• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... PRASYARAT GELAR... LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRACT...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... PRASYARAT GELAR... LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRACT..."

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

xi DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PRASYARAT GELAR ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

RINGKASAN ... ix

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 14 1.3. Tujuan Penelitian ... 14 1.3.1. Tujuan Umum ... 14 1.3.2. Tujuan Khusus ... 14 1.4. Manfaat Penelitian ... 15 1.4.1. Manfaat Teoritis... ... 15 1.4.2. Manfaat Praktis... ... 16 1.5. Landasan Teoritis ... ... 17

1.5.1. Teori Negara Hukum ... 17

(2)

xii

1.5.3. Teori Tanggung Jawab ... ... 20

1.5.4. Teori Pembuktian ... ... 22

1.5.5. Teori Kewenangan ... ... 22

1.5.6. Konsep Protokol Notaris ... 26

1.5.7. Konsep Cyber Notary ... 27

1.6. Metode Penelitian ... 28

1.6.1. Jenis Penelitian ... 28

1.6.2. Jenis Pendekatan ... ... 29

1.6.3. Sumber Bahan Hukum ... ... 29

1.6.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ... 31

1.6.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum ... 31

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NOTARIS, PROTOKOL NOTARIS, DAN CYBER NOTARY ... 33

2.1. Notaris ... 33

2.1.1. Pengertian Dan Dasar Hukum Notaris ... 33

2.1.2. Kewajiban, Tugas, Kewenangan dan Larangan Notaris 40 2.1.3. Pengertian Dan Jenis-Jenis Akta Notaris ... 50

2.2. Protokol Notaris ... 57

2.2.1. Pengertian Dan Dasar Hukum Protokol Notaris ... 57

2.2.2. Kewajiban Notaris Terkait Protokol Yang Disimpannya ... 62

2.2.3. Kewajiban Penyerahan Protokol Notaris Dalam Hal Notaris Berhenti Menjabat... 64

2.3. Cyber Notary ... 69

(3)

xiii

2.3.2. Kedudukan Notaris Dikaitkan Dengan Cyber Notary .. 72

BAB III PENGATURAN PENYIMPANAN PROTOKOL NOTARIS SECARA ELEKTRONIK ... 77

3.1. Dasar Hukum Penyimpanan Protokol Notaris Secara Elektronik Oleh Notaris ... 77

3.2. Fungsi Penyimpanan Protokol Notaris Secara Elektronik ... 89

3.3. Mekanisme Penyimpanan Protokol Notaris Secara Elektronik. ... 92

BAB IV KEKUATAN PEMBUKTIAN PROTOKOL NOTARIS YANG DISIMPAN SECARA ELEKTRONIK ... 104

4.1. Kekuatan Hukum Protokol Notaris Yang Disimpan Secara Elektronik Dalam Alat-Alat Bukti Dibidang Hukum Acara Perdata ... 104

4.2. Kekuatan Hukum Protokol Notaris Yang Disimpan Secara Elektronik Dalam Alat-Alat Bukti Dibidang Hukum Acara Pidana ... 126

4.3. Tanggung Jawab Hukum Notaris Terhadap Kerusakan Protokol Notaris Yang Disimpan Secara Elektronik ... 133

BAB V PENUTUP ... 148

5.1. Kesimpulan ... 148

5.2. Saran ... 149

(4)

vii ABSTRAK

PENYIMPANAN PROTOKOL NOTARIS SECARA ELEKTRONIK DALAM KAITAN CYBER NOTARY

Protokol notaris merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara dengan baik oleh notaris. Penyimpanan protokol notaris secara elektronik sangat dimungkinkan sebagai solusi permasalahan keamanan, biaya perawatan, dan luasnya lahan yang diperlukan. Sementara itu Pasal 16 ayat (1) huruf b Undang-Undang Jabatan Notaris Perubahan (UUJN Perubahan) beserta penjelasannya hanya menetapkan mengenai kewajiban notaris dalam menjalankan jabatannya membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris dalam bentuk aslinya untuk menjaga keotentikan akta. Hal ini menimbulkan adanya kekosongan norma terkait pengaturan penyimpanan protokol notaris secara elektronik. Oleh karena itu permasalahan dalam tesis ini adalah apakah urgensi penyimpanan protokol notaris secara elektronik dalam kaitan cyber notary, bagaimanakah mekanisme penyimpanan protokol notaris secara elektronik oleh notaris dan bagaimanakah kekuatan pembuktian protokol notaris yang disimpan secara elektronik.

Jenis penelitian dalam tesis ini adalah penelitian hukum normatif dengan penelitian yang beranjak dari adanya kekosongan norma. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah teknik studi pustaka dengan sistem kartu. Analisis bahan hukum dilakukan dengan menggambarkan apa yang menjadi masalah (deskripsi), menjelaskan masalah (eksplanasi), mengkaji permasalahan dari bahan hukum yang terkait (evaluasi) dan memberikan argumentasi dari hasil evaluasi tersebut, sehingga diperoleh kesimpulan mengenai persoalan yang dibahas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyimpanan protokol notaris secara elektronik penting dilakukan terkait tugas notaris sebagai pejabat umum yang mempunyai tugas melayani masyarakat dibidang keperdataan, sehingga seharusnya negara membuat aturan yang tegas dan jelas terkait penyimpanan protokol notaris secara elektronik terkait cyber notary. Mekanisme yang dilakukan adalah dengan menggunakan proses alih media menjadi bentuk digital atau scanning. Kekuatan pembuktian protokol notaris yang disimpan secara elektronik dibidang hukum acara perdata hanya berfungsi sebagai back up bukan sebagai salinan yang memiliki kekuatan mengikat karena belum memenuhi syarat otentisitas dokumen dalam Pasal 1 angka 7 UUJN Perubahan dan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan dibidang hukum acara pidana adalah dapat menjadi bukti petunjuk jika berhubungan dengan isi dari alat bukti lain.

(5)

1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah negara hukum.Hal ini tertuang dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang menegakkan supremasi hukum atas dasar menegakkan kebenaran dan keadilan, sehingga tidak ada kekuasaan yang tidak dipertanggungjawabkan, yang pada dasarnya guna memberikan perlindungan hukum. Oleh karena itu diperlukan adanya tindakan penegakan hukum yang tegas dari aparat penegak hukum.

Kehidupan masyarakat dewasa ini berkembang semakin luas dan kompleks dibandingkan pola kehidupan masyarakat masa lalu. Semakin berkembangnya kehidupan tersebut maka semakin berkembang pula hubungan keperdataan yang terjadi di masyarakat. Berbagai macam tujuan, kegiatan dan aktivitas yang dilakukan untuk menunjang kehidupan masyarakat tersebut memerlukan kepastian. Adanya tujuan dan kepentingan beragam yang ingin diwujudkan atau dicapai tersebut, untuk mewujudkannya harus terlebih dahulu dipertemukan kehendak dari para pihak sehingga diperlukan adanya kesepakatan yang tertuang dalam suatu perjanjian. Perjanjian yang diadakan harus dapat menumbuhkan kepercayaan antara satu pihak dengan pihak yang lain sehingga dapat terpenuhinya prestasi dikemudian hari. Adanya kepercayaan ini bagi

(6)

kedua pihak yang mengikatkan diri tersebut melahirkan adanya perjanjian yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang bagi keduanya.

Kecermatan dalam membuat perjanjian yang berpedoman pada ketentuan hukum akan menjamin pelaksanaan isi perjanjian lebih aman dikemudian hari dari sisi hukumnya, atau dapat dikatakan hukum akan dapat melindungi kepentingan para pihak yang mengadakan perjanjian. Pembuatan perjanjian sangat diperlukan sebagai usaha para pihak meminimalkan resiko dalam pelaksanaan kerjasama, sehingga selalu ada payung hukum untuk melindungi diri dari itikad tidak baik pihak lain. Adanya kesadaran untuk mendapatkan jaminan kepastian hukum terhadap hubungan keperdataan tersebut, diperlukan adanya akta otentik. Perjanjian tertulis yang dituangkan dalam bentuk akta notaris atau akta otentik berfungsi sebagai alat pembuktian tertulis dalam menjamin pelaksanaan perjanjian oleh para pihak.

Suatu akta otentik harus dibuat oleh pejabat yang berwenang dan pejabat berwenang yang dimaksud dalam membuat akta otentik dibidang perbuatan hukum keperdataan adalah notaris. Notaris menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432), diundangkan pada tanggal 6 Oktober 2004 (selanjutnya disebut UUJN) dan telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) yang

(7)

diundangkan pada tanggal 15 Januari 2014 (selanjutnya disebut UUJN Perubahan) adalah “Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya”. Dengan kata lain notaris merupakan jabatan yang memiliki kewenangan untuk membuat suatu dokumen berupa akta otentik dalam bidang hukum perdata yang diatur di dalam undang-undang.

Menurut F.M.J. Jansen, pejabat adalah orang yang diangkat untuk menduduki jabatan umum oleh penguasa umum untuk melakukan tugas negara atau pemerintah.1 Dengan demikian maka pejabat umum adalah organ negara yang dilengkapi kekuasaan umum, yang berwenang menjalankan sebagian kekuasaan negara khususnya dalam pembuatan dan peresmian alat bukti tertulis dan otentik dibidang hukum perdata.2 Notaris adalah suatu profesi. Pengertian dari profesi adalah suatu bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dan sebagainya) tertentu, bersifat terus menerus mendahulukan pelayanan daripada imbalan, mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi, dan berkelompok dalam suatu organisasi.3

Eksistensi notaris sebagai pejabat umum didasarkan atas Undang-Undang Jabatan Notaris yang menetapkan pedoman bagi seorang notaris. Notaris sebagai pejabat publik yang berwenang untuk membuat akta otentik, mempunyai peran penting dalam kehidupan masyarakat. Banyak sektor kehidupan transaksi bisnis

1

Husni Thamrin, 2011, Pembuatan Akta Pertanahan Oleh Notaris, Laksbang Press, Yogyakarta, hal. 73.

2

Ibid.

3

Munir Fuady, 2005, Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum bagi Hakim, Jaksa, Advokat,

(8)

yang dilakukan oleh masyarakat memerlukan peran serta dari notaris, bahkan beberapa ketentuan mengharuskan transaksi dibuat dengan akta notaris. Hal ini berarti jika tidak dibuat dengan akta notaris maka transaksi atau kegiatan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum.

Menurut Abdul Ghofur Anshori, pejabat umum dalam hal ini notaris harus sedapat mungkin menjalankan tugas jabatannya dengan baik yaitu :

1. Notaris dituntut melakukan pembuatan akta dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan umum. Artinya akta yang dibuat itu memenuhi kehendak hukum dan permintaan para pihak yang berkepentingan.

2. Berdampak positif, artinya akta notaris itu mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.4

Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, tetap melekat tanggung jawab terhadapnya atas perbuatannya dalam membuat suatu akta otentik. Ada empat macam pertanggungjawaban seorang notaris atas akta yang dibuatnya, yaitu:

a. Tanggung jawab notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil atas akta yang dibuatnya.

b. Tanggung jawab notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya.

c. Tanggung jawab notaris berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya.

4

Abdul Ghofur Anshori, 2010, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum dan

(9)

d. Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan Kode Etik Notaris.5

Notaris dalam pembuatan akta bertugas menuangkan apa yang menjadi kehendak para pihak yang bersepakat dan mengakomodir kepentingan kedua belah pihak, sehingga memberikan jaminan atau kepastian secara hukum sampai pada terlaksananya perjanjian tersebut secara definitif. Hal ini bertujuan untuk membuktikan bahwa kehendak para pihak yang dituangkan dalam suatu akta notaris adalah benar-benar merupakan perwujudan dari akta yang berkekuatan hukum dan dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah di pengadilan, dikarenakan setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak selalu mempunyai peluang mengandung konflik. Konflik seringkali tidak dapat dihindari karena adanya kesalahpahaman antara para pihak, pelanggaran peraturan perundang-undangan, kepentingan yang berlawanan ataupun adanya ingkar janji yang dilakukan oleh salah satu pihak.

Dalam menjalankan tugas, notaris diwajibkan meningkatkan ketelitian dan kehati-hatiannya agar tercipta keadilan, tanpa adanya deskriminasi sehingga memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi para pihak yang berkepentingan. Kewenangan notaris dalam membuat akta otentik sebagaimana tertuang dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN Perubahan sangat penting bagi pihak-pihak yang melakukan perjanjian dalam hukum perdata.

Kedudukan akta notaris yang dibuat oleh notaris adalah sangat penting. Akta otentik menurut Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah

5

Nico, 2003, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Center for Documentation and Studies of Business Law, Yogyakarta, hal. 2.

(10)

suatu akta, yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. Kebutuhan akan akta otentik yang dibuat dihadapan atau oleh notaris dapat disebabkan karena para pihak menghendakinya atau karena perintah undang-undang yang mengharuskannya.

Menurut Retnowulan Sutantio, akta otentik dipahami mempunyai tiga aspek kekuatan hukum, yaitu:

a. Kekuatan pembuktian formil, karena membuktikan antara para pihak bahwa mereka sudah menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut. b. Kekuatan pembuktian materiil, karena membuktikan antara para pihak

bahwa benar-benar peristiwa tersebut dalam akta telah terjadi.

c. Kekuatan pembuktian keluar yang mengikat,karena keberlakuannya juga mengikat kepada pihak ketiga diluar para pihak.6

Sementara itu, GHS Lumban Tobing mengemukakan bahwa akta otentik mempunyai tiga kekuatan pembuktian, yaitu7:

a. Kekuatan pembuktian lahiriah, karena akta itu sendiri mampu membuktikan sendiri keabsahannya;

b. Kekuatan pembuktian formal karena akta tersebut dijamin kebenaran formalnya oleh pejabat sebagaimana yang telah diuraikan dalam akta; dan

c. Kekuatan pembuktian material karena akta tersebut memuat substansi/isi yang lengkap dan dianggap kebenaran (kepastian sebagai yang sebenarnya) untuk diberlakukan kepada setiap orang atau pihak ketiga.

6

Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, 1997, Hukum Acara Perdata

dalam Teori dan Praktek, CV Mandar Maju, Bandung, hal. 67-68.

7

Edmon Makarim, 2013, Notaris & Transaksi Elektronik Kajian Hukum tentang

Cybernotary atau Electronic Notary, Raja Grafindo Persada, Jakarta (selanjutnya disebut Edmon

(11)

Kekuatan pembuktian di atas tidak terbatas pada saat pejabat notaris hidup, setelah tutup usia (meninggal) pun akta yang bersangkutan tetap hidup untuk memberikan bukti terhadap kejadian yang diatur dalam akta. Oleh karena itu, keberadaan akta dapat lebih lama dari yang membuatnya. Pentingnya kedudukan akta otentik yang dibuat oleh notaris maka penyimpanan minuta akta juga menjadi unsur penting yang tidak dapat diabaikan karena dengan penyimpanan minuta yang rapi, tertib, dan terjamin keamanannya maka potensi konflik yang terjadi antara para pihak dikemudian hari dapat diminimalisir. Hal ini dikarenakan arsip yang berkaitan dapat ditemukan dengan mudah saat diperlukan. Minuta akta didalamnya tercantum keterangan mengenai tanggal, jam, dan hari saat para pihak selaku penghadap menyatakan sepakat atas suatu perjanjian dan hal itu tidak dapat diingkari karena telah disahkan oleh pejabat yang berwenang yaitu notaris, sehingga menjadi alat bukti yang kuat selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya oleh pihak lain bahwa keterangan yang tertuang dalam akta tersebut tidak benar. Selain pembuktiannya harus memberikan nilai pembuktian yang sempurna dan mengikat sebagai akta otentik, sangat diperlukan adanya perlindungan dan kepastian hukum dengan penyajian data, informasi dan penyimpanan dengan menggunakan teknologi informasi yang seharusnya juga ada peraturan yang mengaturnya.

Terkait dengan masa jabatan notaris yang dibatasi oleh ketentuan Pasal 8 UUJN yaitu dapat berakhir karena meninggal dunia, telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun, permintaan sendiri, tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas jabatan notaris secara terus menerus lebih dari

(12)

3 (tiga) tahun atau merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g, sehingga notaris harus menyerahkan seluruh dokumen yang dibuatnya. Oleh karenanya notaris berkewajiban sebagai pejabat negara untuk menyimpan protokol notarisnya dengan baik, rapi, dan aman.

Ketentuan Pasal 65 UUJN Perubahan mengatur dan menentukan mengenai tanggung jawab notaris. Pasal tersebut menetapkan bahwa notaris bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya meskipun protokol notaris telah diserahkan atau dipindahkan kepada pihak penyimpan protokol notaris. Tanggung jawab notaris saat menjabat terkait pula dengan penyimpanan seluruh protokol yang dimilikinya.

Pasal 1 angka 13 UUJN Perubahan mengartikan protokol notaris sebagai kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh notaris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Protokol notaris merupakan dokumen yang sangat penting disimpan oleh notaris, yang meliputi :

1. Asli akta atau minuta akta;

2. Repertorium atau buku daftar akta;

3. Klapper atau buku daftar nama para penghadap;

4. Buku daftar akta dibawah tangan yang penandatanganannya dilakukan dihadapan notaris/akta dibawah tangan yang didaftarkan;

5. Buku daftar wasiat; 6. Buku daftar protes;

(13)

7. Buku daftar lainnya yang harus disimpan oleh notaris berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Penyerahan protokol notaris bagi notaris pensiun, dilakukan oleh notaris kepada notaris pengganti yang telah ditunjuk oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Daerah (MPD). Dalam hal notaris meninggal dunia, maka protokol notaris akan diserahkan kepada notaris yang ditunjuk oleh MPD yang dilakukan oleh ahli warisnya notaris yang meninggal tesebut. Bila notaris meninggal dunia saat menjalankan cuti maka notaris pengganti diwajibkan untuk menyerahkan protokol notaris kepada MPD.

Aturan protokol notaris sebagaimana tercantum dalam Pasal 63 ayat (5) UUJN Perubahan mengenai penyerahan protokol notaris kepada notaris pengganti yang waktu penyerahannya berumur 25 tahun atau lebih kepada MPD tidak dapat diterapkan sebagaimana mestinya karena MPD tidak akan mampu menyimpan banyaknya protokol notaris yang telah berusia 25 tahun lebih di kantornya. Hal ini menyebabkan dalam kenyataannya protokol notaris tersebut tetap disimpan di kantor notaris yang bersangkutan.

Demikian pentingnya kedudukan akta otentik yang dibuat oleh notaris, sehingga penyimpanan minuta akta sebagai bagian dari protokol notaris merupakan hal yang penting pula. Notaris pengganti juga memiliki kewajiban menyimpan protokol yang diwariskan kepadanya oleh notaris yang telah meninggal dunia. Dapat dibayangkan berapa luas tempat yang diperlukan untuk menyimpan protokol notaris tersebut, selain juga resiko apabila terjadi kebakaran, digigit tikus atau serangga lain, dan bencana lainnya. Oleh karena itu, untuk

(14)

mengantisipasi terhadap dampak proses penyimpanan dan pemeliharaan yang terkendala pada tempat dan biaya perawatan tersebut, maka peluang yang dapat dijadikan solusi bagi penyimpanan protokol notaris tersebut adalah melalui penerapan teknologi informasi.

Teknologi informasi adalah istilah umum untuk teknologi apapun yang membantu manusia dalam membuat, mengubah, menyimpan, mengomunikasikan dan/atau menyebarkan informasi. Teknologi informasi adalah bidang pengelolaan teknologi dan mencakup berbagai bidang yang termasuk tetapi tidak terbatas pada hal-hal seperti proses, perangkat lunak komputer, sistem informasi, perangkat keras komputer, dan bahasa program. Singkatnya, apa yang membuat data, informasi atau pengetahuan yang dirasakan dalam format visual apapun, melalui setiap mekanisme distribusi multimedia, dianggap bagian dari teknologi informasi. Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843), teknologi informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.

Perkembangan teknologi informasi yang pesat saat ini telah mempengaruhi praktek kenotariatan di Indonesia. Hal ini terbukti bahwa dalam menjalankan pekerjaannya sehari-hari dalam pembuatan akta, notaris saat ini telah menggunakan komputer di kantornya. Penggunaan teknologi informasi oleh notaris bukanlah hal yang baru. Pengaruh perkembangan teknologi informasi juga

(15)

dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 15 ayat (3) UUJN Perubahan dengan adanya istilah cyber notary. Oleh karenanya penyimpanan protokol notaris dengan menerapkan teknologi informasi yaitu penyimpanan secara elektronik sangat dimungkinkan sebagai solusi atas permasalahan keamanan, biaya perawatan, dan luasnya lahan yang diperlukan. Teknologi informasi menawarkan solusi yang akan memudahkan alih media kertas menjadi kertas elektronik. Namun demikian, Undang Undang Jabatan Notaris belum mengatur pengembangan penyimpanan protokol notaris berbasis teknologi informasi. Ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf b UUJN Perubahan beserta penjelasannya hanya menetapkan mengenai kewajiban notaris dalam menjalankan jabatannya yaitu membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris dalam bentuk aslinya untuk menjaga keotentikan suatu akta sehingga apabila ada pemalsuan atau penyalahgunaan grosse, salinan, atau kutipannya dapat segera diketahui dengan mudah dengan mencocokkannya dengan aslinya.

Berdasarkan kekosongan norma tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang akan dituangkan dalam bentuk Tesis dengan judul :“PENYIMPANAN PROTOKOL NOTARIS SECARA ELEKTRONIK DALAM KAITAN CYBER NOTARY”. Penelitian ini juga belum pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti lainnya sebagaimana dapat disimak dari hasil penelusuran penelitian yang dilakukan melalui internet sebagai berikut :

1. Tesis yang dilakukan oleh Murfiatul Maulida pada Tahun 2012 tentang Peran Cyber Notary dan Implikasi Hukum Terhadap Jabatan Notaris Ditinjau dari Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

(16)

Transaksi Elektronik. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian tersebut ada dua (2) yaitu :

1) Bagaimana peran cyber notary dan implikasi hukum peran jabatan notaris ?

2) Bagaimana autentifikasi dan kedudukan hukum dari peranan yang dilakukan cybar notary ?

2. Tesis yang dilakukan oleh Ni Luh Putu Diantina Wulandari pada Tahun 2012 tentang Kajian Tentang Pemanfaatan Teknologi Informasi Dalam Praktek Kenotariatan (Cyber Notary) Dalam Prespektif Hukum Di Indonesia. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian tersebut ada tiga (3) yaitu :

1) Bagaimanakah pemanfaatan teknologi informasi dalam praktek kenotariatan yang berkembang dan diterapkan di Indonesia ?

2) Apakah dimungkinkan terselenggaranya praktek cyber notary dilihat dari hukum yang berlaku di Indonesia ?

3) Apa saja upaya hukum dibidang kenotariatan yang relevan guna terwujudnya praktek jasa notaris dengan memanfaatkan teknologi informasi seiring dengan kebutuhan masyarakat ?

3. Tesis yang dilakukan oleh Benny pada Tahun 2014 tentang Penerapan Konsep Cyber Notary di Indonesia Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian tersebut ada dua (2). Yaitu :

(17)

1) Bagaimana bentuk-bentuk penerapan dari konsep cyber notary ditinjau dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 ?

2) Bagaimana peraturan pelaksanaan yang mengatur penerapan dari konsep cyber notary tersebut ?

4. Tesis yang dilakukan oleh Indah Kusuma Dewi pada Tahun 2014 tentang Kajian Tentang Penyimpanan Protokol Notaris Dalam Bentuk Elektronik Terkait Ketentuan Mengenai Cyber Notary. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian tersebut ada dua (2) yaitu :

1) Apakah dimungkinkan peluang terselenggaranya penyimpanan protokol notaris dalam bentuk elektronik terkait ketentuan mengenai cyber notary yang diatur dalam penjelasan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 ?

2) Apa saja upaya hukum yang relevan guna terwujudnya penyimpanan protokol notaris dalam bentuk elektronik dengan memanfaatkan teknologi informasi sesuai kebutuhan masyarakat ?

Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah terletak pada penyimpanan protokol notaris secara elektronik. Untuk penelitian yang terakhir yang dilakukan oleh Indah Kusuma Dewi lebih menitikberatkan pada upaya hukum untuk mewujudkan penyimpanan protokol notaris dalam bentuk elektronik, sedangkan penelitian ini membahas mengenai mekanisme dan kekuatan pembuktian protokol notaris yang disimpan secara elektronik.

(18)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat ditarik 3 (tiga) permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu :

1. Apakah urgensi penyimpanan protokol notaris secara elektronik dalam kaitan cyber notary ?

2. Bagaimanakah mekanisme penyimpanan protokol notaris secara elektronik oleh notaris ?

3. Bagaimanakah kekuatan pembuktian protokol notaris yang disimpan secara elektronik ?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dibagi atas tujuan yang bersifat umum dan tujuan yang bersifat khusus, lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut :

1.3.1. Tujuan umum

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan pemikiran hukum tentang peluang peningkatan pelayanan oleh notaris melalui pemanfaatan teknologi informasi, hal ini berkaitan dengan penyimpanan protokol notaris secara elektronik sebagai antisipasi terhadap kendala-kendala penyimpanan protokol notaris secara konvensional yang selama ini sudah dilakukan dalam kaitan cyber notary.

1.3.2. Tujuan Khusus

Berdasarkan tujuan umum tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mencapai tujuan yang bersifat khusus yaitu :

(19)

1. Untuk mengetahui dan menganalisis urgensi protokol notaris disimpan secara elektronik dalam rangka peningkatan pelayanan dengan memanfaatkan teknologi informasi dalam kaitan cyber notary.

2. Untuk mengetahui mekanisme penyimpanan protokol notaris secara elektronik dalam meningkatkan pelayanan notaris kepada masyarakat. 3. Untuk memahami dan melakukan analisa lebih lanjut mengenai kekuatan

pembuktian protokol notaris yang disimpan secara elektronik.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan hukum khususnya dalam bidang kenotariatan. Manfaat yang diharapkan dan dicapai dari hasil penelitian terhadap pokok masalah adalah :

1.4.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dalam bidang ilmu hukum dan mampu memberikan sumbangan pemikiran dalam ilmu hukum dibidang kenotariatan khususnya untuk mengetahui penyimpanan protokol notaris secara elektronik dalam kaitan cyber notary. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai penyimpanan protokol notaris secara elektronik sebagai salah satu bentuk peningkatan pelayanan notaris dengan memanfaatkan teknologi informasi dalam kaitannya dengan cyber notary.

(20)

1.4.2. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat, notaris dan penulis sendiri. Adapun manfaat tersebut antara lain :

1. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan mengenai pentingnya pemanfaatan teknologi informasi dalam melakukan penanganan urusannya di notaris. Selain itu dengan penelitian ini diharapkan melalui penyimpanan protokol secara elektronik oleh notaris dapat diantisipasi adanya kerusakan dan hilangnya protokol notaris yang dapat digunakan sebagai alat bukti oleh para pihak yang dalam hal ini adalah masyarakat apabila terjadi konflik dikemudian hari.

2. Bagi notaris, hasil penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan notaris tentang urgensi dan mekanisme penyimpanan protokol notarismelalui pemanfaatan teknologi informasi yaitu secara elektronik dalam kaitan cyber notary. Diharapkan pula dengan penggunaan teknologi informasi tersebut lebih lanjut dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam langkah antisipasi menghindari konflik oleh para pihak, serta mengetahui kekuatan pembuktian protokol notaris yang disimpan secara elektronik dalam hal dijadikan sebagai alat bukti.

3. Bagi penulis sendiri, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan dibidang hukum kenotariatan mengenai pentingnya teknologi informasi dalam meningkatkan pelayanan notaris khususnya dalam hal penyimpanan protokol notaris secara elektronik

(21)

dalam kaitan cyber notary, mekanisme penyimpanan protokol notaris secara elektronik dan kekuatan pembuktian protokol notaris yang disimpan secara elektronik dalam hal dijadikan alat bukti, serta sebagai persyaratan untuk dapat menyelesaikan studi pada pendidikan strata 2 (dua) Magister Kenotariatan.

1.5. Landasan Teoritis 1.5.1. Teori Negara Hukum

Indonesia adalah negara hukum seperti yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pancasila merupakan landasan filosofis dari negara hukum Indonesia yang menunjukkan komitmen tegas untuk memberikan kedaulatan hukum dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara terutama di wilayah Negara Indonesia.

Menurut Joeniarto, negara hukum adalah kekuasaan negara yang dibatasi oleh hukum (rechtstaat) dan bukan didasarkan pada kekuasaan (machtstaat). Negara hukum juga memiliki tujuan lain yaitu adanya pembatasan kekuasaan negara oleh hukum, serta perlu diketahui juga oleh elemen-elemen atau unsur-unsur yang tertuang di dalam Undang-Undang Dasar beserta peraturan pelaksananya dan yang terpenting dalam prakteknya peraturan tersebut sudah dilaksanakan atau belum.8 Suatu negara dapat dikatakan negara hukum apabila telah melalui penelusuran pandangan ilmiah dari para ahli hukum, yang

8

Joeniarto, 1968, Negara Hukum, Yayasan Badan Penerbit Gajah Mada, Yogyakarta, hal.8.

(22)

memberikan ciri-ciri suatu negara hukum. Disebutkan oleh Friedrich Julius Stahl ciri-ciri negara hukum yaitu :

1. Teori ini dapat bermanfaat untuk melakukan penyelesaian dan pembenaran terhadap adanya pengakuan hak-hak dasar manusia,

2. Adanya pembagian kekuasaan berdasarkan trias politica, 3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang,

4. Adanya peradilan tata usaha negara.9

Melengkapi ciri-ciri negara hukum, Frans Magnis Suseno mengemukakan ciri-ciri negara hukum sebagai berikut :

1. Asas legatilas

2. Kebebasan/kemandirian kekuasaan kehakiman. 3. Perlindungan Hak Asasi Manusia.

4. Sistem konstitusi/hukum dasar.10

Plato mencetuskan bahwa negara yang baik adalah negara yang berdasarkan pada adanya pengaturan (hukum) yang baik, yang disebut dengan istilah “nomoi”11. Berdasarkan hal tersebut maka terkait dengan permasalahan yang penulis ambil maka, dalam hal penyimpanan protokol notaris secara elektronik sangat diperlukan peraturan perundang-undangan yang tegas dan jelas yang mengatur, sehingga memberikan suatu kepastian hukum.

9

Frans Magnis Suseno, 1991, Etika Politik, Prinsip-Prinsip Modal Dasar Kenegaraan

Modern, Gramedia, Jakarta, hal. 298.

10

Ibid, hal. 230. 11

Titik Triwulan Tutik, 2011, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca

(23)

1.5.2. Teori Kepastian Hukum

Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas artinya tidak menimbulkan keragu-raguan (multi tafsir) dan logis berarti ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain. Penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Pembuatan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234), menetapkan bahwa dalam pembuatan peraturan Perundang-undangan salah satunya harus mencerminkan adanya Asas Kepastian Hukum. Kepastian hukum berarti bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.

Menurut Gustav Radbruch hukum memiliki tujuan yang berorientasi pada 3 (tiga) hal yaitu:

1. Kepastian Hukum

Kepastian hukum oleh setiap orang dapat terwujud dengan ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa konkrit. Hukum yang berlaku pada dasarnya tidak dibolehkan menyimpang, hal ini dikenal juga dengan istilah fiat justitia et pereat mundus (meskipun dunia runtuh hukum harus ditegakkan). Itulah yang diinginkan oleh kepastian hukum. Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu.

2. Keadilan

Keadilan merupakan harapan yang harus dipenuhi dalam penegakan hukum. Berdasarkan karakteristiknya, keadilan bersifat subyektif, individualistis dan tidak menyamaratakan. Apabila penegak hukum menitikberatkan kepada nilai keadilan sedangkan nilai kemanfatan dan kepastian hukum dikesampingkan, maka hukum itu tidak dapat berjalan dengan baik.

(24)

3. Kemanfaatan

Demikian pula sebaliknya jika menitikberatkan kepada nilai kemanfaatan sedangkan kepastian hukum dan keadilan dikesampingkan, maka hukum itu tidak jalan. Idealnya dalam menegakkan hukum itu nilai-nilai dasar keadilan yang merupakan nilai dasar filsafat dan nilai-nilai dasar kemanfaatan merupakan suatu kesatuan berlaku secara sosiologis, serta nilai dasar kepastian hukum yang merupakan kesatuan yang secara yuridis harus diterapkan secara seimbang dalam menegakkan hukum.12 Teori Kepastian Hukum ini dimaksudkan untuk membahas dan menganalisa guna melengkapi dan menjawab mengenai kepastian hukum protokol notaris yang disimpan secara elektronik terkait dengan kedudukan protokol notaris sebagai dokumen negara yang merupakan alat bukti yang sah dan otentik mengenai adanya perbuatan dan atau tindakan hukum. .

1.5.3. Teori Tanggung Jawab

Terdapat 2 (dua) istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban dalam kamus hukum, yaitu responsibility dan liability. Pengertian mengenai responsibility dan liability antara lain :

1. Responsibility yaitu suatu hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, termasuk putusan, ketrampilan, kemampuan dan kecakapan serta kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan.

2. Liability yaitu pertanggungjawaban yang menunjuk pada hampir semua karakter tanggung jawab antara lain hak dan kewajiban secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang. Jadi liability lebih menunjuk pada pertanggungjawaban hukum yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subyek hukum.13

12

Achmad Ali, 2012, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) & Theori Peradilan

(Judicial Prudence), Kencana Prenanda Media Group, Jakarta, hal. 287.

13

Ridwan H.R., 2006, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 335.

(25)

Tanggung jawab juga mempunyai istilah accountability. Down Oliver dan Gavin Drewry menyatakan bahwa Accountability merupakan suatu keadaan yang harus dipertanggungjawabkan.14

Teori hukum yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori tentang tanggung jawab hukum oleh Hans Kelsen. Satu konsep yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, subjek berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan.15 Tanggung jawab yang dimaksud adalah tanggung jawab seorang notaris terhadap akta yang telah dibuat dalam jabatannya sebagai pejabat negara. Menurut Kranenburg dan Vegtig mengenai persoalan pertanggungjawaban pejabat yaitu :

1. Teori fautes de service, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan kepada instansi dari pejabat yang bersangkutan. Dalam penerapannya, kerugian yang timbul itu disesuaikan pula apakah kesalahan yang dilakukan itu merupakan kesalahan berat atau kesalahan ringan, dimana berat ringannya suatu kesalahan berimplikasi pada tanggung jawab yang harus ditanggung. 2. Teori fautes personelles, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian

terhadap pihak ketiga dibebankan kepada pejabat yang dikarenakan tindakan itu telah menimbulkan kerugian. Dalam teori ini beban tanggung jawab ditunjukkan pada manusia selaku pribadi.16

Teori tanggung jawab hukum dalam penelitian ini diperlukan untuk menjelaskan tanggung jawab notaris berkaitan dengan penyimpanan protokol notaris sebagai

14

Down Oliver and Gavin Drewry, 1996, Public Service Reform, Issues Of

Accountability And Public Law, Reader In Public Law, King’s College, University Of London,

hal. 3. 15

Hans Kelsen, 2007, General Theory of Law & State, Teori Umum Hukum dan

Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik, BEE Media

Indonesia, Jakarta, Alih Bahasa oleh Somardi, hal. 81. 16

(26)

arsip yang vital dan harus tetap tersimpan serta dipelihara dengan baik sebagai tindakan antisipasi adanya konflik oleh para pihak dikemudian hari.

1.5.4. Teori Pembuktian

Menurut Sudikno Mertokusumo, pembuktian dalam arti logis atau ilmiah membuktikan berarti memberikan kepastian mutlak, karena berlaku bagi setiap orang dan tidak memungkinkan adanya bukti lawan. Membuktikan dalam hukum acara mempunyai arti yuridis. Didalam ilmu hukum tidak dimungkinkan adanya pembuktian yang logis dan mutlak yang berlaku bagi setiap orang serta menutup segala kemungkinan adanya bukti lawan.17 Teori Pembuktian ini digunakan untuk menganalisa dan menjawab mengenai permasalahan terkait dengan kekuatan pembuktian dari protokol notaris yang disimpan secara elektronik yang dipakai sebagai alat bukti.

1.5.5. Teori Kewenangan

Philipus M. Hadjon menyatakan bahwa, wewenang (bevoegdheid) dinyatakan dalam konsep hukum publik berkaitan dengan kekuasaan hukum atau diartikan sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacht).18 Menurut Prajudi Atmosudirdjo, kewenangan adalah suatu yang disebut dengan kekuasaan formal, yaitu kekuasaan yang bersumber dari undang-undang atau kekuasaan legislatif juga bersumber dari kekuasaan eksekutif atau administratif.

Ateng Syafrudin berpendapat bahwa ada perbedaan pengertian antara kewenangan dengan wewenang. Kewenangan merupakan suatu kekuasaan yang

17

Sudikno Mertokusumo, 2006, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, hal.102.

18

Philipus M. Hadjon, 1997, Tentang Wewenang, Makalah Bulanan Yuridika No. 5-6 Tahun XII September - Desember, Universitas Airlangga, Surabaya, hal.1.

(27)

bersifat formal yang diberikan oleh perundang-undangan dan wewenang diartikan sebagai bagian tertentu dari kewenangan.19 Prajudi Atmosudirdjo menyatakan adanya perbedaan pengertian terkait dengan kewenangan dan wewenang yakni : Kewenangan merupakan suatu penguasaan terhadap suatu bidang pemerintahan, ataupun golongan orang-orang tertentu yang didalamnya terdapat wewenang-wewenang, dan sedangkan wewenang diartikan sebagai kekuasaan yang diberikan pada orang atau golongan tertentu untuk dapat melakukan suatu tindakan publik.20

Terkait dengan kewenangan dalam kekuasaan hukum di suatu pemerintahan, Max Weber mempunyai pandangan bahwa “in legal authority, Legitimacy is based on a belief in reason, and laws are obeyed because they have been enacted by proper procedures”21 (Dalam kewenangan hukum, keabsahan didasarkan pada alasan keyakinan, dan hukum dipatuhi karena telah diberlakukan dengan prosedur yang tepat). Pada hakekatnya, sumber kewenangan dapat diperoleh dari peraturan perundang-undangan, baik secara langsung (atribusi), ataupun pelimpahan (delegasi dan sub delegasi), serta atas dasar penugasan (mandat).22

Kewenangan yang dimiliki oleh organ (institusi) pemerintahan, dalam mengadakan pengaturan atau mengeluarkan keputusan selalu dilandasi oleh kewenangan yang diperoleh dari konstitusi secara atribusi, delegasi maupun

19

Ateng Syafrudin, 2000, Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Yang Bersih

Dan Bertanggungjawab, Jurnal Pro Justisia Edisi IV Tahun 2000, Universitas Prahyangan,

Bandung, hal. 22. 20

Prajudi Atmosudirdjo, 1981, Hukum Administrasi Negara, Universitas Indonesia, Jakarta, hal.29.

21

Max Weber, 2008, Mastering Public Administration, Washington, CO., Second Edition, Washington, hal. 32.

22

Sjachran Basah, 2000, Perlindungan Hukum Terhadap Sikap Tindak Pidana

(28)

mandat. Atribusi menunjuk pada kewenangan yang asli atas dasar konstitusi (UUD). Dalam kewenangan delegasi, harus ditegaskan suatu penyerahan wewenang kepada organ pemerintahan yang lain. Pada pemberian mandat, pejabat yang diberi mandat menunjuk pejabat lain untuk bertindak atas nama mandator (pemberi mandat).

J.G.Brouwer dan E.A.Schilder menyatakan bahwa wewenang dapat diperoleh secara atribusi, delegasi dan mandat. Pernyataan tersebut adalah :

a. With atribution, power is granted to an administrative authority by an independen legislative body. The power is initial, which is to say that is not derived from a previously exsisting power. (Atribusi merupakan kewenangan yang diberikan kepada suatu organ (institusi) pemerintah atau lembaga negara oleh suatu badan legeslatif yang independen. Kewenangan ini adalah asli, yang tidak diambil dari kewenangan yang ada sebelumnya. Badan legeslatif menciptakan kewenangan mandiri dan bukan perluasan kewenangan sebelumnya dan memberikan kepada organ yang berkompeten).

b. Delegation is a transfer of an acquired atribution of power from one administrative authority to another, so that the delegate can exercise powerin its own name. (Delegasi adalah kewenangan yang dialihkan dari kewenangan atribusi dari suatu organ (institusi) pemerintahan kepada organ lainnya sehingga delegator (organ yang telah memberi kewenangan) dapat menguji kewenangan tersebut atas namanya)

c. With mandate, there is not transfer but the mandate giver assigns power to the body to make decision or take action in its name. (sedangkan pada mandat, tidak terdapat suatu pemindahan kewenangan tetapi pemberi mandat (mandator) memberikan kewenangan kepada organ lain (mandataris) untuk membuat keputusan atau mengambil suatu tindakan atas namanya).23

Mandat diberikan oleh organ negara kepada orang lain untuk menjalankan kewenangannya berdasarkan ijin dari negara atau pemerintah dan bertindak atas namanya.24 Mandat juga diartikan sebagai suatu penyerahan wewenang kepada

23

J.G.Brouwer dan E.A. Schilder, 1998, A Survey Of Dutch Administrative Law, Ars Aequi Libri, Nijmegen, hal. 16-17.

24

(29)

bawahan. Penyerahan itu bermaksud memberi wewenang kepada bawahan untuk membuat keputusan atas nama pejabat yang berwenang yang memberi mandat.

Perbedaan mendasar antara kewenangan atribusi dan delegasi adalah pada atribusi, kewenangan yang ada siap dilimpahkan, sedangkan pada delegasi tidak. Berkaitan dengan asas legalitas, kewenangan tidak dapat didelegasikan secara besar-besaran, tetapi hanya mungkin dibawah kondisi bahwa peraturan hukum menentukan mengenai kemungkinan delegasi tersebut. Delegasi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. Delegasi harus definitif, artinya delegasi tidak dapat lagi menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu;

b. Delegasi harus berdasarkan ketentuan perundang-undangan, artinya delegasi hanya dimungkinkan jika ada ketentuan yang memungkinkan untuk itu dalam peraturan perundang-undangan;

c. Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hierarki kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi;

d. Kewajiban memberi keterangan (penjelasan), artinya delegans berwenang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut;

e. Peraturan kebijakan (beleidsregel), artinya delegans memberikan instruksi (petunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut.

Kewenangan harus dilandasi oleh ketentuan hukum yang ada (konstitusi), sehingga kewenangan tersebut merupakan kewenangan yang sah. Dengan demikian, pejabat (organ) dalam mengeluarkan keputusan didukung oleh sumber kewenangan tersebut. Stroink menjelaskan bahwa sumber kewenangan dapat

(30)

diperoleh bagi pejabat atau organ (institusi) pemerintahan dengan cara atribusi, delegasi dan mandat. Stroink menyatakan bahwa “Kewenangan organ (institusi) pemerintah adalah suatu kewenangan yang dikuatkan oleh hukum positif guna mengatur dan mempertahankannya. Tanpa kewenangan tidak dapat dikeluarkan suatu keputusan yuridis yang benar”.25

Notaris dalam melakukan tugasnya mendapatkan wewenang secara atributif berdasarkan kewenangan yang dimuat dalam Pasal 15 UUJN Perubahan, sehingga kewenangan yang diberikan di dalam undang-undang tersebut yang menjadi dasar notaris dalam pembuatan akta otentik. Teori Kewenangan dipergunakan dalam penelitian tesis ini untuk dapat membahas tentang kewenangan yang diberikan oleh negara berkaitan dengan pembuatan akta otentik sesuai apa yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Kewenangan yang diberikan oleh negara ini ditentukan berdasarkan legitimasi kepada Lembaga Negara ataupun Badan Publik untuk menjalankan tugas dan fungsinya. Dalam hal ini wewenang diartikan sebagai suatu kemampuan bertindak untuk melakukan perbuatan dan hubungan hukum yang diberikan oleh undang-undang.26

1.5.6. Konsep Protokol Notaris

Protokol notaris merupakan dokumen negara yang salah satu fungsinya adalah dapat digunakan sebagai alat bukti mengenai adanya perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh para pihak terkait dengan perjanjian dalam ranah hukum perdata. Tan Thong Kie berpendapat bahwa :

25

Abdul Rasyid Thalib, 2006, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya dalam

Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 219.

26

SF. Marbun, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di

(31)

Protokol adalah milik masyarakat, bukan milik notaris yang membuat akta akta, dan juga tidak milik notaris yang ditugaskan/ditunjuk oleh menteri Kehakiman untuk menyimpannya. Seseorang yang menyimpan dokumen dalam protokol seorang notaris pada umumnya mengetahui bahwa sebuah dokumen itu aman di tangan seorang notaris.27

Protokol notaris menurut Pasal 1 angka 13 UUJN Perubahan adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Protokol notaris menurut penjelasan Pasal 62 UUJN terdiri atas:

a. minuta akta;

b. buku daftar akta atau repertorium;

c. buku daftar akta dibawah tangan yang penandatanganannya dilakukan dihadapan notaris atau akta dibawah tangan yang didaftar;

d. buku daftar nama para penghadap atau klapper; e. buku daftar protes;

f. buku daftar wasiat; dan

g. buku daftar lain yang harus disimpan oleh notaris berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

1.5.7. Konsep Cyber Notary

Istilah cyber notary dipopulerkan oleh ahli hukum yang mewarisi tradisi common law. Lawrence Leff mengemukakan bahwa cyber notary adalah seseorang yang mempunyai kemampuan spesialisasi dalam bidang hukum dan

27

Tan Thong Kie, 2013, Studi Notariat & Serba-Serbi Praktek Notaris, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, (selanjutnya disebut Tan Thong Kie I) hal. 545.

(32)

komputer.28 Cyber notary merupakan konsep yang memanfaatkan kemajuan teknologi dalam menjalankan tugas dan kewenangan notaris.29 Konsep ini mengandung makna bahwa dalam menjalankan tugas dan jabatannya, notaris bekerja dengan berbasis teknologi yaitu cyber notary adalah notary public yang melakukan pelayanan jasa notaris dokumen secara elektronik.30

1.6. Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian ilmiah, metode memiliki peran yang sangat penting, karena metode memberikan petunjuk-petunjuk bagaimana cara memperoleh data dan bagaimana kemudian data tersebut diperoleh dan diolah menjadi sebuah karya tulis ilmiah, sehingga hasil penelitian tersebut memiliki dasar dan dapat dipertanggungjawabkan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.6.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan adalah penelitian hukum normatif. Dalam penelitian hukum ini, hukum dikonsepkan sebagai apa yang ditulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.31 Karakteristik utama penelitian hukum normatif adalah sumber utamanya adalah bahan hukum bukan

28

Edmon Makarim I, Op. Cit., hal. 11. 29

Emma Nurita, 2012, Cyber Notary Pemahaman Awal dalam Konsep Pemikiran, PT. Refika Aditama, Bandung, hal. 47.

30

Ibid, hal.20. 31

Amiruddin dan Zainal Asikin, 2013, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 118.

(33)

data atau fakta sosial, karena dalam penelitian hukum normatif yang dikaji adalah bahan hukum yang berisi aturan-aturan yang bersifat normatif.32

Jenis penelitian hukum normatif dipilih dalam penelitian ini, karena beranjak dari adanya kekosongan norma dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b UUJN Perubahan terkait penyimpanan protokol notaris yang saat ini belum mengatur pengembangan penyimpanan protokol notaris berbasis teknologi informasi. Keadaan ini menimbulkan kemungkinan rusak dan hilangnya protokol notaris, sehingga perlu adanya solusi penyimpanan protokol notaris melalui teknologi informasi secara elektronik.

1.6.2. Jenis Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yakni pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach) dan pendekatan konseptual (Conceptual Approach). Jenis penelitian ini dipergunakan untuk dapat mengkaji lebih dalam mengenai urgensi penyimpanan protokol notaris secara elektronik sebagai bentuk peningkatan pelayanan oleh notaris melalui teknologi informasi dalam kaitan cyber notary, mekanisme penyimpaan protokol notaris secara elektronik dan kekuatan pembuktian protokol notaris yang disimpan secara elektronik dalam hal dijadikan sebagai alat bukti.

1.6.3. Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 (dua) jenis sumber hukum yaitu :

32

Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, hal. 86.

(34)

1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer diperoleh dari Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;  Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;  Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;

 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3674);

 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432);

 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843);  Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5071);

 Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran

(35)

Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491).

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini bersumber dari buku-buku hukum perdata dan pidana, jurnal hukum, karya tulis hukum, kamus hukum dan sumber dari internet terkait permasalahan yang dibahas.

1.6.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Bahan hukum yang digunakan dalam penulisan ini diperoleh melalui pengumpulan bahan hukum yang dilakukan dengan teknik studi pustaka dengan sistem kartu yakni semua bahan yang diperlukan kemudian dicatat mengenai hal-hal yang dianggap penting bagi penelitian yang digunakan. Sistem kartu digunakan saat mencatat judul buku, nama pengarang buku, halaman dan materi yang dianggap penting dan mendukung penelitian ini. Sistem kartu ini juga didukung dengan teknik bola salju (snow ball) yaitu dengan menemukan bahan hukum sebanyak mungkin melalui referensi dari berbagai literatur hukum.

1.6.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Teknik analisis bahan hukum yang diterapkan dalam penelitian ini diawali dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum baik bahan hukum yang diperoleh melalui undang-undang maupun dari bahan hukum kepustakaan secara sistematis yang kemudian dianalisis. Analisis dilakukan untuk mengetahui secara rinci permasalahan yang ada dalam penelitian ini dengan menggambarkan apa

(36)

yang menjadi masalah (deskripsi), menjelaskan masalah (eksplanasi), mengkaji permasalahan dari bahan-bahan hukum yang terkait (evaluasi) dan memberikan argumentasi dari hasil evaluasi tersebut, sehingga didapat kesimpulan mengenai persoalan yang dibahas dalam penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

DESKRIPSI UNIT : Unit kompetensi ini mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja penyuluh pertanian dalam melaksanakan pengelolaan kegiatan fasilitasi akses sumber

Melihat keberadaan perempuan yang buruk di Bangladesh, maka dalam upaya pemberdayaan perempuan, The Hunger Project melakukan program, di antaranya: dalam hal pertanian,

Sedang supervisi manajerial esensinya berupa kegiatan pemantauan, pembinaan dan pengawasan terhadap kepala sekolah dan seluruh elemen sekolah lainnya di dalam

Berdasarkan hasil analisis 45 pasien didapatkan bahwa riwayat penyakit yang menyebabkan risiko henti jantung yang berhubungan dengan terjadinya ROSC pada henti

Peserta pelatihan berasal dari 16 kecamatan, 24 desa wilayah Poor Farmer Kabupaten Lombok Timur tahun 2007 terdiri dari: Fasilitator Desa (FD) sebanyak 48 orang, Komite

Sehingga hipotesis keenam yang menyatakan bahwa PPAP secara individu mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap BOPO pada Bank Pembangunan Daerah di Jawa

Tinggi tanaman pada kemiringan 3% juga berbeda nyata (signifikan) dengan kemiringan 7%. Besarnya panjang akar rata-rata tanaman pada masing-masing kemiringan dan

Hasil penggolongan menunjukkan bahwa dari 32 ekor domba Garut ditemukan satu ekor domba yang digolongkan ke dalam kelompok domba Ekor Gemuk dengan persentase koreksi