• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA PENGENDALIAN FAKTOR BAHAYA KEBISINGAN DI UNIT POWER PLANT PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MINYAK DAN GAS BUMI CEPU, BLORA, JAWA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA PENGENDALIAN FAKTOR BAHAYA KEBISINGAN DI UNIT POWER PLANT PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MINYAK DAN GAS BUMI CEPU, BLORA, JAWA TENGAH"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

LAPORAN KHUSUS

UPAYA PENGENDALIAN FAKTOR BAHAYA KEBISINGAN

DI UNIT POWER PLANT PUSAT PENDIDIKAN DAN

PELATIHAN MINYAK DAN GAS BUMI

CEPU, BLORA, JAWA TENGAH

Septian Wisnu Santoko

R.0008133

PROGRAM DIPLOMA III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

ii

PENGESAHAN

Tugas Akhir

dengan judul

:

Upaya Pengendalian Faktor Bahaya Kebisingan

di Unit Power Plant Pusat Pendidikan dan Pelatihan Minyak dan

Gas Bumi Cepu, Blora, Jawa Tengah

Septian W

isnu Santoko, NIM : R

0008133, Tahun : 2011

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan

Penguji Tugas Akhir

Program D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja

Fakultas Kedokteran UNS Surakarta

Pada Hari

Tanggal

20

Pembimbing

I Pembimbing

II

Putu Suriyasa, dr, MS, PKK, Sp.Ok

Margono, dr, MKK.

NIP. 19481105 198111 1 001

NIP. 19540915 198601 1 001

Ketua program

D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja FK UNS

(3)

commit to user

ABSTRAK

UPAYA PENGENDALIAN FAKTOR BAHAYA KEBISINGAN DI UNIT POWER PLANT PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MINYAK DAN

GAS BUMI CEPU, BLORA, JAWA TENGAH Septian Wisnu Santoko1, Putu Suriyasa2, Margono3

Tujuan : Tempat kerja yang di dalamnya terdapat manusia, material, alat dan lingkungan terdapat potensi dan faktor bahaya yang jika diabaikan maka akan menyebabkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari atas permasalahan yang telah dirumuskan yaitu untuk mengidentifikasi sumber bahaya kebisingan dan bagaimana upaya pengendalian yang telah dilakukan oleh PUSDIKLAT MIGAS CEPU serta dampak dari faktor bahaya kebisingan tersebut pada tenaga kerja di Unit Power Plant.

Metode : Kerangka pemikiran dari penelitian in adalah bahwa di PUSDIKLAT MIGAS CEPU terdapat faktor bahaya kebisingan di tempat kerja yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam bekerja sehingga diperlukan proses pengendalian menanggulangi mengenai faktor bahaya kebisingan tersebut.

Hasil : Metode Penelitian yang digunakan adalah Metode Deskriptif yang bertujuan memberikan gambaran yang jelas dan tepat mengenai bagaimana pelaksanaan identikikasi mengenai sumber-sumber bahaya, sumber kebisingan dan potensi bahaya beserta tindakan pengendalian yang terdapat pada PUSDIKLAT MIGAS CEPU. Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh data bahwa kebisingan pada Unit Power Plant telah melampaui Nilai Ambang Batas (NAB). Maka pada area itu perlu adanya upaya-upaya pengendalian dari faktor bahaya kebisingan.

Simpulan : Kesimpulan dari penelitian ini adalah PUSDIKLAT MIGAS CEPU telah melakukan proses identifikasi terhadap Unit Power Plant yang terpapar bising melebihi NAB dan melakukan tindakan pengendalian terhadap tempat kerja yang melebihi NAB.

Kata Kunci : Kebisingan, Upaya Pengendalian 1.

Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas, Sebelas Maret Surakarta.

2.

Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3.

(4)

commit to user

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdulillah, puji syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya dalam pelaksanaan Magang dan penyusunan laporan Tugas Akhir dengan judul Upaya Pengendalian Faktor Bahaya Kebisingan di Unit Power Plant Pusat Pendidikan dan Pelatihan Minyak dan Gas Bumi Cepu, Blora, Jawa Tengah.

Laporan ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan di Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dan untuk menambah wawasan guna mengenal, mengetahui dan memahami mekanisme serta problematika yang ada mengenai penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) serta lingkungan hidup di perusahaan.

Dalam pelaksanaan praktek kerja lapangan dan penyusunan laporan ini, banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis, sehingga dalam penyusunan laporan ini dapat selesai dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak A.A. Subiyanto, Dr., dr., MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta periode 2006-2011.

2. Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., S.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta periode 2011-2016. 3. Bapak Putu Suriyasa, dr.,MS, PKK, Sp. Ok, selaku Ketua Program Diploma III

Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dan selaku pembimbing 1 yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan.

4. Bapak Margono, dr, MKK, Selaku pembimbing 2 yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan.

5. Bapak Kastur, S.Ag yang telah membantu dalam segala kelancaran Praktek Kerja Lapangan di PUSDIKLAT MIGAS Cepu.

6. Bapak Putut Prasetyo, ST, MT selaku pembimbing lapangan yang telah memberikan masukan-masukan selama proses magang di PUSDIKLAT MIGAS Cepu.

7. Bapak Yoga Suswanto, SST selaku Kepala Unit LL yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan.

8. Bapak Hilmi dan Bapak Parnoto yang selalu menemani setiap hari baik dalam pengukuran, inspeksi maupun sekedar sharing-sharing.

9. Bapak Suharto, ST selaku Kepala Bidang Fire beserta Bapak Edi, Bapak Kazim, Bapak Yanto, Bapak Zainudin, Bapak Lanan, Bapak Karmu, Bapak Budi, dan Bapak-bapak dari tim Fire yang telah banyak membantu.

(5)

commit to user

11.Arie Suprayitno, Roy Abrianto dan Yanuar Kristardianto teman-teman satu tempat magang, satu atap, sepenanggungan yang selalu mendukung dan menyemangati satu sama lain di dalam kita magang bersama di PUSDIKLAT MIGAS Cepu.

12.Bapak Heru Prayitno dan keluarga yang telah menyediakan tempat untuk kami dapat tinggal selama satu bulan.

13.0EDK³*XQ´GDQ0EDK3XWUL3DNGH+HQGURGDQ.HOXDrga yang telah banyak

membantu selama di tempat perantauan.

14.Bapak, Ibu dan Adik di rumah yang selalu mendukung dan mendoakan.

15.³8LWHUVD\DQJ´ \DQJVHODOXPHPEHULNDQdoa, dorongan dan semangat dalam magang dan pembuatan laporan.

16.Teman-teman 2008 yang memberikan dukungan serta doa.

17.Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangannya, sehingga saran dan kritik sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan laporan ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Cepu, Februari 2011 Penulis,

(6)

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PERUSAHAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II. LANDASAN TEORI ... 7

A. Tinjauan Pustaka ... 7

B. Kerangka Pemikiran ... 40

BAB III. . METODELOGI PENELITIAN ... 41

A. Jenis Penelitian ... 41

B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 41

C. Objek Penelitian ... 42

(7)

commit to user

E. Sumber Data ... 43

F. Analisa Data ... 43

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Hasil Penelitian ... 45

B. Pembahasan ... 51

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ... 61

A. Simpulan ... 61

B. Saran ... 62

(8)

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Intensitas Kebisingan Sehari-hari ... 17

Tabel 2. Kontribusi Berbagai Sumber Kebisingan ... 17

Tabel 3. NAB Pemaparan Kebisingan di Tempat Kerja ... 28

Tabel 4. Baku Mutu Tingkat Kebisingan ... 29

Tabel 5. Pengukuran Intensitas kebisingan di unit Power Plant ... 46

(9)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Perhitungan Noice

Lampiran 2. Pemantauan Tingkat Kebisingan Lampiran 3. Surat Keterangan Magang Lampiran 4. Jadwal Kegiatan Magang Lampiran 5. Surat Penerimaan Magang

Lampiran 6. Kebijakan Lingkungan Pusdiklat Migas Lampiran 7. Struktur Organisasi LK3

Lampiran 8. SOP Sound Level Meter

(10)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan perkembangan industri dewasa ini, maka tentunya akan menimbulkan berbagai faktor bahaya yang semakin beragam dan lebih luas. Hal tersebut sering kali disertai dengan tingkat risiko bahaya yang tinggi oleh karena kompleksitas peralatan maupun kurangnya keterampilan tenaga kerja yang mengoperasikan. Penerapan teknik dan teknologi yang canggih disamping membawa kemudahan juga berdampak negatif seperti penyakit akibat kerja, kecelakaan kerja, pencemaran lingkungan kerja, pencemaran lingkungan umum yang menimpa tenaga kerja dan masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari manajemen suatu perusahaan yang unggul dan cermat dalam melakukan suatu bentuk pengendalian yang efektif.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Occupational Health and Safety)

(11)

produktifitas, keselamatan dan kesehatan masyarakat kerja tersebut dapat timbul akibat pekerjaannya.

Sasaran keselamatan dan kesehatan kerja khususnya adalah para pekerja dan peralatan di tempat kerja. Melalui usaha keselamatan dan kesehatan pencegahan di lingkungan kerja masing-masing dapat dicegah adanya penyakit akibat dampak pencemaran lingkungan maupun akibat aktivitas dan produk di tempat kerja terhadap masyarakat konsumen baik di lingkungan kerja maupun masyarakat luas.

Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja adalah :

1. Mengontrol semua risiko dan potensi kecelakaan yang menghasilkan kecelakaan dan kerusakan.

2. Mencegah kecelakaan.

3. Menghindari kerugian harta benda dan nyawa. 4. Menghindari kerugian bagi perusahaan (cost). (Pusat Kesehatan dan Keselamatan Kerja, 2010)

(12)

Secara umum bising adalah suatu bunyi yang tidak diinginkan atau tidak diharapkan yang sifat getarannya selalu berubah-ubah dan dapat mengganggu seseorang. Bising dapat diartikan sebagai suara yang timbul dari getaran-getaran yang tidak teratur dan periodik. Manusia masih mampu mendenngar bunyi dengan frekuensi antara 16-20.000 Hz, dan intensitas dengan Nilai Ambang Batas (NAB) 85 dB(A) secara terus menerus. Intensitas lebih dari 85 dB dapat menimbulkan gangguan dan batas ini disebut critical level of

intensity (Pusat Kesehatan dan Keselamatan Kerja, 2010).

Pengaruh utama dari kebisingan terhadap kesehatan adalah kerusakan pada indera pendengaran yang dapat menyebabkan ketulian progresif. Jika telinga selalu terpapar dengan kebisingan yang melebihi NAB (85 dB untuk 8 jam) maka ada hair cells pada telinga yang rusak atau mati sehingga suara tadi jadi tidak terdengar. Kejadian seperti itu merupakan indikasi bahwa telinga kita sudah memasuki fase ketulian (Ir. Fatur Yani, 1998).

(13)

atau sesuai dengan Permenaker No. 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja. NAB yang seharusnya diterapkan di pabrik atau perusahaan yaitu 85 dB, apabila NAB melebihi 85 dB akan mempunyai dampak yang tidak baik bagi produktivitas tenaga kerja.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Minyak dan Gas Bumi Cepu (Pusdiklat Migas Cepu) adalah suatu industri kedinasan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku bagi tenaga kerja di lingkungannya, terlebih dalam dunia perminyakan dan gas bumi. Selain itu, Pusdiklat Migas Cepu berfungsi sebagi tempat pengolahan minyak mentah. Pusdiklat Migas Cepu adalah tempat pengolahan minyak dan gas bumi, yang salah satu unitnya adalah unit Power Plant yaitu suatu unit di Pusdiklat Migas Cepu yang mengatur persediaan tenaga listrik. Unit ini sangatlah penting bagi Pusdiklat Migas Cepu karena merupakan pemasok listrik yang kemudian digunakan pada proses operasi, seperti di kilang, wax

plant, water treatment, dan juga untuk perumahan Pusdiklat Migas Cepu.

Power plant merupakan salah suatu unit yang memiliki faktor bahaya, yaitu

kebisingan. Kebisingan itu sangatlah mengganggu aktivitas tenaga kerja. Sehingga perlu upaya-upaya untuk menanggulangi adanya bahaya kebisingan tersebut.

(14)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Bagaimana Pengendalian Faktor Bahaya Kebisingan di Unit Power Plant Pusat Pendidikan dan Pelatihan Migas Bumi Cepu, Blora, Jawa Tengah?

C. Tujuan Peneltian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui sumber-sumber kebisingan yang terdapat di unit Power Plant

Pusdiklat Migas Cepu.

2. Mengetahui upaya pengendalian faktor bahaya kebisingan di unit Power

Plant Pusdiklat Migas Cepu.

3. Mengetahui dampak faktor bahaya kebisingan terhadap tenaga kerja di unit Power Plant Pusdiklat Migas Cepu.

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1. Perusahaan

(15)

2. Peneliti

Mahasiswa dapat mengaplikasikan keilmuan yang didapat dibangku kuliah pada dunia kerja yang nyata dan untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman di lapangan mengenai masalah keselamatan kerja, kesehatan kerja, dan lingkungan.

3. Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja

(16)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja

Sesuai dengan Keputusan menteri Tenaga Kerja No. 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja, dalam pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa pengertian tempat kerja yaitu tiap ruangan atau lapangan, tertutup dan terbuka, bergerak dan tetap, dimana tenaga kerja bekerja atau sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan terdapat sumber-sumber potensi bahaya (Depnakertrans, 2007).

2. Pengantar Power Plant

Power plant adalah suatu unit di PUSDIKLAT MIGAS Cepu yang

menangani penyediaan tenaga listrik. Peranan unit ini sangat penting karena tidak hanya digunakan di unit kilang saja, tetapi juga digunakan di PERTAMINA. Sebagai pembangkit tenaga listrik, power plant

menggunakan tenaga diesel dengan pertimbangan teknis antara lain :

a. Bahan bakar yang dipakai adalah solar, yang disediakan oleh PUSDIKLAT MIGAS Cepu sendiri.

b. Sisten strartingnya lebih mudah dan mesinnya relatif lebih kuat. c. Daya yang dihasilkan lebih besar.

(17)

PUSDIKLAT MIGAS Cepu menyediakan tenaga pembangkit listrik sendiri, sebab :

a. Perlu adanya kontinuitas pelayanan tenaga listrik yang ada pada PUSDIKLAT MIGAS Cepu, sehingga dapat menunjang operasi kilang dan pendidikan.

b. Semakin besar kebutuhan tenaga listrik yang diperlukan untuk keperluan operasional dalam rangka operasi kilang dan semakin majunya pendidikan yang ada di PUSDIKLAT MIGAS Cepu.

Fungsi PLTD yang ada di PUSDIKLAT MIGAS Cepu adalah untuk melayani kebutuhan tenaga listrik di beberapa daerah antara lain :

a. PUSDIKLAT MIGAS Cepu : 1) Kebutuhan dalam pabrik, yaitu :

a) Kebutuhan untuk operasi kilang b) Kebutuhan di water treatment

c) Kebutuhan di kantor d) Kebutuhan di wax plant

e) Kebutuhan di boiler plant

f) Kebutuhan di bengkel-bngkel operasional dan pendidikan g) Kebutuhan di laboratorium

2) Kebutuhan di luar pabrik, diantaranya : a) Gedung kuliah STEM

(18)

d) Aula dan GOR

e) Rumah sakit Pusdiklat Migas Cepu f) Penerangan kompleks Cepu g) STM MIGAS Cepu

b. PERTAMINA

1) PERTAMINA UEP III 2) PERTAMINA UPDN IV

PLTD di PUSDIKLAT MIGAS Cepu mulai didirikan pada tahun 1973 dan hingga kini telah memiliki 9 buah generator sebagai mesin yang digunakan untuk pembangkit listrik.

Distribusi tenaga listrik dari generator ke beban didistribusikan melalui

transformator yang jumlahnya ada 16 buah dengan menggunakan instalasi

bawah tanah, hal ini disebabkan karena diinginkan kontinuitas tenaga listrik yang tinggi dengan faktor gangguan seminimal mungkin.

3. Definisi Kebisingan

Seringkali kita mengeluh dikarenakan suara gaduh atau berisik yang terjadi di sekitar kita. Suara-suara berisik itu sering disebut sebagai bising. Bising adalah suara-suara yang tidak diinginkan oleh telinga. Beberapa sumber suara tersebut adalah :

(19)

b. Benturan antara alat kerja dan benda kerja, misalnya proses menggerinda permukaan metal, memalu (hammering), pemotongan logam (metal cutting), dan lain-lain.

c. Aliran material, misalnya aliran gas, air atau material-material cair dalam pipa distribusi di tempat kerja, aliran material padat seperti batu, kerikil, dan lain-lain.

d. Manusia (Saparudin, 2008).

Badan kesehatan dunia (WHO) melaporkan tahun 1988 terdapat 8-12 % penduduk dunia menderita dampak kebisingan dalam berbagai bentuk. Angka ini diperkirakan akan terus meningkat (Annie, Yusuf, 2000) dalam (Cholidah, 2006).

Suara di tempat kerja berubah menjadi salah satu bahaya kerja

(occupational hazard) saat keberadaannya dirasakan mengganggu atau

tidak diinginkan secara :

a. Fisik (menyakitkan telinga pekerja).

b. Psikis (mengganggu konsentrasi dan kelancaran komunikasi).

Saat situasi tersebut terjadi, status suara berubah menjadi polutan dan identitas suara berubah menjadi kebisingan (noise). Kebisingan di tempat kerja menjadi bahaya kerja bagi sistem penginderaan manusia, dalam hal ini bagi sistem pendengaran (hearing loss).

Dalam bahasa K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja), National

(20)

status suara atau kondisi kerja dimana suara berubah menjadi polutan secara lebih jelas, yaitu :

a. Suara-suara dengan tingkat kebisingan lebih besar dari 104 dBA.

b. Kondisi kerja yang mengakibatkan seorang karyawan harus menghadapi tingkat kebisingan lebih besar dari 85 dBA selama lebih dari 8 jam (maksimum 85 dBA selama 8 jam TWA atau Time

Weighted Average yang ditetapkan oleh NIOSH sebagai

Recommended Exposure Limit, REL) (Saparudin, 2008).

Kebisingan merupakan suatu hal yang tidak dapat dilepaskan dari hal-hal berikut, yaitu :

a. Bunyi

Bunyi atau suara adalah kompresi mekanikal atau gelombang longitudinal yang merambat melalui medium. Medium atau zat perantara ini dapat berupa zat cair, padat, gas. Jadi, gelombang bunyi dapat merambat misalnya di dalam air, batu bara, atau udara (Francois Weston Sears, 1991).

(21)

sebagai titik pusat dan disebarkan radial membentuk bidang gelombang (Emil Salim, 2002) dalam (Cholidah, 2006).

Bunyi didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis, dan manakala bunyi-bunyi tersebut tidak dikehendaki, maka dinyatakan sebagai kebisingan

6XPD¶PXU

Tipe bunyi dapat dibedakan dalam 3 rentang frekuensi sebagai berikut :

1) InfraSonic, bila suara dengan gelombang antara 0-16 Hz.

Infra sonic tidak dapat didengar oleh telinga manusia dan

biasanya ditimbulkan oleh getaran tanah dan bangunan. Frekuensi < 16 Hz akan mengakibatkan perasaan kurang nyaman, lesu, dan kadang-kadang mengalami perubahan penglihatan.

2) Sonic,bila gelombang suara antara 16-20.000 Hz.

Merupakan frekuensi yang dapat ditangkap oleh telinga manusia. Bunyi dengan frekuensi 250-3000 Hz sangat penting, karena frekuensi tersebut manusia dapat mengadakan komunikasi dengan lancar.

3) UltraSonic, bila gelombang > 20.000 Hz.

(22)

daya tembus jaringan yang cukup besar sedangkan suara dengan frekuensi sebesar ini tidak dapat didengar oleh manusia.

b. Desibel (dB)

Desibel adalah perbandingan logaritmis antara tekanan suara tertentu dengan tekanan dasar yang besarnya 0,0002 dyne/cm yaitu tekanan suara dengan frekuensi 1000 Hz tepat dapat didengar oleh telinga normal 6XPD¶PXU

Menurut Arif Susanto (2006), Desibel (dB) adalah ukuran energi bunyi atau kuantitas yang dipergunakan sebagai unit-unit tingkat tekanan suara berbobot A. Untuk menilai kebisingan diperlukan untuk menghitung tambahnya atau kurangnya tingkat tekanan suara berbobot A, rata-ratanya, dan sebagainya.

c. Frekuensi

Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik atau disebut

Hertz (Hz), yaitu jumlah dari golongan-golongan yang sampai di

telinga setiap detiknya. Biasanya suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang-gelombang sederhana dari beraneka frekuensi. Nada dari kebisingan ditentukan oleh frekuensi-frekuensi

\DQJDGD6XPD¶PXU6).

(23)

d. Intensitas

Intensitas adalah jumlah rata-rata energi yang diangkut oleh gelombang itu lewat satu satuan permukaan dan dalam satuan waktu (Francois Weston Sears, 1991).

Intensitas suara didefinisikan sebagai laju aliran energi (daya) suara yang menembus suatu luasan terientu pada jarak tertentu (Yoga Suswanto, 2008).

(24)

dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi, dan pola waktu (Buchari, 2007).

Bising dapat merusak kokhlea di telinga dalam sehingga menganggu pendengaran, sedang kerusakan yang ditimbulkan pada saraf vestibuler di telinga dalam dapat menyebabkan gangguan keseimbangan. Gangguan pendengaran dan keseimbangan akibat kerja belum mendapat perhatian penuh, padahal gangguan ini menempati urutan pertama dalam daftar penyakit akibat kerja di Amerika dan Eropa dengan proporsi 35%. Di berbagai industri di Indonesia, angka ini berkisar antara 30-50% (Jenny Bashirudin, 2003) dalam (Cholidah, 2006).

Menurut Buchari (2007), bahaya bising dihubungkan dengan beberapa faktor, yaitu :

a. Intensitas

Intensitas bunyi yang harus ditangkap oleh telinga berbanding langsung dengan logaritma kuadrat tekanan akustik yang dihasilkan getaran dalam rentang yang dapat didengar. Jadi, tingkat tekanan bunyi diukur dengan skala logaritma dalam desibel (dB).

b. Frekuensi

(25)

c. Durasi

Efek bising yang merugikan sebanding dengan lamanya paparan, dan kelihatannya berhubungan dengan jumlah total energi yang mencapai telinga dalam. Jadi perlu mengukur semua elemen lingkungan akustik yang dapat merekam dan memadukan bunyi.

d. Sifat

Mengacu pada distribusi bunyi terhadap waktu (stabil, berfluktuasi,

intermitten). Bising impulsif (satu atau lebih lonjakan energi bunyi

dengan durasi kurang dari 11 detik) sangat berbahaya. 4. Sumber Kebisingan

Sumber kebisingan dibedakan bentuknya atas dua jenis sumber, yaitu : a. Sumber titik (berasal dari sumber diam) yang penyebaran

kebisingannya dalam bentuk bola-bola konsentris dengan sumber kebisingan sebagai pusatnya dan menyebar di udara dengan kecepatan sekitar 360 m/detik.

(26)

Tabel 1. Intensitas Kebisingan Sehari-hari

Sumber Bising Desibel (dB) Ambang Menyakitkan Telinga

Memasang Paku Kling

Kereta Api Sebelah Atas Jalan Raya Lalu Lintas Ramai

Percakapan Biasa Mesin Mobil yang Mulus

Suara Suara Radio Tenang Dalam Rumah Bisik-bisik

Sumber : New York City Noise Abatement Commision (1991) dalam (Francois Weston Sears, 1991).

Sumber kebisingan di perusahaan biasanya berasal dari mesin-mesin untuk proses produksi dan alat-alat lain yang dipakai untuk melakukan pekerjaan. Contoh sumber-sumber kebisingan di perusahaan baik dari dalam maupun dari luar perusahaan seperti :

a. Generator, mesin disel untuk pembangkit listrik. b. Mesin-mesin produksi.

c. Mesin potong, mesin bor, gergaji, serut diperusahaan kayu. d. Ketel uap atau boiler untuk pemanas air.

e. Alat-alat lain yang menimbulkan suara den getaran seperti alat pertukangan.

Tabel 2. Kontribusi Berbagai Sumber Kebisingan No. Jenis Sumber Kebisingan Persentase (%)

(27)

Di tempat kerja, disadari atau tidak, cukup banyak fakta yang menunjukkan bahwa perusahaan beserta aktivitasnya ikut menciptakan atau menambah tingkat kebisingan di tempat kerja, misalnya :

a. Mengoperasikan mesin-PHVLQSURGXNVL´ULEXW´\DQJVXGDKFXNXSWXD b. Terlalu sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada kapasitas kerja

cukup tinggi dalam periode operasi cukup panjang.

c. Sistem perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi ala kadarnya, misalnya mesin diperbaiki hanya pada saat mesin mengalami kerusakan parah.

d. Melakukan modifikasi atau perubahan atau penggantian secara parsial pada komponen-komponen mesin produksi tanpa mengindahkan kaidah-kaidah keteknikan yang benar, termasuk menggunakan komponen tiruan.

e. Pemasangan dan peletakan komponen-komponen mesin secara tidak tepat (terbalik atau tidak rapat/longgar), terutama pada bagian penghubung antara modul mesin (bad connection).

f. Penggunaan alat-alat yang tidak sesuai fungsinya, misalnya penggunaan palu untuk membengkokkan benda-benda metal atau alat bantu pembuka baut.

(Saparudin, 2008)

(28)

Di dalam anatomi sistem pendengaran manusia dibagi dalam 3 zona yaitu telinga bagian luar, tengah dan dalam. Gelombang suara ditangkap melalui daun telinga yang diteruskan lewat kanal atau lubang telinga (bagian luar telinga). Kemudian melalui konduksi tulang di bagian tengah telinga yang terdapat 3 jenis tulang yaitu hammer, anvil, stirrup yang mengirimnya ke cochlea (seperti terompet kertas anak-anak dan menyerupai keong). Di dalam cochlea ini terdapat hair cells yang berjumlah ± 23.000 buah. Hair cell ini bergetar dengan irama yang teratur seperti padi yang tertiup oleh angin sehingga kita dapat mendengar dengan baik (bagian tengah telinga) (Ir. Fatur Yani, 1998).

Dari sudut pandang lingkungan, kebisingan adalah masuk atau dimasukkannya energi (suara) ke dalam lingkungan hidup sedemikian rupa sehingga mengganggu peruntukannya. Dari sudut pandang lingkungan maka kebisingan lingkungan termasuk dalam kategori pencemaran karena dapat menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan manusia (Dwi P. Sasongko, 2000) dalam (Cholidah, 2006).

5. Jenis Kebisingan

Bising yang berlebihan dapat mengganggu kesehatan secara umum. Beberapa peneliti percaya bahwa bising yang berlebihan berperan dalam timbulnya :

(29)

d. Kecelakaan

(Pusat Kesehatan dan Keselamatan Kerja, 2010). Jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan meliputi :

a. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady state,

wide band noise), misalnya mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar.

b. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi sempit (steady state,

narrow band noise), misalnya gergaji sirkuler, katup gas.

c. Kebisingan terputus-putus (intermittent), misalnya lalu lintas, suara kapal terbang di lapangan udara.

d. Kebisingan impulsive (impact or impulsive noise), seperti pukulan, tembakan bedil, atau meriam, ledakan.

e. Kebisingan impulsive berulang, misalnya mesin tempa di perusahaan

6XPD¶PXU3.

Menurut Buchari (2007), jenis kebisingan antara lain :

a. Kebisingan yang continue dengan spektrum frekuensi yang luas (stady

state, wide band noise). Bising ini relatif tetap dalam batas ± 5 dB

untuk periode 0,5 detik berturut-turut, misalnya mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar, dan lain-lain.

b. Kebisingan continue dengan spektrum frekuensi sempit (steady state,

narrow band noise). Bising ini juga relatif tetap, akan tetapi

(30)

c. Kebisingan terputus-putus (intermittent). Bising di sini tidak terjadi secara terus-menerus melainkan ada periode relatif tenang, misalnya lalulintas, suara kapal terbang di lapangan udara.

d. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise). Bising jenis ini mempunyai perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya seperti pukulan tukul, tembakan bedil atau meriam, dan ledakan.

e. Kebisingan impulsif berulang. Sama dengan bising impulsif, hanya saja terjadi secara berulang misalnya mesin tempa di perusahaan. Berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia, bising dapat dibagi atas (Buchari, 2007) :

a. Bising yang mengganggu (Irritating noise). Intensitas tidak terlalu keras. Misalnya mendengkur.

b. Bising yang menutupi (Masking noise). Merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, karena teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam bising dari sumber lain.

c. Bising yang merusak (damaging/injurious noise) adalah bunyi yang intensitasnya melampaui NAB. Bunyi jenis ini akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.

(31)

b. Menimbulkan stres, dapat mempengaruhi kondisi fisik dan mental. c. Menyebabkan kecelakaan saat pekerja tidak dapat mendengarkan

intruksi atau peringatan bahaya.

(Pusat Kesehatan dan Keselamatan Kerja, 2010). 6. Fisiologi Pendengaran

Telinga dibagi dalam tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga luar terdiri dari daun telinga dan kanal telinga, batas telinga luar yaitu dari daun telinga sampai dengan membrana

tympani. Telinga tengah, batas telinga tengah mulai dari membrana

tympani sampai dengan tuba eustachii. Terdiri dari 3 buah tulang kecil

yaitu os malleulus, os incus, dan os stapes. Telinga dalam, berada di belakang tulang tengkorak kepala terdiri dari kokhlea dan oval window (J. F. Gabriel, 1995) dalam (Cholidah, 2006).

a. Telinga Bagian Luar

Telinga luar terdiri atas aurikel atau pinna dan meatus auditorius

externa yang menjorok ke dalam menjauhi pinna. Serta

(32)

bawah, yaitu cuping telinga yang terutama terdiri dari lemak (Evelyn C. Pearce, 2002) dalam (Cholidah, 2006).

Daun telinga berfungsi sebagai pengumpul energi bunyi dan dikonsentrasikan pada membrana tympani, dan hanya menangkap 6-8 dB.

Pada kanalis telinga terdapat malam (wax) yang berfungsi sebagai peningkatan kepekaan terhadap frekuensi suara 3.000-4.000 Hz.

Membrana tympani tebalnya 0,1 mm, luas 65 mm2, mengalami vibrasi

dan diteruskan ke telinga bagian tengah yaitu pada tulang telinga

(incus, malleulus, dan stapes). Nilai ambang pendengar terendah yang

dapat didengar ~ 20 Hz dan pada 160 dB membrana tympani

mengalami rupture atau pecah (J. F. Gabriel, 1995) dalam (Cholidah, 2006).

b. Telinga Bagian Tengah

Telinga bagian tengah terdiri dari 3 tulang yaitu malleulus, incus,

dan stapes. Suara yang masuk itu 99,9 % mengalami refleksi dan

hanya 0,1 % saja yang ditransmisi atau diteruskan. Pada frekuensi <400 Hz membran tympani EHUVLIDW ³SHU´ VHGDQJNDQ SDGD IUHNXHQVL

4000 Hz membran tympani akan menegang. Telinga bagian tengah ini memegang peranan proteksi. Hal ini dimungkinkan oleh karena adanya

tuba eustachii yang mengatur tekanan di dalam telinga bagian tengah,

(33)

Tuba eustakhius bergerak ke depan dari rongga telinga tengah menuju naso farinx, lantas terbuka. Dengan demikian tekanan udara pada kedua sisi gendang telinga dapat diatur seimbang melalui meatus

auditorius externa serta melalui tuba eustakhius (faringo timpanik).

Celah tuba eustakhius akan tertutup jika dalam keadaan biasa, dan akan terbuka setiap kali kita menelan. Dengan demikian tekanan udara dalam ruang timpani dipertahankan tetap seimbang dengan tekanan udara dalam atmosfer, sehingga cedera atau ketulian akibat tidak seimbangnya tekanan udara, dapat dihindarkan. Adanya hubungan dengan nasofarinx ini, memungkinkan infeksi pada hidung atau tenggorokan dapat menjalar masuk ke dalam rongga telinga tengah (J. F. Gabriel, 1995) dalam (Cholidah, 2006).

Tulang-tulang pendengaran adalah tiga tulang kecil yang tersusun pada rongga telinga tengah seperti rantai yang bersambung dari

membrana tympani sampai rongga telinga bagian dalam. Tulang

sebelah luar adalah malleus, berbentuk seperti martil dengan gagang yang terikat pada membrana tympani, sementara kepalanya menjulur ke dalam ruang tympani. Tulang yang berada di tengah adalah incus

atau landasan, sisi luarnya bersendi dengan malleus sementara sisi dalamnya bersendi dengan sisi dalam sebuah tulang kecil, yaitu stapes.

Stapes atau tulang sanggurdi yang dikaitkan pada inkus dengan

(34)

jorong. Rangkaian tulang-tulang ini berfungsi untuk mengalirkan getaran suara dari gendang telinga menuju rongga telinga dalam, menghubungkan gendang telinga dengan tingkap jorong (Evelyn C. Pearce, 2002) dalam (Cholidah, 2006). Saluran setengah lingkaran berjumlah 3 (superior, posterior, lateral) berfungsi mengendalikan keseimbangan tubuh.

c. Telinga Bagian Dalam

Rongga telinga dalam terdiri dari berbagai rongga yang menyerupai saluran-saluran dalam tulang temporalis. Rongga-rongga itu disebut labirin tulang, dan dilapisi membran sehingga membentuk

labirin membranosa. Saluran-saluran bermembran ini mengandung

(35)

membelit dirinya laksana sebuah rumah siput. Belitan-belitan itu melingkari sebuah sumbu berbentuk kerucut yang memiliki bagian tengah dari tulang disebut modiulus. Dalam setiap belitan ini terdapat saluran membranosa yang mengandung ujung-ujung akhir saraf pendengaran. Cairan dalam labirin membranosa disebut endolimfe, cairan di luar labirin membranosa dan di dalam labirin tulang disebut perilimfe. Ada 2 tingkap dalam ruang melingkar ini :

1) Tingkap jorong (fenestra vestibuli/fenestra ovalis) ditutup oleh tulang stapes.

2) Tingkap bundar (fenestra kokhlea/fenestra rotunda) ditutup oleh membran.

Kedua-duanya menghadap ke telinga dalam, adanya tingkap-tingkap ini dalam labirin tulang bertujuan agar getaran dapat dialihkan dari rongga telinga tengah, guna dilangsungkan dalam perilimfe. Getaran dalam perilimfe dialihkan menuju endolimfe, dengan demikian merangsang ujung-ujung akhir saraf pendengaran (Evelyn C. Pearce, 2002) dalam (Cholidah, 2006).

Nervus auditorius (saraf pendengaran) terdiri dari 2 bagian salah

satu dari padanya pengumpulan sensibilitas dari bagian vestibuler

(36)

nervus auditorius adalah saraf pendengar yang sebenarnya. Serabut-serabut sarafnya mula-mula dipancarkan pada sebuah nukleus khusus yang berada tepat di belakang thalamus, kemudian dipancarkan lagi menuju pusat penerima akhir dalam korteks otak yang terletak pada bagian bawah lobus temporalis (Evelyn C. Pearce, 2002) dalam (Cholidah, 2006).

7. Nilai Ambang Batas Kebisingan

Nilai Ambang Batas (NAB) adalah angka dB yang dianggap aman untuk sebagian besar tenaga kerja bila bekerja 8 jam perhari dan 40 jam per minggu.

Kebisingan terhadap manusia dibatasi dengan NAB yaitu 0 dB untuk

threshold of hearing (anak bayi), 120 dB untuk threshold of discomfort

(mulai tidak enak didengar), serta 130-140 dB adalah threshold of pain

(telinga mulai terasa sakit) (Ir. Fatur Yani, 1998).

(37)

Tabel 3. NAB Pemaparan Kebisingan di Tempat Kerja Waktu Pemaparan Intensitas Kebisingan

8 Jam getaran tangan-lengan dan radiasi sinar ultra ungu di tempat kerja. NAB adalah standar faktor bahaya di tempat kerja sebagai pedoman pengendalian agar tenaga kerja masih dapat menghadapinya tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sesehari-hari atau 40 jam seminggu yaitu sebesar 85 dB.

(38)

Tabel 4. Baku Mutu Tingkat Kebisingan

1. Perumahan dan pemukiman 2. Perdagangan dan jasa

3. Perkantoran dan perdagangan 4. Ruang terbuka hijau

5. Industri

6. Pemerintahan dan fasilitas umum 7. Rekreasi

8. Khusus: -Bandar udara -Stasiun Kereta api -Pelabuhan laut -Cagar budaya b. Lingkungan Kegiatan

1. Rumah sakit atau sejenisnya 2. Sekolah atau sejenisnya 3. Tempat ibadah atau sejenisnya

55 (Sumber: Kepmenlh No 48 Tahun 1996)

8. Pengukuran Kebisingan

0HQXUXW 6XPD¶PXU PDNVXG GDUL SHQJXNXUDQ NHELVLQJDQ adalah :

a. Memperoleh data tentang fekuensi dan intensitas di perusahaan atau di mana saja.

b. Menggunakan data hasil pengukuran kebisingan untuk mengurangi intensitas kebisingan tersebut, sehingga tidak menimbulkan gangguan dalam rangka upaya konservasi pendengaran tenaga kerja, atau perlindungan masyarakat dari gangguan kebisingan atas ketenangan dalam kehidupan masyarakat atau tujuan lainnya.

Untuk mengetahui intensitas bising di lingkungan kerja, digunakan

(39)

digunakan Audiometer. Untuk menilai tingkat pajanan pekerja lebih tepat digunakan Noise Dose Meter karena pekerja umumnya tidak menetap pada suatu tempat kerja selama 8 jam ia bekerja. Nilai ambang batas (NAB) intensitas bising adalah 85 dB dan waktu bekerja maksimum adalah 8 jam per hari.

Sound Level Meter adalah alat pengukur suara. Mekanisme kerja SLM

apabila ada benda bergetar, maka akan menyebabkan terjadinya perubahan tekanan udara yang dapat ditangkap oleh alat ini, selanjutnya akan menggerakan meter penunjuk.

Audiometer adalah alat untuk mengukur nilai ambang pendengaran.

Audiogram adalah chart hasil pemeriksaan audiometri. Nilai ambang pendengaran adalah suara yang paling lemah yang masih dapt didengar telinga (Buchari, 2007).

Pada pengukuran kebisingan ini GLJXQDNDQDODW³Sound Level Meter´

Alat tersebut dapat mengukur intensitas kebisingan antara 40-130 dB(A) pada frekuansi antara 20-20.000 Hz. Sebelum dilakukan pengukuran harus dilakukan contour map lokasi sumber suara dan sekitarnya. Selanjutnya

SDGDZDNWXSHQJXNXUDQ³Sound Level Meter´GLSDVDQJpada ketinggian ±

140-150 meter atau setinggi telinga (Tarwaka, 2004). 9. Pengaruh Kebisingan Pada Tenaga Kerja

(40)

misalnya gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non auditori seperti komunikasi terganggu, ancaman bahaya keselamatan, menurunnya

performance kerja, kelelahan, dan stress (Buchari, 2007).

Lebih rinci lagi dampak kebisingan terhadap kesehatan tenaga kerja adalah sebagai berikut (Buchari, 2007) :

a. Gangguan Fisiologis

Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut nadi, basal metabolisme, retriksi pembuluh darah kecil terutama pada bagian kaki, dapat menyebabkan pucat, dan gangguan sensoris.

b. Gangguan Psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, emosi, dan lain-lain. Pemaparan dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan penyakit psikosomatik antara lain; gastristik, penyakit jantung koroner, dan lain-lain.

c. Gangguan Komunikasi

(41)

d. Gangguan Keseimbangan

Gangguan keseimbangan ini mengakibatkan gangguan fisiologis seperti kepala pusing, mual, dan lain-lain.

e. Gangguan Terhadap Pendengaran (Ketulian)

Diantara sekian banyak gangguan yang ditimbulkan oleh bising, gangguan terhadap pendengaran adalah gangguan yang paling serius karena dapat menyebabkan hilangnya pendengaran atau ketulian. (Buchari, 2007).

Kerusakan pendengaran karena kebisingan sebenarnya adalah kerusakan pada indera pendengaran dengan risiko penurunan daya dengar yang akhirnya dapat menjadi tuli menetap yang tidak dapat disembuhkan. Oleh karena itu, menghindari kebisingan yang berlebihan adalah satu-satunya cara yang tepat untuk mencegah kerusakan pendengaran. Namun dalam suatu proses produksi hal ini tidak dapat dilaksanakan (Cholidah, 2006).

0HQXUXW 6XPD¶PXU (1996) mula-mula efek kebisingan pada

(42)

Kehilangan pendengaran dapat bersifat sementara atau permanen. Pergeseran ambang sementara yang diinduksi bising (NITTS, Noise

Induced Temporary Treshold Shift, atau kelelahan pendengaran) adalah

kehilangan tajam pendengaran sementara setelah paparan yang relatif singkat terhadap bising yang berlebihan, pendengaran pulih cukup cepat setelah bising dihentikan. Pergeseran ambang permanen yang diinduksi bising (NIPTS, Noise Induced Permanent Treshold Shift) adalah kehilangan pendengaran irreversible yang disebabkan paparan jangka lama terhadap bising. Pergeseran ambang yang diinduksi bising adalah kuantitas kehilangan pendengaran yang dapat dikaitkan dengan bising saja (setelah dikurangi nilai-nilai untuk presbiakusis). Gangguan pendengaran umumnya mengacu pada tingkat pendengaran dimana individu tersebut mengalami kesulitan untuk melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam hal memahami pembicaraan (Joko Suyono, 1995) dalam (Cholidah, 2006).

Seseorang yang terpapar kebisingan secara terus menerus dapat menyebabkan dirinya menderita ketulian. Ketulian akibat kebisingan yang ditimbulkan akibat pemaparan terus manerus tersebut dapat dibagi menjadi dua :

a. Temporary deafness, yaitu kehilangan pendengaran sementara.

b. Permanent deafness, yaitu kehilangan pendengaran secara permanen

(43)

jamsostek atas rekomendasi dari dokter pemeriksa kesehatan (Emil Salim, 2002) dalam (Cholidah, 2006).

10.Pengendalian Kebisingan

0HQXUXW 6XPD¶PXU 1996) dalam bukunya yang berjudul Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja dikemukakan mengenai cara yang ditempuh dalam melaksanakan pengendalian kebisingan antara lain dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Mengurangi intensitas kebisingan pada sumbernya.

b. Mengisolasi sumber kebisingan yang ada agar tidak meluas lebih jauh. c. Melakukan upaya-upaya pengendalian lainnya seperti : Engineering

Control dan Administratif Control.

Dalam (Cholidah, 2006), pengendalian kebisingan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Pengendalian Pada Sumber

Pengendalian kebisingan pada sumber mencakup :

1) Perlindungan pada peralatan, struktur, dan pekerja dari dampak bising.

2) Pembatasan tingkat bising yang boleh dipancarkan sumber. (Dwi P. Sasongko, 2000).

b. Pengendalian Pada Media Rambatan

(44)

sumber ke penerima dengan cara membuat hambatan-hambatan. Ada 2 cara pengendalian kebisingan pada lintasan yaitu out door noise

control dan indoor noise control.

1) Outdoor Noise Control

Pengendalian kebisingan di luar sumber suara adalah mengusahakan menghambat rambatan suara di luar ruangan sedemikian rupa sehingga intensitas suaranya menjadi lemah (Dwi P. Sasongko, 2000).

2) Indoor Noise Control

Pengendalian di dalam ruang sumber suara adalah usaha menghambat rambatan suara atau kebisingan di dalam ruangan atau gedung sehingga intensitas suara menjadi lemah (Dwi P. Sasongko, 2000).

c. Pengendalian Kebisingan Pada Manusia

Pengendalian kebisingan pada manusia dilakukan untuk mereduksi tingkat kebisingan yang diterima harian, sering disebut dengan

personal hearing protection. Pengendalian ini ditujukan pada pekerja

(45)

biasa digunakan untuk pengendalian kebisingan pada penerima adalah :

1) Pengendalian Secara Teknis

a) Mengubah cara kerja, dari yang menimbulkan bising menjadi berkurang suara yang menimbulkan bisingnya.

b) Menggunakan penyekat dinding dan langit-langit yang kedap suara.

c) Mengisolasi mesin-mesin yang menjadi sumber kebisingan. d) Substitusi mesin yang bising dengan mesin yang kurang bising. e) Menggunakan fondasi mesin yang baik agar tidak ada

sambungan yang goyang, dan mengganti bagian-bagian logam dengan karet.

f) Modifikasi mesin atau proses.

g) Merawat mesin dan alat secara teratur dan periodik sehingga dapat mengurangi suara bising.

(A. M. Sugeng Budiono, 2003). 2) Pengendalian Secara Administratif

(46)

pekerja dengan mengatur pola kerja sesuai lingkungannya (Dwi P. Sasongko, 2000).

Pengendalian secara administratif yaitu :

a) Pengadaan ruang kontrol pada bagian tertentu (misalnya bagian

diesel).

Tenaga kerja di bagian tersebut hanya melihat dari ruang berkaca yang kedap suara dan sesekali memasuki ruang berbising tinggi, dalam waktu yang telah ditentukan, serta menggunakan APD (ear muff).

b) Pengaturan jam kerja, disesuaikan dengan NAB yang ada. Cara ini dilakukan untuk mengurangi waktu pemajanan dan tingkat kebisingan, sehingga suara yang diterima organ pendengaran pekerja, masih dalam batas aman (A. M. Sugeng Budiono, 2003).

3) Pengendalian Secara Medis

Pemeriksaan Audiometri sebaiknya dilakukan pada saat awal masuk kerja, secara periodik, secara khusus, dan pada akhir masa kerja.

Menurut Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (1987) adalah sebagai berikut :

a) Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Kerja (1) Riwayat penyakit

(47)

(3) Pemeriksaan klinis terhadap telinga. (4) Tes audiometri yang sederhana. b) Pemeriksaan Berkala

(1) Riwayat penyakit secara pendek. (2) Pemeriksaan klinis terhadap telinga. (3) Tes audiometri yang sederhana. c) Pemeriksaan Khusus

(1) Riwayat penyakit

(2) Pemeriksaan klinis secara umum.

(3) Pemeriksaan klinis yang menyeluruh terhadap telinga, hidung, dan tenggorokan.

(4) Tes audiometri yang kompleks.

Tes audiometri yang sederhana merupakan tes terhadap suara mesin dengan hantaran udara yang dilakukan secara terpisah untuk masing-masing telinga terhadap beberapa frekuensi tertentu (500, 1000, 2000, 4000, dan 6000 Hz).

(48)

4) Penggunaan Alat Pelindung Diri

Teknik ini merupakan langkah terakhir apabila seluruh teknik pengendalian di atas belum mungkin untuk dilaksanakan. Jenis pengendalian ini dapat dilakukan dengan penggunaan alat pelindung telinga (tutup atau sumbat telinga).

a) Sumbat telinga (earplug), dapat mengurangi kebisingan 8-30 dB. Biasanya digunakan untuk proteksi sampai dengan 100 dB. Beberapa tipe dari sumbat telinga antara lain Formable type,

Costum-molded type, Premolded type.

b) Tutup telinga (earmuff), dapat menurunkan kebisingan 25-40 dB. Digunakan untuk proteksi sampai dengan 110 dB.

c) Helm (Helmet), mengurangi kebisingan sampai antara 40-50 dB.

(49)

B. Kerangka Pemikiran

Tempat Kerja

(Manusia, Material, Alat, Lingkungan)

Faktor dan Potensi Bahaya

Pencegahan Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja

Program Pengendalian

Keberhasilan Program

- Perundang-undangan - Standarisasi

- Pembinaan K3

YA

Penurunan Tingkat Insiden

TIDAK Insiden

(50)

commit to user

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah penelitian diskriptif. Penelitian diskriptif adalah penelitian yang hanya terbatas pada pengumpulan data, penyajian data, dan analisa data dalam bentuk narasi (Putu Suriyasa, 2001).

Tujuan dari penulis menggunakan metode penelitian ini adalah agar peneliti memperoleh data yang dibutuhkan dan dapat menyajikan data tersebut, mula-mula peneliti mengumpulkan data, setelah itu data disajikan dan penulis melakukan analisa data yang ada. Analisa data tersebut digunakan oleh peneliti untuk memecahkan rumusan masalah yaitu bagaimana upaya pengendalian faktor bahaya kebisingan di unit Power Plant Pusat Pendidikan dan Pelatihan Minyak dan Gas Bumi Cepu?

B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 1. Lokasi penelitian

(51)

2. Waktu penelitian

Dalam pelaksanaan magang mahasiswa mengikuti program-program kerja yang ada di perusahaan. Disamping itu, penulis juga mencari data sendiri melalui pengamatan atau observasi, wawancara, dan pengukuran. Pelaksanaan magang mulai 1 Februari sampai 28 Februari 2011, setiap hari Senin sampai Kamis jam 08.00- :,% GDQ KDUL -XP¶DW MDP 08.00-16.30 WIB.

C. Objek Penelitian

Sebagai upaya dalam penelitian ini adalah pengendalian faktor bahaya kebisingan pada unit Power Plant di Pusdiklat Migas Cepu.

D. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi Lapangan

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan terhadap sumber-sumber kebisingan, peralatan dan tenaga kerja yang ada di unit PowerPlant kemudian dicatat hal-hal yang diperlukan sebagai data. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kebisingan adalah Sound Level Meter.

2. Wawancara

(52)

3. Dokumentasi

Dilakukan dengan mengumpulkan dan mempelajari buku-buku dan dokumen dari catatan-catatan perusahaan mengenai masalah kebisingan dan peralatan yang ada pada unit PowerPlant di Pusdiklat Migas Cepu. 4. Studi kepustakaan

Dilakukan dengan membaca literatur perusahaan yang berhubungan dengan kebisingan dan peralatan yang ada pada unit Power Plant di Pusdiklat Migas Cepu.

E. Sumber Data 1. Data primer

Data primer diperoleh dari observasi lapangan secara langsung, wawancara dengan bagian Lindung Lingkungan dan Fire safety LK3 tenaga pelaksana di Pusdiklat Migas Cepu.

2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen perusahaan, literatur-literatur dari perusahaan, buku-buku, dan data-data penunjang lainnya.

F. Analisis Data

(53)
(54)

commit to user

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Identifikasi sumber kebisingan

Di Pusdiklat Migas Cepu pengukuran intensitas kebisingan dilakukan 1 bulan sekali oleh Tim dari Departemen Fire Safety dan LK3 yaitu unit LL atau Lindungan Lingkungan.

Identifikasi sumber kebisingan di Pusdiklat Migas Cepu, dilakukan dengan melakukan pengukuran pada area-area yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan hasil dari data pengukuran yang pernah dilakukan. Adapun alat yang digunakan untuk mengukur kebisingan yaitu

Sound Level Meter.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti secara langsung maka diketahui bahwa dari 9 buah genset yang ada pada saat pengukuran dilakukan diketahui bahwa 3 buah genset sedang on yang 5 buah sedang

off dan yang 1 buah sedang diisi bahan bakar.

(55)

Tabel 5. Pengukuran Intensitas kebisingan di unit Power Plant

No Area

Hasil pengukuran 1+2+3 3

106 104 106 105.3 34145488738 105.6 104.1 107 107.0 50118723363

106.8 103.3 110 112.0 158489319246

(56)

Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan oleh peneliti maka dapat diketahui bahwa banyak area-area yang melebihi Nilai Ambang Batas Kebisingan. Area-area yang Nilai Ambang Batas (NAB) diatas

standart (85dB) yaitu :

a. Ruang genset 1 b. Ruang genset 2 c. Ruang jaga 2

Sedangkan area-area yang NABnya dibawah standart yaitu : a. Ruang jaga 1

b. Kantor

c. Ruang administrasi d. Ruang kelas

2. Upaya pengendalian kebisingan

Upaya-upaya pengendalian kebisingan di Pusdiklat Migas Cepu dilakukan dengan pengendalian secara engineering yaitu upaya-upaya pengendalian dengan pemberian sekat-sekat atau peredam bunyi pada sumber-sumber kebisingan di area-area tertentu. Hal ini telah dilakukan oleh Pusdiklat Migas cepu dengan memberikan peredam pada area-area tertentu yaitu :

(57)

Adapun upaya-upaya lainnya yang dilakukan oleh Pusdiklat Migas Cepu sebagai upaya untuk mengendalikan kebisingan yaitu melalui pengendalian secara administratif, upaya-upaya pengendalian tersebut antara lain sebagai berikut :

a. Rotasi Kerja

Rotasi kerja yang dilakukan di Pusdiklat Migas Cepu yaitu memindahkan tenaga kerja dari tempat yang kebisingannya diatas NAB ke tempat yang NAB nya lebih rendah misalnya dari ruang genset 1 dipindahkan ke ruang jaga 1, hal tersebut dilakukan oleh Pusdiklat Migas Cepu sebagai upaya agar tenaga kerja tersebut terhindar dari paparan bising secara terus-menerus.

b. SOP (Standart Operation Procedure)

SOP yang ada di Pusdiklat Migas Cepu berkaitan dengan masalah kebisingan, yaitu misalnya dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada tenaga kerja yang bekerja pada area kebisingan yang melebihi NAB dan juga saat pekerja akan melakukan pengisian bahan bakar maupun perbaikan genset harus mematuhi SOP yang ada. Di pusdiklat Migas Cepu itu sendiri sudah ada SOP mengenai penggunaan APD di unit power plant yaitubahwa setiap tenaga kerja yang memasuki area-area yang kebisingannya melebihi NAB, kebisingan 85 dB diwajibkan memakai APD berupa earplug ataupun

earmuff. Bagi tenaga kerja yang melanggarnya maka akan diberikan

(58)

c. Training

Program training atau pelatihan pada tenaga kerja di Pusdiklat Migas Cepu telah berjalan secara baik seperti training tentang K3LH

dan training tentang penggunaan APD yang dilaksanakan oleh

Departeman Fire Safety dan LK3. Training tersebut dilakukan setiap 3 bulan sekali dan diikuti oleh tenaga kerja yang pada hari itu tidak masuk kerja atau mendapatkan shift yang berbeda.

d. Safety Sign

Pemberian rambu atau tanda bahaya bahwa dalam area tersebut nilai kebisingannya melebihi NAB, seperti pada bagian pintu masuk unit power plant yang telah dipasang Safety Sign yang memberitahukan bahwa pada area tersebut diwajibkan memakai ear

protection (APD Telinga) harus dipakai karena kebisingannya

melebihi NAB yaitu 85 db.

e. PPE (Personal Pretective Equipment)

(59)

3. Dampak faktor bahaya kebisingan terhadap tenaga kerja

Kebisingan yang terjadi pada bagian unit Power Plant Pusdiklat Migas Cepu sangat tinggi, rata-rata diatas NAB yang telah ditetapkan (85 dB). Daerah tersebut meliputi ruang genset 1, ruang genset 2, dan ruang jaga 2. Di daerah tersebut, banyak tenaga kerja yang bekerja sehingga beberapa pekerja mengalami hal sebagai berikut :

a. Gangguan Fisiologis

Pada beberapa pekerja yang rata-rata bekerja ditempat tersebut selama 5 tahun bahkan banyak yang lebih dari itu, mengaku pernah merasakan pusing, tekanan darah tinggi, dan rasa sakit pada perut, tetapi hal itu sangat jarang terjadi.

b. Gangguan Psikologis

Gangguan psikologis pada tenaga kerja sangat dirasakan seperti susah tidur, cepat marah, sehingga sesampai di rumah keluarga yang terkena imbasnya. Khususnya bagi pekerja yang mendapat giliran shift

malam.

c. Gangguan Komunikasi

Gangguan ini jelas berdampak pada tenaga kerja, akibat tenaga kerja yang bekerja di bagian unit Power Plant, pada umumnya berbicara dengan suara keras.

d. Gangguan Keseimbangan

(60)

e. Efek Pada Pendengaran

Tenaga kerja pada umumnya merasakan pendengarannya seperti berdengung.

B. PEMBAHASAN

1. Identifikasi sumber kebisingan

Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan sesuai dengan yang ditetapkan dalam Kepmenaker No. 51 tahun 1999 adalah 85 dB untuk pemaparan selama 8 jam/hari atau 40 jam/minggu.

Pusdiklat Migas Cepu sendiri berpedoman kepada Kepmenaker No. 51/MEN/1999 adalah 85 dB untuk pemaparan selama 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. Hal ini dilakukan oleh Pusdiklat Migas Cepu untuk melindungi tenaga kerjanya dari bahaya kebisingan.

(61)

Tabel 6. Pengukuran Kebisingan Berdasarkan NAB

No Area Hasil Pengkuran NAB Kesimpulan 1

Berdasarkan hasil pengukuran di atas maka dapat diketahui secara jelas area mana yang NABnya melebihi standar. Area-area yang NABnya diatas standar (85dB) yaitu :

a. Ruang genset 1 b. Ruang genset 2 c. Ruang jaga 2

Sedangkan area-area yang NAB kebisingannya dibawah standar yaitu : a. Ruang jaga 1

b. Kantor

(62)

2. Upaya pengendalian kebisingan di Pusdiklat Migas Cepu

Pengendalian faktor bahaya kebisingan yang dapat dilakukan adalah melalui engineering control untuk mereduksi intensitas kebisingan yang sudah sesuai dengan hirarki pengendalian yaitu dengan memberi peredam berupa tembok yang dilapisi gypsum dan juga spon. Program engineering

control tidak dapat berjalan dengan baik karena peralatan yang digunakan

sudah terlalu tua, tidak menggunakan peralatan yang bagus, pemeliharaan, dan perawatan yang kurang terhadap peralatan peredam bunyi. Karena program engineering control tidak berjalan dengan baik maka Pusdiklat Migas Cepu melakukan program administratif control dengan menjaga agar pemaparan kebisingan bisa masuk kedalam batas yang aman pada saat diterima. Hal ini dilakukan oleh Pusdiklat Migas Cepu sebagai upaya melindungi tenaga kerja dari bahaya kebisingan yang dapat mengganggu kesehatan tenaga kerja. Administratif control dapat dilakukan antara lain dengan cara :

a. Rotasi Kerja

(63)

genset sendiri hanya sekitar 2 sampai 3 menit untuk 1 genset jadi jika ditotal untuk semua genset di ruang 1 maupun 2 hanya sekitar 10 sampai 15 menit dan pengawasan dilakukan tiap 1 jam sekali. Ruangan yang bisa digunakan oleh para operator setelah melakukan pengecekan adalah ruangan yang memiliki NAB lebih rendah yaitu seperti ruangan khusus operator yang di dalam ruangan tersebut telah dipasang alat peredam kebisingan.

b. SOP (Standart Operation Procedure)

(64)

c. Training

Dalam Undang-undang No. 01 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja bab V pasal 9 tentang pembinaan, bahwa pihak perusahaan wajib menunjukkan dan menjelaskan termasuk didalamnya melakukan pembinaan terhadap seluruh tenaga kerja tentang :

1) Kondisi-kondisi berbahaya yang dapat timbul dalam tempat kerjanya.

2) Semua pengaman dan alat-alat pelindung yang harus disediakan di tempat kerja bising.

3) Alat-alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang sesuai dengan jenis pekerjaannya.

4) Cara-cara dan sikap kerja yang aman dalam melakukan pekerjaannya (Depnaker, 1970).

Perusahaan yang bersagkutan yaitu Pusdiklat Migas Cepu harus menyadari dengan benar akan pentinganya training atau pelatihan bagi tenaga kerja karena hal tersebut dirasa dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya K3 bagi dirinya sendiri dan guna untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja.

(65)

sekali dan diikuti oleh tenaga kerja yang pada hari itu tidak masuk kerja atau mendapatkan shift yang berbeda.

d. Safety Sign

Setelah dilakukan proses identifikasi bahaya di area-area yang telah ditentukan dan pengukuran intensitas kebisingan, maka dapat dilihat dari data-data yang diperoleh mengenai tempat-tempat kerja yaitu dengan yang memiliki tingkat kebisingan yang melebihi NAB kebisingan sebesar 85 dB. Langkah-langkah pengendalian kebisingan yang dilakukan oleh Pusdiklat Migas Cepu yaitu pemasangan safety sign yang merupakan bentuk peringatan berupa tanda bahwa area tersebut NAB kebisingannya melebihi 85 db dan wajib menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). Pemasangan safety sign ini di tempatkan di pintu masuk ruang genset baik ruang genset 1 maupun ruang genset 2 sehingga tenaga kerja yang akan masuk dapat melihatnya dengan jelas. Selain itu juga terdapat poster-poster bahaya dari kebisingan yang melebihi NAB yang juga dipasang di ruang-ruang di Unit Power Plant.

e. Alat Pelindung Diri (APD)

(66)

kenyamanan tenaga kerja. Mengenai paparan bising yang diperoleh tenaga kerja, maka APD yang harus disediakan yaitu berupa :

1) Sumbat Telinga (Ear Plug) 2) Tutup Telinga (Ear Muff)

Pelaksanaan training mengenai pemakaian dan perawatan APD tersebut juga penting untuk dilakukan, agar tenaga kerja dapat mengetahui cara-cara penggunaan APD, dan perawatannya.

Pemakaian APD sangatlah penting demi mencegah timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja oleh karenanya pihak Pusdiklat Migas Cepu telah mengeluarkan peraturan-peraturan tentang kewajiban pemakaian APD, jika bekerja di tempat-tempat yang bising dan lamanya terpapar dalam tempat kerja bising tersebut. Tetapi masih saja ada tenaga kerja terutama dari pihak ketiga yang sering kali melanggar dengan tidak memakai APD. Biasanya jika saat dilakukan inspeksi ada yang tertangkap basah tidak memakai APD maka akan mendapat terguran langsung dari tim Unit Safety.

3. Dampak faktor bahaya kebisingan terhadap tenaga kerja a. Gangguan Fisiologis

(67)

sakit perut dan sering mengalami pusing terutama untuk yang mendapatkan shift kerja malam.

b. Gangguan Psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, emosi, dan lain-lain. Pemaparan dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan penyakit psikosomatik antara lain gastristik, penyakit jantung koroner, dan lain-lain. Gangguan Psikologis sering dirasakan oleh pekerja yang telah lama bekerja di Unit Power Plant. Para pekerja sering mengeluhkan bahwa jika sampai di rumah sering cepat marah dan kadang sering mengalami susah tidur setelah bekerja.

c. Gangguan Komunikasi

Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan mungkin terjadi kesalahan, terutama bagi pekerja baru yang belum berpengalaman. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung akan mengakibatkan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja karena tidak mendengarkan teriakan atau isyarat tanda bahaya yang tentunya akan dapat menurunkan mutu pekerjaan dan produktivitas kerja. Gangguan ini sering disebut dengan masking

effect. Sedangkan para pekerja yang telah lama bekerja kadang jika

(68)

d. Gangguan Keseimbangan

Gangguan keseimbangan akibat bising yang berlebihan ini mengakibatkan gangguan fisiologis seperti kepala pusing, mual, dan lain-lain. Jadi gangguan keseimbangan akibat bising berhubungan dengan gangguan fisiologis. Untuk para pekerja di unit Power Plant, mereka kadang mengalami vertigo pada saat bekerja.

e. Gangguan Pendengaran

(69)
(70)

commit to user

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh, maka penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan oleh penulis maka didapatkan bahwa NAB kebisingan yang ada di unit power plant yang melebihi NAB kebisingan adalah pada mesin-mesin genset.

2. Pusdiklat Migas Cepu telah melakukan pengendalian terhadap faktor bahaya kebisingan di Unit Power Plant baik secara engineering control

maupun pengendalian secara administratif.

a. Engineering Control

Dengan memberi peredam berupa tembok yang dilapisi gypsum

dan juga spon.

b. Pengendalian Secara Administratif

Dengan Rotasi Kerja, SOP, Pemasangan Safety Sign, Trainning,

dan Penggunaan APD.

(71)

B. Saran

Setelah melakukan identifikasi dengan pengukuran terhadap sumber kebisingan pada unit power plant di Pusdiklat Migas Cepu maka penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut :

1. Dalam upaya pengendalian faktor bahaya kebisingan khususnya di unit

Power Plant, seharusnya pemasangan Safety Sign yang berupa anjuran

untuk memakai APD terutama earmuff dan earplug diperbanyak dan penempatan yang mudah dilihat oleh tenaga kerja.

2. Pengendalian terhadap faktor bahaya kebisingan yang telah dilakukan oleh Pusdiklat Migas Cepu perlu dipertahankan dan juga diperlukan pengawasan oleh pihak yang berwenang khususnya oleh Departmen LK3 yaitu Unit Keselamatan Kerja atau Safety..

Gambar

Tabel 2. Kontribusi Berbagai Sumber Kebisingan .........................................
Tabel 2. Kontribusi Berbagai Sumber Kebisingan
Tabel 3. NAB Pemaparan Kebisingan di Tempat Kerja
Tabel 4. Baku Mutu Tingkat Kebisingan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Karang keras (Scleractinia) ditemukan di Pulau Panjang, Jawa Tengah mulai dari dataran terumbu karang yang dangkal hingga kedalaman 7 m baik pada sisi bawah

Menyikapi hal tersebut diatas, Ikahimbi sebagai wadah persatuan seluruh himpunan mahasiswa Biologi di Indonesia mengajak rekan-rekan Mahasiswa Biologi Indonesia

Data dan sumber data penelitian ini adalah naskah dan teks dari (1) Sêrat Suluk Bango Buthak dalam Sêrat Suluk Luwang koleksi Perpustakaan Sasana Pustaka

Selanjutnya dalam rangka untuk meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yanglebih berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab serta untuk lebih

Aspek guru dan daya dukung antara lain memperhatikan ketersediaan guru, kesesuaian latar belakang pendidikan guru dengan mata pelajaran yang diampu, kompetensi

Tinggi impor pupuk yang berasal dari Cina ternyata berimbas pada menurunya penjualan PT Pusri tetapi, ternyata ada perusahaan pupuk nasional yang dapat bertahan pada gempuran

Pada format APA, huruf pertama dari judul karya atau judul tambahan ditulis. dengan

Sudirman merupakan jalan dengan identitas yang lebih baik dan memiliki tujuan yang besar sebagai pengikat dalam suatu kota, serta ada penampakan yang kuat