BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lidah Buaya (Aloe vera)
Tanaman lidah buaya berasal dari Afrika dan dibawa ke Indonesia oleh bangsa Cina pada abad ke-17. Lidah buaya dapat tumbuh di daerah kering dan tropis, tumbuh sangat baik pada lahan gambut jika dibandingkan dengan lahan lainnya. Dari lebih 300 spesies yang tersebar, hanya tiga jenis yang dibudidayakan di Indonesia, yaitu Aloe vera (Aloe barbadensis Miller), Aloe perryi, dan Aloe ferox. Diantara ketiga jenis Aloe tersebut yang
paling banyak dibudidayakan yaitu Aloe vera. (7, 8)
Aloe vera merupakan jenis tumbuhan yang sudah dikenal sejak ribuan tahun silam,
digunakan sebagai penyubur rambut, penyembuhan luka bakar, dan perawatan kulit. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pemanfaatan Aloe vera berkembang sebagai bahan baku industri farmasi, kosmetik, bahan makanan dan minuman kesehatan. (9) Aloe vera memiliki aktivitas anti inflamasi, anti jamur, dan anti bakteri. Aloe vera berkhasiat
membantu proses regenerasi sel, menurunkan kadar gula dalam darah bagi penderita diabetes, mengontrol tekanan darah, dan menstimulan kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit kanker. (10) Aloe vera juga dapat dimanfaatkan sebagai larvasida alami karena mengandung senyawa-senyawa aktif yang bersifat insektisida. (15)
2.1.1 Klasifikasi
Klasifikasi ilmiah Aloe vera adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Bangsa : Liliales
Suku : Liliaceae
Marga : Aloe
Jenis : Aloe vera (L.) Burm. f. (11)
2.1.2 Morfologi
Aloe vera memiliki daun berwarna hijau berlapis lilin putih, berbentuk agak runcing di
bagian ujung, tebal di bagian pangkal, bergerigi di bagian tepi, dan bersap-sap melingkar.
Panjang daun 40-90 cm, lebar 6-13 cm, dengan ketebalan lebih kurang 2,5 cm di pangkal daun, permukaan daun berbintil putih saat masih muda dan akan hilang saat dewasa. Batang tanaman pendek dan bunga berwarna orange berbentuk lonceng. (8)
Gambar 2.1 Tanaman Lidah Buaya (Aloe vera) (11)
2.1.3 Bahan Aktif
Bahan aktif yang terkandung dalam Aloe vera adalah sebagai berikut:
1. Saponin
Saponin merupakan glikosida dalam tanaman yang sifatnya menyerupai sabun, dapat larut dalam air dan pelarut non polar. Saponin merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan dapat menyebabkan alergi serta sering mengakibatkan iritasi terhadap selaput lendir. (12, 13) Saponin dapat diketahui dengan penambahan air. Timbulnya busa menunjukkan adanya
glikosida yang mampu membentuk buih dalam air. Senyawa glikosida terhidrolisis menjadi glukosa dan aglikon. (16)
2. Flavonoid
Flavonoid adalah salah satu jenis senyawa yang berbau sangat tajam, rasanya pahit, dapat larut dalam air dan pelarut organik, serta mudah terurai pada temperatur tinggi.
Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi dan pada umumnya terdapat dalam tumbuhan. Flavonoid dapat digunakan sebagai antibiotik, menghambat perdarahan, dan bahan aktif pembuatan insektisida nabati. (13, 15) Uji flavonoid dengan penambahan HCl untuk mendeteksi senyawa yang mengandung inti benzopiranon. Warna merah atau ungu yang terbentuk merupakan garam benzopirilium yang disebut juga garam flavilium. (16)
3. Tanin
Tanin merupakan senyawa golongan polimer fenolik. Tanin dapat merubah kulit mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya menyambungsilangkan protein dan mengendapkan gelatin dalam larutan. Untuk mengetahui senyawa tanin, digunakan larutan gelatin dan FeCl3. Perubahan warna yang terjadi karena terbentuknya Fe3+-tanin dan Fe3+- polifenol. (16)
2.1.4 Ekstraksi
Pengambilan bahan aktif dari suatu tanaman dapat dilakukan dengan ekstraksi.
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan substansi dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Dalam proses ini, bahan aktif akan larut oleh zat penyari yang sesuai sifat kepolarannya. Ekstraksi cara dingin dapat dilakukan dengan cara maserasi atau perkolasi, digunakan untuk tanaman yang mengandung zat – zat yang tidak tahan pemanasan.
Sedangkan ekstraksi cara panas dapat dilakukan dengan soxhlet, refluks atau infusa, digunakan untuk tanaman yang mengandung zat yang tahan pemanasan. (17)
Salah satu cara ekstraksi yang dapat dilakukan yaitu maserasi. Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia yang sudah dihaluskan dicampur dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut disimpan terlindung dari cahaya langsung untuk mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna. Kemudian rendaman diaduk kembali. Waktu lamanya maserasi antara 4-10 hari. (18)
2.2 Nyamuk Culex quinquefasciatus
Nyamuk Culex quinquefasciatus merupakan nyamuk yang hidup di Negara tropis, seperti di Indonesia. Habitat nyamuk Culex quinquefasciatus adalah di genangan air, air kotor, dan di persawahan. Nyamuk Culex quinquefasciatus merupakan vektor biologis dalam berbagai penyakit, seperti filariasis dan japanesse encephalitis. (2)
2.2.1 Klasifikasi
Klasifikasi Culex adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Diptera Family : Culicidae Genus : Culex
Spesies : Culex quinquefasciatus (19) 2.2.2 Siklus Hidup dan Morfologi
Culex quinquefasciatus mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yaitu telur,
larva, pupa, dan nyamuk dewasa. Seluruh siklus hidup Culex mulai dari telur hingga dewasa membutuhkan waktu sekitar 14 hari. (21)
1. Stadium Telur
Telur akan menetas dalam 1-2 hari, habitat larva pada air kotor atau keruh seperti parit, kolam air yang kotor, dan rawa-rawa. Sekali bertelur nyamuk Culex quinquefasciatus menghasilkan 100-400 telur. Telur Culex quinquefasciatus biasanya berwarna coklat, panjang, silinder vertikal, bergabung membentuk seperti rakit di atas permukaan air yang tenang dan tidak mengalir. (20)
Gambar 2.2 Telur Culex quinquefasciatus (23)
2. Stadium Larva
Dalam keadaan optimal perkembangan larva sekitar 6-8 hari. Larva Culex mempunyai 4 tingkatan atau instar sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu:
a. Larva instar I, berukuran paling kecil yaitu 1-2 mm atau 1-2 hari setelah menetas.
Duri-duri (spinae) pada dada belum jelas dan corong pernafasan pada siphon belum jelas.
b. Larva instar II, berukuran 2,5-3,5 mm atau 2-3 hari setelah telur menetas. Duri-duri belum jelas, corong kepala mulai menghitam.
c. Larva instar III, berukuran 4-5 mm atau 3-4 hari setelah telur menetas. Duri-duri dada mulai jelas dan corong pernafasan berwarna cokelat kehitaman.
d. Larva instar IV, berukuran paling besar yaitu 5-6 mm atau 4-6 hari setelah telur menetas dengan warna kepala gelap. (21)
Larva Culex terdiri atas kepala, thorax, dan abdomen. Larva nyamuk bergerak sangat lincah dan aktif dengan memperlihatkan gerakan naik ke permukaan dan turun ke dasar perindukan. Sebagian besar larva nyamuk adalah filter feeder atau memakan mikroorganisme lainnya dalam air, alga, dan kotoran organik. Selain itu larva sangat aktif makan dengan sifat bottom feeder, karena mengambil makanan di dasar perindukan. Partikel-partikel organik
yang berada di dalam air merupakan salah satu makanan bagi larva nyamuk. Larva menyerap oksigen melalui seluruh permukaan tubuh dan menghirup udara dari permukaan air melalui corong pernapasan atau sifon. Posisi larva Culex quinquefasciatus pada permukaan air adalah menyudut. Hal ini dikarenakan hanya ujung sifon saja yang menempel pada permukaan air.
(25)
Gambar 2.3 Larva Culex quinquefasciatus (23)
3. Stadium Pupa
Pupa merupakan tahapan istirahat. Tahap ini berlangsung sekitar 2–4 hari. Setelah pertumbuhan pupa sempurna, kulit pupa akan pecah dan menjadi nyamuk dewasa. (22) Pupa berbentuk seperti koma, terdiri dari kepala dan dada yang menyatu (chephalotorax). Pada bagian distal abdomen terdapat sepasang pengayuh yang lurus dan runcing. Gerakannya khas (jerky movement) dan pada waktu istirahat akan mendekati permukaan untuk bernafas dengan breathing tube yang terdapat pada sisi dorsal thorax. Pada segmen terkhir dari abdomen terdapat sepasang paddles untuk berenang. (24)
Gambar 2.4. Pupa Culex quinquefasciatus (23)
4. Stadium dewasa
Nyamuk Culex quinquefasciatus berwarna coklat, berukuran sedang, dengan bintik- bintik putih di bagian dorsal abdomen. Sedangkan kaki dan probosis berwarna hitam polos tanpa bintik-bintik putih. (21) Nyamuk Culex jantan mempunyai probosis lebih pendek daripada palpi dan mempunyai antena dengan bulu-bulu lebat (plumose). Nyamuk Culex betina mempunyai probosis lebih panjang daripada palpi dan antena dengan bulu-bulu jarang (pilose). (22)
Nyamuk dewasa betina dapat bertahan hidup selama 4-5 bulan, terutama pada periode hibernasi (musim dingin). Pada musim panas (kemarau) merupakan masa aktif nyamuk betina dan hanya hidup selama 2 minggu. Nyamuk jantan hanya hidup sekitar 1 minggu, tetapi pada kondisi optimal dapat hidup lebih dari 1 bulan. (26)
Gambar 2.5 Nyamuk Dewasa Culex quinquefasciatus (23)
2.2.3 Perilaku Hidup
Culex quinquefasciatus suka berkembang biak di air yang kotor, seperti genangan air, selokan terbuka, empang ikan, septik teng, limbah pembuangan mandi, dan sungai yang
penuh sampah. Nyamuk Culex mampu berkembang biak di segala musim, tetapi jumlahnya menurun saat musim hujan karena jentik-jentiknya terbawa arus. (20, 22) Nyamuk Culex merupakan nyamuk yang menggigit manusia dan hewan. Nyamuk ini aktif pada malam hari dan puncak menggigitnya pada jam 22.00-02.00. Setelah menggigit nyamuk akan beristirahat selama 2 sampai 3 hari. (27)
2.2.4 Patogenesis
Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh nyamuk Culex quinquefasciatus antara lain:
1. Filariasis
Filariasis dikenal juga sebagai Elephantiasis atau penyakit kaki gajah, karena bentuk tungkai bawah penderita pada akhirnya menjadi besar dan berat seperti kaki gajah.
Penyebabnya adalah cacing bulat yang kecil disebut Filaria. Vektor bagi Filaria (Wuchereria) bancrofti di daerah perkotaan adalah Culex quinquefasciatus dan di daerah pedesaan adalah A. pseudoscuttellaris. Manusia yang terinfeksi mikrofilaria ini akan memperlihatkan gejala-gejala alergi dan demam. Mikrofilaria dari nyamuk akan masuk ke peredaran darah lalu memasuki saluran limfatik dan akan menjadi dewasa. Infeksi berulang kali dapat menimbulkan sumbatan saluran limfatik di daerah lipatan paha dan sekitarnya.
Sumbatan ini akan menyebabkan cairan tubuh tidak dapat mengalir sehingga akan membengkak yang kemudian akan membesar dan akhirnya mengeras. (28)
2. Japanesse Encephalitis
Japanesse encephalitis (JE) adalah penyakit viral yang menyerang susunan saraf dan menyebabkan peradangan otak pada manusia dan hewan. Penyakit berasal dari hewan dan ditularkan ke manusia (zoonosis) melalui gigitan Culex quinquefasciatus. Penyebaran ke seluruh wilayah Indonesia disebabkan oleh unggas dan kelelawar (carier) yang terinfeksi
oleh virus JE. Kasus kematian yang disebabkan oleh penyakit ini sekitar 20 - 50% dengan masa inkubasi 4 - 14 hari. (29)
2.2.5 Pengendalian Vektor dengan Insektisida Nabati
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memberantas nyamuk. Penggunaan insektisida sintetis masih dititikberatkan dalam memberantas nyamuk. Insektisida sintesis tersebut merupakan obat nyamuk yang berbasis bahan-bahan kimia yang tidak jarang membuat sesak nafas bahkan alergi. Kerugian insektisida sintesis antara lain polusi lingkungan, menimbulkan bau yang menyengat dan bisa menimbulkan sesak nafas atau alergi pada kulit sehingga akan berpengaruh terhadap kesehatan, dan nyamuk yang diberantas dengan penyemprotan racun akan menjadi resisten atau kebal dan membunuh serangga bukan target. (22)
Untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan maka diperlukan pengendalian alternatif. Salah satu pengendalian alternatif yang ramah lingkungan, mudah diaplikasikan, dan tidak berbahaya bagi musuh alami dan serangga menguntungkan lainnya yaitu dengan cara mencari bahan aktif biologis dari tanaman atau sumber daya hayati lainnya yang dapat digunakan sebagai insektisida nabati. Tanaman merupakan sumber yang kaya akan berbagai jenis senyawa kimia potensial untuk dikembangkan menjadi insektisida nabati. (31) Insektisida nabati merupakan hasil ekstraksi bagian tertentu dari tanaman baik dari daun, buah, biji, atau akar yang memiliki sifat racun terhadap serangga. Insektisida nabati terbuat dari bahan-bahan alam yang tidak mencemari lingkungan dan mudah terurai (terdegradasi) di alam sehingga tidak meninggalkan residu di tanah, air, dan udara. Selain itu insektisida nabati mempunyai tingkat keamanan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan menggunakan bahan kimia.
Pemakaian insektisida nabati secara terus-menerus juga diyakini tidak menimbulkan resistensi. (32, 33)
2.3 Mekanisme Keracunan pada Larva
Saponin dapat menurunkan aktivitas enzim pencernaan dan penyerapan makanan.
Pengaruh saponin terlihat pada gangguan fisik serangga bagian luar (kutikula), yakni merusak lapisan lilin yang melindungi tubuh serangga dan menyebabkan kematian karena kehilangan banyak cairan tubuh. Saponin juga dapat masuk melalui organ pernapasan dan menyebabkan membran sel rusak atau proses metabolisme terganggu. (14)
Flavonoid dapat merusak sistem pernapasan yang kemudian akan menimbulkan gangguan pada saraf dan mengakibatkan larva tidak bisa bernapas dan akhirnya mati.
Flavonoid juga mengganggu sistem perncernaan serangga dengan merusak membran plasma yang dapat menyebabkan bocornya metabolit penting dan menginaktifkan sistem enzim. Hal ini mengakibatkan fosfolipid tidak mampu mempertahankan bentuk membran plasma akibatnya larva akan mengalami hambatan pertumbuhan dan bahkan kematian. (15)
Tanin dapat menurunkan kemampuan mencerna makanan dengan cara menurunkan aktivitas enzim pencernaan (protease dan amilase) serta mengganggu aktivitas protein usus.
Serangga yang memakan tumbuhan dengan kandungan tanin tinggi akan memperoleh sedikit makanan, akibatnya akan terjadi penurunan pertumbuhan. Akibatnya akan terjadi penurunan laju pertumbuhan dan gangguan nutrisi. (14)
2.4 Kerangka Konsep
Variabel Bebas Variabel terikat
Gambar 2.6 Bagan Kerangka Konsep Ekstrak Daun Lidah Buaya
(Aloe vera) dengan konsentrasi 10%, 20%,
30%, 40%, 50%
Kematian Larva Culex quinquefasciatus
2.5 Hipotesis
Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun lidah buaya (Aloe vera), maka semakin tinggi jumlah kematian larva Culex quinquefasciatus.
2.6 Definisi Operasional
Tabel 2.1 Definisi Operasional No. Variabel Definisi Operasional Cara
Ukur
Alat Ukur
Hasil Skala Ukur 1. Konsentrasi
ekstrak daun lidah buaya (Aloe vera)
Fraksi senyawa aktif terlarut yang diperoleh dari kulit daun lidah buaya yang diekstrak lalu diencerkan
menggunakan aquades dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%.
Volume- tri
Labu ukur
Persen (v/v)
Rasio
2. Kematian larva Culex quinquefas- ciatus
Jumlah larva Culex quinquefasciatus instar III yang mati setelah diberi perlakuan ekstrak kulit daun lidah buaya selama 24 jam.
Visual Makros- kopis
Ekor Rasio