• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORI A. KONSEP DASAR HALUSINASI 1. Pengertian - ICHSANAINI RAHMAWATI BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORI A. KONSEP DASAR HALUSINASI 1. Pengertian - ICHSANAINI RAHMAWATI BAB II"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR HALUSINASI

1. Pengertian

a. Skizofrenia

Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area, fungsi individu, termasuk berfikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realita, merasakan dan menunjukan emosi dan berperilaku dengan sikap yang tidak dapat diterima secara sosial (frida, 2010)

Skizofrenia sebagai suatu sindrom yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam penyebab, antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptif, tekanan jiwa, penyakit badani seperti lues otak, dan penyakit lain yang belum di ketahui. Akhirnya timbul pendapat bahwa skizofrenia itu suatu gangguan psikomatis, atau merupakan manifestasi somatik dan gangguan psikogenetik. tetapi pada skizofrenia justru kerusakannnya adalah untuk menentukan mana yang primer dan mana yang sekunder, mana yang merupakan penyebab dan mana yang hanya akibatnya saja. (Albert & Willy, 2009)

(2)

perilaku yang aneh dan terganggu. Gejala skizofrenia dibagi dalam dua kategori pertama yaitu gejala positif atau gejala nyata, yang mencangkup waham, halusinasi, dan diagnosis, bicara dan perilaku yang tidak teratur, serta gejala negative atau gejala samar seperti, efek datar, tidak memiliki kemauan, dan menarik diri dari masyarakat dan memiliki rasa yang tidak nyaman (videback, 2008) b. Halusinasi

Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori atau suatu objek tanpa adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh panca indra. Halusinasi merupakan suatu gelaja gangguan jiwa yang seseorang mengalami perubahan sensori persepsi, serta merupakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, perabaan dan penciuman. Seseorang merasakan stimulus yeng sebetulnya tidak ada. (Yusuf, Rizki & Hanik, 2015)

Halusinasi dalah hilangnya kemampuan manusia dalam

(3)

Pasien merupakan setimulus yang sebenarnya tidak ada . pasien merasa ada suara padahal tidak ada stimulus suara. Melihat bayangan orang atau suatu yang menentukan padahal tidak ada bayangan tersebut. Membaui bau-bauan padahal tidak sedang makan apapu. Merasakan sensasi rabaan padahal tidak ada apapun dalam permukaan kulit. (Nurjanah, 2008)

Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau stimulus yang datang disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau distorsi terhadap stimulus tersebut (Nanda-1, 2012).

2. Etiologi

a. Faktor predisposisi menurut Yosep (2011) : 1) Faktor perkembangan

Perkembangan klien yang terganggu misalnya kuranganya mengontrol emosi dan keharmonisan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi hilang percaya diri.

2) Faktor sosialkultural

(4)

3) Faktor biokimia

Adanya stress yang berlebihan yang di alami oleh seseorang maka di dalam tubuhnya akan di hasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia sehingga menjadi ketidak seimbangan asetil kolin dan dopamine.

4) Faktor psikologis

Tipe kepribadian yang lemah tidak bertanggung jawab akan mudah terjerumus pada penyelah guna zat adaptif. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam nyata.

5) Pola genetik dan pola asuh

Hasil studi menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

b. Faktor presipitasi

Penyebab halusinasi dapat di lihat dari lima dimensi menurut (Yosep, 2011).

1) Dimensi fisik

(5)

2) Dimensi emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat di atasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa printah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut sehingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

3) Dimensi Intelektual

Dalam dimensi intelektual ini merangsang bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan implus yang menekan, namum merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengembil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.

4) Dimensi sosial

(6)

aspek penting dalam melakukan intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalam interpersonal yang memuaskan, serta menguasakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungan dan halusinasi tidak langsung. 5) Dimensi spiritual

Klien mulai dengan kemampuan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktifitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menysucikan diri. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.

3. Tanda dan Gejala

Menurut (Yosep, 2011) yaitu: a. Halusinasi pendengaran

Data subyektif :

1) Mendengar sesuatu menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya

2) Mendengar suara atau bunyi

3) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap 4) Mendengar seseorang yang sudah meninggal

(7)

Data obyektif :

1) Mengarahkan telinga pada sumber suara 2) Bicara atau tertawa sendiri

3) Marah marah tanpa sebab

4) Menutup telinga mulut komat kamit 5) Ada gerakan tangan

b. Halusinasi penglihatan Data subyektif :

1) Melihat orang yang sudah meninggal 2) Melihat makhluk tertentu

3) Melihat bayangan

4) Melihat sesuatu yang menakutkan 5) Melihat cahaya yang sanat terang Data obyektif :

1) Tatapan mata pada tempat tertentu 2) Menunjuk kea rah tertentu

3) Ketakutan pda objek yang dilihat c. Halusinasi penghidu

Data subyektif :

1) Mencium sesuatu seperti bau mayat, darah, bayi, fase, bau masakan, dan parfum yan menyengat

(8)

Data obyektif :

1) Ekspresi wajah seperti sedang mencium 2) Adanya gerakan cuping hidung

3) Mengarahkan hidung pada tempat tertentu d. Halusinasi peraba

Data subyektif :

1) Klien mengatakan seperti ada sesuatu di tubuhnya 2) Merasakan ada sesuatu di tubuhnya

3) Merasakan ada sesuatu di bawah kulit 4) Merasakan sangat panas, atau dingin 5) Merasakan tersengat aliran litrik Data obyektif :

1) Mengusap dan menggaruk kulit 2) Meraba permukaan kulit

3) Menggerak gerakan badanya 4) Memegangi terus area tertentu e. Halusinasi pengecap

Data subyektif :

1) Merasakan seperti sedang makan sesuatu 2) Merasakan ada yang dikunyah di mulutnya Data obyektif :

(9)

3) Meludah atau muntah

f. Halusinasi Chenesthetic dan kinestetik Data subyektif :

1) Klien mengatakan tubuh nya tidak ada fungsinya 2) Merasakan tidak ada denyut jantung

3) perasaan tubuhnya melayang laying Data obyektif :

1) klien menatap dan melihati tubuhnya sendiri 2) klien memegangi tubuhnya sendiri

4. Jenis halusinasi

Menurut Yusuf (2015) jenis halusinasi dibagi menjadi 5 yaitu: a. Halusinasi pendengaran (audiktif, akustik)

Paling sering di jumpai dapat beruba bunyi mendenging atau bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering mendengar sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut di tunjukan oleh penderita sehingga penderita tidak jarang bertengkar dan berdebat dengan suara-suara tersebut.

(10)

b. Halusinasi penglihatan (Visual, optik)

Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organic). Biasanya muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan atau tidak menyenangkan.

c. Halusinasi penciuman (olfaktorik)

Halusinasi ini biasanya mencium sesuatu bau tertentu dan merasakan tidak enak, melambungkan rasa bersalah pada penderita. Bau ditambah dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai suatu kombinasi moral.

d. Halusinasi pengecapan (gustatorik)

Walaupun jarang terjadi biasanya bersamaan dengan halusinasi penciuman, penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi gustorik lebih jarang timbang halusinasi gustatorik.

e. Halusinasi raba (taktil)

(11)

5. Tahapan halusinasi

Menurut Kusumawati dan Hartono (2010), tahapan halusinasi terdiri dari 4 fase yaitu:

a. Fase I (Comforting)

Comforting disebut juga fase menyenangkan, pada tahapan ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik dari fase ini klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, perasaan rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat di selesaikan. pada fase ini klien berperilaku tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asik dengan hausinasinya dan suka menyendiri.

b. Fase II (Conndeming)

(12)

c. Fase III (Controling)

Controlling disebut juga ansietas berat, yaitu pengalaman

sensori menjadi berkuasa. Karakteristik klien meliputi bisikan, suara, bayangan, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Tanda-tanda fisik berupa berkeringat, tremor, dan tidak mampu memenuhi perintah.

d. Fase IV (Conquering)

Conquering disebut juga fase panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya termasuk dalam psikorik berat. Karakteristik yang muncul pada klien meliputi halusinasi berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang control dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain dan lingkungan.

6. Penilaian terhadap setresor

1. Kognitif: tidak dapat berpikir logis, inkoheren, disorientasi, gangguan memori jangka pendek maupun jangka panjang, konsentrasi rendah, kekacauan alur pikir, ketidakmampuan mengambil keputusan, fligh of idea, gangguan berbicara dan perubahan isi pikir

(13)

3. Fisiologis: pusing, kelelahan, keletihan, denyut jantung meningkat, keringat dingin, gangguan tidur, muka merah/tegang, frekuensi napas meningkat, ketidakseimbangan neurotransmitter dopamine dan serotonine

4. Perilaku: berperilaku aneh sesuai dengan isi halusinasi, berbicara dan tertawa sendiri, daya tilik diri kurang, kurang dapat mengontrol diri, penampilan tidak sesuai, perilaku yang diulang-ulang, menjadi agresif, gelisah, negatif, melakukan pekerjaan dengan tidak tuntas, gerakan katatonia, kaku, gangguan ekstrapiramidal, gerakan mata abnormal, grimacvin, gaya berjalan abnormal, komat-kamit, menggerakkan bibir tanpa adanya suara yang keluar

5. Sosial: ketidak mampuan untuk berkomunikasi, acuh dengan lingkungan, penurunan kemampuan bersosialisasi, paranoid, personal hygiene jelek, sulit berinteraksi dengan orang lain, tidak

(14)

7. Psikopatologi

Proses terjadinya halusinasi diawali dari atau dengan orang yang menderita halusinasi akan menganggap sumber dari hasilnya berasal dari lingkungan atau stimulus eksternal (Yosep, 2011). Pada fase awal masalah itu menimbulkan peningkatan kecemasan yang terus dan sistem pendukung yang kurang akan menghambat atau membuat persepsi untuk membedakan antara apa yang dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun.

(15)

Gambar II.1 Psikopatologis, Neurobologi

a. proses pikir terganggu

(16)

Respon adaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut (Yusuf, Rizki & Hanik, 2015) Meliputi :

a. Pikiran logis berupa pendapat atau pertimbangan yang dapat di terima akal.

b. Persepsi akurat berupa pandangan dari seseorang tentang sesuatau peristiwa secara cermat dan tepat sesuai perhitungan.

c. Emosi konsisten dengan pengalaman berupa ke mantepan perasaan jiwa yang timbul sesuai dengan peristiwa yang pernah di alami.

d. Perilaku sesuai dengan kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan dengan individu tersebut di wujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan yang tidak bertentangan denagn moral.

e. Hubungan sosial dapat di ketahui melalui hubungan seseorang dengan orang lain dalam pergaulan di tengah masyarakat.

2. Respon maladaptif

Respon maladaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut (Yusuf, Rizki & Hanik, 2015) meliputi :

a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh di pertahankan walaupun tidak di yakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.

(17)

c. Tidak mampu mengontrol emosi berupa ketidak mampuan atau menurunya kemampuan untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan, keakraban, dan kedekatan.

d. Ketiak teraturan perilaku berupa ketidak selarasan antara perilaku dan gerakan yang di timbulkan.

e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang di alami oleh individu karna orang lain menyatakan sikap yang negativ dan mengancam.

9. Penatalaksanaan Medis

Terapi farmakologi untuk pasien jiwa menurut Kusumawati & Hartono (2010) adalah:

a. Anti psikotik

Jenis : Clorpromazin (CPZ), Haloperidol (HLP)

Mekanisme kerja : Menahan kerja reseptor dopamin dalam otak sebagai penenang, penurunan aktifitas motoric, mengurangi insomnia, sangat efektif untuk mengatasi: delusi, halusinasi, ilusi, dan gangguan proses berfikir.

Efek samping :

1) Gejala ekstrapiramidal seperti berjalan menyeret kaki, postur condong kedepan, banyak keluar air liur, wajah seperti topeng, sakit kepala dan kejang.

(18)

3) sering berkemih, retensi urine, hipertensi, anemia, dan dermatitis.

b. Anti Ansietas

Jenis : Atarax,Diazepam(chlordiazepoxide)

Mekanisme kerja : Meradakan ansietas atau ketegangan yang berhubungan dengan situasi tertentu.

Efek samping :

1) Pelambatan mental, mengantuk, vertigo, bingung, tremor,letih,depresi, sakit kepala, ansietas, insomnia, bicara tidak jelas.

2) Anoreksia, mual, muntah, diare, kontipasi, kemerahan, dan gatal-gatal.

c. Anti Depresan

Jenis : Elavil,asendin,anafranil, norpamin, ainequan, tofranil, ludiomil, pamelor, vivacetil, surmontil.

Mekanisme kerja : Mengurangi gejala depresi, penenang. Efek samping :

1) Tremor,gerakantersentak-sentak, ataksia, kejang, pusing, ansietas, lemas, dan insomnia.

2) pandangan kabur, mulut kering, nyeri epigastrik, kram abdomen, diare, hepatitis, icterus

(19)

d. Anti Manik

Jenis : Lithoid, klonopin, lamictal

Mekanisme kerja : Menghambat pelepasan scrotonin dan mengurangi sensitivitas reseptor dopamine Efek samping : sakit kepala, tremor, gelisah, kehilangan

memori, suara tidak jelas, otot lemas, hilang koordinasi.

e. Anti Parkinson

Jenis : Levodova, trihexpenidyl (THP)

Mekanisme kerja : Meningkatkan reseptor dopamine untuk mengatasi gejala parkinsonisme akibat penggunaan obat antipsikotik, menurunkan ansietas, irritabilitas.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Kegiatan perawatan dalam melakukan pengkajian keperawatan ini dalah dengan mengkaji klien dan keluarga klien tentang tanda gejalan serta factor penyebab, memfalidasi data dari klien (kusumawati & Hartono, 2010)

(20)

Cara pengkajian lain berfokus pada 5 (lima) aspek, yaitu fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual (Yosep, 2011). Untuk dapat menjaring data yang di perlukan, umumnya di kembangkan formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar memudahkan dalam pengkajian. Isi pengkajian meliputi : Identitas klien, keluhan utama atau alasan masuk, faktor predisposisi, faktor presipitasi, pemicu tanda dan gejala, hambatan.

Data pengkajian keperawatan jiwa dapat di kelompokan menjadi pengkajian perilaku, faktor predisposisi, faktor resipitasi, penilaian terhadap setresor, sumber koping dan kemampuan koping yang di miliki klien (Stuart, 2007).

Menurut Stuart (2007) data yang di peroleh dari pengkajian dapat pula di kelopokan menjadi dua yaitu data subjektif dan data objektif yang mana data di temukan secara nyata di peroleh mulai dari observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat. Sadangkan data subjektif merupakan data yang di sampaikan secara lisan baik oleh klien maupun dari keluarga klien serta di peroleh melalui wawancara antara perawat dengan klien dan keluarga.

(21)

keluarga klien mengatakan bahwa klien pada saat di ruamh sering menyendiri, melamun, sering ngomong sendiri kalo malam hari, kadang bicara nglantur dan suka memberantakin rumah. Gejala ini berlangsung pada tanggal 3 Mei 2017 klien bertingkah laku tidak seperti biasanya. Faktor predisposisi yang mendukung munculnya masalah pada Ny. S yaitu keluarga klien mengatakan sudah 4x di rawat di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas pada bulan November 2015 tetapi proses penyembuhannya kurang maksimal karna tidak mengonsumsi obat secara teratur dan lingkungan yang kadang membuat klien kambuh dari penyakitnya. Faktor presipitasi yang terjadi pada klien yaitu kepikiran anaknya yang akan masuk kuliah karna faktor ekonomi dan ada masalah dengan suaminya. Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan intelektual (pikiran) dan rangsangan eksternal perubahan sensori persepsi : merupakan sensasi palsu berupa penglihatan, pengecapan, perabaan, pnghidu, dan pendengaran (Direja, 2011).

(22)

Tanda dan gejala menurut Direja (2010) klien pada halusinasi cenderung menarik diri, sering di dapatkan duduk terpaku, pada pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah dan menyerang orang lain, gelisah atau melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu.

Pada saat pengkajian hambatan yang di alami penulis terhadap klien adalah kurang kooperatif, klien tanpak gelisah dan sering tidak konsentrasi saat di tanya. Klien sering mengalihkan topik pembicaraan dan klien sering bicara ngelantur dan tidak terkontrol klien tidak mengatahui bahwa yang di alaminya adalah sebuah halusinasi yang merupakan salah satu penyakit gangguan jiwa. Kemudian penulis memberikan pengetahuan tentang pengertian halusinasi kepada klien dan tanda gejalan seseorang mengalami halusinasi serta mengajaknya cara menghilangkan suara yang tidak tanpak wujudnya.

(23)

2. Diagnose Keperawatan

a. Akibat : Risiko perilaku kekerasan

b. Masalah utama :Gangguan persepsi: Halusinasi pendengaran c. Etiologi : Defisit perawatan Diri

3. Pohon Masalah

Gambar III. 3 Pohon Masalah

Resiko perilaku mencedeai diri

core problem

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

(24)

4. Intervensi

Menurut Yosep (2011), yaitu:

a. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi 1) Tujuan umum

Klien dapat mengontrol halusinasi 2) Tujuan khusus

a) Klien dapat membina hubungan saling percaya b) Klien dapat mengenal halusinasinya

c) Klien dapat mengontrol halusinasinya

d) Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi

e) Klien dapat memanfaatkan obat secara teratur 3) Intervensi

a) Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan komunikasi terapeutik

b) Sapa klien dengan sopan c) Perkenalkan diri dengan sopan

d) Tanyakan nama klien dengan lengkap e) Jelaskan tujuan pertemuan

f) Tunjukan sikap empati

(25)

i) Identivikai bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika halusinasi

j) Diskusikan manfaat yang dilakukan klien dan beri pujian pada klien

b. Risiko perilaku kekerasan 1) Tujuan umum

Klien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan baik secara fisik, sosial, verbal, spiritual.

2) Tujuan khusus

a) Bina hubungan sling percaya

b) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan

c) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan d) Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan

3) Intervensi

a) Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan komunikasi terapeutik

b) Bantu klien mengungkapkan perasaanya

c) Bantu klien untuk mengungkapkan tanda perilaku kekerasan d) Diskusikan dengan klien keuntungan dan kerugian perilaku

kekerasan

e) Diskusikan dengan klien cara mengontrol perilaku kekerasan f) Ajatkan klien mempraktekan cara mengontrol perilaku

(26)

c. Defisit perawatan diri 1) Tujuan Umum :

a) Klien tidak mengalami masalah defisit perawatan diri. 2) Tujuan Khusus

a) Klien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri b) Klien mampu melakukan berhias secara baik

c) Klien mampu melakukan makan dengan baik d) Klien mampu melakukan eliminasi secara mandiri 3) Intervensi

a) Melatih klien cara perawatan kebersihan diri b) Membantu klien latihan berhias

c) Melatih klien makan secara mandiri

d) Mengajarkan klien melakukan BAB/BAK secara mandiri

5. Implementasi

Tndakan keperawatan (implementasi) dilakukan berdasarkan rencana yang telah dibuat. Tindakan keperawatan dibuat dan dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi klien saat ini. Perawat bekerja sama dengan klien, keluarga, dan tim kesehatan lain dalam melakukan tindakan keperawatan (Stuart, 2013).

6. Evaluasi

Gambar

Gambar II.1 Psikopatologis, Neurobologi

Referensi

Dokumen terkait

Semakin besar soft handoff region ( a ) maka tingkat rata-rata panggilan masuk pada daerah handoff (λ ic ) juga semakin besar dari kedua STO tersebut tingkat rata –

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pelaksanaan serta menganalisis faktor yang menjadi penghambat dari program tersebut, tepatnya di Pusat

Skripsi dengan judul “Karakteristik Personal, Lingkungan Organisasi, Karakteristik Pekerjaan, dan Kepuasan Kerja Pemeriksa (Studi Kasus pada Direktorat Jenderal Bea dan

Tata Usaha pada UPTD Tindak Darurat Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda Eselon

Remaja pada umunya tidak mampu berpikir baik secara radikal (yakni berpikir dengan mengungkap suatu masalah hingga ke akar permasalahan yang paling dalam), holistik (dengan

Pada hari ini Senen tanggal Sepuluh bulan Februari tahun Dua Ribu Empat Belas , kami Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Konsultansi Dana Bantuan Sosial Berpola Hibah

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kecemasan bertanding tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan motivasi berprestasi dengan nilai signifikansi sebesar

Pelaksanaan Musrenbang sebagai tahapan proses perencanaan pembangunan dan penganggaran termasuk dalam pendekatan perencanaan partisipatif karena telah melibatkan