o
Senin 12317 18 19
OJan OPeb
o Selas:t
-4
5
20
o Mar
o Rabu C Kamis . JJmat
6
7
<i)
9
10
11
21
22
23
24
25
26
OApr
.Mei
OJun
OJul
0 Ags
o Sabtu
12
13
27
28
OSep
OOkt
()
Minggu14 15 16
29 30 31
ONov ODes...
Pikiran
Rakyat
M~nyoal Kualitas Pelayanan
. - -
- -:..;;:&".",
--
- ..--
-
Publik
--
-tah dan masyarakat. Dengan
Oleh AHMAD RAFSANJANI
demikian, pemerintah dengan
mudah dapat mempermainkan
P
ADA awal Februari yang kerap dikeluhkan masya- wewenangnya dalam melayani 200<J, Komisi Pembe- rakat, dapat teljadi karena ber- masyarakat. Di sisi lain, masya-rantasan Korupsi (KPK) bagai hal. Salah satu determi- rakat pun teljebak dalam posi-memublikasikan temuan mere- nan internal adalah lemahnya si subordinat, dengan daya gu-ka mengenai kualitas pelayan- sistem pengendalian manaje- gat yang lemah.an publik di pelbagai kota di In- men pemerintahan. Seperti ki- Subordinasi masyarakat da-done$.~. Hasiltemuan KPK, in- t~J<"~t.~~i,I!~~Jam-jam pela: lam pelayanan publik, juga di-tegritas <Ian kualitas layanan yanan pUbTiK,aparat kerap lal31 pengaruhi politik pemerintah-menempatkan Kota Bandung dalam melayani masyarakat. an yang tertutup. Dengan pen-sebagai kota nomor dua teren- Masalah berikutnya adalah ri- dekatan ini, pemerintah menja-dah dari 52 kota yang diteliti, ngannya konsekuensi dari keal- di sistem yang tidak responsif dengan pencapaian skor 5,07. paan ini. dalam mengakomodasi nil ai-Permasalahan kualitas layanan Habituasi dari kealpaan ini, nilai dan kebutuhan dari ma-publik di Kota Bandung dan ju- berpotensi menciptakan set syarakat. Terjadi represi artifi-ga banyak kota di negeri ini, mental tertentu mengenai sial terhadap setiap aspirasi merupakan realitas kontrapro- tanggung jawab pekeljaan di masyarakat.
duktif dengan reformasi biro- kepala setiap aparat. Set men- Budayamelayani krasi. Bukan saja menggambar- tal ini menjadi derivasi bagi bu- Untuk mereduksi "budaya kan kecenderungan "pelayanan daya kerja, sebagian lembaga pelayanan minimalis" tersebut, minimalis", tetapi merepresen- pemerintahan yang lazim da- sistem pengendalian SDM yang tasikan lemahnya pemahaman tang terla~bat, kualitas pela- lebih ketat mutlak diperlukan. pejabat publik akan hakikat pe- yanan minimalis, hingga mem- Reformasi birokrasi bukan soal
keljaan mereka. persu1it proses. perbaikan sistem semata,
teta-Padahal, dalam konsep nega- Selain itu, determinan inter- pi perbaikan kompetensi dan ra modern, pejabat publik be- nal lainnya adalah penempatan akuntabilitas. Sedangkan anti-kerja memberikan pelayanan posisi (position building), yang tesis bagi sifat paternalistik jasa secara profesional pada dibangun secara horizontal an- adalah dengan menempatkan masyarakat..Pejabat publik, da- tara aparat pemerintah dengan fungsi pelayanan publik sebagai ri level petugas lini depan hing- masyarakat. Paradigma posisi pemberdayaan, bukan pembe-ga manajemen puncak, adalah atasan-bawahan ini, mengha- rian. Paradigma baru ini terle-civil servant, pelayan bagi ma- silkan suatu ketergantungan tak pada kalimat sederhana, syarakat sipil. Pemerintahan di- akut. Sebab, dalam persepsi putting people first, menjadi-bentuk sebagai sistem multi- masyarakat dan pemerintah itu kan kepuasan masyarakat seba-proses, yang bertujuan meme- sendiri, pemenuhan hak-hak gai prioritas utama.
nuhi dan melindungi kebutuh- masyarakat ada1ah pemberian Memprioritaskan masyara-an masyarakat akmasyara-an pelaymasyara-anmasyara-an dan bukan tanggung jawab. kat, berarti menyesuaikan
stan-publik. Paradigma ini yang disebut dar pelayanan berdasarkan
ke-Subordinasi masyarakat budaya paternalistik, terkadang butuhan masyarakat. Politik Kualitas pelayanan publik diinternalisasi aparat pemerin- pemeIintah'akan bermetamor--~
fosis menjadi sistem birokrasi yang terbuka, dengan keberha-silan kineIja dievaluasi atas da-sar harapan dan kepuasan ma-syarakat.
Tantangan terpenting lain bagi kualitas layanan publik adalah menciptakan budaya pelayanan. Mereduksi paradig-ma hubungan horizontal, yang sudah mengakar merupakan proses perubahan substansial. Ia memerlukan perubahan set mental di kepala setiap aparat pemerintahan.
Untuk menciptakan budaya pelayanan, pola hubungan ver-tikal mesti dibangun melalui model helping relationship, hubungan saling menolong. Model hubungan dinamis ini akan bergantung pada helping
skill dari aparat pemerintah,
.baik yang dipelajari ataupun
kecenderungan alamiah untuk
menolong orang lain. Motivasi
internal untuk menolong
la-zimnya, didahului oleh
kesa-daran akan diri dan nilai-nilai
kebaikan yang dianut.
Kompe-tensi menolong juga dibentuk
atas dasar prinsip altruisme
yakni kecenderungan
berting-kah laku menolong orang lain
secara sukarela, tanpa harapan
mendapatkanimbalan,
mela-inkan perasaan bermakna
ka-rena telah melakukan sesuatu
yang baik.
Perpaduan antara kesadaran
diri dan altruisme ini,
membu-at pemerintah bukan sekadar
bekerja untuk menunaikan tanggungjawabnya, tetapi me-menuhi nilai-nilai kemanusia-an universal ykemanusia-ang lebih tinggi, yakni perasaan bermanfaat ba-gi orang lain. Melalui proses ini, budaya pelayanan dengan sendirinya muncul sebagai mo-tivasi internal, bukan karena paksaan sistem atau atasan.
13agaimanapun, melayani ba-ik secara praksis ataupun filo-sofis, terkait dengan pemenuh-an diri kita. Menurut Stephen R. Covey, seorang pembicara kepemimpinan populer di du-nia, melayani orang lain adalah salah satu kebijaksanaan ter-tinggi. Sebab, melayani itu ber-arti melampaui diri sendiri. Di dalamnya terdapat dimensi tanggungjawab terhadap orang lain.
Dengan semangat saling me-nolong dan .melayani, pemerin-tah bukan saja memberikan pelayanan publik yang berkua-litas. Akan tetapi, dapat menja-di role model, memimpin de-ngan contoh, bagi pembangun-an mental masyarakat yang positif. Masyarakat yang me-miliki kemampuan untuk mengubah budaya, dari me-manfaatkan orang lain menuju budaya pelayanan terhadap orang lain.***
Penulis, peneliti Psikologi
Sosial Fakultas Psikologi -
Uni-versitas Padjadjaran