• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTA URBAN DI INDONESIA URBAN DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "FAKTA URBAN DI INDONESIA URBAN DI INDONESIA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

FAKTA URBAN DI INDONESIA

(Studi Kasus : Pengamatan Elemen Urban Di Kawasan Kota Bukittinggi)

Angra Angreni1

1Mahasiswa Program Magister, Departemen Arsitektur, Program Studi Perancangan Perkotaan, Universitas Indonesia

angra04angreni@gmail.com

Pengertian Kawasan

Kawasan adalah sebuah tempat yang mempunyai ciri serta mempunyai kekhususan untuk menampung kegiatan manusia berdasarkan kebutuhannya dan setiap tempat yang mempunyai ciri dan identitas itu akan lebih mudah untuk dicari ataupun ditempati untuk lebih melancarkan segala hal yang berhubungan dengan kegiatannya. Kawasan merupakan bagian-bagian wilayah yang ada di dalam sebuah Kota. Kawasan ini terbagi menjadi kawasan pemukiman, kawasan perkantoran, kawasan industri, kawasan pemerintahan, kawasan perdagangan, kawasan area hijau, dan kawasan wisata.

Kawasan Wisata Bukittinggi

(2)

2 Teori Kevin Lynch

Teori ini disimpulkan berdasarkan hasil penelitian Prof. Kevin Lynch yang telah melakukan sebuah studi terhadap apa yang diserap oleh penduduk secara psikologis terhadap fisik sebuah kota. Hasil studinya ini disajikan dalam bentuk buku yaitu “The

Image of The City”. Secara garis besar Lynch menemukan dan mengumpulkan ada lima elemen pokok atau dasar yang oleh orang digunakan untuk membangun gambaran visual mereka terhadap sebuah kota, yaitu : Path (Jalur), Landmark (Tengaran), Node (Simpul), District (Kawasan), Edge (Batas). Kelima elemen pokok ini sudah cukup untuk membuat survey visual yang berguna dari bentuk sebuah kota. Pentingnya elemen ini terletak pada kenyataan, bahwa orang-orang selalu berfikir tentang bentuk kota atas dasar kelima elemen pokok ini. Dan atas dasar ini pulalah terletaknya kepribadian dan ciri khas dari sebuah kota.

Analisa Kawasan Bukittinggi Berdasarkan Teori Kevin Lynch

Path (Jalur)

Path adalah elemen yang paling penting dalam citra kota. Kevin Lynch menemukan dalam risetnya bahwa jika identitas elemen ini tidak jelas, maka kebanyakan orang meragukan citra kota secara keseluruhan. Path merupakan jalur sirkulasi yang digunakan oleh orang untuk melakukan pergerakan. Setiap kota mempunyai jaringan jalur utama dan jaringan jalur minor. Bentuk path (jalur) di kawasan Kota Bukittinggi terletak pada jalur jalan dan pedestriannya.

Jalan di Jl. Sudirman

Pedestrian Bangunan pada

(3)

3 Jalan Sudirman merupakan ruas jalan utama menuju pusat kota. Jalan tersebut adalah jalan yang mudah dikenali karena merupakan jalan yang situasinya berbeda dengan jalan-jalan lain, yaitu jalan dengan rumah, bangunan perkantoran, dan bangunan komersil pada kedua sisinya. Fungsi jalan sebagai ruang publik yang optimal memenuhi kebutuhan segala aktivitas manusia diantaranya adalah manusia dapat melakukan aktivitas rutin setiap hari seperti pergi ke sekolah, bekerja, belanja, menunggu angkutan umum, mengantar pesanan, mengantar surat, dan lain-lain. Selain Jl. Sudirman, komponen Path yang lainnya yaitu terdapatnya rute-rute sirkulasi yang biasanya digunakan orang untuk melakukan pergerakan secara umum, yakni jalan sekunder, gang-gang utama, dan jalan transit. Sesuai dengan yang dikatakan Lynch, Jl. Sudirman merupakan jalan dengan identitas yang lebih baik dan memiliki tujuan yang besar sebagai pengikat dalam suatu kota, serta ada penampakan yang kuat (misalnya fasad, pohon, signed, dan lain-lain) yang menjadi ciri jalan tersebut, dan ada belokan yang jelas. Selain jalan, keunikan Kota Bukittinggi yaitu banyaknya elemen jembatan dan jenjang. Elemen ini menjadi daya tarik tersendiri dari kota ini. Jembatan dan jenjang tersebut yaitu :

1. Janjang Saribu yang terletak di Bukit Apit Puhun sebagai sentra pengolahan kopi bubuk merupakan lintasan jalan kaki menuruni dan menaiki tebing Ngarai Sianok yang vertikal dan sangat menantang. Diatas Janjang Seribu tersebut terdapat tempat beristirahat untuk menikmati pemandangan Gunung Merapi dan Gunung Singgalang. Area sekitarnya sering dimanfaatkan untuk rekreasi dan berkemah. 2. Janjang Ampek Puluah dibangun pada tahun 1908. Pada mulanya jenjang ini

digunakan sebagai penghubung antara Pasar Atas dengan Pasar Bawah. Selain itu terdapat Janjang Gudang dan Janjang Pasanggrahan sebagai penghubung antara jalan utama kota dengan kawasan Pasar Atas.

3. Janjang Gantuang dibangun tahun 1932 pada masa kolonial Belanda. Jenjang ini dimaksudkan untuk menghubungkan Pasar Atas dan Pasar Lereng dengan Pasar Bawah. Sampai saat ini jenjang ini masih tetap terjaga kelestariannya karena merupakan bangunan bersejarah.

(4)

4 Landmark (Tengaran)

Merupakan elemen terpenting dari bentuk kota, karena berfungsi untuk membantu orang dalam mengarahkan diri dari titik orientasi untuk mengenal kota itu sendiri secara keseluruhannya dan kota-kota lain. Selain itu, Landmark adalah elemen eksternal dan merupakan bentuk visual yang menonjol dari kota. Kota Bukittinggi memiliki Jam Gadang sebagai landmarknya. Jam Gadang merupakan sebuah menara jam yang sangat besar. Jam Gadang terletak di pusat Kota Bukittinggi di kawasan jantung kota Bukittinggi yang secara administratif berada di jalan Istana Kelurahan Bukit Cangang, Kecamatan Guguk Panjang, Kota Bukittinggi. Arsitektural bangunan Jam Gadang sangat kental dengan arsitektural Belandanya. Terlihat dari bentuk tiang-tiang tebal khas gaya Doric, bentuk jendela dan tangga, dan pola hias bangunannnya. Keunikan tak hanya pada bangunan menaranya. Jamnya sendiri terbuat dari tembaga dan besi kuningan yang diproduksi di Jerman dengan nama Brixlion. Mesin jam ini disebut-sebut hanya ada dua di dunia. Selain di Bukittinggi, kembaran dari mesin jam tersebut saat ini terpasang di Menara Big Ben di London, Inggris.Ini berarti Jam Gadang merupakan landmark yang mempunyai identitas yang lebih baik dengan bentuknya yang jelas dan unik dalam lingkungan Kota Bukittinggi tersebut, fasade yang berbeda dengan fasade bangunan di sekitarnya, dan ada sekuens landmark (merasa nyaman dalam orientasi).

(5)

5 Node (Simpul)

Simpul merupakan pertemuan antara beberapa jalan/lorong yang ada di kota, sehingga membentuk suatu ruang tersendiri. Masing-masing simpul memiliki ciri yang berbeda, baik bentukan ruangnya maupun pola aktivitas umum yang terjadi. Node merupakan suatu pusat kegiatan fungsional dimana disini terjadi suatu pusat inti/core region. Node ini juga juga melayani penduduk di sekitar wilayahnya atau daerah hiterlandnya. Ada dua titik lokasi yang menjadi node Kota Bukittinggi. Pertama, lokasi sekitar monumen Jam Gadang yang merupakan salah satu ruang publik di Kota Bukittinggi yang lebih dikategorikan sebagai alun-alun kota dengan bahan batuan dan semen yang ditanami beberapa tanaman. Dalam tulisan yang berjudul Social Life of Small Urban Spaces, William H. Whyte melakukan penelitian dengan memperhatikan pola sosial individu

(pergerakan manusia) di ruang publik (plaza). Beliau memaparkan bahwa ruang publik yang aktif digunakan adalah ruang publik yang mengutamakan kenyamanan individu. Selain itu, dengan menambahkan beberapa elemen pendukung juga mempengaruhi fungsi dan keberadaan ruang publik tersebut.

Ruang publik di kawasan Jam Gadang merupakan taman kota yang bebas didatangi siapa saja dan kapan saja. Terdapat beberapa elemen pendukung yang melengkapi taman kota tersebut, diantaranya adalah terdapat kursi taman sebagai tempat duduk para pengunjung, toilet umum, lampu taman, deretan pedagang makanan, dan dekat dengan pusat perbelanjaan. Sehingga, sebagai simbol kebanggaan Kota Bukittinggi, ruang publik (alun-alun kota) kawasan tersebut tidak pernah sepi oleh pengunjung terutama saat sore hari. Semakin sore pengunjung akan semakin ramai, dan semakin banyak pedagang yang menggelar dagangannya di sekitar lokasi monumen. Ini artinya, kawasan tersebut tetap hidup pada malam harinya, karena malamnya akan disinari lampu dan dijadikan arena bermain dan berkumpul bagi warga Bukittinggi atau wisatawan. Selain itu, pedestrian di kawasan Jam Gadang juga menjadi daya tarik untuk tempat berkumpul.

Kawasan Jam Gadang pada siang hari

(6)

6 Node yang kedua adalah pasar tradisional Bukittinggi yang terdiri dari Pasar Ateh (pasar atas) dan Pasar Bawah. Pasar Ateh berada di daerah perbukitan dan Pasar Bawah di dataran yang lebih rendah. Kedua pasar tersebut berada berdekatan dengan Jam Gadang yang merupakan pusat keramaian kota.

Dengan demikian, kawasan sekitar Jam Gadang dan pasar tradisional Bukittinggi merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis di mana arah atau terdapat aktivitas yang saling bertemu dan dapat diubah ke arah atau aktivitas lain. Node berupa taman kota, square (alun-alun), dan pasar. Pada tempat tersebut orang mempunyai perasaan

‘masuk’ dan ‘keluar’ dalam tempat yang sama. Node Kota Bukittinggi mempunyai

identitas yang baik karena tempatnya memiliki bentuk yang jelas (lebih mudah diingat), dengan tampilan berbeda dari lingkungannya.

District (Kawasan)

Kawasan merupakan suatu daerah/bagian kota yang memiliki ciri-ciri yang hampir sama dan memberikan citra yang sama. Sebuah district (kawasan) memiliki ciri khas yang mirip (bentuk, pola, dan wujudnya) dan khas pula dalam batasnya, di mana orang merasa harus mengakhiri atau memulainya. Kawasan Kota Bukittinggi dikategorikan menjadi dua. Pertama, berdasarkan fungsi kawasan Kota Bukittinggi dikategorikan sebagai kawasan wisata, yang terdiri dari wisata alam, wisata budaya, wisata kuliner, dan tempat perbelanjaan. Kedua, berdasarkan letak kawasan Kota Bukittinggi adalah sebuah kota yang berada di utara Propinsi Sumatera Barat. Seluruh wilayah kota ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Agam yang merupakan salah satu cikal bakal

(7)

7 pembagian wilayah kabupaten di suku Minangkabau (Sumatera Barat). Dulunya, Minangkabau hanya terdiri dari Tiga Kabupaten, yaitu Kabupaten Lima Puluh Kota, Kabupaten Tanah Datar, dan Kabupaten Agam.

Distrik yang ada di pusat kota berupa daerah komersial yang didominasi oleh kegiatan ekonomi dan berdekatan dengan daerah pusat pemerintahan. Daerah tersebut merupakan pusat kegiatan yang dinamis, hidup dan gejala spesialisasinya semakin ketara. Daerah ini selain merupakan tempat utama dari perdagangan, juga terdapat tempat wisata, hiburan-hiburan, dan lapangan pekerjaan. Hal ini ditunjang oleh adanya sentralisasi sistem transportasi dan sebagian penduduk kota masih tinggal pada bagian dalam kota-kotanya (innersections). Untuk daerah-daerah yang berbatasan dengan distrik pusat kota, terdapat tempat-tempat yang agak longgar dan banyak digunakan untuk kegiatan ekonomi berupa daerah-daerah pertokoan untuk golongan ekonomi rendah dan sebagian lain digunakan untuk tempat tinggal.

Dengan demikian, district Kota Bukittinggi menjadi identitas yang baik dengan batasnya dibentuk dengan pola yang jelas pada tampilannya dan dapat dilihat homogeny, serta fungsi dan posisinya jelas (introver/ekstrover atau berdiri sendiri atau dikaitkan dengan yang lain).

Edge (Batas)

Merupakan batas, dapat berupa suatu desain, jalan, sungai, gunung. Edge memiliki identitas yang kuat karena tampak visualnya yang jelas. Edge merupakan penghalang walaupun kadang-kadang ada tempat untuk masuk yang merupakan pengakhiran dari sebuah district atau batasan sebuah district dengan yang lainnya.

(8)

8 Dari gambaran di atas, edge Kota Bukittinggi berupa ngarai, lahan kosong, dan perkampungan penduduk sudah berhasil menjadi elemen penghalang dan pengakhiran dari sebuah kawasan Kota Bukittinggi tersebut dengan kawasan lain. Meskipun sebagai penghalang dan pengakhiran, namun edge tersebut tetap menjadi fungsi batas yang jelas, yaitu membagi atau menyatukan antara dua kawasan yang berbatasan. Kota Bukittinggi sebagai pusat perekonomian, wisata, dan pemerintahan dan perkampungan sebagai pemukiman penduduk, keduanya memiliki identitas masing-masing tetapi saling berkaitan. Sebagai contoh adalah roda perekonomian perkampungan penduduk yang ada di perbatasan Kota Bukittinggi saling mempengaruhi dengan kondisi perekonomian di kota. Edges Kota Bukittinggi terbentuk karena pengaruh dari fasade bangunan, fungsi lahan, kondisi alam, dan karakteristik fungsi kawasan.

Dari analisa yang telah dilakukan tentang kawasan Kota Bukittinggi berdasarkan teori Kevin Lynch, maka di kawasan Kota Bukittinggi memiliki kelima elemen teori Kevin Lynch. Sehingga dapat dikatakan bahwa kawasan Kota Bukittinggi telah memiliki kepribadian dan citra kota yang kuat yang terbentuk dari kualitas lingkungan fisik yang ada di kawasan tersebut sehingga menciptakan kawasan yang unik, khas, dan menarik perhatian. Kemudian, mempermudah seseorang untuk mengakses dan mengingat kawasan tersebut.

Analisa Kawasan Bukittinggi Berdasarkan Teori Jane Jacob

Jane Jacob memaparkan untuk membangkitan sebuah kota, perlu adanya keberagaman pada beberapa kondisi, yaitu : (1) Keberagaman pada jenis aktivitas/fungsi utama di suatu kawasan. (2) Jarak tempuh yang cenderung pendek dan jalan-jalan terdapat peluang untuk mengubah sudut (belokan) harus sering. (3) Keberagaman usia bangunan, perubahan fungsi bangunan saat dulu dan sekarang, dan keberagaman user

Lahan Tidak Terbangun Perkampungan Penduduk dan Gunung yang

Mengelilinginya

(9)

9 (konsumen) bangunan tersebut. (4) Adanya kepadatan penduduk yang akan menunjang perekonomian kawasan.

Perkembangan penduduk Kota Bukittinggi tidak terlepas dari berubahnya peran kota ini menjadi pusat perdagangan di dataran tinggi Minangkabau. Akan tetapi, perdagangan bukan menjadi satu-satunya aspek penggerak di kota tersebut. Karena, perkembangan Kota Bukittinggi didukung oleh aspek lainnya, seperti : pusat pemerintahan, bisnis, pariwisata, transportasi, dan pendidikan. Dilihat dari segi sosial kemasyarakatan, Bukitinggi berperan dalam urusan pemerintahan skala regional, nasional, dan internasional. Di kota tersebut sering diadakan rapat-rapat kerja Pemerintah, pertemuan-pertemuan ilmiah, kongres-kongres oleh organisasi kemasyarakatan dan lain sebagainya. Itu berarti aktivitas pemerintahan berperan penting untuk kemajuan kota. Selanjutnya, kegiatan perekonomian (misalnya pertokoan) dan berbagai macam kegiatan bisnis (misalnya : bisnis properti, kerajinan, dan lain-lain) juga menjadi pemicu perkembangan kawasan. Untuk mengurangi penumpukan pada satu lokasi, pemerintah Bukittinggi juga mengembangkan kawasan perkotaan ke arah timur dengan membangun Pasar Aur Kuning, yang saat ini merupakan salah satu pusat perdagangan grosir terbesar di Pulau Sumatera. Jadi, sektor perdagangan merupakan salah satu generator dalam meningkatkan pendapatan penduduknya. Dari segi transportasi, Kota Bukittinggi berada pada posisi strategis Jalur Lintas Sumatera, yang menghubungkan Padang, Medan, dan Palembang, serta berada di antara Padang dan Pekanbaru. Aktivitas pendidikan/pelatihan salah satunya adalah beberapa program dalam mengentaskan kemiskinan, yaitu pelatihan keterampilan membordir dan pelatihan pembuatan kebaya, guna menumbuhkan wirausaha baru. Kemudian, Kota Bukittinggi sebagai kota dengan fungsi pariwisata yang beragam (wisata berbasis budaya, alam, dan sejarah) jelas menjadi salah satu faktor utama penggerak perkembangan kawasan.

(10)

10 Keberagaman usia bangunan dan perubahan fungsi bangunan saat dulu dan sekarang memang menjadi generator keberlangsungan Kota Bukittinggi. Beberapa benda cagar budaya dan bangunan cagar budaya di tengah kota memiliki nilai penting bagi kawasan. Misalnya menara Jam Gadang yang dulunya dibangun untuk mengintai gerak-gerik pengikut Imam Bonjol semasa Perang Paderi kini berubah fungsi menjadi landmark kota dan menjadi salah satu tempat tujuan wisata sejarah karena di dalamnya menyimpan benda-benda peninggalan sejarah. Itu berarti kawasan Jam Gadang dapat memberikan efek positif terhadap roda perekonomian masyarakat Bukittinggi pada khususnya. Contoh lain adalah Lobang Jepang yang merupakan tempat pertahanan para prajurit Jepang dahulunya sekarang menjadi tempat objek wisata yang dapat dinikmati oleh siapa saja. Fort de Kock adalah benteng peninggalan Belanda yang berdiri di Kota Bukittinggi tepatnya di 1 Km dari pusat Kota Bukittinggi sekarang menjadi sebuah taman dengan banyak pepohonan rindang dan mainan anak-anak. Selain peninggalan sejarah tersebut, di kawasan Kota Bukittinggi juga terdapat bangunan-bangunan modern (baru), seperti supermarket sebagai tempat perbelanjaan modern, bangunan hotel, bangunan perkantoran, dan lain-lain. Terdapat juga pasar tradisional dan deretan pertokoan-pertokoan kecil di sepanjang jalan utama kota. Bangunan-bangunan tersebut digunakan oleh masyarakat dari berbagai kalangan dan berbagai kepentingan.

Kondisi keempat yang dipaparkan Jane Jacob yaitu mengenai kepadatan penduduk yang akan menunjang perekonomian kawasan. Saat ini Bukittingi merupakan kota terpadat di Provinsi Sumatera Barat, dengan tingkat kepadatan mencapai 4.400 jiwa/km². Jumlah angkatan kerja sebanyak 52.631 orang dan sekitar 3.845 orang di antaranya merupakan pengangguran. Itu berarti jumlah angkatan kerja ada sekitar 93%. Tingkat konsumsi orang yang bekerja lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak bekerja. Hal itu akan berpengaruh pada kemajuan ekonomi kawasan. Ditambah lagi dengan berbagai daya tarik Kota Bukittinggi menjadi pemicu pemusatan konsentrasi manusia pada kawasan pada waktu-waktu tertentu, misalnya di saat hari libur, hari lebaran, dan peringatan tahun baru.

Analisa Kawasan Bukittinggi Berdasarkan Teori Paul D. Spreiregen

(11)

11 membagi lima elemen yang membentuk image sebuah kota, yaitu : path, landmark, node, district, dan edge. Selain elemen yang lima itu, Paul D. Spreiregen menambahkan elemen-elemen lain yang perlu diamati oleh urbandesigner.

Topography

Merupakan gambaran tentang tingkat kemiringan dan ketinggian tanah dari permukaan laut. Kondisi kemiringan tanah merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kesesuaian lahan terhadap pembentukan massa bangunan di lokasi tersebut. Survey topografi adalah suatu metode untuk menentukan posisi tanda-tanda (features) buatan manusia maupun alamiah di atas permukaan tanah. Survei topografi juga digunakan untuk menentukan konfigurasi medan (terrain). Kota Bukittinggi memiliki topografi berbukit-bukit dan berlembah, beberapa bukit tersebut tersebar dalam wilayah perkotaan. Kota Bukittinggi terletak pada rangkaian Bukit Barisan yang membujur sepanjang pulau Sumatera, dan dikelilingi oleh dua gunung berapi yaitu Gunung Singgalang dan Gunung Marapi. Kota ini berada pada ketinggian 909–941 m DPL, dan memiliki hawa cukup sejuk dengan suhu berkisar antara 16.1–24.9 °C. Sementara itu, dari total luas wilayah Kota Bukittinggi saat ini (25,24 km²), 82,8% telah diperuntukkan menjadi lahan budidaya, sedangkan sisanya merupakan hutan lindung. Terdapat lembah yang dikenal dengan Ngarai Sianok dengan kedalaman yang bervariasi antara 75–110 m, yang di dasarnya mengalir sebuah sungai.

(12)

12 empat terhadap tapak yang tidak teratur biasanya berdiri tegak lurus satu sama lain. Pada tapak yang memiliki perbedaan ketinggian atau topografi miring, pengelompokan bangunan cenderung ditempatkan secara informal sesuai dengan kondisi konturnya.

Ketika lereng bukit ditutupi oleh bangunan yang rapat dari dasar permukaan tanah sampai ke puncak maka bentuk lansekap yang asli terlihat tetap bertahan. Namun jika keseluruhan didominasi oleh satu bangunan yang besar, bentuk lansekap akan mengalami perubahan besar. Permukiman yang diapit oleh gunung adalah suatu contoh yang baik dari suatu bentuk lansekap yang dikembangkan di Bukittinggi ini, dimana kondisi topografi yang asli tidak dirusak oleh pengembangan yang terjadi di sekitar kawasan tersebut. Kasus ini merupakan contoh ‘grandgesture’.

Microclimate

Pada umumnya di kota Bukittinggi banyak turun hujan, rata-rata 2,381 milimeter per tahun dengan jumlah hujan rata-rata 193 hari per tahun dan kelembaban hawa berkisar antara 82,0% - 90,8%. Oleh karena itu daerah ini beriklim sedang, berhawa sejuk dengan suhu udara 17-24⁰C. Bulan-bulan dengan curah hujan tertinggi terjadi pada Oktober sampai Desember, curah hujan bulanan terbesar 400 mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juni dan Juli dengan curah hujan terendah bulanan 50 mm. Perubahan unsur-unsur lingkungan dari yang alami menjadi unsur buatan menyebabkan terjadinya perubahan karakteristik iklim mikro. Oleh karena itu,

Pengelompokan Bangunan

(13)

13 perubahan-perubahan tersebut sangat penting sebagai bahan pertimbangan dalam perancangan dan perencanaan kota. Saat ini, lebih dari 50% penduduk yang ada di Indonesia tinggal di kawasan perkotaan. Dampaknya timbul isu semakin menurunnya kondisi lingkungan perkotaan seperti : Pemanasan Global, Perubahan Iklim, Penurunan Daya Lingkungan, Kepadatan Kawasan Perkotaan. Salah satu respon untuk menjawab isu-isu tersebut adalah dengan konsep Kota Hijau yang diterapkan di Kota Bukittinggi. 30% dari wilayah kota berwujud Ruang Terbuka Hijau, terdiri dari RTH Publik 20% dan RTH Privat 10%. Pengalokasian 30 % RTH ini ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) tentang RTRW Kota. Jadi, perlu diwujudkan suatu pengembangan kawasan perkotaan yang mengharmonisasikan lingkungan alamiah dan lingkungan buatan untuk keberlangsungan tata kehidupan kota.

Shape

Berdasarkan daerah terbangunnya, bentuk Kota Bukittinggi mencerminkan pola konsentrik, hal tersebut dipengaruhi oleh letak kota. Ngarai Sianok membatasi perkembangan kota ke arah Barat dan sebagian arah utara. Sistem jaringan regional yang melintasi Kota Bukittinggi ikut membentuk pola ruang kota. Kota Bukittinggi merupakan titik pertemuan antara jalan Bukittinggi-Medan, Bukittinggi-Pekan Baru, Bukittinggi-Jambi dan Bukittinggi-Lubuk Basung. Jalan utama kota yaitu Jl. Veteran ke arah Utara dan Jl. Sudirman ke arah Selatan yang berpotongan di pusat kota (Bappeda Kota Bukittinggi, 2003). Struktur ruang Kota Bukittinggi eksisting sebagian besar terbentuk dari kegiatan-kegiatan yang bersifat perkotaan dan sebagian kecil bersifat perdesaan yang merupakan lahan-lahan pertanian serta kegiatan kepariwisataan dan jaringan jalan kota. Kegiatan perkotaan yang mempunyai jangkauan pelayanan wilayah (regional) berupa fasilitas perdagangan, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan dan fasilitas perkantoran/pemerintahan, sedangkan kegiatan-kegiatan kepariwisataan di Kota Bukittinggi memiliki tingkat pelayanan internasional, nasional maupun regional antara lain berupa fasilitas akomodasi (hotel berbintang), gedung konferensi, pelayanan jasa kepariwisataan yang mengkaitkan objek-objek wisata baik yang berada di dalam kota ataupun yang terletak di luar kota dan daerah lain di provinsi Sumatera Barat. Dari pengamatan fisik dapat diindikasikan struktur ruang kota dalam kategori komponen kegiatan fungsional kota (Bappeda Kota Bukittinggi, 2003), yaitu terdiri dari :

(14)

14 lingkup pelayanan nasional, regional wilayah kota dan daerah pinggiran. Kegiatan ini berada di Kelurahan Benteng Pasar Atas, Aur Tajungkang Tengah Sawah, Kayu Kubu, Bukit Cangang Kayu Ramang, Tarok Dipo, Belakang Balok, Birugo serta Aur Kuning.

2. Kawasan pariwisata dan kegiatan pendukungnya yaitu sepanjang Ngarai Sianok, dari Panorama Lama sampai ke Panorama Baru dan Benteng.

3. Kawasan perumahan yang menyebar dengan intensitas yang semakin tinggi ke arah pusat kota. Bagian timur dan tenggara kota merupakan daerah perkembangan permukiman yang antara lain di Kelurahan Birugo, Aur Kuning, Kubu Tanjung, Ladang Cakiah, Parit Antang,dan Koto Selayan.

4. Kawasan Pertanian yang berkembang pada kawasan timur dan tenggara kota yang besaran lahannya semakin menyusut karena beralih fungsi menjadi lahan permukiman.

Pattern, Texture, and Grain

(15)

elemen-15 elemen ruang kota yang selalu ada atau tetap dalam setiap periode perkembangan ruang Kota Bukittinggi. Terdapat dalam setiap periode perkembangannya membentuk pusat atau titik-titik pertumbuhan yang berkembang membentuk pusat-pusat kegiatan dengan perkembangan fisik-spasial yang pesat, sehingga terbentuknya kawasan-kawasan dominan.

Spreiregen mengatakan bahwa dengan membedakan pola, butiran, dan susunan pembentuk ruang kota dapat dijadikan sebagai acuan untuk membuat suatu keputusan bagaimana treatment bentuk kota. Pola perkembangan ruang Kota Bukittinggi dipengaruhi oleh jarak terhadap perubahan penggunaan ruang atau perubahan tingkat urban berdasarkan rasio penggunaan lahan. Artinya, semakin menurunnya pengaruh jarak dari pusat ke wilayah sekitarnya terhadap penggunaan ruang mengindikasikan adanya peubah lain yang berperan dalam mempengaruhi penggunaan ruang dari pusat wilayah ke wilayah sekitarnya. Salah satu peubah yang mungkin mempengaruhi penggunaan ruang adaiah keberadaan fasilitas untuk mengakomodasi aktivitas penduduk pada suatu wilayah. Hal ini dibuktikan dengan jumlah fasilitas publik yang tidak dipengaruhi oleh jarak dari pusat wilayah.

Menurut data dari pemerintah Kota Bukittinggi, pada tahun 2032 jumlah penduduk Kota Bukittinggi diproyeksikan akan berjumJah 250.129 jiwa. Jika pemenuhan kebutuhan ruang pada tahun 2032 dilakukan dengan konversi lahan pertanian, lahan pertanian akan tersisa seluas 34.43 Ha (1.36%). Pada tahun 2032, keseluruhan ruang Kota Bukittinggi akan menjadi ruang terbangun, dan bahkan lahan konservasi akan diintervensi oleh aktivitas masyarakat dan tidak tertutup kemungkinan akan berubah menjadi ruang terbangun juga. Untuk mengatasi perkembangan yang cenderung tidak terkendali tersebut, perlu upaya yang menitikberatkan pada vitalitas dan stabilitas ekonomi, integrasi antar ruang, kuantitas dan kualitas prasarana dan sarana lingkungan, serta konservasi aset warisan budaya.

Vista and Skyline

(16)

16 dekorasi utama bangunan seperti itu adalah bentuk profil bangunan-bangunan tersebut. Bangunan yang menonjolkan dirinya sendiri sehingga tampak berbeda dari massa bangunan sekitarnya, harus mempunyai siluet yang menarik. Di masa lalu, bangunan dengan bentuk kubah dan menara telah menjadi fitur dekorasi utama dari garis langit kota tradisional. Garis atap yang detail merupakan garis besar bangunan jika dilihat dari jalur pejalan kaki di dalam kota. Garis atap menyajikan perubahan profil dari kota sebagaimana warga kota melihatnya sambil bergerak di sekitarnya. Garis atap bangunan-bangunan harus dirancang dekoratif sehingga memberikan daya tarik pada pemandangan jalan.

Pengembangan pola “bukit dan lembah” merupakan konsep yang menampilkan

pendekatan pemecahan perancangan yang cenderung menampilkan efek bukit dan lembah. Bangunan bertingkat tinggi dengan massa bangunan yang lebih besar terletak di bukit sehingga kualitas pemandangan yang didapat lebih banyak dan bangunan bertingkat rendah terletak di lembah.

Garis atap berpengaruh pada skenario garis langit pada suatu kawasan, sehingga garis langit kota dapat berperan sebagai ornamen penting pada suatu kawasan. Bangunan pada kawasan yang dekat ke pusat kota merupakan kawasan yang penting untuk dirancang garis langitnya, karena jalan tersebut berpotensi untuk memiliki intensitas pembangunan yang terus meningkat. Saat ini tampak pada jalan tersebut ketinggian bangunan-bangunan dan bentuk atap tidak teratur sehingga menggambarkan suatu garis langit yang tidak memiliki skenario.

(17)

17 Panduan garis atap sebaiknya dibuat berdasarkan konteks kawasan tersebut. Merancang panduan untuk kawasan yang berperan dalam perkembangan sejarah suatu kota akan berbeda dengan kawasan yang sengaja untuk dirancang sebagai kota baru.

Garis atap bangunan-bangunan pada bagian pusat kota menggambarkan tidak jelasnya peraturan

(18)

18

DAFTAR PUSTAKA

Abdulla, Taufik., Schools and Politics : The Kaum Muda Movement in West Sumatra (1927-1933), Equinox Publishing, 2009.

Cliff Moughtin, Taner OC, dan Steven Tiesdel., Urban Design – Ornamen And Decoration,

Britain : Butter worth Architecture, 1995.

Jacob, Jane., The Generators of Diversity in the Death and Life of Great American Cities,

New York : Random House, 1961.

Lynch, Kevin., The City Image and its elements in the Image of the City, Cambridge : MIT Press, 1960.

Spreiregen, Paul., Making a Visual Survey in Urban Design, American Institute of Architects and Mc Graw Hill, 1965.

Whyte, William H., Social Life of Small Urban Space in the Essential William H.Whyte, Albert LaFarge, editor, NEw York : Fordham University Press, 2000.

sumbar.bps.go.id

www.bukittinggikota.go.id

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa artefak yang ditemukan baik dari hasil penggalian maupun yang sudah berada di permukaan tanah yaitu batu-batu berbentuk kala; makara; batu berelief guirlande, gapa, pilar

Model antrian yang diperoleh adalah (M/M/2):(GD/∞/∞), menunjukkan bahwa distribusi jumlah kedatangan dan jumlah pelayanan pelanggan di bagian Quick Service

Dorongan internal yang cukup menonjol dalam mempengaruhi pilihan karier kaum gay adalah kebutuhan akan rasa aman dari lingkungan.. Sedangkan yang eksternal adanya

Yakup, MS dengan judul “Pengelolaan Hara dan Pemupukan Pada Budidaya Tanaman Jagung (Zea mays L.) Di Lahan Kering” telah diterima dan untuk dapat dipresentasikan pada Seminar

Sebab setelah dikenakan pajak, produsen akan berusaha mengalihkan (sebagian) beban pajak tersebut kepada konsumen, yaitu dengan jalan menawarkan harga jual yang lebih tinggi6.

Allah telah menyuruh hambanya yang beriman dan bertaqwa kepadaNya dan menyembah-Nya seolah-olah dia melihat-Nya serta hendaknya mereka emngatakan perkataan yang

humas untuk merumuskan strategi media relations yang lebih baik, melalui pembentukan hubungan antarpribadi dengan jurnalis yang didasari atas.

Laboratorium Eco Material 57 Berdasarkan perhitungan berat, jika berat jenis beton normal diketahui berdasarkan pengalaman yang lalu, maka berat pasir yang dibutuhkan