• Tidak ada hasil yang ditemukan

RPM Penyelenggaraan Layanan Panggilan Tunggal Darurat, 14 Desember 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "RPM Penyelenggaraan Layanan Panggilan Tunggal Darurat, 14 Desember 2015"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANGAN

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR TAHUN 2015

TENTANG

PENYELENGGARAAN LAYANAN PANGGILAN TUNGGAL DARURAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa ketentuan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 36 Tahun

1999 tentang Telekomunikasi menyatakan setiap

penyelenggara telekomunikasi wajib memberikan prioritas untuk pengiriman, penyaluran, dan penyampaian informasi penting yang menyangkut keamanan negara, keselamatan jiwa manusia dan harta benda, bencana alam, marabahaya, dan/atau wabah penyakit;

b. bahwa layanan panggilan darurat di Indonesia perlu lebih dioptimalkan sehingga penanganan keadaan darurat dapat dilaksanakan secara terpadu;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Penyelenggaraan Layanan Panggilan Tunggal Darurat;

Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);

2. Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);

(2)

4. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3980);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828);

7. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara;

8. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2015 tentang Kementerian Komunikasi dan Informatika;

9. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM.4 Tahun 2001 tentang Penetapan Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 (Fundamental Technical Plan National 2000) Pembangunan Telekomunikasi Nasional sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17 Tahun 2014 tentang Perubahann Ketujuh atas Keputusan Menteri Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM.4 Tahun 2001 tentang Penetapan

Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 (Fundamental Technical

Plan National 2000) Pembangunan Telekomunikasi Nasional; 10. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor:

01/PER/M.KOMINFO/01/2010 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 7 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 01/PER/M.KOMINFO/01/2010 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi;

11. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 17/PER/M.KOMINFO/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika;

(3)

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN PANGGILAN TUNGGAL DARURAT.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio atau sistem elektromagnetik lainnya.

2. Jaringan Telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi.

3. Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha swasta, dan koperasi yang melakukan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi yang telah mendapatkan izin penyelenggaraan telekomunkasi.

4. Pusat Panggilan Darurat (emergency call center) adalah pusat informasi yang

digunakan untuk menerima dan mengirimkan permintaan pertolongan dalam keadaan darurat melalui jaringan telekomunikasi.

5. Dropped Call adalah panggilan yang berhasil dilakukan namun tiba-tiba terputus.

6. Kementerian adalah Kementerian yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.

7. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.

8. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang tugas dan fungsinya di bidang penyelenggaraan telekomunikasi.

Pasal 2

Peraturan Menteri ini bertujuan untuk:

a. membentuk sistem pusat panggilan darurat yang terpadu;

b. mempermudah masyarakat mengingat nomor panggilan darurat dalam penanggulangan keadaan darurat;

(4)

BAB II

PENYELENGGARAAN LAYANAN PANGGILAN TUNGGAL DARURAT

Pasal 3

(1) Layanan panggilan tunggal darurat diselenggarakan di tingkat daerah dan nasional.

(2) Layanan panggilan tunggal darurat dilaksanakan untuk penanganan keadaan darurat yang meliputi:

a. kebakaran; b. kerusuhan; c. kecelakaan; d. bencana alam;

e. penanganan masalah kesehatan;

f. gangguan keamanan dan ketertiban umum; dan/atau

g. keadaaan darurat lainnya yang disepakati oleh Pemerintah Daerah dan pemerintah pusat.

Pasal 4

(1) Layanan panggilan tunggal darurat dengan menggunakan nomor panggilan darurat 112.

(2) Nomor panggilan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara bersamaan dengan nomor panggilan darurat yang telah ditetapkan.

(3) Nomor panggilan yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi nomor panggilan dengan format 11x dan nomor panggilan darurat di tingkat daerah.

Pasal 5

(1) Kementerian menyediakan sistem panggilan darurat di tingkat nasional dengan fungsi sebagai pusat data nasional.

(2) Pusat data nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki fungsi melakukan penyimpanan data penanganan keadaan darurat secara nasional.

Pasal 6

(1) Penyelenggaraan layanan panggilan tunggal darurat di tingkat daerah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

(2) Penyelenggaraan layanan panggilan tunggal darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperoleh penetapan nomor panggilan tunggal darurat dari Direktur Jenderal.

(3) Untuk memperoleh penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal.

(5)

Pasal 7

(1) Dalam menyelenggarakan layanan panggilan tunggal darurat di tingkat daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bertugas:

a. menyediakan sarana dan/atau prasarana pendukung untuk Pusat Panggilan Darurat;

b. melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam tindak lanjut penanganan layanan panggilan tunggal darurat; dan

c. melakukan pengawasan pelaksanaan layanan panggilan darurat di daerahnya.

(2) Instansi terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. Dinas Pemadam Kebakaran;

b. Kepolisian Republik Indonesia;

c. Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Umum Daerah; d. Dinas Kesehatan; atau

e. Instansi terkait lainnya.

(3) Instansi terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menempatkan perwakilannya di Pusat Panggilan Darurat.

(4) Perwakilan instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berhak untuk memantau penanganan layanan nomor panggilan tunggal darurat.

BAB III

SISTEM PUSAT PANGGILAN DARURAT

Pasal 8

(1) Kementerian menyediakan infrastruktur sistem Pusat Panggilan Darurat yang berupa:

a. sistem call center layanan panggilan tunggal darurat; dan

b. sarana telekomunikasi layanan panggilan tunggal darurat. (2) Sistem Pusat Panggilan Darurat memiliki fungsi paling sedikit:

a. antar muka penanganan keadaan darurat dalam memberikan informasi keadaan darurat ke instansi terkait;

b. menerima panggilan keadaan darurat dari masyarakat;

c. rekap penerimaan panggilan darurat dari masyarakat yang disertai dengan waktu informasi diterima;

d. meneruskan informasi keadaan darurat ke instansi terkait; dan

e. rekap pengiriman informasi keadaan darurat ke instansi terkait yang disertai waktu pengiriman informasi.

Pasal 9

(1) Infrastruktur sistem Pusat Panggilan Darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diserahkan ke Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui proses sewa dengan pihak ketiga.

(6)

Pasal 10

(1) Kementerian menetapkan teknologi yang digunakan dalam sistem Pusat Panggilan Darurat.

(2) Konfigurasi jaringan dalam penyelenggaraan layanan panggilan tunggal darurat wajib memenuhi persyaratan teknis konfigurasi Pusat Panggilan Darurat sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 11

Sistem Pusat Panggilan Darurat beroperasi selama 24 (dua puluh empat) jam setiap hari.

Pasal 12

Waktu penanganan keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) paling lambat 15 (lima belas) menit sejak panggilan selesai diterima oleh Pusat Panggilan Darurat.

Pasal 13

Seluruh panggilan yang masuk ke pusat panggilan darurat harus dilayani sesuai dengan petunjuk teknis yang berlaku.

BAB IV

PENYELENGGARA JARINGAN TELEKOMUNIKASI DALAM LAYANAN PANGGILAN TUNGGAL DARURAT

Pasal 14

Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang melaksanakan layanan panggilan tunggal darurat, antara lain:

a. penyelenggara jaringan bergerak seluler; b. penyelenggara jaringan bergerak satelit; dan

c. penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis circuit-switched.

Pasal 15

Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 wajib:

a. menyambungkan panggilan keadaan darurat yang diterima dari masyarakat ke Pusat Panggilan Darurat;

b. menyediakan jaringan dan infrastruktur yang terhubung dengan Pusat Panggilan Darurat; dan

(7)

Pasal 16

(1) Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dalam menghubungkan jaringan

dengan Pusat Panggilan Darurat sebagaimana dalam Pasal 15 huruf b wajib

membawa informasi dengan teknologi IP PBX Extended dan/atau jaringan E1.

(2) Kebutuhan jaringan E1 dan teknologi IP PBX Extended disesuaikan dengan

kebutuhan jaringan di daerah.

(3) Persyaratan teknis teknologi IP PBX Extended dan/atau Jaringan E1 sesuai

dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 17

Prosentase jumlah layanan panggilan tunggal darurat yang tidak mengalami

Dropped Call pada jaringan penyelenggara jaringan telekomunikasi harus mencapai paling sedikit 98% (sembilan puluh delapan) persen dari seluruh panggilan.

Pasal 18

Panggilan keadaan darurat oleh masyarakat ke Pusat Panggilan Darurat tidak dikenakan biaya apapun.

BAB V SOSIALISASI

Pasal 19

(1) Kementerian melaksanakan sosialisasi layanan panggilan tunggal darurat secara umum kepada masyarakat.

(2) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melaksanakan sosialisasi layanan panggilan tunggal darurat kepada masyarakat di daerah masing-masing.

BAB VI

EVALUASI DAN MONITORING

Pasal 20

(1) Untuk meningkatkan layanan Pusat Panggilan Darurat kepada masyarakat, Kementerian melakukan evaluasi terhadap kinerja Pusat Panggilan Darurat di daerah dan/atau penyelenggara jaringan telekomunikasi.

(8)

Pasal 21

(1) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat menambah kapasitas jaringan telekomunikasi untuk meningkatkan kualitas layanan panggilan tunggal darurat.

(2) Penambahan kapasitas jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) harus mendapatkan persetujuan dari Menteri dengan

mempertimbangkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.

Pasal 22

Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi wajib membuat laporan tertulis kepada Direktur Jenderal dalam hal terjadi perubahan terhadap jaringan layanan panggilan tunggal darurat.

BAB VII SANKSI

Pasal 23

(1) Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang melanggar ketentuan Pasal 15, Pasal 16 ayat (1), dan Pasal 22 dikenai sanksi administratif.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa teguran tertulis paling banyak tiga kali.

(3) Dalam hal teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, dapat dilakukan pencabutan izin penyelenggaraan telekomunikasi.

Pasal 24

Setiap orang yang secara sengaja melakukan panggilan ke Pusat Panggilan Darurat dan memberikan informasi keadaaan darurat yang tidak benar dapat berkonsekuensi pada sanksi pidana sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

BAB VIII

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 25

(9)

BAB IX

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 26

Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, maka Kementerian/Lembaga lain dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang telah melaksanakan Layanan Panggilan Darurat, tetap dapat melaksanakan kegiatannya dengan mempertimbangkan kesiapan aspek teknis dan aspek non teknis.

BAB X

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 27

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

RUDIANTARA

Diundangkan di Jakarta pada tanggal

DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

WIDODO EKTATJAHJANA

Kasubdit Telsus Non Pemerintah

Kabag Hukum dan Kerjasama

Direktur Telsus PPKU

Seketaris

(10)

LAMPIRAN

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

PENYELENGGARAAN LAYANAN PANGGILAN TUNGGAL DARURAT

1. Persyaratan Teknis Menggunakan Jaringan E1

Konektivitas per Kota Konektivitas data di Pusat

 INTERNET BROADBAND 10 MB (PPGD)

 INTERNET BROADBAND 1 MB x 3 (SKPD)

 E1 Pra

 Metro-E 5 MB (PPGD Backup).

 INTERNET BROADBAND 10 MB x 1 (KOMINFO )

(11)

2. Persyaratan Teknis Menggunakan IP PBX Extended

(12)

3. Persyaratan Teknis Konfigurasi Jaringan Pusat Panggilan Darurat

Operator

Telekomunikasi

Fixed

Mobile

End User

Caller ID,

Lokasi, dan

Informasi

lainnya

KOMINFO

IP PBX

PPGD Kota

Rumah Sakit

Call Agent

Voice

Call Agent

Call Agent

Pemadam

Kebakaran

Polisi

SKPD Kota

Kasubdit Telsus Non Pemerintah

Kabag Hukum dan Kerjasama

Direktur Telsus PPKU

Seketaris

(13)

Referensi

Dokumen terkait

UPAYA PENINGKATAN PENGGUNAAN OBAT GENERIK DALAM RANGKA MENEKAN BIAYA BELANJA OBAT PADA PENDERITA PENYAKIT DIABETES DI INDONESIA : SEBUAH.. PENDAHULUAN DAN

Gelombang stasioner yang terjadi dalam tabung resonator menunjukkan adanya osilasi suhu yang sebanding dengan osilasi dari amplitudo tekanan gelombang bunyi dengan

(2) Pelayanan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, merupakan kegiatan penanggulangan keadaan darurat Bandar Udara terhadap kecelakaan pesawat udara

Kakak asuh juga merupakan perwakilan Tim BeasiswaEL05 untuk beswan.Segala komunikasi antara Tim BeasiswaEL05 dan beswan dilakukan melalui kakak asuh.Selain itu

Bahan bakar pebble dalam teras reaktor tidak dapat dimodelkan dengan kisi SC karena porositas maksimum desain HTR pebble-bed yang diokupasi oleh helium adalah 39% dari

Manajemen peserta didik ialah suatu penataan atau pengaturan segala aktivitas yang berkaitan dengan peserta didik, yaitu dari mulai masuknya peserta didik sampai

Proses produksi dari bahan baku hingga menjadi produk dimulai dengan perendaman kacang tanah, dilanjutkan dengan proses penyaringan untuk kemudian dibumbui. Selanjutnya

SDN 1 Bojongwetan Kecamatan Jamblang Kabupaten Cirebon adalah salah satu lembaga pendidikan formal yang bersifat responsif untuk menerima