• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA KAFIR DALAM TAFSIR AL-MISHBAH KARYA M. QURAISH SHIHAB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MAKNA KAFIR DALAM TAFSIR AL-MISHBAH KARYA M. QURAISH SHIHAB"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA KAFIR DALAM TAFSIR AL-MISHBAH KARYA M. QURAISH SHIHAB

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Agama Islam

Oleh:

MUHAMMAD NABIEL AKBAR G 100140007

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2018

(2)
(3)
(4)
(5)

MAKNA KAFIR DALAM TAFSIR AL-MISHBAH KARYA M. QURAISH SHIHAB

ABSTRAK

Allah s.w.t telah membicarakan term kafir sebanyak 525 ayat di dalam al-Qur’an.

Untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang makna kafir salah satunya bisa melalui pendekatan tafsir al-Qur’an. Dalam menjelaskan makna kafir, mufassir memiliki berbagaimacam pendapat, yang dapat dijumpai pada kitab tafsir mereka. Di Indonesia terdapat salah satu mufassir yang terkenal dan serius dalam mendalami al-Qur’an yaitu M. Quraish Shihab. Salah satu kitab tafsirnya adalah tafsir al-Mishbah: pesan, kesan dan keserasian al-Qur’an, lengkap 30 juz dan terbesar yang pernah ditulisnya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui makna kafir menurut M. Quraish Shihab dalam kitab tafsir al- Mishbah. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang menggunakan sumber primer dari kitab tafsir al-Mishbah dan sumber sekunder dari buku-buku atau jurnal yang membahas tentang M. Quraish shihab dan kafir. Pendekatan penelitian ini adalah interpretatif, yaitu sejauh peneliti menangkap makna yang terkandung di dalam penafsiran M. Quraish Shihab. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa makna kafir menurut M. Quraish Shihab di dalam tafsirnya yaitu: pertama, enggan mengakui keesaan dan wujud Allah s.w.t serta kebenaran yang disampaikan oleh Rasul-Nya dan mendustakan hari Kemudian. Kedua, enggan bersyukur atas nikmat dan anugerah yang telah Allah s.w.t limpahkan.

Ketiga, menghalangi atau menutupi dirinya dan orang lain dari jalan Allah s.w.t.

Keempat, beriman tetapi tidak mengerjakan tuntunan agama Islam. Kelima, menjadikan agama sebagai permainan. Dalam menafsirkan Quraish menggunakan metode tahli>li> (analitis) dan dengan corak al-Adabi> al-Ijtima>’i>.

Kata kunci: makna kafir, tafsir al-mishbah, M. Quraish Shihab.

ABSTRACT

It’s mentioned in al-Qur’an term kafir ini 525 verses. One way to understand the term comprehensively is through the interpretation of al-Qur’an. There are varios views of mufassir toward interpretation of kafir. M. Quraish Shihab is one of indonesian mufassir, who interpreted al-Qur’an deeply, especially in al-Mishbah;

messages, impression and harmony of al-Qur’an. This research aims to know the meaning of kafir, according to Quraish in al-Mishbah. It is library in nature, that use al-Mishbah as primary resources. As for secondary ones are books, journals and articles related to the object. And use interpretive approach. This research reveals that kafir according to Quraish has variety of meaning. First, people who don’t believe in Allah the almighty, his messengers, angels and the hereafter.

Second, people reluctant to thank for what given by God. Third, those who urge himself and others not to accept Islam. Fourth, believeres

(6)

but not apply Islamic tenets. Fifth, the ones who treat Islam as game. Al-Mishbah belongs to analytical method with a social literature in nature.

Keyword: kafir, al-Mishbah, M. Quraish Shihab.

1. PENDAHULUAN

Al-Qur’an memuat pedoman bagi Muslim untuk menjalani kehidupan di dunia ini, pada umumnya penulis Muslim membagi ajaran atau aspek Islam kepada tiga kelompok, yaitu akidah, syari’ah, dan akhlak.1 Dalam agama Islam, akidah merupakan dasar, fondasi untuk mendirikan bangunan. Semakin tinggi bangunan yang akan didirikan, harus semakin kokoh fondasi yang dibuat. Kalau fondasinya lemah, bangunan itu akan cepat ambruk. Tidak ada bangunan tanpa fondasi.2 Banyak sekali tema yang tercangkup di dalam akidah, diantaranya pembahasan tentang kafir.

Allah Swt telah membicarakan term kafir sebanyak 525 ayat di dalam al- Qur’an.3 Untuk mendapatkan pemahaman komprehensif tentang makna kafir diperlukan sebuah pendekatan yang relevan sebagai upaya untuk memahami makna atau pesan teks. Salah satu pendekatan tersebut yaitu melalui tafsir al- Qur’an.4

Hamka di dalam kitab tafsir al-azhar menjelaskan orang kafir itu orang yang tidak mau percaya, mulutnya menentang dan perbuatannya melawan.5 Muhammad Ali Ash-Shabuny di dalam Qabas min Nur al-Qur’an Dirasah Tahliliyyah Muwassa’ah bi Ahdaaf wa maqaashid as-Suway al-Karimah menjelaskan bahwa orang kafir adalah orang yang sebenarnya melihat kebenaran, tapi tidak mau mengikutinya, mereka mendengarnya tapi tidak mau peduli

1 Harifuddin Cawidu, Konsep Kufr dalam al-Qur’an: Suatu Kajian Teologis dengan Pendekatan Tafsir Tematik (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1991), hlm. 6.

2 Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI), 2000), hlm. 10.

3 Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras lil al-Fadhi al-Qur’an al- Karim (Kairo: Darut Hadits, 1981), hlm. 605-613.

4 Yusuf al-Qaradhawi, Bagaimana Berinteraksi dengan al-Qur’an terj. Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2016), hlm. 217.

5 Prof. Dr. Hamka, Tafsr al-Azhar: Jilid 1 (Jakarta: Gema Insani, 2015), hlm. 107.

(7)

kepadanya.6 Sayyid Quthb di dalam tafsir fi> zhila>lil al-Qur’a>n menjelaskan kafir adalah orang yang hatinya gelap gulita, beku, terlukis dari celah-celah gerakan yang tetap dan pasti, gerak penutup terhadap hati dan pendengaran dan penutupan terhadap pandangan dan pengelihatan.7

Memperhatikan berbagai pendapat-pendapat mufassir di atas, ternyata term kafir memiliki bermacam pendapat. Di era globalisasi seperti sekrang ini, bagaimana memahami dan menghargai hubungan sesama muslim sangan memprihatinkan. Akibatnya umat Islam menjadi terpecah belah, bahkan menjadi jauh dari sumber umat Islam sendiri, yaitu al-Qur’an dan Sunnah.8 Memperhatikan hal ini di Indonesia terdapat salah satu mufassir yang terkenal yaitu M. Quraish Shihab. Beliau seorang tokoh yang serius mendalami al-Qur’an dan bentuk keseriusan tersebut dibuktikan dengan menulis kitab tafsir al-Qur’an lengkap 30 juz dengan nama tafsir al-Mishbah; pesan, kesan dan keserasian al- Qur’an. Memperhatikan hal ini peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Makna Kafir dalam Tafsir al-Mishbah Karya M. Quraish Shihab”.

Memperhatikan latar belakang diatas maka masalah yang menjadi fokus bahasan dalam penelitian ini adalah: pertama, bagaimana makna kafir menurut M.

Quraish Shihab dalam kitab tafsir al-Mishbah. Kedua, bagaimana metode dan corak penafsiran M. Quraish Shihab dalam tafsir al-Mishbah. Memperhatikan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan peneliti ini adalah Mengetahui makna kafir menurut M. Quraish Shihab dalam tafsir al-Mishbah dan mengetahui metode dan corak penafsiran M. Quraish Shihab dalam tafsir al- Mishbah.

Adapun maanfaat penelitian ini secara teoritik yaitu penelitian ini dapat menambah khazanah keilmuan dalam ilmu tafsir terutama untuk civitas akademika Fakultas Agama Islam Progam Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir Universitas Muhammadiyah Surakarta.

6 Muhammad Ali Ash-Shabunny, Cahaya al-Qur’an: Tafsir Tematik Surat al-Baqarah – al-An’am terj. Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2000), hlm. 5.

7 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil-Qur’an terj. As’ad Yasin, Abdul Aziz Salim Basyarahil, Muchotob Hamzah (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hlm. 68.

8Abdul Jalil Isa, Masalah-masalah Keagamaan yang tidak boleh diperselisihkan antara sesama Ummat Islam (Bandung: al-Ma’arif, 1982), hlm. 9.

(8)

Mengenai Tinjauan Pustaka terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan: pertama, Disertasi karya Harifuddin Cawidu dengan judul “konsep kufr dalam al-Qur’an: suatu kajian teologis dengan pendekatan tafsir tematik”.

Kedua, skripsi karya Mochammad Aminuddin dengan judul “kufur nikmat dalam al-Qur’an”. Ketiga, skripsi karya Muhammad Mutaqin dengan judul “hadis-hadis tentang mengkafirkan sesama muslim”. Keempat, jurnal karya Umar Faruq Thohir dengan judul “pesan damai al-Ghazali: sebuah konsep kafir dan mukmin dalam prespektif tasawuf akhlaqi”.

Metode tafsir al-Qur’an merupakan suatu cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan Allah di dalam ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. Metode tafsir al-Qur’an tersebut berisi seperangkat kaidah dan aturan yang harus diindahkan ketika menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an.9

Jika ditelusuri perkembangan tafsir al-Qur’an sejak dulu sampai sekarang, akan ditemukan bahwa dalam garis besarnya penafsiran al-Qur’an itu dilakukan melalui empat cara (metode) yaitu: ijma>li> (global), tahli>li> (analitis), muqa>rin (perbandingan), dan maudhu>’i> (tematik).10

Corak Penafsiran dalam literatur sejarah tafsir biasanya diistilahkan dalam bahasa Arab yaitu “al-laun” yang arti dasarnya warna.11 Corak penafsiran yang dimaksud ialah nuansa khusus atau sifat khusus yang memberikan warna tersendiri pada tafsir.12 Macam-macamnya adalah: bi al-ma’tsu>r, bi al-Ra’yi, al- shufy, al-fiqhi, al-falsay, al-ilmi>, dan al-adabi> al-ijtima>’i>.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang menggunakan bahan-bahan tertulis seperti manuskrip, buku, majalah, surat kabar, dan dokumen lain. Pendekatan penelitian ini adalah

9 Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 1-2.

10 Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2012) ,cet. IV, hlm. 3.

11 Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir (Bandung: Tafakur, 2014), hlm. 199.

12 Abdul Syukur, Mengenal Corak Tafsir al-Qur’an, Jurnal Ushuludin dan Ilmu-ilmu Keislaman, Vol. 1, No. 1, Agustus 2015, hlm. 84.

(9)

interpretatif, yakni sejauh peneliti menangkap makna yang terkandung di dalam penafsiran M. Quraish Shihab.

Sumber primer yang digunakan adalah tafsir al-Mishbah karya M. Quraish Shihab dari volume 1 sampai 15, yaitu ayat-ayat al-Qur’an yang di dalamnya terdapat kata kafir. Sumber sekunder yang digunakan adalah semua peneitian tentang tafsir al-Mishbah, terlebih khusus jika ada yang meneliti term kafir.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif- analisis yakni mendiskripsikan data yang telah dikumpulkan kemudian di analisis dan disimpulkan untuk mendapatkan jawaban atas problem yang dikemukakan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 3.1 Makna Kafir

Secara bahasa kafir terambil dari akar kata (َ ر فُك-َُرُفَ كَي-ََرَفَك) menurut Hasan Muhammad Musa, di dalam Qamus Qur’ani mempunyai banyak pengertian yang saling berdekatan, seperti: menyembunykan, menutupi, menghalangi, dinding, selubung, mengingkari dan menentang.13 Secara istilah para ulama berbeda pengertian tentang kafir. Ibn Taimiyah menjelaskan, kafir adalah tidak beriman kepada Allah s.w.t dan para Rasul-Nya, baik disertai pendustaan atau tidak, atau karena berpaling dari mengikuti Rasulullah s.a.w karena dengki (hasad) atau sombong, atau karena mengikuti hawa nafsu yang memalingkan pemiliknya dari mengikuti risalah.14

Menurut Ibn Hazm, kafir dalam perkara agama adalah mengingkari salah satu di antara perkara yang diwajibkan oleh Allah s.w.t untuk diimani setelah ditegakkan hujjah kepadanya, yaitu dengan sampainya kebenaran kepada yang bersangkutan, baik pengingkarannya dengan hati saja, dengan lisan saja, atau dengan kedua-duanya. Kekufuran bisa terjadi

13 Azyuzumardi Azra, Kajian Tematik al-Qur’an Tentang Ketuhanan, (Bandung:

Angkasa, 2008), hlm. 348.

14 Taqy ad-Din ahmad Ibn ‘Abd Halim Ibn Taimiyah, majmu’ fatawa, (Madinah:

Mujamma’ al-Malik Fadh li Tiba’ah al-Mushaf asy-Syarif, 2003 M/1426 H), juz XXI, hlm. 335.

(10)

karena ia melakukan sebuah tindakan yang menurut syari’at dapat mengeluarkan pelakunya dari keimanan.15

Perlu dipahami bahwasannya iman dan kufur merupakan perkara yang sangat mendasar dalam Islam. Dua perkara inilah yang akan mendudukkan seseorang dihadapan Allah s.w.t, apakah menjadi mukmin atau kafir, menjadi penduduk surga atau neraka. Jadi tidak mungkin dua perkara itu berkumpul dalam diri seseorang.16

Iman adalah membenarkan dengan hati, mengakui dengan lisan, dan beramal dengan anggota badan. Kandungan iman adalah gabungan antara ucapan, yang mencangkup ucapan hati yang disebut niat dan ucapan lisan yang disebut pernyataan, dengan perbuatan. Sedang puncak keimanan ialah percaya adanya Allah s.w.t. Maka orang munafik tidak disebut beriman karena ucapan lisan dan perbuatan anggota badannya tidak diiringi dengan keyakinan hati.17

Kufur adalah lawan dari iman yang mengindikasikan penentangan terhadap nikmat Allah s.w.t, sedangkan kafir adalah lawan dari muslim.

Maka kufur yang menyeluruh dari segala jenisnya, macam-macamnya, serta pelakunya, yaitu menentang apa-apa yang dibawa oleh Nabi s.a.w, atau menentang sebagiannya.18

Semua bentuk ketaatan adalah cabang iman dan semua bentuk kemaksiatan adalah cabang kekafiran, sebab pokok iman adalah sikap membenarkan (tasdiq) dengan penuh ketundukan yang melahirkan kepatuhan untuk bersikap taat, sedang pokok kekafiran adalah sikap

15 Abu Muhammad ‘Ali Ibn Ahmad Ibn Sa’id Ibn Hazm, al-Ihkam fi Usul al-Ahkam (Baerut: Mansyurat Dar al-Afaq al-Jadidah, t.t), juz I, hlm. 49-50.

16 Rudi Hartono, Takfir dalam Pandangan Ibn Taimiyah : Kajian atas Kitab Majmu>’

Fata>wa> (Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2015), hlm. 21.

17 Ibid, hlm. 22-23.

18 Sa’id Ibn ‘Ali Ibn Wahf al-Qahtani, Kapan Manusia menjadi Kafir?, terj. Khairul Anwar, (Solo: Pustaka al-‘Alaq, 2007), hlm. 56.

(11)

mengingkari dan durhaka yang melahirkan kesombongan dan kecenderungan melanggar.19

Terkait dengan konteks keislaman juga mengenal istilah murtad. Yang dimaksud dengan murtad adalah kafir setelah Islam, baik dengan perkataan, perbuatan, maupun dengan keragu-raguan.20 Inilah yang dimaksud dengan kekafiran besar yang mengeluarkan pelakunya dari keimanan secara total, yaitu al-kufr al-i’tiqa>di> yang menafikan perkataan dan amalan hati atau salah satunya.21

3.2 Ayat-ayat yang Ber-term Kafir dalam al-Qur’an.

Term kafir di dalam al-Qur’an terulang sebanyak 525 kali,22 meskipun tidak seluruhnya merujuk kepada arti secara istilah, tetapi semuanya dapat merujuk kepada arti secara bahasa. Melihat dari segi bentuknya, term kafir dalam al-Qur’an muncul dalam enam kata jadian (ishtiqaq), yaitu fi’il madhi (kata kerja yang menunjukkan waktu lampau), fi’il mudha>ri’ (kata kerja yang menunjukkan kini dan atau akan datang), fi’il amr (kata kerja yang mengandung perintah), masdar (infinitif), ism fa>’il (kata benda yang mengandung arti pelaku, dan bentuk al-mubalagha>t (bentuk kata benda jadian yang menunjuk penekanan, penegasan atau pergandaan sifat dari objek yang disifati).23

19 Hafiz Hakami, 200 Tanya Jawab Akidah Islam, (Jakarta: GIP, 2005), hlm. 196.

20 Sa’id Ibn ‘Ali Ibn Wahf al-Qahtani, Kapan Manusia menjadi Kafir?, terj. Khairul Anwar, (Solo: Pustaka al-‘Alaq, 2007), hlm. 55.

21 Hafiz Hakami, 200 Tanya Jawab Akidah Islam, (Jakarta: GIP, 2005), hlm. 196.

22 Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras lil al-Fadhi al-Qur’an al- Karim (Kairo: Darut Hadits, 1981), hlm. 605-613.

23 Harifuddin Cawidu, konsep kufr dalam al-Qur’an; suatu kajian terhadap teologis dengan pendekatan tematik, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hlm. 31.

(12)

3.3 Penafsiran M. Quraish Shihab tentang Kafir

3.3.1 Pengingkaran terhadap keesaan dan wujud Allah s.w.t, Para Rasul- Nya dan mendustakan hari Kemudian.

Enggan mengakui keesaan dan wujud Allah s.w.t, serta kebenaran yang disampaikan oleh Rasul-Nya dan mendustakan hari kemudian.24 Kalam Allah dalam QS. Al-Maidah [5]: 72.

ِسَم ْ

لا َوُه ذللّها ذنِإ ْاوُلاَق َنيِ ذلَّا َرَفَك ْدَقَل ُحيِسَم ْ لا َلاَقَو َمَيْرَم ُنْبا ُحي

ْدَقَف ِ ِللّهاِب ْكِ ْشُْي نَم ُهذنِإ ْمُكذبَرَو ِِبَّر ذللّها ْاوُدُبْعا َليِئاَ ْسِْإ ِنَِب اَي ٍرا َصن َ

أ ْنِم َينِمِلا ذظلِل اَمَو ُراذلنا ُهاَو ْ

أَمَو َةذنَ ْ

لْا ِهيَلَع ُللّها َمذرَح ٧٢

“Demi, Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata,

“Sesungguhnya Allah ialah al-masih putra Maryam.” Padahal al-masih berkata, “Hai Bani Israil! Sembahlah Allah, Tuhan-ku dan Tuhan kamu.”

Sesungguhnya orang-orang yang mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka pasti Allah telah mengharamkan atasnya surga, dan tempatnya adalah neraka. Dan tidaklah bagi orang-orang zalim satu penolongpun”.(QS. Al-Maidah [5]: 72)25

Quraish menjelaskan kata kafir pada ayat di atas terambil dari akar kata yang bermakna menutup. wujud Allah dan keesaan-Nya adalah satu hakikat yang sangat jelas. Bukti-buktinya sudah terhampar dalam alam

2424 Lihat Tafsir al-Misbah QS. al-baqarah [2]: 6, 19, 24, 26, 28, 34, 39, 41, 61, 88, 89, 90, 91, 93, 98, 99, 102, 105, 121, 161, 250, 254, 258; ali imran [3]: 10, 12, 19, 21, 32, 52, 70, 80, 90, 91, 98, 101, 112, 116, 151, 176, 178; an-nisa’ [4]: 37, 42, 46, 56, 60, 131, 136, 137, 140, 150, 151, 155, 156, 167, 168; al-maidah [5]: 10, 17, 36, 44, 57, 64, 67, 68, 72, 73, 78, 86, 102, 103, 110; al-an’am [6]: 1, 7, 25, 30, 130; al-a’raf [7]: 37, 66, 76, 90, 93, 101; al-anfal [8]: 12, 15, 30, 38, 52; at-taubah [9]: 17, 26, 30, 40, 54, 66, 68, 73, 74, 97, 107, 125; yunus [10]: 2; huud [11]: 17, 27, 42, 60, 68; yusuf [12]: 37; ar-ra’d [13]: 5, 7, 27, 30, 31, 32, 33, 43; ibrahim [14]: 9, 13; an-nahl [16]: 39, 83, 107; al-isra’ [17]: 8, 89, 98, 99; al-kahf [18]: 56, 80, 102, 105, 106; maryam [19]: 37, 77; al-anbiya’ [21]: 30, 36, 39; al-hajj [22]: 19, 25, 55, 57, 72; al-mu’minun [23]: 24, 33; an-nur [24]: 39; al-furqan [25]: 4, 32, 55; al-qashash [28]: 48; al-‘ankabut [29]: 23, 25, 47, 52; ar-rum [30]: 16, 58; Luqman [31]: 23, 32; as-sajdah [32]: 10; al-ahzab [33]: 48, 64; saba’ [34]: 17, 31, 33, 34, 43; fathir [35]: 7, 26, 36; yasin [36]: 64, 70; ash-shaffat [37]: 170; shad [38]: 2, 4, 74; az-zumar [39]: 3, 7, 32, 59, 63, 71; al-ghafir [40]: 4, 6, 10, 12, 14, 22; fushshilat [41]: 7, 9, 14, 26, 41, 52;

az-zukhruf [43]: 15, 24, 30, 33; al-jatsiyah [45]: 11, 31; al-ahqaf [46]: 10, 11; muhammad [47]: 1, 8; al-fath [48]: 22, 26; al-qamar [54]: 14, 43; al-hadid [57]: 19; al-mumtahanah [60]: 1; ash-shaff [61]: 14; at-taghabun [64]: 4, 5, 6, 10; at-tahrim [66]: 7, 10; al-mulk [67]: 6; al-qalam [68]: 51; al- haqqah [69]: 50; al-ma’arij [70]: 36; nuh [71]: 27; al-muddatsir [74]: 31; ‘abasa [80]: 42; al- insyiqaq [84]: 22; al-buruj [85]: 19; al-ghasyiyah [88]: 23; al-balad [90]: 19; al-bayyinah [98]: 1, 6; al-kafirun [109]: 1.

25 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2001), Vol. 3, Cet. I, hlm. 150.

(13)

raya dan diri manusia, tetapi sebagian manusia enggan melihat dan berpikir tentang bukti-bukti itu. Keengganan tersebut sama halnya dengan menutup bukti-bukti itu, maka dari sini seseorang yang tidak mempercayai bukti wujud dan keesaan Allah s.w.t dinamai kafir.26

Quraish juga menjelaskan sungguh orang-orang kafir yang enggan menerima risalah yang disampaikan para Nabi dan Rasul. Padahal bukti sudah Allah s.w.t berikan kepada mereka.27 Tetapi mereka menutup mata, telingga, hati dan anggota tubuh lainnya untuk melihat dan berpikir terhadap bukti yang telah Allah s.w.t berikan.

3.3.2 Enggan bersyukur ats nikmat dan anugerah yang telah Allah s.w.t limpahkan.

Allah s.w.t memberikan nikmat dan anugerahnya kepada siapa saja, akan tetapi ada manusia yang enggan bersyukur atas nikmat dan anugerah yang telah Allah s.w.t limpahkan.28 Kalam Allah dalam QS. Al-Anbiya’

[21]: 94.

ُ َلَ اذنوَإِ ِهِيْعَسِل َناَرْفُك َلََف ٌنِمْؤُم َوُهَو ِتاَِلِا ذصلا َنِم ْلَمْعَي نَمَف َنوُبِت َكَ

٩٤

“Maka barang siapa mengerjakan amal saleh, sedang ia adalah mukmin, maka tidak ada pembatalan terhadap amalannya sesungguhnya Kami terhadapnya adalah Penulis-penulis.”29

Quraish menjelaskan kata (نارفك) kufra>n yang terdapat pada QS. Al- Anbiya’ [21]: 94 terambil dari kata (رفك) kafara yang dari segi bahasa

26 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2001), Vol. 3, Cet. I, hlm. 151.

27 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002) Vol. 6, Cet. I, hlm. 547.

28 Lihat Tafsir al-Mishbah QS. al-baqarah [2]: 90, 152, 264, 286; ali imran [3]: 90, 131;

an-nisa’ [4]: 37; al-maidah [5]: 115; al-an’am [6]: 1, 89; huud [11]: 9; yusuf [12]: 87; ibrahim [14]:

7, 28, 34; an-nahl [16]: 55, 72, 112; al-isra’ [17]: 67, 69, 89; al-hajj [22]: 38, 66; al-furqan [25]:

50; An-naml [27]: 40; al-qashash [28]: 82; al-‘ankabut [29]: 66, 67; ar-rum [30]: 34, 51; Luqman [31]: 12, 32; as-sajdah [32]: 10; saba’ [34]: 17, 162; fathir [35]: 39; yasin [36]: 47; az-zumar [39]:

7; asy-syura [42]: 48; qaf [50]: 24 al-hadid [57]: 19; at-taghabun [64]: 2; al-insaan [76]: 3.

29 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 9, Cet. I, hlm. 503.

(14)

berarti menutup. Ia bisa juga diartikan tidak mengakui kebaikan yakni tidak bersyukur. Memang al-Qur’an menggunakan kata ini antara lain sebagai antonim dari kata (ركش) syukur, karena ia biasa diperhadapkan dengan kata syukur.30

Menurut Quraish bahwa syukur antara lain berarti membuka dan menampakkan dan lawannya adalah kufur yakni menutup dan menyembunyikan.31 Hakikat syukur adalah menampakkan nikmat antara lain menggunakannya pada tempatnya dan sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemberinya, juga menyebut-nyebut pemberinya dengan baik. Ini berarti setiap nikmat yang dianugerahkan Allah s.w.t menuntut perenungan, untuk apa dianugerahkannya, lalu menggunakan nikmat tersebut sesuai dengan tujuan penganugerahkannya.32

Ketika seseorang yang enggan bersyukur akan melahirkan sifat dan perilaku yang tidak baik, seperti: durhaka,33 wajar manusia durhaka dinamai banyak menutupi atau tidak mengakui nikmat Allah s.w.t, karena mereka angkuh dan kepala batu sehingga mengingkari nikmat yang telah Allah s.w.t berikan. Kikir,34 karena orang yang kikir sering kali menolak memberikan bantuan kepada orang lain dengan berbagaimacam alasan sambil menutup-nutupi rezeki yang telah Allah s.w.t berikan dan Mempraktekkan riba35

3.3.3 Menghalangi atau menutupi dirinya dan orang lain dari jalan Allah s.w.t.

Bentuk kekafiran dalam hal ini, ketika seseorang menolak dirinya sendiri dari kebenaran yang disampaikan oleh para Rasul-Nya kemudian ditambah lagi dengan menghalangi orang lain untuk menempuh jalan yang

30 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 9, Cet. I, hlm. 507.

31 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 7, Cet. I, hlm. 22.

32 Ibid, hlm. 23.

33 Lihat Tafsir al-Mishbah QS. Al-hajj [22]: 66.

34 Lihat Tafsir al-Mishbah QS. Yasin [36]: 47.

35 Lihat Tafsir al-Mishbah QS. Al-Baqarah [2]: 276.

(15)

benar yang telah disampaikan Rasul-Nya.36 Kalam Allah dalam QS. An- Nahl [16]: 88

ِباَذَع ْ

لا َقْوَف ًاباَذَع ْمُهاَنْدِز ِ ِللّها ِليِبَس نَع ْاوُد َصَو ْاوُرَفَك َنيِ ذلَّا َنوُدِسْفُي ْاوُنَكَ اَمِب ٨٨

“orang-orang kafir dan menghalangi dari jalan Allah. Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan (karena) mereka selalu berbuat kerusakan”37

Quraish menjelaskan bahwa orang kafir dalam ayat tersebut yaitu orang-orang yang melakukan penganiayaan atas diri mereka dan yakni sambil menghalangi orang lain dari menempuh jalan Allah yaitu jalan kebaikan dan kebenaran yang penuh kedamaian.38

Orang-orang kafir dalam menghalangi orang lain dari jalan Allah s.w.t menggunakan berbagai macam cara, yaitu: Munafik, yaitu sikap bermuka dua yang diperlihatkan oleh orang-orang kafir. Secara lahir, mereka mengaku beriman tetapi secara batin mereka tidak beriman.39 Menjadikan syetan dan thaghut40 sebagai Tuhan, penolong dan teman karib atau percaya kepada yang batil.41 Menafkahkan harta di jalan syetan dan

36 Lihat Tafsir al-Mishbah al-baqarah [2]: 108, 109, 217; ali imran [3]: 52, 72, 100, 149;

an-nisa’ [4]: 46, 84, 89, 150; al-maidah [5]: 3; Al-anfal [8]: 18, 65, 73; at-taubah [9]: 26, 32, 37, 107; ar-ra’d [13]: 33; ibrahim [14]: 13; an-nahl [16]: 88; maryam [19]: 73; al-mu’minun [23]: 24;

al-‘ankabut [29]: 12; al-ahzab [33]: 1, 25; al-ghafir [40]: 25, 42; fushshilat [41]: 29; muhammad [47]: 1, 4, 32, 34; al-fath [48]: 25; ath-thur [52]: 42; al-hasyr [59]: 16; al-mumtahanah [60]: 2; as- shaff [61]: 8; al-insaan [76]: 24.

37 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 7, Cet. I, hlm. 317.

38 Ibid.

39 Lihat Tafsir al-Mishbah QS. Ali imran [3]: 72, 156, 167; an-nisa’ [4]: 139, 155; al- maidah [5]: 41, 61; at-taubah [9]: 37, 40, 49, 74; al-hasyr [59]: 11; al-munafiqun [63]: 3.

40 (توغاط) thagut terambil dari akar kata yang berarti “melampaui batas” kata ini menunjuk kepada segala macam kebatilan atau keburukan. Setan, dajjal, penyihir, berhala, ide-ide yang sesat, manusia durhaka, tirani, siapapun yang mengajak kepada kesesatan, dan yang menetapkan hukum bertentangan dengan ketentuan Allah, semuanya digelar dengan Thagut. Lihat M. Quraish Shihab, Tafasir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta:Lentera Hati, 2000), vol. 1, cet. I, hlm. 516.

41 Lihat Tafsir al-Mishbah QS. al-Baqarah [2]: 257; ali Imran [3]: 13, 28, 149; an-nisa’

[4]: 51, 76, 89, 139, 140, 141, 144; al-Maidah [5]: 80; at-Taubah [9]: 23; al-Isra’ [17]: 27; al- Qashash [28]: 86; Muhammad [47]: 3; al-hasyr [59]: 16; al-mumtahanah [60]: 13.

(16)

thaghut, digunakan untuk memadamkan cahaya ilahi.42 Menghalalkan yang telah diharamkan Allah s.w.t serta menganut kepercayaan yang bertentangan dengan petunjuk Allah s.w.t.43

3.3.4 Beriman tetapi tidak mengerjakan tuntunan agama Islam.

Seorang mengaku Muslim tetapi tidak melaksakan apa yang telah Allah s.w.t dan Rasul-Nya perintahkan serta menjahui apa yang telah dilarang maka orang tersebut dapat dihukumi kafir.44 Misalnya dalam menunaikan ibadah haji, kalam Allah dalam QS. ali Imran [3]: 97

َ َعَل ِ ِِللّهَو ًانِمآ َنَكَ ُهَلَخَد نَمَو َميِهاَرْبِإ ُماَقذم ٌتاَنـِِيَب ٌتاَيآ ِهيِف ِح ِساذلنا ٌّ ِنِ َغ للّها ذنِإَف َرَفَك نَمَو ًلَيِبَس ِهْ َلَِإ َعاَطَتْسا ِنَم ِتْيَْلْا ُج

َينِم َلاَعْلا ِنَع ٩٧

“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (diantaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amalan dia;

mengerjakan haji menuju Bait Allah adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) yang sanggup mengadakan perjalanan ke sana;

barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dari semesta alam”.45

Quraish menjelaskan bahwa ayat di atas Quraish mentafsirkan ( َ َعَل ِ ِِللّهَو ِساذلنا) sungguh teliti redaksi ayat ini. Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia. Demikian semua manusia dipanggil kesana. Tetapi Allah Maha Bijaksana. Segera setelah menjelaskan kewajiban itu atas semua manusia, Yang Maha Bijaksana itu mengecualikan sebagian mereka dengan firman- Nya “bagi yang sanggup mengadakan perjalanan ke sana”. Ini berarti yang tidak sanggup, Allah memaafkan mereka.46

42 Lihat Tafsir al-Mishbah QS. al-Anfal [8]: 36; at-Taubah [9]: 55.

43 Lihat Tafsir al-Mishbah QS. al-Maidah [5]: 103; al-An’am [6]: 122; at-Taubah [9]: 37.

44 Lihat Tafsir al-Mishbah QS. al-Baqarah[2]: 85, 104; ali Imran[3]: 86, 97, 106; al- Maidah[5]: 12; at-Taubah[9]: 37; an-Nahl[16]: 106; an-Nur[24]: 55.

45 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2000), Vol. 2, Cet. I, hlm. 150.

46 Ibid, hlm. 152.

(17)

Bagaimana dengan yang telah memenuhi syarat wajib melaksanakan haji, yakni sehat jasmani dan rohani, memiliki kemampuan materi berupa biaya perjalanan dan selama perjalanan serta biaya hidup untuk keluarga yang ditinggal, jalan menuju ke sana dan kembali pun aman, tidak ada perang tidak ada wabah penyakit? Menurut Quraish pastilah mereka berdosa. Mereka berdosa karena menolak panggilan Allah s.w.t, itulah yang ditunjuk oleh firman-Nya ( َرَفَك نَمَو).47

3.3.5 Menjadikan agama sebagai permainan.

Orang kafir yaitu orang-orang yang menjadikan agama yang seharusnya dianut dan diagungkan sebagai permainan, mereka melakukan aneka kegiatan yang sia-sia dan tanpa tujuan.48 Kalam Allah dalam QS.

Al-A’raf [7]: 50-51.

ءاَم ْ

لا َنِم اَنْيَلَع ْاو ُضيِف َ أ ْن َ

أ ِةذنَ ْ

لْا َباَح ْص َ

أ ِراذلنا ُباَح ْص َ

أ ىَداَنَو ْو َ َنيِرِف َكَْلا َ َعَل اَمُهَمذرَح ذللّها ذنِإ ْاوُلاَق ُللّها ُمُكَقَزَر اذمِم أ ٥٠

َنيِ لَّا ذ

اَمَك ْمُها َسنَن َمْوَ لَاَف اَيْنُلدا ُةاَيَ ْ لِا ُمُهْتذرَغَو ًابِعَلَو ًاوْهَل ْمُهَنيِد ْاوُذَ ذتَّا ْ ِتاَيآِب ْاوُنَكَ اَمَو اَذـَه ْمِهِمْوَي ءاَقِل ْاوُسَن َنوُدَحْ َيَ اَن

٥١

“Dan penghuni-penghuni neraka itu menyeru penghuni-penghuni surga; ‘curahkanlah kepada kami sedikit air dari apa yang telah direzekikan Allah kepada kamu’. Mereka menjawab; ‘sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya atas orang-orang kafir’ (yaitu) orang- orang yang menjadikan agama mereka sebagai permainan dan kelengahan, dan kehidupan dunia telah menipu mereka’. Maka pada hari ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami”.49

Quraish menjelaskan orang kafir yang menjadikan agama sebagai permainan, apa yang dihasilkannya tidak lain hanya menyenangkan hati

47 Ibid.

48 Lihat Tafsir al-Mishbah QS. al-A’raf [7]: 50-51; al-Ghafir [40]: 74.

49 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 5, Cet. I, hlm. 106.

(18)

dan menghabiskan waktu dan kelengahan, yaitu kegiatan yang menyenangkan hati tetapi kurang atau tidak penting, sehingga melengahkan pelakunya dari ha-hal yang penting atau yang lebih penting dan itu semua disebabkan karena kehidupan dunia telah menipu mereka.50

Sebagai seorang Muslim bisa lebih berhati-hati dalam kesehariannya, bisa saja lengah karena mengikuti hawa nafsu sehingga terlalu sibuk dengan urusan dunia, kemudian melupakan urusan yang wajib yaitu beribadah kepada Allah s.w.t.

3.4 Metode dan Corak Tafsir al-Mishbah

Memperhatikan penafsiran makna kafir di dalam tafsir al-Mishbah bahwa Quraish di dalam menafiskan menggunakan metode tahli>li>

(analitis). Yakni menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu, serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan Quraish yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.

Dalam tafsirnya, Quraish mengikuti runtutan ayat sebagai mana yang tersusun di dalam mushaf. Quraish memulai uraian dengan mengemukakan arti kosakata, Quraish amat sangat memperhatikan arti kosakata atau ungkapan al-Qur’an dengan merujuk pada pandangan pakar-pakar bahasa, kemudian memperhatikan bagaimana kosa-kata atau ungkapan tersebut digunakan al-Qur’an, lalu memahami arti ayat-ayat atas dasar penggunaan kata tersebut oleh al-Qur’an. Quraish juga membahas mengenai saba<b al- nuzu<l ayat tersebut dan juga mengemukakan muna>sabah (korelasi) ayat- ayat serta menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat tersebut satu sama lain.

Memperhatikan penafsiran makna kafir di dalam tafsir al-Mishbah bahwa M. Quraish Shihab di dalam menafirkan menggunakan corak al- Adabi> al-I@jtima>’i>. Yakni memahami nas}-nas} al-Qur’an dengan cara, mengemukakan ungkapan-ungkapan al-Qur’an secara teliti, selanjutnya

50 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 5, Cet. I, hlm. 106.

(19)

menjelaskan makna-makna yang dimaksud oleh al-Qur’an tersebut dengan gaya bahasa yang indah dan menarik, selanjutnya menghubungkan nas}-nas}

al-Qur’an yang tengah dikaji dengan kenyataan sosial dan sistem budaya yang ada.

Quraish berusaha mengemukakan segi keindahan bahasa (bala>ghah) dan kemukjizatan al-Qur’an, menjelaskan makna atau maksud yang dituju oleh al-Qur’an, berupaya mengungkapkan betapa al-Qu’an itu mengandung hukum-hukum-hukum alam raya dan aturan-aturan kemasyarakatan, dan bermaksud membantu memecahkan segala problema yang dihadapi oleh umat Islam khususnya dan umat manusia umumnya melalui petunjuk dan ajaran al-Qur’an, serta berupaya mempertemukan antara ajaran al-Qur’an dan teori-teori ilmiah yang benar.

4. PENUTUP 4.1 Kesimpulan

Makna kafir menurut M. Quraish Shihab dalam tafsir al-Mishbah dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, enggan mengakui keesaan dan wujud Allah s.w.t serta kebenaran yang disampaikan oleh Rasul-Nya dan mendustakan hari Kemudian. Kedua, enggan bersyukur atas nikmat dan anugerah yang telah Allah s.w.t limpahkan. Ketiga, menghalangi atau menutupi dirinya dan orang lain dari jalan Allah s.w.t. Keempat, beriman tetapi tidak mengerjakan tuntunan agama Islam. Kelima, menjadikan agama sebagai permainan.

Memperhatikan Penafsiran Quraish dalam makna kafir, dapat disimpulkan bahwa Quraish dalam menafsirkan menggunakan metode tahli>li> (analitis) dan dengan corak al-Adabi> al-I@jtima>’i>.

4.2 Saran

Berkaitan dengan penelitian ini, peneliti menyampaikan saran kepada:

4.2.1 Peneliti selanjutnya, terutama penelitian yang berkaitan dengan tema penelitian ini. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai pijakan

(20)

mengenai makna kafir dalam tafsir al-Mishbah karya M. Quraish Shihab.

4.2.2 Penelitian ini dapat digunakan sebagai penambah khazanah pengetahuan tentang term kafir.

DAFTAR PUSTAKA

‘Abd al-Baqi, Muhammad Fuad. 1981. al-Mu’jam al-Mufahras lil al-Fadhi al- Qur’an al-Karim. Kairo: Darut Hadits, 1981.

al-Qahtani, Sa’id Ibn ‘Ali Ibn Wahf. 2007. Kapan Manusia menjadi Kafir?, terj.

Khairul Anwar. Solo: Pustaka al-‘Alaq.

al-Qaradhawi, Yusuf. 2016. Bagaimana Berinteraksi dengan al-Qur’an terj.

Kathur Suhardi. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2016.

Ash-Shabunny, Muhammad Ali. 2000. Cahaya al-Qur’an: Tafsir Tematik Surat al-Baqarah – al-An’am terj. Kathur Suhardi. Jakarta: Pustaka al-Kautsar.

Azra, Azyuzumardi. 2008. Kajian Tematik al-Qur’an Tentang Ketuhanan.

Bandung: Angkasa.

Baidan, Nashruddin. 2012. Metodologi Penafsiran al-Qur’an. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Cawidu, Harifuddin. 1991. Konsep Kufr dalam al-Qur’an: Suatu Kajian Teologis dengan Pendekatan Tafsir Tematik. Jakarta: PT. Bulan Bintang.

Hakami, Hafiz. 2005. 200 Tanya Jawab Akidah Islam. Jakarta: GIP.

Hamka. 2015. Tafsir al-Azhar: Jilid 1. Jakarta: Gema Insani.

Hartono, Rudi. 2015. Takfir dalam Pandangan Ibn Taimiyah : Kajian atas Kitab Majmu>’ Fata>wa>. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Ibn Hazm, Abu Muhammad ‘Ali Ibn Ahmad Ibn Sa’id. T.t. al-Ihkam fi Usul al- Ahkam. Baerut: Mansyurat Dar al-Afaq al-Jadidah.

Ibn Taimiyah, Taqy ad-Din ahmad Ibn ‘Abd Halim. 2003 M/1426 H. majmu’

fatawa. Madinah: Mujamma’ al-Malik Fadh li Tiba’ah al-Mushaf asy-Syarif.

Ilyas, Yunahar . 2000. Kuliah Aqidah Islam. Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI).

Isa, Abdul Jalil. 1982. Masalah-masalah Keagamaan yang tidak boleh diperselisihkan antara sesama Ummat Islam. Bandung: al-Ma’arif.

Izzan, Ahmad. 2014. Metodologi Ilmu Tafsir. Bandung: Tafakur.

Quthb, Sayyid. 2000. Fi> Zhila>lil-Qur’a>n terj. As’ad Yasin, Abdul Aziz Salim Basyarahil, Muchotob Hamzah. Jakarta: Gema Insani Press.

Shihab, M. Quraish. 2000. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al- Qur’an. Vol. 1. Cet. I. Jakarta: Lentera Hati.

(21)

_________________ 2000. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al- Qur’an. Vol. 2. Cet. I. Jakarta: Lentera Hati.

_________________ 2001. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al- Qur’an. Vol. 3. Cet. I. Jakarta: Lentera Hati.

_________________ 2001. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al- Qur’an. Vol. 4. Cet. I. Jakarta: Lentera Hati.

_________________ 2002. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al- Qur’an. Vol. 5. Cet. I. Jakarta: Lentera Hati.

_________________ 2002. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al- Qur’an. Vol. 6. Cet. I. Jakarta: Lentera Hati.

_________________ 2002. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al- Qur’an. Vol. 7. Cet. I. Jakarta: Lentera Hati.

_________________ 2002. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al- Qur’an. Vol. 8. Cet. I. Jakarta: Lentera Hati.

_________________ 2002. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al- Qur’an. Vol. 10. Cet. I. Jakarta: Lentera Hati.

_________________ 2002. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al- Qur’an. vol. 15. cet. II. Jakarta: Lentera Hati.

_________________ 2003. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al- Qur’an. Vol. 11. Cet. I. Jakarta: Lentera Hati.

_________________ 2003. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al- Qur’an. vol. 13. cet. I. Jakarta: Lentera Hati.

_________________ 2003. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al- Qur’an. vol. 14. cet. I. Jakarta: Lentera Hati.

_________________ 2004. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al- Qur’an. Vol. 9. Cet. II. Jakarta: Lentera Hati.

_________________ 2004. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al- Qur’an. Vol. 12. Cet. II. Jakarta: Lentera Hati.

Syukur, Abdul. 2015. Mengenal Corak Tafsir al-Qur’an, Jurnal Ushuludin dan Ilmu-ilmu Keislaman, Vol. 1, No. 1, Agustus 2015. 84.

Referensi

Dokumen terkait

adalah anoreksia atau istilah kerennya dikenal dengan istilah anoreksia nervosa. Anoreksia adalah aktivitas untuk menguruskan badan dengan melakukan pembatasan makan secara

lnstitut lnsinyur Wageningen di Hindia Belanda pada tahun 1932 mengungkapkan beberapa keinginan mengenai masa praktek sebagai berikut : &#34;banyak orang menganggap

Isteriku tercinta dan anak-anakku tersayang, Ayahanda dan Ibunda tercinta, abang dan adik-adikku tersayang yang telah banyak memberikan dorongan, semangat dan motivasi kepada

WORKFORCENEW IDDOC long varchar AGEN long varchar PEMBORDER long varchar JENISLAYANAN long varchar NOTELP long varchar CUSTNAME long varchar ALAMAT long varchar TOTALTAGIHAN

Restoran/Rumah Makan: kelompok usaha jasa pangan yang bertempat disebagian atau seluruh bangunan permanen yang menjual dan menyajikan makanan dan minuman di tempat usahanya

Berdasarkan hasil yang diperoleh maka menolak H O dan menerima Ha untuk variabel lingkungan kerja yang berarti secara parsial lingkungan kerja berpengaruh

Kesekretariatan, serta manajemen kinerja Satuan Kerja secara akuntabel serta transparan. Struktur Organisasi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sumatera Utara.. Kantor

Kajian kes ini adalah untuk mengenalpasti kesediaan pelajar Saijana Pendidikan (Teknikal) ke arah pembentukan seseorang pendidik yang cemerlang.. Antara ciri-ciri pembentukan