• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN KONSEP DAN TEORI. Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti merebahkan diri yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN KONSEP DAN TEORI. Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti merebahkan diri yang"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

6

TINJAUAN KONSEP DAN TEORI

A. Pengertian

Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti merebahkan diri yang didefinisikan sebagai suatu luka akibat posisi penderita yang tidak berubah dalam jangka waktu lebih dari 6 jam (Sabandar, 2008). Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal akibat dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak sembuh dengan urutan dan waktu yang biasa. Selanjutnya gangguan ini terjadi pada individu yang berada di atas kursi atau diatas tempat tidur sering kali pada inkontinensia, malnutrisi, ataupun individu yang mengalami kesulitan makan sendiri, serta mengalami gangguan tingkat kesadaran (potter & perry, 2005).

Dekubitus adalah kerusakan jaringan terlokalisir yang disebabkan karena adanya penekanan jaringan lunak diatas tulang yang menonjol (Bony Prominence) akibat adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu lama yang menyebabkan gangguan pada suplai darah pada daerah yang tertekan Sehingga terjadi terjadi insufisiensi aliran darah, anoksia, isckemic jaringan dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel (Sari, 2007).

Pressure Ulcers (diketahui sebagai luka tekan, luka ranjang atau luka dekubitus) adalah

kerusakan jaringan yang terlokasi karena tekanan yang berlebihan yang terjadi pada area tertentu yang tidak mengalami reposisi (Moore & Cowman, 2009).

Luka tekan telah lama dikenal di kalangan perawatan kesehatan dan ini merupakan masalah cukup sulit diatasi bagi para praktisi perawatan karena memang banyak faktor yang terkait dengan upaya penyembuhan luka tekan (Fatmawati, 2007).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Dekubitus adalah kerusakan jaringan terlokalisir yang disebabkan karena adanya penekanan jaringan lunak

(2)

diatas tulang yang menonjol (Bony Prominence) akibat adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu lama. Perawatan kulit yang dengan minyak zaitun dapat mengurangi tingkat kejadian dekubitus di rumah sakit. Minyak zaitun yang dioleskan dapat mempercepat penyembuhan kulit yang luka atau iritasi. Orang-orang Yunani kuno bahkan menggunakan daun zaitun untuk membasuh luka. Daun zaitun mengandung antimikroba dan sangat efektif memerangi sejumlah jamur, virus, dan bakteri (Surtiningsih, 2005). Perawatan kulit dengan Minyak membantu memelihara kelembapan, kelenturan, serta kehalusan kulit karena minyak zaitun mengandung asam lemak

( Khadijah, 2008).

(3)
(4)

kompleks, elastis dan sensitive, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh (Tortora, Derrickson, 2009). Kulit mempunyai berbagai fungsi seperti sebagai perlindung, pengantar haba, penyerap, indera perasa, dan fungsi pergetahan (Setiabudi, 2008). Warna kulit berbeda beda, dari kulit yang berwarna terang, pirang dan hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta warna hitam kecoklatan pada genitalia orang dewasa (Djuanda, 2003). Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya kulit yang elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada muka, yang berambut kasar terdapat pada kepala (Djuanda, 2003).

a. Struktur kulit menurut (Tortora, Derrickson, 2009) terdiri dari : 1) Lapisan Epidermis

Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale. Stratum korneum adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapisan sel-sel gepeng yang mati dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk). Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki (Djuanda, 2003). Stratum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena

(5)

banyak mengandung glikogen, dan inti terletak ditengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya.

Di antara sel-sel stratum spinosun terdapat jembatan-jembatan antar sel yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin. Pelekatan antar jembatan-jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel Langerhans. Sel-sel stratum spinosum mengandung banyak glikogen (Djuanda, 2003). Stratum germinativum terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun vertical pada perbatasan dermo-epidermal berbasis seperti pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini mengalami mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan lain oleh jembatang antar sel, dan sel pembentuk melanin atau clear cell yang merupakan sel-sel berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosomes) (Djuanda, 2003).

2) Lapisan Dermis

Lapisan yang terletak dibawah lapisan epidermis adalah lapisan dermis yang jauh lebih tebal dari pada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastis dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut.

Secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian yakni pars papilare yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah, dan pars retikulare yaitu bagian bawahnya yang menonjol kearah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin. Dasar lapisan ini terdiri atas cairan kental asam

(6)

hialuronat dan kondroitin sulfat, di bagian ini terdapat pula fibroblast, membentuk ikatan yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin.

Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah umur menjadi kurang larut sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf dan mudahmengembang serta lebih elastis (Djuanda, 2003).

3) Lapisan Subkutis

Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adipose, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung- ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak mata dan penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan (Djuanda, 2003).Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di bagian atas dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus yang di subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan dengan pembuluh darah terdapat

saluran getah bening (Djuanda, 2003).

(7)

1. Fisiologi kulit

Kulit merupakan organ yang paling luas permukaannya yang membungkus seluruh bagian luar tubuh sehingga kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan kimia.cahaya matahari mengandung sinar ultraviolet dan melindungi terhadap mikroorganisme serta menjaga keseimbangan tubuh terhadap lingkungan. Kulit merupakan indikator untuk memperoleh kesan umum dengan melihat perubahan yang terjadi pada kulit. Misalnya, menjadi pucat, kekuning-kuningan, kemerah-merahan atau suhu kulit meningkat memperlihatkan adanya kelainan yang terjadi pada tubuh atau gangguan kulit karena penyakit tertentu.

a. Fungsi Kulit

Kulit pada manusia mempunyai fungsi yang sangat penting selain menjalin kelangsungan hidup secara umum yaitu :

1) Proteksi

Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis, misalnya terhadap gesekan, tarikan, gangguan kimiawi yang dapat menimbulkan iritasi (lisol, karbol dan asam kuat). Gangguan panas misalnya radiasi, sinar ultraviolet, gangguan infeksi dari luar misalnya bakteri dan jamur. Karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut–

serabut jaringan penunjang berperan sebagai pelindung terhadap gangguan fisis. Melanosit turut berperan dalam melindungi kulit terhadap sinar matahari dengan mengadakan tanning (pengobatan dengan asam asetil).

2) Proteksi rangsangan kimia

Dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang impermeable terhadap berbagai zat kimia dan air. Di samping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit

(8)

terbentuk dari hasil ekskresi keringat dan sebum yang menyebabkan keasaman kulit antara pH 5-6,5. Ini merupakan perlindungan terhadap infeksi jamur dan sel–sel kulit yang telah mati melepaskan diri secara teratur.

3) Absorbsi

Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitu juga yang larut dalam lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi.

Kemampuan absorbsi kulit dipengaruhi tipisnya kulit, hidrasi, kelembapan dan metabolisme. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah di antara sel, menembus sel–sel epidermis, atau melalui saluran kelenjar dan yang lebih banyak melalui sel–sel epidermis.

4) Pengatur Panas

Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan.

Hal ini karena adanya penyesuaian antara panas yang dihasilkan oleh pusat pengatur panas, medulla oblongata. Suhu normal dalam tubuh yaitu suhu visceral 36-37,5 derajat untuk suhu kulit lebih rendah. Pengendalian persarafan dan vasomotorik dari arterial kutan ada dua cara yaitu vasodilatasi (kapiler melebar, kulit menjadi panas dan kelebihan panas dipancarkan ke kelenjar keringat sehingga terjadi penguapan cairan pada permukaan tubuh) dan vasokonstriksi (pembuluh darah mengerut, kulit menjadi pucat dan dingin, hilangnya keringat dibatasi, dan panas suhu tubuh tidak dikeluarkan).

5) Ekskresi

Kelenjar - kelenjar kulit mengeluarkan zat–zat yang tidak berguna lagi atau zat sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan

(9)

amonia.Sebum yang diproduksi oleh kulit berguna untuk melindungi kulit karena lapisan sebum (bahan berminyak yang melindungi kulit) ini menahan air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produksi kelenjar lemak dan keringat menyebabkan keasaman pada kulit.

6) Persepsi

Kulit mengandung ujung–ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.

Respons terhadap rangsangan panas diperankan oleh dermis dan subkutis, terhadap dingin diperankan oleh dermis, peradaban diperankan oleh papila dermis dan markel renvier, sedangkan tekanan diperankan oleh epidermis.

Serabut saraf sensorik lebihbanyak jumlahnya di daerah yang erotik.

7) Pembentukan Pigmen Sel

Pembentukan pigmen (melanosit) terletak pada lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Melanosit membentuk warna kulit. Enzim melanosum dibentuk oleh alat golgi dengan bantuan tirosinase, ion Cu, dan O2 terhadap sinar matahari memengaruhi melanosum. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangan–tangan dendrit sedangkan lapisan di bawahnya dibawa oleh melanofag. Warna kulit tidak selamanya dipengaruhi oleh pigmen kulit melainkan juga oleh tebal-tipisnya kulit, reduksi Hb dan karoten.

8) Keratinisasi

Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan. Sel basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuk menjadi sel spinosum. Makin ke atas sel ini semakin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Semakin lama intinya menghilang dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung terus menerus seumur hidup.

Keratinosit melalui proses sintasis dan degenerasi menjadi lapisan tanduk

(10)

yang berlangsung kira–kira 14-21 hari dan memberikan perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.

9) Pembentukan Vitamin D

Dengan mengubah dehidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.Tetapi kebutuhan vitamin D tidak cukup dengan hanya dari proses tersebut. Pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan (Syaifuddin, 2008

B. Etiologi

Braden dan Bergstrom (2000) mengembangkan sebuah skema untuk menggambarkan faktor - faktor resiko untuk terjadinya luka tekan. Ada dua hal utama yang berhubungan dengan resiko terjadinya luka tekan, yaitu faktor tekanan dan toleransi jaringan. Faktor yang mempengaruhi durasi dan intensitas tekanan diatas tulang yang menonjol adalah imobilitas, inakitifitas, dan penurunan sensori persepsi. Sedangkan faktor yang mempengaruhi toleransi jaringan dibedakan menjadi dua yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik.

1. Faktor intrinsik:

Penuaan (regenerasi sel lemah), sejumlah penyakit yang menimbulkan seperti DM, status gizi, underweight atau kebalikannya overweight, anemia, hipoalbuminemia, penyakit-penyakit neurologik dan penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah, Keadaan hidrasi/cairan tubuh.

2. Faktor Ekstrinsik:

Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medik yang menyebabkan penderita terfiksasi pada suatu sikap tertentu, duduk yang buruk, posisi yang tidak tepat, perubahan posisi yang kurang. Di bawah ini adalah penjelasan dari masing masing faktor diatas :

(11)

a. Mobilitas dan aktivitas

Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang berbaring terus menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi untuk terkena luka tekan. Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan. Penelitian yang dilakukan Suriadi (2003) di salah satu rumah sakit di Pontianak juga menunjukan bahwa mobilitas merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan luka tekan.

b. Penurunan sensori persepsi

Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami penurunan untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas tulang yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan mudah terkena luka tekan.

c. Kelembaban

Kelembapan yang disebabkan karena inkontinensia dapat mengakibatkan terjadinya maserasi pada jaringan kulit. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain itu kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear). Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan dari pada inkontinensia urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit.

d. Tenaga yang merobek ( shear )

Merupakan kekuatan mekanis yang meregangkan dan merobek jaringan, pembuluh darah serta struktur jaringan yang lebih dalam yang berdekatan dengan tulang yang menonjol. Contoh yang paling sering dari tenaga yang merobek ini adalah ketika pasien diposisikan dalam posisi semi fowler yang melebihi 30 derajad. Pada posisi ini pasien bisa merosot kebawah, sehingga mengakibatkan

(12)

tulangnya bergerak kebawah namun kulitnya masih tertinggal. Ini dapat mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah, serta kerusakan pada jaringan bagian dalam seperti otot, namun hanya menimbulkan sedikit kerusakan pada permukaan kulit.

e. Pergesekan ( friction)

Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan arah yang berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan merusak permukaan epidermis kulit. Pergesekan bisa terjadi pada saat penggantian sprei pasien yang tidak berhati-hati.

f. Nutrisi

Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan empat dari luka tekan pada orangtua berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.

g. Usia

Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka tekan karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan otot, penurunan kadar serum albumin, penurunan respon inflamatori, penurunan elastisitas kulit, serta penurunan kohesi antara epidermis dan dermis. Perubahan ini berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan membuat kulit menjadi berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga yang merobek.

(13)

h. Tekanan arteriolar yang rendah

Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi kulit terhadap tekanan sehingga dengan aplikasi tekanan yang rendah sudah mampu mengakibatkan jaringan menjadi iskemia. Studi yang dilakukan oleh Nancy Bergstrom ( 1992) menemukan bahwa tekanan sistolik dan tekanan diastolik yang rendah berkontribusi pada perkembangan luka tekan.

i. Stress emosional

Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien psikiatrik juga merupakan faktor resiko untuk perkembangan dari luka tekan.

j. Merokok

Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan yang signifikan antara merokok dengan perkembangan terhadap luka tekan.

k. Temperatur kulit

Menurut hasil penelitian Sugama (2000) peningkatan temperatur merupakan faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan. Menurut hasil penelitian, faktor penting lainnya yang juga berpengaruh terhadap risiko terjadinya luka tekan adalah tekanan antar muka ( interface pressure). Tekanan antar muka adalah kekuatan perunit area antara tubuh dengan permukaan matras.

Apabila tekanan antar muka lebih besar dari pada tekanan kapiler rata-rata, maka pembuluh darah kapiler akan mudah kolap, daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadinya iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata rata adalah sekitar 32 mmHg. Menurut penelitian Suriadi (2003) tekanan antar muka yang tinggi merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan luka tekan. Tekanan antar

(14)

muka diukur dengan menempatkan alat pengukur tekanan antar muka ( pressure pad evaluator) diantara area yang tertekan dengan matras.

C. Patofisiologi

Tiga elemen yang menjadi dasar terjadinya dekubitus yaitu:

1. Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler.

2. Durasi dan besarnya tekanan.

3. Toleransi jaringan.

Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antar waktu dengan tekanan (Potter &

Perry, 2005). Semakin besar tekanan dan durasinya,maka semakin besar pula insidensinya terbentuknya luka (Potter & Perry, 2005). Kulit dan jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada tekanan eksternal terbesar dari pada tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini menjadi hipoksia sehinggan terjadi cedera iskemi. Jika tekanan ini lebih besar dari 32 mmHg dan tidak dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, maka pembuluh darah kolaps dan trombosis (Potter & Perry, 2005). Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hiperemia reaktif, karena kulit mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi iskemi dari otot, maka dekubitus dimulai di tulang dengan iskemi otot yang berhubungan dengan tekanan yang akhirnya melebar ke epidermis (Potter & Perry, 2005). Pembentukan luka dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek yang terjadi saat menaikkan posisi klien di atas tempat tidur. Area sakral dan tumit merupakan area yang paling rentan (Potter & Perry, 2005). Efek tekanan juga dapat di tingkatkan oleh distribusi berat badan yang tidak merata.

Seseorang mendapatkan tekanan konstan pada tubuh dari permukaan tempatnya berada karena adanya gravitasi (Potter & Perry, 2005). Jika tekanan tidak terdistribusi

(15)

secara merata pada tubuh maka gradien tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan meningkat dan metabolisme sel kulit di titik tekanan mengalami gangguan.

D. Komplikasi

Komplikasi sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV, walaupun dapat terjadi pada luka yang superfisial. Menurut subandar (2008) komplikasi yang dap-at terjadi antara lain:

1. Infeksi Sering bersifat multibakterial, baik yang aerobic maupun anaerobic.

2. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi, seperti : periostitis, osteitis, osteomielitis.

3. Septicemia 4. Anemia 5. Hipoalbumin 6. Hiperalbumin 7. Kematian

E. Manifestasi Klinik

Terjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia, spina bifida, multipel sklerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, factor lain perlu diketahui dari riwayat penderita meliputi onset, durasi, riwayat pengobatan sebelumnya, perawatan luka, riwayat operasi sebelumnya, status gizi dan perubahan berat badan, riwayat alergi, konsumsi alkohol, merokok serta keadaan sosial ekonomi penderita. Anamnesa sistem termasuk di dalamnya antara lain demam, keringat malam, spasme (kaku), kelumpuhan, bau, nyeri (Arwaniku, 2007). Menurut NPUAP ( National Pressure Ulcers Advisory Panel ), luka tekan dibagi menjadi empat stadium ,yaitu :

(16)

1. Stadium 1 : Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit.

Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri, stadium ini biasanya reversible dan dapat sembuh dalam 5-10 hari.

2. Stadium 2 : Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke jaringan adiposa terlihat eritema dan indurasi serta kerusakan kulit partial (epidermis dan sebagian dermis) ditandai dengan adanya lecet dan lepuh . Stadium ini dapat sembuh dalam 10- 15 hari.

3. Stadium 3 : Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot sudah mulai terganggu dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi akan hilang struktur fibril.

Kerusakan seluruh lapisan kulit sampai subkutis, tidak melewati fascia. Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu.

4. Stadium 4 : Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia,otot serta sendi. Dapat sembuh dalam 3-6 bulan.

Tanda dan Gejala dari masing-masing stadium : 1. Stadium 1 :

a. Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut:

perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat) b. Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak) c. Perubahan sensasi (gatal atau nyeri)

d. Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu.

2. Stadium 2 :

a. Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya.

(17)

Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal.

3. Stadium 3 :

a. Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam.

4. Stadium 4 :

a. Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka tekan.

F. Penatalaksanaa

Penatalaksanaan dekubitus Penatalaksanaan klien dekubitus memerlukan pendekatan holistik yang menggunakan keahlian pelaksana yang berasal dari beberapa disiplin ilmu kesehatan. Selain perawat, keahlian pelaksana termasuk dokter, ahli fisiotrapi, ahli terapi okupasi, ahli gizi, dan ahli farmasi. Beberapa aspek dalam penatalaksanaan dekubitus antara lain perawatan luka secara lokal dan tindakan pendukung seperti gizi yang adekuat dan cara penghilang tekanan (Potter & Perry, 2005).

Selama penyembuhan dekubitus, maka luka harus dikaji untuk lokasi, tahap, ukuran, traktusinus, kerusakan luka, luka menembus, eksudat, jaringang nekrotik, dan keberadaan atau tidak adanya jaringan granulasi maupun epitelialisasi. Dekubitus harus dikaji ulang minimal 1 kali per hari. Pada perawatan rumah banyak pengkajian dimodifikasi karena pengkajian mingguan tidak mungkin dilakukan oleh pemberi perawatan. Dekubitus yang bersih harus menunjukkan proses penyembuhan dalam waktu 2 sampai 4 minggu (Potter

& Perry, 2005).

(18)

Salah satu aspek utama dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien dekubitus adalah mempertahankan integritas kulit. Hal ini dapat tercapai dengan memberikan perawatan kulit yang terencana dan konsisten. Perawatan kulit yang tidak terencana dan konsisten dapat mengakibatkan gangguan integritas kulit (Potter & Perry, 2005). Salah satu intervensi dalam menjaga integritas kulit adalah dengan cara memberikan olesan minyak zaitun karena integritas kulit yang normal dapat dipertahankan dengan memberikan minyak zaitun. Minyak zaitun mengaandung asam lemak yang dapat memelihara kelembapan, kelenturan, serta kehalusan kulit (Khadijah, 2008). Minyak zaitun dengan kandungan asam oleat hingga 80% dapat mengenyalkan kulit dan melindungi elastis kulit dari kerusakan karena minyak zaitun yang dioleskan dapat mempercepat penyembuhan kulit yang luka atau iritasi (Surtiningsih, 2005).

G. Data Penunjang 1. Darah lengkap

Peningkatan tertentu awal menunjukkan hemo konsentrasi, sehubungan dengan perpindahan atau kehilangan cairan dan untuk mengetahui adanya defisiensi nutrisi pada klien. Jika terjadi leukositosis karena adanya kehilangan sel pada sisi luka dan respon inflamasi terhadap edema. Glukosa serum yang terjadi peningkatan karena respon stres.

2. Biopsi luka

Untuk mengetahui jumlah bakteri.

3. Kultur swab

Untuk mengidentifikasi tipe bakteri pada permukaan ulkus.

4. Pembuatan foto klinis

(19)

Dibuat untuk memperlihatkan sifat serta luasnya kelainan kulit atau ulkus dan dipergunakan untuk perbaikan setelah dilakukan terapi.

(Subandar, 2008).

H. Pengkajian 1. Identitas

Umur/usia perlu ditanyakan karena adanya hubungan dengan proses penyembuhan luka atau regenerasi sel.Sedangkan ras dan suku bangsa perlu dikaji karena kulit yang tampak normal pada ras dan kebangsaan tertentu kadang tampak abnormal pada klien dengan ras dan kebangsaan lain (Smeltzer & Brenda, 2001).

Pekerjaan dan hobi klien juga ditanyakan untuk mengetahui apakah klien banyak duduk atau sedikit beraktivitas sehingga terjadi penekanan pembuluh darah yang menyebabkan suplai oksigen berkurang, sel- sel tidak mendapat cukup zat makanan dan sampah hasil sisa metabolisme tertumpuk. Akhirnya sel-sel mati, kulit pecah dan terjadilah lubang yang dangkal dan luka dekubitus pada permukaan.

2. Keluhan Utama

Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia mencari pertolongan. Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya rasa nyeri. Lokasi luka biasanya terdapat pada daerah- daerah yang menonjol, misalnya pada daerah belakang kepala, daerah bokong, tumit, bahu, dan daerah pangkal paha yang mengalami ischemia sehingga terjadi ulkus decubitus.

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain yang menyertai dan upaya- upaya

(20)

yang telah dilakukan perawat disini harus menghubungkan masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal, panas, mati rasa, immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan neuropati ( Carpenito , L.J , 1998 )

4. Riwayat Personal dan Keluarga

a. Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan luka dapat dipengauhi oleh penyakit – penyakit yang diturunkan seperti : DM, alergi, Hipertensi ( CVA ).

b. Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang pernah dialami klien. Hal ini untuk memberikan informasi apakah perubahan pada kulit merupakan manifestasi dari penyakit sistemik seperti : infeksi kronis, kanker, DM

5. Riwayat Pengobatan

Apakah klien pernah menggunakan obat- obatan. Yang perlu dikaji perawat yaitu:

a. Kapan pengobatan dimulai.

b. Dosis dan frekuensi.

c. Waktu berakhirnya minum obat.

6. Riwayat Diet

Yang dikaji yaitu berat badan, tinggi badan, pertumbuhan badan dan makanan yang dikonsumsi sehari- hari. Nutrisi yang kurang adekuat menyebabkan kulit mudah terkena lesi dan proses penyembuhan luka yang lama.

7. Status Sosial Ekonomi

Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan dan tingkat perekonomian yang dapat mempengaruhi pola hidup sehari- hari, karena hal ini memungkinkan dapat menyebabkan penyakit kulit.

(21)

8. Riwayat Kesehatan, seperti:

a. Bed-rest yang lama b. Immobilisasi c. Inkontinensia

d. Nutrisi atau hidrasi yang inadekuat 9. Pengkajian Psikososial

Kemungkinan hasil pemeriksaan psikososial yang tampak pada klien yaitu:

a. Perasaan depresi b. Frustasi

c. Ansietas/kecemasan d. Keputusasaan

e. Gangguan Konsep Diri f. Nyeri

10. Aktivitas Sehari- Hari

Pasien yang immobilisasi dalam waktu yang lama maka bukan terjadi ulkus pada daerah yang menonjol karena berat badan bertumpu pada daerah kecilyang tidak banyak jaringan dibawah kulit untuk menahan kerusakan kulit. Sehingga diperlukan peningkatan latihan rentang gerak dan mengangkat berat badan. Tetapi jika terjadi paraplegi maka akan terjadi kekuatan otot tidak ada (pada ekstremitas bawah), penurunan peristaltik usus (terjadi konstipasi), nafsu makan menurun dan defisit sensori pada daerah yang paraplegi.

11. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umum

Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau cemas akibat adanya kerusakan integritas kulit yang dialami.

(22)

b. Tanda-Tanda Vital

Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan respirasi rate meningkat.

c. Pemeriksaan Kepala Dan Leher 1) Kepala Dan Rambut

Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan warna rambut serta pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada daerah tersebut, menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan kerusakan kulit.

2) Mata

Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya dan gangguan penglihatan.

3) Hidung

Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul pernafasan cuping hidung, tidak ada sekret.

4) Mulut

Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.

5) Telinga

Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen. Pada penderita yang bet rest dengan posisi miring maka, kemungkinan akan terjadi ulkus didaerah daun telinga.

6) Leher

Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya pembesaran vena jugularis dan kelenjar linfe.

d. Pemeriksaan Dada Dan Thorax

(23)

Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan, vokal premitus, adanya suara tambahan, bunyi jantung, dan bunyi jantung tambahan, perkusi thorax untuk mencari ketidak normalan pada daerah thorax.

e. Abdomen

Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena inmobilisasi, ada masa karena konstipasi, dan perkusi abdomen hypersonor jika dispensi abdomen atau tegang.

f. Urogenital

Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan ulkus dan paraplegi terpasang kateter untuk buang air kecil.

g. Muskuloskeletal

Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bet rest dalam waktu lama, sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.

h. Pemeriksaan Neurologi

Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila terjadi nyeri hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual muntah, dan kaku kuduk.

12. Pengkajian Fisik Kulit

Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membrane mukosa, kulit kepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji yaitu warna, suhu, kelembaban,kekeringan, tekstur kulit (kasar atau halus), lesi, vaskularitas.

Yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu :

a. Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan produksi pigmen.

b. Lesi, dapat dibagi menjadi dua yaitu :

(24)

1) Lesi primer, yang terjadi karena adanya perubahan pada salah satu komponen kulit

2) Lesi sekunder, adalah lesi yang muncul setelah adanya lesi primer.Gambaran lesi yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu warna, bentuk, lokasi dan kofigurasinya.

c. Edema

Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna dari daerah edema.

d. Kelembaban

Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas atau suhu lingkungan yang tinggi kulit kering dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti lingkungan kering atau lembab yang tidak cocok, intake cairan yang inadekuat, proses menua.

e. Integritas

Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi, apakah ada drainase atau infeksi.

f. Kebersihan kulit g. Vaskularisasi

Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan echimosis.

h. Palpasi kulit

Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu, tekstur atau elastisitas, turgor kulit.

I. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan, perawatan luka.

(25)

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mekanis dari jaringan sekunder akibat tekanan dan gesekan.

3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri atau tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.

4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan hilangnya lapisan kulit, kecacatan, nyeri.

(NANDA, 2010).

J. Perencanaan

1. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan, perawatan luka.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, di harapkan nyeri pasien berkurang.

Kriteria Hasil : a. Nyeri berkurang

b. Pasien menunjukan wajah rileks c. Pasien menunjukan tubuh rilesk Intervensi :

a. Tutup luka segera mungkin

Rasional : Suhu berubah dan gesekan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung kulit.

b. Tinggikan ekstremitas yang terdapat luka secara periodik.

Rasional : Untuk menurunkan pembentukan edema, menurunkan ketidaknyamanan.

c. Beri tempat tidur yang dapat diubah ketinggiannya.

Rasional : Peninggian linen dari luka membantu menurunkan nyeri.

(26)

d. Perhatikan lokasi nyeri dan intensitas(skala 0-10).

Rasional : Perubahan lokasi/intensitas nyeri mengindikasikan terjadinya komplikasi.

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mekanis dari jaringan sekunder akibat tekanan dan gesekan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan integritas kulit pasien teratasi .

Kriteria Hasil :

a. Menunjukkan regenerasi jaringan.

b. Menunjukkan penyembuhan decubitus Intervensi :

a. Observasi ukuran, warna, kedalaman luka, jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.

Rasional : Untuk mengetahui sirkulasi pada daerah yang luka.

b. Pantau/ evaluasi tanda- tanda vital dan perhatikan adanya demam.

Rasional : Demam mengidentifikasikan adanya infeksi.

c. Identifikasi derajat perkembangan luka tekan (ulkus).

Rasional : Mengetahui tingkat keparahan pada luka.

d. Oleskan minyak zaitun pada luka pagi dan sore hari.

Rasional : Untuk menjaga kelembaban luka dan sebagai antiseptik.

3. Kerusakan mobilitas fisik bergubungan dengan nyeri atau tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan kerusakan mobilitas fisik pasien teratasi.

Kriteria Hasil :

(27)

a. Klien mampu beraktivitas, miring kiri dengan dibantu oleh keluarga.

b. Keadaan luka membaik.

Intervensi :

a. Anjurkan keluarga membantu klien mobilisasi.

Rasional : Menghilangkan tekanan pada daerah yang terdapat ulkus.

b. Atur posisi klien tiap 2 jam.

Rasional : Penghilangan tekanan intermiten memungkinkan darah masuk kembali ke kapiler yang tertekan.

c. Bantu klien untuk latihan rentang gerak secara konsisten yang diawalai dengan pasif kemudian aktif.

Rasional : Mencegah secara progresif untuk mengencangkan jaringan parut dan meningkatka pemeliharaan fungsi otot atau sendi.

4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan hilangnya lapisan kulit, kecacatan, nyeri.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, diharapkan gangguan citra tubuh pasien teratasi.

Kriteria Hasil :

a. Menyatakan penerimaan situasi diri.

b. Memasukan perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri negatif.

Intervensi :

a. Kaji perubahan pada pasien.

Rasional : Episode traumatik mengakibatkan perubahan tiba-tiba.

b. berikan harapan dalam parameter situasi individu, jangan memberikan keyakinan yang salah.

Rasional : Meningkatkan perilaku positif individu.

(Doengoes, Marylynn E. Dkk. 2000).

Referensi

Dokumen terkait

Dari pemaparan diatas penulis tertarik melakukan penelitian dengan tema ini karena ingin mengetahui prediksi kunjungan pasien pada balai kesehatan masyarakat di masa

Pemahaman makan sepuasnya atau all you can eat merupakan suatu konsep rumah makan dimana tamu yang datang dapat mengambil dan memilih sendiri dengan sepuasnya

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sekretaris Desa dibantu oleh kepala Urusan Staf Sekretaris Desa atau Kepala Urusan adalah unsur sekretariat yang melaksanakan urusan

Tahapan penting dalam latihan membaca puisi: (1) pahamilah isinya; (2) bubuhkan tanda- tanda pembacaan untuk pemandu penggunaan nada, tempo, irama, dan jeda; (3) bacalah

Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, PGPAUD dan PGSD sejumlah 3 peserta karena akan mengajukan akreditasi dalam waktu dekat, 3 peserta tersebut dari

kristal menaikkan laju pelindihan radionuklida dalam gelas[IAEA, 1979 dan Suryantoro, 1995].Jadi radiasi beta- gamma yang dipancarkan oleh radionuklida dalam gelas

Secara umum dari model dapat dijelaskan bahwa latihan fisik dapat menurunkan kadar glukosa basal sementara setelah latihan, namun lama-kelamaan akan naik kembali ke

Tavip Tria Candra,