• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Tanaman Belimbing Wuluh 2.1.1 Belimbing Wuluh

Belimbing wuluh merupakan salah satu spesies dalam keluarga belimbing (Averrhoa). Diperkirakan tanaman ini berasal dari daerah Amerika tropik.

Tanaman ini tumbuh baik di negara asalnya sedangkan di Indonesia banyak dipelihara di pekarangan dan kadang-kadang tumbuh secara liar di ladang atau tepi hutan (Thomas, 2007).

Gambar 2.1 Belimbing wuluh (Iptek, 2007)

Fisiologi tanaman ini secara umum adalah pohon kecil, tinggi mencapai 10m dengan batang yang tidak begitu besar dan mempunyai garis tengah hanya sekitar 30 cm. Ditanam sebagai pohon buah, kadang tumbuh liar dan ditemukan dari dataran rendah sampai 500 m dpl. Belimbing wuluh mempunyai batang kasar berbenjol-benjol, percabangan sedikit, yang cenderung mengarah ke atas. Cabang muda berambut halus seperti beludru, warnanya coklat muda. Daun berupa daun majemuk meryirip ganjil dengan 21-45 pasang anak daun, pucuk daun berwarna coklat muda. Anak daun bertangkai pendek, bentuknya bulat telur sampai lonjong, ujung runcing, pangkal membundar, tepi rata, panjang 2-10 cm, lebar l-3 cm, warnanya hijau, permukaan bawah hijau muda. Perbungaan berupa malai, berkelompok, keluar dari tabang atau percabangan yang besar, bunga kecil-kecil

(2)

5

berbentuk bintang warnanya ungu kemerahan. Buahnya berbentuk bulat lonjong bersegi hingga seperti torpedo, panjangnya 4-10 cm. Warna buah ketika muda hijau, dengan sisa kelopak bunga menempel pada ujungnya. Apabila buah sudah masak, maka buah berwarna kuning atau kuning pucat. Daging buahnya berair banyak dan rasanya asam (bervariasi hingga manis sebetulnya). Kulit buahnyaberkilap dan tipis. Biji bentuknya bulat telur, gepeng. Perbanyakan dengan biji dan cangkok (Iptek, 2007; Anonim, 2007).

2.1.2 Klasifikasi Belimbing Wuluh

Klasifikasi ilmiah belimbing wuluh adalah ( Anonim, 2007):

Kerajaan : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Oxalidales

Familia : Oxalidaceae

Genus : Averrhoa

Spesies : Averrhoa blimbi

Terdapat dua varietas dari tumbuhan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) yaitu yang menghasilkan buah berwarna hijau dan kuning muda atau sering pula dianggap berwarna putih (Thomas, 2007). Pemeliharaan tanaman ini cukup mudah yang terpenting, ditanam ditempat terbuka, kelembaban tanah selalu dijaga, dan pohon diberi cukup air (Salsa, 2007).

2.1.3 Kandungan Belimbing Wuluh

Buah belimbing wuluh mengandung banyak vitamin C alami yang berguna sebagai penambah daya tahan tubuh dan perlindungan terhadap berbagai penyakit.

Belimbing wuluh mempunyai kandungan unsur kimia yang disebut asam oksalat dan kalium (Iptek, 2007). Sedangkan berdasarkan hasil pemeriksaan kandungan kimia buah belimbing wuluh yang dilakukan Herlih (1993) menunjukkan bahwa buah belimbing wuluh mengandung golongan senyawa oksalat, minyak menguap, fenol, flavonoid dan pektin Flavonoid diduga merupakan senyawa aktif antibakteri yang terkandung dalam buah belimbing wuluh (Zakaria et al, 2007).

(3)

6

Hasil identifikasi Wong and Wong (1995) menunjukkan bahwa 47,8% total senyawa volatil yang terdapat dalam buah belimbing wuluh merupakan asam alifatik, asam heksadekanoat (20,4%), dan asam yang paling dominan adalah (Z)- 9-oktadekar Sedangkan senyawa ester yang dominan adalah butil nikotinat (1,6%) dan heksil nikotinat (1,7%). Menurut Pino et al. (2004) dalam buah belimbing wuluh terkandung sekitar 6 mg/kg total senyawa volatil.

2.1.4 Khasiat Belimbing wuluh

Perasan air buah belimbing wuluh sangat baik untuk asupan kekurangan vitamin C. Ada yang memanfaatkan buah belimbing wuluh untuk dibuat manisan dan sirup, sebagai obat untuk sariawan, sakit perut, gondongan, rematik, batuk rejan, gusi berdarah, sakit gigi berlubang, memperbaiki fungsi pencernaan, untuk membersihkan noda pada kain, menghilangkan karat pada keris, membersihkan tangan yang kotor, mencuci botol, menghilangkan bau amis, sebagai bahan kosmetika serta mengkilapkan barang-barang yang terbuat dari kuningan (Anonim, 2007).

2.1.5 Kandungan Daun Belimbing Wuluh

Zat aktif yang bisa didapat pada daun belimbing wuluh antara lain adalah tanin, sulfur, asam format, peroksida, saponin dan flavonoid (Melia, 2014).Flavonoid adalah salah satu senyawa antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas (Faharani, 2009; Hayati, et al., 2010).

a. Tanin

Tanin merupakan suatu senyawa fenol yang memiliki berat molekul besar yang terdiri dari gugus hidroksi dan beberapa gugus yang bersangkutan seperti karboksil untuk membentuk kompleks kuat yang efektif dengan protein dan beberapa makromolekul. Tanin terdiri dari dua jenis yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Kedua jenis tanin ini terdapat dalam tumbuhan, tetapi yang paling dominan terdapat dalam tanaman adalah tanin terkondensasi. Kadar tanin yang tinggi pada daun belimbing wuluh muda sebesar 10,92% (Hayati, 2010).

Oksidasi tanin akan menghasilkan senyawa berwarna coklat yang tidak mampu mengendapkan protein. Fenol sangat peka terhadap oksidasi enzim dan mungkin hilang pada proses isolasi akibat kerja enzim fenolase yang terdapat pada

(4)

7

tumbuhan. Kompleks tanin protein umumnya terbentuk dengan adanya ikatan hidrogen dan tidak larut. Ikatan hidrogen antara gugus karbonil dari ikatan peptida dengan gugus hidroksil dari tanin merupakan ikatan yang paling dominan di dalam kompleks tanin protein. Interaksi hidrofobik tanin-protein terlihat pada cincin aromatik fenol dan alifatik serta rantai samping aromatik pada protein asam amino.

Kompleks ini dipengaruhi oleh pH, suhu dan bobot molekul. Nilai pH yang rendah akan menurunkan pembentukan kompleks tanin-protein sebagai akibat adanya efek elektrostatik dari protein (Purwanti et al., 2018)

Tanin terdiri dari katekin, leukoantosianin dan asam hidroksi yang masing- masing dapat menimbulkan warna bila bereaksi dengan ion logam. Warna ini terbentuk karena terbentuknya kompleks antara logam Fe dari FeCl 31% dengan gugus hidroksi dari tanin. Terikatnya Fe pada tanin menghasilkan warna yang spesifik karena gugus hidroksil berkonjungasi dengan ikatan rangkap, sedangkan terikatnya katekin dengan Fe tidak memberikan warna yang sama, sebab gugus hidroksil tidak berkonjugasi dengan ikatan rangkap. Manfaat tanin salah satunya untuk pengobatan luka bakar, pada industri tekstil dan industri tinta tanin sebagai zat warna, pencegah korosi, sebagai penjernih dalam industri minuman anggur, sebagai bahan fotografi dan menurunkan viskositas lumpur pada pipa pengeboran minyak (Putu, 2014).

b. Asam Format

Asam format atau asam formiat (nama sistematis: asam metanoat) adalah asam karboksilat yang paling sederhana. Asam format secara alami antara lain terdapat pada sengat lebah dan semut, sehingga dikenal pula sebagai asam semut (Purwanti et al., 2018).

c. Peroksida

Senyawa peroksida yang dapat berpengaruh terhadap antipiretik, peroksida merupakan senyawa pengoksidasi dan kerjanya tergantung pada kemampuan pelepasan oksigen aktif dan reaksi ini mampu membunuh banyak mikroorganisme (Fidia, 2017).

(5)

8

d. Saponin

Saponin berfungsi sebagai antihiperglikemik dengan cara mencegah pengambilan glukosa pada brush border di usus halus. Saponin memiliki molekul yang dapat menarik air atau hidrofilik dan molekul yang dapat melarutkan lemak atau lipofilik (Nugraha, 2017).

e. Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman. Flavonoid termasuk dalam golongan senyawa phenolik dengan struktur kimia . Flavonoid bekerja dengan cara denaturasi protein. Proses ini juga menyebabkan gangguan dalam pembentukan sel sehingga merubah komposisi komponen protein. Fungsi membran sel yang terganggu dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas sel, diikuti dengan terjadinya kerusakan sel bakteri. Kerusakan tersebut menyebabkan kematian sel bakteri. Flavonoid berfungsi untuk menjaga pertumbuhan normal dan pertahanan terhadap pengaruh infeksi dan kerusakan. Pada sel daun terdapat cairan vakuola yang terdapat dalam vakuola terutama terdiri dari air, namun di dalamnya dapat terlarut berbagai zat seperti gula, berbagai garam, protein, alkaloida, zat penyamak atau tanin dan zat warna. Jumlah tanin dapat berubah-ubah sesuai dengan musim serta pigmen dalam vakuola adalah flavonoid (Putu, 2014).

2.2 Kulit

2.2.1 Definisi Kulit

Kulit adalah lapisan pelindung tubuh yang efisien. Daya rentang dan ketahanannya menyediakan pertahanan khususnya gesekan. Lapisan keratin ialah barier terhadap iritan dan sensitisasi, mikroorganisme dan racun sistemik. Pigmen kulit yaitu melanin dianggap mampu untuk melindungi kulit terhadap kerusakan akibat terjadinya efek sinar ultraviolet dan regenerasi sel epidermis yang terjadi secara terus-menerus yang menghalangi kolonisasi jamur dan kuman (Jeyaratnam dan Koh, 2010).

Kulit adalah organ terluar dalam tubuh dan membatasinnya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit pada orang dewasa yaitu 15 m2 dengan berat kira-kira sekitar 15% dari berat badan manusia. Kulit juga merupakan organ tubuh yang

(6)

9

sangat essensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat komplek, sensitif dan elastis, bervariasi pada keadaan iklim, seks, ras, umur dan bergantung juga pada lokasi tubuh (Djuanda, 2007).

2.2.2 Anatomi Kulit

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu

Gambar 2.2 Struktur kulit. (Mescher, 2010) 2.2.2.1 Lapisan Epidermis

Lapisan epidermis terbagi menjadi 5 lapisan yaitu:

a. Stratum Korneum

Stratum korneum (lapisan tanduk) merupakan lapisan kulit yang paling luar dan terdiri dari beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk) (Djuanda, 2007).

b. Stratum Lusidum

Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum.Dimana merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut dengan eleidin. Lapisan ini tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki (Djuanda, 2007).

c. Stratum Granulosum

Stratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapisan sel-sel gepeng denga sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antarannya. Butir-butir kasar ini terdiri dari keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini.

Stratum granulosum juga tampak jelas di telapak tangan dan kaki (Djuanda, 2007).

(7)

10

d. Stratum Spinosum

Stratum spinosum (stratum malphigi) atau disebut dengan prickle cell layer (lapisan akanta) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yangbesarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak ditengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan bentuknya makin gepeng. Diantara sel-sel stratum spinosium terdapat jembatan-jembatan antar sel (intercellular bridges) yang terdiri dari protoplasma dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antar jembatan-jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Diantara sel-sel spinosum terdapat pula sel langerhans. Sel-sel stratum spinosum mengandung banyak glikogen (Djuanda, 2007)

e. Stratum Basale

Stratum basale terdiri dari sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade).

Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah (Djuanda, 2007).

2.2.2.2 Lapisan Dermis

Lapisan dermis merupakan lapisan dibawah lapisan epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padatdengan elemen-elemen seluler dan folikel rambut. Secara garis besar dibagimenjadi beberapa bagian yaitu:

a. Pars Papilare

Pars papilare merupakan bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah (Djuanda, 2007).

b. Pars Retikulare

Pars retikulare merupakan bagian dibawahnya yang menonjol ke arah subkutan, bagian ini terdiri dari serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, retikulin dan elastin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, dibagian ini terdapat pula fibroblas. Serabut kolagen ini dibentuk oleh fibroblas, dimana dapat membentuk ikatan bundel yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambahnya umur menjadi

(8)

11

kurang larut sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda. Serabut elastin biasannya bergelombang, berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih elastis (Djuanda, 2007).

2.2.2.3 Lapisan Subkutis

Lapisan subtutis merupakan kelanjutan dari lapisan dermis, dimana terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak didalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah (Djuanda, 2007).

Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adiposa, yang berfungsi sebagai cadangan makanan. Lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah bening. Tebal lapisan jaringan lemak ini tidak sama bergantung pada lokasinya. Di abdomen ketebalannya dapat mencapai 3 cm, dikelopak mata dan penis ketebalannya sangat tipis. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan (Djuanda, 2007).

Vaskularisasi dikulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di atas bagian dermis (pleksus superfisial) dan yang terletak di bagian subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang dibagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus yang di subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan anastomisis, dibagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan dengan pembuluh darah yang terdapat di saluran getah bening (Djuanda, 2007).

2.2.3 Fungsi Kulit

Kulit mempunyai fungsi yang bermacam-macam untuk menyesuaikan tubuh dengan lingkungan. Fungsi kulit sendiri adalah sebagai berikut:

2.2.3.1 Pengatur Suhu

Di waktu cuaca pada suhu yang dingin, peredaran darah pada kulit berkurang guna mempertahankan suhu badan. Sedangkan pada waktu panas, peredaran darah pada kulit meningkat dan dapat terjadinya penguapan keringat dari kelenjar keringat, sehingga suhu dalam tubuh dapat di jaga agar kondisi tubuh tidak terlalu panas (Harahap, 2000).

(9)

12

2.2.3.2 Pelindung

Kulit juga mempunyai fungsi sebagai pelindung dimana jaringan tanduk sel-sel epidermis paling luar membatasi masuknya benda-benda dari luar dan keluarnya cairan berlebihan dari tubuh. Melanin yang berfungsi sebagai pemberi warna pada kulit dapat melindungi kulit dari akibat buruk sinar ultra violet (Harahap, 2000).

2.2.3.3 Indera Perasa

Pada kulit indera perasa terjadi karena rangsangan terhadap saraf sensoris dalam kulit. Fungsi indera perasa yang pokok yaitu sebagai perabaan, panas, dingin dan merasakan nyeri (Harahap, 2000).

2.2.3.4 Penyerap

Kulit dapat menyerap bahan-bahan tertentu seperti gas dan zat-zat yang dapat larut dalam lemak, tetapi air dan elektrolit susah masuk melalui kulit. Zat yang larut dalam lemak lebih mudah masuk ke dalam kulit dan masuk dalam peredaran darah, karena dapat bercampur dengan lemak yang menutupi permukaan kulit. Masuknya permukaan zat-zat tersebut dapat melalui folikel rambut dan hanya sedikit sekali yang melalui muara pada kelenjar keringat (Harahap, 2000).

2.2.3.5 Faal Pergetahan

Faal pergetahan atau disebut faal sekretoris pada kulit diliputi oleh dua jenis pergetahan yaitu keringat dan sebum. Pada getah sebum dihasilkan oleh kelenjar sebaseus dan keringat yang dihasilkan langsung oleh kelenjar keringat. Sebum sendiri merupakan sejenis zat lemak yang membuat kulit menjadi mudah lentur (Harahap, 2000).

2.3 Metode Ekstraksi 2.3.1 Definisi Ekstraksi

Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dapat dihentikan jika tercapai kesetimbahngan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman (Mukhriani, 2014).

(10)

13

2.3.2 Jenis-Jenis Ekstraksi

Beberapa jenis yang dapat digunakan dalam ekstraksi yaitu:

2.3.2.1 Maserasi

Maserasi merupakan metode sederhana yang paling banyak digunakan.

Metode ini dapat dilakukan dengan memasukkan serbuk tanaman dan pelarut yang sesuai ke dalam wadah inert yang tertutup rapat pada suhu kamar. Proses ekstraksi ini dapat dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dapat dipisahkan dari sampel dengan penyaringan (Mukhriani, 2014).

2.3.2.2 Perkolasi

Metode perkolasi, digunakan serbuk sampel yang dibasahi secara perlahan dalam sebuah perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada bagian bawahnya). Pelarut ditambahkan pada bagian atas serbuk sampel dan dibiarkan menetes perlahan pada bagian bawah. Kelebihan dari metode perkolasi sealu dialiri oleh pelarut baru (Mukhriani, 2014).

2.3.2.3 Reflux dan Destilasi Uap

Metode reflux, menggunakan sampel yang dimasukkan bersama pelarut ke dalam labu yang dihubungkan dengan kondensor. Pelarut dipanaskan hingga mencapai titik didih. Uap terkondensasi dan kembali ke dalam labu ukur (Mukhriani, 2014)

Destilasi uap merupakan proses yang biasanya diterapkan pada ekstraksi minyak atsiri (campuran dari senyawa menguap). Selama dilakukan proses pemanasan, uap terkondensasi dan destilat (2 bagian terpisah dan tidak saling bercampur) ditampung dalam wadah yang terhubung dengan kondensor (Seidel, 2005).

2.3.2.4 Soxhlet

Metode ini dapat dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel dalam sarung selulosa (digunakan kertas saring) dalam klonsong yang ditempatkan diatas labu dan dibawah kondensor. Pelarut yang sesuai dengan metode ini dimasukkan ke dalam labu ukur dan diatur suhu penangas dibawah suhu reflux. Keuntungan

(11)

14

metode soxhlet ini dapat digunakan secara berkelanjutan dan tidak memakan banyak waktu (Mukhriani, 2014).

2.3.2.5 Ultrasound-Assisted Solvent Extraction

Metode maserasi yang dimodifikasi dengan menggunakan bantuan ultrasonik (frekuensi tinggi 20 kHz). Wadah yang berisi serbuk sampel ditempatkan dalam wadah ultrasonik dan ultrasound. Hal ini dilakukan untuk memberikan tekanan mekanik pada sel hingga menghasilkan rongga pada sampel. Kerusakan sel dapat menyebabkan peningkatan kelarutan senyawa dalam pelarut dan dapat meningkatkan hasil ekstraksi (Mukhriani, 2014).

2.4 Masker Wajah

2.4.1 Definisi Masker Wajah

Masker wajah merupakan suatu bentuk sediaan yang memiliki cara khusus untuk membersihkan wajah dan sekaligus sebagai skin care. Sediaan diaplikasikan pada wajah berbentuk layer yang relatif tebal dan kemudian dilepaskan setelah beberapa waktu, biasanya 15 sampai 30 menit (Shai et al., 2009). Masker wajah adalah salah satu jenis perawatan yang sering dimanfaatkan oleh para wanita untuk mengatasi masalah kulit wajah. Tetapi belum banyak yang tahu bahwa beda jenis masker wajah maka berbeda pula kegunaan dan fungsinya, contohnya sebagai berikut(Anjani, 2013):

a. Untuk kulit kering, pilihlah masker yang mengandung pelembab. Biasanya akan tertera kata moisturizing, hydrating, dan nourishing. Manfaat untuk wajah kering adalah membantu untuk memberikan kelembaban, melembutkan, dan memberikan rasa nyaman pada kulit wajah.

b. Untuk kulit berminyak, pilihlah masker seperti clay mask, deep cleansing maskatau masker yang mengandung ekstrak lemon (jeruk nipis). Masalah kulit berminyak biasanya adalah komedo dan jerawat. Clay (tanah liat) mampu menyerapkelebihan minyak, kotoran dan racun dari kulit.

c. Untuk kulit normal, pilih masker yang sifatnya perawatan, menyegarkan, dan menjaga kesehatan kulit seperti masker kolagen dan masker lumpur (mud mask).

Kolagen dapat menjaga elastisitas, mengencangkan dan juga menghaluskan

(12)

15

kulit wajah. Sedangkan lumpur kaya akan berbagai mineral penting yang dibutuhkan kulit.

2.4.2. Bentuk-bentuk Masker

Masker terdiri atas berbagai macam bentuk. Berikut ini adalah macam- macam masker dan penggunaannya (Muliyawan dan Suriana, 2013):

1. Masker Bubuk

Masker ini terdiri dari bahan serbuk (koalin, titanium dioksida, magnesium karbonat), gliserin, air suling, hidrogen peroksida ( ) berfungsi memutihkan, mengencangkan kulit. Dalam penggunaannya, bahan bubuk tersebut dicampurkan dengan aqua destilator atau air mawar, hingga menjadi adonan kental. Dalam membuat adonan tersebut memerlukan keahlian agar tidak terlalu cair maupun tidak terlalu kental dan mudah dioleskan pada kulit wajah.

2. Masker Gelatin (Peel-off Mask)

Masker ini membentuk tembus terang (transparan) pada kulit. Bahan dasar atau basis adalah bersifat jelly dari gum, latex, dan biasanya dikemas dalam tube.

Penggunaannya langsung diratakan pada kulit wajah. Adapun cara mengangkatnya dengan cara mengelupas, diangkat pelan-pelan secara utuh mulai dagu ke atas sampai jidat dan berakhir di dahi. Jenis masker yang ada di pasaran biasanya tergantung merk, ada yang untuk semua jenis kulit ada yang dibedakan berdasarkan jenis kulit.

3. Masker Bahan Alami (Biological Mask)

Masker ini dibuat dari bahan-bahan alami, misalnya ekstrak dari buah-buahan atau sayur-sayuran, kuning telur, putih telur, susu, madu, minyak zaitun, dan sebagainya.

2.4.3. Fungsi Utama Masker Wajah

Masker wajah berfungsi untuk meningkatkan kebersihan, kesehatan, dan kecantikkan kulit sekaligus memperbaiki dan merangsang kembali aktivitas sel kulit. Bahan kosmetik wajah pada umumnya bertujuan untuk menyegarkan, mengencangkan kulit dan sebagai sumber tambahan antioksidan bagi kulit (Kumalaningsih, 2006).

(13)

16

Kegunaan masker adalah sebagai berikut (Muliyawan dan Suriana, 2013):

a. Memperbaiki dan merangsang aktivitas sel-sel kulit yang masih aktif.

b. Mengangkat kotoran dan sel-sel tanduk yang masih terdapat pada kulit secara mendalam.

c. Memperbaiki dan mengencangkan kulit.

d. Memberi nutrisi, menghaluskan, melembutkan, dan menjaga kelembaban kulit.

e. Mencegah, mengurangi, dan menyamarkan kerusakan-kerusakan pada kulit seperti gejala keriput dan hiperpigmentasi.

f. Memperlancar aliran darah dan getah bening pada jaringan kulit.

2.5 Masker Peel-off

2.5.1 Definisi Masker Peel-off

Masker peel-off terbuat dari bahan karet, seperti polivinil alkohol atau damar vinil asetat dan merupakan salah satu jenis sediaan masker yang praktis dan mudah saat penggunaannya. Masker peel-off biasanya dalam bentuk gel atau pasta yang dioleskan ke kulit muka. Setelah alkohol yang terkandung dalam masker menguap, terbentuklah lapisan film yang tipis dan transparan pada kulit muka.

Setelah berkontak selama 15-30 menit, lapisan tersebut diangkat dari permukaan kulit dengan cara dikelupas (Simma, 2003). Setelah kering masker tersebut dapat langsung diangkat tanpa perlu dibilas. Masker peel-offbermanfaat dalam membersihkan, menyegarkan, melembabkan, dan melembutkan kulit wajah karena dapat mengangkat kotoran dan sel kulit mati. Dengan pemakaian teratur masker peel-off dapat merileksasi otot-otot wajah dan mengurangi kerutan halus pada wajah (Yulin, 2015).

2.5.2Karakteristik Masker Peel-off

Karakteristik ideal sediaan masker peel-off (Grace et al., 2015):

1. Tidak terdapat partikel yang kasar.

2. Tidak toksik.

3. Tidak menimbulkan iritasi.

4. Dapat membersihkan dan mengencangkan kulit.

5. Memberikan efek lembab.

6. Membentuk lapisan film yang seragam.

(14)

17

7. Dapat kering pada waktu 5-30 menit.

8. Mudah digunakan dan tidak timbul rasa sakit.

2.5.3 Bahan-bahan Pembentuk Masker Peel-off

Pada umumnya, bahan-bahan yang digunakan dalam sediaan masker peel- off antara lain:

a. Polivinil Alkohol (PVA)

Polivinil alkohol adalah polimer sintetis yang larut dalam air dengan rumus ( )n. Polivinil alkohol umumnya dianggap sebagai bahan yang tidak beracun.

Bahan ini bersifat noniritan pada kulit dan mata pada konsentrasi sampai dengan 10%, serta digunakan dalam kosmetik pada konsentrasi hingga 7% (Rowe et al., 2009).Polivinil alkohol dikenal sebagai agen pembentuk lapisan film, pendispersi, lubrikan, pelindung kulit, digunakan pada formulasi gel dan lotion, shampo, tabir surya, masker, serta beberapa aplikasi kosmetik dan perawatan kulit lainnya.

Namun salah satu kelemahan dari polivinil alkohol adalah lapisan film yang dihasilkan cenderung lebih kaku dan memiliki fleksibilitas yang tergolong rendah (Barnard, 2011).

Gambar 2.3 Struktur Kimia Polivinil Alkohol (Pubchem, 2005) b. Polivinil Pirolidon (PVP)

Penambahan polivinil pirolidon (PVP) K-30 sebagai plasticizer agent bertujuan untuk meningkatkan kualitas dari lapisan yang dibentuk oleh PVA. PVP K-30 memberikan pengaruh terhadap viskositas, daya sebar, pH, elastisitas dan kekencangan dari sediaan masker peel-off (Anggen, 2015). Rumus empiris ( NO)n dan berat molekul 2500-3.000.000.Povidone sebagai polimer sintetik yang pada dasarnya terdiri dari gugus linier 1-vinil-2-pirolidon, derajat polimerisasi yang

(15)

18

berbeda-beda yang menghasilkan polimer dari berbagai berat molekul. Fungsinya sebagai disintegrant, penambah disolusi, zat pensuspensi, tablet binder (Rowe et al., 2009).

Gambar 2.4 Struktur Kimia Polivinil Pirolidon (Pubchem, 2017) c. Hidroksipropil Metilselulosa

Hidroksipropil Metilselulosa (HPMC) atau hipermelosa secara luas digunakan sebagai bahan tambahan dalam formulasi sediaan farmasi oral, mata, hidung, dan topikal. Selain itu HPMC juga digunakan secara luas dalam kosmetik dan produk makanan. Kegunaan HPMC diantaranya sebagai zat peningkat viskositas, zat pendsipersi, zat pengemulsi, penstabil emulsi, zat penstabil, zat pensuspensi, sustained release agent, pengikat pada sediaan tablet, dan zat pengental (Rowe et al., 2009).HPMC dikenal memiliki sifat sebagai pembentuk film yang baik, serta memiliki penerimaan yang sangat baik. HPMC akan membentuk lapisan film transparan, kuat, dan fleksibel (Barnard, 2011).

Gambar 2.5 Struktur Kimia Hidroksipropil Metilselulosa (Rowe, R.C., Paul, J.S., dan Marian, 2009)

(16)

19

d. Propilen Glikol

Propilen glikol ( ) merupakan cairan bening, tidak berwarna, kental, praktis tidak berbau, manis, dan memiliki rasa yang sedikit tajam menyerupai gliserin. Propilen glikol telah banyak digunakan sebagai pelarut, ekstraktan, dan pengawet dalam berbagai formulasi farmasi parenteral dan nonparenteral. Pelarut ini umumnya lebih baik dari gliserin dan melarutkan berbagai macam bahan, seperti kortikosteroid, fenol, obat sulfa, barbiturat, vitamin (A dan D), alkaloid, dan banyak anestesi lokal. Propilen glikol biasa digunakan sebagai pengawet antimikroba, desinfektan, humektan, plasticizer,pelarut, dan zat penstabil. Konsentrasi propilen glikol yang biasa digunakansebagai humektanadalah 15% (Rowe et al., 2009).

Gambar 2.6 Struktur Kimia Propilen Glikol (Rowe, R.C., Paul, J.S., dan Marian, 2009)

e. Metil Paraben

Metil paraben ( ) banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi sediaan farmasi. Metil paraben dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan paraben lain atau dengan zat antimikroba lainnya. Dalam kosmetik, metilparaben merupakanpengawet yang paling sering digunakan. Kombinasi yang sering digunakan adalah dengan metil, etil, propil, dan butil paraben. Aktivitas metil paraben juga dapat ditingkatkan dengan penambahan eksipien lain seperti propilen glikol (2-5%), phenylethyl alkohol, dan asam edetic (Rowe et al., 2009).

(17)

20

Gambar 2.7 Struktur Kimia Metil Paraben (Rowe, R.C., Paul, J.S., dan Marian, 2009)

f. Propil Paraben

Propil paraben ( ) berbentuk bubuk putih, kristal, tidak berbau, dan tidak berasa. Propil paraben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi sediaan farmasi. Propil paraben menunjukkan aktivitas antimikroba antara pH 4-8. Efikasi pengawet menurun dengan meningkatnya pH karena pembentukan anion fenolat. Paraben lebih aktif terhadap ragi dan jamur daripada terhadap bakteri. Mereka juga lebih aktif terhadap gram positif dibandingkan terhadap bakteri gram negatif (Rowe et al., 2009).

Gambar 2.8 Struktur Kimia Propil Paraben (Rowe, R.C., Paul, J.S., dan Marian, 2009)

g. Carbopol

Carbopol 940 sering digunakan sebagai gelling agent pada sediaan farmasi atau kosmetik (Zatz dan Kushla, 1996). Konsentrasi gelling agent kurang dari 10

%, umumnya digunakan dalam rentang 0,5-2,0%. Carbopol jenis ini, paling efisien dibandingkan jenis resin carbopol yang lain dan memiliki sifat non-drip, serta dapat membentuk gel dengan viskositas yang tinggi dan memiliki kejernihan sangat baik

(18)

21

(Allen dan Loyd, 2002). Kelarutan carbopol 940 sangat baik dalam air, alkohol, dan gliserin.

Gambar 2.9 Struktur Kimia Carbopol (Rowe, R.C., Paul, J.S., dan Marian, 2009)

h. Gliserin

Gliserin atau gliserol memiliki sifat jernih, tidak berwarna, tidak berbau, kental, higroskopis, dan memiliki rasa yang manis 0,6 kali mendekati sukrosa.Gliserinmemiliki kelarutan yang baik dalam air, etanol(95%), dan metanol, sedikit larut dalam aseton, dan praktis tidak larut dalambenzen,kloroform, dan minyak. Kegunaan gliserinmeliputi pengawet antimikroba,emollient, humektan,plasticizer, pelarut, pemanis, agen yang mempengaruhi tonisitas.

Konsentrasi gliserin sebagai humektan hingga 30% (Roweet al., 2006).

Gambar 2.10 Struktur Kimia Gliserin (Pubchem, 2004) i. Etanol 96%

Etanol memiliki sinonim alkohol, etil alkohol, etil hydroxide, grainalkohol, methyl carbinol. Etanol jernih, tidak berwarna, sedikit mudah menguap, memiliki

(19)

22

bau yang khas dan rasa terbakar. Etanol memiliki rumus molekul ( ) dan bobot molekul 46,07. Penggunaannya sebagai pelarut dalam sediaan topikal sebanyak 60-90% sedangkan sebagai pengawet penggunaannya≥10%. Etanol 96%

memiliki titik didih 78,15℃. Larutan etanol tidak sesuai dengan wadah aluminium dan dapat berinteraksi dengan beberapa obat (Rowe et al., 2009).

Gambar 2.11 Struktur Kimia Etanol (Rowe, R.C., Paul, J.S., dan Marian, 2009) 2.5.4 Basis Gel Masker Peel-off

2.5.4.1.Definisi Gel

Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri partikel anorganik kecil atau molekul besar yang tersuspensi dalam cairan dengan penambahan gelling agent(Ansel, 2011). Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yangkecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan (Farmakope Indonesia Edisi V, 2015).Gel merupakan sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawa anorganikatau makromolekul senyawa organik, masing-masing terbungkus dan saling terserap oleh cairan (Formularium Nasional, 1979).

2.5.4.2Penggolongan Gel

1. Berdasarkan sifat fasa koloid (Lieberman, 1998), meliputi : a. Gel anorganik, contoh : bentonit magma.

b. Gel organik, pembentuk gel berupa polimer.

2. Berdasarkan sifat pelarut (Lieberman, 1998), meliputi : a. Hidrogel (pelarut air)

Hidrogel umumnya terbentuk oleh molekul polimer hidrofilik yang saling sambung silang melalui ikatan kimia atau gaya kohesi seperti interaksi ionik, ikatan hidrogen atau interaksi hidrofobik. Hidrogel bersifat lunak, elastis sehingga meminimalkan iritasi karena friksi pada jaringan sekitarnya. Kekurangan hidrogel

(20)

23

yaitu memiliki kekuatan mekanik dan kekerasan yang rendah setelah mengembang.

Contoh: bentonit magma, gelatin.

b. Organogel (pelarut bukan air/pelarut organik)

Contoh: dispersi logam stearat dalam minyak dan plastibase (polietilen dengan BM rendah yang terlarut dalam minyak mineral dan didinginkan secara shock cooled).

c. Xerogel

Xerogel adalah gel yang telah padat dengan konsentrasi pelarut yang rendah. Kondisi tersebut dapat dikembalikan ke keadaan semula dengan menambahkan agen pengimbibisi, dan mengembangkan matriks gel. Contoh:

gelatin kering, tragakan ribbons, acacia tears, selulosa kering dan polystyrene.

a. Berdasarkan karakteristik cairan gel (gel hidrofilik dan gel hidrofobik) a. Gel hidrofilik

Gel hidrofilik umumnya mengandung komponen bahan pengembang, air, penahan lembab dan pengawet. Basis yang dimiliki umumnya terdiri dari molekul- molekul organik yang besar dan dapat dilarutkan dengan fase pendispersi.

Kelebihan hidrofilik dibanding hidrofobik yaitu sistem koloid hidrofilik lebih mudah dibuat dan memiliki kestabilan yang lebih besar (Ansel, 1989). Karakteristik gel jenis ini mempunyai aliran tiksotropik, tidak lengket, mudah menyebar, mudah dibersihkan, kompatibel dengan beberapa eksipien dan larut dalam air (Rowe et al., 2009).

b. Gel hidrofobik

Gel hidrofobik tersusun dari partikel-partikel anorganik, bila ditambahkan ke dalam fase pendispersi maka akan terjadi interaksi antara basis gel dan fase pendispersi (Ansel, 1989). Basis yang dimiliki umumnya mengandung parafin cair dan polietilen atau minyak lemak dengan bahan pembentuk gel koloidal silika atau aluminium atau zink sabun (Lieberman, 1998).

b. Berdasarkan jumlah fasenya (Farmakope Indonesia Edisi V, 2014) a. Sistem fase tunggal

Gel fase tungal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul

(21)

24

makro yang terdispersi dan cairan. Walaupun gel ini umumnya mengandung air, etanol dan minyak dapat digunakan sebagai fase pembawa. Sebagai contoh, minyak mineral dapat dikombinasi dengan resin polietilena untuk membentuk dasar salep berminyak.

b. Sistem dua fase

Jika massa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah, gel digolongkan sebagai sistem dua fase (misalnya gel aluminium hidroksida). Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relative besar, massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma (misalnya magma bentonit). Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan. Sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas.

2.6 Uji Karakteristik Fisik Masker Wajah Peel off 2.6.1 Uji Organoleptis

Pada uji organoleptis dilakukan untuk melihat perubahan dalam warna, bau dan bentuk (Elya et al., 2013).

2.6.2 Uji Homogenitas

Uji ini dilakukan dengan mengambil sedikit sediaan dan mengoleskannya pada kaca transparan. Setelah disebar di kaca transparan diharapkan homogenitas terlihat dengan tidak adanya butiran besar atau adanya partikel yang tidak terlarut dengan baik. Jika masih terlihat ada butiran atau ada partikel yang tidak terlarut dengan baik, gerus kembali sampai didapatkan sediaan yang bening penampakannya pada kaca transparan (Syamsuni, 2006).

2.6.3 Uji Viskositas

Pada uji viskositas pengukuran dilakukan dengan menempatkan 50 mL sampel dalam viskometer Brookfield DV-E hingga spindel terendam. Viskometer Brookfield DV-E dijalankan kemudian viskositas dari sediaan masker gel peeloff akan terbaca (Septiani dkk., 2011).

(22)

25

2.6.4 Uji Kecepatan Waktu Mengering

Pada uji kecepatan waktu mengering dilakukan untuk melihat waktu yang dibutuhkan sediaan untuk membentuk lapisan film dan mengering. Prinsip dari masker peel-off yang baik adalah berdasarkan kemampuan untuk membentuk film yang mudah dikelupas saat diaplikasikan pada kulit. Pada pengujian ini sediaan dioleskan ke punggung tangan, lalu diamati waktu keringnya (waktu mulai dioleskan hingga terbentuk lapisan film yang kering). persyaratan waktu mengering yaitu 15-30 menit (Rantika., 2019)

2.6.5 Uji Daya Sebar

Pada uji daya sebar sebanyak 1 gram sediaaan diletakkan di atas kaca berukuran 20 x 20 cm yang berada di atas sebuah kertas grafik, dibiarkan 60 detik kemudian diukur diameter sediaan yang terbentuk. Selanjutnya ditutup dengan kertas mika dan diberikan beban hingga bobot mencapai 125 gram dan dibiarkan selama60 detik. Diameter sediaan yang terbentuk kemudian diukur (Niyogi et al., 2012; Putra, 2014)

2.7.Uji Karakteristik Kimia Masker Wajah Peel off 2.7.1 Uji pH

Pengujian pH Sediaan Sebanyak 1 gram sediaan dilarutkan dalam 10 mL air bebas CO2 hingga 10 mL. Elektroda pH meter dicelupkan ke dalam larutan yang diuji, jarum pH meter dibiarkan bergerak sampai menunjukkan posisi tetap. pH yang ditunjukkan jarum pH meter dicatat. (Depkes RI, 1995; Aulton, 1988).

Gambar

Gambar 2.1 Belimbing wuluh (Iptek, 2007)
Gambar 2.2 Struktur kulit. (Mescher, 2010)  2.2.2.1 Lapisan Epidermis
Gambar 2.3 Struktur Kimia Polivinil Alkohol (Pubchem, 2005)  b.  Polivinil Pirolidon (PVP)
Gambar 2.4 Struktur Kimia Polivinil Pirolidon (Pubchem, 2017)  c.  Hidroksipropil Metilselulosa
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang timbul adalah, “Apakah faktor-faktor fundamental (ROA, ROE, Book Value, DER, r) dan risiko sistematik (beta)

Penetapan MAN 2 Model Medan sebagai Madrasah Sasaran Penerapan K13 merupakan langkah tepat karena dapat menghilangkan munculnya kebingungan antara penerapan mata

Beberapa pendapat mengenai opini publik, seperti dari Leonard Doob dalam Public Opinion and Propaganda mengartikan bahwa : opini publik mengacu pada sikap

KEPALA DINAS PENDIDIKAN NASIONAL KABUPATEN MUSI BANYUASIN Sew a Ruang Rapat. Pengadaan

Besarnya pengaruh rebranding secara simultan terhadap brand equity di Bank BJB Berdasarkan hasil uji hipotesis secara simultan (uji F) diperoleh rebranding yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penerapan metode pembelajaran CL dan PBL terhadap motivasi belajar pada mahasiswa keperawatan UI yang telah

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan

Maka, pengaruh yang kuat menyebelahi pihak perempuan adalah sesuatu yang universal dan sangat bersesuaian dengan pepatah oleh Young dan Wilmott (1986) dalam kajian mereka