur’an) yang
dikembangkan secara efektif sesuai dengan kondisi masyarakat. Kurikulum hams dikembangkan dengan menganut prinsip-prinsip
tertentu, yang mempakan kaidah yang menjiwai kurikulum dan di pakai sebagai landasan agar kurikulum dapat memenuhi apa yang
diharapkan, baik oleh tujuan pendidikan nasional, masyarakat, sekolah
maupun orang tua.
Pasal 36 UU No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa;
menyatakan hikmah sejati yang dapat dicapai oleh manusia adalah mengenal Allah, sedangkan puncak hikmah adalah takut kepada Allah,
dan syukur merupakan puncak hikmah yang didapati Luqman (Hamka, 1988:172).
memberikan penafsiran terhadap kata hikmah, sesuai dengan latar belakang,
dan sudut pandang mereka dal am menafsirkan yang berkaitan dengan kata hikmah. Sedangkan makna “hikmah” di atas yang lebih relevan dalam penafsiran ayat:
Adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan mau-pun perbuatan.
2. Kemantapan antara ucapan dan perbuatan, yang menjadi sempuma-nya
3. Ucapan yang dijadikan pelajaran oleh manusia dan disebar-luaskan untuk nasihat dan pelajaran.
4. Kembali kepada manusia untuk memilih yang terbaik atau yang terburuk pun dinamai hikmah (Quraish Shihab, 2004:121).
Dari kesimpulan arti “Hikmah” yang menyertai Luqman pada ayat sebut, dapat diyakini betapa dalamnya makna ucapan yang disampaikan oleh
Luqman tersebut. Untuk itu penulis mencoba mencari dan mendapatkan nilai- nilai dasar pendidikan yang terkandung di dalam surat ini.
Untuk lebih melengkapi tentang jati diri seorang Luqman ini, penulis mengambil suatu riwayat yang menerangkan bahwa ia adalah orang yang banyak merenung, bagus keyakinannya, dicintai Allah dan mencintai-Nya,
yang kemudian Allah menganugerahkan “Hikmah” kepadanya. Abu Darda' Dari beberapa pendapat di atas, masih banyak para m ufassirin yang
menyampaikan: Allah SWT menyayangi Luqm an, ingatlah bahwa ia diberi hikmah yang kini ada pada dirinya, bukan karena keluarga, harta, kecakapan,
atau keturunan. Bahkan ia adalah seorang budak/sahaya dari Habsyi (budak
nabi Daud AS yang telah dimerdekakan). ia seorang yang pendiam, wajah menarik, pemikirannya jauh kedepan dan dalam, tidak pemah tidur siang, dan tak seorang-pun melihat kencingnya, meludah, mengeluarkan lendimya. Putra-putrinya meninggal dunia, namun ia tidak susah atas kematiannya. Ia
banyak mendatangi pertemuan ahli hikmah, berfikir dan mengambil pelajaran.
Oleh karena itu ia diberi anugerah oleh Allah, berupa "Hikmah" (Ali bin Hasan bin Abd Hasan 1981:169).
Sedangkan ajaran-ajaran bijak dari Luqm an diantaranya sebagai
berikut:
1. Hai anakku, sesungguhnya dunia itu adalah lautan yang dalam, banyak manusia yang tengelam di sana, untuk itu jadikanlah perahumu di dunia dengan takwa kepada Allah, muatannya iman dan layamya tawwakkal.
Barangkali saja kamu dapat selamat, tapi aku tidak yakin kamu akan selamat.
2. Hina dalam rangka ketaatan kepada Allah lebih baik daripada membanggakan diri dalam kemaksiatan. Barang siapa menasihati dirinya sendiri niscaya ia memelihara dari Allah. Barang siapa yang dapat menyadarkan orang dengan dirinya, niscaya Allah menambah kemuliaan baginya akan hal itu (al-Maroghi, 1989:145).
Dengan demikian pembahasan mengenai tokoh pendidikan yang menjadi teka-teki dalam identitasnya, namun memberikan kesan dan teladan bagi setiap muslim, dan berbicara tentang pribadi Luqm an dan berbagai ungkapan “H ikm ah” ia serta berbagai permasalahannya semua kita serahkan
B. Ayat dari Surat Luqman yang Merupakan Esensi Pendidikan Akhlak
Bila menijuk pada surat ini (Luqm an) dan di analisa secara
mendalam terdapat ayat-ayat yang merupakan esensi pendidikan Islam teratama pada pendidikan akhlak, dan menjadi inspirasi serta dasar-dasar pendidikan bagi setiap m uslim, yaitu pada ayat 13 sampai dengan 19.
Sebagaimana yang dikatakan Hamka (1989:143) dalam tafsir Al-Azhar, mengatakan bahwa, tujuh ayat itu (13-19) terdapat dasar- dasar pada ilmu pendidikan yang tidak akan berubah-ubah selama manusia masih hidup di dunia ini.
Dalam pembahasan ayat demi ayat dan teijemahannya, penulis mengambil dari teijemahan Al-Q ur'an Al-K arim karya Mahmud Yunus.
Pengambilan ini, penulis dasarkan bahwa teijemahan Al-Q ur'an tersebut sudah dianggap sesuai di dalam penafsirannya dengan kondisi alam pikiran
masyarakat Indonesia. Di samping itu penafsir merupakan tokoh yang telah memiliki keahlian didalamnya, dan pemikirannya diharapkan mampu
mewakili umat Islam di Indonesia. Dengan kata lain, bahwa teijemahan
Al-Q ur'an ini sudah baku dan layak untuk bangsa Indonesia. Untuk itu penggunaan teijemahan A l-Q ur’an tersebut sebagai dasar pembahasan skripsi
ini sudah tepat. Sedang pada pembahasan yang lain menggunakan berbagai
tafsir Al-Q ur'an.
Adapun tujuh ayat yang dimaksud sebagai dasar pendidikan akhlak
adalah sebagai berikut:
•9 ^
Je ija J ^ ♦ j l A lik* iJ/C lS ^ j aJo j u ^ A j
lJ[3
i!j
, f
<j jii |/ic^> 4 ^sCi3
^ 3^“
^ oj t/j
© ^ v X j J
S \o j%! l^ o .ll^ jV i
I to ^ Jp ^ y
2>lj
^jp A jI J C _ 3 J
L ) ^ a \ jSjJL^aJ! ^*31
^ j j ^ ^ T f j p ,j a vilJ’j o j
^ d J r
y
S o j ^ ^jV T ^ JU3
%
^ .lij
^
V |I ^ y fji x " , ^ v S’ < ^ ,, , , ^ ^
o>3-^J o>’
3
*=>^n ^oi oj ^53^ o?
Teriemahan:
Ayat 12 artinya: Dan Sesungguhnya Telah kami berikan hikmat kepada
Ayat 13 artinya: Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku,
janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
Ayat 14 artinya: Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya Telah mengandungnya dal am keadaan lemah yang bertambah-
tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu.
Ayat 15 artinya: Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Untuk itu janganlah kamu mengikuti
keduanya, dan hormatilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku,
Kemudian Hanya kepada-Kulah kembalimu, Untuk itu Kuberitakan kepadamu apa yang Telah kamu keijakan.
Ayat 17 artinya: Hai anakku, Dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengeijakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah terhadap apa
yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu
termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
Ayat 18 artinya: Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia
(karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
Ayat 19 artinya: Dan sederhanalah kamu dal am beijalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara
keledai.
Jika disimpulkan, ayat di atas mengandung nilai-nilai dasar
pendidikan yang universal, yaitu: tauhid, ibadah, akhlak, dan muamalah. Dari
sini, jelaslah bahwa hal tersebut di atas yang menjadi dasar pemikiran dan alasan penulis mengkaji tujuh ayat di atas menjadi inti pembahasan skripsi
ini.
Dalam mengkaji nilai-nilai dasar pendidikan ini, penulis mencoba
memilah-milah butir-butir pembahasan. Penulis maksudkan agar lebih
terorganisir dan sistematik.
Kemudian dalam pembahasannya menggunakan metode tematik,
= pendidikan), dari berbagai thema doktrinal, dan kosmologi yang di bahas di dalam Al-Q ur'an. Tanpa sedikitpun mengesampingkan pendekatan analitis
Al-Q ur'an ayat demi ayat, sesuai dengan rangkaian ayat yang tersusun di dalam Al-Q ur'an (Muhammad Baqir, 1990:28-29). Sehingga kedua
pendekatan tersebut dipergunakan sebagaimana mestinya dalam pembahasan ini.
C. Nilai-Nilai Dasar Pendidikan Akhlak dalam Surat Luqman
Pada pembahasan sebelumnya, penulis telah memilah dan
menyimpulkan bahwa nilai dasar pendidikan yang terkandung dalam surat
Luqman adalah sebagai berikut. 1. Pendidikan Tauhid
Dalam pandangan Islam, tauhid merupakan sifat kesatuaan yang melambangkan inti dasar ajar an Islam yang esensial, mendasari seluruh
aspek kehidupan manusia, baik dalam masalah ibadah, muamalah, akhlak dan sebagainya. Sementara itu Quraish Shihab (1999:18), berpendapat bahwa, tauhid adalah prinsip dasar agama samawi, dan merupakan ajaran
yang dibawa para Nabi dan Rasul. Sebagaimana dalam firman Allah:
U L .jl
Lihat juga surat Al-A 'Raf: 59, 65, 73 dan 85. Secara bertunit-turut nabi Nuh, Hud, Shaleh, dan Syu'aib mengajak umat-nya untuk bertauhid. Sedangkan yang dimaksud tauhid adalah meng-Esa-kan Allah dalam
masalah rububiyah, uluhiyah dan kesempumaan nama dan sifat-Nya. Dengan demikian, untuk itu tepat sekali proses pendidikan awal
yang ditanamkan oleh Luqman kepada anaknya, yaitu "Wahai anakku
ianganlah engkau mempersekutukan Allah”.
Pada ayat ini Quraish Shihab dalam tafsimya, menjelaskan bahwa setelah ayat yang lalu (lihat pada awal bab tiga ini) menguraikan hikmah
yang dianugerahkan kepada Luqm an, intinya adalah syukur kepada Allah, yang tercermin pada pengenalan terhadap-Nya dan anugerah-Nya. Melalui
ayat di atas dilukiskan pengalaman hikmah itu oleh Luqman, serta pelestariannya kepada anaknya. Inipun mencerminkan kesyukuran-nya
atas anugerah itu. Kepada nabi Muhammad SAW, atau siapa saja diperintahkan untuk merenungkan anugerah Allah kepada Luqman itu dan mengingatkan, serta menasehati orang lain. Ayat tersebut adalah dan ingatlah ketika Luqm an berkata kepada anaknya (dari waktu ke waktu)
tersebut dilanjutkan dengan; *>j £ j -Ll jI "Sesungguhnya
syirik (mempersekutukan Allah) adalah kezhalim an ya n g sangat besar ". Itu adalah menempatkan sesuatu Yang Agung pada tempat yang sangat buruk (Quraish Shihab, 1999:125).
Dari penjelasan di atas jelas sekali bahwa Luqman mendidik
anaknya dengan penuh kasih sayang (yaitu pada kata bunanyya) dan
memulai mendidik atau menasehati menekankan perlunya menghindari
syirik (mempersekutukan Allah). Larangan ini juga mengandung pengajaran atau pendidikan tentang wujud dan ke-Esa-an Allah. Begitu
juga dalam mendidik anak, menanamkan nilai ini (tauhid) sedini mungkin.
Untuk itu marilah meninjau bagaimana tauhid memberikan peran yang
penting dalam pendidikan manusia. Karena tempat memohon, bergantung, dan memuja hanyalah Allah Yang Maha Esa, sebagaimana dalam
flrmannya sw a t A l-Ikhlas: 1 -2,
JLA-*5L- tf
Jliil
$ „ i * *
Jl>~ I 4jj! ^ 3
Artinya: Katakanlah: "Dia-lah Allah, ya n g M aha Esa. Allah adalah Tuhan ya n g bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Dengan keyakinan ini manusia yang beriman harus mampu dan
tauhid, yang menimbulkan efek perbuatan yang positif bagi kepentingan
bersama. Apabila existensi tauhid ini terwujud, untuk itu hasil pendidikan akan memanifestasikan nilai tauhid dalam bentuk tegaknya keadilan, persamaan, persatuan dan kedamaian di dunia ini.
Oleh karena itu pendidikan tauhid mendasari seluruh kehidupan
manusia, sedangkan jika mengalami keraguan, untuk itu wajar manusia
bermohon kepada Allah. Sebagaimana firman-Nya dalam Surat
Ali-Imran: 8.
f*
C-jd tiJ Gjj j l Jj u V Hj j
lilijI T
Artinya: (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkaujadikan hati kam i condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; Karena
Sesungguhnya Engkau-lah M aha pem beri (karunia)
Sebagaiman diyakini bersama bahwa, segala amal manusia tidak akan ada artinya tanpa didasari bertauhid kepada-Nya, dan keridhaan-Nya
akan tercapai tanpa niatan tulus ikhlas, sedangkan esensi dari berbagai ajaran tauhid tercakup dalam kalimat la Ila h a Illallah. Pendidikan tauhid
ini merupakan esensi akhlak manusia terhadap Allah. 2. Pendidikan Akhlak
yang didasari lahir dan batin. Sehingga hasilnya adalah amal yang tepat lagi baik.
Manusia yang berfikir pastilah akan mengakui berbagai anugerah yang diberikan Allah kepadanya. Untuk itu manusia
wajib bersyukur kepada-Nya. Dalam bentuk apapun, manusia tidak akan sanggup dan tidak akan mampu untuk menghitung atas semua rahmat dan anugerah yang telah diberikan Allah, untuk itu
wajar sekali pendidikan yang ditanamkan oleh Luqman pertama
adalah syukur, karena dengan bersyukur akan mengetahui pengetahuan atas segala yang telah diberikan sehingga mampu untuk berbuat sesuatu dengan rasa syukur. Untuk itu pendidikan
Luqm an ini sungguh merupakan hikmah dari pengetahuan itu sendiri.
2) Beriman dengan Kesungguhan Hati
Pada ayat 12 tersebut di atas, yang intinya adalah bersyukur kepada Allah, dan tercermin pengenalan terhadap Allah
dan anugerah-Nya, untuk itu pada ayat selanjutnya yaitu pada ayat 13, Luqm an mengamalkan hikmahnya serta dalam upaya melestarikan keturunan, yaitu dengan mengajarkan tentang tauhid,
dan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu/ Akhlak manusia
terhadap Allah ini sungguh tepat sekali mengingat bahwa tiada sesuatu yang pantas untuk dijadikan sandaran, dan ayat ini (13)
lebih jelas lagi menjelaskan bahwa kemusyrikan adalah sesuatu kezhaliman yang sangat besar, untuk itu tepat sekali pendidikan kedua adalah pendidikan tauhid dan peringatan tentang tauhid.
Karena setiap makhluk itu akhimya akan kembali pada Sang Pencipta (Allah) lihat dipenghujung ayat 14 dan pertengahan ayat
ke-15.
3) Beribadah Kepada-Nya
Ibadah yang secara bahasa berarti mematuhi, tunduk dan berdo'a. Sedang secara istilah adalah kepatuhan atau ketundukan
yang mencapai puncak kepada dzat yang memiliki keagungan (Allah) (Depag RI, 1993:385). Dalam pendidikan ibadah ini, secara khusus Luqman menekankan pada perintah salat. Sebagaimana
yang terdapat ayat 17. Ayat tersebut Luqm an memberi perintah kepada putranya untuk melaksanakan atau mendirikan salat.
Karena, salat merupakan pondasi kekuatan iman seorang.
Sedangkan dalam masalah perintah salat ini, Quraish Shihab memberikan penjelasan sebagai berikut: “Luqman
melanjutkan nasehatnya kepada anaknya, nasehat yang menjamin keseimbangan antara syukur, tauhid dan kehadiran 1lahi dalam
kalbu sang anak, dengan penuh kasih sayang ia memanggil
Demikian juga dalam memikul beban hidup harus dengan hati yang teguh dan hadapi dengan ketabahan, sabar dan tawakal.
Sehubungan dengan hal ini, Luqman mengajarkan kepada anaknya: “D an bersabarlah atas apa ya n g m enim pa ka m u”
(Luqm an: 17) yang mana telah kita sadari bahwa sebagai hamba Allah, manusia tidak akan pemah lepas dari ujian yang mesti
dihadapi.
Quraish Shihab menafsirkan kata adalah seseorang
yang sabar, akan menahan diri untuk itu ia mencapai ketinggian yang dihadapkannya. Sabar adalah menahan gejolak nafsu demi mencapai yang baik atau terbaik (Quraish Shihab, 2004:138).
Dengan demikian, sabar adalah suatu tanda kebesaran dan lambang kesempumaan juga kunci sukses dalam meraih segala cita-cita. Meskipun sabar adalah sesuatu sikap yang berat, namun
sangat penting dan sangat menentukan dalam menghadapi
persoalan dan ujian dari-Nya. b. Akhlak terhadap Manusia
dalam berinteraksi. Sehingga dianjurkan untuk berbuat sebaik mungkin dan tidak ikut campur (interaksi) menyangkut pribadi orang saling menghormati, sopan santun dan saling memahami.
1) Menghormati Orang Tua
Merujuk pada surat Luqman ayat 14:
Artinya: Dan kam i perintahkan kepada m anusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapaknya,...
Menghormati orang tua merupakan suatu akhlak yang tinggi,
bahkan Allah beberapa kali menyampaikan kedekatan antara ketaatan kepada-Nya dan taat kepada orang tua, sebagaimana dalam firman-Nya
dalam surat A l-Isra': 23.
Artinya: D an Tuhanmu Telah m emerintahkan supaya kam u jangan menyembah selain dia dan hendaklah kam u berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jik a salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sam pai berum ur lanjut dalam pem eliharaanm u, U ntuk itu sekali-kali janganlah kamu m engatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kam u m em bentak m ereka dan ucapkanlah kepada m ereka perkataan ya n g mulia.
Dari kedua ayat dia atas nampak jelas Allah menempatkan
untuk berbuat baik pada orang tua. Dengan kata lain, pendidikan Islam secara hirarkis dal am penanaman nilai pendidikan berbakti
kepada kedua orang tua. Ketiga hal inilah merupakan kunci yang
mencerminkan perilaku baik ataupun buruknya manusia.
Dal am pembahasan ini, penulis mencoba mengkaji untuk
mendapatkan faktor sebab-akibat mengapa orang tua mempunyai prioritas utama penghormatan kepadanya, terutama kepada ibu.
(a) Resiko dan Susahnya Seorang Ibu Mengandung
Secara langsung ataupun tidak, setiap manusia bagaimana repotnya atau susahnya ibu ketika hamil. Alasannya
inilah salah satunya yang mendasari kita untuk berbakti kepada orang tua, terlebih kepada ibu ditegaskan bahwa: “Ibu
mengandung dengan m enderita kelem ahan di atas
kelemahan ”
Dengan melihat seperti itu bahwa beban di dalam perut
yang setiap hari bertambah besar dan berat seharusnya kita kasihan. Manifestasi dari kasihan itulah kita wajib
menghormati dan berbakti kepadanya. Belum lagi resiko pada waktu melahirkannya, nyawa seorang ibu dipertaruhkan demi kelangsungan hidup seorang anak. Penderitaan tidak cukup
sebagaimana lanjutan ayat di atas: dan ceraikannya (dari
susuan) dalam dua tahun.
(b) Beratnya Mengasuh
Setelah beberapa penderita orang tua seperti yang telah
dibahas di atas, orang tua masih memikul beban untuk merawat dan mendidik anak-anaknya, dengan semakin
bertambah berat, menyusui, merawat (fisik, kesehatan dan perkembangan jiw a) di jalan dengan kebutuhan orang tua
dengan penuh kasih sayang. Sedangkan untuk memenuhi
berbagai kebutuhan orang tua harus bekeija keras dalam upaya mensejahterakan kehidupan anak-anaknya sampai dewasa.
Dari uraian di atas, jelas betapa beratnya beban orang
tua dalam rangka merawat anak-anaknya dari dalam kandungan hingga dewasa. Untuk itu wajar Allah memberikan tuntunan kepada manusia untuk berbakti kepada orang tua. Dan secara sistematis Allah memberikan konsep cara berbakti
pada orang tua, seperti dalam firman Allah surat A l-Isra' : 23-
24 di atas yang bisa diklasifikasikan menjadi: (1) Jangan mengatakan ah kepada kedua orang tua (2) Jangan membentak mereka
(3) Ucapkan kepada mereka dengan ucapan yang halus
(4) Rendahkan diri mu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang
(5) Doakan-lah keduanya (Mahmud Yunus, 1990:257).
kedua orang tua. Adanya rasa syukur itu, akan menumbuhkan rasa kerendahan diri dan kepribadian untuk menghormatinya.
Perlu penulis tekankan, bahwa pada ayat 14-15 pada surat
Luqman para m ufassirin menafsirkan bahwa ayat tersebut bukan bagian pengajaran Luqm an kepada anaknya, namun ayat tersebut merupakan wasiat Allah untuk seluruh umat manusia. Akan tetapi,
sebagaimana yang penulis maksud dalam penelitian ini adalah ayat
12 sampai ayat 19 dan semua itu merupakan ayat Allah. Untuk itu penulis tetap mengkaji nilai dasar pendidikan yang terkandung di
dalamnya. Namun demikian, kepatuhan kepada kedua orang tua ada
batasnya, sebagaimana lanjutan pada ayat 15.
i o
^
Ct
j
L
a
o
'
o]3
Artinya: Dan jik a keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanm u tentang itu, Untuk itu janganlah kam u m engikuti keduanya, ...
Jadi dalam rangka melaksanakan ketaatan kepada kedua
orang tua ada satu batasan, yaitu apabila diperintahkan untuk berbuat musyrik. Untuk itu, dalam hal ini kita wajib menolak,
karena ketaatan pada orang tua tidak boleh mengalahkan ketaatan
kita pada Allah.
[3jyxj> ULjJT4
Yaitu, untuk tetap berbuat baik dalam kehidupan dunia sebagaimana mestinya. Sehingga penulis dapat menyimpulkan dua
sikap yang harus diambil apabila orang tua menyuruh kemusyrikan adalah: Pertama tidak melaksanakan perintah kejahatan (musyrik).
Kedua kita tetap berbuat baik dan merawat mereka sebagaimana
mestinya. Demikian betapa pentingnya nilai pendidikan akhlak
akan hormat atau berbakti kepada kedua orang tua. 2) Larangan memalingkan muka (sombong)
Memalingkan muka dengan la wan bicara akan menimbulkan
sikap negatif. Untuk itu, bila sedang berbicara hendaknya jangan memalingkan wajah (karena kesombongan), sebagimana dalam
pelajaran yang Luqm an sampaikan kepada anaknya dalam ayat 18:
Artinya: Janganlah kamu palingkan muka mu dari m anusia kerena sombong.
Untuk itu, dalam kaitannya dengan pendidikan untuk itu di
waktu memberikan nasihat, perintah, ajakan, hendaknya
disampaikan dengan wajah yang ceria, sehingga lawan bicara
mampu mencema pembicaraan kita.
Bila di kaji lebih jauh, pendidikan Luqm an dari awal sampai akhir pembahasan ini, dapat di tarik sedikit wacana berkaitan dengan, aqidah akhlak yang mengisyaratkan bahwa ajaran aqidah
bahwa “Allah tidak menyukai orang-orang yang som bong lagi
membanggakan d ir i” (penghujung ayat 18) yaitu:
Pemyataan ayat di atas diperkuat dengan surat a l - I s r a37,
yang intinya adalah melarang manusia untuk sombong. Kedua ayat tersebut {Luqman: 18) melarang manusia untuk sombong, bahwa
Allah memberikan sindiran “Sesom bong-som bongnya m anusia tidak
akan mampu menembus bumi".
3) Beijalan dengan Cara Sederhana
Setelah larangan dalam kesombangan, untuk itu dalam ayat 19, Allah menyarankan kepada manusia agar tidak beijalan di muka
bumi dengan cara terlalu cepat dan terlalu lambat (sederhana).
Artinya: Dan sederhanalah kamu dalam berjalan.
Betapa tingginya dan luasnya isi yang terkandung dalam Al-Q ur’anitu, pada masalah beijalan saja Allah memberikan panduan.
4) Berbicara Sopan
Setelah itu Luqman memberikan pelajaran agar “M elunakan
, , , 9 ’ *
menafsirkan bahwa, lunakkanlah suaramu sehingga tidak terdengar
kasar bagaikan suara keladai. Lebih lanjut bahwa sesungguhnya
seburuk-buruk suara ialah suara keledai, karena awalnya siulan yang
tidak menarik dan akhimya tarikan nafas yang buruk (Quraish
Shihab, 2004:139).
Ayat di atas, memberikan rambu-rambu kepada manusia agar lebih berhati-hati dalam tutur kata dan berpendapat, karena
kesalahan dalam berbicara akan membawa pada masalah yang besar. Terhadap ayat ini, al-Maroghi memberikan penafsiran bahwa orang yang mengeraskan suara diserupakan dengan keledai.
Terkandung pengertian untuk hati-hati dari perbuatan tersebut.
Untuk itu Allah mendidik manusia supaya tidak mengeraskan suara
yang tidak ada gunanya. Karena meremehkan orang lain atau
dengan maksud supaya meninggalkan perbuatan ini secara
menyeluruh (dalam kondisi apapun) (al-Maroghi, 1989: 162).
5) Am ar M a 'r u f N ahi M ungkar
Merujuk pada ayat 17:
\ < G i j 9jAIj
Artinya: dan suruhlah (manusia) m engerjakan ya n g baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar,...
Dari pembahasan ayat 17 tentang salat yaitu untuk
membangun pribadi yang kuat adalah dengan salat. Artinya
manakala ia mampu menjalankan dan mendirikan salat dengan
kh u syu .
Pembahasan tentang am ar m a r u f nahi m ungkar
mengandung tujuan pendidikan Islam dalam mematuhi perintah
Allah. Sedangkan tujuan umum taat kepada Allah adalah
membangun manusia agar berbuat m a r u f (baik) dan membersihkan dari perbuatan yang mungkar (kejahatan).
Dalam tafsir al-M isbah, Quraish Shihab menyatakan bahwa, m a'ru f adalah mengandung pesan untuk mengeijakan
kemudian barn menyuruh kebajikan, yaitu nilai-nilai Ilahi,
sedangkan mungkar adalah sesuatu yang di nilai buruk dan
bertentangan dengan nilai-nilai Ilahi (Quraish Shihab, 2004:137).
Dari sedikit uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa dalam menegakkan kebaikan hendak-lah didahului dengan diri sendiri,
barn kemudian mengajak yang lain untuk berbuat baik, serta
mencegah kemungkaran demi menjaga keutuhan dan kehormatan
dan keharmonisan warga masyarakat.
6) Sangsi Moral
Pada pembahasan yang telah penulis lakukan di atas mengenai pendidikan akhlak atau pembinaan akhlak, untuk itu dalam kesempatan ini, penulis berusaha menganalisa ayat 16,
s'
I
sesungguhnya jik a ada seberat biji sawi, dan berada di dalam
batu karang atau langit atau d i dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya. Sesungguhnya Allah M aha Halus dan Maha
M engetahui (Quraish Shihab, 2004:133).
Dalam ayat ini, Luqman menjelaskan kepada anaknya yang
diuraikan tentang kedalaman ilmu Allah SWT, yang diisyaratkan
apapun yang dilakukan, akan menimbulkan efek psikologis yang
hebat, sebagai sangsi moral atas perbuatannya, karena dengan
sebagaimana firman-Nya dalam surat Luqman: 15,
Yang artinya: Kem udian H anya kepada-Kulah kembalimu, Untuk itu Kuberitalcan kepadamu apa ya n g Telah kamu kerjakan.
DI INDONESIA
A. Relevansi Konsep Pendidikan Akhlak dalam Surat Luqman dengan
Perundang-Undangan Pendidikan di Indonesia.
Pendidikan yang diterapkan oleh Luqm an kepada anaknya,
merupakan dasar pendidikan yang mempunyai nilai baik disisi Allah SWT
maupun disisi manusia. Kandungan Al-Q ur'an surat Luqm an ini,
berkandung berbagai petunjuk bagi dunia pendidikan. Proses pendidikan yang ia contohkan, merupakan suatu konsep pendidikan yang sempuma
dalam membina dan membentuk karakteristik anak.
Dari ayat-ayat yang telah penulis kaji (Bab III) merupakan nilai-nilai
pendidikan yang mengarah kepada pembentukan manusia yang beriman dan
bertakwa, berakhlak mulia, serta terkandung beberapa landasan tentang
sangsi moral.
Adapun yang menjadi topik permasalahan pada Bab IV ini adalah
Relevansi Konsep Pendidikan Akhlak dalam Surat Luqm an dengan
Perundang-undangan Pendidikan Indonesia. Pada bab III telah teijawab rumusan masalah tentang Konsep Pendidikan Akhlak dalam Surat Luqman
ayat 13 - 19. Pada pembahasan ini untuk mengetahui, Bagaimana Relevansi Konsep Pendidikan Akhlak tersebut dengan Perundang-Undangan Pendidikan di Indonesia.
Untuk lebih memudahkan dalam merelevansikan kedua Konsep
Pendidikan Akhlak dalam Surat Luqman dengan Perundang-Undangan
Pendidikan di Indonesia, maka penulis menyusun sebagai berikut:
1. Kandungan Pertama (ayat 12)
Pada ayat ini menguraikan tentang seseorang yang bemama
Luqm an, dan ia di beri anugerah hikmah, dengan hikm ah inilah, Luqman
mengajarkan kepada manusia untuk bersyukur kepada Allah. Karena
dengan bersyukur, seseorang akan mengenal Allah dan mengenal
anugerah-Nya, yang kemudian akan mengenal dan mengetahui fungsi
anugerah-Nya. Dengan dorongan syukur akan melakukan amal lahiriah
dan amal bathin yang tepat dengan pengetahuannya.
Dari ayat ini, terdapat seseorang yang memiliki kemampuan,
pengetahuan, dan mampu memberikan pengajaran. Luqm an, pada ayat
di atas merupakan sosok pendidik yang sejati. Bila merujuk kembali
pada UU No. 14 Tahun 2005 pada Bab II pasal 6, maka bila meminjam istilah modem, Luqman merupakan tokoh pendidik yang telah memenuhi syarat sebagai seorang pendidik (gum).
Luqman ini telah di anugerahi hikmah oleh Allah. Sedangkan
hikm ah adalah pengetahuan dari segala sesuatu (baik pengetahuan
maupun perbuatan). Dengan hikm ah tersebut, ia menjadi berilmu