PENGEMBANGAN PANDUAN BIMBINGAN KELOMPOK DALAM PENINGKATAN DETERMINASI DIRI (SELF DETERMINATION)
UNTUK PENCEGAHAN AGRESIVITAS SISWA SMK SWASTA KOTA PADANG
TESIS
Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan Gelar Magister Pendidikan
Oleh:
ANNIKE PUTRI WULANDARI NIM. 17151009
PROGRAM STUDI S2 BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2020
ABSTRACT
Annike Putri Wulandari, 2020. "Development Guidance of Group Counseling Guidelines for Increasing Self-Determination for the Prevention of Student Aggressiveness". Thesis. S2 Guidance and Counseling Study Program Faculty of Education, Universitas Negeri Padang.
Decision making by adolescents is an important part in overcoming aggressive behavior. Decision making is reflected in self-determination, because self-determination is more to a person's capacity to choose and determine an action to be achieved. Individuals or adolescents have low self-determination, the individual or adolescent will easily do deviant actions or behaviors, one of which is aggressive behavior. Prevention of aggressiveness through efforts to increase self-determination can be done through the implementation of group guidance services by the guidance and counseling teacher/counselor. Therefore, guidance on group guidance is needed in increasing self-determination for the prevention of aggressiveness. This study aims to: (1) describe self-determination towards aggressiveness, (2) develop and produce guidelines for group guidance that are valid, practical and effective in increasing self-determination for the prevention of aggressiveness that is appropriate to be used by counseling teacher/counselor.
The research method used is development research by following the steps of developing the ADDIE model (Analyze, Design, Development, Implementation and Evaluation). The research trial subjects consisted of 3 experts to test the eligibility of the guidance display, 3 experts to test the eligibility of the guidance material and 4 guidance and counseling teacher/counselor to test the use of the guide. Research data were analyzed using descriptive analysis and non- parametric statistics.
The results showed that: (1) self-determination for the prevention of aggressiveness of students is in the low categories, (2) the guidance of group guidance in increasing self-determination for the prevention of aggressiveness is judged to be content appropriate and very appropriate in appearance, the level of use of the guidelines in the excellent category and the level of effectiveness of the guide has increased before and after being given guidance. Guidance for group guidance in increasing self-determination (prevention of aggressiveness) can be used as a medium by the guidance and counseling teacher/counselor in schools.
Thus, the prototype of the group guidance guide in increasing self determination for prevention of aggressiveness can be utilized by the guidance and counseling teacher/counselor to help students increase self determination for aggression prevention.
Keywords: Guidance Group Guidance, Self-Determination, and Aggressiveness.
ABSTRAK
Annike Putri Wulandari. 2020. “Pengembangan Panduan Bimbingan Kelompok dalam Peningkatan Determinasi Diri (Self Determination) untuk Pencegahan Agresivitas Siswa”. Tesis. Program Studi S2 Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang.
Pengambilan keputusan yang dilakukan remaja merupakan bagian penting dalam mengatasi perilaku agresivitas. Pengambilan keputusan tersebut tergambar dalam determinasi diri (self determination), karena determinasi diri (self determination) lebih kepada kapasitas seseorang untuk memilih dan menentukan suatu tindakan yang hendak dicapainya. Individu memiliki determinasi diri (self determination) rendah akan mudah melakukan tindakan atau perilaku menyimpang salah satunya perilaku agresivitas. Pencegahan agresivitas melalui upaya peningkatan determinasi diri (self determination) dapat dilakukan melalui pelaksanaan layanan bimbingan kelompok oleh Guru BK/Konselor. Oleh karena itu, diperlukan panduan bimbingan kelompok dalam peningkatan determinasi diri (self determination) untuk pencegahan agresivitas. Penelitian ini bertujuan untuk:
(1) mendeskripsikan determinasi diri (self determination) terhadap agresivitas, (2) mengembangkan dan menghasilkan panduan bimbingan kelompok yang valid, praktis dan efektif dalam peningkatan determinasi diri (self determination) untuk pencegahan agresivitas yang layak digunakan oleh Guru BK/Konselor.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian pengembangan dengan mengikuti langkah pengembangan model ADDIE (Analyze, Design, Development, Implementation dan Evaluation). Subjek uji coba penelitian terdiri dari 3 orang ahli untuk menguji kelayakan tampilan panduan, 3 orang ahli untuk menguji kelayakan materi panduan dan 4 orang Guru BK/Konselor untuk menguji keterpakaian panduan. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis deskriptif dan statistik nonparametrik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) determinasi diri (self determination) untuk pencegahan agresivitas siswa berada pada kategori rendah, (2) panduan bimbingan kelompok dalam peningkatan determinasi diri (self determination) untuk pencegahan agresivitas dinilai layak secara isi dan sangat layak secara tampilan, tingkat keterpakaian panduan pada kategori sangat baik dan tingkat efektivitas panduan mengalami peningkatan sebelum dan sesudah diberi panduan. Panduan bimbingan kelompok dalam peningkatan determinasi diri (self determination) untuk pencegahan agresivitas dapat digunakan sebagai media oleh Guru BK/Konselor di sekolah. Dengan demikian, prototype panduan bimbingan kelompok dalam peningkatan determinasi diri (self determination) untuk pencegahan agresivitas dapat dimanfaatkan oleh Guru BK/Konselor untuk membantu siswa meningkatkan determinasi diri (self determination) untuk pencegahan agresivitas.
Kata Kunci: Bimbingan Kelompok, Determinasi Diri (Self Determination) dan Agresivitas.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil`alamin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat, taufik dan hidayah-Nya peneliti dapat menyusun dan menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pengembangan Panduan Bimbingan Kelompok dalam Peningkatan Determinasi Diri (Self Determination) untuk Pencegahan Agresivitas Siswa SMK Swasta Kota Padang”. Shalawat beserta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai rahmatan lil alamin, yang telah membawa petunjuk bagi umat manusia dan semoga kita termasuk umat yang mendapat syafa’at dari beliau nantinya aamiin.
Penyelesaian penelitian ini banyak mendapatkan bimbingan, arahan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu sebagai ungkapan terima kasih dengan rasa hormat peneliti sampaikan kepada.
1. Bapak Prof. Dr. Firman, M.S., Kons. dan Ibu Prof. Dr. Solfema, M. Pd. selaku Dosen Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah sabar dan tulus dalam memberikan masukan, saran, arahan dan semangat bagi peneliti untuk menyelesaikan penelitian ini serta telah mengikutsertakan peneliti dalam penelitian payung beliau.
2. Bapak Prof. Dr. Mudjiran, M.S., Kons. dan Bapak Dr. Alizamar, M. Pd, Kons.
selaku kontributor yang telah memberikan masukan, saran dan arahan dalam menyelesaikan penelitian ini.
3. Bapak Prof. Dr. Mudjiran, M.S., Kons., Ibu Prof. Dr. Neviyarni S. M.S., Kons.
dan Bapak Dr. Afdal, M.Pd., Kons. selaku ahli yang menguji kelayakan tampilan dan materi panduan dalam penelitian ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi S2 Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan berbagai ilmu pengetahuan dalam penyelesaian penelitian ini.
5. Pimpinan dan Staf Program Studi S2 Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Padang yang telah memberikan pelayanan dan kelancaran administrasi penelitian.
6. Ibu Alviolita, S.Pd., Kons., Ibu Egi Dian Febrina, S.Pd., Bapak Nofrizal, S.Pd.
dan Ibu Rian Oktari, S.Pd. selaku Guru BK/Konselor SMK 1 Muhammadiyah Padang yang menguji keterpakaian panduan dalam penelitian ini.
7. Orang tua tercinta, Ayahanda H. Nurzi dan Ibunda Hj. Dolly Armita, S.Pd.I serta adinda Atika Dwita Suri, S.H. dan Fajar Gunawan, S.T. Terima kasih atas semua dukungan moril dan materil, cinta, kasih sayang, do’a, perhatian, semangat dan kepercayaan yang tanpa kenal lelah senantiasa diberikan kepada peneliti.
8. Teman-teman mahasiswa angkatan 2017 Program Studi S2 Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Padang, untuk dukungan, semangat, serta ide-ide terhadap isi penelitian ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu peneliti dalam menyusun penelitian ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala bantuan yang telah diberikan kepada peneliti berupa pahala dan kemuliaan di sisi-Nya. Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan penelitian ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati peneliti mengharapkan saran dan masukan dari semua pihak. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Padang, 13 Agustus 2020 Peneliti
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
PERSETUJUAN AKHIR TESIS ... iii
PERSETUJUAN KOMISI UJIAN TESIS ... iv
PERNYATAAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 10
C. Batasan Masalah ... 13
D. Rumusan Masalah ... 13
E. Tujuan Penelitian ... 14
F. Spesifikasi Produk yang Diharapkan ... 14
G. Pentingnya Penelitian ... 15
H. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan ... 16
I. Definisi Operasional ... 17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 19
1. Agresivitas ... 19
a. Pengertian Agresivitas ... 19
b. Tipe-tipe Agresivitas ... 21
c. Faktor-faktor Penyebab Agresivitas ... 25
2. Determinasi Diri (Self Determination)... 29
a. Pengertian Determinasi Diri (Self Determination) ... 29
b. Aspek-aspek yang Mempengaruhi Determinasi Diri (Self
Determination) ... 32
c. Ciri-ciri individu yang Memiliki Determinasi Diri (Self Determination) ... 34
d. Faktor-faktor Determinasi Diri (Self Determination) ... ... 34
e. Upaya Meningkatkan Determinasi Diri (Self Determination) ... 38
3. Layanan Bimbingan Kelompok ... 39
a. Pengertian Layanan Bimbingan Kelompok ... 39
b. Tujuan Layanan Bimbingan Kelompok ... 42
c. Jenis-jenis Layanan Bimbingan Kelompok ... 44
d. Asas-asas Layanan Bimbingan Kelompok... 46
e. Fungsi Layanan Bimbingan Kelompok ... 47
f. Komponen-komponen Layanan Bimbingan Kelompok ... 48
g. Tahap-tahap Layanan Bimbingan Kelompok ... 51
B. Penelitian Relevan ... 56
C. Kerangka Konseptual ... 58
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 61
B. Model Pengembangan ... 62
C. Prosedur Pengembangan ... 63
D. Uji Coba Produk ... 70
E. Subjek Uji Coba ... 71
F. Jenis Data ... 73
G. Instrumen Pengumpulan Data ... 75
H. Teknik Analisis Data ... 79
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Penyajian Data Pengembangan ... 84
1. Tahap Analisis (Analyze) ... 84
2. Tahap Desain (Design) ... 97
3. Tahap Pengembangan (Development)... 100
4. Tahap Implementasi (Implementation) ... 105
5. Tahap Evaluasi (Evaluation) ... 118
B. Pembahasan ... 121
C. Produk Akhir Pengembangan ... 129
D. Keterbatasan Pengembangan ... 131
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan ... 133
B. Implikasi ... 134
C. Saran ... 135
DAFTAR PUSTAKA ... 136
LAMPIRAN ... 142
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kategorisasi Penskoran Penilaian pada Instrumen Penelitian ... 76
2. Kisi-kisi Angket Determinasi Diri (Self Determination) ... 77
3. Pedoman Skoring Angket Determinasi Diri (Self Determination) ... 78
4. Kisi-kisi Penilaian Ahli tentang Materi Panduan ... 78
5. Kisi-kisi Penilaian Ahli tentang Tampilan Panduan ... 78
6. Kisi-kisi Penilaian Uji Keterpakaian Panduan ... 79
7. Kategori Penskoran dan Persentase Penilaian Ahli ... 80
8. Kategori Penskoran dan Persentase Penilaian Ahli ... 81
9. Kategori Penskoran dan Persentase Penilaian Keterpakaian ... 82
10. Data Determinasi Diri (Self Determination) ... 85
11. Rekapitulasi Determinasi Diri (Self Determination) ... 86
12. Kompetensi ... 86
13. Otonomi ... 87
14. Keterkaitan ... 87
15. Rincian Pengelohan Instrumen Determinasi Diri (Self Determination) ... 88
16. Pemilihan Topik untuk Peningkatan Determinasi Diri ... 93
17. Rancangan Awal Materi ... 95
18. Hasil Wawancara Berkaitan Pelaksanaan Bimbingan Kelompok ... 96
19. Data Hasil Validasi Ahli tentang Materi Panduan ...101
20. Hasil Perhitungan Uji Koefisien Konkordansi Kendall ...102
21. Data Hasil Validasi Ahli tentang Tampilan Panduan ...103
22. Hasil Perhitungan Uji Koefisien Konkordansi Kendall ...104
23. Data Hasil Validasi Keterpakaian ...107
24. Hasil Perhitungan Uji Koefisien Konkordansi Kendall ...108
25. Materi Panduan yang digunakan pada Uji Efektivitas ...110
26. Hasil Pendistribusian Angket Determinasi Diri ...111
27. Hasil Uji Beda Sebelum dan Sesudah diberi Panduan ...112
28. Uji Signifikansi Peningkatan Determinasi Diri...113
29. Gambaran Determinasi Diri (Self Determination) ...114
30. Hasil Uji Pretest-Posttest Aspek Kompetensi ...115
31. Uji Signifikansi Aspek Kompetensi ...115
32. Hasil Uji Pretest-Posttest Aspek Otonomi ...116
33. Uji Signifikansi Aspek Otonomi ...117
34. Hasil Uji Pretest-Posttest Aspek Keterkaitan ...117
35. Uji Signifikansi Aspek Keterkaitan ...118
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Konseptual ... 60
2. Diagram Model ADDIE ... 64
3. Prosedur Pengembangan Rancangan Layanan ... 70
4. Rancangan Penelitian The One Group Pretest Posttest Design... 73
5. Ringkasan Tahapan Pengembangan Panduan ... 120
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Instrumen Penelitian Determinasi Diri (Self Determination) ...142
2. Distribusi Skor Studi Kebutuhan ...149
3. Distribusi Persub Variabel ...151
4. Instrumen Penelitian Uji Kelayakan Materi Panduan ...157
5. Instrumen Penelitian Uji Kelayakan Tampilan Panduan ...164
6. Instrumen Penelitian Uji Keterpakaian Panduan ...171
7. Distribusi Skor Penilaian Uji Kelayakan oleh Para Ahli ...179
8. Distribusi Skor Penilaian Uji Kelayakan oleh Para Ahli ...182
9. Distribusi Skor Penilaian Keterpakaian oleh Guru BK/Konselor ...185
10. Output Uji Koefisien Konkordansi Kendall ...187
11. Output Uji Koefisien Konkordansi Kendall ...189
12. Output Uji Koefisien Konkordansi Kendall kepada Guru BK/Konselor ...191
13. Output Uji Koefisien Konkordansi Kendall Uji Efektivitas ...193
14. Uji Beda Pretest-Posttest Aspek Kompetensi...196
15. Uji Beda Pretest-Posttest Aspek Otonomi ...202
16. Uji Beda Pretest-Posttest Aspek Keterkaitan ...205
17. Surat-surat Penelitian ...208
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agresivitas di lingkungan remaja semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik pada tahun 2007 tercatat 3145 remaja usia ≤ 18 tahun menjadi pelaku tindak kriminal dan terus meningkat menjadi 3280 pada tahun 2007 dan 4123 pada tahun 2008 (Badan Pusat Statistik, 2014).
Moore & Fine (Koeswara, 1988) menjelaskan agresivitas dibagi menjadi dua bagian, yaitu agresivitas fisik dan agresivitas verbal. Agresivitas secara fisik meliputi kekerasan yang dilakukan secara fisik, seperti memukul, menampar, menendang dan lain sebagainya. Selain itu agresivitas secara verbal yaitu penggunaan kata-kata kasar. Berdasarkan hasil penelitian yang ditemukan bahwa 25% remaja di Sumatera Barat melakukan tindakan kekerasan dan agresivitas. Tindakan verbal yang terjadi yaitu memaki, mencela dan mengancam. Sedangkan tindakan non verbal yang dilakukan diantaranya membunuh, menyebabkan korban dirawat di rumah sakit sehingga pelakunya harus berurusan dengan hukum (Nurmina, Firman, Zaheyardam & Ferawati, 2003).
Data KPAI selama bulan Januari-Juli 2016 sebanyak 62 kasus kekerasan fisik, 23 kasus kekerasan psikis, 86 kasus kekerasan seksual, 41 kasus tawuran dan 93 kasus bully dengan anak sebagai pelaku sedangkan untuk perilaku agresivitas secara berkelompok dimanifestasikan dalam bentuk tawuran. Sepanjang tahun 2013 kasus tawuran di seluruh Indonesia telah mencapai 255 kasus dengan total 20 siswa tewas. Keadaan ini meningkat dibandingkan dengan tahun 2012 yang hanya mengalami sebanyak 147 kasus tawuran (Aji, 2013).
Agresivitas yang dilakukan oleh remaja disebabkan karena ketidakseimbangan emosi sehingga mudah terpengaruh oleh lingkungan yang berujung kepada perilaku maladaptif. Hal tersebut dapat dilihat dari kondisi
remaja yang cenderung bebas dan jarang memperhatikan nilai moral yang terkandung dalam setiap perbuatan yang mereka lakukan (Trisnawati, 2014).
Remaja juga dipengaruhi oleh teman sebayanya, oleh sebab itu ketika remaja tidak selektif dalam bergaul akan meniru perilaku-perilaku negatif teman dalam proses pencarian identitas diri. Remaja juga melakukan aksinya secara berkelompok seperti tawuran, pengeroyokan, perusakan fasilitas umum, terjerumus dengan narkoba dan tindakan-tindakan kriminal (Winda &
Dinie, 2015).
Siswa dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) cenderung lebih banyak terlibat kasus kenakalan jika dibandingkan dengan siswa dari Sekolah Menengah Atas (SMA). Berdasarkan pemberitaan ditemukan SMK di Semarang, Provinsi Jawa Tengah yang terlibat aksi tawuran di jalan, sehingga warga setempat berhasil menyita ikat pinggang yang digunakan sebagai senjata tawuran (Sindonews.com, 2013).
Informasi yang diperoleh dari Padang Ekspres (2 Mei 2015) mengungkapkan kasus kekerasan terhadap pelajar terus terjadi di Sumatera Barat baik yang dilakukan antar pelajar maupun guru dengan pelajar. Data Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sumbar, dalam tiga bulan terakhir tercatat sekitar 10 kasus kekerasan terhadap anak atau pelajar terjadi di Sumbar. Pada bulan Maret 2015, karena menolak memberi uang Rp 1.000, (FA) siswa kelas VIII salah satu SMP Negeri di Padang, dipukuli teman sekolahnya hingga pendarahan di otak (Republika.co.id). Selanjutnya diperoleh informasi sebanyak 21 pelajar dari berbagai SMK di Kota Padang, Sumatera Barat, diamankan petugas Polresta Padang, karena melakukan aksi tawuran usai melaksanakan upacara bendera di Lapangan Imam Bonjol Padang (Sindonews.com, 2014).
Data yang diperoleh dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Padang Sumatera Barat mencatat sepanjang tahun 2015 dari 433 kasus tawuran yang ditangani jumlah terbesar kasus tersebut didominasi oleh pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Siswa SMK ada sebanyak 220
kasus tawuran, kemudian diikuti oleh Sekolah Menengah Pertama (SMP) berjumlah sebanyak 90 orang, bukan pelajar berjumlah sebanyak 123 orang.
Harian Haluan Padang (2018) mengungkapkan tawuran antar pelajar kembali terulang di Kota Padang. Dari puluhan yang tawuran, sebanyak 13 pelajar berhasil diringkus Satuan Sabhara Polresta Padang. Mereka yang tawuran juga kedapatan membawa senjata tajam jenis parang, gear motor, obeng, ikat pinggang yang di ujungnya ada besi dan alat lainya.
Dikutip dari halaman republika (2019) tawuran remaja di Padang
“hanya ingin gagah-gagahan”. Pihak kepolisian menilik bahwa tawuran yang melibatkan puluhan remaja di Padang dipicu karena rasa ingin mendapatkan pengakuan diri. Terungkap bahwa motif remaja melakukan tawuran karena ingin mencari pengakuan atau “gagah-gagahan” semata,” kata Kepala Unit Reskrim Polsek Lubeg Ipda Jauhar Rizqullah Sumirat, di Padang. Polisi mengamankan 27 remaja yang hendak melakukan tawuran di kawasan Lubeg, enam di antaranya perempuan.
Perilaku remaja dipengaruhi oleh lingkungan baik itu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Sekolah merupakan lingkungan kedua yang sangat berpengaruh bagi anak setelah lingkungan keluarga. Remaja yang sudah duduk di bangku SMP, SMA dan SMK umumnya menghabiskan waktu sekitar 7 jam sehari di sekolahnya. Ini berarti bahwa hampir sepertiga dari waktunya setiap hari dilewatkan remaja di sekolah. Tidak mengherankan bahwa pengaruh sekolah terhadap perkembangan jiwa remaja cukup besar (Sarwono, 2013).
Lingkungan sosial remaja di sekolah juga mempengaruhi perilaku agresivitasnya. Individu terkadang melakukan tindakan agresivitas demi mendapatkan pengakuan dari kelompok sosialnya, namun cara yang mereka pilih untuk mengaktualisasikan dirinya salah (Nabella, 2016). Hal tersebut menunjukkan bahwa pengambilan keputusan yang dilakukan remaja merupakan bagian penting dalam mengatasi perilaku agresivitas.
Pengambilan keputusan tersebut tergambar dalam determinasi diri (self determination). Determinasi diri (self determination) lebih kepada kapasitas
seseorang untuk memilih dan menentukan suatu tindakan yang hendak dicapainya (Henny, 2014). Determinasi diri dalam prespektif psikologi mendefinisikan determinasi diri sebagai kapasitas seseorang untuk memilih dan memiliki beberapa pilihan untuk menentukan suatu tindakan atau dikatakan kebulatan tekad seseorang atau ketetapan hati seseorang pada suatu tujuan yang hendak dicapainya (Mamahit, 2014). Sehingga dapat dipahami bahwa keputusan individu untuk melakukan tindakan menyimpang pada dasarnya berkaitan dengan determinasi diri (self determination) atau kapasitas dirinya dalam mengambil keputusan untuk mencapai tujuannya yaitu melakukan penyesuai diri secara sosial.
Wawancara yang dilaksanakan dengan guru BK/Konselor SMK Muhammadiyah 1 Padang diperoleh informasi bahwa siswa SMK Muhammadiyah 1 Padang pernah terlibat aksi tawuran dengan alasan dipaksa oleh alumni untuk ikut tawuran. Guru BK/Konselor mengetahui hal tersebut karena ada laporan dari Polresta Padang dari unit Shabara dan beberapa orang anggota TNI, yang berhasil mengamankan pelajar yang ikut tawuran.
Berdasarkan informasi yang diperoleh tersebut dapat dilihat determinasi diri (self determination) siswa atau remaja rendah, hal ini ditandai dengan mudahnya siswa atau remaja mengambil keputusan untuk bertindak tanpa memikirkan resiko baik atau buruk bagi dirinya.
Setiap keputusan yang diambil oleh siswa dalam melakukan suatu tindakan ditentukan oleh determinasi diri (self determination). Pada dasarnya inti dari determinasi diri (self determination) adalah kemampuan manusia untuk menuju kebebasan tanpa pengaruh sehingga individu memiliki tanggung jawab penuh terhadap dirinya sendiri (Ackerman, 2006). Dengan kata lain individu pada dasarnya memiliki kompetensi dalam menentukan pilihannya.
Pengambilan keputusan untuk bertindak atau berperilaku dengan baik lahir dari adanya kemampuan berpikir serta emosi yang menyertainya (Palmer, 2011). Bagi beberapa siswa yang melalui cara-cara positif untuk
mencapai keberhasilannya (memiliki penentuan diri positif), maka secara kognitif siswa tersebut telah mampu mempersepsikan segala peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya secara positif. Pemikiran positif kemudian akan memunculkan perasaan yang positif pula dan hasil dari kesemuanya itu adalah perilaku-perilaku positif. Perilaku positif yang dipilihnya kemudian akan semakin memudahkan siswa tersebut untuk menentukan dirinya.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh signifikan determinasi diri (self determination) terhadap kedisiplinan, karena semakin tinggi determinasi diri (self determination) maka semakin tinggi pula kedisiplinan siswa. Sebaliknya semakin rendah determinasi diri (self determination) maka semakin rendah pula kedisiplinan siswa. Penelitian ini juga menjelaskan bahwa adanya sumbangan efektif determinasi diri (self determination) terhadap kedisiplinan siswa sebesar 48,2% dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain (Abdur, 2016).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa semakin rendahnya determinasi diri (self determination) seseorang maka semakin rentan untuk melakukan tindakan agresivitas karena mudah dipengaruhi oleh teman-temannya untuk melakukan perilaku menyimpang seperti tawuran ataupun mengimitasi kebiasaan menggunakan kata-kata tidak baik yang menjurus kepada agresivitas verbal. Semua itu tidak lepas dari pengaruh teman sebaya, sehingga perlu peran pihak sekolah untuk mengatasi perilaku agresivitas dengan cara meningkatkan determinasi diri (self determination).
Sekolah memiliki peranan penting untuk mempersiapkan peserta didik meraih kesuksesan di masa depan, yaitu dengan mengembangkan potensi, baik yang berhubungan dengan mata pelajaran, maupun yang berhubungan dengan pengembangan diri pribadi, sosial dan karir. Oleh karena itu diperlukannya peran berbagai pihak untuk mengentaskan perilaku agresivitas, salah satunya melalui pelayanan Bimbingan dan Konseling (BK). BK merupakan bagian dari keseluruhan program pendidikan di sekolah, yang
ditunjuk untuk membantu dan memfasilitasi siswa agar mencapai tugas-tugas perkembangan secara optimal (Nengsih, Firman & Iswari, 2015).
Tugas dan fungsi BK di sekolah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 111 Tahun 2014. Isi Permendikbud tersebut secara eksplisit menjelaskan bahwa BK sebagai layanan profesional pada satuan pendidikan yang dilakukan oleh tenaga pendidik professional, yaitu konselor atau guru bimbingan dan konseling untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik/konseli untuk mencapai kemandirian dalam kehidupannya (Permendikbud No. 111 Tahun 2014).
Layanan Bimbingan dan Konseling dapat dimanfaatkan untuk membantu peserta didik atau klien dalam pengentasan permasalahan yang dialaminya serta membantu peserta didik itu sendiri mengembangkan segala potensi yang dimilikinya. Oleh karena itu, BK memiliki beberapa jenis layanan untuk mencapai perkembangan siswa secara optimal yang meliputi:
1) Layanan orientasi, 2) layanan informasi, 3) layanan penempatan dan penyaluran, 4) layanan penguasaan konten, 5) layanan konseling perorangan, 6) layanan bimbingan kelompok, 7) layanan konseling kelompok, 8) layanan konsultasi, 9) layanan mediasi, 10) layanan advokasi (Prayitno, 2012).
Merujuk dari data BPS banyaknya remaja melakukan perilaku agresivitas, maka akan lebih efektif jika di intervensi dengan format kelompok sehingga lebih menghemat waktu dan sekaligus merangkul siswa dalam kelompok berskala besar. Kegiatan tersebut dapat terealisasikan yaitu melalui layanan yang disebut dengan layanan bimbingan kelompok.
Kemudian, layanan bimbingan kelompok yang selama ini dilakukan belum berjalan dengan semestinya, karena belum ada pelaksanaan bimbingan kelompok yang fokus mengentaskan permasalahan agresivitas siswa.
Bimbingan kelompok dapat memberikan kemudahan untuk menemukan tujuan yang diharapkan dalam masalah yang bersifat actual dan umum. Bimbingan kelompok membahas topik-topik umum secara luas dan mendalam yang bermanfaat bagi para anggota kelompok. Selain itu kegiatan
bimbingan kelompok dapat meningkatkan hubungan interaksi siswa, pemahaman akan diri siswa dan lingkungannya.
Bimbingan kelompok memungkinkan peserta didik (konseli) memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu (terutama dari Guru BK/Konselor). Bimbingan kelompok memanfaatkan dinamika kelompok untuk membahas suatu pokok bahasan (topik) tertentu yang berguna untuk menunjang pemahaman dan untuk meningkatkan pengembangan diri baik sebagai individu maupun sebagai pelajar (Sukardi & Desak, 2008).
Bimbingan kelompok dimungkinkan mampu mengurangi perilaku agresivitas siswa sehingga bisa berperilaku positif. Melalui kegiatan yang dilakukan berperilaku baik, peduli, menerima pendapat orang lain, membentuk kerjasama yang baik dalam kelompok tersebut dan sekaligus merasakan menjadi anggota dalam suatu kelompok dan dengan dinamika kelompok mereka akan memahami gejolak-gejolak dan perubahan-perubahan suasana dalam suatu kelompok. Melalui kegiatan berkelompok siswa mendapatkan pengalaman bagaimana membahas suatu permasalahan secara bersama-sama dengan mempertimbangkan pendapat dari masing-masing anggota.
Bimbingan kelompok dapat mengurangi perilaku agresivitas, dengan melakukan bimbingan kelompok dapat membentuk sikap atau perilaku yang positif. Sikap positif yang terbentuk di dalam diri siswa akan memunculkan perilaku yang positif pula, kedua hal tersebut dapat tercipta jika siswa memiliki cara pandang, respon dan penilaian positif terhadap orang lain atau objek tertentu yang ada di sekitarnya serta peristiwa yang di alaminya (Ani &
Rohana, 2016).
Penyelenggaraan bimbingan kelompok selama ini sudah terlaksana, namun masih mengalami keterbatasan dalam pelaksanaannya yang mana topik yang dibahas dalam kegiatan belum menjurus secara khusus kepada peningkatan determinasi diri (self determination) untuk pencegahan tindakan agresivitas siswa. Kemudian panduan selama ini juga belum ada yang membahas secara khusus tentang peningkatan determinasi diri (self
determination) untuk pencegahan agresivitas siswa, karena dibutuhkan penelitian yang mendalam untuk menciptakan sebuah panduan yang cocok untuk permasalahan tersebut.
Bertitik tolak dari uraian di atas, Guru BK/Konselor di sekolah menjadikan perihal tersebut sebagai permasalahan dalam upaya bantuan kepada siswa karena belum menemukan panduan yang cocok dalam peningkatan determinasi diri (self determination) siswa di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) untuk pencegahan agresivitas. Oleh sebab itu, hal ini menarik ditelusuri lebih lanjut melalui penelitian yaitu, bagaimana panduan bimbingan kelompok dalam peningkatan determinasi diri (self determination) untuk pencegahan agresivitas siswa.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, peneliti melakukan kajian umum untuk menyimpulkan identifikasi masalah dalam proses penelitian ini. Agresivitas merupakan salah satu bentuk dari tindakan marak terjadi di lingkungan remaja dan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Agresivititas dipengaruhi oleh teman sebaya, hal ini terlihat dari perilaku remaja yang cenderung meniru perilaku temannya. Remaja melakukan memilih melakukan tindakan agresivitas demi mendapatkan pengakuan dari kelompok sosialnya tanpa memikirkan terlebih dahulu dampak dari perbuatannya. Setiap keputusan yang di ambil dalam melakukan suatu tindakan ditentukan oleh determinasi diri (self determination).
Determinasi diri (self determination) yang rendah semakin rentan untuk melakukan tindakan agresivitas. Determinasi diri (self determination) ini merupakan kapasitas seseorang untuk memilih dan memiliki beberapa pilihan untuk menentukan suatu tindakan atau dikatakan kebulatan tekad seseorang atau ketetapan hati seseorang pada suatu tujuan yang hendak dicapainya (Mamahit, 2014). Sehingga dapat dipahami bahwa keputusan individu untuk melakukan tindakan menyimpang pada dasarnya berkaitan dengan determinasi diri (self determination) atau kapasitas dirinya dalam mengambil keputusan.
Data dari Satpol PP Kota Padang jumlah kasus tindakan agresivitas ini didominasi oleh pelajar SMK. Maraknya perilaku agresivitas di kalangan siswa SMK menjadi permasalahan bagi Guru BK/Konselor dalam memberikan upaya bantuan kepada peserta didik dalam pencegahan hal tersebut. Masih banyak siswa yang melakukan tindakan agresivitas, hal ini dibuktikan dengan perilaku tawuran, pengeroyokan, kekerasan dan sebagainya dengan ini menunjukkan bahwa pencegahan perilaku agresivitas berada pada kategori rendah.
Guru BK/Konselor mempunyai tanggung jawab untuk mencegah siswa dalam melakukan tindakan agresivitas tersebut. Salah satu cara untuk mencegah terjadi tindakan agresivitas ini dengan memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada siswa dalam peningkatan determinasi diri (self determination) untuk pencegahan agresivitas melalui bimbingan kelompok.
Penyelenggaraan bimbingan kelompok selama ini sudah terlaksana, namun masih mengalami keterbatasan dalam pelaksanaannya yang mana topik yang dibahas dalam kegiatan belum menjurus secara khusus kepada peningkatan determinasi diri (self determination) untuk pencegahan tindakan agresivitas siswa. Kemudian panduan selama ini juga belum ada yang membahas secara khusus tentang peningkatan determinasi diri (self determination) untuk pencegahan agresivitas siswa, karena dibutuhkan penelitian yang mendalam untuk menciptakan sebuah panduan yang cocok untuk permasalahan tersebut. Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, maka dapat diidentifikasi masalah dalam penelitian sebagai berikut.
1. Agresivitas perilaku yang marak terjadi di lingkungan remaja dan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
2. Data dari Satpol PP Kota Padang jumlah kasus didominasi oleh pelajar SMK.
3. Determinasi diri (self determination) siswa untuk pencegahan agresivitas tergolong rendah.
4. Maraknya tindakan agresivitas di kalangan siswa menjadi permasalahan bagi Guru BK/Konselor dalam memberikan upaya bantuan kepada siswa dalam pencegahan hal tersebut.
5. Guru BK/Konselor di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) membutuhkan panduan bimbingan kelompok dalam peningkatan determinasi diri (self determination) untuk pencegahan agresivitas siswa.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka batasan masalah pada penelitian ini sebagai berikut.
1. Determinasi diri (self determination) siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) terhadap agresivitas.
2. Panduan bimbingan kelompok yang valid, praktis dan efektif dalam peningkatan determinasi diri (self determination) untuk pencegahan agresivitas siswa yang layak digunakan oleh Guru BK/Konselor.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang telah dikemukakan, maka permasalahan yang akan ditemukan jawabannya sebagai berikut.
1. Bagaimana determinasi diri (self determination) siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) terhadap agresivitas?
2. Bagaimana panduan bimbingan kelompok yang valid, praktis dan efektif dalam peningkatan determinasi diri (self determination) untuk pencegahan agresivitas siswa yang layak digunakan oleh Guru BK/Konselor?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan dan batasan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan dari penelitian ini sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan determinasi diri (self determination) siswa SMK terhadap pencegahan agresivitas.
2. Mengembangkan dan menghasilkan panduan bimbingan kelompok yang valid, praktis dan efektif dalam peningkatan determinasi diri (self
determination) untuk pencegahan agresivitas siswa yang layak digunakan oleh Guru BK/Konselor.
F. Spesifikasi Produk yang Diharapkan
Produk yang akan dihasilkan dari penelitian ini adalah panduan bimbingan kelompok yang dapat digunakan oleh Guru BK/Konselor dalam peningkatan determinasi diri (self determination) untuk pencegahan agresivitas siswa SMK yang spesifik dengan kateristik sebagai berikut.
1. Aspek Isi
Panduan ditampilkan secara berurutan yaitu, cover, kata pengantar, daftar isi, tinjauan umum (deskripsi panduan, kegunaan panduan, pemetaan kompetensi dasar dan indikator, susunan materi, petunjuk umum panduan, rencana pelaksanaan layanan), penutup, daftar pustaka dan kepustakaan gambar.
2. Aspek Kegrafikan
Panduan layanan bimbingan kelompok memilki ukuran kertas A4 dengan orientasi kertas Portrait. Jenis tulisan yang digunakan adalah jenis huruf Century Ghotic, Jokerman dan Monotype Corsiva. Ukuran huruf yang digunakan bervariasi antara 12-16 pts. Gambar-gambar yang digunakan dalam panduan ini menggunakan gambar yang diambil dari berbagai sumber baik dari dokumen pribadi, buku yang mendukung ataupun dari sumber internet.
3. Aspek Bahasa
Panduan dirancang dengan menggunakan bahasa yang lugas, yaitu berkenaan dengan ketepatan struktur kalimat, keefektifan kalimat dan kebakuan istilah. Selain itu, panduan layanan dibuat dengan bahasa yang komunikatif dan interaktif, yang disesuaikan dengan perkembangan siswa.
G. Pentingnya Penelitian
Alasan rasional yang melandasi dikembangkannya panduan bimbingan kelompok dalam peningkatan determinasi diri (self determination) untuk pencegahan agresivitas siswa SMK, sebagai berikut.
1. Bagi siswa, membantu memberikan pemahaman baru dan positif dalam peningkatan determinasi diri (self determination) untuk pencegahan agresivitas.
2. Bagi Guru BK/Konselor, memberikan media yang dapat digunakan sebagai panduan bimbingan kelompok dalam peningkatan determinasi diri (self determination) siswa untuk pencegahan agresivitas.
3. Bagi peneliti lain, sebagai bahan masukan untuk memotivasi timbulnya inspirasi atau ide-ide baru dalam rangka pelaksanaan bimbingan kelompok dalam peningkatan determinasi diri (self determination) siswa untuk pencegahan agresivitas.
H. Asumsi dan Keterbatasan Penelitian 1. Asumsi
Asumsi yang melandasi panduan bimbingan kelompok dalam peningkatan determinasi diri (self determination) untuk pencegahan agresivitas sebagai berikut.
a. Siswa yang memiliki determinasi diri (self determination) yang rendah dalam pencegahan agresivitas dapat ditingkatkan melalui bimbingan kelompok.
b. Guru BK/Konselor di sekolah memerlukan panduan bimbingan kelompok dengan materi peningkatan determinasi diri (self determination) untuk pencegahan agresivitas, sehingga siswa dapat mencapai Kehidupan Efektif Sehari-hari (KES)
c. Panduan layanan yang disusun dapat digunakan oleh Guru BK/Konselor dengan format kelompok.
2. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan pengembangan dari produk yang dihasilkan ialah jika produk yang dihasilkan digunakan pada lapangan yang lebih luas, maka perlu disikapi secara hati-hati yang tentunya disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Hal ini karena produk yang dihasilkan sebatas uji validitas ahli dan uji coba secara terbatas.
I. Definisi Operasional
Penelitian ini berjudul “Pengembangan Panduan Layanan Bimbingan Kelompok dalam Peningkatan Determinasi Diri (Self Determination) untuk Pencegahan Agresivitas (Studi pada Siswa SMK)”. Beberapa istilah yang perlu dijelaskan agar tidak terjadi penafsiran yang berbeda oleh pembaca terhadap istilah yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Layanan Bimbingan Kelompok adalah salah satu jenis layanan bimbingan dan konseling dalam upaya pemberian bantuan oleh guru BK/Konselor yang dilakukan secara terencana dan terorganisir untuk membantu peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan membina hubungan sosial, kegiatan belajar, karir/jabatan, kemampuan pengambilan keputusan, melakukan kegiatan tertentu untuk mencegah berkembangnya masalah dan pemeliharaan nilai-nilai, serta pengembangan keterampilan-keterampilan hidup yang dibutuhkan melalui dinamika kelompok. Pada penelitian ini layanan bimbingan dan konseling dari Guru BK/Konselor untuk memberikan suatu pemahaman positif kepada siswa agar dapat meningkatkan determinasi diri (self determination) untuk pencegahan agresivitas.
2. Determinasi Diri (Self Determination) adalah sebagai kapasitas seseorang untuk memilih dan memiliki beberapa pilihan untuk menentukan suatu tindakan atau dikatakan kebulatan tekad seseorang atau ketetapan hati seseorang pada suatu tujuan yang hendak dicapainya yang menyangkut competence (siap menghadapi lingkungan), autonomy (mampu memilih jalan keluar dalam beberapa situasi) dan relatedness (hubungan dengan orang lain).
3. Agresivitas adalah tindakan atau perilaku yang dilakukan untuk menyakiti atau melukai seseorang dan merupakan suatu luapan emosi sebagai reaksi terhadap kegagalan individu yang ditunjukkan dengan perilaku menciderai orang lain atau pengrusakan benda dengan unsur kesengajaan dalam bentuk kata-kata (verbal) maupun perilaku (non verbal). Agresivitas secara fisik meliputi kekerasan yang dilakukan secara fisik, seperti memukul,
menampar, menendang dan lain sebagainya. Selain itu agresivitas secara verbal adalah penggunaan kata-kata kasar seperti bego, tolol dan lain sebagainya.
4. Panduan adalah sebagai alat atau sarana pembelajaran yang berisi paket belajar mandiri yang di dalamnya termuat materi, metode dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan manarik untuk mencapai tujuan belajar yang diharapkan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori
Pada bagian ini diuraikan teori yang digunakan sebagai landasan dalam membuat panduan bimbingan kelompok dalam peningkatan determinasi diri (self determination) untuk pencegahan agresivitas siswa.
1. Agresivitas
a. Pengertian Agresivitas
Agresivitas mengacu pada keinginan yang relatif merekat untuk menjadi agresif dalam berbagai situasi yang berbeda atau agresivitas dianggap sebagai kecenderungan untuk menjadi agresif (Berkowitz, 2003). Baron & Richarson (Krahe, 2005) mengatakan bahwa agresivitas adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti atau melukai makhluk hidup lain yang terdorong untuk menghindari perlakuan itu.
Agresivitas merupakan perilaku fisik maupun verbal yang diniatkan untuk melukai objek yang menjadi sasaran agresif (Myers, 2002). Secara umum, agresivitas adalah tanggapan yang mampu memberikan stimulus merugikan atau merusak terhadap organisme lain.
Kaplan, Sadock, & Grebb (2010) menjelaskan bahwa agresivitas adalah tipe bentuk perilaku yang diarahkan pada tujuan menyakiti atau melukai orang lain.
Agresivitas sendiri menurut Berkowitz (2003) selalu mengacu pada beberapa jenis perilaku, baik secara fisik maupun simbolis, yang dilakukan dengan tujuan menyakiti. Murray (Chaplin, 2004) mengatakan bahwa agresivitas adalah kebutuhan untuk menyerang, memperkosa atau melukai orang lain untuk meremehkan, merugikan, mengganggu, membahayakan, merusak, menjahati, mengejek, mencemoohkan atau menuduh secara sehat, menghukum berat atau melakukan tindakan sadis lainnya. Dayakisni & Hudaniah (2006) mengartikan agresivitas sebagai
suatu serangan yang dilakukan oleh suatu organism terhadap organisme lain, objek lain dan bahkan dirinya sendiri. Chaplin (2004) mengatakan bahwa agresivitas adalah satu serangan atau serbuan tindakan permusuhan yang ditujukan pada seseorang atau benda.
Sejalan dengan pernyataan di atas Myers (2002) menjelaskan perilaku agresivitas merupakan perilaku yang disengaja baik fisik maupun verbal dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain. Dalam arti tertentu Tedeschi & Felson (Krahe, 2005) menjelaskan agresivitas sebagai perilaku yang ditujukan atau dilakukan dengan niat untuk menimbulkan akibat negatif pada sasarannya, atau sebaliknya akan menimbulkan harapan bahwa tindakan itu menghasilkan sesuatu.
Berdasarkan penjabaran definisi yang diungkapkan oleh beberapa tokoh dapat disimpulkan bahwa agresivitas adalah kecenderungan dari segala bentuk perilaku yang dilakukan baik verbal, fisik ataupun keduanya yang dilakukan secara sadar dan memiliki tujuan untuk menyerang atau menyakiti orang lain ataupun makhluk hidup lain.
b. Tipe-tipe Agresivitas
Perilaku agresivitas menurut Myers (2002) dibagi menjadi dua tipe yaitu.
1) Agresivitas instrumental (Instrumental aggression) yaitu agresivitas yang dilakukan oleh organisme atau individu sebagai alat untuk mencapai tujuan.
2) Agresivitas benci (Hostile Aggression) adalah agresi yang dilakukan semata-mata sebagai pelampiasan keinginan untuk menimbulkan efek kerusakan, kesakitan atau kematian pada sasaran atau korban.
Perilaku agresivitas menurut Buss (Dayakisni & Hudaniah, 2006) dibagi menjadi delapan jenis yakni.
1) Agresivitas fisik aktif langsung, yaitu tindakan agresivitas fisik yang dilakukan oleh suatu perbuatan oleh individu atau kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan individu atau kelompok
lain yang menjadi targetnya dan terjadi kontak fisik secara langsung, seperti memukul, mendorong atau menembak.
2) Agresivitas fisik pasif langsung, yaitu tindakan agresivitas yang dilakukan dengan perbuatan oleh individu ataupun kelompok dengan cara berhadapan secara langsung kepada individu atau kelompok lain yang menjadi target, namun tanpa adanya kontak fisik secara langsung seperti demonstrasi, aksi mogok, aksi diam.
3) Agresivitas fisik aktif tidak langsung, yaitu tindakan agresivitas fisik yang dilakukan oleh individu atau kelompok lain dengan cara tidak berhadapan secara langsung melainkan dengan menggunakan media tertentu misalnya menyuruh orang lain untuk melakukan agresivitas terhadap individu atau kelompok lain yang menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak fisik secara langsung seperti menyuruh orang lain disekitarnya untuk menjadi tidak peduli, apatis, masa bodoh terhadap korban.
4) Agresivitas fisik pasif tidak langsung, yaitu tindakan agresivitas yang dilakukan dengan perbuatan tanpa adanya kontak fisik secara langsung yang dilakukan oleh individu atau kelompok lain namun tidak berhadapan secara langsung dengan individu atau kelompok lain yang menjadi targetnya, seperti merusak harta korban, membakar rumah, menyewa tukang pukul.
5) Agresivitas verbal aktif langsung, yaitu tindakan agresivitas secara verbal yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan individu atau kelompok lain seperti menghina, memaki, marah, mengumpat.
6) Agresivitas verbal pasif langsung, yaitu tindakan agresivitas verbal yang dilakukan individu atau kelompok dengan cara berhadapan langsung dengan individu atau kelompok lain namun tidak terjadi kontak verbal secara langsung seperti menolak bicara, bungkam, dan gerakan tutup mulut.
7) Agresivitas verbal aktif tidak langsung, yaitu tindakan agresivitas secara verbal dan aktif yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung terhadap individu atau kelompok lain yang menjadi targetnya seperti menyebar fitnah, mengadu domba dan menggosip.
8) Agresivitas verbal pasif tidak langsung, yaitu tindakan agresivitas verbal pasif yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan cara tidak berhadapan dengan individu atau kelompok lain yang menjadi targetnya seperti tidak memberi dukungan, tidak menggunakan hak suara.
Sementara itu Medinus dan Jhonson (Dayakisni & Hudaniah, 2006) mengelompokkan agresivitas dalam empat kategori yaitu:
1) Menyerang fisik yang termasuk di dalamnya adalah mendorong, meludahi, menendang, menggigit, meninju, memarahi dan merampas.
2) Menyerang suatu objek yang dimaksud adalah menyerang benda mati atau binatang.
3) Secara verbal atau simbolis, yang termasuk di dalamnya adalah mengancam secara verbal, memburuk-burukkan orang lain, sikap mengancam dan menuntut.
4) Pelanggaran terhadap hak milik atau menyerang daerah orang lain.
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (American Psycological Association, 2005) mengelompokkan agresivitas dalam tujuh kategori yaitu.
1) Sering melakukan membohong, mengancam, atau intimidasi orang lain.
2) Sering memulai perkelahian fisik.
3) Menggunakan senjata yang dapat menyebabkan luka fisik serius pada orang lain (contoh pemukul, batu bata, pecahan botol, pisau dan senapan).
4) Melakukan kekerasan fisik pada orang lain.
5) Melakukan kekerasan fisik pada binatang.
6) Mencuri ketika berhadapan dengan korban (contoh: merampok, menjambret dompet, memeras, perampokan bersenjata).
7) Memaksa seseorang untuk melakukan aktifitas seksual.
Buzz & Perry (Abd-El-Fattah, 2007) membagi tipe agresivitas menjadi empat kelompok yaitu.
1) Physical agression, yaitu tindakan menyakiti, mengganggu, atau membahayakan orang lain melalui respon motorik dalam bentuk fisik.
2) Verbal agression, yaitu tindakan menyakiti, mengganggu, atau membahayakan orang lain melalui respon motorik dalam bentuk verbal.
3) Anger, merupakan suatu bentuk reaksi afektif berupa dorongan fisiologis sebagai tahap persiapan agresi. Beberapa bentuk anger adalah perasaan marah, kesal, sebal, dan bagaimana mengontrol hal tersebut. Termasuk di dalamnya adalah irritability, yaitu mengenai temperamental, kecenderungan untuk cepat marah, dan kesulitan mengendalikan amarah.
4) Hostility, yaitu tergolong kedalam agresi covert (tidak kelihatan).
Hostility mewakili komponen kognitif yang terdiri dari kebencian seperti cemburu dan iri terhadap orang lain, dan kecurigaan seperti adanya ketidakpercayaan, kekhawatiran.
Tipe-tipe agresi yang telah dikemukakan oleh Buzz & Perry (Abd- El-Fattah, 2007) yaitu anger, verbal aggression, physical aggression, dan hostility merupakan aspek dalam pembuatan alat ukur agresivitas karya mereka yaitu The Aggression Questionnaire. Alat ukur yang sama juga akan digunakan penulis dalam melakukan penelitian kali ini dikarenakan aspek-aspek yang digunakan untuk membuat alat ukur ini sudah bisa mewakili dalam pengukuran agresivitas dalam penelitian ini.
c. Faktor-faktor Penyebab Agresivitas
Menurut Sears, Freedman dan Peplau (2009) menyatakan perilaku agresivitas disebabkan oleh dua faktor utama sebagai berikut.
1) Serangan
Serangan merupakan salah satu faktor yang paling sering menjadi penyebab perilaku agresivitas dan muncul dalam bentuk serangan verbal atau serangan fisik. Serangan adalah gangguan yang dilakukan oleh orang lain. Pada umumnya orang akan memunculkan perilaku agresivitas terhadap sumber serangan. Berbagai rangsang yang tidak disukai juga akan menimbukan agresivitas.
2) Frustrasi
Frustasi adalah gangguan atau kegagalan dalam mencapai tujuan, frustrasi (keadaan tidak tercapainya tujuan perilaku) menciptakan suatu menciptakan suatu motif untuk agresivitas. Frustrasi terjadi bila seseorang terhalang oleh suatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, penghargaan atau tindakan tertentu. Menurut Dollard, dkk (Baron & Byrne, 2005) mengemukakan hipotesis bahwa frustrasi menyebabkan agresivitas, hipotesis tersebut kemudian dijadikan postulat “agresi selalu frustrasi”.
Sedangkan Menurut Berkowitz (2003), terdapat sembilan faktor penyebab atau stimulus munculnya perilaku agresivitas yaitu.
1) Frustrasi
Frustrasi bisa mempengaruhi kemungkinan untuk melakukan serangan terbuka, mereka bisa menjadi agresivitas meskipun hanya menemui rintangan yang sifatnya legal atau tak sengaja. Dorongan agresivitas mungkin tidak selalu tampak mata, akan tetapi bisa juga rintangan yang tidak bertentangan dengan kaidah sosial menyebabkan kecenderungan agresivitas.
2) Perasaan negatif
Perasaan negatif merupakan akar dari agresivitas emosional. Salah satu bentuk dari perasaan negatif adalah inferiority feeling. Inferiority
feeling adalah suatu bentuk perasaan negatif terhadap dirinya sendiri (Jalaludin, 1977). Berkowitz (2003) yang mengatakan bahwa individu mengamuk baik secara verbal maupun secara fisik karena merasa terhina atau merasa harga dirinya tersinggung.
3) Pikiran atau kognitif
Penilaian mungkin tidak begitu penting, tetapi jelas bisa mempunyai pengaruh besar. Paling tidak, interpretasi bisa menentukan apakah kejadian emosional menyenangkan atau tidak menyenangkan, seberapa kuat perasaan yang ditimbulkan dan apakah faktor penahan memainkan peranan. Dengan demikian, pikiran dapat mempengaruhi agresivitas seseorang dengan menentukan kejadian emosionalnya terlebih dahulu. Berkowitz (2003) menyatakan bahwa kita menjadi marah hanya ketika kita berkeyakinan bahwa ada yang berbuat salah pada kita atau sengaja mengancam kita, dan kemudian kita ingin menyakiti orang itu karena kemarahan kita.
4) Pengalaman masa kecil
Pengalaman pada waktu masih kecil memiliki kemungkinan untuk menjadikan anak bertindak agresivitas emosional, sehingga waktu dewasa menjadi agresivitas dan anti sosial.
5) Pengaruh teman
Teman merupakan salah satu agen sosialisasi yang dijumpai anak- anak dalam kehidupan, dari waktu kecil hingga dewasa. Teman ini mengajari cara bertindak dalam situasi tertentu, dengan berperan sebagai model dan dengan memberi suatu penerimaan atau dukungan apabila mereka bertindak dengan cara yang dianggap pas.
6) Pengaruh kelompok (geng)
Individu merasa dapat penerimaan dan status di dalam kelompok atau geng, mereka merasa penting dalam geng, sementara di tempat lain tidak berharga. Mereka juga mendapatkan dukungan bahwa pandangan dan sikap mereka bersama itu benar, bahkan bahaya yang mereka takuti dapat diatasi. Dukungan ini memainkan peran penting
pada perilaku agresivitas anak. Seorang anak yang mengalami penyimpangan sosial mungkin tidak berani melanggar hukum, tetapi jika bersama teman-teman anggota geng, ia merasa berani dan aman.
7) Kondisi tidak menyenangkan yang diciptakan orangtua
Kondisi tidak menyenangkan ini dapat berupa memberikan sikap dingin, acuh, tidak konsisten terhadap apa yang diinginkan dari si anak, serta memberikan hukuman yang brutal jika si anak tidak mematuhi perintah. Dari kondisi tak menyenangkan tersebut, dapat dipastikan bahwa anak akan menjadi relatif agresivitas apabila berada di luar lingkungan keluarga.
8) Konflik keluarga
Banyak yang beranggapan bahwa banyak anak nakal korban penyimpangan sosial dari kondisi keluarga abnormal. Hal tersebut dikarenakan mereka tidak hanya tumbuh dalam kemiskinan tetapi juga hanya mempunyai satu orangtua dan bukan dua sehingga mereka belajar untuk tidak menerima norma dan nilai-nilai tradisional masyarakat.
9) Pengaruh model
Pengaruh model terhadap anak juga bisa mempengaruhi kecenderungan agresi anak, tidak perduli apakah orang lain itu ingin ditiru atau tidak. Fenomena ini dalam psikologi disebut dengan modeling dan mendefinisikannya sebagai pengaruh yang timbul ketika orang lain melihat orang lain (model) bertindak dengan cara tertentu dan kemudian meniru perilaku model.
Berdasarkan dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa perilaku agresivitas memiliki banyak faktor penyebab, yaitu faktor yang berasal dari diri individu sendiri maupun dari luar diri individu. Adapun faktor yang berasal dari diri individu, yaitu faktor perasaan frustrasi, perasaan negatif, pikiran atau kognisi, dan pengalaman masa kecil. Sedangkan faktor yang berasal dari luar individu yaitu serangan, pengaruh teman,
pengaruh kelompok, kondisi tidak menyenangkan yang diciptakan orang tua, konflik keluarga, dan pengaruh model.
2. Determinasi Diri (Self Determination)
a. Pengertian Determinasi Diri (Self Determination)
Determinasi diri dalam prespektif psikologi mendefinisikan determinasi diri sebagai kapasitas seseorang untuk memilih dan memiliki beberapa pilihan untuk menentukan suatu tindakan atau dikatakan kebulatan tekad seseorang atau ketetapan hati seseorang pada suatu tujuan yang hendak dicapainya (Mamahit, 2014).
Menurut beberapa pandangan dari ahli penelitian lapangan dan juga ahli teori tentang determinasi diri, menjelaskan bahwa determinasi diri merupakan sebuah kombinasi dari keterampilan (skills), pengetahuan (knowledge) dan kepercayaan (beliefs) yang memungkingkan seseorang untuk menyertakanya dalam penetapan tujuan, regulasi diri, sikap mandiri (Algozzine, Browder, Karvonen, Test & Wood, 2001).
Sedangkan American Heritage Dictionary of the English Language (1992) mendefinisikan determinasi diri adalah “determination of one’s own fate or courseof action without compulsion; free will”. Self- determination, in essence, refers to acting based on one’s own mind or free will, without external compulsion (Wehmeyer, 2004).
American Heritage Dictionary of the English Language (1992) menjelaskan bahwa determinasi diri adalah penentuan dari salah satu nasib kita sendiri atau merupakan bagian dari perlakuan tanpa paksaan (free will). Determinasi diri pada intinya merupakan perilaku yang berdasarkan pikiran kita sendiri bukan adanya paksaan. Sedangkan menurut Ward (Beth Ackerman, 2006) determinasi diri adalah:
Self-determination as the attitudes that allow individuals to specify goals for themselves and the ability to accomplish those aspirations. Self Determination traits underlying self-determination include self- actualization, assertiveness, creativity, pride, and self-advocacy.
Ward menjelaskan bahwa determinasi diri adalah sikap untuk memenuhi atau mencapai tujuan-tujuan spesifiknya dan kemampuan mencapai apa yang dicita-citakannya. Ciri dari determinasi diri didalamnya memuat, aktualisasi diri, ketegasan, kreativitas, penghargaan diri dan pembelaan diri.
Pada dasarnya determinasi merupakan teori yang dapat diaplikasikan dalam cakupan bidang yang luas. Tidak hanya berada dalam bidang psikologi saja, bidang-bidang lain seperti manajemen bisnis dan pendidikan memerlukan sebuah aplikasi dari determinasi itu sendiri. Teori determinasi mengemukakan bahwa terdapat tiga kebutuhan psikologis yang perlu untuk dipenuhi sebagai sebuah urutan perkembagan siswa untuk menuju kehidupan psikis yang lebih baik, yaitu: competence, autonomy dan relatedness (McKinney & Cotronea, 2011).
Selain itu, determinasi diri juga dijelaskan lebih lanjut oleh Deci &
Ryan (1991):
Self-determination theory when applied to the realm of education, is concerned primarily with promoting in students an interest in learning, a valuing of education, and a confidence in their own capacities and attributes. These outcomes are manifestations of being intrinsically motivated and internalizing values and regulatory processes.
Aplikasi teori determinasi pada bidang pendidikan, dikonsentrasikan untuk menarik minat siswa dalam belajar, mengenalkan nilai-nilai dari pendidikan dan kepercayaan pada kapasitas diri dan sifat- sifat diri. Hasilnya akan dimanifestasikan menjadi motivasi intrinsik dan internalisasi nilai dan proses pengaturan diri (self regulation).
Berdasarkan beberapa definisi di atas, determinasi diri dapat dimengerti sebagai motivasi intrinsik yang kemudian membentuk perilaku seseorang dalam menghadapi sebuah kondisi tertentu untuk mencapai tujuan yang ingin diraihnya. Motivasi intrinsik tersebut di
dalamnya memuat dorongan eksternal, dorongan introjeksi, dorongan identifikasi dan dorongan integrasi.
b. Aspek-aspek Determinasi Diri (Self Determination)
Adapun aspek-aspek determinasi diri menurut Deci & Ryan (McKinney & Cotronea, 2011) sebagai berikut.
1) Eksternal
Merupakan dorongan atau keinginan untuk melakukan sesuatu dengan mengharapkan imbalan atau pujian dari orang lain maupun lingkungan atas apa yang telah kita kerjakan.
Eksternal juga merupakan perilaku yang ditunjukkan hanya untuk menghindari hukuman dan mendapatkan penghargaan (Skinner &
deCharms dalam Deci & Ryan, 2002). Ketika para murid awalnya tidak ingin mengerjakan sebuah tugas yang diberikan, namun siswa itu akan mengerjakannya untuk mendapatkan penghargan dan menghindari hukuman.
2) Introjeksi
Menurut kamus besar bahasa indonesia, introjeksi merupakan masukan sikap atau gagasan ke dalam diri seseorang secara tidak sadar. Sedangkan secara pengertian dapat dipahami sebagai dorongan untuk melakukan sesuatu karena jika tidak dilakukan maka seseorang akan merasa malu, bersalah dan merasa cemas.
Introjeksi juga merupakan perilaku yang ditunjukkan untuk menyenangkan orang lain dan adanya keterpaksaan dalam melakukan suatu aktifitas (Skinner & deCharms dalam Deci & Ryan, 2002). Para murid mengerjakan sebuah tugas karena mereka merasa bahwa harus melakukannya dan mungkin merasa bersalah apabila mereka tidak melakukannya (misalnya: belajar untuk menghadapi ujian).
3) Identifikasi
Merupakan proses psikologi yang terjadi pada diri seseorang karena secara tidak sadar individu tersebut membayangkan dirinya seperti orang lain yang dikaguminya, lalu tingkah laku tersebut ditirunya.
Sedangkan dalam teori determinasi itu sendiri identifikasi dipahami sebagai sebuah alasan seseorang untuk bekerja keras dalam mencapai hasil karena seseorag percaya bahwa hal tesebut memang penting dalam mencapai hasil sebagai sokongan tanpa tedensi.
Identifikasi juga merupakan perilaku yang didasarkan pada kepentingan personal (Skinner & deCharms dalam Deci & Ryan, 2002). Para murid melakukan sebuah aktivitas atau mengerjakan sebuah aktivitas karena aktivitas itu secara personal penting bagi diri mereka. Sebagai contoh, seorang murid belajar berjam-jam untuk mendapatkan nilai akademis yang bagus dan dapat mengikuti suatu tes agar dapat diterima di perguruan tinggi. Perilaku ini menggambarkan tujuan murid ini sendiri dan secara sadar dipilih oleh individu
4) Integrasi
Merupakan sebuah pembaruan hingga menjadi satu kesatuan yang utuh dan bulat. Namun dalam determinasi diri integrasi dipahami sebagai sebuah dorongan bagi seseorang untuk bekerja keras karena individu tersebut menikmati dan menurutnya apapun yang dilakukannya cukup menyenangkan. Integrasi juga merupakan perilaku yang menunjukkan bentuk paling bebas, dimana kebutuhan, nilai dan tujuan didukung dari diri sendiri (Skinner & deCharms dalam Deci & Ryan, 2002).
c. Ciri-ciri Individu yang Memiliki Determinasi Diri (self determination)
Seseorang yang memiliki determinasi diri pada dasarnya menunjukkan beberapa hal berikut.
1) Mampu dalam membuat pilihan (choice making) 2) Mampu dalam menentukan pilihan (decision making) 3) Mampu dalam menyelesaikan masalah (problem solving)
4) Mampu dalam menyusun tujuan dan pencapaiannya (goal setting and attainment)
5) Mampu dalam membela dirinya sendiri (Self-Advocacy)
6) Memiliki penerimaan diri dan pengertian terhadap dirinya sendiri (Self awareness and understanding)
7) Mampu untuk mengamati dirinya sendiri, mengevaluasi dirinya sendiri dan pergulatan terhadap dirinya sendiri (self obeservation, evaluation and reinforcement) ( Sheldon, 1995).
d. Faktor-faktor Determinasi Diri (Self Determination)
Determinasi diri pada dasarnya terbentuk setelah beberapa kebutuhan dasar dari indvidu terpenuhi dengan baik (Selvie, 2013).
Adapun beberapa kebutuhan dasar tersebut menurut Deci & Ryan adalah sebagai berikut.
1) Competence (kompetensi)
Kompetensi adalah sebuah tindakan yang efektif sebagai jalan keluar dari situasi yang terjadi pada lingkungan. Pada bidang pendidikan konsep ini merujuk pada kesuksesan hasil pada bidang pendidikan dan pembelajaran yag berkitan erat dengan mengerjakan ujian dengan baik dan teliti dalam beberapa hal.
2) Autonomy (otonomi)
Merupakan dorongan yang telah menjadi sebuah tuntutan pada hidupnya sendiri dan hal-hal yang ada di sekelilingnya. Vansteenkiste, Simons, Sheldon & Deci mencatat bahwa hal ini bukan berarti menjadi individualis diantara orang lain, tetapi lebih kepada mampu untuk memilih tentang jalan keluar dalam beberapa situasi. Pada bidang pendidikan autonomi dapat diartikan memberi siswa pegertian dalam mengkontrol pembelajarannya yang berlebih atau menentukan pada pemilihan di kelas.
3) Relatedness (keterkaitan)
Merupakan kebutuhan yang universal untuk bergaul dengan orang lain dan merasa memiliki keterhubungan pada sebuah kelompok. Pada bidang penelitian dalam pendidikan, dapat didefinisikan ketika siswa merasa memiliki keterhubungan atau menerima gurunya.
Tiga kebutuhan dasar tersebut pada dasarnya perlu untuk dimiliki oleh setiap individu. Jika beberapa kebuhan dasar tersebut terpenuhi, maka individu akan lebih mudah untuk meningkatkan determinasi dirinya. Selain terdapat tiga kebutuhan dasar yang berpengaruh pada peningkatan determinasi diri terdapat juga beberapa faktor lain yang mempengaruhi peningkatan determinasi diri itu sendiri yaitu.
1) Kognitif
Kognitif peting peranannya dalam meningkatkan determinasi diri. Hal tersebut nampak dari definisi determinasi dalam pandangan psikologi yang menyebutkan bahwa determinasi merupakan kapasitas seseorang untuk memilih dan memiliki beberapa pilihan untuk menentukan suatu tindakan atau dikatakan kebulatan tekad seseorang atau ketetapan hati seseorang pada suatu tujuan yang hendak dicapainya (Mamahit, 2014).
Dalam proses memilih dan memiliki beberapa pilihan peran kognitif sangat berpengaruh. Perkembangan kognitif yang baik akan membawa seseorang dalam sebuah penentuan pilihan menjadi semakin positif.
Hal tersebut juga dijelaskan oleh Beth Ackermen “Prospects for self determination are optmized by improving their capacity for autonomous thought and action and by improving the opportunities avaliable to them for effective choice and action” (Beth Ackerman, 2006).
Beth menjelaskan bahwa prospek untuk menentukan determinasi diri dioptimalkan dengan meningkatkan kapasitas diri untuk berpikir otonom dan tindakan dengan meningkatkan kesempatan yang tersedia bagi mereka untuk pilihan dan tindakan yang efektif.
Dari pendapat Beth maka dapat diketahui bahwa determinasi diri dapat meningkat dengan mengotimalkan kapasitas diri dalam berpikir (penggunaan fungsi kognitif) sehingga akan mengarahkan seseorang dalam berpikir secara otonom.