• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Masyarakat Desa Tumbang Baringei Kalimantan Tengah tentang Pemilihan Dukun Bayi dalam Proses Persalinan T1 462012072 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Masyarakat Desa Tumbang Baringei Kalimantan Tengah tentang Pemilihan Dukun Bayi dalam Proses Persalinan T1 462012072 BAB II"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

15 BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Persepsi

2.1.1 Definisi Persepsi

Dalam setiap melakukan suatu tindakan, seorang

individu pasti didasari dengan pemikiran. Pemikiran yang

dimaksud adalah persepsi seseorang dalam mengamati

sesuatu yang di temukan di sekelilingya. Menurut Sunaryo

(2004) persepsi adalah suatu proses akhir dari suatu

pengamatan yang diawali dengan proses pengindraan,

yaitu proses penerimaan stimulus oleh alat indra, setelah

itu terdapat perhatian pada individu, lalu diteruskan ke

otak, dan kemudian individu tersebut menyadari sesuatu

yang dinamakan persepsi. Definisi lain mengatakan

persepsi merupakan proses yang kompleks yang

dilakukan oleh individu untuk memilih, mengatur serta

memberikan makna terhadap suatu kenyataan yang telah

dijumpai disekelilingnya (Hardjana, 2003). Walgito (2001)

dalam Sunaryo (2004) mendefinisikan persepsi sebagai

proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap

suatu stimulus yang telah diterima oleh individu sehingga

(2)

Dengan demikian, peneliti dapat menyimpulkan

makna dari persepsi yaitu sebagai proses dimana individu

menerima suatu rangsangan melalui alat indra, kemudian

rangsangan tersebut memampukan individu untuk

memilih, mengartikan, memutuskan dan memberi makna

terhadap apa yang dijumpai di sekelilingnya. Setiap

manusia tentu mempunyai proses yang sama dalam

menerima suatu informasi, tetapi persepsi dari setiap

individu tidak akan selalu sama ketika memaknai sesuatu,

bisa saja dua individu mempunyai persepsi yang berbeda

ketika memberi makna terhadap suatu masalah yang

sama. Perbedaan persepsi yang demikian tentu

dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik itu dari dalam diri

individu itu sendiri maupun dari luar. Menurut Gunarsa

(2002) persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor personal

yaitu pengalaman, motivasi, dan kepribadian.

Faktor pertama yang mempengaruhi persepsi yaitu

pengalaman. Pengalaman yang dimasksud yaitu facial meaning sensitivity yang mempunyai arti kepekaan menafsirkan ungkapan wajah personal stimuli.

Pengalaman menyebabkan orang dapat menafsirkan

ekspresi wajah, ungkapan, serta pesan sacara lebih

(3)

individu dari belajar secara formal dan nonformal. Faktor

lain yang mengikuti pengalaman yaitu motivasi. Motivasi

seseorang akan berpengaruh pada latar belakang yang

menggerakan dan mengerahkan komunikasi

interpersonal, antara lain motif biologis, hukuman, ciri

kepribadian, ganjaran, serta perasaan diancam personal

stimuli. Perasaan yang diancam ini menyebabkan adanya

perseptual defence. Dengan pembelaan perceptual inilah individu yang menghadapi stimuli/pesan yang bersifat

mengancam akan bereaksi sedemikian rupa, sehingga ia

tidak menyadari adanya stimuli/pesan tersebut. Dua hal

pada komunikasi yang bisa menyesatkan yaitu: seseorang

hanya mendengar apa yang mau didengarnya, dan

kebutuhan untuk mempercayai dunia yang adil, dunia

yang diatur secara adil: “Setiap individu akan memperoleh

apa yang layak diperolehnya.”

Salain pengalaman dan motivasi, terdapat faktor lain

yang mempengaruhi persepsi seorang individu yaitu

kepribadian. Sifat-sifat kepribadian dari individu akan

berpengaruh dalam komunikasi. Misalnya, individu yang

mempunyai kepribadian yang bersifat otoriter adalah

orang yang kepribadiannya ditandai dengan adanya

(4)

mempunyai hasrat ingin berkuasa yang tinggi, serta

kekakuan dalam hubungan interpersonal.

2.1.2 Proses Terjadinya Persepsi

Persepsi tidak muncul seketika seseorang melihat

sesuatu di sekelilingnya, tetapi juga mempunyai proses

dalam mempersepsikan sesuatu. Menurut Sunaryo (2004)

persepsi melewati tiga proses, yaitu:

a. Proses fisik (kealaman) – Objek → stimulus → resptor

atau alat indra.

b. Proses fisiologis–Stimulus → saraf sensori → otak.

c. Proses psikologis–Proses dalam otak sehingga

membuat individu mampu menyadari stimulus yang

telah diterima.

Jadi, syarat untuk mengadakan persepsi perlu ada

proses fisik, fisiologis, dan psikolgis. Berikut bagan proses

terjadinya persepsi:

Objek Stimulus Reseptor

Saraf Sensorik Otak

Saraf Motorik

(5)

Sumber: Sunaryo (2004)

Jika melihat proses terjadinya persepsi diatas, dapat

disimpulkan bahwa proses awal terbentuknya persepsi

yaitu berawal dari penglihatan kita terhadap suatu objek

kemudian objek tersebut di stimulus ke otak melalaui saraf

sensorik, lalu kemudian diolah di otak dan menghasilkan

persepsi.

2.1.2 Perbedaan Persepsi

Terjadinya suatu persepsi pada setiap individu akan

melalui proses yang sama. Tetapi setiap individu tidak

selalu sama ketika mempersepsikan sesuatu, hal ini

dipengaruhi oleh berbagai sebab. Menurut Sarwono

(1976) perbedaan persepsi dapat disebabkan oleh

berbagai hal, yaitu:

a. Perhatian

Biasanya kita tidak menangkap semua

stimulus yang berada di sekitar kita secara

bersamaan, tetapi kita bisa memfokuskan perhatian

kita terhadap satu objek ataupun dua objek saja.

Perbedaan fokus yang terjadi antara satu individu

dengan individu lainnya, membuat adanya

(6)

b. Set

Set adalah suatu harapan individu terhadap rangsang yang akan timbul. Misalnya, pada seorang

atlet kri yang sudah siap di garis start terdapat set pada individu tersebut bahwa akan ada terdengar

bunyi pistol di saat ia harus mulai berlari. Perbedaan

set yang terjadi pada setiap diri individu dapat membuat suatu perbedaan persepsi. Misalnya, A

yang biasanya membeli telur dengan harga Rp. 14,-

sebutir, sedangkan B biasa membeli dengan Rp.

10,-. jika A dan B bersama-sama membeli telur di tempat

yang sama dan harga telur yang ada di tempat itu

sebesar Rp. 12,50,- maka bagi A garha telur itu

murah, sedangkan bagi B harga tersebut terlalu

mahal.

c. Kebutuhan

Kebutuhan-kebutuhan yang sesaat ataupun

yang menetap pada diri seseorang, akan

berpengaruh pada persepsi individu tersebut.

Dengan demikian, kebutuhan-kebutuhan yang

berbeda pada setiap orang, dapat menyebabkan

pula perbedaan persepsi pada setiap orang.

(7)

pertokoan. A, yang kebutuhannya sedang lapar dan

ingin makan, akan mempersepsikan pertokoan

tersebut itu penuh dengan tempat makan yang

terdapat banyak makanan lezat, sedangkan B yang

kebutuhannya ingin membeli sebuah jam tangan,

tentu akan mempersepsikan pertokoan itu sebagai

toko kelontong.

d. Sistem nilai

Sistem nilai yang berlaku di dalam sistem

masyarakat akan mempunyai pengaruh terhadap

persepsi. Suatu penelitian di Amerika Serikat (Bruner

dan Godman 1947, Carter dan Schooler 1949)

didapatkan bahwa anak-anak yang berasal dari

keluarga kurang mampu atau miskin

mempersepsikan sebuah mata uang logam lebih

besar nilainya dari ukuran yang sebenarnya. Hal

yang demikian tidak ditemukan pada anak-anak

yang mempunyai lakeluarga kaya.

e. Ciri Keperibadian

Ciri kepribadian seseorang akan mempunyai

pengaruh pada persepsi seseorang tersebut.

Misalnya A dan B yang bekerja di kantor yang sama

(8)

sama pula. A yang mempunyai sifat pemalu dan

penakut, akan mempersepsikan atasannya tersebut

sebagai orang yang menakutkan dan harus dihindari,

sedangkan bagi B yang mempunyai kepercayaan diri

yang tinggi, akan mempersepsikan atasannya

sebagai orang yang bisa diajak bergaul,

bekerjasama seperti dengan yang lainya.

Jadi, dari penjelasan di atas dapat

disimpulkan bahwa perbedaan perhatian, set, kebutuhan, sistem nilai, dan ciri kepribadian pada

setiap individu akan mempengaruhi bagaimana

individu tersebut mempersepsikan sesuatu yang

ditemukan di sekelilingnya.

2.2 Tinjauan Mengenai Dukun Bayi 2.2.1 Pengertian Dukun Bayi

Berbagai konsep masyarakat dan nilai yang ada di

dalamnya, tidak terlepas pula berbagai lapisan

masyarakat dengan profesi/pekerjaannya masing-masing,

seperti perawat, dokter, bidan, guru dan lain sebagainya.

Sampai saat ini, masih terdapat satu pekerjaan yang

masih diakui dan dipercaya keberadaannya di antara

(9)

masyarakat. Pekerjaan tersebut yaitu dukun bayi, yang

masih banyak diakui dan dipercaya oleh masyarakat

Indonesia dan sering kali menjadi pilihan alternatif untuk

menyelesaikan masalah kehamilan dan persalinan.

Pengertian dukun bayi itu sendiri menurut Syafrudin dan

Hamidah (2009) dukun bayi adalah orang yang sudah

dianggap mempunyai keterampilan dan sudah

mendapatkan suatu kepercayaan dari masyarakat untuk

menolong persalinan dan memberikan perawatan untuk

ibu dan anak sesuai dengan masing-masing kebutuhan

masyarakat, kepercayan yang sudah ada pada

masyarakat terhadap berbagai ketrampilan ataupun

kemampuan dukun bayi ini mempunyai keterkaitan

dengan sistem nilai budaya yang ada di masyarakat

tersebut. Syafrudin dan Hamidah juga menambahkan

bahwa dukun bayi dipercaya sebagai tokoh masyarakat

setempat sehingga dukun bayi mempunyai potensi dalam

hal pelayanan kesehatan. Sedangkan menurut

Wiknjosastro (2007) mendefinisikan dukun bayi sebagai

seorang wanita yang sudah berusia ± 50 tahun ke atas,

pekerjaan ini sudah turun temurun di dalam keluarga atau

karena dukun bayi merasa telah mendapat panggilan

(10)

seorang wanita yang sudah tua yang sudah mempunyai

banyak pengalaman dalam memberikan pertolongnan

pesalinan; tetapi seorang pria tua juga dapat melakukan

pertolongan pada persalinan (Ihromi, 2006).

Berdasarkan beberapa definisi mengenai dukun

bayi di atas maka dapat dibuat kesimpulan bahwa dukun

bayi adalah seseorang dipercayai oleh masyarakat secara

turun-temurun yang mempunyai kemampuan dalam

membantu persalinan, kepercayaan masyarakat ini

berkaitan dengan nilai budaya yang mereka pegang.

Dengan demikian, peran dan pengaruh dukun bayi juga

akan beragam sesuai dengan kultur daerah mereka.

Menurut Syafrudin (2009) dukun terbagi dalam dua

jenis, yaitu dukun yang terlatih dan dukun tidak terlatih.

Dukun terlatih adalah dukun yang sudah mendapatkan

pelatihan dari tenaga kesehatan dan sudah dinyatakan

lulus dari pelatihan tersebut. Sedangkan dukun yang tidak

terlatih adalah dukun yang masih belum pernah mendapat

pelatihan dari tenaga kesehatan atau dukun yang sedang

mengikuti pelatihan dan belum dinyatakan lulus dari

(11)

2.2.2 Peran Dukun Bayi

Kepercayaan masyarakat terhadap dukun bayi

sudah menjadi suatu kebiasaan yang sulit untuk kita

hilangkan, karena didalamnya terdapat unsur budaya yang

kuat sehingga dukun bayi masih dipercaya oleh

masyarakat. Menurut Prawirohardjo (2005) kepercayaan

masyarakat terhadap kemampuan dan keterampilan yang

dimiliki dukun bayi dalam menolong persalinan

mempunyai keterkaitan dengan sistem nilai budaya yang

ada di masyarakat setempat.

Keberadaan dukun di masyarakat tidak hanya

dipengaruhi oleh nilai budaya saja tetapi peran yang

dijalankan oleh dukun bayi membuat masyarakat masih

memilih dukun bayi sebagai pilihan alternatif penolong

persalian. Berbagai macam peran yang dimainkan dukun

bayi yang membuat dukun juga tidak kalah dari penolong

persalinan oleh tenaga kesehatan (dokter/bidan). Berikut

beberapa peran dukun bayi menurut Chandranita

Manuaba, dkk (2009):

1. Peran Sebagai Penasihat Tentang Kewajiban

Nasihat yang diberikan dukun dalam hal

(12)

1) Suami-istri dinasehati untuk tetap menjaga

perilaku dalam kehidupan rumah tangganya

supaya tidak menggoncangkan kejiwaannya

sehingga pertumbuhandan perkembangan janin

yang di dalam kandungan ibu berlangsung

dengan baik.

2) Ibu hamil disuruh untuk melihat segala suatu

yang bersifat baik, sehingga tumbuh kembang

janin dalam kandungan dapat berlangsung

dengan baik.

3) Ibu hamil dianjurkan untuk bisa membaca

sebuah cerita yang mengisahkan tentang

kepahlawanan, keindahan, sehingga jika bayi

sudah besar nanti dapat menjadi seseorang yang

suka membaca.

4) Tidak diijinkan untuk melihat semua hal yang

buruk, misalnya memotong ayam.

5) Bila menjumpai hal-hal yang mengejutkan,

khususnya bagi ibu-ibu yang berasal dari suku

Jawa menyebutkan “amit-amit jabang bayi”,

sambil mengelus perutnya sebanyak tiga kali,

tindakan ini diharapkan tidak akan berpengaruh

(13)

6) Suami diharapkan agar dapat berperilaku baik

dan menganggap bayinya yang masih dalam

kandungan sudah bisa diajak bicara, karena bila

suami pergi dianjurkan untuk berpamitan terlebih

dahulu atau jika pulang membawa oleh-oleh.

7) Suami tidak diperbolehkan untuk melakukan

hubungan seks setelah usia kehamilan istrinya

berumur sekitar tujuh bulan.

Semua nasihat yang diberikan dukun bayi

seperti yang sudah dijelaskan diatas, semua nasihat

itu mencerminkan bahwa keadaan baik/buruk dapat

mempengaruhi tumbuh-kembang kejiwaan janin.

2. Peran Sebagai Penasihat Tentang Makanan Saat

Hamil.

Dukun bayi sering mengasosiasikan

makanan tertentu yang dianggap bisa menganggu

pertumbuhan maupun perkembangan janin di dalam

rahim ibu dan pada proses persalinan. Contoh

makanan yang ditabukan:

1) Ibu tidak diijinkan untuk makan buah nanas

terutama buah nanas muda yang dipercayai

(14)

2) Ibu dilarang untuk makan kerak nasi karena

dianggap dapat menyulitkan proses persalinan

plasenta.

3) Ibu tidak diijinkan untuk makan jantung pisang,

karena dipercayai dapat melahirkan bayi yang

berwarna hitam.

4) Ibu tidak diperbolehkan makan buah pisang yang

berdempetan karena dipahami dapat melahirkan

bayi yang dempet.

5) Ibu tidak boleh makan hati ayam karena dapat

membuat bayinya nanti bodoh dan kerdil

6) Ibu dilarang untuk makan telur karena dianggap

bisa membuat bisulan pada bayinya

7) Ibu dilarang makan ikan darat dan ikan laut

karena dapat membuat rasa ASI ibu menjadi asin

dan ASI ibu bisa oleh ditolak bayinya.

Jika disimak secara keseluruhan, makanan yang

dianjurkan dukun bayi untuk ibu hamil adalah

makanan yang mengarah pada jenis makanan

vegetarian. Dengan makanan vegetarian, maka

sifat-sifat kebinatangan akan sirna, sehingga dapat

membuat pertumbuhan kejiwaan bayi bisa lebih

(15)

2.2.3 Alasan-Alasan Layanan Dukun Bayi Masih Dipercaya Oleh Masyarakat

Banyak alasan-alasan yang diberikan masyarakat

mengenai kepercayaan mereka terhadap dukun bayi, baik

itu alasan dari segi kebudayaan, aspek biaya dan aspek

lain yang terkait dengan alasan masyarakat masih

mempercayai dukun bayi sebagai penolong persalinan.

Untuk mengetahui lebih jelas mengenai alasan-alasan

tersebut, berikut dapat dilihat pada hasil

penelitian-penelitian sebelumnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Serilaila dan Atik

Triratnawati pada tahun 2010 di daerah Binuang,

Kalimantan Selatan didapatkan bahwa alasan masyarakat

untuk tidak meninggalkan dukun bayi atau yang biasa

mereka sebut sebagai bidan kampung, mempunyai

keahlian khusus seperti doa/mantra yang dilantunkan oleh

dukun bayi dalam bahasa Arab pada upacara-upacara

tertentu (upacara batapung tawar). Suku daerah Binaung

tersebut sangat mempercayai doa/mantra berbahasa Arab

karena dianggap sebagai perbuatan yang baik.

Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Ramli pada tahun 2013 di Kecamatan Balantak Utara,

(16)

dukun bayi karena mereka malu bersalin ke tenaga

kesehatan, selain itu jasa dukun bayi lebih murah. Alasan

lain juga yaitu karena tenaga kesehatan yang tidak selalu

berada di tempat sehingga membuat ibu memilih alternatif

lain (dukun bayi) untuk menolong persalinannya.

Alasan yang serupa dapat dilihat pada hasil

penelitian yang dilakukan oleh Rina Anggorodi pada tahun

2009 di beberapa daerah di Indonesia yaitu di desa

Tobimiita, desa Inalobu, dan desa Lapulu, Kabupaten

Kendari (Sulawesi Tenggara), di desa Bode Sari, desa

Karangasem dan desa Gombong Kabupaten Cirebon

(Jawa Barat). Pada penelitianya didapat bahwa masih

banyak masyarakat beranggapan bila persalinan yang

ditolong oleh bidan biayanya lebih malah dibandingkan

bila ditolong oleh dukun bayi. Pada penelitianya juga

ditemukan penyebab lain yang membuat bidan tidak dipilih

dalam membantu persalinan yaitu bahwa selain usia bidan

yang masih relatif masih muda, bidan dinilai masih belum

memiliki pengalaman melahirkan dan juga kebanyakan

masih belum terlalu dikenal oleh masyarakat. Peranan

dukun bayi dalam proses kehamilan dan persalinan

berkaitan erat dengan budaya setempat dan kebiasaan

(17)

Perilaku ibu hamil secara umum masih meyakini dan

mempercayai dukun bayi sebagai penolong persalinan

karena dianggap aman. Hal ini ditemukan pada hasil

penelitian yang dilakukan oleh Siti Nuraeni dan Dewi

Purnamawati pada tahun 2011 di tiga Desa di wilayah

Puskesmas Kecamatan Pedes, yaitu Desa Karangjaya,

Desa Puspasari, dan Desa Kertamulya, Kabupaten

Karawang. Dari hasil penelitian Siti Nuraeni dan Dewi

Purnamawati didapatkan juga sebagian besar informan

mengatakan bahwa dukun bayi orang yang terampil,

mampu dan paham dalam menolong persalinan, selain itu

juga informan mengatakan bahwa kekuatan spiritual yang

dimiliki dukun bayi membuat mereka merasa lebih nyaman

dan aman pada saat persalinannya ditolong oleh dukun

bayi.

Berdasarakan dari beberapa hasil penelitian diatas,

dapat disimpulkan bahwa kelebihan khusus yang dimiliki

dukun bayi seperti kekuatan spiritual yang mampu

membuat ibu merasa nyaman dan aman, jasa dukun bayi

yang lebih murah, serta faktor kebudayaan di masyarakat

(18)

2.3 Persalinan

Kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan dukun bayi

sering kali dapat menimbulkan berbagai persoalan di lingkup

kesehatan, khususnya pada kesehatan saat proses

persalinan/setelah persalinan. Hal ini disebabkan karena

ketidakpahaman dukun bayi mengenai konsep-konsep dasar

persalinan, seperti tanda dan gelaja persalinan, tahap-tahap

dalam persalian serta proses persalinan yang baik dan benar.

Berikut dapat dilihat mengenai berbagai konsep dalam

persalinan.

2.3.1 Pengertian Persalinan

Menurut Manuaba (1998) dalam Asrinah dkk (2010)

mendefinisikan persalinan sebagai proses pengeluaran

hasil konsepsi (uteri dan janin) yang cukup bulan atau bisa

hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui

jalan lahir lain, dengan atau tanpa bantuan (kekuatan

sendiri). Definisi lain mengatakan persalinan adalah suatu

proses fisiologi yang dapat memungkinkan terjadinya

serangkaian perubahan besar pada para calon ibu untuk

(19)

Dari penjelasan di atas, maka dapat diartikan

persalinan sebagai proses dalam upaya pengeluran hasil

konsepsi yang sudah mampu untuk hidup di luar rahim

melalui alat vital wanita atau melalui jalan lain (section

caesearia).

2.3.2 Klasifikasi atau Jenis Persalinan

Persalinan mempunyai berbagai jenis, baik itu

berdasarkan cara persalinan, atau berdasarkan usia

kehamilan dan berat janin. Asrinah, dkk (2010)

mengklasifikasikan persalinan dalam dua jenis, yaitu

berdasarkan cara dan usia kehamilan.

1. Jenis persalinan berdasarkan cara persalinan.

a. Persalinan Normal (spontan)

Persalinan normal adalah suatu proses dimana

lahirnya bayi pada letak belakang kepala (LBK)

dengan bantuan tenaga dari ibu sendiri, tanpa

adanya bantuan alat-alat medis serta tidak melukai

bayi dan ibu yang pada umumnya bisa

berlangsung kurang dari 24 jam.

b. Persalinan Buatan

Persalinan buatan merupakan suatu proses

(20)

dari tenaga luar seperti dilakukan tindakan

pembedahan atau sectio caesaria.

c. Persalinan Anjuran

Persalinan anjuran merupakan persalinan yang

membutuhkan kekuatan dari luar jalan dari jalan

rangsangan, tindakan ini dilakukan untuk

mendukung proses terjadinya persalinan.

2. Persalinan berdasarkan usia kandungan dan berat

janin yang dilahirkan

a. Abortus (keguguran)

Abortus (keguguran) merupakan kehamilan yang

berakhir sebelum usia kandungan mencapai usia

22 minggu atau janin yang masih belum mampu

untuk bisa hidup di luar kandungan.

b. Persalinan Prematur

Persalinan prematur merupakan persalinan yang

terjadi ketika usia kehamilan mencapai 28-36

minggu dan berat badan janin tidak mencapai

2.499 gram.

c. Persalinan Mature (aterm)

Persalinan mature (aterm) meruapakan persalinan

(21)

37-42 minggu dan berat badan janin lebih dari 2.500

gram.

d. Persalinan Serotinus

Persalinan serotinus merupakan persalinan yang

terjadi ketika usia kendungan yang lebih dari 42

minggu atau lebih 2 minggu dari waktu partus yang

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis didapatkan bahwa menurut site manager faktor yang menentukan keberhasilan pengendalian waktu pada proyek konstruksi adalah : faktor

Oktober 2011, maka dengan ini diumumkan pemenang pelelangan umum untuk pekerjaan sebagaimana berikut:.. Nomor

Mata bor helix kecil ( Low helix drills ) : mata bor dengan sudut helix lebih kecil dari ukuran normal berguna untuk mencegah pahat bor terangkat ke atas

Tempat – tempat yang memberikan informasi dan melakukan penelitian tentang kebudayaan jawa masih kurang, sehingga dengan adanya ”Pusat Studi dan Kajian Kebudayaan

Energi listrik yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan listrik pada bangunan Pusat Studi dan kajian kebudayaan jawa berasal dari sumber listrik PLN dan genset.

Kuat geser yang dihasilkan dari tanah tanpa serabut kelapa.. yaitu 0,15 semakin meningkat sampai dengan pencampuran

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan penyertaan-Nya sehingga dapat menyelesaikan hasil Karya Tulis Tugas Akhir, yang mencakup

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa tarif sewa kamar dan selisih tarif sewa kamar Hotel Puri Artha Yogyakarta pada saat low season dengan metode cost-plus