• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAIRUL BASRI, MSC (2)ii PENGANTAR APLIKASI PENGINDERAAN JAUH HYPERSPECTRAL Oleh Ir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HAIRUL BASRI, MSC (2)ii PENGANTAR APLIKASI PENGINDERAAN JAUH HYPERSPECTRAL Oleh Ir"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

ii

E

DITOR

D

R

. I

R

. H

AIRUL

B

ASRI

, MS

C

(2)

ii

PENGANTAR APLIKASI PENGINDERAAN JAUH HYPERSPECTRAL

Oleh

Ir. Sugianto, MSc, PhD dan Muhammad Rusdi, MSi, PhD

Universitas Syiah Kuala,

2017

E

DITOR

D

R

. I

R

. H

AIRUL

B

ASRI

, MS

C

(3)

iii

KATA PENGANTAR

Disadari minimnya buku contoh-contoh aplikasi penginderaan jauh yang megkhususkan pada ilmu tanah dan tanaman bagi mahasiswa dan prakstisi aplikasi penginderaan jauh, buku ini menyajikan contoh penerapan teknologi penginderan jauh (remote sensing) untuk tanah dan tanaman (vegatasi). Meskipun berbgai aplikasi yang umum dipahami mahasiwa dan praktisi aplikasi data penginderaan jauh multispectral, buku ini tidak hanya menyajikan secara umum tentang pemanfaatan data penginderan jauh multispectral (Bab 1 dan Bab 2) namun memberi contoh aplikasi data penginderanan jauh hyperpectral untuk tanaman dan tanah (bab 3,4,5 dan 6).

Hyperspectral adalah salah fokus penelitian aplikasi penginderaan jauh karena data yang disajikan jauh lebih baik dan smooth dalam merepresentasikan hasil analisis spektranya dibandingkan multispektral data. Buku ini memuat contoh-contoh aplikasi untuk tanah dan tanaman.

Sebagai besar isi buku ini adalah hasil dari penelitian yang dilakukan penulis. Disadari begitu banyak aplikasi penginderaan jauh, penulis mencoba menyajikan informasi terkait aplikasi penginderaan jauh dalam presepecktif yang berbeda dengan buku-buku sejenis yang lebih banyak menekankan pada teori penginderaan jauh yang lebih mengarah pada pembahasan sisi remote sensing secara pengambilan sudut tunggal, pada buku ini menyajikan data penginderan jauh pengambilan secara multi sudut.

Selain itu, buku ini menyajikan tidak hanya penginderan jauh multispectral, namun mencoba menyajikan hyperspectral remote sensing yang hingga saat ini masih belum banyak diteliti. Semoga buku ini dapat digunakan bagi mahasiswa yang mengambil matakuliah Pengantar

(4)

iv Penginderan Jauh di fakultas-fakultas yang memberikan matakuliah ini sebagai mata kuliah wajib maupu matakuliah pilihan program studi terkait dengan pemanfatan data untuk kajian pertanian dan lingkungan. Selain berguna bagi mahasiswa, buku ini juga ditujukan untuk para praktisi geospasial yang bergelut dengan pemanfaatan data penginderan jauh.

Darussalam, Juli 2017 Penulis

(5)

v BIODATA PENULIS

Ir. Sugianto, M.Sc, Ph.D. Lahir di Tambunan, Sumatera Utara pada tahun 1965. Mendapat gelar sarjana dari Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala pada tahun 1991.

Memperoleh Postgraduate Diploma pada tahun 1996 School of Surveying and Land Information di Curtin University of Technology, Australia. Di universitas yang sama pada tahun 1997, menyelesaikan Master of Science dalam Survei dan Pemetaan, School of Surveying and Mapping focus pada penelitian aplikasi penginderaan jauh dan GIS untuk evaluasi lahan. Pada tahun 2006 menyelesaikan gelar Ph.D. dari University of New South Wales, Australia di bidang kajian aplikasi Hyperspectral Remote Sensing Data untuk Tanah dan Tanaman pada School of Biology, Earth and Environmental Science. Minat penelitian adalah pemetaan dan evaluasi lahan pertanian, aplikasi remote sensing untuk kajian pertanian dan lingkungan, dan informasi geospasial dan perencanaan tata ruang.

Muhammad Rusdi, PhD lahir di Aceh, 1 April 1977. Memperoleh sarjana dalam kajian evaluasi lahan dengan pemanfatan Geografis Information System (GIS) dari Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala pada tahun 2001. Pada tahun 2005, ia menyelesaikan Master yang fokus pada penelitiannya pada pemanfaatan data Remote Sensing dan GIS, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ia memperoleh gelar Doktor (PhD) pada Sekolah Perumahan, Gedung dan Perencanaan, Universiti Sains Malaysia setelah menyelesaikan studinya di bidang GIS pada 2016. Menjadi dosen tetap pada Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala sejak 2006.

(6)

vi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I ... 1

PENDAHULUAN... 1

1.1. Beberapa Pengertian dan Definisi ... 1

1.2. Komponen-Komponen Penginderaan Jauh ... 3

1.2.1. Sumber energi ... 3

2.3.2. Atmosfer ... 4

1.3.4. Interaksi antara enegi dan objek ... 5

1.3. Sensor dan Wahana ... 6

1.3.1. Sensor ... 6

1.3.2. Wahana ... 6

1.4. Gelombang elektromaknetik dan teknik pengumpulan data ... 6

1.5. Resolusi Citra Satelite. ... 9

1.6. Analisis Citra ... 10

1.7. Karakteristik Penginderaan Jauh ... 11

BAB II ... 15

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH VEGETASI ... 15

2.1. Latar Belakang ... 15

2.2. Fundamental Fotosintesis ... 16

2.3. Karakteristik spektral tanaman ... 18

2.4. Faktor Dominan Reflektansi Pada Daun ... 19

BAB III ... 27

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH HYPERSPEKTRAL ... 27

3.1. Latar Belakang ... 27

3.2. Penginderaan Jauh Hiperspektral: Prinsip Dasar ... 28

3.2.1. Parameter Spektral ... 30

(7)

vii

3.4. Viewing (pandangan) dan iluminasi geometri... 32

3. 4.1. Jejak dan Ciri Spectral Multi-Sudut ... 34

BAB IV ... 35

METODA ANALISIS DATA PENGINDERAAN JAUH HYPERSPECTRAL ... 35

4.1. Latar belakang. ... 35

4.2. Koleksi Spectral library dan Koleksi Endemember ... 36

4.2. Klasifikasi Paralel (Parallelepiped Classification) ... 38

4.3. Transformasi Frekuensi Kebisingan Minimum ... 39

4.5. Indeks Kemurnian Pixel ... 40

4.6. Spektral Angle Mapper ... 40

4.6. Indeks Spektral Sebagai Indikator Pertumbuhan Tanaman ... 42

4.6.1. Indeks stres vegetasi tepi-redup ... 44

4.6.2. Red-edge ratio ... 45

4.6.3. Perbedaan Indeks Vegetasi Ternorisasai ... 45

4.6.4. Indeks Vegetasi Nitrogen Relatif ... 45

4.6.5. Indeks Rasio Penyerapan Klorofil ... 45

4.6.6. Indeks pantulan fotokimia ... 46

4.7. Perbandingan status tanaman melalui reflektansi spektral ... 47

BAB V ... 49

PEMETAAN SPEKTRAL DAN INDEKS VEGETASI DATA HYPERSPEKTRAL HYMAP ... 49

5.1. Latar belakang ... 49

5.2. HyMap akuisisi dan pra-pengolahan ... 50

5.3. Identifikasi Endmember: definisi kelas ... 53

5.4. Metode Pemetaan Spektral ... 55

5.5 Indeks vegetasi ... 56

5.6. Endmember spektrum variasi ... 57

5.7. Endmember spektrum kelimpahan dimensi klasifikasi ... 59

5.8. Piksel Murna Tanaman Uji coba ... 61

5.8 Variasi SAM radiance ... 62

5.9..Hasil Perhitungan Indeks vegetasi ... 65

(8)

viii

5.10. Spektral indeks untuk percobaan rumah kaca ... 67

5.11. Variasi Spektral Reflektansi ... 68

5.12. Variasi Spektral Reflektansi ... 69

5.13. Efek Perbedaan sudut SAM ... 70

5.14. Hasil Indeks vegetasi ... 70

5.15. Rangkuman ... 72

BAB VI ... 74

PEMETAAN SPEKTRA TANAH HYPERSPECTRAL MULTI-SUDUT ... 74

6.1. Latar Belakang ... 74

6.2. Hot spot dan Arah refleksi ... 74

6.3. Kuantitatif pengukuran bidang hyperspectral tanah data ... 76

6.4. Analysis multi-sudut data hyperspectral tanah menggunakan FDA ... 76

6.5. Pengukuran spectra ... 77

6.6. Konversi Data ASD spectra dan Data ... 81

6.7. Analisis Multivariate pada data Citra ... 83

6.8. Metoda FDA untuk spectra tanah dan kurva ... 84

6.8.1. Kurva smoothing menggunakan fungsi dasar ... 84

6.8.2. Functional Principal Component Analysis ... 85

6.8.3. Model Linier Functional ... 85

6.8.4. Fungsi basis untuk spectral smoothing ... 86

6.9. Analisis sudut azimuth terhadpa hasil ujicoba, ... 94

6.10. Analisis Komponen Utama Fungsional ... 96

6.11. Functional linear model ... 99

6.12. Diskusi ... 101

6.12.1. Multivariate analysis ... 102

6.12.2. Fungsi Basis untuk smoothing spektra tanah ... 103

6.12.3. fPCA spektra tanah ... 103

6.12.4. FANOVA and the linear model ... 105

6,13, Rangkuman ... 107

APENDIKS ... 108

REFERENSI ... 109

(9)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Karakteristik Citra Landsat 5 dan 7 ... 13 Tabel 1.2.. Perbandingan respon spektral optimum sensor. ... 14 Tabel 3.1. Kisaran radiasi gelombang elektromagnetik ... 31 Tabel 5.1. F-values of the spectral class endmembers (Ftest at 95%

confident limit) ... 59 Tabel 5.2.. SAM klasifikasi di sudut maksimum yang berbeda ... 62 Tabel 5.3. Statistik distribusi indeks vegetasi terpilih pada tanama

kapas ... 65 Tabel 5 . 4 . Nilai untuk menghitung indeks spectral data HyMap ... 65 Table 5.5. Uji rumah kaca enam indeks vegetasi di berbagai macam

tanah... 68 Tabel 6.1. Spesifikasi FieldSpec dan FR SpectroRadiometer (ASD,

2000). ... 81 Tabel 6.2. Sifat kimia tanah yang dipilih untuk multi spektral data. Nilai-

nilai di atas ideal dilambangkan dengan asterisk. ... 82 Table 6.12. FPCA untuk empat pertama dari tiga tanah spektrum, soil1,

soil2 dan soil3 yang dianalisis secara Azimut ... 98

(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1,1, Penginderaan Jauh Elektromagnetik Untuk Sumber daya

Bumi ... 3

Gambar 1.3. Kurva Pantulan Spektral ... 8

Gambar 2.1.Karateristik Reflektan pada vegetasi ... 19

Gambar 2. 2. Kenampakan Penampang Pada Daun... 21

Gambar 2.3. Variasi penyerapan spektrum oleh klorofil ... 25

Gambar 3.2.Ilustrasi imaging geometry (Lewis 1996) ... 33

Gambar 5.1. Pilihan endmembers dalam HyMap untuk dijasikan piksel target yang dianalisis dan perbedaan kalsifikasi ... 55

Gambar 5.2. T a m p i l a n m u l t i t e m p o r a l p a d a multi spektral kurva endmembers kapas enam. Reflektansi spektral pada merah-dekat inframerah posisi (680-800 nm). ... 57

Gambar 5.5.Images showing selected ROI and PPI results. ... 62

Gambar.5.6. Spektrum yang diturunkan peta SAM klasifikasi. Spektral sudut (radian) digunakan 0.025 (), (b) 0,05, 0,10 (c) dan 0.20 (d) ... 64

Gambar 5.7. Spatial distribution of the six vegetation indices ... 67

Gambar 6.1. Panjang gelombang (a) dan Azimut sudut (b) dasar fungsi analisis di FDA spectra tanah. ... 77

Gambar 6.2. Lokasi sampel tanah untuk pengumpulan data spektral multi-sudut ... 78

Gambar 6.3. Sampel permukaan tanah tempat mengumpulkan spektrum ... 79

Gambar 6.4. spektrum sampel tanah yang dikumpulkan pada sudut zenith 20° dan Azimut berbeda... 80

Gambar 6.5. Subset contoh spectrum tanah untuk menghilangkan kebisingan band. ... 83

Gambar 6.6. Smoothing pada beberpa jumlah dasar 20° zenith (Azt 2) pada contoh tanha dan RMS sisa (RMSr) ... 87

Gambar 6.7. Fungsional kurva soil1 dengan sudut Azimut berbeda, Azt1 4 Azt mewakili 45°, 90°, 135° dan 180° ... 88

Gambar 6.8. Model linear fungsional untuk sudut Azimut(Azt) at 20°, 40° and 60° zenith angles contoh tanah ... 89 Gambar 6.9. Kurva fungsional R-Square beberapa korelasi dan F-rasio

untuk sampel tanah. Garis horisontal dash menunjukkan

(11)

xi signifikans 95% tingkat untuk distribusi F untuk sudut

pengambilan yang berbeda. ... 91 Gambar 6.10. Fungsional kurva R-Square beberapa korelasi dan F-rasio

untuk sampel tanah. Garis horisontal menunjukkan

signifikans 95% tingkat untuk distribusi F. ... 92 Gambar 6.10. Kurva fungsional kurva R-Square beberapa korelasi dan

F-rasio untuk sampel tanah. Garis horisontal dash

menunjukkan signifikans 95% tingkat untuk distribusi F. ... 93 Gambar 6.11. Reflectance spectra of soil as angle basis for different azimuth angles. ... 95 Gambar 6.12. The first four bands of green (a), red (b), and NIR (c)

spectra with the RMS residual showing the curve basis function and the distribution of the 8- different azimuth angles of soil spectra. ... 96 Gambar 6.13. Analisis komponen fungsional soil1 untuk 20°, 40° dan 60°

zenith sudut sudut dasar analisis. ... 97 Gambar 6.14. Principal component harmonic score untuk fPCA dat

tanah ... 98 Gambar 6.15. Model linear hijau (Band 1) terhadap merah (Band 2) dan

Nir (Band 3) pada 20° zenith sudut. A hijau (), hijau

terhadap merah (B), dan hijau terhadap NIR (c) di 20°, 40°

dan 60°. ... 99 Gambar 6.16. Model linear spektrum tiga band (hijau, merah dan NIR)

untuk zenith berbeda sudut ... 100 Gambar 6.17. Fungsional kurva R-Square beberapa korelasi dan F-

rasio untuk soil1 data untuk tiga sudut zenith, 20°, 40°, dan 60°. Garis horizontal dot menunjukkan tingkat kepentingan 0,05 untuk distribusi F di 2,65. ... 101

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Beberapa Pengertian dan Definisi

Jika kita ingin mendapatkan informasi tentang sesuatu objek dipermukaan bumi namun mempunyai keterbatasan dari segi jarak dan waktu serta biaya, maka kita akan mencoba mencari cara agar dapat mengakses informasi objek tersebut. Salah satu cara untuk mendpatkan informasi suatu objek tersebut adalah dengan pengamatan secara jarak jauh. Cara mendapatkan informasi-informasi detail obejk tersebut dapat dikategorikan sebagai suatu cara penginderaan jauh. Oleh karena itu secara definisi pengamatan objek tanpa kita melakukan pengamatan langsung ke objek terebut atau tanpa menyentuhnya dapat disebut sebagai cara atau metoda mendapatlkan informasi secara penginderan jauh. Penginderaan jauh atau dalam bahasa Inggris disebut remote sensing adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang didapat dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah atau gejala yang dikaji (Lillesand and Kiefer, 1990). Teknologi ini dapat pula diartikan sebagai kegiatan perolehan informasi tentang permukaan bumi dengan menggunakan citra yang diperoleh dari ruang angkasa dengan

(13)

2 menggunakan perantara energi elektromagnetik pada satu atau beberapa bagian spektrum elektromagnetik yang dipantulkan maupun dipancarkan dari permukaan bumi (Campell, 1996)

Sabins (1996) memberikan definisi bahwa penginderan jauh adalah ilmu dalam perolehan, pemrosesan dan interpretasi citra yang merekam interaksi antara energi elektromagnetik dengan bahan. Komponen dasar sistem penginderaan jauh adalah target, sumber energy alur trasmisi dan sensor, komponen tersebut dalam sistem bekerja sama untuk mengukur dan mencatat informasi tentang target tanpa menyentuh objek. Sumber energi yang menyinari atau memancarkan radiasi elektromagnetik mutlak diperlukan. Energi berinteraksi dengan target sekaligus berfungsi sebagai media untuk meneruskan informasi dari target kepada sensor. Setelah data terekam dan proses sedemikian rupa, data dan informasi akan diteruskan ke satasiun penerima dan diproses menjadi format yang siap dipakai salah satu bentuknya berupa citra.

Cara mendapatkan infromasi ini tentu dengan menggunakan perantara yang dapat menyampaikan informasi karakterestik objek melalui perantara gelombang elektromatik. Secara umum pengambilan data untuk pengideraan jauh digambarkan seperti pada gambar 1.

(14)

3 Gambar 1,1, Penginderaan Jauh Elektromagnetik Untuk Sumber daya

Bumi

Sumber : Lillesand dan Kiefer, 1979

1.2. Komponen-Komponen Penginderaan Jauh

Dalam memahami penginderaan jauh, kita harus membahas terlebih dahuu komponen-komponren yang terlibat dalam proses penginderana juah. Kompoen-kompoen ini berperang penting dalam memproses penginderana jauah. Kompoenen-kompoen yang akan dibahas berikut adlah saling teekait dalam prosen penginderan jauh. Komponen- komponen dalam pengenderaan juah adalah sebgai berikut:

1.2.1. Sumber energi

Seperti yang telah diuraikan ditas bahwa dalam penginderan juah perlu adanya sumber energi Sumber energy dalam prosen penginderan jauh terdiri atas dua yaitu sistem yang pasif dan sistem pasif. Sistem pasif adalah sistem yang menggunakan sinar matahari sebgai sumber energinya. Sedangkan sistem aktif adalah sistem yang menggunakan tenaga buatan seperti gelombang mikro.

Terakit dengan sumber energy, mengingat dinamika yang dimiliki oleh bumi, maka jumlah energy yang yang diterima oleh objek di setiap

(15)

4 tempat berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain, waktu penyinaran, bentuk permukaan dan keadaan cuaca. Jumlah energi yang diterima oleh objek pada saat matahari tegak lurus (siang hari) lebih besar daripada saat posisi miring (sore hari). Makin banyak energi yang diterima objek, makin cerah warna objek tersebut. Sementara permukaan bumi yang bertopografi halus dan memiliki warna cerah pada permukaannya lebih banyak memantulkan sinar matahari dibandingkan permukaan yang bertopografi kasar dan berwarna gelap. Sehingga daerah bertopografi halus dan cerah terlihat lebih terang dan jelas.

Kondisi cuaca pada saat pemotretan mempengaruhi kemampuan sumber tenaga dalam memancarkan dan memantulkan. Misalnya kondisi udara yang berkabut menyebabkan hasil inderaja menjadi tidak begitu jelas atau bahkan tidak terlihat.

2.3.2. Atmosfer

Energi yang dipancarkan oleh matahari yang diterima oleh objek sebgai pantulan yang diterim kembali oleh sistem penginderan jauh, maka atmeosfer sngat berperan penting sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sistem penginderan jauh. Lapisan udara yang terdiri atas berbagai jenis gas, seperti O2, CO2, nitrogen, hidrogen dan helium.

Molekul-molekul gas yang terdapat di dalam atmosfer tersebut dapat menyerap, memantulkan dan melewatkan radiasi elektromagnetik.

Di dalam terdapat istilah jendela atmosfer (atmospheric window) yaitu bagian spektrum elektromagnetik yang dapat mencapai bumi.

Keadaan di atmosfer dapat menjadi penghalang pancaran energi cahaya yang mencapai ke permukaan bumi. Kondisi cuaca yang berawan menyebabkan sumber energy cahaya tidak dapat mencapai permukaan bumi.

(16)

5 Gambar 1.2. Interaksi antara energi elektromagnetik dan atmosfer

1.3.4. Interaksi antara enegi dan objek

Interaksi antara energi dan objek dapat dilihat dari rona yang dihasilkan pada foto udara. Tiap-tiap objek memiliki karakterisitik yang berbeda dalam memantulkan atau memancarkan energy ke sensor.

Objek yang mempunyai daya pantul tinggi akan terilhat cerah pada citra, sedangkan objek yang daya pantulnya rendah akan terlihat gelap pada citra. Contoh: Permukaan puncak gunung yang tertutup oleh salju mempunyai daya pantul tinggi yang terlihat lebih cerah, daripada permukaan puncak gunung yang tertutup oleh lahar dingin.

(17)

6 1.3. Sensor dan Wahana

1.3.1. Sensor

Merupakan alat pemantau yang dipasang pada wahana, baik pesawat maupun satelit. Sensor dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, sensor fotografik. Sensor ini merekam objek melalui proses kimiawi. Sensor ini menghasilkan foto. Sensor yang dipasang pada pesawat menghasilkan citra foto (foto udara), sensor yang dipasang pada satelit menghasilkan citra satelit (foto satelit). Kedua, sensor elektronik, bekerja secara elektrik dalam bentuk sinyal. Sinyal elektrik ini direkam dalam pada pita magnetik yang kemudian dapat diproses menjadi data visual atau data digital dengan menggunakan komputer. Kemudian lebih dikenal dengan sebutan citra.

1.3.2. Wahana

Adalah media atau alat yang digunakan untuk membawa sensor guna mendapatkan data penginderaan jauh. Berdasarkan ketinggian perederaan atai orbit dan tempat pemantauannya di angkasa, wahana dapat dibedakan menjadi tiga kelompok: Pesawat terbang rendah sampai menengah yang ketinggian peredarannya antara 1.000 – 9.000 meter di atas permukaan bumi. Pesawat terbang tinggi, yaitu pesawat yang ketinggian peredarannya lebih dari 18.000 meter di atas permukaan bumi Satelit, wahana yang peredarannya antara 400 km – 900 km di luar atmosfer bumi.

1.4. Gelombang elektromaknetik dan teknik pengumpulan data Salah satu media yang dapat menyampaikna sumber energi yang diterima oleh bumi adalah melalui gelombang. Gelombang inilah yang menjadi media yang dapat menyampaikan infromasi tentang objek yang

(18)

7 diamati melalui pantulan cahaya atau radiasi gelombang elektromaknetik.

Oleh karena itu paling sedikit untuk mendapatkan informasi dari objek adalah adalanya sumber energi, adanya interkasi dengan objek, interkasi dengan atmosfer, dan adanya interaksi dengan sensor (Curran,1985).

Sumber dari radiasi elektromagnetik bisa berasal dari tenaga alami misalnya refleksi sinar matahari, emisi panas bumi dan juga buatan manusia misalnya radar gelombang mikro.

Jumlah dan karakteristik dari radiasi yang dipancarkan atau dipantulkan dari permukaan bumi tergantung pada karakteristik obyek di permukaan bumi. Energi elektromagnetik yang melewati atmosfer akan dihamburkan dan mengalami distorsi. Energi elektromagnetik yang diinteraksikan dengan permukaan bumi dan atmosfer terekam oleh sensor misalnya radiometer atau kamera.

Apabila tenaga elektromagnetik mengenai suatu kenampakan di muka bumi maka terdapat 3 kemungkinan pokok interaksi antara tenaga dan benda yaitu dipantulkan, diserap, atau ditransmisikan. Dengan menerapkan asas kekekalan energi, dapat dinyatakan hubungan timbal balik antara jenis interaksi tersebut, yaitu :

EI(λ) = ER(λ) + EA(λ) + ET(λ)

Dimana EI (λ) = Tenaga yang mengenai benda ER(λ) = Tenaga yang dipantulkan EA(λ) = Tenaga yang diserap

ET(λ) = Tenaga yang ditransmisikan

Gambar 3 merupakan gambar kurva pantulan yang menunjukkan kepekaan obyek pada kisaran panjang gelombang tertentu pada gelombang elektromagnetik. Tenaga yang dipantulkan, diserap, dan ditransmisikan akan berbeda untuk setiap obyek di permukaan bumi tergantung pada jenis materi dan kondisi benda. Perbedaan ini

(19)

8 memungkinkan kita untuk membedakan obyek yang berbeda pada suatu citra (Lillesand dan Kiefer, 1979).

Gambar 1.3. Kurva Pantulan Spektral

Sumber : http://www.auslig.gov.au/acres/prod_ser/landdata

Penginderaan jauh biasanya menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan diinterpretasi guna membuahkan data yang bermanfaat untuk aplikasi bidang pertanian, arkeologi, kehutanan, geologi, perencanaan dan bidang-bidang lainnya (Purbowaseso, 1995).

Data penginderaan jauh yang saat ini digunakan dapat berupa citra maupun non-citra. Secara umum citra merupakan gambaran suatu obyek dari pantulan, atau pancaran radiasi elektromagnetik obyek yang direkam dengan cara optik, elektro optik, optik mekanik atau elektrik.

Karakter utama dari suatu citra (image) dalam penginderaan jauh adalah adanya rentang panjang gelombang (wave length band) yang dimilikinya. Beberapa radiasi yang bisa dideteksi dengan sistem penginderaan jauh antara lain : radiasi cahaya matahari atau panjang

(20)

9 gelombang dari visible dan near sampai middle infrared, panas atau dari distribusi spasial energi panas yang dipantulkan permukaan bumi (thermal), serta refleksi gelombang mikro.

1.5. Resolusi Citra Satelite.

Resolusi citra satelit diartikan sebagai ketelitian yang dimilkik oleh satelit tersebut. Kita ketahui bahwah setiap material pada permukaan bumi juga mempunyai reflektansi yang berbeda terhadap cahaya matahari, sehingga material-material tersebut akan mempunyai resolusi yang berbeda pada setiap band panjang gelombang (Thoha, 2008).

Secara umum resolusi pada citra dibedakan atas empat yaitu resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi temporal dan resolusi radiometrik. Berikut perbedaan keempat resolusi tersebut.

a. Resolusi Spasial merupakan ukuran terkecil dari suatu bentuk (feature) permukaan bumi yang bisa dibedakan dengan bentuk permukaan di sekitarnya atau sesuatu yang ukurannya bisa ditentukan. Kemampuan ini memungkinkan kita untuk mengidentifikasi (recognize) dan menganalisa suatu obyek di bumi selain mendeteksi (detectable) keberadaannya.

b. Resolusi Spektral merupakan daya pisah objek berdasarkan besarnya spektrum elektromagnetik yang digunakan untuk merekam data atau dapat juga dikatakan sebagai dimensi dan jumlah daerah panjang gelombang yang sensitif terhadap sensor.

c. Resolusi Radiometrik, merupakan ukuran sensitifitas sensor untuk membedakan aliran radiasi (radiation flux) yang dipantulkan atau diemisikan suatu obyek oleh permukaan bumi.

d. Resolusi Temporal, merupakan frekuensi suatu sistem sensor merekam suatu areal yang sama (refisit) seperti Landsat TM yang mempunyai ulangan setiap 16 hari, SPOT 26 hari dan sebagainya.

(21)

10 1.6. Analisis Citra

Secara umum data satelit yang kitaperoleh dapat menyajikan hasil sesuai dengan analisis yang kita lakukann. Banyak aplikasi analisis citra yang dapat melakukan analisis citra. Namun secra umum hampir semua jenis pernagkat lunak analisis citra memilki analisis dasar pengolahan citar sebelum analsis dimaksud smapai pada analsis lanjut.

Analisis citra dapat disebut sebagai upaya pendeskirpsian untuk mengukur dan mengevalusi karakteristik citra dalam rangka mempersiapkan dan menyederhakan interpretasi (Orientasari, 2005).

Segala manipulasi citra sebelum interpretasi disebut analisis citra.

Analisis citra mencakup pengolahan dan pemrosesan gambar yang tertuju pada manipulasi tampilan citra asli dalam rangka menyesuaikan citra dengan tujuan penggunaan. Lebih lanjut Lillesand dan Kiefer (1990) menyatakan analisis data landsat dengan komputer dapat dikelompokkan menjadi:

a. Pemulihan citra (image restoration), analisis ini bertujuan untuk memulihkan data citra yang mengalami distorsi ke arah gambaran yang lebih sesuai dengan aslinya. Langkahnya meliputi koreksi berbagai distorsi radiometrik dan geometrik yang mungkin ada pada data citra asli.

b. Penajaman citra (image enhancement), dapat diterapkan untuk menguatkan tampak kontras di antara kenampakan di dalam citra.

Langkah ini banyak meningkatkan jumlah informasi yang dapat diinterpretasi secara visual dari data citra.

c. Klasifikasi citra (image classification), pada proses ini teknik kuantitatif dapat diterapkan untuk interpretasi citra secara otomatis

(22)

11 pada data citra dengan mengevaluasi tiap pengamatan pixel dan ditetapkan pada suatu kelompok informasi.

Seringkali terjadi disorsi terhadap data citra satelit akibat dari sistem sensor yang dipakai. (Jensen dan Pohl (1996). Beberapa sumber distorsi geometrik citra pada sistem sensor pasif antara lain : pembauran dan absorbsi oleh atmosfer, sensor stripping dan efek pencahayaan matahari. Distorsi geometrik adalah ketidaksempurnaan geometri citra yang terekam pada saat pencitraannya, hal ini menyebabkan ukuran, posisi dan bentuk citra menjadi tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Ditinjau dari sumber kesalahannya, distorsi geometrik disebabkan oleh kesalahan internal dan eksternal. JARS (1993) menyatakan bahwa kesalahan internal lebih banyak disebabkan oleh geometrik sensor dan bersifat sistematik sedangkan kesalahan eksternal disebabkan oleh bentuk dan karakter obyek data tersebut. Untuk memulihkan hasil citra Supriatna dan Sukartono (2002) mengatakan bahwa koreksi radiometrik perlu dilakukan karena adanya efek atmosferik yang mengakibatkan kenampakan bumi tidak selalu tajam, sedangkan koreksi geometri merupakan upaya memperbaiki citra dari pengaruh kelengkungan bumi dan gerakan muka bumi dengan cara menyesuaikannya dengan koordinat bumi (memposisikan letak lintang dan bujur) sehingga sesuai dengan koordinat peta dunia. Penajaman citra diterapkan untuk menguatkan kontras visual dalam kenampakan, sedangkan pada tahap klasifikasi citra, pengelompokan piksel-piksel dilakukan berdasarkan kesamaan penciri ke dalam kategori/tema.

1.7. Karakteristik Penginderaan Jauh

Data penginderaan jauh dapat berupa citra maupun non citra. Citra penginderaan jauh merupakan gambaran yang mirip dengan wujud

(23)

12 aslinya sehingga citra merupakan keluaran suatu sistem perekaman data bersifat optic, analog, dan digital. Beberapa karakteristik penginderaan jauh antara lain sebagaimana dikemukakan Purwadhi, (2001), adalah sebagai berikut :

1. Citra bersifat optic, citra ini biasa disebut citra fotografik yang berupa foto. Citra jenis ini adalah gambaran objek yang direkam dengan menggunakan kamera sebagai sensor rekam, film sebagai detektor.

2. Citra bersifat analog adalah citra yang berupa sinyal video seperti gambar pada monitor televisi. Sistem perekamannya menggunakan sistem gabungan optical scanning, sensornya menggunakan kamera video, detektorrnya optik elektronik maupun tenaga eletromagnetik dan perekamnya menggunakan spektrrum tampak dan perluasannya (0,4 – 1,3 µm).

3. Citra bersifat digital pada umumnya citra non fotografik yang direkam oleh satelit penginderaan jauh bersifat digital yang direkam dalam bentuk pixel. Citra jenis ini direkam dengan menggunakan sensor non kamera. Detektor yang digunakan lebih luas dibandingan dengan citra jenis fotografik. Spectrum yang digunakan dalam perekaman citra digital adalah spectrum tampak, ultraviolet, infra merah dekat, infra merah termal dan gelombang mikro. Citra yang terbentuk dalam format digital dan tersusun atas beberapa unsur gambar disebut pixel.

Perbedaan tingkat kecerahan pixel dipresentasikan oleh nilai numeric atau Digital Namber (DN) pada masing-masing pixel. Istilah yang sangat penting dalam mengenali karakteristik citra adalah band atau channel (saluran) merupakan informasi dari range panjang gelombang yang berdekatan dikumpulkan dan tersimpan dalam bentuk band.

(24)

13 Sebagai gambaran terkait dengan karakteritik citra satelit, berikut uraian singkat tentang landsat 7. Landsat 7 diluncurkan pada tahun 1998.

Landsat-7 ETM+ resolusi spasial 30 x 30 m, resolusi radiometriknya 8 bit.

Ketinggian orbit satelit adalah 705 km (438 miles) di Equator. Satelit ini tegak lurus equator dari utara ke selatan. Proses perekaman gambar pada waktu lokal sekitar jam 10:00 waktu setempat. Mengitari bumi dengan kecepatan 7.5 km/detik, sekali mengorbit membutuhkan waktu sekitar 99 menit. Satelit mengorbit sebanyak 14 kali sehari, dan membutuhkan 16 hari untuk meliput seluruh bumi.

(http://edcsns17.cr.usgs.gov/NewEarthExplorer/).

Karakteristik citra yang dihasilkan secara lengkap disajikan pada Tabel 1

Tabel 1.1. Karakteristik Citra Landsat 5 dan 7

Saluran Nama Gelombang Panjang gelombang (µm) 1

2 3 4 5 6 7 8

Biru Hijau Merah

Infra merah dekat Infra merah pendek Infra merah termal Infra merah dekat Pankromatik

0,45 – 0,52 0,52 – 0,60 0,63 – 0,60 0,76 – 0,90 1,55 – 1,75 10,40 – 12,50

2,09 – 2,35 0,50 – 0,90 Sumber : http://edcsns17.cr.usgs.gov/NewEarthExplorer/

(25)

14 Tabel 1.2. Perbandingan respon spektral optimum sensor.

Sensor Air - Vegetasi Vegetasi-Tanah

terbuka) Landsat 1,2, dan

3

Landsat 5 dan 7 SPOT 1,2, dan 3 SPOT 4, dan 5 IKONOS Qutck bird

50 54 47 48 41 42

22 26 20 20 24 24

Sumber : http://edcsns17.cr.usgs.gov/NewEarthExplorer/

(26)

15

BAB II

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH VEGETASI

2.1. Latar Belakang

Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar dari permukaan bumi ditutupi oleh vegetasi. Hasil perkiraan bahwa sekitar 70 persen dari permukaan tanah ditutupi dengan vegetasi. Vegetasi adalah salah satu komponen yang paling penting dari ekosistem pengetahuan tentang variasi dalam spesies tumbuhan dan tatanan perubahan distribusi masyarakat dalam siklus vegetasi fenologi (pertumbuhan), dan modifikasi fisiologi dan morfologi memberikan pemahaman yang berharga geologi dan karakteristik fisiografi dari daerah (Jones et al.1998). Banyak ilmuwan telah mengabdikan sejumlah tenaga dan baiaya yang besar dengan berupaya untuk mengembangkan sensor dan algoritma pengolahan citra visual dan digital untuk mengekstrak infromasi vegetasi secara biofisik yang penting dari data penginderaan jauh (Huete dan Jusuee, 1999).

Banyak teknik penginderaan jauh bersifat genetik di alam dan dapat diterapkan untuk berbagai canopy, termasuk didalamnya untuk bidang pertanian, kehutanan, tanah yang marginal, tanah yang subur, dan vegetasi perkotaan (Damson.1998, Yoniel et al 1998)

Pada bab 2 ini diperkenalkan konsep-konsep fundamental terkait dengan karakteristik biofisik vegetasi dan bagaimana data penginderaan jauh dapat diolah untuk memberikan informasi yang unik tentang parameter pengamatan vegetasi. Diabagia akhir merangkum beberapa indeks vegetasi yang sudah dikembangkan untuk mengekstrak informasi vegetasi biofisik dari data penginderaan jauh (remote sensing) secara digital dari beberapa ukuran yang digunakan oleh ahli ekologi tanah untuk memaknai parameter lengkap tentang vegetasi, bentuk, ukuran, dan lain-

(27)

16 lain menggunakan data penginderaan jauh secara ringkas. Beberapa konsep dasar tentang vegetasi dan keterkaitannya dengan pengambilan data penginderanan jauh diuraikan dalam bab ini.

2.2. Fundamental Fotosintesis

Telah kita pahami bahwa saat ini minyak dan batubara menyediakan lebih dari 90 persen dari energi yang dibutuhkan untuk berbagai keperluan termasuk untuk kenderaan, kereta api, truk, kapal, pesawat terbang dan lain lain. Energi dalam minyak dan batubara pada awalnya ditangkap dari matahari oleh tanaman yang tumbuh jutaan tahun lalu yang diubah menjadi bahan bakar fosil. Oleh karena itu geologi, fotosintesis, setidaknya secara tidak langsung, tidak hanya sarana utama yang memungkinkan masyarakat yang beradab berfungsi normal, tetapi juga satu-satunya cara mempertahankan hidup, kecuali beberapa bakteri yang memperoleh energi mereka dari garam sulfur dan senyawa- senyawa.bahan anorganik ini lainnya seperti fotosintesis unik atau tanaman hijau melengkapi bahan baku, energi, dan oksigen.pada fotosintesis, energi dari matahari dimanfaatkan dan dikemas ke dalam (CO2) dengan bantuan klorofil. Dalam prosen ini, oksigen (O2) dilepaskan sebagai produk sampingan dari proses fotosintesis.

Seorang naturalis Joseph pada tahun 1772 melakukan ekperimen kecil bahwa ketika ia menempatkan lilin di bejana terbalik itu akan terbakar dengan cepat, jauh sebelum kehabisan lilin. Dia juga menemukan bahwa tikus akan mati jika ditempatkan di bawah tabung yang sama. Dia percaya bahwa udara terluka oleh lilin dan tikus tetapi itu bisa dikembalikan dengan menempatkan tanaman di bawah tabung. Jan Ingen-housz dibangun di atas percobaan dan menemukan pada 1788 bahwa pengaruh sinar matahari pada tanaman menyebabkan tikus selamat beberapa jam.pada tahun 1796 Pastor Perancis Jean sSenebier

(28)

17 menemukan bahwa itu adalah karbon dioksida,CO2, di jar itu udara terluka dan bahwa itu benar-benar diambil oleh tanaman .akhirnya, Theodore desaussure menunjukkan bahwa peningkatan massa tanaman seperti tumbuh adalah karena tidak hanya untuk penyerapan CO2 tetapi juga untuk penyerapan air , H2O. pada awal abad kedua puluh, para ilmuwan menemukan bahwa oksigen untuk fotosintesis berasal dari efek water.in, energi cahaya yang masuk tanaman membagi air menjadi oksigen dan hidrogen.the proses fotosintesis dijelaskan oleh persamaan:

6CO2+ 6H2O + energy cahaya -- C6H12O6+ 6O2

Fotosintesis adalah proses penyimpanan energi yang mengambil tempat di daun dan bagian hijau tanaman lainnya dengan bantuan cahaya. Energi cahaya disimpan dalam molekul gula sederhana (glukosa) yang dihasilkan dari karbon dioksida (CO2) yang terekspose di udara dan air (H2O) diserap oleh tanaman terutama melalui akar system.ketika karbon dioksida dan air yang dikombinasikan dan membentuk molekul gula (C6H12O6) di kloroplas sebuah, gas oksigen (O2) yang dirilis sebagai produksi.oksigen berdifusi keluar ke atmosphere.

Proses fotosintesis dimulai ketika sinar matahari pemogokan kloroplas, tubuh kecil di daun yang mengandung zat hijau disebut klorofil.

Tanaman telah beradaptasi struktur internal dan eksternal untuk melakukan struktur Photosynthesis.dan interaksinya dengan energi elektromagnetik telah ber dampak langsung pada bagaimana daun dan kanopi muncul spektral saat direkam menggunakan instrumen penginderaan jauh.

(29)

18 2.3. Karakteristik spektral tanaman

Sebuah penyadapan sehat daun hijau peristiwa aliran bercahaya (i) langsung dari matahari atau dari langit difusi tersebar ke daun. Peristiwa energi elektromagnetik ini berinteraksi dengan pigmen, air, dan ruang udara antar dalam jumlah daun.pada tanaman aliran bercahaya tercermin dari daun (r),jumlah aliran bercahaya diserap oleh daun (), dan jumlah aliran bercahaya ditularkan melalui daun (r)dapat secara hati- hati diukur seperti yang kita menerapkan persamaan keseimbangan energi dan upaya untuk melacak apa yang terjadi pada semua persamaan umum insiden energy. untuk interaksi spektral () aliran bercahaya dalam daun

i = r +  + .

Membagi masing-masing variabel dengan aslinya peristiwa aliran bercahaya, i :

𝐢

𝐢 = 𝐫

𝐢+

𝐢 + 

𝐢

hasil:

i = r +  + 

dimana r adalah reflektan hemisphere spektral daun,  adalah absorptance hemispherical spektral, dan  adalah spektral transmitans hemispherical oleh daun. penginderaan paling terpencil fungsi dalam 0,35-3,0 m wilayah seluas terutama tercermin energy.jadi, itu berguna untuk demikian hubungan sebagai:

r = i - ( + )

di mana energi yang dipantulkan dari permukaan daun tanaman adalah sama dengan energi insiden minus energi yang diserap langsung oleh tanaman untuk fotosintesis atau tujuan lain dan jumlah energi yang

(30)

19 ditransmisikan secara langsung melalui daun ke daun lain atau tanah di bawah kanopi.

2.4. Faktor Dominan Reflektansi Pada Daun

Faktor reflleksi pada daun sangat menentukan terhadap proses penginderan jauh pada vegetasi atau tanaman. Gerbang et al. (1965) Gausmann (1969) .Myers (1970) dan yang lainnya meneliti tentang faktor terkait dengan reflektansi menunjukkan pentingnya memahami bagaimana pigmen, hamburan internal dan kadar air daun mempengaruhi reflektansi dan transmisi pada daun. Inilah faktor yang .dominan yang mengendalikan reflektansi daun kisaran gelombang elektromagnetik dari 0,35 - 2.6m.

Gambar 2.1. Karateristik feflektan pada vegetasi

Karakteristik reflektansi spektral sehat, vegetasi hijau untuk panjang gelombang selang 0,4-2,6 m. Faktor yang dominan mengendalikan daun reflektansi adalah berbagai pigmen daun di hamburan batas mesofil untuk gelombang energi inframerah dekat di

(31)

20 jaringan mesofil, dan jumlah air pada daun. Serapan klorofil utama terjadi pada gelombang 0.43-0.45 m dan 0,65-0,66 m di band penyerapan air primer terlihat terjadi pada daerah 0.97,1.19,1.45,1.94 dan 2,7 m.

Interaksi cahaya tampak dengan pigmen dalam sel-sel palisade mesofil. Proses makanan - membuat melalui fotosintesis menentukan bagaimana daun dan tanaman kanopi terkait benar-benar muncul di radiomatrically merasakan jarak jauh hal images.three untuk membuat makanan:

 Karbon dioksida (CO2)

 Air (H2O), dan

 Radiasi (E) diukur dalam W 𝒎−𝟐.

Karbon dioksida dari udara dan air yang disediakan oleh akar dan batang sistem mewakili bahan baku dasar photosynthesis.sinar matahari memberikan radiasi (E) yang kekuatan fotosintesis. Struktur sel daun sangat bervariasi tergantung pada spesies dan kondisi lingkungan selama pertumbuhan .carbon dioksida memasuki daun dari atmosfer melalui tinypores disebut stomata, terletak terutama pada bagian bawah yang lebih rendah stomata epidermis.

(32)

21

a b

Gambar 2. 2. Kenampakan Penampang Pada Daun

a) Hipotesis penampang daun hijau yang sehat khas, menunjukkan kedua bagian bawah atas pigmen klorofil leaf.the dalam sel palisade parenkim memiliki dampak yang signifikan terhadap penyerapan dan pemantulan cahaya tampak (biru, hijau, dan merah) , sedangkan sel-sel parenkim mesofil spons memiliki dampak yang signifikan terhadap penyerapan dan pemantulan dekat-inframerah insiden energy.

b) Gambar mikroskop elektron dari daun hijau.

Stomata dikelilingi oleh sel penjaga yang membengkak ataukontraksi ketika stomata membengkak, pori stomata terbuka dan memungkinkan karbon dioksida untuk masuk daun. Sebagai contoh, daun bunga matahari yang khas mungkin memiliki dua juta stomata, tetapi ia hanya membuat sekitar satu persen dari permukaan daun area.

biasanya, ada stomata nol di bagian bawah daun, namun, pada beberapa daun stomata yang merata pada kedua atas dan epidermis bawah.

Lapisan atas daun atas sel-sel epidermis memiliki permukaan kutikula yang berdifusi tetapi mencerminkan sangat sedikit cahaya menurut Philpott (1971) .adalah variabel ketebalan tetapi sering hanya 3- 5 m kental dengan dimensi sel dari sekitar 18 x 15 x 20 m.

Menganggapnya sebagai sebuah lilin, bahan tembus mirip dengan kutikula di atas jarijarai daun. Banyak tanaman yang tumbuh di bawah

(33)

22 sinar matahari cerah memiliki kutikula tebal yang dapat menyaring beberapa cahaya dan menjaga terhadap berlebihan air tanaman yang hilang. Beberapa tanaman seperti pakis dan beberapa semak di lantai hutan dan harus bertahan hidup didaun dengan kondisi-kondisi berbayang dari banyak tanaman ini memiliki kutikula tipis sehingga tanaman dapat mengumpulkan sebanyak sinar matahari redup mungkin untuk fotosintesis.

Fotosintesis terjadi di dalam daun hijau yang khas dalam dua jenis dalam proses pembuatan makanan,-sel-sel palisade parenkim dan sel- sel daun. Kebanyakan parenkim busa mesofil memiliki lapisan yang berbeda dari sel parenkim palisade yang panjang di bagian atas mesofil dan berbentuk lebih tidak teratur, longgar yang diatur oleh jaringan sel-sel parenkim dibagian bawah sel mesofil. Batasnya cenderung terbentuk dalam porsi mesofil menuju sisi dari mana cahaya daun memasuki dalam jaringan paling horizontal (planophile) meninggalkan sel palisade akan menuju permukaan atas, tapi daun yang tumbuh hampir vertikal (erectophile), sel-sel palisade dapat membentuk dari kedua sisi.in beberapa meninggalkan sel palisade memanjang sepenuhnya absen dan hanya sel-sel parenkim spons akan ada dalam mesofil.

Struktur seluler dari daun besar dibandingkan dengan panjang gelombang cahaya yang berinteraksi dengan sel palisade biasanya 15 x 15 x 60 m, sementara sel mesofil jaringan parenkim yang lebih kecil dari sel tanaman palisade parenkim mesofil mengandung kloroplas dengan pigmen klorofil .

Kloroplas umumnya 5 - 8m dan diameter sekitar 1 m lebar, sebanyak 50 kloroplas terdapat di setiap sel parenkim. Klorofil sebenarnya terletak (sekitar 0,5 m panjang dan 0,05 m diameter) pada suatu kloroplas umumnya lebih berlimpah ke sisi atas daun di batas sel dan karenanya memperhitungkan kelihatan hijau gelap dari permukaan

(34)

23 daun bagian atas dibandingkan dengan permukaan yang lebih ringan bawah.

Suatu molekul A, bila dipukul oleh gelombang atau foton cahaya merefleksikan sebagian energi atau dapat menyerap energi dan dengan demikian masuk ke dalam energi yang lebih tinggi atau keadaan tereksitasi. Molekul .masing-masing menyerap atau mencerminkan panjang gelombang karakteristik sendiri dari cahaya.molekul pada pembuatan hijau khas telah berevolusi untuk menyerap panjang gelombang cahaya di daerah cahaya tampak dari spektrum (0.35- 0.70m) sangat baik dan disebut spektrum penyerapan pigments. Untuk pigmen tertentu menggambarkan panjang gelombang di mana ia dapat menyerap cahaya dan masuk ke dalam rangakaian, menyajikan spektrum penyerapan pigmen klorofil murni dalam larutan. chlorophyll dan b adalah pigmen tumbuhan yang paling penting menyerap cahaya biru dan merah:

klorofil a pada panjang gelombang 0,43 dan 0.66m dan klorofil b m di panjang gelombang 0,45 dan 0.65m (curran, 1983; Farabee, 1997.) .a relatif kurangnya penyerapan di panjang gelombang antara dua band penyerapan klorofil menghasilkan palung dalam efisiensi serapan pada sekitar 0,54 m di bagian hijau dari spektrum elektromagnetik (Gambar 10-3a). dengan demikian, penyerapan relatif lebih rendah dari panjang gelombang cahaya hijau (dibandingkan dengan cahaya biru dan merah) dengan daun yang menyebabkan daun hijau sehat untuk tampil hijau untuk mata kita.

Ada pigmen lain yang hadir dalam sel-sel palisade mesofil yang biasanya tertutup oleh kelimpahan klorofil pigments.for contoh, ada karoten kuning dan pucat xanthophylls kuning pigmen, dengan penyerapan yang kuat terutama dalam spektrum serapan panjang gelombang biru region. -karoten ditunjukkan pada gambar 10 - 3b

(35)

24 dengan pita serapan yang kuat berpusat di sekitar 0.45m.phycoerythrin pigmen juga dapat hadir dalam daun yang menyerap sebagian besar di wilayah hijau berpusat di sekitar 0.55m, memungkinkan cahaya biru dan merah akan tercermin .phycocyanin pigmen menyerap terutama di daerah hijau dan merah berpusat di sekitar 0,62 m, yang memungkinkan banyak biru dan beberapa lampu hijau (yaitu, kombinasi menghasilkan cyan) akan tercermin (gambar 10-3b) .karena klorofil a dan b kloroplas juga hadir dan memiliki pita serapan yang sama di wilayah biru ini, mereka cenderung mendominasi dan menutupi efek dari pigmen lainnya present.ketika tanaman mengalami senescense musim gugur atau pertemuan stress.

(36)

25

a b

Gambar 2.3. Variasi penyerapan spektrum oleh klorofil

a) Spektrum penyerapan klorofil a dan b pigments.chlorophyll a dan b pigmen dalam daun menyerap banyak insiden biru dan merah panjang gelombang energy.

b) spektrum penyerapan -karoten, yang menyerap terutama dalam pigmen blue.other yang mungkin ditemukan dalam daun termasuk phycoerythrin yang menyerap cahaya terutama hijau, dan phycocyanin yang menyerap cahaya terutama hijau dan merah (setelah farabee, 1997)

Pigmen mungkin hilang, memungkinkan karoten dan pigmen lainnya untuk menjadi dominan. Misalnya, pada musim gugur, produksi klorofil berhenti, menyebabkan warna kuning dari karoten-karoten dan pigmen tertentu lainnya di dedaunan pohon untuk menjadi lebih terlihat oleh mata kita. Selain itu, beberapa pohon menghasilkan cukup besar antosianin pada musim gugur, yang dapat menyebabkan daun berubah menjadi merah terang.

Dua daerah spektral yang optimal untuk merasakan karakteristik penyerapan klorofil dari daun diyakini 0,45-0,52 µm dan 0,63-0,9 µm.

Mantan wilayah ditandai dengan penyerapan yang kuat oleh tenoids dan klorofil, sedangkan yang terakhir ditandai dengan penyerapan klorofil yang kuat. Penginderaan jauh penyerapan klorofil dalam kanopi merupakan variabel biofisik mendasar berguna bagi banyak penyelidikan

(37)

26 biogeografis. Karakteristik penyerapan kanopi tanaman dapat ditambah dengan Data jarak jauh lainnya untuk mengidentifikasi stres vegetasi, hasil, dan variabel hibrida lainnya. Dengan demikian, banyak penelitian penginderaan jauh prihatin dengan memantau apa yang terjadi pada photosynthetic aktif radiasi (PAR) karena berinteraksi dengan daun dan atau tajuk tanaman. Penggunaan spektrometer pencitraan resolusi spektral sangat berguna untuk mengukur karakteristik penyerapan dan pantulan dari radiasi aktif dari fotosintesis.

Dalam bab ini telah diuraikan bagaiman struktur daun yang menyebabkan proses analisis refleksi tanaman yang menjadi dasar dalam proses penginderaan jauh pada tanamanm dan bagianman data yang disajikan untk mendapatkan infromasi dari daun atau tajuk tanaman melalui data pengindernan jauh.

(38)

27

BAB III

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH HYPERSPEKTRAL

3.1. Latar Belakang

Bab ini menyajikan prinsip dasar penginderaan jauh hyperspectral, pemetaan spektral dan indeks spektral. Spektrum pemetaan dan algoritma indeks spektral yang disajikan dalam bab ini dapat diimplementasikan pada tanaman dan tanah, termasuk pengaruh sudut pengambilan data penginderaan jauh akan disajikan dengan mengambil contoh data multi sudut penginderann jauh pada tanaman.

Penginderaan jauh hiperspektral telah terbukti relevan dengan banyak persyaratan persediaan dan pemantauan tutupan lahan. Sejumlah besar penelitian dan eksperimen telah menunjukkan kegunaan dan kelayakannya untuk mengatasi berbagai masalah aplikasi, seperti klasifikasi dan pemetaan tanaman pertanian (Tucker 1979; Clevers 1986; Clevers et al., 1994; Pax- Lenney et al., 1996; Pax -Lenney & Woodcock 1997; Blackburn & Steele 1999;

Mutanga et al., 2003).

Pemetaan spektral secara rutin telah dikembangkan untuk klasifikasi citra yang lebih spesifik dan analisis spektral data hyperspectral, dan contohnya mencakup metode klasifikasi paralelepiped dan spectral sngle mapper (SAM) dibahs. Metode untuk mengurangi dimensi data hyperspectral seperti Minimum Noise Fraction (MNF) digunakan pada analisis hyperspectral data. Pixel Purity Index (PPI) juga memainkan peran penting dalam analisis data hyperspectral untuk mengidentifikasi piksel endmember murni. Metode ini didasarkan pada prinsip penghitungan distribusi nilai piksel pada citra yang sdudah diekstraksi.

Untuk melakukan ini, dilakukan dengan cara analisi dari hasil observasi lapangan dan uji coba laboratorium terhadap pengambilan data hyperspectral.

(39)

28 Penelitian lapangan dan laboratorium tentang penginderaan jauh hyperspectral dengan berbagai fitur spektral sempit telah terbukti berkaitan dengan perubahan kondisi vegetasi dan jumlahnya, termasuk karakteristik fisiologis seperti jumlah dan / atau jenis klorofil (Rock et al., 1994; Yoder &

Pettigrew-Crosby 1995; Gitelson & Merzlyak 1997).

Distribusi piksel dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti distribusi vegetasi, tipe vegetasi, ambang batas yang digunakan dalam pemetaan spektral, dan posisi sensor dalam kaitannya dengan target. Distribusi dan jenis vegetasi telah lama dikenal sebagai faktor kunci untuk distribusi piksel di tempat kejadian. Namun, parameter masukan yang digunakan dalam pemetaan spektral seperti Lebar Pipe Half Width (PHW) dalam klasifikasi paralelepiped, dan sudut pada Spectral Angle Mapper (SAM) dapat menghasilkan hasil yang berbeda (Yuhas et al., 1992). Sudut engambilan pada sensor (sensor viewing angle) dapat menyumbang intensitas pantulan yang juga menghasilkan variasi piksel yang ditetapkan menurut endmembers (Aparicio et al., 2004; Goodin et al., 2004).

Dalam mengkaji penginderan jauh hyperspectral, dalm bab ini disajikan data Compact High Resolution Imaging Spectrameter (CHRIS). CHRIS adalah instrument penginderaan jauah yang menghasilkan citra hyperspectral data, terdiri atas 72 band dengan kisaran panjang gelommbang 400-900 nm.

3.2. Penginderaan Jauh Hiperspektral: Prinsip Dasar

Prinsip dasar pencitraan hiperspektral didasarkan pada evaluasi signature reflektansi permukaan bumi pada domain reflektif dan emisif pada pita spektral sempit bersebelahan (Goetz et al., 1985; Lillesand & Keifer 2000).

Ketika cahaya berinteraksi dengan suatu benda dalam bentuk spektrum, panjang gelombang tertentu lebih disukai diserap dan panjang gelombang lainnya ditransmisikan oleh benda (van der Meer et al., 2003b).

Penginderaan jauh hiperspektral melibatkan studi tentang cahaya yang dipancarkan atau dipantulkan dari bahan dan variasi energinya dengan panjang

(40)

29 gelombang. Ini termasuk studi cahaya sebagai fungsi dari panjang gelombang yang telah dipancarkan, dipantulkan atau disebarkan dari zat padat, cair, atau gas (Clark 1999). Metode utama yang digunakan didasarkan pada evaluasi signature reflektansi permukaan bumi pada domain reflektif dan emisif pada pita spektral sempit bersebelahan pada skala piksel.

Tujuan utama penginderaan jauh hyperspectral adalah untuk mengukur komponen sistem Bumi secara kuantitatif dari spektrum yang dikalibrasi yang diperoleh sebagai gambar untuk penelitian dan aplikasi ilmiah (Vane & Goetz, 1988). Bila diaplikasikan pada bidang penginderaan jauh optik, pencitraan hyperspectral berhubungan dengan spektrum sinar matahari yang difilter secara difus (tersebar) oleh material di permukaan bumi.

Penginderaan jauh hiperspektral telah muncul sebagai salah satu alat yang paling berguna untuk meningkatkan pemahaman kita tentang penilaian penutupan lahan. Kemajuan telah dilakukan untuk menentukan dan memperkirakan vegetasi dan sifat tanah menggunakan data hyperspectral (Bach & Mauser 1997; Ahn et al., 1999; Ben-dor & Levin 2000; Cochrane 2000;

Darvishsefat et al., 2002; Casa & Jones 2004; Cavalli et al., 2005). Hal ini juga menjadi semakin jelas bahwa merancang ulang platform dan sensor untuk pengamatan di Bumi akan menghasilkan banyak manfaat bagi banyak ilmu pengetahuan (Privette et al., 1997).

Data pencitraan hiperspektif telah tersedia terutama untuk para periset, namun teknik pencitraan jenis ini akan segera digunakan secara luas di ranah publik dengan perkembangan dan penampilan baru-baru ini dari sistem pencitraan hyperspectral komersial seperti Hyperspectral Mapper (HyMap) (Cocks et al., 1998) dan CHRIS (Cutter et al., 2000) dan peluncuran sensor berbasis satelit. Penjelasan lebih lanjut tentang rencana penginderaan jauh hyperspectral masa lalu, terkini dan masa depan disediakan oleh Treitz dan Howarth (1999). Prinsip dasar yang terkait dengan penelitian ini disoroti pada bagian 2.2.1 sampai 2.2.3.

(41)

30 3.2.1. Parameter Spektral

Untuk mengukur kemampuan data hyperspectral, ada empat parameter umum yang harus dipertimbangkan, 1) daerah spektral, 2) bandwidth spektral, 3) spektral sampling, dan 4) rasio signal-to-noise (S / N) (Clark, 1999). Daerah spektral sensor harus cukup mencakup fitur serapan spektral diagnostik yang ada pada bahan permukaan target. Wilayah spektral mengacu pada rentang radiasi elektromagnetik tertentu, yang ditandai dengan panjang gelombang dalam nanometer.

Kisaran spektral yang didefinisikan oleh teknologi wavelength convention and detector diilustrasikan pada Tabel 3.1. Namun, tidak semua daerah spektral digunakan untuk penginderaan jauh hyperspectral. Kisaran antara 400 – 1000 nm kadang-kadang disebut dalam literatur penginderaan jauh sebagai VNIR (visible near infrared, cahaya tambak inframerah dekat) dan kisaran 1000 – 2500 nm digambarkan sebagai SWIR (short wave infrared, gelombang pendek inframerah). Istilah-istilah ini tidak diakui sebagai istilah standar dalam disiplin lain kecuali penginderaan jauh. Clark (1997) mengemukakan bahwa "karena NIR dalam konflik VNIR dengan kisaran NIR yang diterima, persyaratan VNIR dan SWIR mungkin harus dihindari" (Clark, 1999). Bagian tengah inframerah mencakup energi yang dipancarkan secara termal, yang untuk bumi dimulai sekitar 2500 – 3000 nm, mencapai puncak mendekati 10.000 nm, dan menurun melampaui puncak yang berkaitan dengan bentuk emisi abu-abu.

(42)

31 Tabel 3.1. Kisaran radiasi gelombang elektromagnetik

Region Names

Wavelength Nanometres

(nm) or

micron (μ) Cosmic Ray

Gamma Ray X Ray

Optical

Ultra- violet (UV)

Far Ultra violet 1-200

nm

Ultra Violet C (UVC) 200-280

nm

Ultra Violet B (UVB) 280-315

nm

Ultra Violet A (UVA) 315-400

nm Visible (VIS) Photosynthetically

Active Radiation (PAR)

Blue Light 400-525 nm Green Light 525-605

nm Yellow Light 605-655

nm

Red Light 655-725

nm

Far Red 725-750

nm Infrared (IR) Near-Infrared

(N ear- IR)

Short Wave Near Infrared (SW-

NIR)

750-1100 nm Typical 1st

(NIR) region

detector (NIR1) or SWIR1

1000-1800 nm

Typical 2nd NIR region detector (NIR2) or (SWIR2)

1800-2500 nm

Conventional Near

Infrared (NIR)

1000-2500 nm or

1.0-2.5 μ Mid Infrared (Mid-

IR)

2.5 – 50 μ

Thermal (Emitted)

8 - 15 μ

Far Infrared 50 – 100

μ Microwave

& RadarUHF TV VHF TV & FM Radio

AM Radio

Spektral sampling adalah jarak dalam panjang gelombang antara profil bandpass spektral untuk setiap saluran dalam spektrometer sebagai fungsi panjang gelombang (Kruse 1994; Clark 1999). Teori informasi menyatakan bahwa untuk menyelesaikan fitur spektral, dua sampel harus diukur (Clark 1999). Selanjutnya, untuk menghindari bias sampling, sampel harus cukup dekat untuk mengukur lokasi puncak dan lembah.

Teorema teorema Nyquist (Richards & Jia 1999) untuk sebuah sinyal,

(43)

32 menyatakan bahwa informasi maksimum diperoleh dengan sampling pada setengah Max Penuh Lebar Maksimum (FWHM). Desain spektrometer mungkin mendikte sampling yang berbeda. Banyak spektrometer modern seperti sampel AVIRIS, HyMap, DAIS dan CHRIS pada interval sampling Nyquist yang meningkat, kira-kira sama dengan Full Width Half Maksimum-suatu ukuran terkait dengan panjang gelombang yang digunakan dalam menentukanketelitian..

Alat spektrometer harus mengukur spektrum dengan presisi yang cukup untuk mencatat rincian spektrum (Clark 1999). Sehingga, rasio signal-to-noise (S/N) yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah tertentu akan bergantung pada kekuatan fitur spektral. S / N bergantung pada sensitivitas detektor, bandwidth spektral, dan intensitas cahaya yang dipantulkan atau dipancarkan dari permukaan yang diukur. Fitur spektral yang kuat dapat diidentifikasi secara memadai dari sinyal hingga noise hanya ~ 10, sedangkan fitur lemah memerlukan S / N beberapa ratus (Swayze & Clark 1995). Rasio Sinyal terhadap noise untuk data HyMap dan CHRIS masing-masing adalah 500: 1 dan 200: 1.

3.4. Viewing (pandangan) dan iluminasi geometri

Orientasi relatif sumber cahaya dan aperture pengukuran, atau iluminasi / geometri tampilan, merupakan variabel penting dalam desain spektrometer (Suen & Healey 2001). Melihat geometri mencakup sudut kejadian, sudut refleksi, dan sudut antara cahaya dan sensor kejadian (Gambar 3.2). Melihat parameter geometri mempengaruhi intensitas cahaya yang diterima sebagai akibat dari perubahan bayangan dan proporsi permukaan pertama terhadap pola hamburan ganda (Nelson 1986; Mustard & Pieters 1987; Hapke 1993). Geometri tampilan dapat menghasilkan perubahan pada kedalaman band dan kurva spektral, meskipun kedalaman band hanya akan berubah dengan proporsi refleksi

(44)

33 specular yang ditambahkan pada cahaya yang dipantulkan. Namun, untuk permukaan dan panjang gelombang dimana beberapa scattering mendominasi, perubahan pada kedalaman pita dapat menyebabkan masalah dalam interpretasi.

Beberapa sistem penginderaan jarak jauh yang beroperasi atau dijadwalkan beroperasi dirancang untuk melakukan pengukuran berdasarkan berbagai konfigurasi pencahayaan / tampilan. Misalnya, Radiometer Resolusi Tinggi yang Sangat Tinggi (AVHRR / NOAA) (Leroy

& Roujean 1994) memiliki bidang pandang + 55,4 °, dan sudut zenith surya melintasi pemindaian tertentu (2700 km) dapat bervariasi pada 30

°. Resolusi Tinggi Terlihat (HRV / SPOT) (Wiegand et al., 1992), dengan bidang pandangnya yang sempit, memiliki cermin yang memungkinkannya untuk melihat secara lateral lebih dari sudut dari -27 ° (arah anti matahari) sampai + 27 ° ( arah ke depan). CHRIS memiliki kemampuan untuk mengumpulkan gambar dari lima sudut yang berbeda (+ 55 °, + 36 °, 0 °, -36 °, -55 °) (Barnsley et al., 2000; Cutter et al., 2000).

Sistem sensor yang disebutkan di atas memiliki waktu jembatan yang berbeda, yang menyebabkan variasi kondisi iluminasi lebih lanjut.

Gambar 3.2.Ilustrasi imaging geometry (Lewis 1996)

(45)

34 Telah dilaporkan bahwa mengubah sudut pandang sensor mengubah jumlah bayangan dan / atau latar belakang tanah yang muncul di Field of View (FOV), yang dapat menyebabkan variasi dalam spektrum terukur (Wardley 1984; Barnsley et al., 1997a; Hyman & Barnsley 1997; Aparicio et al., 2004;

Goodin et al., 2004). Namun, kebanyakan penelitian penginderaan jarak jauh menggunakan data hyperspectral tidak memperhitungkan efek ini, dengan menggunakan spektrum yang diukur dari satu arah saja.

3. 4.1. Jejak dan Ciri Spectral Multi-Sudut

Sudut pandang ganda dari instrumen CHRIS memungkinkan kita mempelajari bagian BRDF. Ada dua persyaratan utama untuk pengambilan sampel BRDF dengan benar: (1) banyak gambar pada berbagai tampilan dan sudut matahari, sebaiknya termasuk bidang utama (PP); dan (2) lapangan lapangan yang diproyeksikan secara langsung (GIFOV) cukup besar untuk mencakup sampel elemen permukaan yang representatif (Chooping et al., 2003).

Secara teoritis, pemantulan langsung dikendalikan oleh struktur spasial dan geometrik permukaan pemantul, serta oleh sifat optik elemen komponennya. Citra CHRIS dapat digunakan untuk memperkirakan parameter biofisik permukaan menggunakan teknik yang berbeda seperti indeks spektral (konvensional), posisi tepi merah (perkembangan terakhir), dan inversi model BRDF (ESTEC 1999). Penelitian pada data satelit multi sudut menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik antara variabel spektral dan sudut untuk kelas vegetasi yang berbeda (Zhang et al., 2002a, 2002b).

(46)

35

BAB IV

METODA ANALISIS DATA PENGINDERAAN JAUH HYPERSPECTRAL

4.1. Latar belakang.

Data multi-spektral biasanya digunakan untuk teknik pemetaan spektral vegetasi dan pemantauan tanaman pertanian. Metode yang digunakan meliputi fraksi endmembers yang digunakan untuk membagi piksel tunggal menjadi komponen penyusunnya (Adam et al., 1995), struktur kanopi (Ahlrichs & Bauer 1983), memperkirakan indeks luas daun hijau (Curran 1983) dan status pertumbuhan tanaman dan kondisi lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Li et al., 2001). Namun, ada beberapa keterbatasan dengan menggunakan data multispektral seperti jumlah band, spektral dan resolusi spasial yang terbatas (Barnes & Baker 2000). Untuk mengatasi keterbatasan ini, data hyperspectral telah digunakan secara intensif untuk pemantauan vegetasi dan tanaman pertanian (Bach et al., 2005). Data hyperspectral dapat memperbaiki estimasi parameter tanaman (Bach & Mauser 1997). Metode mendasar untuk tujuan ini adalah penggunaan pemetaan endmember yang berasal dari spektral yang dihasilkan dari data hyperspectral.

Telah ada sejumlah besar penelitian tentang pemetaan endemember yang berasal dari spektral yang dikaitkan dengan vegetasi menggunakan data hyperspektral (Lewis et al., 2000; Darvishsefat et al., 2002). Spektrum pemetaan rutinitas yang mengukur tegangan vegetasi yang terkait dengan salinitas telah diterapkan (Gausman et al., 1969; Dehaan & Taylor 2002, 2003) sementara data hiperspektif juga telah digunakan untuk mengkalibrasi model yang mensimulasikan kesehatan tanaman (Clevers et al., 1994; Clevers &

Jongschaap 2003).

Metode pemetaan endemik spektral dapat digunakan, pada skala lapangan, untuk menghubungkan informasi spesifik dalam target (Milton 1987;

Referensi

Dokumen terkait