• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Pengetahuan dan Motivasi Ibu Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu Bekerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Tingkat Pengetahuan dan Motivasi Ibu Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu Bekerja"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

Tingkat Pengetahuan dan Motivasi Ibu Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu Bekerja 55

Tingkat Pengetahuan dan Motivasi Ibu Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu Bekerja

Tri Utami Listyaningrum1, Venny Vidayanti2

1,2Prodi S1 Ilmu Keperawatan FIKES UNRIYO Jalan Raya Tajem Km 1,5 Maguwoharjo, Depok, Kecamatan Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta

Email: vey_chan_88@yahoo.co.id

Abstrak

Kendala utama dalam pemberian ASI eksklusif adalah ibu bekerja yang kembali bekerja setelah cuti melahirkan. Selain disebabkan oleh faktor kerja, masih banyak faktor lain yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif. Fenomena yang ditemukan masih ada ibu bekerja yang tidak memberikan ASI eksklusif walaupun mendapat dukungan dari keluarga dan lingkungan kerja. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan motivasi ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja di PT. Globalindo Intimates Klaten. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian deskriptif analitik.

Populasi adalah seluruh ibu bekerja yang mempunyai bayi 6 bulan - 2 tahun pada bulan Mei 2015. Metode pengambilan sampel menggunakan total sampling berjumlah 37 responden. Hasil analisis menggunakan uji Fisher’s Exact Test dengan tingkat kepercayaan 95% dan 0,05, diketahui p-value= 0,022 menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dengan pemberian ASI eksklusif, sedangkan perhitungan motivasi menunjukkan ada hubungan antara motivasi ibu dengan pemberian ASI eksklusif dengan nilai p-value= 0,003. Kesimpulan ada hubungan antara pengetahuan tentang ASI eksklusif dan motivasi ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja di PT. Globalindo Intimates, Klaten.

Kata Kunci: tingkat pengetahuan, motivasi, ASI eksklusif, ibu bekerja

Mother’s Level of Knowledge and Mother’s Motivation Related with The Exclusive Breastfeeding among Working Mothers

Abstract

One of the most problem related to successful exclusive breastfeeding is returning to work after maternity leave. Work and other factors might infl uence exclusive breastfeeding. It is still found that working mothers do not breastfeed even though their family and their working environment support them. This research is to fi nd out the correlations between mother’s level of knowledge, mother’s motivation and the exclusive breastfeeding among working mothers in PT. Globalindo Intimates Klaten. This research was a quantitative with descriptive analytic design. A total sampling method was used to collect the data from 37 working mothers having six- month-old to two-year-old babies. The data were collected in May 2015. The result indicated that there was a positive correlation between mother’s knowledge of exclusive breastfeeding and the practice of exclusive breastfeeding. The Fisher’s Exact Test with the confi dence level of 95% and 0.05 data analysis indicate that the p-value was 0.022. The result also indicated that there was a positive correlation between mother’s motivation and exclusive breastfeeding with p-value 0.003. Conclussion, there was a positive correlation between mother’s knowledge of exclusive breastfeeding and mother’s motivation with practice of exclusive breastfeeding among working mothers in PT. Globalindo Intimates Klaten.

Keywords: level of knowledge, motivation, exclusive breastfeeding, working mothers

DOI : http://dx.doi.org/10.21927/jnki.2016.4(2).55-62

ISSN2354-7642

Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia Tersedia online pada:

http://ejournal.almaata.ac.id/index.php/JNKI

JOURNAL NERS AND MIDWIFERY INDONESIA

Info Artikel:

Artikel dikirim pada 2 Maret 2016 Artikel diterima pada 23 Maret 2016

(2)

PENDAHULUAN

Masalah kesehatan anak di Indonesia dipengaruhi oleh tingginya angka kematian bayi (AKB). Tingginya angka kematian bayi di Indonesia disebabkan oleh kelahiran prematur, infeksi saat kelahiran, rendahnya gizi saat kelahiran, kelainan bawaan (kongenital) serta rendahnya pemberian ASI segera setelah bayi lahir (inisiasi ASI) dan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan bayi (1).

Peningkatan program ASI eksklusif merupakan salah satu bentuk usaha pemerintah dalam pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2014. Upaya pemberian ASI eksklusif bermanfaat bagi bayi dalam meningkatkan kekebalan tubuh dan sebagai nutrisi, hal tersebut berperan dalam menekan Angka Kematian Bayi (2). Capaian ASI Eksklusif Kabupaten Klaten pada tahun 2013 sebesar 80,2%

(terdapat 13.142 bayi yang diberi ASI Eksklusif dari jumlah bayi usia 0-6 bulan sejumlah 16.391 bayi (3).

Kembali bekerja setelah cuti melahirkan merupakan kendala suksesnya pemberian ASI eksklusif. Selain disebabkan oleh faktor tempat bekerja, masih banyak faktor lain yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di PT. Globalindo Intimates Klaten kepada 5 karyawati melalui wawancara menunjukkan hasil bahwa hanya satu orang yang memberikan ASI saja sampai usia bayinya 6 bulan, sisanya 4 orang memberikan ASI saja kurang dari 6 bulan dengan memberikan tambahan susu formula dan cairan lain. Seorang karyawati mengatakan tidak memberikan ASI saja karena produksi ASInya sedikit dan tidak mencukupi kebutuhan bayinya. Mereka yang tidak memberikan ASI eksklusif mengaku memberikan ASI dengan kombinasi susu formula dengan alasan bekerja dan fasilitas ruang memerah ASI yang disedikan pabrik kurang memadai. Pabrik menyediakan ruang poliklinik yang juga digunakan sebagai ruang laktasi, ruang laktasi hanya dibatasi tirai, ruang tersebut tidak dikhususkan untuk memerah ASI saja tetapi juga sebagai ruang pemeriksaan kesehatan karyawan. Ketika ibu sedang memerah ASI di ruang tersebut, ibu merasa terburu-buru dan tidak nyaman, ibu juga mengatakan waktu istirahat yang terbatas yaitu 30 menit. Alasan tersebut yang membuat mereka tidak lagi memanfaatkan fasilitas memerah ASI. Kelima karyawati juga mengatakan tidak pernah mendapatkan penyuluhan khusus dari

pabrik mengenai ASI eksklusif. Mereka memperoleh informasi hanya dari perawat dan petugas poliklinik, sedangkan sumber informasi lainnya diperoleh dari bidan dan petugas posyandu di dekat tempat tinggal mereka. Kelima karyawati tersebut saat ditanya mengenai ASI eksklusif dapat menjelaskan defi nisi ASI eksklusif yaitu air susu ibu yang diberikan sejak bayi dilahirkan hingga usia 6 bulan atau ASI yang diberikan pada bayi usia 0-6 bulan tanpa diberikan makanan atau minuman tambahan.

Seorang responden mengatakan mendapat dukungan dari suami, orang tua kandung, mertua dan perusahaan dalam memberikan ASI eksklusif sehingga memberikan ASI eksklusif pada bayinya, sedangkan empat responden lain mengatakan juga mendapat dukungan dari suami, orang tua kandung, mertua dan perusahaan dalam memberikan ASI eksklusif namun karena keterbatasan fasilitas, waktu dan kesibukan bekerja maka ibu tidak lagi memberikan ASI secara eksklusif. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa ada faktor motivasi ekstrinsik yang mendukung namun belum ada motivasi intrinsik dari ibu. Tujuan penelitian untuk mengetahui tentang hubungan tingkat pengetahuan dan motivasi ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja di PT. Globalindo Intimates Klaten.

BAHAN DAN METODE

Jenis penelitian adalah deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Agustus 2015 di PT.

Globalindo Intimates Klaten. Jumlah populasinya adalah 37 orang. Teknik pengambilan sampel dengan total sampling. Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu ibu yang bekerja di PT. Globalindo Intimates Klaten, bersedia menjadi responden dalam penelitian dan mempunyai anak usia 6 bulan - 2 tahun. Sedangkan kriteria ekslusi dalam penelitian ini yaitu ibu yang dalam masa penelitian dalam keadaan sakit dan ibu yang dalam masa penelitian menyatakan keluar atau berhenti bekerja di PT.

Globalindo Intimates Klaten. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan membagikan tiga buah kuesioner, yaitu kuesioner untuk menilai tingkat pengetahuan, motivasi ibu dan pemberian ASI eksklusif. Kuesioner pengetahuan dan pemberian ASI eksklusif dibuat sendiri oleh peneliti terdiri dari 17 pernyataan tertutup berupa pernyataan favourable dan unfavourable. Instrumen

(3)

Tingkat Pengetahuan dan Motivasi Ibu Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu Bekerja 57 untuk mengukur pemberian ASI eksklusif pada

ibu bekerja, jumlah pertanyaan 5 soal dengan pilihan jawaban ya dan tidak. Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan uji expert judgment dengan meminta pendapat para ahli di bidang Keperawatan Maternitas (4). Kuesioner motivasi diadopsi dari penelitian Suryaningsih, terdiri dari 17 pernyataan dengan hasil uji reliabilitas 0,972 dan item pernyataan sudah dinyatakan valid (5). Analisis univariat untuk mengetahui karakteristik responden (umur, pendidikan dan paritas), pengetahuan tentang ASI eksklusif, motivasi ibu dan pemberian ASI eksklusif. Analisis bivariat menggunakan uji statistik fi sher exact.

HASIL DAN BAHASAN Karakteristik Responden

Distribusi frekuensi karakteristik ibu bekerja di PT. Globalindo Intimates Klaten dibagi berdasarkan usia ibu, pendidikan, dan paritas yang disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Bekerja di PT. Globalindo Intimates Klaten, pada Bulan Mei

2015 (n = 37)

Karakteristik n %

Usia Ibu

< 20 tahun 3 5,4

20 – 35 tahun 32 86,5

>35 tahun 3 8,1

Pendidikan Ibu

Dasar 10 27,0

Menengah 25 67,6

Tinggi 2 5,4

Paritas

Primipara 14 37,8

Multipara 23 62,2

Total 37 100,0

Sumber: Data Primer Tahun 2015

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa karakteristik responden berdasarkan usia, mayoritas ibu menyusui termasuk dalam kategori usia 20–35 tahun sebanyak 32 orang (86,5%). Karakteristik responden berdasarkan pendidikan, mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan menengah sebanyak 25 orang (67,6%). Karakteristik responden berdasarkan paritas, mayoritas responden termasuk kategori multipara sebanyak 23 orang (62,2%). Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Maulida yang

menyatakan bahwa sebagian besar responden adalah yang berusia 20-35 tahun, yaitu sebanyak 35 responden (72,9%) dan sebagian besar memiliki pendidikan pada kategori menengah yaitu sebanyak 25 responden (52,1%) (6).

Hasil analisis menunjukkan bahwa dari segi umur mayoritas responden di PT.Globalindo Intimates Klaten berusia reproduksi sehat. Umur ibu sangat menentukan kesehatan maternal karena berkaitan dengan kondisi kehamilan, nifas, serta cara mengasuh juga menyusui bayinya. Ibu yang berumur kurang dari 20 tahun masih belum matang dan belum siap secara jasmani dan sosial dalam menghadapi kehamilan dan persalinan. Ibu yang berumur 20-35 tahun termasuk dalam masa reproduksi sehat, di mana masa ini pertumbuhan fungsi tubuh berada pada tingkat yang optimal ditandai dengan rangsangaan kelenjar susu dalam memproduksi ASI oleh hormon progesteron dan estrogen (7).Menurut Arini, pada umur 35 tahun lebih, ibu melahirkan termasuk beresiko karena erat kaitannya dengan anemia gizi yang dapat mempengaruhi produksi ASI. Ibu akan lebih banyak menemukan kendala seperti produksi ASI berkurang dan mudah lelah (8).

Karakteristik responden berdasarkan pendidikan hasil penelitian di PT. Globalindo Intimates, Klaten menunjukkan bahwa rata-rata pendidikan ibu adalah pendidikan menengah. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya.

Sebaliknya, jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai- nilai yang baru diperkenalkan. Tingkat pendidikan ibu yang tinggi akan semakin memudahkan ibu dalam menyerap informasi tentang pemberian ASI eksklusif (9).

Karakteristik responden berdasarkan paritas dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu dengan paritas multipara. Ibu multipara menunjukkan angka yang lebih tinggi dalam memberikan ASI eksklusif dibanding ibu primipara, dimana sebagian besar responden memiliki pengalaman menyusui sebelumnya, pengalaman ini akan memperbesar kemungkinan ibu untuk memberikan ASI eksklusif. Ibu yang memiliki pengalaman akan lebih mampu menghadapi kendala yang dirasakan karena sebelumnya sudah pernah menemui kendala yang sama (10).

(4)

Tingkat Pengetahuan Ibu Bekerja tentang ASI Eksklusif di PT. Gobalindo Intimates Klaten, pada Bulan Mei 2015

Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan ibu bekerja tentang ASI eksklusif di PT. Globalindo Intimates Klaten disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang ASI Eksklusif di PT. Gobalindo

Intimates Klaten, pada Bulan Mei 2015 (n = 37)

Tingkat Pengetahuan n %

Baik 19 51,4

Kurang 18 48,6

Total 37 100

Sumber: Data Primer Tahun 2015

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif lebih banyak responden termasuk dalam kategori pengetahuan baik sebanyak 19 orang (51,4%).

Data tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan tentang ASI eksklusif lebih banyak responden berada pada kategori baik. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Robiwala yang menyatakan bahwa tingkat pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif sebagian besar dalam kategori baik sebesar 87,8% (11).

Hasil penelitian masih terdapat responden dengan kategori pengetahuan kurang, kemungkinan hal tersebut dapat terjadi karena responden mengetahui definisi ASI eksklusif namun belum memahami komposisi dan manfaat ASI eksklusif terlihat pada jawaban kuesioner rata-rata responden menjawab salah pada indikator komposisi dan manfaat ASI eksklusif. Hasil penelitian ini didukung oleh Sari, yang menunjukkan bahwa pengetahuan responden sebagian besar adalah dalam kategori kurang yaitu sebanyak 45,7%. Pengetahuan yang kurang dikarenakan ibu yang menjadi responden kurang memahami arti pentingnya ASI eksklusif bagi bayi. Pekerjaan ibu yang sebagian besar sebagai pekerja swasta yaitu sebagai karyawan pabrik dengan tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan informasi mengenai ASI eksklusif tidak dapat dipahami dengan baik. Pengetahuan kurang dalam penelitian ini juga dapat dikarenakan budaya masyarakat yang menganut cara lama dalam mengasuh bayi. Orang tua terdahulu mempunyai anggapan bahwa jika anak menangis adalah pertanda bahwa anak lapar, sehingga ASI saja dianggap tidak cukup dan harus diberikan makanan tambahan lain seperti pisang atau

makanan-makanan lunak lain yang dapat membuat bayi merasa kenyang dan akhirnya tenang (12).

Motivasi Ibu dalam Pemberian ASI Eksklusif di PT.

Gobalindo Intimates Klaten, pada Bulan Mei 2015 Distribusi frekuensi motivasi ibu bekerja dalam pemberian ASI eksklusif di PT. Globalindo Intimates Klaten disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Motivasi Ibu dalam Pemberian ASI Eksklusif di PT. Globalindo Intimates

Klaten, pada Bulan Mei 2015 (n = 37)

Motivasi n %

Tinggi 19 51,4

Rendah 18 48,6

Total 37 100

Sumber: Data Primer Tahun 2015

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa motivasi ibu dalam pemberian ASI eksklusif yang terbanyak responden termasuk dalam kategori motivasi tinggi sebanyak 19 orang (51,4%) dan motivasi rendah sebanyak 18 orang (48,6%). Data tersebut menunjukkan bahwa motivasi ibu dalam pemberian ASI eksklusif lebih banyak responden berada pada kategori motivasi tinggi, meskipun banyak responden dalam kategori motivasi tinggi namun masih terdapat responden dengan motivasi rendah. Hal tersebut terjadi karena masih rendahnya tingkat pendidikan ibu.

Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Nia, didapatkan hasil sebagian besar 26 responden atau (68,4%) ibu bermotivasi rendah dalam pemberian ASI eksklusif(13). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Indah dan Dian dari 28 responden, sebanyak 53,6% responden berpendidikan dasar. Motivasi seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan rendah otomatis pengetahuan yang dimiliki juga sedikit, maka maka informasi yang diperoleh akan lebih sulit diterima dengan baik sehingga motivasi yang ada dari dalam diri ibu juga rendah (14).

Hasil penelitian tidak sejalan dengan hasil penelitian Maulida, yang menyatakan bahwa sebagian besar responden memiliki motivasi dalam memberikan ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan berada pada kategori sedang yaitu sebanyak 21 responden (43,7%), dan sebagian kecil responden memiliki motivasi tinggi yaitu sebanyak 13 responden (27,1%) (6).

(5)

Tingkat Pengetahuan dan Motivasi Ibu Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu Bekerja 59 Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu Bekerja di PT.

Gobalindo Intimates Klaten, pada Bulan Mei 2015 Distribusi frekuensi pemberian ASI eksklusif di PT. Globalindo Intimates Klaten disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu Bekerja di PT. Gobalindo Intimates Klaten,

pada Bulan Mei 2015 (n = 37)

Pemberian ASI n %

Eksklusif 18 48,6

Tidak Eksklusif 19 51,4

Total 37 100

Sumber: Data Primer Tahun 2015

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja lebih banyak responden termasuk dalam kategori ASI tidak eksklusif sebanyak 19 orang (51,4%) dan sebanyak 18 orang (48,6%) termasuk dalam kategori ASI eksklusif.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Wulan, yang menunjukan bahwa sebagian besar responden tidak memberikan ASI eksklusif, yaitu sejumlah 49 responden (76,6%) (15).

Hal ini dikarenakan ibu kurang memahami manfaat pemberian ASI eksklusif pada bayinya. Padahal menurut Maryunani, keuntungan ASI Eksklusif bagi bayi yaitu mendapatkan zat antibody alami, mengurangi resiko alergi, sterilisai ASI terjamin dan ASI lebih mudah dicerna dan diserap oleh usus bayi. Ibu yang bekerja cenderung akan memberikan susu formula kepada bayinya saat meninggalkan bayinya (16).

Berdasarkan hasil penelitian Sari, diketahui bahwa sebagian besar ibu tidak memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya yaitu sebanyak 85,7%. Banyaknya ibu yang tidak memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya disebabkan oleh berbagai macam faktor. Ibu yang menjadi responden penelitian ini semuanya bekerja di luar rumah.

Aktivitas bekerja di luar rumah inilah yang menjadi faktor penentu rendahnya pemberian ASI eksklusif kepada bayinya hingga usia 6 bulan. Pada ibu bekerja pemberian ASI eksklusif sering kali mengalami hambatan karena jam kerja yang sangat terbatas dan kesibukan dalam melaksanakan pekerjaan (12).

Menurut Haryani, pada ibu bekerja yang tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya, ditemukan beberapa alasan, antara lain: adanya rasa malas dari ibu, karena tuntutan beban kerja yang tinggi, waktu cuti yang sedikit, sarana prasarana yang kurang dan adannya tuntutan kebutuhan ekonomi keluarga.

Sehingga para ibu tersebut memilih untuk tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya, sebagian besar memberikan ASI hanya 1 bulan saja dan selanjutnya pemberian ASI dicampur atau diganti dengan susu formula (17).

Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Pemberian ASI Eksklusif

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa pada kategori responden dengan pengetahuan baik sebagian besar memberikan ASI eksklusif sebanyak 13 orang (35,1%) sedangkan responden dengan kategori pengetahuan kurang sebagian besar tidak memberikan ASI eksklusif sebanyak 13 orang (35,1%). Hasil analisis dapat diketahui bahwa p-value =0,022 (<0,05) yang artinya ada hubungan antara pengetahuan tentang ASI eksklusif dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja di PT.

Globalindo Intimates, Klaten.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Diana, yang menyatakan bahwa fenomena kurangnya pemberian ASI eksklusif disebabkan oleh pengetahuan ibu yang kurang memadai tentang ASI eksklusif, beredarnya mitos yang kurang baik, serta kesibukan ibu bekerja dan singkatnya cuti melahirkan merupakan alasan yang diungkapkan oleh ibu yang tidak menyusui secara eksklusif (18). Hal ini kemungkinan disebabkan

Tabel 5. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Pemberian ASI Eksklusif di PT. Gobalindo Intimates Klaten, pada Bulan Mei 2015 (n = 37)

Pengetahuan tentang ASI

Eksklusif

Pemberian ASI

Fisher Exact Test Eksklusif % Tidak

Eksklusif %

Baik 13 35,1 6 16,2

0,022

Kurang 5 13,5 13 35,1

Jumlah 18 19

Sumber: Data Primer Tahun 2015

(6)

karena faktor pekerjaan dimana lingkungan kerja adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan (9).

Fenomena yang didapatkan di PT. Globalindo Intimates Klaten bahwa perusahaan sangat mendukung pemberian ASI eksklusif. Adanya fasilitas poliklinik dengan ruang laktasi dengan satu dokter dan perawat dapat memudahkan ibu bekerja untuk mendapatkan informasi, bila ibu kurang memahami tentang ASI eksklusif maka dapat bertanya pada petugas kesehatan di poliklinik. Informasi tersebut yang akan menambah pengetahuan ibu bekerja.

Laurance Green dalam Notoadmodjo, mengatakan bahwa perilaku seseorang terbentuk dari 3 faktor, salah satunya adalah faktor predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan dipengaruhi oleh 3 faktor, satu di antaranya adalah pendidikan (19). Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah seseorang untuk menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki dan sebaliknya makin rendah pendidikan seseorang maka akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Tingkat pendidikan ibu yang rendah mengakibatkan kurangnya pengetahuan ibu dalam menghadapi masalah, terutama dalam pemberian ASI eksklusif. Pengetahuan ini diperoleh baik secara formal maupun informal. Sedangkan ibu-ibu yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi, umumnya terbuka menerima perubahan atau hal- hal guna pemeliharaan kesehatannya. Pendidikan juga akan membuat seseorang terdorong untuk ingin tahu mencari pengalaman sehingga informasi yang diterima akan menjadi pengetahuan.

Umur juga mempengaruhi pengetahuan, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Arini bahwa semakin meningkat umur maka persentase berpengetahuan semakin baik karena disebabkan oleh akses informasi, wawasan, dan mobilitas yang masih rendah. Arini juga berpendapat bahwa semakin meningkatnya umur dan tingkat kematangan maka kekuatan seseorang dalam berpikir dan bekerja juga akan lebih matang (8).

Pengetahuan bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif hal ini dapat dilihat dari hasil analisis tabel silang dimana masih terdapat 16,2% responden dengan pengetahuan baik namun tidak memberikan ASI

eksklusif, hal ini diasumsikan adanya faktor lain yang mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian ASI eksklusif seperti faktor kejiwaan ibu, faktor dari bayi sendiri, kelainan payudara, lingkungan dan kebudayaan.

Hubungan antara Motivasi Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif

Hubungan antara motivasi ibu bekerja dengan pemberian ASI eksklusif di PT. Gobalindo Intimates Klaten disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Hubungan antara Motivasi Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif di PT. Globalindo Intimates

Klaten, pada Bulan Mei 2015 (n = 37)

Motivasi

Pemberian ASI Fisher Exact Eksklusif % Tidak Test

Eksklusif %

Tinggi 14 37,8 5 13,5

0,003

Rendah 4 10,8 14 37,8

Jumlah 18 19

Sumber: Data Primer Tahun 2015

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa pada kategori responden dengan motivasi tinggi sebagian besar memberikan ASI eksklusif sebanyak 14 orang (37,8%), sedangkan responden dengan kategori motivasi rendah sebagian besar memberikan ASI tidak eksklusif sebanyak 14 orang (37,8%). Hasil analisis diperoleh p-value=0,003 (< 0,05). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa ada hubungan antara motivasi ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja di PT. Globalindo Intimates, Klaten.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Indrayani, bahwa ada hubungan dukungan suami dengan motivasi ibu nifas dalam memberikan ASI eksklusif di puskesmas Tegalrejo Yogyakarta dengan nilai p-value=0,002 (20).Penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif dimana responden dengan motivasi tinggi akan memberikan ASI eksklusif.

Penelitian yang telah dilakukan di PT. Globalindo Intimates Klaten masih menunjukkan adanya responden dengan motivasi tinggi namun tidak memberikan ASI eksklusif yaitu sebesar (13,5%), kemungkinan hal tersebut karena mereka terlalu sibuk dan tidak bisa meninggalkan pekerjaan mereka dalam waktu yang lama, sehingga mereka membiasakan bayi mereka minum dari botol dengan susu formula atau makanan tambahan sejak dini. Hasil penelitian

(7)

Tingkat Pengetahuan dan Motivasi Ibu Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu Bekerja 61 juga menunjukkan masih ada responden dengan

motivasi rendah hal tersebut kemungkinan karena belum adanya motivasi intrinsik yang kuat pada responden di mana motivasi intrinsik datang dari hati sanubari umumnya karena kesadaran (21).

Hasil analisis regresi Dianning, menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif adalah faktor status pekerjaan (22). Responden yang tidak bekerja berpeluang untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya 4 kali dibanding responden yang bekerja, setelah dikontrol oleh faktor usia, urutan kelahiran bayi, dukungan petugas kesehatan dan sosial budaya. Ketika wanita sudah memutuskan untuk bekerja, wanita harus siap menjalankan peran ganda yang disandangnya. Peran ganda seperti ini yang menjadi permasalahan. Dampak ibu bekerja pada anak sangat luas, dapat menyangkut kesehatan, keamanan, kebahagiaan, pendidikan anak dan sebagainya. Hal ini dikarenakan saat ibu bekerja di luar rumah anak dititipkan pada saudara, atau nenek ataupun pembantu. Dengan demikian, saat ibu bekerja anak sangat tergantung pada siapa tokoh yang menggantikan ibu ketika meninggalkan rumah.

Pulang dari kerja, kondisi fi sik dan mental yang lelah setelah bekerja sepanjang hari telah menghambat kelancaran produksi ASI. Hal ini mengurungkan niat ibu bekerja untuk memberikan ASI eksklusif. Pada ibu yang bekerja, singkatnya masa cuti hamil atau melahirkan mengakibatkan sebelum masa pemberian ASI eksklusif berakhir sudah harus kembali bekerja.

Hal ini mengganggu upaya pemberian ASI eksklusif.

ASI eksklusif harus dijalani selama 6 bulan tanpa intervensi makanan dan minuman lain, sedangkan cuti hamil dan melahirkan hanya diberikan selama 3 bulan (22).

Menurut penelitian Angrayni, salah satu faktor yang dapat mempengaruhi suksesnya pemberian ASI eksklusif adalah adanya dukungan keluarga yaitu suami. Keluarga adalah orang terdekat dari ibu yang dapat berhubungan langsung secara emosional. Adanya dukungan dari keluarga dapat berupa motivasi bagi ibu untuk terus menyusui seperti membantu pekerjaan rumah selagi ibu menyusui dan membantu menyediakan makanan bergizi bagi ibu yang dapat mempengaruhi psikologis ibu sehingga produksi ASI lebih lancar. Adapun dukungan keluarga yang diperoleh ibu saat memberikan ASI eksklusif seperti keluarga menganjurkan ibu untuk menyusui dibanding memberikan susu formula,

dan tidak pernah disarankan dalam memberi makanan tambahan pada usia bayi 6 bulan pertama.

Dukungan keluarga yang rendah akan mengurangi motivasi ibu untuk memberikan ASI secara eksklusif pada bayinya (23).

SIMPULAN DAN SARAN

Karakteristik responden mayoritas responden berusia 20-35 tahun, mayoritas responden termasuk dalam kategori pendidikan menengah, sebagian besar ibu termasuk kategori paritas multipara.

Tingkat pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif lebih banyak responden berpengetahuan baik dibanding responden dengan pengetahuan kurang. Motivasi ibu dalam pemberian ASI eksklusif dibagi dalam dua kategori yaitu responden dengan motivasi tinggi lebih banyak dibanding responden dengan motivasi rendah. Pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja di PT. Globalindo Intimates Klaten sebagian besar responden termasuk dalam kategori ASI tidak eksklusif, lebih banyak dibanding responden dalam kategori ASI eksklusif, Ada hubungan tingkat pengetahuan dan motivasi ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja di PT. Globalindo Intimates Klaten.

Bagi ibu bekerja di PT. Globalindo Intimates Klaten hendaknya dapat memanfaatkan kebijakan dan fasilitas laktasi di perusahaan secara maksimal untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif. Bagi peneliti selanjutnya hendaknya dapat melakukan penelitian yang lebih mendalam tentang faktor-faktor lain yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif.

RUJUKAN

1. BPS, BKKBN, Kementrian Kesehatan. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012. Jakarta; 2012.

2. Dinkes Provinsi Jawa Tengah. Profi l Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013. Jawa Tengah;

2013.

3. Dinkes Kabupaten Klaten. Profil Kesehatan Kabupaten Klaten Tahun 2013. Klaten; 2014.

4. Sugiyono. Statistika untuk Penelitian. Bandung:

Alfabeta; 2015.

5. Suryaningsih. Pengaruh Demonstrasi ASI dan Pendampingan Menyusui Terhadap Motivasi dan Kemampuan Ibu dalam Pemberian ASI.

Universitas Indonesia; 2012.

6. Maulida H, Afi fah E, Sari DP. Tingkat Ekonomi

(8)

dan Motivasi Ibu dalam Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di Bidan Praktek Swasta (BPS) Ummi Latifah Argomulyo, Sedayu Yogyakarta. J Ners dan Kebidanan Indones.

2015;3(2):117–23.

7. Rahmawati A, Burhanuddin B, Abdul S. Hubungan antara Karakteristik Ibu, Petugas Kesehatan, dan dukungan Keluarga dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Bonto Cani Kabupaten Bone. Makasar; 2013.

8. Arini. Mengapa Seorang Ibu Menyusui?

Yogyakarta: Flash Book; 2012.

9. Mubarak WI. Promosi Kesehatan. Yogyakarta:

Graha Ilmu; 2007.

10. Lestari A, Mira T, Restuning W. Motivasi Ibu Bekerja dalam Memberikan Asi Eksklusif di PT.

Dewhirst Men’s Wear Indonesia. Bandung; 2012.

11. Robiwala ME, Ciptorini D, Handini KD.

Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Asi Eksklusif Dengan Pemberian Asi Saja Di Wilayah Kerja Puskesmas Kokap 1 Kabupaten Kulon Progo Propinsi Yogyakarta. J Med Respati.

2013;8(1):1–18.

12. Sari, Budi, Wening. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Bekerja dengan Pemberian ASI Eksklusif di Desa Sumberejo Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. Semarang; 2011.

13. Nia AH. Motivasi pemberian asi eksklusif pada primipara Di Wilayah Kerja Puskesmas Jetis, Ponorogo [Internet]. 2013. Available from: http://

onesearch.id/Record/IOS2857-oai:eprints.umpo.

ac.id:326

14. Indah, Dian. Hubungan antara Motivasi dengan Pemberian ASI Eksklusif di Desa Balun Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan. 2008.

15. Wulan AS. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif di Desa Bawen Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang.

Ungaran; 2013.

16. Maryunani, Nurhayati. Asuhan Kegawatdaruratan dan Penyakit pada Neonatus. Jakarta: Trans Info Medika; 2012.

17. Haryani. Alasan Tidak Diberikan ASI Eksklusif Oleh Ibu Bekerja Di Kota Mataram Nusa Tenggara Barat. Universitas Udayana; 2014.

18. Diana. Faktor yang Berperan dalam Kegagalan Praktik Pemberian Asi Eksklusif Studi Kualitatif di Kecamatan Tembalang, Kota Semarang.

Universitas Diponegoro; 2007.

19. Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: PT. Rineka Cipta; 2007.

20. Indrayani, Tutik, Bernadeta. Hubungan Dukungan Suami dengan Motivasi Ibu Nifas dalam Memberikan ASI Eksklusif di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta. Yogyakarta; 2011.

21. Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar.

Jakarta: PT. Raja Grafi ndo Persada; 2011.

22. Dianning M, Rahmawati. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu Menyusui di Kelurahan Pedalangan Kecamatan Banyumanik Kota Semarang. J Kesmadaska.

2010;1(1):8–17.

23. Angrayni, Aminuddin, Hendrayati. Gambaran Pengetahuan, Pekerjaan dan Dukungan Keluarga Terhadap Pemberian ASI Eksklusif Pada A Bayi Umur 6-11 Bulan ULAN Di I Puskesmas Antang PERUMNAS Kota Makassar. 2013.

(9)

Pengetahuan Berhubungan dengan Sikap Ibu dalam Kemampuan Menstimulasi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Balita 63

Pengetahuan Berhubungan dengan Sikap Ibu dalam Kemampuan Menstimulasi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Balita dengan Gizi

Kurang

Sulistiyawati1 , M. Ros Mistyca H. Pere

1 Universitas Alma Ata Yogyakarta

Jalan Ringroad Barat Daya No 1 Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta

2Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Husada Yogyakarta Jalan Babarsari, Glendongan, Daerah Istimewa Yogyakarta

Email: jellistya@yahoo.com

Abstrak

Gizi merupakan faktor penting dalam menentukan tingkat kesehatan. Keadaan gizi kurang pada anak mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan anak. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya sikap dan tindakan ibu dalam menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak yang mendapat stimulasi terarah akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang tidak mendapat stimulasi. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan sikap ibu dalam kemampuan menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak balita dengan gizi kurang di Desa Banaran Wilayah kerja Puskesmas Galur II Kulon Progo Yogyakarta. Jenis penelitian yang digunakan adalah survei analitik, dengan metode pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling, jumlah responden 43 orang. Analisis bivariate yang digunakan adalah uji korelasi Spearman rank. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan ibu dengan kategori baik sebesar 25,6%, kategori cukup sebesar 67,4%, dan kategori kurang sebesar 7,0%, sedangkan sikap ibu menunjukkan 23,3% dalam kategori baik, 62,8% dalam kategori cukup, dan 14,0% dalam kategori kurang. Hasil uji statistik diketahui nilai r sebesar 0,467 dengan signifi kansi korelasi sebesar 0,002. Kesimpulan ada hubungan antara pengetahuan dengan sikap ibu dalam kemampuan menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak balita dengan gizi kurang di Desa Banaran Wilayah kerja Puskesmas Galur II Kulon Progo Yogyakarta.

Kata Kunci: gizi, pengetahuan, sikap, stimulasi pertumbuhan dan perkembangan

The Knowledge is Related with Mother Attitude in The Ability of Stimulating Growth and Development of Young Children with Less

Nutrition

Abstract

Nutrition is an important factor in determining the level of health. The state of malnutrition in children results in impaired growth and development of children. Knowledge or cognitive domain is very important for the formation of maternal attitudes and actions in stimulating the growth and development of children.

Children who are directed stimulation will grow faster than children who did not receive stimulation. The purpose of study is to know the relationship of knowledge with mother attitude in the ability to stimulating growth and development of young children with less nutrition in Banaran village work area Galur II Health Centers Kulon Progo Yogyakarta. This type of research is an analytic survey, with the cross sectional approach. The sampling technique is purposive sampling, with 43 respondents. Bivariate analysis used Spearman Rank correlation. The results showed the knowledge of mothers with 25.6% in good category category, 67.4% in enough category, and 7,0% in less category. While the mother’s attitude showed 18.6% in good categories, and 81.4% in enough category. The results of the statistical test showed r=0.467 with a signifi cance level of correlation coeffi cient 0.002. Conclusion, the research indicated that signifi cant relationship between knowledge with mother attitude in the ability to stimulating growth and

ISSN2354-7642

Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia Tersedia online pada:

http://ejournal.almaata.ac.id/index.php/JNKI

JOURNAL NERS AND MIDWIFERY INDONESIA

(10)

ma u pun dari lingkungannya (biologis d an psikososial). Untuk lingkungan biologis, salah satu faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak balita adalah gizi. Faktor psikososial yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak adalah stimulasi. Anak yang mendapat stimulasi terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang atau tidak mendapat stimulasi. Oleh karena itu, bagi balita yang mengalami gizi kurang stimulasi yang diberikan oleh ibu menjadi penentu terhadap status gizi anak tersebut (5).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Galur II Kulon Progo Yogyakarta pada tanggal 3 Desember 2013, diketahui bahwa Puskesmas Galur II membawahi 3 desa yaitu Desa Banaran, Kranggan, dan Nomporejo.

Jumlah balita yang ada di Puskesmas pada bulan November sebanyak 635 balita, sedangkan balita yang mengalami gizi kurang sebanyak 75 balita.

Desa Banaran merupakan desa dengan jumlah balita sebanyak 347 balita dengan prevalensi balita gizi kurang tertinggi yaitu sebanyak 43 balita (57,3%).

Hasil wawancara yang dilakukan dengan ibu yang memiliki anak balita gizi kurang didapatkan hasil bahwa ibu menganggap kondisi yang dialami anaknya merupakan sesuatu yang seringkali terjadi pada anaknya sejak bayi dan cara untuk meningkatkan status gizi anaknya yaitu dengan memberi asupan gizi seadanya dikarenakan pendapatan keluarga yang kurang memadai. Selain itu, belum ada upaya yang signifi kan dari ibu dalam menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anaknya, karena ibu menganggap bahwa anak akan tumbuh dan berkembang seiring dengan bertambahnya usia anak. Hasil wawancara yang dilakukan dengan petugas kesehatan gizi didapatkan bahwa program pemeriksaan dan pemantauan di posyandu, memotivasi ibu balita, konsultasi gizi, adanya pusat pemulihan gizi (PMG) merupakan upaya yang telah dilakukan oleh puskesmas dalam PENDAHULUAN

Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, dan gizi lebih. Keadaan gizi yang kurang baik bahkan buruk merupakan salah satu penyebab yang paling menonjol terhadap tingginya angka kematian balita di negara-negara berkembang khususnya Indonesia(1).

Balita adalah anak yang berumur 0-59 bulan, dimana pada masa ini ditandai dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, disertai adanya perubahan yang memerlukan zat-zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dengan kualitas tinggi. Dengan demikian balita termasuk kelompok rawan gizi karena mereka lebih mudah menderita kelainan gizi seperti gizi kurang maupun gizi lebih (2).

Masalah gizi kurang secara garis besar disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor langsung dan faktor tidak langsung. Faktor langsung yang mempengaruhi gizi kurang adalah asupan makanan (energi dan protein) dan penyakit penyerta, sedangkan faktor tidak langsung adalah tingkat pengetahuan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, pola asuh, sosial budaya, ketersediaan pangan, pelayanan kesehatan dan faktor lingkungan (3).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya sikap dan tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian, ternyata perilaku yang didasari pengetahuan akan bertahan lebih lama daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan, sedangkan pengetahuan seseorang akan menentukan suatu keutuhan sikapnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan ibu yang baik tentunya dapat menunjang sikap ibu dalam menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan balita yang mengalami gizi kurang (4).

Pertumbuhan dan perkembangan setiap anak tidak sama karena banyak faktor yang mempengaruhi baik dari dalam diri anak (genetik)

development of young children with less nutrition in Banaran village work area Galur II Health Centers Kulon Progo Yogyakarta.

Keywords: nutrition, knowledge, attitude, stimulation of growth and development

Info Artikel:

Artikel dikirim pada 9 Januari 2016 Artikel diterima pada 20 Januari 2016

DOI : http://dx.doi.org/10.21927/jnki.2016.4(2).63-69

(11)

Pengetahuan Berhubungan dengan Sikap Ibu dalam Kemampuan Menstimulasi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Balita 65 penanggulangan masalah gizi anak balita. Masalah gizi

kurang atau bahkan buruk disebabkan karena penyakit penyerta, pola asuh orang tua, masalah ekonomi, sanitasi lingkungan yang buruk, serta kurangnya pemahaman orang tua tentang asupan gizi.

Tujuan penelitian untuk menganalisis lebih lanjut tentang hubungan pengetahuan dengan sikap ibu dalam kemampuan menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan pada anak balita gizi kurang di Desa Banaran Wilayah Kerja Puskesmas Galur II Kulon Progo Yogyakarta.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non eksperimen dengan jenis penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu dari anak balita gizi kurang di Desa Banaran Wilayah Kerja Puskesmas Galur II Kulon Progo Yogyakarta. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 43 balita yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai anak balita dengan gizi kurang di Desa Banaran Wilayah Kerja Puskesmas Galur II Kulon Progo Yogykarta, ibu yang berusia ≤40 tahun, ibu yang bersedia menjadi responden dan ibu yang bisa membaca dan menulis.

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai anak balita gizi kurang yang berusia

≥5 tahun, ibu yang tidak bertempat tinggal di Desa Banaran Wilayah Kerja Puskesmas Galur II Kulon Progo Yogyakarta, dan ibu yang mengalami gangguan kejiwaan atau keterbelakangan. Alat penelitian menggunakan kuesioner yang sudah dilakukan uji validitas di Desa Kranggan Wilayah Kerja Puskesmas Galur II Kulon Progo Yogyakarta pada bulan April 2014, tepatnya pada minggu pertama dan dilakukan oleh peneliti. Jumlah responden yang dijadikan sampel sebanyak 20 orang. Analisis bivariate menggunakan korelasi spearman rank.

HASIL DAN BAHASAN Analisis Univariate Karakteristik Responden

Karakteristik responden terbagi atas 2, yaitu karakteristik ibu dan karakteristik anak. Karakteristik ibu terdiri dari pendidikan, pekerjaan, dan usia ibu, sedangkan karakteristik anak terdiri dari usia anak.

Hasil distribusi frekuensi karakteristik responden dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Desa Banaran Wilayah Kerja Puskesmas Galur II Kulon Progo Yogyakarta pada

Bulan Mei 2014 (n=43)

Karakteristik f %

Pendidikan

SD 3 7,0

SLTP 23 53,5

SLTA 17 39,5

Pekerjaan

Ibu Rumah Tangga 19 44,2

Wiraswasta 4 9,3

Tani/Buruh 20 46,5

Usia Ibu

20-30 tahun 28 67,4

31-40 tahun 15 32,6

Usia Balita

0-12 bulan 3 7,0

1-3 tahun 22 51,2

4-6 tahun 18 41,8

Total 43 100

Sumber: Data Primer Tahun 2014

Berdasarkan Tabel 1, diperoleh hasil yaitu untuk karakteristik ibu berdasarkan pendidikan, yang memiliki persentase tertinggi adalah SLTP (53,5%) dan persentase terendah adalah SD (7,0%). Untuk karakteristik ibu berdasarkan pekerjaan, diketahui bahwa buruh/tani memiliki persentase tertinggi (46,5%), sedangkan persentase terendah adalah wiraswasta (9,3%). Untuk karakteristik ibu berdasarkan usia, diketahui bahwa ibu usia 20-35 tahun memiliki persentase tertinggi (67,4%), sedangkan persentase terendah yaitu pada ibu usia 31-40 tahun (32,6%).

Selanjutnya, untuk karakteristik anak berdasarkan usia diketahui bahwa anak yang berusia 1-3 tahun memiliki persentase tertinggi (51,2%).

Berdasarkan karakteristik pendidikan, diketahui bahwa sebagian besar ibu berpendidikan SLTP, hal ini menunjukkan rata-rata pendidikan ibu yang memiliki anak balita gizi kurang di Desa Banaran Wilayah Kerja Puskesmas Galur II Kulon progo Yogyakarta adalah tingkat menengah. Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor yang sangat penting karena semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin tinggi pula dalam hal pengetahuan, sikap, dan praktik. Pendidikan yang rendah menyebabkan ibu sulit menerima informasi tentang stimulasi pertumbuhan dan perkembangan pada anak balita gizi kurang.

(12)

Berdasarkan karakteristik pekerjaan, diketahui bahwa sebagian besar pekerjaan ibu adalah sebagai tani dan buruh. Ibu yang berprofesi sebagai tani dan buruh tidak memiliki banyak waktu untuk dapat memenuhi kebutuhan gizi, mengasuh anak, dan memberikan stimulasi pada anak, sehingga sikap ibu dalam menstimulasi juga dapat berpengaruh dalam pertumbuhan dan perkembangan anaknya.

Dengan adanya sikap yang baik dari ibu maka akan menunjang perilaku yang baik dalam menstimulasi tumbuh kembang anak.

Berdasarkan karakteristik usia ibu, sebagian besar responden berusia 20-30 tahun. Hal ini menunjukkan dari segi usia ibu rata-rata usia reproduktif. Usia reproduktif merupakan usia dimana seorang wanita masih bisa memiliki keturunan, di usia seperti ini diharapkan bagi seorang ibu untuk lebih berperan aktif dalam kegiatan program kesehatan yang dilakukan oleh puskesmas, agar lebih banyak menerima informasi tentang kesehatan, terutama masalah kesehatan reproduksi, kesejahteraan keluarga serta masalah kesehatan ibu dan anak.

Berdasarkan karakteristik usia anak, diketahui bahwa sebagian besar anak usia balita yang menderita gizi kurang adalah yang berusia 1-3 tahun (toddler).

Anak usia toddler merupakan anak yang aktif, mereka lebih senang bermain dan memiliki aktifi tas yang lebih banyak karena rasa ingin tahunya yang tinggi, sehingga menyebabkan anak susah makan dan anak lebih suka dengan jenis makanan tertentu, apabila hal ini dibiarkan maka akan berdampak pada status gizi dan tumbuh kembang anak terganggu.

Pengetahuan Ibu

Distribusi frekuensi pengetahuan ibu dalam menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan balita dengan gizi kurang di Desa Banaran wilayah kerja Puskesmas Galur II Kulon Progo Yogyakarta pada Bulan Mei 2014 disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu dalam menstimulasi Pertumbuhan dan Perkembangan Balita dengan Gizi Kurang di Desa Banaran Wilayah

Kerja Puskesmas Galur II Kulon Progo Yogyakarta pada Bulan Mei 2014 (n=43)

Pengetahuan Ibu f %

Baik 11 25,6

Cukup 29 67,4

Kurang 3 7,0

Total 43 100,0

Sumber: Data Primer Tahun 2014

Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa sebagian besar ibu yang mempunyai anak dengan gizi kurang di Desa Banaran wilayah kerja Puskesmas Galur II Kulon Progo Yogyakarta, memiliki pengetahuan cukup yaitu sebanyak 29 orang (67,4%), pengetahuan baik sebanyak 11 orang (25,6%), dan pengetahuan kurang sebanyak 3 orang (7,0%). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Kurniawati yang menyatakan bahwa pengetahuan ibu tentang stimulasi tumbuh kembang balita menunjukkan sebagian besar responden memiliki pengetahuan baik sebanyak 60% (6).

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pengetahuan ibu dalam menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak balita gizi kurang di Desa Banaran Wilayah Kerja Puskesmas Galur II Kulon Progo Yogyakarta termasuk dalam kategori cukup.

Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan, dimana sebagian besar pendidikan ibu adalah tingkat menengah (SLTP). Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan orang atau keluarga dalam masyarakat.

Berdasarkan karakteristik pekerjaan, sebagian besar pekerjaan ibu adalah tani dan buruh, sehingga berakibat pada kurangnya informasi mengenai bagaimana menstimulasi anak dengan gizi kurang sehingga anak tidak dapat bertumbuh dan berkembang secara optimal.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang dan sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Informasi juga mempengaruhi pengetahuan karena informasi adalah sebagai pemberitahuan seseorang tentang adanya informasi baru mengenai suatu hal yang memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap yang baik (4).

Oleh karena itu, anak membutuhkan lingkungan keluarga (ibu) untuk dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarya melalui pemberian rangsangan (stimulasi), pendidikan, untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak dapat bertumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan usianya (7).

Sikap Ibu

Distribusi frekuensi sikap ibu dalam menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan balita dengan gizi kurang di Desa Banaran wilayah kerja Puskesmas Galur II Kulon Progo Yogyakarta Pada Bulan Mei 2014 disajikan dalam Tabel 3.

(13)

Pengetahuan Berhubungan dengan Sikap Ibu dalam Kemampuan Menstimulasi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Balita 67 Tabel 3. Distribusi Frekuensi Sikap Ibu dalam

menstimulasi Pertumbuhan dan Perkembangan pada Balita dengan Gizi Kurang di Desa Banaran Wilayah

Kerja Puskesmas Galur II Kulon Progo Yogyakarta pada Bulan Mei 2014 (n=43)

Sikap Ibu f %

Baik 10 23,3

Cukup 27 62,8

Kurang 6 14,0

Total 43 100,0

Sumber: Data Primer Tahun 2014

Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu yang memiliki sikap cukup sebanyak 35 orang (81,4%), sikap baik sebanyak 8 orang (18,6%).

Salah satu cara efektif untuk dapat meningkatkan sikap ibu dalam menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak adalah dengan memberikan informasi yang bermanfaat, baik melalui media massa maupun tenaga kesehatan setempat tentang pentingnya menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak balita dengan gizi kurang sehingga dapat memberikan pemahaman yang baru dan mengubah pola pikir ibu.

Sikap seseorang akan memberikan warna atau corak pada perilaku atau perbuatan orang yang bersangkutan. Jadi, dengan mengetahui sikap seseorang, orang akan mendapatkan gambaran kemungkinan perilaku yang timbul dari orang yang bersangkutan. Sikap timbul karena adanya stimulus sehingga terbentuknya suatu sikap dimana sikap ini dipengaruhi oleh lingkungan sosial, kebudayaan, keluarga, norma, dan adat istiadat (8).

Lingkungan atau termasuk kebudayaan sangat berpengaruh dalam membentuk pribadi seseorang karena kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah.

Oleh karena itu, pengalaman pribadi juga akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita

terhadap stimulus sosial sehingga penghayatan itu akan membentuk suatu sikap yang positif atau sikap negatif, tergantung pada berbagai faktor lain (9).

Namun tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Seringkali suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego, dan sikap demikian merupakan sikap yang sementara, sehingga dalam hal ini pengaruh orang lain yang dianggap penting sangat dibutuhkan karena orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Orang yang dianggap penting itu adalah orang tua, teman sebaya, teman dekat, istri atau suami dan lain-lain (9).

Analisis Bivariat

Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Ibu dalam Menstimulasi Pertumbuhan dan Perkembangan pada Anak Balita dengan Gizi Kurang

Hasil analisis data hubungan pengetahuan dengan sikap ibu dalam menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan pada anak balita dengan gizi kurang di Desa Banaran Wilayah Kerja Puskesmas Galur II Kulon Progo Yogyakarta pada Bulan Mei 2014 disajikan pada Tabel 4.

Berdasarkan Tabel 4, menunjukkan hasil tabulasi silang antara pengetahuan dengan sikap ibu dalam menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan pada anak balita dengan gizi kurang di Desa Banaran Wilayah Kerja Puskesmas Galur II Kulon Progo Yogyakarta, yaitu ibu dengan pengetahuan baik sebanyak 11 orang (25,6%), pengetahuan cukup sebanyak 29 orang (67,4%), dan pengetahuan kurang sebanyak 3 orang (7,0%). Ibu dengan sikap baik sebanyak 10 orang (23,3%), sikap cukup sebanyak 27 orang (62,8%), dan sikap kurang sebanyak 6 orang

Tabel 4. Distribusi Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Ibu dalam menstimulasi Pertumbuhan dan Perkembangan pada anak balita dengan gizi kurang di Desa Banaran Wilayah Kerja Puskesmas Galur II Kulon

Progo Yogyakarta pada Bulan Mei 2014 (n=43)

Variabel Pengetahuan

Sikap Total

Rank

Spearman Probabilitas

Kurang Cukup Baik

f %

f % f % f %

Baik 1 2,33 6 14,0 4 9,3 11 25,6

0,467 0,002

Cukup 4 9,30 19 44,2 6 14,0 29 67,4

Kurang 1 2,33 2 4,6 0 0,0 3 7,0

Total 6 14,0 27 62,8 10 23,3 43 100

(14)

(14,0%). Jadi, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pengetahuan ibu dan sikap ibu dalam kategori cukup yaitu sebanyak 19 responden (44,2%).

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji korelasi spearman rank antara pengetahuan dengan sikap ibu dalam menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan pada anak balita dengan gizi kurang, didapatkan nilai koefi sien korelasi 0,467, dengan nilai probabilitas sebesar 0,002. Hasil perbandingan antara nilai probabilitas menunjukkan bahwa nilai probabilitas lebih kecil dari level of signifi cant 5% (0,002<0,05).

Nilai koefi sien korelasi 0,467 menunjukkan keeratan yang cukup kuat antara pengetahuan dengan sikap ibu dalam kemampuan menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan pada anak balita gizi kurang.

Gambaran pengetahuan ibu dalam menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak menunjukkan bahwa ibu dengan tingkat pengetahuan cukup memiliki jumlah tertinggi. Selain itu, gambaran sikap ibu dalam menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak menunjukkan bahwa ibu dengan sikap cukup memiliki jumlah tertinggi. Pengetahuan yang baik dapat berpengaruh pada terbentuknya sikap yang baik pada ibu dalam menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anaknya.

Menurut Kusuma, bahwa orangtua memiliki peran yang penting untuk merangsang potensi yang dimiliki oleh anak. Tugas pengasuhan umumnya diserahkan kepada ibu yang didasarkan pada pengetahuan yang dimilikinya. Salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah tingkat pendidikan ibu. Apabila ibu memiliki pengetahuan tinggi maka akan lebih aktif dalam pengasuhan anak (10).

Pengetahuan ibu tentang perkembangan anak sangatlah berpengaruh pada sikap dan perilaku ibu untuk lebih berinteraksi dengan anak serta memberikan stimulasi dini yang tepat sehingga secara tidak langsung akan berpengaruh pada perkembangan anak. Ibu yang memiliki pengetahuan tentang perkembangan anak cenderung akan menciptakan lingkungan yang sesuai untuk munculnya kemampuan anak (11). Tamis-LeMonda melakukan penelitian di Brooklyn dan New York mengenai Pengetahuan Ibu Muda tentang Perkembangan Anak, hasilnya adalah secara umum ibu muda mengetahui tahap- tahap perkembangan anak namun ibu kurang mengetahui onset munculnya kemampuan baru anaknya sehingga terjadi underestimate dan overestimate terhadap milestone perkembangan anaknya (11).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan seseorang selalu mempengaruhi sikap. Sikap tersebut lahir sebagai suatu respon yang muncul ketika seseorang dihadapkan dengan stimulus yang berasal dari individu. Biasanya sikap itu muncul dari proses terhadap respon secara sadar yang dinilai positif negatif, baik buruk, menyenangkan atau tidak meneyenangkan. Hal tersebut dapat diartikan bahwa pengetahuan memiliki hubungan yang kuat dengan sikap. Hubungan ini mempunyai arti bahwa semakin baik pengetahuan ibu dalam menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak balita, maka semakin baik pula sikap ibu dalam menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak (9).

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil dan bahasan dapat disimpulkan bahwa karakteristik ibu sebagian besar ibu berpendidikan SLTP, ibu bekerja sebagai buruh dan tani, dan anak balita berusia 1-3 tahun (toddler).

Pengetahuan ibu dalam menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak balita gizi kurang dalam kategori cukup dan sikap ibu dalam menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak balita gizi kurang dalam kategori cukup. Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan sikap ibu dalam menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak balita gizi kurang di Desa Banaran Wilayah Kerja Puskesmas Galur II Kulon Progo Yogyakarta.

Pengelola Puskesmas Galur II Kulon Progo Yogyakarta diharapkan untuk tetap meningkatkan pelayanan berupa pendidikan kesehatan atau berupa informasi terkait gizi kurang sehingga dapat meningkatkan kesadaran dan menambah wawasan baru yang berfokus pada ibu yang mempunyai anak balita dengan status gizi kurang dan dengan demikian dapat terbentuk sikap yang baik dari ibu. Selain itu, diharapkan Puskesmas bisa memanfaatkan therapeutic feeding centre (TFC) yang telah tersedia di Puskesmas sebagai suatu pusat terapi yang dapat bermanfaat untuk menurunkan angka kejadian gizi buruk maupun gizi kurang di Wilayah Kerja Puskesmas tersebut.

Bagi perawat diharapkan dari banyaknya beban tugas yang dilaksanakan di Puskesmas, perawat tetap memberikan informasi dan pendidikan kesehatan bagi ibu yang memiliki anak balita gizi kurang, sehingga ibu dapat memahami bagaimana cara terbaik untuk tetap mengoptimalkan status kesehatan serta pertumbuhan dan perkembangan anaknya.

(15)

Pengetahuan Berhubungan dengan Sikap Ibu dalam Kemampuan Menstimulasi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Balita 69 RUJUKAN

1. Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama; 2003.

2. Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC; 2002.

3. Depkes RI. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar.

Jakarta; 2010.

4. Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta; 2007.

5. Sugiyono. Statistik untuk Penelitian. Bandung:

Alfabeta; 2009.

6. Kurniawati A, Hanifah L. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Stimulasi Tumbuh Kembang Balita Dengan Perkembangan Balita Usia 12-36 Bulan Di Posyandu Kasih Ibu 7 Banyu Urip Klego Boyolali Tahun 2014. J Kebidanan Indones

[Internet]. 2015;6(1):83–100. Available from:

http://jurnal.akbid-mu.ac.id/index.php/jurnalmus/

article/view/68

7. Supartini Y. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawan Anak. Jakarta: EGC; 2004.

8. Walgito B. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. 4th ed. Yogyakarta: Andi Offset; 2005.

9. Azwar S. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2009.

10. Kusuma R. Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang tumbuh kembang anak dan perkembangan motorik halus balita di Wilayah Kerja Puskesmas Penumping Surakarta. 2012.

11. Tamis-Lemonda CS, Shannon J, Spellmann M.

Low-income adolescent mothers’ knowledge about domains of child development. Infant Ment Health J [Internet]. 2002 Feb;23(1-2):88–103. Available from: http://doi.wiley.com/10.1002/imhj.10006

(16)

Senam Otak (Brain Gym) Berpengaruh terhadap Tingkat Stres pada Anak Usia Sekolah Kelas V di SD Negeri Pokoh 1 Wedomartani

Ngemplak Sleman Yogyakarta

Yunita Dikir1, Atik Badi’ah2, Lala Budi Fitriana3

1,2,3 Universitas Respati Yogyakarta

Jalan Raya Tajem Km 1,5, Maguwoharjo, Depok, Kecamatan Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Email: lbfi triana@gmail.com

Abstrak

Kegiatan belajar yang berlebihan dapat menimbulkan stres pada anak. Penyebab anak stres di Indonesia mencapai 82,8% yang berasal dari rutinitas anak yang sangat padat. Data Komisi Naional perlindungan anak mencatat rata-rata 200 kasus setiap bulan meningkat 28%. Senam otak (brain gym) digunakan sebagai salah satu kegiatan untuk mengatasi masalah stres pada anak dan meningkatkan daya ingat. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh senam otak (brain gym) terhadap tingkat stres pada anak usia sekolah kelas V di SD Negeri Pokoh 1 Wedomartani Ngemplak Sleman Yogyakarta. Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi experiment dengan rancangan One-Group pre and post-test design. Subyek penelitian yaitu seluruh anak kelas V di SD Negeri Pokoh 1 Wedomartani Ngemplak Sleman Yogyakarta tahun 2014 sebanyak 36 siswa.

Pengambilan sampel dengan teknik total sampling dan analisis data menggunakan uji wilcoxon. Hasil tingkat stres pada anak sebelum diberi perlakuan senam otak (brain gym) sebagian besar berada pada kategori sedang (50,0%) dan sesudah diberi perlakuan senam otak (brain gym) sebagian besar tingkat stres pada anak berada pada kategori normal (75,0%). Uji statistik menggunakan uji wilcoxon menunjukan hasil yaitu p-value 0,000 <0,05. Kesimpulan ada pengaruh senam otak (brain gym) terhadap tingkat stres sebelum dan sesudah perlakuan pada anak kelas V di SD Negeri Pokoh 1 Wedomartani Ngemplak Sleman Yogyakarta.

Kata Kunci: senam otak (brain gym), tingkat stres, anak usia sekolah

The Effect of Brain Gym on Stress Levels in School-Age Children of Fifth Grade at SD Negeri Pokoh 1 Wedomartani Ngemplak Sleman Yogyakarta

Abstract

Learning activities may cause excessive stress IN children. 82.8% of the causes of stress in children in Indonesian are from their very tight routine. Data of the National Commission for Children Protection show an average of 200 cases per month which increases 28%. Brain gym is used as one of the activities to address the issue of stress in children and to improve memory. This research is aimed at identifying the effect of brain gym on stress levels in school-age children of fi fth grade at SD Negeri Pokoh 1 Wedomartani Ngemplak Sleman Yogyakarta. This research is a quasi-experimental research with one-group pre and post-test design. The subjects of the research were all fi fth grade students at SD Negeri Pokoh 1 Wedomartani Ngemplak Sleman Yogyakarta in 2014, numbering 36 students. Sampling employed a total sampling and data were analyzed using the wilcoxon test. The results showed that the stress level of children before the brain gym given was mostly in the moderate category (50.0%) and after the brain gym given was mostly in the normal category (75.0%). The statistical test using the wilcoxon test generated p-value of 0.000 <0.05. Conclusion, there was a signifi cant effect of brain gym on stress levels before and after treatment in the fi fth grade students at SD Negeri Pokoh 1 Wedomartani Ngemplak Sleman Yogyakarta.

Keywords: brain gym, stress levels, school-age children

DOI : http://dx.doi.org/10.21927/jnki.2016.4(2).70-74

ISSN2354-7642

Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia Tersedia online pada:

http://ejournal.almaata.ac.id/index.php/JNKI

JOURNAL NERS AND MIDWIFERY INDONESIA

Info Artikel:

Artikel dikirim pada 23 Maret 2016 Artikel diterima pada 23 April 2016

Gambar

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Bekerja  di PT.  Globalindo Intimates Klaten, pada Bulan Mei
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan  Ibu Bekerja Tentang ASI Eksklusif di PT
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Eksklusif  pada Ibu Bekerja di PT. Gobalindo Intimates Klaten,
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik  Responden di Desa Banaran Wilayah Kerja  Puskesmas Galur II Kulon Progo Yogyakarta pada
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu bekerja, dalam memberikan ASI eksklusif termotivasi secara ekstrinsik dengan integrated regulation sebagai level motivasi yang

dengan motivasi pemberian ASI Eksklusif di kecamatan Bayat kabupaten Klaten. Dari rumusan masalah tersebut peneliti memilih judul dalam penelitian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat Pengetahuan Suami Bekerja Tentang ASI Eksklusif di Posyandu Gendeng Bangunjiwo Kasihan Bantul, sebagian besar adalah

Pada kelompok responden yang memberikan ASI eksklusif, sebagian besar frekuensi pemberian ASI termasuk dalam kategori baik yaitu setiap kali bayi menangis (82,40%) sedangkan

Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rachmaniah (2014) menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan ibu sangat berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif ,

Hasil penelitian ini didapatkan 4 kategori tentang pengalaman ibu bekerja dalam memberikan ASI eksklusif yaitu pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dan ASI perah, motivasi ibu dalam

Penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan Andarsari (2011) didapatkan bahwa sebagian besar pengetahuan Ibu bekerja tentang ASI eksklusif dalam

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif lebih banyak dari pada yang memberi ASI secara eksklusif pada bayi usia 6-24