• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN TEKNIK UPPER HAND LOWER HAND DAN TRAILING UNTUK MENINGKATKAN KEMANDIRIAN ANAK TUNANETRA KELAS I DALAM BELAJAR MENGENAL LINGKUNGAN SEKOLAH DI SDLB N CANGAKAN KARANYAR TAHUN AJARAN 2010 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGGUNAAN TEKNIK UPPER HAND LOWER HAND DAN TRAILING UNTUK MENINGKATKAN KEMANDIRIAN ANAK TUNANETRA KELAS I DALAM BELAJAR MENGENAL LINGKUNGAN SEKOLAH DI SDLB N CANGAKAN KARANYAR TAHUN AJARAN 2010 2011"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PENGGUNAAN TEKNIK UPPER HAND LOWER HAND DAN TRAILING UNTUK

MENINGKATKAN KEMANDIRIAN ANAK TUNANETRA KELAS I

DALAM BELAJAR MENGENAL LINGKUNGAN SEKOLAH

DI SDLB N CANGAKAN KARANYAR

TAHUN AJARAN 2010/2011

Skripsi

Oleh :

Ika Restiana Setyo Rini

K 5106021

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

PENGGUNAAN TEKNIK UPPER HAND LOWER HAND DAN TRAILING UNTUK

MENINGKATKAN KEMANDIRIAN ANAK TUNANETRA KELAS I

DALAM BELAJAR MENGENAL LINGKUNGAN SEKOLAH

DI SDLB N CANGAKAN KARANYAR

TAHUN AJARAN 2010/2011

Oleh :

Ika Restiana Setyo Rini

K 5106021

SKRIPSI

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Luar Biasa Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(3)
(4)
(5)

commit to user

v

ABSTRAK

Ika Restiana Setyo Rini. PENGGUNAAN TEKNIK UPPER HAND LOWER HAND DAN TRAILING UNTUK MENINGKATKAN KEMANDIRIAN ANAK TUNANETRA KELAS I DALAM BELAJAR MENGENAL LINGKUNGAN SEKOLAH DI SDLAB N CANGAKAN KARANGANYAR TAHUN AJARAN 2010/2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Januari, 2011.

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemandirian berorientasi dan mobilitas dalam belajar mengenal lingkungan sekolah melalui penggunaan teknik upper hand, lower hand dan trailing pada anak tunanetra kelas ISDLB N Cangakan Karanganyar Tahun Ajaran 2010/ 2011.

Penelitian ini berbentukClassroom Action Research/Penelitian Tindakan Kelas merupakan pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Penelitian ini berupa kolaborasi atau kerjasama antara peneliti, guru, dan siswa. Sumber data penelitian ini adalah peristiwa proses pembelajaran orientasi dan mobilitas yang berlangsung di kelas dengan informan (guru dan siswa), serta dokumen. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi, wawancara dan analisis dokumen. Untuk menguji validitas data penulis menggunakan triangulasi teknik dan review informan. Teknis analisis yang digunakan adalah dengan analisis kritis dan analisis deskriptif komparatif. Data kualitatif dianalisis dengan teknik analisis kritis sedangkan data yang berupa tes diklasifikasikan sebagai data kuantitatif. Data tersebut dianalisis secara deskriptif komparatif, yakni membandingkan nilai tes antar siklus dengan indikator pencapaian.

(6)

commit to user

vi

ABSTRACT

Ika Restiana Setyo Rini. THE USE UPPER HAND, LOWER HAND AND TRAILING TECHNIQUES FOR IMPROVING THE FIRST GRADER OF BLIND CHILDREN’S INDEPENDENCY IN LEARNIG TO ACQUAINT THE SCHOOL ENVIRONMENT IN SDLB N CANGAKAN KARANGANYAR IN THE SCHOOL YEAR OF 2010/2011. Thesis: Teacher Training and Education Faculty. Surakarta Sebelas Maret University, January,2011.

The objective of research is to improve the orienting independency and mobility in learning to acquaint the school environtment using upper hand, lower hand and trailing in the First Grader of Blind Children in SDLB N Cangakan Karanganyar in the School Year of 2010/2011.

This study belongs to a Clasroom Action Research involving an observation on the learning activity in the form of an action generated and occurring deliberately in a class collectively. This research is a collaboration or cooperation between the researcher, teacher, and student. The data source of research was the event of orientation and mobility learning process proceeding in the classroom with the informants (teacher and student), aswell as document. Techniques of collecting data used were observation, interview,and descriptive comparative analyses. The qualitative data was analyzed using critical analyzed descriptively and comparatively, by comparing the inter-cycles test values and the indicator of achievement.

(7)

commit to user

vii

MOTTO

Encourage him, but don’t rush him. Help him, but don’t hinder him (Berilah

dorongan, tetapi jangan memaksa. Bantulah, tetapi jangan menghalangi

perkembangan kemandiriannya.

(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan Kepada:

1. Ibu dan Bapak tercinta, Suparti dan Mukidi atas pancaran doa dan kasih sayangnya. 2. Adik-adikku, Gandis Putri Mahanani atas

segala bantuan serta motivasi dalam menyelesaikan skripsi, dan Bagas Ahimsa yang selalu memberikan semangat.

3. Bapak dan Ibu Dosen PLB yang telah banyak memberikan ilmu.

(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, motivasi dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan penuh kerendahan hati penulis ucapkan terimakasih kepada:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Bapak Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd, yang telah memberikan izin dalam melakukan penelitian;

2. Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Bapak Prof. Dr.rer.nat. Sajidan, M.Si yang telah memberikan izin dalam melakukan penelitian;

3. Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Bapak Drs. Amir Fuady, M.Hum yang telah memberikan izin dalam melakukan penelitian;

4. Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Bapak Drs. Rusdiana Indianto, M.Pd; 5. Ketua Program Studi Pendidikan Luar Biasa Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Bapak Drs. Abdul Salim Choiri, M.Kes;

6. Sekretaris Program Studi Pendidikan Luar Biasa Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Bapak Drs. Maryadi, M.Ag dan sekaligus Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi;

7. Bapak Priyono, S. Pd, M. Si selaku Pembimbing Akademis dan juga Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi;

(10)

commit to user

x

9. Bapak Sihna, selaku guru kelas I SDLB N Cangakan Karanganyar,yang telah banyak membantu, memberikan masukan serta kerjasama dalam bentuk kolaborasi dengan penulis dalam penelitian;

10. Seluruh bapak dan ibu guru SDLB N Cangakan Karanganyar yang telah ikut memberikan semangat dan bantuan selama pelaksanaan penelitian;

11. Siswa kelas I SDLB N Cangakan Karanganyar yang telah membantu pelaksanaan penelitian;

12. Sahabat-sahabatku (Mbak Anita, Mbak Heni, Mbak Nurul, Drajat, Mbak Tias, mas Vian), terimakasih banyak untuk persaudaraan yang indah ini, terimakasih untuk semua nasehat-nasehat,dukungan dan semangatnya aku banyak belajar dari kalian semua;

13. Teman-teman PLB 2006 (Ajeng, Mbak Eva, Hastati, Selvy Dwi, Susi, Aman, Mbak Nita, Basten, Drajat, Endah, Fitri, Hamid, Helga, Ika T, Inay, Lativa, Nita S, Nurul, Reni P,Rika, Natan, Selviana, Reni Retno, Ifah,Dian, Wahyu, Pras, Anita C, Sasi, Titus, Tunang,Yonas, Heni) atas semangat dan dukungan; 14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu

peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Surakarta, Januari 2011

(11)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN... ii

HALAMAN PERSETUJUAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN ABSTRAK... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN... vii

KATA PENGANTAR... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan Masalah ... 5

C. Perumusan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II LANDASAN TEORI... 8

A. Tinjauan Pustaka ... 8

1. Kajian Tentang Orientasi dan Mobilitas ... 8

Pengertian Orientasi dan Mobilitas ... 8

a. Prinsip-Prinsip Dasar Orientasi dan Mobilitas... 9

b. Tujuan Orientasi dan Mobilitas... 10

d.Teknik-Teknik dalam Orientasi dan Mobilitas... 11

2. Kajian Tentang Kemandirian………... 28

a. Pengertian kemandirian... 28

(12)

commit to user

xii

c. Pendidikan dan latihan bagi Kemandirian Tunanetra ... 29

3. Kajian Tentang Tunanetra... 31

a. Pengertian Anak Tunanetra…………... 31

b. Faktor-Faktor Penyebab Ketunanetraan ... 32

c. Karakteristik Anak Tunanetra... 34

d. Klasifikasi Tunanetra... 35

e. Dampak Ketunanetraan………... 37

4. Kajian Tentang Belajar Mengenal Lingkungan Sekolah... 38

a. PengertianBelajar………... 38

b. Ciri-Ciri Belajar... 39

c. Kajian Tentang Mengenal Lingkungan Sekolah... 40

C. Kerangka Berfikir... 42

D. Hipotesis Tindakan... 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 44

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 44

B. Pendekatan penelitian ... 45

C. Subjek Penelitian... 46

D. Sumber Data Penelitian... 46

E. Teknik-Teknik Pengumpulan Data... 47

F. Uji Validitas Data... 56

G. Teknik Analisis Data... 57

H. Indikator Ketercapaian... 58

I. Prosedur Penelitian... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. 61

A. Deskripsi Kondisi Awal……… 61

B.Deskripsi Hasil Penelitian………. 63

(13)

commit to user

xiii

a. Perencanaan Tindakan………. 63

b. Tindakan I... 65

c. Pengamatan... 68

d. Refleksi ... 71

2. Siklus Kedua ... 72

a. Perencanaan Tindakan II ... 72

b. Tindakan II... 74

c. Pengamatan... 74

d. Refleksi... 77

C. Pembahasan Hasil Penelitian... 78

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN... 87

A. Simpulan ... 87

B. Saran ... 88

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 : Hasil Observasi Awal Kemandirian Siswa Dalam Mengenal

Lingkungan Sekolah ... 4

Tabel 2.1 : Klasifikasi Tunanetra Berdasarkan Hasil Tes Snellen ... 12

Tabel 3.1 : Rincian Waktu dan Jenis kegiatan Penelitian ... 44

Tabel 3.2 : Format (Pedoman) Observasi untuk Kemampuan Guru Dalam Mengelola kelas ... 51

Tabel 3.3 : Format (Pedoman) Observasi untuk Kemampuan Guru dalam Menjelaskan ... 51

Tabel 3.4 : Format (Pedoman) Observasi Keaktifan Siswa ... 52

Tabel3.5 : Format (Pedoman) Observasi Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Orientasi dan mobilitas... 53

Tabel 3.6 : Pedoman wawancara Untuk Orangtua Siswa ... 55

Tabel 3.7 : Pedoman Wawancara Untuk Guru Kelas ... 56

Tabel 3.8 : Indikator Ketercapaian... 58

Tabel 4.1 : Kemampuan Awal Orientasi dan Mobilitas Siswa Kelas I SDLB N Cangakan Karanganyar Tahun ajaran 2010/2011 ... 61

Tabel 4.2 : Hasil Observasi Kondisi Awal Keaktifan Siswa... 62

Tabel 4.3 : Hasil Pengamatan Kemandirian Orientasi dan Mobilitas Menggunakan teknik Upper hand, Lower hand dan Trailing... 69

Tabel 4.4 : Hasil Keaktifan Siswa Siklus 1 ... 70

Tabel 4.5 : Hasil Tes Pengamatan Kemandirian Orientasi dan Mobilitas Menggunakan Teknik Upper hand, Lower hand dan Trailing Siklus 2 ... 76

(15)

commit to user

xv

Tabel 4.7 : Hasil tes Pengamatan Kemandirian Orientasi dan mobilitas menggunakan teknik Upper hand,

Lower hand dan Trailing Tiap siklus... 80 Tabel 4.8 : Peningkatan Keaktifan Siswa Kelas I SDLB N

Cangakan karanganyar Tahun ajaran 2010/2011

(16)

commit to user

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 : Teknik Memegang Pendamping Awas ... 12

Gambar 2.2 : Memegang Pendamping Awas ... 13

Gambar 2.3 : Memegang Pendamping Awas untuk Anak Kecil... 13

Gambar 2.4 : Teknik Upper Hand ... 18

Gambar 2.5 : Teknik Lower Hand... 20

Gambar 2.6 : Teknik Trailing ... 22

Gambar 2.7 : Teknik Transfering Open Doorway... 24

Gambar 2.8 : Kerangka Berfikir... 43

Gambar 3.1 : Prosedur Penelitian Tindakan Kelas... 46

Gambar 3.2 : Triangulasi Teknik... 57

Gambar 4.1 : Tabulasi nilai kemandirian siswa dalam belajar Mengenal Lingkungan Sekolah dengan Menggunakan Teknik Upper hand, Lower hand dan trailing ... 81

(17)

commit to user

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 : Lembar Pengamatan Kemandirian Siswa Dalam Belajar Mengenal Lingkungan Sekolah Dengan

Teknik Upper hand, Lower hand dan Trailing ... 92 Lampiran 2 : Lembar Pengamtan Keaktifan Siswa Dalam

Proses Pembelajaran Orientasi dan Mobilitas ... 93 Lampiran 3 : Hasil Pengamatan Kondisi Awal Kemandirian Siswa

dalam Belajar Mengenal Lingkungan Sekolah Dengan Teknik Upper hand, Lower hand dan

Trailing pada Siklus 1 ... 94 Lampiran 4 : Hasil Pengamatan Kondisi Awal keaktifan siswa

dalam Proses Pembelajaran Orientasi dan Mobilitas

Pada Siklus 1 ... 96 Lampiran 5 : Hasil Pengamatan kemandirian Siswa Dalam

Belajar Mengenal Lingkungan Sekolah Dengan Teknik Upper hand, Lower hand dan

Trailing pada siklus 1... 98 Lampiran 6 : Hasil Pengamatan Keaktifan Siswa Dalam Proses

Pembelajaran Orientasi dan Mobilitas Pada siklus 1 ... 100 Lampiran 7 : Hasil Pengamatan Keaktifan Siswa Dalam Proses

Pembelajaran Orientasi dan Mobilitas Pada siklus 2 ... 102 Lampiran 8 : Hasil Pengamatan Kektifan Siswa dalam Proses

Pembelajaran orientasi dan Mobilitas Pada siklus 2 ... 104 Lampiran 9 : Lembar Observasi Kemampuan Guru dalam Menjelaskan .... 106 Lampiran 10 : Hasil Observasi Kemampuan Guru dalam Menjelaskan

Pada Siklus 1 ... 107 Hasil Observasi Kemampuan Guru dalam Menjelaskan

(18)

commit to user

xviii

Lampiran 11 : Lembar Observasi Kemampuan Guru dalam

Mengelola Kelas ... 109

Lampiran 12 : Hasil Observasi Kemampuan Guru dalam Mengelola Kelas Pada Siklus 1 ... 110

Hasil Observasi Kemampuan Guru dalam Mengelola Kelas Pada Siklus 2 ... 111

Lampiran 13 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus 1 ... 112

Lampiran 14 : Rencana Pelaksanaan pembelajaran Siklus 2 ... 119

Lampiran 15 : Foto Kegiatan Siklus 1 ... 126

Lampiran 16 : Foto Kegiatan Silus 2 ... 130

Lampiran 17 : Surat Ijin Penyusunan Skripsi ... 138

(19)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indera penglihatan adalah salah satu sumber informasi yang vital bagi

manusia. Tidak berlebihan apabila dikemukakan bahwa sebagian besar informasi

yang diperoleh oleh manusia berasal dari indera penglihatan, sedangkan selebihnya

berasal dari panca indera yang lain. Sebagai konsekuensinya, bila seseorang

mengalami gangguan indera penglihatan, maka kemampuan aktivitas yang

bersangkutan akan terbatas, karena informasi yang diperoleh akan jauh berkurang

dibandingkan mereka yang berpenglihatan normal. Oleh sebab itu, apabila tidak

mendapat penanganan atau rehabilitasi khusus, hal ini akan mengakibatkan timbulnya

berbagai kendala psikologis, seperti misalnya perasaan inferior, depresi, atau

hilangnya makna hidup dan sebagainya.

Anak tunanetra sebagai salah satu anak berkebutuhan khusus memiliki

berbagai kebutuhan yang khusus pula. Kebutuhan dasar bagi anak tunanetra adalah

kemampuan untuk bergerak dan berorientasi baik dirumah maupun di sekolah. Tanpa

kemampuan tersebut anak tunanetra akan merasakan kesulitan untuk memperoleh

pengalaman dalam lingkungan sekitar. Seperti telah diketahui bahwa kebutuhan

bergerak dan berorientasi bagi setiap manusia sudah dimulai sejak kecil, terutama

sejak mereka dapat berjalan. Bahkan bayi yang berumur beberapa minggu

saja sudah berusaha mengadakan orientasi seperti ketika mendengarkan suara ibunya,

ia akan berusaha mencari arah suara tersebut berasal. Usaha untuk mengenal sumber

(20)

commit to user

Jay Gense dan Marilyn Gense dalam

Importance of Orientation And

Mobility

Skills

for

Students

who

are

Deaf-Blind

2004

(http//www.perkins.org./resources/scouf/Orientasion_And_Mobility/Multiple.disabili

ties.html.) mengungkapkan alasan seorang anak deaf-blind

mengalami hambatan

motivasi untuk bergerak :

A child who is deafblind must learn to understand his or her environment with

minimal or distorted visual and auditory information. Limited sight and/or

hearing may inhibit natural curiosity and the motivation to move about. Some

may feel insecure or frightened when moving about in an environment they can

neither see nor hear clearly. Others may run on the track team or use motorized

wheelchairs. Some communicate with speech or sign language, while others

may not have had enough experiences in the environment to understand even

basic concepts about that environment or about objects found in it. It is

essential that children who are deaf-blind receive learning opportunities and

instruction that facilitate purposeful movement.

Seorang anak yang deafblind harus belajar untuk memahami

lingkungan-nya secara minimal atau dengan informasi visual dan pendengaran yang terdistorsi.

Keterbatasan melihat dan/atau mendengar dapat menghambat rasa ingin tahu alami

dan motivasi untuk bergerak. Beberapa orang mungkin merasa tidak aman atau

ketakutan ketika bergerak dalam suatu lingkungan dimana mereka tidak dapat melihat

atau mendengar dengan jelas. Orang lain mungkin berlari dengan tim atau

menggunakan kursi roda bermotor. Beberapa berbicara atau berkomunikasi dengan

bahasa isyarat, sementara yang lain mungkin tidak punya cukup pengalaman di

lingkungan bahkan untuk memahami konsep dasar tentang lingkungan atau tentang

obyek yang ditemukan di dalamnya.

Demikian pula halnya dengan tunanetra, baik inisiatif sendiri maupun

bantuan dari orang lain, mereka harus belajar bergerak,beorientasi sesuai dengan

kondisi dan kemampuan yang mereka miliki. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan

bila kita melihat seorang tunanetra sanggup bergerak dan berorientasi dengan cekatan

walaupun tidak seperti anak-anak yang berpenglihatan normal, hal ini dikarenakan

(21)

commit to user

Selama periode awal setelah kehilangan penglihatan, meskipun orang-orang

disekitarnya akan selalu mencoba untuk memberikan perhatian dan membantu, akan

datang saatnya bagi para tunanetra untuk mandiri ketika ia berada dalam kondisi

sendiri. Tunanetra harus belajar menghadapi sendiri apapun yang terjadi di

sekitarnya. Disamping itu, ketika seseorang memiliki aktivitas yang terkonsentrasi di

suatu ruangan pada saat-saat awal kehilangan penglihatan, mereka diharapkan secara

bertahap dapat bergerak keluar dari ruangannya, misalnya ke kamar mandi, ke

dapur,ke ruang makan dan seterusnya. Mereka harus belajar untuk mampu melakukan

perjalanan secara mandiri dan aman secara perlahan-lahan.

Untuk dapat melakukan hal itu, dapat dimulai dengan ruangan yang familiar

bagi tunanetra. Seorang tunanetra harus mengingat rute yang akan dilalui dengan

jelas termasuk titik permulaan dan tujuan yang akan dituju. Tunanetra juga harus

belajar melakukan perjalanan dengan berusaha mengenali lingkungan di sekitarnya

dengan cara menyentuh, mendengar, mencium untuk membantu menggantikan

informasi yang tidak diperoleh karena indera penglihatannya yang tidak berfungsi.

Menentukan arah langkah juga merupakan hal yang penting, karena berdasarkan hal

itu mereka dapat berjalan secara aman di sepanjang dinding, furniture atau benda lain

yang dapat dijadikan sebagai pedoman. Mengingat arah yang benar ketika berjalan,

bersikap waspada terhadap barang-barang yang ada di sekitarnya akan mengurangi

rintangan yang akan dilaluinya.

Agar aktivitas bermobilitas penyandang tunanetra dapat berjalan dengan

baik dan aman,pemberian pelatihan teknik-teknik untuk berjalan mandiri

(

Independent Travel

) sangat diperlukan. Teknik independent travel ini dapat

membantu para tunanetra untuk bisa lebih mandiri dalam hal berorientasi dan

bermobilitas, karena teknik ini tidak memerlukan alat bantu dan bisa dilakukan

sendiri oleh para tunanetra. Teknik independent travel meliputi upper hand, lower

(22)

commit to user

Akan tetapi ada berbagai faktor yang mempengaruhi diri anak tunanetra

untuk mandiri khususnya dalam hal berorientasi. Faktor-faktor tersebut dapat

dikelompokkan menjadi dua macam yaitu faktor yang berasal dari dalam individu dan

faktor yang berasal dari luar individu. Faktor dari dalam diri individu dapat berupa

penyimpangan atau kelainan pada diri anak seperti takut, merasa tergantung pada

orang lain dan sebagainya. Sedangkan faktor dari luar dapat disebabkan oleh

lingkungan yang kurang mendukung seperti lingkungan keluarga atau masyarakat

yang terus memanjakan anak tunanetra sehingga mereka enggan mencoba untuk

mandiri. Apapun faktor yang terjadi hal ini akan menghambat proses belajar bagi

anak tunanetra.

Masalah kemandirian dalam orientasi dan mobilitas juga dialami oleh siswa

tunanetra kelas I di SDLB N Cangakan Karanganyar. Hal tersebut dapat dilihat dari

hasil observasi awal yang dilakukan peneliti berkaitan dengan kemampuan siswa

untuk berorientasi dan bermobilitas dan hasilnya adalah sebagai berikut:

Tabel.1.1 Hasil Observasi Awal Kemandirian Siswa dalam Mengenal Lingkungan

Sekolah

No.

Nama Siswa

Nilai

1

R K

24

2

U

26

Dari tabel diatas dapat dikatakan bahwa rata-rata siswa memperoleh nilai 25

yang berarti kurang dari indikator ketuntasan yang seharusnya mencapai nilai 45-60.

Hal ini dapat menggambarkan bahwa kemandirian siswa tunanetra di SDLB N

Cangakan Karanganyar masih kurang baik atau bisa dikatakan masih belum mandiri.

Berpijak pada masalah diatas dapat di katakan bahwa pengajaran teknik

Independent Travel

memiliki andil yang sangat besar untuk membantu meningkatkan

kemandirian tunanetra khususnya dalam hal berorientasi dan bermobilitas.

(23)

commit to user

:

“Penggunaan Teknik

Upper Hand

,

Lower hand

,dan

Trailling

Untuk Meningkatkan

Kemandirian Anak Tunanetra Kelas I Dalam Belajar Mengenal Lingkungan Sekolah

di SDLB N Cangakan Karanganyar”

B. Pembatasan Masalah

Kualitas penelitian terletak pada kedalaman pemecahan masalah. Agar

masalah yang muncul dapat dijawab dan dikaji secara mendalam,maka diperlukan

adanya pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah disini adalah sebagai

berikut :

1. Teknik

Independent

Travel dengan cara melakukan teknik perlindungan tubuh

bagian atas (

upper hand

), melakukan teknik perlindungan bagian bawah (

lower

hand

), dan juga dengan melakukan teknik meraba (

trailing

)

untuk

meningkatkan kemandirian anak tunanetra dalam berorientasi dan bermobilitas.

2. Anak tunanetra adalah anak yang mengalami kecacatan atau kelainan

penglihatan yang sedemikian rupa sehingga mereka tidak dapat memfungsikan

matanya secara normal.

3. Kemandirian dalam berorientasi dan bermobilitas yang dimaksud peneliti

dalam penelitian ini adalah kemandirian anak tunanetra Kelas I di SDLB N

Cangakan Karanganyar dalam belajar mengenal lingkungan sekolah yang masih

mengalami hambatan.

(24)

commit to user

C. Perumusan Masalah

Untuk mempermudah pemahaman terhadap permasalahan yang penulis

angkat dan mempermudah pembahasan agar lebih terarah dan mendalam sesuai

sasaran yang telah ditentukan, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

Apakah teknik

Upper hand

,

Lower hand

, dan

Trailling

dapat meningkatkan

kemandirian berorientasi dan bermobilitas bagi anak tunanetra Kelas I di SDLB N

Cangakan Karanganyar dalam mengenal lingkungan sekolah?

D. Tujuan Penelitian

Dalam setiap penelitian pastilah ada tujuan yang hendak dicapai peneliti.

Tujuan tersebut akan dapat mengarahkan peneliti dalam melaksanakan penelitiannya.

Adapun tujuan yang hendak dicapai peneliti dalam penelitian ini adalah :

Untuk meningkatkan kemandirian berorientasi dan bermobilitas anak

tunanetra dalam belajar mengenal lingkungan sekolah pada siswa tunanetra Kelas I di

SDLB N Cangakan Karanganyar tahun pelajaran 2010/2011 melalui teknik

upper

hand, lower hand

dan

trailling

.

E. Manfaat Penelitian

Selain mempunyai tujuan, penelitian ini juga memiliki manfaat sebagai

berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Menelaah konsep yang berkaitan dengan teknik

Independent Travel

(25)

commit to user

b. Menemukan jawaban secara teoritis tentang efektifitas teknik

upper hand

,

lower hand

, dan

trailing

bagi anak tunantra Kelas I di SDLB N Cangakan

Karanganyar.

2. Manfaat Praktis

a.Dapat digunakan untuk menambah wawasan mengenai kemampuan

Orientasi dan Mobilitas anak tunanetra.

b.Secara khusus kita dapat melihat kemampuan anak tunanetra dalam

menggunakan teknik

independent travel

(

upper hand

,

lower hand

, dan

(26)

commit to user

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. TINJAUAN PUSTAKA

1. Kajian Tentang Orientasi dan Mobilitas

a. Pengertian Orientasi dan Mobilitas

Orientasi dan Mobilitas merupakan sebuah program yang integral

dalam pendidikan dan rehabilitasi bagi tunaetra, sehingga dapat dikatakan

bahwa pendidikan dan rehabilitasi tanpa program orientasi dan mobilitas di

dalamnya maka program tersebut bukanlah program pendidikan dan latihan bagi

tunanetra. Berikut akan diulas beberapa pengertian dari Orientasi dan Mobilitas.

Dalam usaha meningkatkan keberhasilan belajar anak-anak tunanetra

disekolah luar biasa, disekolah terpadu, maupun disekolah dasar

terpadu diperlukan faktor-faktor pendukung antara lain sarana dan

prasarana yang memadai, serta kebutuhan-kebutuhan dasar (

basic

needs

) dari anak-anak tunanetra. Salah satu kebutuhan dasar tersebut

adalah kemampuan bergerak dan berorientasi

”. Sebagaimana kita

ketahui bersama bahwa latihan bergerak dan berorientasi begi setiap

manusia sudah dimulai sejak kecil, terutama sejak ia bisa berjalan.

Makin meningkat usia seseorang makin bertambah pula

kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka ia harus makin mampu bergerak dan

berorientasi. Achmad Ali (1984:7).

Batasan singkat tentang pengertian Orientasi dan Mobilitas bagi

tunanetra adalah:

1. Orientasi yaitu proses penggunaan indera-indera yang masih berfungsi di

dalam menetapkan posisi diri serta hubungan hubungan dengan semua

objek penting yang ada di dalam lingkungannya.

2. Adalah penghimpunan serta pengorganisasian informasi mengenai

lingkungannya dan hubungan dirinya dengan semua itu.

Adapun mobilitas adalah kemampuan atau kesanggupan untuk

bergerak dari suatu tempat ke tempat lain. Jadi

Orientasi

dan

Mobilitas

adalah

kesanggupan untuk bergerak dari suatu tempat ke tempat lain yang diinginkan

(27)

commit to user

Menurut D. Jay Gense Marilyn Gense, dalam

Importance of

Orientation And Mobility Skills for Students who are Deaf-Blind 2004

(http//www.perkins.org./resources/scouf/Orientasion_And_Mobility/Multiple.di

sabilities.html.)

Orientation skills allow us to know where we are, where we

are going, and how to think about and plan strategies for getting to a

destination. Mobility involves the actual movement from place to place”.

Maksudnya

adalah

Orientasi

merupakan

keterampilan

yang

memungkinkan kita untuk mengetahui dimana kita berada, kemana kita akan

pergi, dan bagaimana memikirkan rencana dan strategi untuk dapat mencapai

tujuan yang diinginkan. Sedangkan mobilitas melibatkan gerakan yang

sebenarnya dai satu tempat ke tempat yang lain.

Djadja Rahardja (2004:2) mengungkapkan Orientasi adalah proses

penggunaan indera-indera yang masih berfungsi untuk menetapkan posisi diri

dan hubungannya dengan objek-objek yang ada dalam lingkungannya.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa orientasi dan mobilitas adalah

pengajaran konsep,keterampilan dan teknik yang diperlukan bagi orang yang

mengalami gangguan penglihatan atau tunaentra untuk bisa memahami dimana

dia berada, kemana dia mau pergi dan yang pasti bisa memiliki rencana atau

strategi untuk bisa mencapai tujuan dengan aman, efisien dan percaya diri melalui

lingkungan apapun dan di bawah semua kondisi lingkungan dan situasi.

b. Prinsip-prinsip Dasar Orientasi dan Mobilitas

Karena anak tunanetra memiliki kekurangan dalam hal penglihatan,

maka ia harus belajar memanfaatkan inderanya yang masih normal untuk

mengambil alih fungsi matanya untuk mencapai tujuannya. Misalnya dengan

melalui indera pendengaran, bagaimana ia memanfaatkan suara atau

sound

clue

untuk berorientasi. Sehingga ia bisa menerka atau melokalisir dimana

sumber suara tersebut. Melalui indera penciuman ia bisa membedakan jenis

benda yang ada di sekitarnya, serta letak dari benda tadi, dengan membedakan

ketajaman daya rangsang yang ditimbulkan sumber bau tadi. Dengan perasaan

yang peka ia bisa membada-bedakan permukaan lantai atau tanah yang ia

(28)

commit to user

Bila kemampuan berorientasi telah dimiliki, dan ia bisa mengetahui

posisi dirinya, maka kemampuan selanjutnya yang harus ia miliki yaitu

bagaimana menuju/memperoleh sesuatu yang diingininya. Ini memerlukan

kemampuan bergerak yang baik. Hal ini perlu didukung oleh sikap tubuh

(

posture

) yang baik, gaya langkah (

gait

) yang baik, serta keseimbangan

(

balance

) dan sebagainya.

Djadja Rahardja (2004:3) mengungkapkan kemampuan orientasi

seseorang, banyak berhubungan erat dengan kesiapan mental dan fisiknya.

Tingkat kemampuan mental seorang tunanetra akan berakibat pada proses

kognitifnya. Orientasi merupakan proses berfikir dan mengolah informasi yang

mengandung tiga pertanyaan pokok/prinsip, yaitu:

1.Where am I (dimana saya?)

2.Where is my objective (dimana tujuan saya?)

3.How do I get there (bagaimana untuk sampai ke tujuan tersebut?)

c. Tujuan Orientasi dan Mobilitas

Dalam orientasi dan mobilitas yang merupakan suatu bentuk layanan

bagi tunanetra juga perlu untuk ditetapkan tujuan untuk dapat mengontrol,

mengarahkan dan melihat tingkat ketercapaian proses yang dilakukan siswa

terhadap pendidikan dan pelatihan orientasi dan mobilitas. Berikut adalah

tujuan dari orientasi dan mobilitas:

Menurut Irham Hosni(tt:59) ada beberapa tujuan Orientasi dan

Mobilitas, antara lain :

1. Bergerak dan bepergian dengan selamat

Artinya Orientasi dan Mobilitas memberikan keterampilan bagaimana

tunanetra dapat mengatasi rintangan dan bahaya. Tunanetra mampu

menjadikan rintangan dan bahaya yang dihadapi tersebut menjadi sesuatu

yang dapat membantu dirinya menuju tujuan.

2. Bergerak dan bepergian secara mandiri

Artinya keterampilan Orientasi dan Mobilitas memberikan pengetahuan

dan keterampilan pada tunanetra dalam bergerak dan bepergian tidak

(29)

commit to user

3. Bergerak dan bepergian dengan efektif

Artinya tunanetra dalam bergerak dan bepergian tidak mendasarkan pada

coba-coba tetapi gerakannya terarah kepada tujuan yang akan dicapai. Ia

akan menggunakan jarak dan waktu yang paling pendek dan sedikit

dalam bergerak.

4. Bergerak dan bepergian dengan baik

Artinya orang tunanetra dalam melakukan bepergian dan bergerak

mengandung unsur artistik. Artinya dalam membawa dirinya,posturnya

kelihatan luwes tanpa ada kekakuan, badan tegap, tidak bungkuk,

langkahnya tidak diseret dan sebagainya. Bepergian yang baik juga

menyangkut kostum atau pakaian yang dikenakan. Tunanetra harus

mengerti bentuk warna, bahan yang sesuai dengan dirinya, lingkungan

dan situasinya.

Sedangkan menurut Djaja Rahardja dalam (2004:7) Tujuan akhir

dari orientasi dan mobilitas adalah agar tunanetra dapat memasuki setiap

lingkungan, baik yang sudah dikenal maupun yang belum dikenal dengan

aman, efisien, luwes dan mandiri dengan menggabungkan kedua

keterampilan orientasi dan mobilitas yang dimiliki.

Dari uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa tujuan

orientasi dan mobilitas adalah agar seorang tunanetra dapat memasuki dan

melalui setiap lingkungan yang mana terdapat halangan dan rintangan

bagi tunaentra di dalamnya dengan aman dan selamat tanpa harus

mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan seperti jatuh ataupun

terbentur. Selain itu diharapkan juga dengan adanya pelatihan orientasi

dan mobilitas bagi tunanetra dia tidak akan melakukan gerakan yang

berlebihan atau dengan kata lain tunanetra bisa lebih efisien dalam

melakukan gerakan. Dan yang paling penting dari tujuan orientasi dan

mobilitas adalah agar tunanetra dapat mandiri dan tidak terus bergantung

(30)

commit to user

d. Teknik-teknik dalam Orientasi dan Mobilitas

Di dalam melakukan Orientasi dan Mobilitas tunanetra menggunakan

teknik. Teknik merupakan sesuatu yang dapat mempermudah. Dengan

demikian teknik Orientasi dan Mobilitas merupakan suatu cara yang

digunakan tunanetra untuk mempermudah dirinya dalam melakukan

perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain. Dalam hal ini dikenal ada dua

cara,yaitu teknik yang menggunakan alat bantu manusia disebut

“pendamping

awas”

dan teknik tanpa menggunakan alat bantu disebut perjalanan mandiri

(

Independent Travel

).

1) Teknik Pendamping Awas

Teknik dasar dalam pendamping awas, menurut Achmad Ali

(1984:22-32) antara lain :

a) Membuat kontak

Untuk membuat kontak dengan seorang tunanetra

(mengajak siswa), pendamping menyentuhkan punggung tanganya

kepada siswa atau siswa mengajak kepada pendamping baik dengan

sentuhan tangan atau dengan lisan.

b) Memegang pendamping awas

Siswa memegang dengan “erat” lengan pendamping di atas

[image:30.612.148.529.157.474.2]

sikut. Ibu jari siswa berada di sebelah luar lengan pendamping dan

jari-jari yang lain di sebelah dalam. Lengan siswa lentur pada sikut,

sedangkan lengan atas siswa tetap rapat pada badannya.

Gambar.2.1.Teknik Memegang Pendamping Awas

(D. Jay Gense, Ed.S. dan Marilyn Gense, MA

(31)
[image:31.612.116.529.138.605.2]

commit to user

Gambar.2.2. Memegang Pendamping Awas

(D. Jay Gense, Ed.S. dan Marilyn Gense, MA

http//www.perkins.org./resources/scouf/Orientasion_And_Mobility/Multiple.disabiliti

es.html.)

Gambar .2. 3. Memegang Pendamping Awas untuk Anak Kecil

(D. Jay Gense, Ed.S. dan Marilyn Gense, MA

http//www.perkins.org./resources/scouf/Orientasion_And_Mobility/Multiple.disabiliti

es.html.)

c) Posisi dengan pendamping

(32)

commit to user

d) Melewati jalan sempit

Pendamping menarik lengan yang dipegang siswa ke

belakang dan ke sebelah dalam.

1. Siswa memberi respon dengan meluruskan tangannya,

sehingga posisi dadan siswa berada tepat di belakang

pendamping dengan jarak satu langkah penuh.

2. Apabila pendamping kembali pada posisi yang normal, yaitu

mengembalikan lengannya seperti biasa,

maka siswa

kembali pada posisi semula.

e) Tekik melewati pintu tertutup

Untuk melewati pintu tertutup dengan tipe pintu yang

bervariasi, mempunyai cara tersendiri seperti pintu yang :

1. Membuka menjauh dari kita ke sebelah kanan

2. Membuka ke arah kita ke sebelah kanan

3. Membuka menjau dari kita ke sebelah kiri

4. Membuka ke arah kita ke sebelah kiri

Bagi siswa baru, proses ini sangat kompleks, akan tetapi

yang harus diperhatikan dalam hal melewati pintu dan membuka

serta menutupnya. Ada 2 kemungkinan dalam melewati pintu

tertutup hubungannya dengan posisi dan kedudukan siswa dengan

pendampingnya:

(1) Siswa berada di samping pendamping dan searah dengan

membukanya.

(2) Siswa berada di samping pendamping tidak searah dengan

arah membukanya pintu (siswa berada di kanan pintu

membuka ke kiri atau sebaliknya).

f) Menaiki dan menuruni tangga

(1) cara menaiki tangga

(a) Pendamping mendekati pinggiran tangga dan berhenti

ketika ia sampai pada pinggiran tangga.

(b) Pendamping melangkah naik, siswa maju setengah

langkah untuk menemukan tangga dan kemudian

melangkah naik.

(c) Berat badan siswa harus bertumpu pada ujung kaki.

(d) Siswa tetap berada satu tangga di belakang pendamping

selama menaiki tangga tersebut.

(33)

commit to user

(2) cara menuruni tangga

(a) Pendamping mendekati tangga dan berhenti ketika

kakinya sampai pada sisi tangga, siswa tetap berada

setengah langkah di belakang pendamping.

(b) Sewaktu penamping bergerak menuruni tangga siswa

tetap berada setengah langkah di belakang pendamping

sampai ia merasakan gerakan turun dari lengan

pendamping sambil merasakan tepi tangga itu.

(c) Siswa tetap berada satu tangga di belakang pendamping

sewaktu mereka dalam proses berjalan turun tangga.

(d) Siswa harus menjaga posisi tegak, dengan titik pusat

berat badan jatuh di tumitnya, ini terutama untuk menjaga

keseimbangan badannya.

g) Teknik duduk

Hal yang penting mengenai duduk adalah meyakinkan

bentuk ukuran dan kondisi kursi, apakah kursi itu kosong, cukup

kuat, ada benda di atasnya atau tidak dan sebagainya. Ada tiga cara

untuk melakukan teknik duduk, yaitu dari depan kursi, dari

belakang kursi, dan duduk di kursi yang bermeja.

h) Teknik masuk mobil

caranya :

(1) setelah sampai di depan pintu mobil, pendamping menjelaskan

bagaimana posisi pintu, membukanya pintu ke sebelah kiri atau

ke kanan.

(2) tangan siswa ditunjukkan ke pegangan pintu mobil dan

memegangnya, setelah itu barulah pintu dibuka.

(3) setelah pintu terbuka, langsung meraba tempat duduk.

(4) setelah itu barulah masuk dengan tidak melepaskan kontak

tangan dengan tempat duduk tersebut.

i) Memindahkan pegangan tangan

Bila siswa merasa lelah berpegangan atau oleh karena

kehendak dari pendamping, posisi pegangan dapat dipindah.

Caranya :

(1) tangan siswa yang bebas memegang lengan pendamping.

(2) tangan yang pertama kali memegang dilepaskan sambil

menggeser posisi badan, dan tangan pertama siswa memegang

lengan yang bebas dari pendamping.

(3) tangan pemegang yang kedua dipindahkan ke lengan

pendamping yang dipegang pertama.

(4) setelah itu tangan siswa yang pertama dilepaskan hingga tangan

pemegang yang kedua berada atau memegang tangan

pendamping kedua.

j) Teknik berbalik arah

(34)

commit to user

(1) pendamping berhenti sebentar,kemudian berputar 45

o

dari

posisi semula, dan diikuti oleh siswa sehingga posisi keduanya

berhadapan.

(2) tangan siswa yang bebas memegang tangan pendamping yang

bebas.

(3) sambil pendamping berjalan ke arah yang berlawanan dengan

arah semula, siswa melepaskan tangan yang pertama kali

memegang tangan pendamping

(4) setelah itu berjalan seperti biasa.

k) Teknik menerima dan menolak ajakan untuk mendampingi

2) Teknik

Independent Travel

(Berjalan Mandiri)

a) Pengenalan Ruang dan Objek

Seseorang tunanetra yang kehilangan penglihatan

pertama-tama harus belajar berjalan mandiri, misalnya dimulai dari sekitar

tempat tidurnya, kemudian di seluruh ruangan dan di luar ruangan. Ia

dapat berkeliling dengan menggunakan peta mental yang dibentuknya

berdasarkan informasi yang di berikan kepadanya atau diperoleh

melalui eksplorasi yang dilakukannya sendiri. Tujuannya untuk

menentukan atau menetapkan titik tolak atau

vocal point

. Titik tolak

yang dianggap paling tepat (

urgent

) dalam sebuah ruangan adalah

pintu (hal ini di karenakan pintu tidak akan berubah tempa). Dalam

tahap pengenalan ruang yang dilakukan anak sebaiknya dibantu dulu

oleh seorang pendamping awas dalam hal menjelaskan landmark atau

ciri medan.

Landmark

yang harus diberitahukan oleh pendamping

awas kepada seorang tunanetra meliputi setiap benda, suara, bau, suhu,

atau peyunjuk taktual yang sudah dikenal, mudah ditemukan,

menetap,dan telah diketahui sebelumnya, serta memiliki lokasi yang

permanen di suatu lingkungan.

b) Teknik-Teknik

Independent Travel

(1) Squaring Off

Berfungsi untuk mendapatkan informasi tentang

benda-benda di sekitarnya. Sikap berdiri lurus (sesempurna mungkin),

(35)

commit to user

belakang tangan menyentuh tembok atau daun pintu. Kemudian

pembimbing harus menerangkan ruangan sebagai berikut :

(a) Jenis ruangan secara berurutan dan terangkan land mark

yang ada di setiap ruangan dengan mengacu pada vocal

point (pintu).

(b)

Landmark

adalah segala sesuatu yang bisa dijadikan tanda

atau patokan yang bersifat permanen.

(2)

Upper Hand dan Fore Arm

(tangan menyilang badan sejajar

pundak)

Teknik ini memberikan perlindungan pada bagian dada

dan kepala tunanetra dari benturan-benturan benda atau dari

rintangan-rintangan yang ada di depannya. Teknik ini

sebagaimana tenik lainnya hanya dapat berfungsi efektif

ditempat yang sudah dikenal. Jika diperlukan teknik ini dapat

dikombinasikan dengan teknik berjalan lainnya.

Menurut Irham Hosni (tt:217) Pelaksanaan teknik

Upper hand

adalah sebagai berikut :

Tangan kanan atau tangan kiri di angkat ke depan setinggi bahu

menyilang badan, siku membentuk sudut 120

o

dan telapak

tangan menghadap ke depan, dengan ujung jari berlawanan

dengan bahu dan melindungi seluruh lebar bahu. Sikap kepala

tetap tegak, tidak menunduk.

Menurut Marika Subroto dan Maryadi (1987:34)

Upper hand fore Arm

dapat dilakukan dengan cara sebagai

berikut:

Tangan kanan atau tangan kiri diangkat ke depan setinggi bahu

atau dada menyilang badan, sikut membentuk sudut kira-kira 120

derajat telapak tangan menghadap ke depan ujung-ujung jari

berlawanan dengan bahu dan gerakannya bervariasi vertikal (ke

atas dan ke bawah).

Sedangkan menurut Helen Keller Internasional

bekerja sama dengan Depdikbud (1986:27). Tata cara melakukan

teknik Upper hand fore arm adalah sebagai berikut:

1. Tangan kanan atau kiri diangkat kedepan setinggi bahu,

menyilang tubuh.

(36)

commit to user

3. Telapak tangan menghadap ke depan dan ujung-ujung

jari berlawanan dengan bahu.

[image:36.612.170.536.115.466.2]

4. Ingatlah agar selalu menjaga siku membentuk sudut

120 derajat. Kalau tungkai menekuk kurang dari itu

maka siku akan menonjol dan apabila membentur suatu

benda, sikulah yang akan kena terlebih dahulu dan tentu

saja sakit.

Gambar.2.4. Teknik Upper Hand

(D. Jay Gense, Ed.S. dan Marilyn Gense, MA

http//www.perkins.org./resources/scouf/Orientasion_And_Mobility/Multiple.disabiliti

es.html.)

Dari beberapa uraian tersebut dapat disimpulkan cara

melakukan teknik Upper hand dan fore arm adalah tangan kanan

atau tangan kiri diangkat ke depan badan menyilang setinggi

kepala atau bahu. Posisi tangan yang diangkat haruslah

membentuk sudut 120 derajat dengan telapak tangan menghadap

ke depan, dan tetap dijaga agar siku membentuk sudut 120

derajat, bila siku menekkuk dan membentuk sudut kurang dari

itu siku akan menonjol dan mudah terbentur benda. Variasi

gerakan dari tangan yang diangkat adalah vertikal atau bergerak

ke atas dan ke bawah hal ini untuk melindungi kepala dan bahu

(37)

commit to user

(3)

Lower Hand dan Fore Arm

(tangan menyilang badan ke arah

depan bawah)

Teknik ini memberikan perlindungan pada badan bagian

bawah

terutama

bagian

perut

dan

selangkangan

dari

kemungkinan benturan dengan objek atau rintangan dan

halangan yang berada di depannya dan berukuran setinggi perut.

Teknik ini juga hanya dapat berfungsi dengan baik jika

tunanetra berada di lingkungan yang sudah dikenal,dengan

demikian posisi rintangan, halangan dan objek sudah diketahui

oleh tunanetra. Pada tempat yang belum dikenal tunanetra,

teknik ini juga dapat digunakan akan tetapi kurang efektif dan

hanya bersifat untung-untungan.

Menurut Irham Hosni (tt:218) pelaksanaan teknik

lengan dan tangan menyilang ke bawah adalah sebagai berikut:

1) Lengan kanan atau kiri diluruskan ke bawah.

2) Sentuhkan telapak tangan ke paha yang berlawanan dengan

tangan. Misalnya tangan kanan menyentuh paha kiri atau

sebalikya.

3) Angkat tangan tersebut dari paha (menjauhi paha) kurang

lebih 10-15 centimeter.

4) Ujung jari sampai pada pergelangan tangan harus dalam

posisi rilek atau lentur (tidak tegang).

5) Telapak tangan menghadap ke badan.

Menurut Helen Keller Internasional bekerja sama

dengan Depdikbud (1986:27) teknik Lower hand dan fore arm

dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1.

Tangan kanan atau tangan kiri disilangkan di depan

tubuh mengarah ke bawah (selangkangan) dengan

telapak tangan menghadap ke badan serta jari-jari

menghadap ke bawah.

2.

Jarak tangan yang disilangkan kira-kira 20 derajat

dengan paha.

(38)

commit to user

[image:38.612.116.533.172.461.2]

Tangan kanan atau tangan kiri disilangkan di muka badan

bagian bawah (selangkangan) dengan telapak tangan menghadap

ke badan, dan dengan variasi gerakan vertikal.

Gambar.2.5. Teknik Lower Hand

(D. Jay Gense, Ed.S. dan Marilyn Gense, MA

http//www.perkins.org./resources/scouf/Orientasion_And_Mobility/Multiple.disabiliti

es.html.)

Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa

teknik Lower hand dan fore arm dapat dilakukan dengan cara

sebagai berikut:

Tangan kanan atau tangan kiri disilangkan secara diagonal

atau menyilang ke depan badan sejajar dengan paha dengan

telapak tangan menghadap ke badan. Tangan yang disilangkan

diangkat hingga membentuk jarak kurang lebih 10-15 cm dari

paha. Sudut antara paha dan tang yang menyilang kira-kira

sebesar 45 derajat. Variasi dari gerakan tangan yang menyilang

adalah gerak vertikal dari perut hingga kaki. Gerakan ini

dilakukan untuk melindungi anggota tubuh bagian bawah dari

(39)

commit to user

(4)

Trailling

(teknik merambat/menelusuri)

Teknik merambat/menelusuri ini digunakan oleh

tunanetra jika ia akan berjalan dan terdapat media atau sarana

yang dapat ditelusuri,misalnya:dinding,meja dan objek-objek

lain.

Tujuan penggunaan teknik merambat/menelusuri adalah

untuk mendapatkan garis lurus atau garis pengarah di dalam

menuju sasaran atau tempat yang akan dituju.

Cara dari pelaksanaan teknik merambat/menelusuri ini

adalah sebagai berikut :

Lengan kanan atau kiri diluruskan mendekati tembok

dan jari-jari dibengkokkan lemas dan jari kelingking

serta jari manis menempel pada tembok atau dinding.

Sudut lengan dan badan kurang lebih 60

o

dan jarak

badan dengan objek kurang lebih 10 centimeter (Irham

Hosni,tt: 220).

Menurut Helen Keller Internasional bekerjasama

dengan Depdikbud (1986:26) cara melakukan teknik Trailing

adalah sebagai berikut:

1. Tunanetra berdiri disebelah benda yang akan diikuti

secara paralel.

2. Dengan tangan kanan atau tangan kiri yang

direntangkan sedemikian rupa sehingga tangan itu

berada dimukanya, kemudian punggung jari tangan

menyentuh benda yang akan diikutinya.

3. Jari-jari agak sedikit ditekuk. Adalah penting untuk

menyentuh obyek yang diikuti dengan punggung jari

karena bagian ini sangat halus dan terasa sakit apabila

membentur sesuatu.

(40)
[image:40.612.117.539.119.473.2]

commit to user

Gambar.2.6. Teknik Trailling

(D. Jay Gense, Ed.S. dan Marilyn Gense, MA

http//www.perkins.org./resources/scouf/Orientasion_And_Mobility/Multiple.disabiliti

es.html.)

Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan teknik

Trailing dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: Siswa

tunanetra berdiri didekat benda yang akan diikuti secara paralel.

Jarak siswa dari benda yang akan diikuti kurang lebih 10

centimeter. Kemudian tangan kanan atau tangan kiri diregangkan

atau di angkat ke samping kira-kira setinggi paha atau pinggang

dengan punggung jari menempel pada benda yang akan diikuti.

Punggung jari meraba lurus benda yang akan diikuti dengan

lembut atau tidak dengan tekanan penuh pada ujung jari. Jari

yang digunakan untuk menyentuh benda adalah jari manis dan

jari kelingking.

Trailling juga dapat mengajarkan

siswa untuk

menjaga keselarasan seperti menjaga jarak antara tangan yang

meraba benda dengan tubuh agar tidak terlalu dekat, hal ini

dikarenakan bila jarak tangan dan tubuh terlalu dekat maka saat

(41)

commit to user

mundur. Didalam melakukan teknik trailing arah gerakan

dilakukan searah jarum jam.

Teknik-teknik diatas dapat dikombinasikan antara satu

dengan yang lainnya, sehingga bisa di dapat teknik-teknik yang

lain dalam teknik

Independent Travel

. Teknik-teknik tersebut

adalah sebagai berikut :

1)

Transfering Open Doorway

(melalui pintu terbuka)

Teknik berjalan melalui pintu terbuka, agar

berjalan tetap pada arah yang benar dan kepala terlindung

dari kemungkinan terbentur pada daun pintu.

Caranya adalah salah satu lengan tetap melakukan

cara berjalan dengan

trailling

sedangkan tangan yang

lainnya bisa menggunakan teknik

upper hand

dan

fore

arm

.(Marika Soebrata,1995:30).

Selain itu Marika Subroto dan Maryadi (1987:35)

juga berpendapat sama tentang cara pelaksanaan teknik

transfering open doorway yaitu dengan cara sebagai

berikut

salah satu tangan tetap melakukan tetap melakukan

cara berjalan dengan trailing, sedangkan tangan yang

(42)
[image:42.612.116.533.127.469.2]

commit to user

Gambar.2.7. Teknik Transfering Open Doorway

(D. Jay Gense, Ed.S. dan Marilyn Gense, MA

http//www.perkins.org./resources/scouf/Orientasion_And_Mobility/Multiple.disabiliti

es.html.)

Dari kedua pandangan tersebut dapat disimpulkan

bahwa cara melakukan teknik

transfering open doorway

adalah sebagai berikut salah satu tangan melakukan teknik

upper han dan fore arm

dengan cara tangan diangkat

menyilang badan sejajar dengan bahu atau kepala sambil

bergerak secara vertikal ke atas dan ke bawah untuk

melindungi anggota tubuh bagian atas, sedangkan tangan

yang lain melakukan teknik trailing dengan meraba benda

yang akan digunakan sebagai pedoman agar bisa berjalan

lurus tanpa merasa khawatir bila nanti kepala atau bahunya

akan terbentur oleh benda yang menghalangi. Teknik

semacam ini dapat digunakan oleh seorang tunanetra untuk

memperoleh informasi tentang keadaan lingkungan

(43)

commit to user

2)

Direction Taking

(menggunakan garis pengarah)

Teknik ini digunakan untuk menuju suatu sasaran

dengan memanfaatkan atau menggunakan garis pengarah

yang ada, misalnya sisi pinggir meja, sisi pinggir tempat

tidur dan sebagainya.

Agar sampai di tempat tujuan dengan tepat,

sedangkan cara yang digunakan disesuaikan dengan

keadaan, bisa dengan

trailling, upper hand/lower hand

dan

fore arm

, atau bahkan dengan cara mengkombinasikan

cara-cara tersebut.

Cara melakukan direction taking adalah dengan

berdiri sejajar dengan garis pengarah yang menuju ke

tempat yang akan kita tuju, kemudian dengan

trailling dan

upper hand/lower hand

berjalan sepanjang garis pengarah

yang menuju tempat yang dimaksud (Marika Soebrata,

1995:30).

Cara yang hampir sama juga di terangkan oleh

Marika Subroto dan Maryadi (1987:36) yakni sebagai

berikut: Kita merapat ke dinding, sehingga kaki dan

lengannya

menyentuh

dinding.

Untuk

mengetahui

posisinya, tangan yang dekat ke dinding dapat diayun

kedepan dan kebelakang. Kemudian kita dapat menjauh

dari dinding dan terus berjalan menuju ke tempat tujuan

sepanjang garis pengarah.

Sedangkan menurut Helen Keller Internasional

bekerja sama dengan Depdikbud (1986:29) cara melakukan

(44)

commit to user

a. Tunanetra berdiri di depan obyek sedemikian rupa,

sehingga bagian belakang kakinya atau pundaknya

menyentuh objek dengan rata.

b.

Tunanetra sekarang dapat berjalan maju ke depan

dalam satu garis lurus.

Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan

cara melakukan direction taking adalah sebagai berikut:

tunanetra berdiri di depan obyek dan merapatkan kaki

bagian belakang atau pundak pada obyek hingga

tunanetra yakin posisinya sudah tegak lurus dengan

objek. Kemudian jika tunanetra sudah yakin dengan

posisinya dia dapat berjalan lurus kedepan untuk

mencapai tujuan yang akan dicapainya. Dan bila

tunanetra

ingin

merasa

aman

maka

dia

bisa

menggunakan teknik seperti

upper hand

dan

fore arm

,

lower hand

dan

fore arm

ataupun

trailling

bersamaan

dengan teknik

direction taking

ini.

3)

Search Patterns

(pengenalan ruangan)

(a)

parimeter method

(mengelilingi ruangan)

Untuk mengetahui berapa kira-kira luas sebuah

ruangan, caranya adalah pertama kita tentukan dulu

titik tolak, misalnya: pintu, sehingga setiap gerakan

bertitik tolak pada pintu. Dan selanjutnya dengan

trailling kita mengelilingi ruangan mengikuti arah

jarum jam sampai kembali lagi ke

vokal poin

(Marika

Soebrata,1995:31).

(b)

grid system

(menjelajahi ruangan)

Tujuannya agar dapat mengetahui keadaan ruangan

(45)

commit to user

1. Kita berjalan dari sudut menyilang ke sudut yang

lain.

2. Berjalan menyebrang dari dinding yang satu ke

dinding yang lain, sehingga seluruh ruangan bisa

di jelajahi. Teknik berjalan bisa menggunakan

upper

hand/lower

hand

atau

dengan

mengkombinaska keduanya.

3. Bila ruangan yang kita jelajahi itu luas, maka bisa

kita lakukan sebagian-sebagian (Marika Subroto

dan Maryadi,1987:36)

4)

Dropped Obyek

(mengambil benda jatuh).

Sebelum melakukan pencarían benda yang jatuh,

tunanetra harus mendengarkan terlebih dahulu suara benda

yang jatuh tersebut sampai suara terakhir. Setelah itu

tunanetra menghadapkan badannya ke arah suara terakhir

dari benda jatuh tersebut. Tunanetra harus melangkahkan

kaki mendekati suara terahir dari benda yang jatuh,dan

berjongkok untuk memulai mencari benda yang jatuh.

Dalam teknik mencari hendaknya tangan meraba

permukaan lantai yang dimulai dari dekat kaki sampai

melebar ke sekitar kaki. Apabila belum ketemu hendaknya

tunanetra melangkah satu langkah ke depan dan mulai

mencari kembali. Untuk menghindari benturan kepala

dengan objek sewaktu jongkok, maka ada dua cara dalam

berjongkok, yaitu :

a) Pertama dengan jalan membungkukkan badan ke

arah benda dengan sikap tangan

upper hand

(melindungi bagian atas tubuh) yang di sesuaikan

dengan keadaan, sedangkan tangan yang lain

(46)

commit to user

b)

cara yang lain dengan jongkok, kepala dan badan

tegak lurus dengan salah satu tangan melakukan

teknik upper hand atau perlindungan tubuh bagian

atas dan tangan yang lain meraba untuk mencari

benda yang jatuh (Helen Keller Internasional

bekerjasama dengan Depdikbud,1986:28).

2. Kajian Tentang Kemandirian

a. Pengertian Kemandirian

Pengertian kemandirian menurut Dimyati dan Moedjiono (2002 : 10),

“mandiri berarti berdiri sendiri atas modal kepercayaan pada diri sendiri dan

bukan atas dasar modal yang telah ditemukan dengan tidak terlalu

menggantungkan pada pihak lain tetapi lebih tergantung pada diri sendiri”.

Selanjutnya Hadari Nawawi (1991:57) memberikan pengertian

kemandirian adalah kemampuan mengakomodasikan sifat-sifat baik manusia

untuk ditampilkan di dalam sikap dan perilaku yang tipe berdasarkan situasi

dan kondisi yang di hadapi oleh seorang individu

.

Di dalam Kamus Besar Indonesia Depdikbud balai Pustaka

(Poerwodarminto,1995:625)

mandiri di artikan keadaan dapat berdiri sendiri,

tidak tergantung pada orang lain sejak kecil ia sudah terbiasa sehingga dari

ketergantungan pada orang lain. Kemandirian adalah hal atas keadaan dapat

berdiri sendiri tanpa tergantung pada orang lain

.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

kemandirian adalah upaya yang dilakukan individu agar dapat berdiri sendiri

dengan modal kepercayaan pada diri sendiri dan bukan atas dasar modal yang

telah ditentukan oleh orang lain sehingga tidak bergantung pada orang lain

akan tetapi lebih tergantung pada kemampuan diri sendiri.

Sedangkan dalam hal berorientasi dan bermobilitas kemandirian yang

dimaksud adalah keadaan dimana seorang individu dapat melakukan

(47)

commit to user

Independent Travel yang meliputi teknik upper hand, lower hand dan trailing

tanpa harus sering tergantung kepada orang lain.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kemandirian

Tingkat kemandirian yang dimilki oleh setiap orang mungkin

bebeda-beda untuk setiap orangnya. Perbedaan-perbedaan tersebut pasti

disebabkan oleh adanya faktor-faktor tertentu. Berikut adalah faktor-faktor

yang mempengaruhi kemandirian seseorang.

Menurut Abdul Gafur (2003:32) bahwa faktor yang mempengaruhi

kemandirian di bagi menjadi dua yaitu faktor yang berasal dari dalam individu

dan faktor yang berasal dari luar individu.

1) Faktor dari dalam individu

Faktor dari alam individu terdiri dari kondisi individu tersebut berupa

kondisi fisik dan psikis.

a) Kondisi Fisik

Kondisi fisik yaitu kondisi jasmaniah dari individu.

b) Kondisi Psikis

Kondisi psikis adalah kondisi kejiwaan dari individu. Kondisi

kejiwaan yang mempengaruhi kemandirian adalah intelegensi,

motivasi dan sikap.

2) Faktor dari luar individu

Faktor dari luar individu meliputi faktor sosial dan non sosial yaitu :

a) Faktor sosial

Faktor sosial adalah faktor yang berasal dari manusia. Yang berarti

ada hubungan secara langsung dengan manusia, misalnya seorang

anak berada dalam asuhan pendidik atau keluarga yang otoriter.

b) Faktor non sosial

Yaitu selain adanya hubungan secara langsung dengan manusia atau

faktor-faktor-faktor dari situasi dan kondisi di lingkungan anak.

Yang dimaksud adalah misalnya situasi politik, ekonomi dan

kebudayaan.

c. Pendidikan dan latihan yang tepat sebagai kunci keberhasilan

kemandirian individu tunanetra.

Didi Tarsidi dalam blognya ggal 20 juli 2007 mengemukakan

“The real

problema of blindness is not the lack of eyesight. The real problema is the

misundestanding and lack of information which exist. If a blind person has

(48)

commit to user

Teks diatas menyuratkan bahwa masalah sesungguhnya yang

diakibatkan oleh ketunanetraan itu bukanlah hilangnya penglihatan itu sendiri,

melainkan kesalahfahaman dan kurangnya informasi mengenai ketunanetraan.

Jika seorang tunanetra memperoleh pendidikan dan latihan yang tepat serta diberi

kesempatan, ketunanetraan tidak lebih dari sekedar gangguan fisik. Hal ini

menyiratkan bahwa dengan pendidikan dan latihan yang tepat serta kesamaan

kesempatan, orang tunanetra pada umumnya akan dapat melakukan pekerjaan

pada umumnya di tempat kerja pada umumnya, dan akan dapat melakukannya

sebaik tetangganya yang awas.

Omvig (1999) mengemukakan tiga “resep” dasar yang dibutuhkan oleh

setiap orang tunanetra agar dapat mencapai tujuan kemandirian sejati dan

swasembada, seperti halnya yang dikutip oleh Didi Tarsidi dalam blognya. Dan

Didi Tarsidi menambahkan resep yang ke empat. Dan karena keempat resep ini

dibutuhkan oleh setiap orang tunanetra untuk dapat benar-benar mandiri, maka

sekolah pusat rehabilitasi bagi tunanetra harus berusaha memasukkan keempat

resep ini sebagai bagian yang integral dari program pendidikan/latihannya.

Keempat resep tersebut adalah :

1) Orang tunanetra harus menyadari, baik secara intelektual maupun emosional,

bahwa dia benar-benar dapat mabdiri dan swasembada.

2) Teknik Alternatif

Sering kali, untuk dapat melakukan kegiatan kehidupannya sehari-hari

secara mandiri, orang tunanetra harus menggunakan teknik alternatif, yaitu

teknik yang memanfaatkan indera-indera lain untuk menggantikan fungsi

indera penglihatan.

3) Mengatasi Sikap Negatif Masyarakat mengenai Ketunanetraan

Karena kurangnya informasi yang tepat mengenai ketunanetraan dan

karena mispersepsi masyarakat umum tentang orang tunanetra, maka sikap

negatif terhadap ketunanetraan sering ditunjukkan masyarakat umum,

sehingga komentar yang tidak tepat atau perlakuan yang ganjil akan dialami

(49)

commit to user

Bila siswa/klien telah memperoleh pengetahuan tentang sikap

masyarakat mengenai ketunanetraan, dan bila mereka sudah mulai mampu

memiliki pemahaman emosional bahwa kemandirian swasembada

benar-benar memungkinkan untuk dicapainya, maka akan semakin mudah baginya

untuk mengatasi masalah ini. Lambat laun mereka akan belajar untuk

menghadapi perlakuan masyarakat yang ganjil itu dengan senyuman, dan

bahkan dengan percakapan yang bersahabat dan konstruktif bagi kedua belah

pihak.

4) Penampilan Sosial

Penampilan sosial

Gambar

Tabel 4.8 : Peningkatan Keaktifan Siswa Kelas I SDLB N
Tabel.1.1 Hasil Observasi Awal Kemandirian Siswa dalam Mengenal Lingkungan
Gambar.2.1.Teknik Memegang Pendamping Awascommit to user http//www.perkins.org./resources/scouf/Orientasion_And_Mobility/Multiple.disabiliti(D
Gambar.2.2. Memegang Pendamping Awas
+7

Referensi

Dokumen terkait