• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGOLONGAN MORFOMETRIK DOMBA GARUT, DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS MELALUI ANALISIS DISKRIMINAN FISHER, WALD-ANDERSON DAN JARAK MAHALANOBIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGGOLONGAN MORFOMETRIK DOMBA GARUT, DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS MELALUI ANALISIS DISKRIMINAN FISHER, WALD-ANDERSON DAN JARAK MAHALANOBIS"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGOLONGAN MORFOMETRIK DOMBA GARUT,

DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS

MELALUI ANALISIS DISKRIMINAN FISHER,

WALD-ANDERSON DAN JARAK

MAHALANOBIS

SKRIPSI

OMI DWI NURRAHMI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

(2)

ii RINGKASAN

OMI DWI NURRAHMI. D14070165. 2011. Penggolongan Morfometrik Domba Garut, Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis Melalui Analisis Diskriminan Fisher, Wald-Anderson dan Jarak Mahalanobis. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Rini H. Mulyono, M.Si. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Ismeth Inounu, MS.

Domba merupakan ternak yang banyak dikembangkan di Indonesia. Tiga jenis domba di Indonesia yaitu domba Garut, domba Ekor Gemuk dan domba Ekor Tipis. Informasi mengenai karakteristik morfometrik domba dapat dijadikan dasar pengembangan domba lebih lanjut. Melalui karakteristik morfometrik tersebut dapat diketahui ciri khas setiap jenis domba berdasarkan morfometrik ukuran tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk menggolongkan domba Garut, domba Ekor Gemuk dan domba Ekor Tipis secara morfometrik dengan melakukan pengukuran terhadap variabel-variabel tubuh yang terdiri atas tinggi pundak (X1), tinggi pinggul (X2),

panjang badan (X3), lebar dada (X4), dalam dada (X5), lebar pinggul (X6), lebar

kelangkang (X7), panjang kelangkang (X8), lingkar dada (X9) dan lingkar kanon

(X10). Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi peternakan yaitu CV. Mitra Tani

Farm, Ciampea Bogor dan Tawakkal Farm, Cimande Bogor. Materi yang digunakan dalam penelitian adalah 65 ekor domba Garut yang terdiri atas 32 ekor domba jantan dan 33 ekor domba betina; 32 ekor domba Ekor Gemuk yang terdiri atas 10 ekor domba jantan dan 22 ekor domba betina; dan 66 ekor domba Ekor Tipis yang terdiri atas 33 ekor domba jantan dan 33 ekor domba betina. Analisis data menggunakan statistik T2-Hotelling, analisis diskriminan Fisher, Wald-Anderson dan jarak minimum D2-Mahalanobis.

Hasil pengujian T2-Hotelling menunjukkan bahwa secara umum ukuran tubuh kelompok domba jantan lebih besar (P<0,01) pada setiap jenis domba yang diamati. Perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) ditemukan pada kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Gemuk jantan, pada kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Tipis jantan, pada kelompok domba Garut betina vs domba Ekor Gemuk betina, pada kelompok domba Garut betina vs domba Ekor Tipis betina dan pada kelompok domba Ekor Gemuk betina vs domba Ekor Tipis betina. Perbedaan yang nyata (P<0,05) ditemukan pada kelompok domba Ekor Gemuk jantan vs domba Ekor Tipis jantan. Variabel pembeda tinggi pundak, tinggi pinggul, panjang badan, lebar dada, dalam dada, panjang kelangkang, lingkar dada dan lingkar kanon ditemukan pada kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Gemuk jantan; variabel pembeda tinggi pundak, tinggi pinggul, panjang badan, lebar dada, dalam dada, lebar pinggul, panjang kelangkang, lingkar dada dan lingkar kanon ditemukan pada kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Tipis jantan; variabel pembeda tinggi pundak, tinggi pinggul, panjang badan dan lingkar dada ditemukan pada kelompok domba Garut betina vs domba Ekor Gemuk betina. Faktor koreksi berdasarkan penggolongan Wald-Anderson sebesar 97,62% ditemukan pada kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Gemuk jantan; sebesar 96,92% ditemukan pada kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Tipis jantan; sebesar 89,09%

(3)

iii ditemukan pada kelompok domba Garut betina vs domba Ekor Gemuk betina. Jarak minimum D2-Mahalanobis antara kelompok domba Garut jantan dan domba Ekor Gemuk jantan sebesar 4,420, antara kelompok domba Garut jantan dan domba Ekor Tipis jantan sebesar 4,484 dan antara kelompok domba Garut betina dan domba Ekor Gemuk betina sebesar 2,588. Berdasarkan keseluruhan hasil analisis semakin banyak variabel pembeda yang ditemukan antara dua kelompok domba yang diamati maka jarak minimum D2-Mahalanobis semakin tinggi dan secara umum persentase faktor koreksi antara kedua kelompok domba tersebut semakin tinggi atau kesalahan penggolongan semakin kecil. Berdasarkan kriteria penggolongan Wald-Anderson, individu domba yang mengalami kesalahan penempatan kelompok tidak dapat digunakan sebagai bibit karena dapat membawa karakteristik morfometrik yang bukan merupakan karakteristik kelompoknya. Penggolongan berdasarkan kriteria Wald-Anderson memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan penggolongan berdasarkan skor diskriminan.

Kata-kata kunci : domba, T2-Hotelling, diskriminan Fisher, Wald-Anderson, D2 -Mahalanobis.

(4)

iv ABSTRACT

Morphometric Classification of Garut Sheep, Fat-Tailed Sheep and Thin-Tailed Sheep Through Fisher Discriminant, Wald-Anderson Analysis and Minimum

Distance D2- Mahalanobis

Nurrahmi, O.D., R.H. Mulyono and I. Inounu

Garut sheep, Fat-Tailed sheep and Thin-Tailed sheep are sheep breeds in Indonesia. This study aimed to get morphometric characteristic of those sheep. The calculation of the Fisher discriminant analysis, Wald-Anderson criteria and minimum distance D2-Mahalanobis are based on the measurement of body linear variables such as withers height, hip height, body length, chest width, chest depth, hip width, rump width, rump length,chest girth and canon circumference. T2-Hotelling test resulted that body size of rams is larger than ewes (P<0.01). T2-Hotelling test different very significantly (P<0.01) between Garut rams vs Fat-Tailed rams, between Garut rams

vs Thin-Tailed rams, between Garut ewes vs Fat-Tailed ewes, between Garut ewes vs

Thin-Tailed ewes and between Fat-Tailed ewes vs Thin-Tailed ewes; significantly (P<0.05) between Fat-Tailed rams vs Thin-Tailed rams. Variables distinguishing between Garut rams vs Fat-Tailed rams was withers height, hip height, body length, chest width, chest depth, rump length, chest girth and canon circumference; between Garut rams vs Thin-Tailed rams was withers height, hip height, body length, chest width, chest depth, hip width, rump length, chest girth and canon circumference; between Garut ewes vs Fat-Tailed ewes was withers height, hip height, body length and chest girth. Correction factor based on Wald-Anderson criteria was 97.62% between Garut rams vs Fat-Tailed rams; between Garut rams vs Thin-Tailed rams was 96.92%; and between Garut ewes vs Fat-Tailed ewes was 89.09%. Minimum distance D2-Mahalanobis between Garut rams and Fat-Tailed rams was 4.420; between Garut rams and Thin-Tailed rams was 4.484; and between Garut ewes and Fat-Tailed ewes was 2.588.

Keywords: sheep, T2-Hotelling, discriminant Fisher, Wald-Anderson, D2- Mahalanobis

(5)

v

PENGGOLONGAN MORFOMETRIK DOMBA GARUT,

DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS

MELALUI ANALISIS DISKRIMINAN FISHER,

WALD-ANDERSON DAN JARAK

MAHALANOBIS

OMI DWI NURRAHMI D14070165

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

(6)

vi Judul : Penggolongan Morfometrik Domba Garut, Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis Melalui Analisis Diskriminan Fisher, Wald- Anderson dan Jarak Mahalanobis

Nama : Omi Dwi Nurrahmi

NIM : D14070165

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Ir. Rini H. Mulyono, M.Si.) (Prof. Dr. Ir. Ismeth Inounu, M.S.) NIP. 19621124 198803 2 002 NIP. 19550101 198203 1 002

Mengetahui, Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP. 19591212 198603 1 004

(7)

vii RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Juli 1989 di Argamakmur, Bengkulu Utara. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan H. Izaddin, S.IP. dan Fauziah, S.Pd. Kakak kandung Penulis bernama Ifa Nadia Khairinnisa, S.Far.,Apt.

Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-kanak Raudhatul Atfal Argamakmur pada tahun 1994 dan diselesaikan pada tahun 1995. Pada tahun 1995 Penulis mengawali pendidikan dasar di SD Negeri 26 Argamakmur dan diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai pada tahun 2001 di SLTP Negeri 1 Argamakmur dan diselesaikan pada tahun 2004. Penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Argamakmur pada tahun 2004 dan diselesaikan pada tahun 2007.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswi Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Selama menjadi mahasiswi Penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER) periode 2009-2010 sebagai Kepala Divisi Peduli Pangan Peternakan (P3) dan Majalah Peduli Pangan dan Gizi EMULSI IPB sebagai Tim

Marketing periode 2008-2009 serta 2009-2010. Penulis tergabung sebagai anggota

dalam Ikatan Mahasiswa Bumi Rafflesia (IMBR) Bengkulu-Bogor. Penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitian dan kegiatan di kampus, antara lain Masa Perkenalan Fakultas (MPF) Peternakan 2009, Fapet Goes to Village 2009, Exploring The World

of Jurnalistic (EXOTICS) 2009, 3rd D’Sate Festival 2010, Hari Susu Nusantara

2010, Kontes Bibit dan Seni Ketangkasan Domba Garut Nasional 2010 dan lain-lain. Penulis pernah memenangkan juara dua pada lomba pencarian dan peliputan berita (team) Journalistic Fair IPB 2007. Pada tahun 2010 Penulis berkesempatan mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa-Penelitian (PKM-P) DIKTI dan berhasil mendapatkan pendanaan dengan judul penelitian, “Analisis Produksi Gas Bio Sebagai Bahan Bakar Alternatif yang Terbuat dari Campuran Limbah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) dan Feses Sapi Potong”. Pada tahun ajaran 2010/2011 Penulis terdaftar sebagai asisten praktikum pada mata kuliah Teknik Pengolahan Susu.

(8)

viii KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat dan hidayah-Nya Penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat sebagai suri tauladan hingga akhir zaman. Skripsi dengan judul, “Penggolongan Morfometrik Domba Garut, Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis Melalui Analisis Diskriminan Fisher, Wald-Anderson dan Jarak Mahalanobis” merupakan tugas akhir yang menjadi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Domba merupakan salah satu komoditi peternakan yang banyak dikembangkan di Indonesia. Tiga jenis domba di Indonesia yaitu domba Garut, domba Ekor Gemuk dan domba Ekor Tipis. Peningkatan produktivitas domba salah satunya dapat dilakukan dengan meningkatkan mutu genetik. Penelitian dan penulisan skripsi ini bertujuan untuk menggolongkan morfometrik domba Garut, domba Ekor Gemuk dan domba Ekor Tipis melalui analisis diskriminan Fisher, Wald-Anderson dan jarak Mahalanobis sehingga dapat diketahui karakteristik fenotip kuantitatif setiap jenis domba tersebut. Informasi mengenai karakteristik morfometrik dan ukuran-ukuran tubuh sangat penting bagi peternak karena dapat digunakan sebagai alat seleksi untuk menentukan produktivitas dan performa ternak. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan acuan pengembangan domba lebih lanjut.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat Penulis harapkan agar skripsi ini menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membaca serta memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan dan peternakan. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bogor, Juli 2011

(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR SAMPUL DALAM ………. i

RINGKASAN ………... ii

ABSTRACT ……….. iv

LEMBAR PERNYATAAN ……….. v

LEMBAR PENGESAHAN ………. vi

RIWAYAT HIDUP ………... vii

KATA PENGANTAR ………. viii

DAFTAR ISI ………. ix

DAFTAR TABEL ………. xi

DAFTAR GAMBAR ……… xiii

DAFTAR LAMPIRAN ………. xiv

PENDAHULUAN ………. 1 Latar Belakang ……….. 1 Tujuan ………... 2 TINJAUAN PUSTAKA ……… 3 Domba ………... 3 Domba Garut ………. 3

Domba Ekor Gemuk ………. 5

Domba Ekor Tipis ………. 6

Pertumbuhan dan Ukuran-Ukuran Tubuh Domba ……… 8

Analisis Diskriminan ………. 13

Kriteria Penggolongan Wald-Anderson ……… 14

Analisis Jarak Minimum D2-Mahalanobis ……… 14

MATERI DAN METODE ……… 15

Lokasi dan Waktu ………. 15

Materi ……… 15 Prosedur ……… 17 Pengumpulan Data ……… 17 Pengukuran ……… 17 Analisis Data ……… 19 Statistik Deskriptif ……… 19 Statistik T2-Hotelling ……… 19

Analisis Fungsi Diskriminan Fisher ……….. 20

Analisis Wald-Anderson ………... 22

(10)

x

HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 23

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ………... 23

CV. Mitra Tani Farm (MT Farm) Ciampea Bogor …….. 23

Tawakkal Farm Cimande Kabupaten Bogor ………….. 24

Hasil Statistik Deskriptif Ukuran Tubuh Domba yang Diamati.. 26

Hasil Uji T2-Hotelling ………. 29

Penggolongan Berdasarkan Fungsi Diskriminan Fisher dan Wald-Anderson serta Jarak Minimum D2-Mahalanobis……….. 30

Kelompok Domba Garut Jantan vs Domba Ekor Ge- muk Jantan ………. 30

Kelompok Domba Garut Jantan vs Domba Ekor Tipis Jantan ………. 33

Kelompok Domba Ekor Gemuk Jantan vs Domba Ekor Tipis Jantan ………... 36

Kelompok Domba Garut Betina vs Domba Ekor Ge- muk Betina ………. 37

Kelompok Domba Garut Betina vs Domba Ekor Tipis Betina ……… 40

Kelompok Domba Ekor Gemuk Betina vs Domba Ekor Tipis Betina ……… 41

Rekapitulasi Hasil Analisis Berdasarkan Fungsi Diskriminan Fisher, Wald-Anderson dan Jarak Minimum D2-Mahalanobis.. 42

Kelompok Domba Jantan ………... 42

Kelompok Domba Betina ………... 46

KESIMPULAN DAN SARAN ………. 49

Kesimpulan ……….. 49

Saran ………. 50

UCAPAN TERIMA KASIH ………. 51

DAFTAR PUSTAKA ………... 52

(11)

xi DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah Ternak Domba yang Digunakan pada Penelitian ……. 15

2. Statistik Deskriptif Variabel Tinggi Pundak, Tinggi Pinggul, Panjang Badan, Lebar dada dan Dalam Dada Domba yang

Diamati ……….. 27

3. Statistik Deskriptif Variabel Lebar Pinggul, Lebar Kelangkang, Panjang kelangkang, Lingkar Dada dan Lingkar

Kanon yang Diamati ………. 28

4. Rekapitulasi Hasil Uji T2-Hotelling pada Domba-Domba

yang Diamati ……… 29

5. Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan dan masing-masing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% beserta Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Domba

Garut Jantan vs Domba Ekor Gemuk Jantan ………... 31

6. Penggolongan Individu Domba Garut Jantan vs Domba Ekor

Gemuk Jantan Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson ………. 32 7. Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan dan

masing-masing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% beserta Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Domba

Garut Jantan vs Domba Ekor Tipis Jantan ……… 34

8. Penggolongan Individu Domba Garut Jantan vs Domba Ekor

Tipis Jantan Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson ………….. 35 9. Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan dan

masing-masing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% beserta Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Domba Ekor

Gemuk Jantan vs Domba Ekor Tipis Jantan ………. 36

10. Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan dan masing-masing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% beserta Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Domba

Garut Betina vs Domba Ekor Gemuk Betina ……… 37

11. Penggolongan Individu Domba Garut Betina vs Domba Ekor

Gemuk Betina Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson ……….. 38 12. Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan dan

masing-masing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% beserta Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Domba

Garut Betina vs Domba Ekor Tipis Betina ……….. 40

13. Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan dan masing-masing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% beserta Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Domba Ekor

(12)

xii 14. Jarak Minimum D2-Mahalanobis pada Domba Garut Jantan,

Domba Ekor Gemuk Jantan dan Domba Ekor Tipis Jantan

(Telah Diakarkan) ………. 42

15. Rekapitulasi Variabel Pembeda, Faktor Koreksi Wald-Anderson dan Jarak Minimum D2-Mahalanobis pada Setiap

Dua Kelompok Domba Jantan ……….. 43

16. Jarak Minimum D2-Mahalanobis pada Domba Garut Betina, Domba Ekor Gemuk Betina dan Domba Ekor Tipis Betina

(Telah Diakarkan) ……… 46

17. Rekapitulasi Variabel Pembeda, Faktor Koreksi Wald Anderson dan Jarak Minimum D2-Mahalanobis pada Setiap

(13)

xiii DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Domba Garut Jantan ……….. 4

2. Domba Garut Betina ……….. 4

3. Domba Ekor Gemuk Jantan ………... 6

4. Domba Ekor Gemuk Betina ………... 6

5. Domba Ekor Tipis Jantan ……….. 7

6. Domba Ekor Tipis Betina ……….. 7

7. Bagan Anatomi Kerangka Tubuh Ternak Domba Dewasa …... 12

8. Domba Garut pada Penelitian ……….... 16

9. Domba Ekor Gemuk pada Penelitian ………... 16

10. Domba Ekor Tipis pada Penelitian ……….... 16

11. Peralatan Pengukuran Variabel-Variabel Tubuh Domba (a = Tongkat Ukur; b= Kaliper; c = Pita Ukur) …………... 17

12. Pengukuran Bagian-bagian Tubuh Domba ……….... 18

13. Peta Lokasi CV. MT Farm (Ciampea) ……… 23

14. Kandang Domba CV. MT Farm ………... 24

15. Peta Lokasi Tawakkal Farm (Cimande Hilir) ………... 25

16. Kandang Domba Tawakkal Farm ………. 26

17. Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu Kelompok Domba Garut Jantan vs Domba Ekor Gemuk Jantan ……… 33

18. Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu Kelompok Domba Garut Jantan vs Domba Ekor Tipis Jantan … 35 19. Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu Kelompok Domba Garut Betina vs Domba Ekor Gemuk Betina ……… 39

(14)

xiv DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Cara Perhitungan Manual Uji Statistik T2-Hotelling Berbagai Ukuran Tubuh Kelompok Domba Garut Betina vs Domba

Ekor Gemuk Betina ……….. 57

2. Cara Perhitungan Fungsi Diskriminan Fisher pada Berbagai Ukuran Tubuh Kelompok Domba Garut Betina vs Domba

Ekor Gemuk Betina ……….. 60

3. Penggolongan Individu Kelompok Domba Garut Betina vs

Domba Ekor Gemuk Betina Berdasarkan Skor Diskriminan … 73 4. Penggolongan Individu Kelompok Domba Garut Betina vs

Domba Ekor Gemuk Betina Berdasarkan Kriteria

Wald-Anderson ……….. 75

5. Cara Perhitungan Jarak Minimum D2-Mahalanobis Kelompok

Domba Garut Betina dan Domba Ekor Gemuk Betina ……… 77

6. Cara Pengukuran Bagian-Bagian Tubuh Domba ……….. 78

(15)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, maka kebutuhan protein hewani masyarakat juga semakin meningkat. Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah ketersediaan ternak domba sebagai sumber daging. Domba merupakan ternak yang populer dan banyak dipelihara masyarakat Indonesia, terutama di pulau Jawa. Menurut Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (2009) populasi ternak domba di Jawa Barat adalah 5.311.836 ekor. Data Badan Pusat Statistik (2009) menyatakan bahwa populasi domba di Indonesia pada tahun 2008 sebanyak 10.392.000 ekor.

Ternak domba memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan karena memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap berbagai keadaan lingkungan, sifat toleransi yang tinggi terhadap berbagai pakan ternak dan dapat berkembang biak sepanjang tahun. Jenis domba yang secara umum terdapat di Indonesia adalah domba Garut, domba Ekor Gemuk dan domba Ekor Tipis. Jenis domba di Indonesia ini menunjukkan kemampuan produksi yang baik dalam iklim tropis lembab dan kondisi pemeliharaan yang sederhana. Domba Garut banyak ditemukan di Jawa Barat dan dikenal dua jenis domba Garut yaitu tipe tangkas dan pedaging. Domba Ekor Gemuk banyak ditemukan di Jawa Timur dan dikenal karena deposisi lemak pada ekor sehingga bentuk ekor nampak gemuk. Jenis domba ini tidak bertanduk dan benjolan tanduk ditemukan pada beberapa jantan. Domba Ekor Tipis banyak ditemukan di Jawa Barat dan Jawa Tengah dan digolongkan sebagai domba berukuran kecil.

Dalam upaya pemenuhan kebutuhan protein hewani, potensi ternak di Indonesia diperkirakan belum sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (2008), populasi ternak di Indonesia diprediksi akan terus berkembang, namun akan stagnan atau turun bila ketersediaan bibit dan pertumbuhan populasi ternak tidak terpenuhi. Hal tersebut akan berakibat pada penurunan populasi ternak secara terus menerus karena kebutuhan yang terus meningkat dan tidak bisa diabaikan, oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan produktivitas ternak. Produktivitas ternak pada dasarnya dipengaruhi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik berhubungan dengan potensi yang dimiliki setiap bangsa ternak, sedangkan faktor lingkungan banyak berhubungan dengan

(16)

2 ketersediaan pakan, kondisi iklim dan penyakit terutama parasit. Perbaikan faktor genetik ternak dapat dilakukan melalui seleksi dan persilangan. Kekerabatan yang dekat antara dua jenis kelompok ternak yang diamati memberikan petunjuk agar upaya seleksi pada setiap jenis kelompok ternak dilakukan. Kekerabatan yang jauh antara dua jenis kelompok ternak yang diamati memberikan petunjuk agar upaya persilangan antara kedua jenis kelompok ternak tersebut dilakukan. Kedua upaya tersebut ditujukan untuk meningkatkan mutu genetik. Program pemuliaan memerlukan informasi karakteristik morfometrik yang merupakan ciri khas dari setiap bangsa ternak yang digunakan. Perbedaan ukuran-ukuran linear tubuh diantara dua jenis ternak yang diamati merupakan bukti bahwa kedua jenis kelompok ternak tersebut secara genetis berbeda. Perbedaan tersebut dapat ditemukan hanya pada variabel-variabel tertentu sehingga variabel tersebut menjadi pembeda yang memberikan ciri khas pada setiap jenis domba yang diamati.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menggolongkan domba Garut, domba Ekor Gemuk dan domba Ekor Tipis yang diamati pada populasi ternak berdasarkan analisis diskriminan Fisher, Wald-Anderson dan jarak minimum D2-Mahalanobis. Perhitungan analisis diskriminan Fisher dilakukan untuk mendapatkan variabel pembeda diantara setiap dua kelompok domba berdasarkan pengukuran variabel-variabel linear tubuh yang meliputi tinggi pundak, tinggi pinggul, panjang badan, dalam dada, lebar dada, lebar pinggul, lebar kelangkang, panjang kelangkang, lingkar dada dan lingkar kanon. Perhitungan statistik Wald-Anderson dan jarak minimum D2-Mahalanobis dilakukan berdasarkan variabel pembeda yang ditemukan melalui analisis diskriminan Fisher. Berdasarkan penggolongan Wald-Anderson akan ditemukan individu-individu domba yang berada pada kelompok yang tidak semestinya sehingga individu-individu domba tersebut tidak harus dikawinkan dalam kelompoknya karena akan membawa sifat morfometrik yang bukan merupakan karakteristik jenis kelompoknya. Pendekatan statistik jarak minimum D2 -Mahalanobis pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jarak ketidakserupaan morfometrik diantara dua jenis kelompok domba yang mencerminkan jarak kekerabatan diantara kedua kelompok domba tersebut.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA Domba

Domba merupakan ternak yang sudah sejak lama dibudidayakan. Semua jenis domba memiliki beberapa karakteristik yang sama dan diklasifikasikan ke dalam kerajaan (kingdom) hewan, filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas

Mamalia (hewan yang menyusui), ordo Artiodactyla (hewan berteracak atau berkuku

genap), sub ordo Ruminate (Ruminansia), famili Bovidae (hewan memamah biak), genus Ovis dan spesies Ovis Aries (Damron, 2006). Domestikasi domba dimulai di daerah Aralo Caspian dan menyebar ke Iran, lalu ke arah timur yaitu ke anak benua India dan Asia Tenggara, Asia Barat dan bahkan sampai Eropa dan Afrika. Pada saat yang bersamaan, terjadi penyebaran domba ke Amerika, Australia dan beberapa pulau kecil di daerah Oseania (Williamson dan Payne, 1993). Food and Agriculture

Organization atau FAO (2004) menyatakan bahwa ditemukan tiga jenis domba yang

berkembang di Indonesia yaitu domba Garut, domba Ekor Tipis dan domba Ekor Gemuk. Menurut Bradford dan Inounu (1996), secara umum ditemukan dua jenis domba di Indonesia yaitu domba Ekor Gemuk dan domba Ekor Tipis dengan beberapa variasi di tiap daerah terutama untuk domba Ekor Tipis. Domba-domba tersebut dapat beradaptasi terhadap iklim tropis.

Domba Garut

Domba Garut atau domba Priangan merupakan domba Indonesia yang memiliki produktivitas lebih baik dibandingkan dengan domba lokal lain, terutama di daerah Jawa Barat (Riwantoro, 2005). Menurut FAO (2004), domba Garut atau domba Priangan berasal dari persilangan domba Merino dari Australia, domba Kaapstad dari Afrika Selatan yang disilangkan dengan domba Ekor Tipis atau domba Lokal. Mulliadi (1996) menyatakan bahwa performa domba Garut dipengaruhi tiga bangsa domba yaitu domba Kaapstad yang mempengaruhi tinggi dan pemunculan warna putih; domba Merino yang mempengaruhi sifat tanduk dan pemunculan warna putih; sedangkan domba Lokal yang mempengaruhi sifat tangkas dan pemunculan warna hitam dan coklat. Mulliadi (1996) lebih lanjut menyatakan bahwa domba Garut yang terbentuk saat ini merupakan hasil seleksi selama bertahun-tahun serta seleksi alam sehingga menimbulkan kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap

(18)

4 lingkungan setempat. Margawati et al. (2007) menyatakan bahwa domba Garut memiliki potensi sebagai sumber daging asal ternak berdasarkan analisis kuantitatif dan genetis. Gambar 1 dan 2 menyajikan domba Garut jantan dan betina.

Gambar 1. Domba Garut Jantan

Gambar 2. Domba Garut Betina

Menurut Mansjoer et al. (2007), domba Garut banyak dipelihara sebagai domba aduan (tipe tangkas) dan sebagai sumber pedaging (tipe pedaging). Gunawan dan Noor (2006) menyatakan bahwa program pemuliaan domba Garut diarahkan untuk dikembangkan sebagai tipe pedaging dan sebagai tipe tangkas. FAO (2004)

(19)

5 menyatakan bahwa domba Garut banyak digunakan untuk memperbaiki mutu genetik domba Lokal dari daerah lain, dengan cara menyilangkan betina-betina lokal dengan pejantan domba Garut. Domba Garut memiliki bobot hidup 60-80 kg pada jantan dan betina 30-40 kg; daun telinga relatif kecil dan kokoh; betina tidak bertanduk, sedangkan jantan bertanduk besar, kokoh, kuat dan melingkar; profil muka yang cembung; ekor berbentuk segitiga terbalik dan pada bagian bawah pangkal ekor terdapat lemak. Riwantoro (2005) menyatakan bahwa warna dasar yang dimiliki domba Garut adalah hitam, putih dan cokelat.

Domba Ekor Gemuk

Domba Ekor Gemuk banyak ditemukan di Madura, Jawa Timur dan Indonesia Timur. Jenis domba ini dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi iklim kering (FAO, 2004). Domba Ekor Gemuk memiliki bentuk ekor yang panjang, lebar, tebal, besar dan semakin mengecil ke arah ujung. Ekor digunakan sebagai tempat menimbun lemak (cadangan energi), sehingga membesar pada saat ketersediaan pakan banyak. Domba Ekor Gemuk jantan dan betina tidak memiliki tanduk. Sebagian besar domba Ekor Gemuk berwarna putih, tetapi ditemukan beberapa berwarna hitam atau kecoklatan. Domba Ekor Gemuk jantan mampu mencapai berat sekitar 45-50 kg, sedangkan betina 30 kg (FAO, 2004).

FAO (2004) menyatakan bahwa domba Ekor Gemuk diduga merupakan keturunan domba Kirmani dari Persia yang dibawa pedagang Arab ketika berdagang ke Indonesia. Herman (2005) menyatakan bahwa komposisi karkas domba Ekor Gemuk memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi daripada domba Garut. Bradford dan Inounu (1996) menyatakan bahwa tanda-tanda yang merupakan karakteristik khas domba Ekor Gemuk adalah ekor yang besar, lebar dan panjang. Dijelaskan lebih lanjut bahwa diantara populasi domba Ekor Gemuk, domba yang ditemukan di Pulau Madura mempunyai ukuran ekor yang ekstrim dengan bagian pangkal ekor dan bagian ujung ekor kecil. Wijonarko (2007) menyatakan bahwa domba Ekor Gemuk banyak dipelihara di Indonesia bagian timur dan dikategorikan sebagai domba tipe pedaging, jenis domba ini sebagian besar dipelihara masyarakat sebagai penghasil daging (domba potong) dan hanya sebagian kecil dimanfaatkan sebagai penghasil susu. Gambar 3 dan 4 menyajikan domba Ekor Gemuk jantan dan betina.

(20)

6 Sumber: Info Ternak (2009a)

Gambar 3. Domba Ekor Gemuk Jantan

Sumber: Info Ternak (2009b)

Gambar 4. Domba Ekor Gemuk Betina Domba Ekor Tipis

Domba Ekor Tipis merupakan domba asli Indonesia. Populasi domba Ekor Tipis paling banyak ditemukan di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Domba ini mampu hidup di daerah gersang. Domba Ekor Tipis memiliki tubuh kecil sehingga disebut domba Kacang, domba Kampung atau domba Jawa (Mulliadi, 1996). Domba Ekor Tipis memiliki ukuran ekor yang relatif kecil dan tipis; bulu pada umumnya berwarna putih, hanya kadang-kadang ditemukan warna lain, misal belang-belang hitam di sekitar mata, hidung atau bagian tubuh lain; betina domba Ekor Tipis tidak

(21)

7 bertanduk, sedangkan jantan bertanduk kecil dan melingkar; bobot dewasa jantan berkisar 30-40 kg dan betina sekitar 15-20 kg (FAO, 2004). Domba ini merupakan jenis domba ukuran kecil dengan bobot potong 19 kg dan tinggi pundak 57 cm (FAO, 2004). Menurut Bradford dan Inounu (1996), domba Ekor Tipis memiliki bobot badan berkisar antara 20-30 kg pada sistem manajemen pemeliharaan secara tradisional. Tiesnamurti dan Inounu (1988) melaporkan bahwa frekuensi kejadian kelahiran anak kembar domba Ekor Tipis lebih banyak ditemukan di stasiun percobaan Cicadas. Gambar 5 dan 6 menyajikan domba Ekor Tipis jantan dan betina.

Sumber: Info Ternak (2009c)

Gambar 5. Domba Ekor Tipis Jantan

(22)

8 Subandriyo et al. (1981) menyatakan bahwa domba Ekor Tipis yang berasal dari daerah Garut memiliki fertilitas tinggi. Jarak beranak domba Ekor Tipis antara 7,5-12,5 bulan. Rata-rata litter size domba Ekor Tipis adalah 1,97 dengan rata-rata jumlah anak yang lepas sapih 1,32. Bobot lahir dan bobot badan umur 30, 60 serta 90 hari, lebih besar ditemukan pada anak domba kelahiran tunggal daripada kelahiran kembar. Sutama (1988) menyatakan bahwa domba Ekor Tipis memiliki performa reproduksi yang relatif tinggi pada tingkat pakan berkualitas rendah, namun peningkatan beberapa aspek reproduksi masih dapat dilakukan dengan perbaikan pakan.

Pertumbuhan dan Ukuran-Ukuran Tubuh Domba

Bentuk dan ukuran tubuh domba dapat dideskripsikan dengan menggunakan ukuran dan penilaian visual. Ukuran sering digunakan untuk mengevaluasi pertumbuhan. Ukuran merupakan indikator penting pertumbuhan, tetapi tidak dapat digunakan untuk mengindikasikan komposisi tubuh ternak (Fourie et al., 2002). Pertumbuhan merupakan perubahan berat hidup, bentuk, dimensi linear dan komposisi tubuh, termasuk perubahan komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ serta komponen-komponen kimia. Perubahan organ-organ dan jaringan berlangsung secara gradual hingga tercapai ukuran dan bentuk karakteristik masing-masing organ dan jaringan tersebut (Soeparno, 1998). Herren (2000) menyatakan bahwa secara umum pertumbuhan didefinisikan sebagai peningkatan ukuran dan jumlah sel tubuh. Pertumbuhan terdiri atas dua fase utama yaitu prenatal (sebelum ternak lahir) dan postnatal (setelah ternak lahir). Semua organ dari tubuh ternak akan dibentuk pada pertumbuhan prenatal, sedangkan peningkatan dari ukuran dan sistem dewasa tubuh dan perkembangannya terjadi pada pertumbuhan postnatal. Selama periode prenatal dan postnatal, dihasilkan peningkatan sel-sel dalam ukuran (hypertrophy) ataupun jumlah (hyperplasia). Herren (2000) lebih lanjut menyatakan bahwa ternak mengalami pertumbuhan secara cepat dari waktu ternak tersebut dilahirkan sampai dengan mencapai dewasa kelamin. Setelah mencapai dewasa kelamin pertumbuhan akan tetap berlanjut, meskipun kecepatan pertumbuhan lebih lambat sampai dengan pertumbuhan dari otot dan tulang berhenti. Soeparno (1998) menyatakan bahwa pertumbuhan ternak diatur hormon. Testosteron sebagai steroid dari androgen mengakibatkan pertumbuhan

(23)

9 ternak jantan lebih cepat. Steroid kelamin terlibat dalam pengaturan pertumbuhan dan terutama berpengaruh terhadap komposisi tubuh antara jenis kelamin jantan dan betina. Soeparno (1998) lebih lanjut menyatakan bahwa genotip ternak juga dapat mempengaruhi laju pertumbuhan. Bangsa ternak yang besar akan lahir lebih berat, tumbuh lebih cepat dan lebih berat pada saat mencapai kedewasaan daripada bangsa ternak yang kecil.

Menurut Salamena et al. (2007) keragaman genetik dapat diteliti melalui pengamatan keragaman fenotipik sifat-sifat kuantitatif melalui analisis morfometrik. Pengelompokan ternak berdasarkan sifat kuantitatif sangat membantu untuk memberikan deskripsi ternak, khususnya untuk mengevaluasi bangsa-bangsa ternak. Pendekatan morfometrik digunakan untuk mempelajari hubungan genetik, sehingga pengukuran dilakukan terhadap bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh. Warwick et

al. (1995) menyatakan bahwa sifat kuantitatif berperan penting dalam bidang

peternakan terutama yang menyangkut sifat produksi. Melalui ukuran-ukuran tubuh dapat diketahui asal-usul dan hubungan filogenetik suatu jenis ternak (Warwick et

al., 1995). Perbedaan yang ditemukan diantara kedua jenis domba mengindikasikan

suatu perbedaan pada struktur dan variasi fenotipik morfologi tubuh sebagai respon asal usul, proses domestikasi, seleksi maupun persilangan dari pengaruh utama faktor genetik (keturunan), lingkungan dan interaksi keduanya (Campbell dan Lasley, 1985). Noor (2008) menyatakan bahwa perbedaan yang ditemukan pada ternak untuk berbagai sifat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Kedua faktor ini berperan sangat penting dalam menentukan keunggulan suatu ternak. Bagian tubuh domba yang lain seperti ukuran ekor dan tanduk juga dapat digunakan sebagai variabel pembeda diantara jenis domba. Handiwirawan et al. (2011) melaporkan bahwa lebar ekor, lingkar dasar tanduk dan panjang tanduk merupakan variabel pembeda yang ditemukan antara domba Barbados Blak Belly Cross, Garut Lokal, Garut Komposit, Sumatra Komposit dan St. Croix Cross.

Menurut Mulliadi (1996) penampilan rata-rata ukuran tubuh domba umur 1-3 tahun pada domba Garut Tangkas (GT) lebih besar dari domba Garut Daging (GD), silangan Garut Lokal (GL), silangan Lokal Ekor Gemuk (LE) dan silangan Lokal Garut (LG). Tinggi pundak, tinggi pinggul, panjang badan dan lingkar dada merupakan ukuran utama yang dapat dijadikan patokan terhadap pendugaan bobot

(24)

10 badan pada saat seleksi. Ukuran-ukuran tersebut memiliki korelasi yang sangat erat dengan bobot badan domba. Riwantoro (2005) melaporkan bahwa tinggi pundak, lebar dada, dalam dada dan lingkar dada merupakan variabel ukuran tubuh yang digunakan untuk seleksi domba Garut tangkas. Riwantoro (2005) menyatakan bahwa seleksi terhadap ukuran tubuh sangat penting bagi peternak karena dapat menentukan produktivitas dan performa ternak untuk menduga bobot badan. Seleksi terhadap ukuran tubuh merupakan seleksi tidak langsung terhadap sifat bobot badan. Martojo (1990) menyatakan bahwa seleksi yang ditujukan untuk meningkatkan suatu sifat dapat dilakukan dengan seleksi terhadap sifat lainnya atau disebut dengan seleksi tidak langsung (indirect selection). Domba Garut tangkas membentuk kelompok tersendiri terhadap domba Ekor Gemuk, sedangkan domba Garut pedaging ditemukan satu kesatuan dengan domba Ekor Gemuk dengan pengelompokan yang berbeda (Riwantoro, 2005).

Suryana (2008) melaporkan bahwa lingkar dada dan panjang badan dijadikan sebagai faktor penentu produktivitas domba persilangan Ekor Tipis dan Garut pada kelompok ternak Mandala, Maju, Cikadu dan Sukaresik. Hasil penelitian Diwyanto

et al. (1984) menunjukkan bahwa secara umum domba Garut jantan lebih besar

dibandingkan dengan betina. Domba Garut Tangkas (Priangan) memiliki bentuk morfologis tubuh yang berbeda dengan jenis domba lokal lain, bergaris muka cembung dan telinga rumpung (kecil). Jantan bertanduk kokoh dan kuat yang diperlihatkan dengan guratan transversal tanduk yang rapat, betina memiliki tanduk kecil atau hanya berupa benjolan. Jantan bergaris punggung cekung, pundak lebih tinggi dari kelangkang dengan bagian dada relatif lebih besar, yang pada domba Ekor Tipis bergaris punggung lurus, tinggi pundak relatif lebih rendah dari tinggi kelangkang (Mulliadi, 1996). Dijelaskan lebih lanjut bahwa betina Garut memiliki garis punggung lurus dan bagian dada lebih kecil. Bentuk pangkal ekor pada jantan diklasifikasikan sebagai domba tipe ekor sedang sampai gemuk, sedangkan pada betina tipe sedang (Mulliadi, 1996). Mulliadi (1996) menyatakan bahwa domba Garut tipe tangkas memiliki ukuran pundak yang lebih tinggi jika dibandingkan bagian tengah tubuh atau perut dan bagian pinggul. Lingkar perut yang dimiliki tidak terlalu besar serta panjang tubuh yang serasi dan tinggi. Hal ini karena pada saat beradu, kepala harus tepat beradu dengan kepala lawan, oleh karena itu perlu

(25)

11 ditunjang tinggi pundak dan kaki yang besar dan kuat, serta kelincahan dan keserasian tubuh. Pada domba Garut tipe tangkas ditemukan ukuran lingkar kanon dan bagian tubuh depan yang besar. Mulliadi (1996) melaporkan bahwa pada domba Garut tipe pedaging bagian belakang tubuh (paha) yang tampak lebih besar. Dengan demikian dua perbedaan tersebut yang membedakan domba Garut ke arah tangkas dan daging. Domba tipe tangkas memiliki bagian dada yang lebih besar, sedangkan tipe daging memiliki ukuran bagian belakang tubuh (paha dan kelangkang) yang lebih besar. Janssens dan Vandepitte (2003) melaporkan bahwa nilai heritabilitas lingkar kanon cukup tinggi, yaitu pada domba Bleu du Maine, Suffolk dan Texel berturut-turut ditemukan sebesar 0,39; 0,53; 0,37. Menurut Riwantoro (2005), seleksi terhadap ukuran tubuh pada domba Garut seperti dalam dada, lebar dada, lingkar dada dan tinggi pundak telah dilakukan oleh peternak terutama dalam proses seleksi domba Garut tangkas. Seleksi pada ukuran-ukuran tersebut dilakukan karena memiliki hubungan dengan pernafasan. Ukuran dada yang besar memungkinkan paru-paru lebih berkembang sehingga pernafasan menjadi lebih kuat dan panjang sehingga dapat meningkatkan produktivitas ternak. Seleksi tersebut memberikan dampak yang positif terhadap ukuran-ukuran kuantitatif tubuh.

Djajanegara et al. (1992) melaporkan bahwa ditemukan keragaman pada semua ukuran tubuh domba Ekor Gemuk terutama pada sifat bobot badan. Rataan bobot badan domba Ekor Gemuk dilaporkan sebesar 27 kg dengan sebaran antara 15-78 kg pada umur yang sama di enam kabupaten di Jawa Timur. Hal tersebut sebagai akibat dari perbedaan kondisi pemeliharaan, keragaman genetik dan kondisi alat pencernaan, waktu penimbangan, waktu makan maupun ketelitian dalam penimbangan. Gatenby (1991) menyatakan bahwa domba Ekor Tipis betina memiliki tinggi pundak rata-rata 55 cm dengan berat badan 20 kg. Mulliadi (1996) menyatakan bahwa domba Ekor Tipis memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil daripada domba Garut. Fourie et al. (2002) melaporkan bahwa tinggi pundak dianggap sebagai indikator yang baik untuk kerangka, disamping bobot dan panjang badan. Dalam dada, tinggi pundak, lebar pundak dan umur mempunyai pengaruh pada bobot badan. Bobot badan, dalam dada dan lebar pundak memberikan kontribusi yang tinggi terhadap performa ternak. Fourie et al. (2002) melaporkan bahwa secara umum lingkar dada, panjang badan, lebar dada dan lingkar tulang

(26)

12 kanon berkorelasi positif dengan pertumbuhan domba pada kondisi ekstensif. Ukuran tubuh dan penilaian visual selalu digabungkan dengan hasil uji performa dan nilai pemuliaan. Gambar 7 menyajikan bagan anatomi kerangka tubuh ternak domba dewasa.

Sumber: North Carolina A & T State University (2011)

Gambar 7. Bagan Anatomi Kerangka Tubuh Ternak Domba Dewasa

Menurut Sisson dan Grossman (1975), tulang belakang tubuh ternak domba terdiri atas lima bagian yaitu cercival vertebrae, thoracic vertebrae, lumbar

vertebrae, sacrum dan caudal vertebrae yang berperan penting dalam membentuk

rangka domba. Menurut Herrera et al. (1996) yang melakukan penelitian morfometrik pada kambing, panjang panggul dan lingkar kanon merupakan variabel penciri atau pembeda pada pengamatan variabel linear tubuh pada kambing yang diturunkan melalui analisis diskriminan pada bangsa kambing Andalusian White (Blanca Serrena), Andalusian Black (Negra Serrana), Florida (Florida), Malaga (Malaguena) dan Granada (Garanadina). Lawrance dan Fowler (1997) menyatakan bahwa penelitian terhadap ukuran linear tubuh ternak selain dapat digunakan untuk mengetahui bentuk dan ukuran tulang dan tubuh sebagai karakteristik suatu jenis ternak, juga dapat digunakan untuk menduga bobot hidup.

(27)

13 Analisis Diskriminan

Analisis diskriminan (discriminant analysis) merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui variabel-variabel penciri yang membedakan kelompok populasi yang diamati, disamping juga digunakan sebagai kriteria pengelompokan. Analisis diskriminan dilakukan berdasarkan perhitungan statistik terhadap kelompok yang terlebih dahulu diketahui secara jelas dan mantap pengelompokannya. Sebelum dilakukan analisis diskriminan terlebih dahulu dilakukan uji perbedaan vektor nilai rata-rata diantara dua populasi melalui statistik T2-Hotelling. Apabila pengujian statistik T2-Hotelling menunjukkan hasil yang nyata maka pengolahan dilanjutkan dengan fungsi diskriminan linear Fisher. Fungsi diskriminan digunakan untuk menerangkan perbedaan diantara populasi. Dalam bidang genetika populasi, fungsi diskriminan dipergunakan sebagai salah satu alat untuk seleksi (Gaspersz, 1992).

Nisa (2008) menjelaskan bahwa analisis diskriminan merupakan suatu teknik analisis data multivariat yang digunakan untuk mengklasifikasikan objek ke dalam populasi-populasi yang berbeda berdasarkan sampel latihan (training sample) yang asal-usul populasi telah diketahui. Berdasarkan sampel tersebut, sebuah aturan pengklasifikasian ditentukan dan kemudian digunakan untuk mengklasifikasikan objek baru ke dalam salah satu populasi. Afifi dan Clark (1996) menyatakan bahwa teknik analisis diskriminan digunakan untuk menggolongkan individu-individu ke dalam satu dari dua atau lebih alternatif kelompok (atau populasi) berdasarkan pengukuran-pengukuran yang telah ditetapkan. Kelompok-kelompok telah diketahui secara jelas dan berbeda nyata dan tiap-tiap individu termasuk pada salah satunya. Teknik ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi variabel yang berkontribusi untuk membuat suatu penggolongan. Everitt dan Dunn (1998) menyatakan bahwa metode analisis diskriminan yang umum digunakan adalah diskriminan linear Fisher. Mangku (1993) menyatakan bahwa analisis diskriminan merupakan salah satu teknik yang penting dalam analisis banyak variabel (multivariate analysis). Analisis diskriminan dapat memberikan suatu eksistensi berbagai kelompok dari individu-individu sehingga dapat diketahui cara terbaik untuk memaparkan perbedaan antara kelompok (discriminant problems) dan suatu cara untuk menentukan individu-individu baru kedalam satu kelompok (classification problem).

(28)

14 Kriteria Penggolongan Wald-Anderson

Gaspersz (1992) menyatakan bahwa analisis Wald-Anderson digunakan untuk keperluan penggolongan dan merupakan alternatif dari konsep analisis diskriminan Fisher. Anderson (1984) menyatakan bahwa pengelompokan perlu dibentuk untuk menggolongkan individu dalam satu kelompok dari beberapa kategori pengukuran. Prosedur dibentuk untuk meminimalkan kemungkinan kesalahan pengelompokan dan efek kurang baik. Ketika suatu populasi telah diidentifikasi, dapat diusulkan beberapa kriteria pengelompokan. Analisis Wald-Anderson memberikan hasil penggolongan yang baik.

Analisis Jarak Minimum D2- Mahalanobis

Statistik D2-Mahalanobis merupakan pengukuran jarak untuk karakter kuantitatif yang paling sering digunakan (Nei, 1987). Nilai rataan suatu variabel diantara kelompok berbeda apabila selang kepercayaan serempak 95% untuk suatu variabel tidak mengandung nilai nol. Dengan demikian, variabel yang membentuk suatu model menjelaskan perbedaan sifat diantara kedua kelompok yang dipelajari. Penentuan korelasi antara masing-masing variabel dan fungsi diskriminan dilakukan setelah menentukan jarak Mahalanobis. Unsur dari perhitungan analisis tersebut adalah vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok pertama, vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok kedua dan invers matriks gabungan (Gaspersz, 1992).

(29)

15 MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Pebruari 2011. Penelitian dilakukan di dua peternakan domba yaitu CV. Mitra Tani Farm yang berlokasi di Jalan Baru No. 39 RT 4 RW 5 Tegal Waru Ciampea Bogor dan Tawakkal Farm yang berlokasi di Jalan Raya Sukabumi No 32. Desa Cimande Hilir Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor.

Materi

Ternak domba yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas domba Garut, domba Ekor Gemuk dan domba Ekor Tipis. Domba yang digunakan adalah domba yang telah dewasa tubuh (berumur 1-2 tahun) atau minimal sepasang gigi seri telah berganti dengan gigi seri tetap (I0 telah berganti dengan I1). Adapun rincian jumlah

ternak yang digunakan dapat dilihat selengkapnya pada tabel 1. Tabel 1. Jumlah Ternak Domba yang Digunakan pada Penelitian

Jenis Domba Jantan (♂) Betina (♀)

Garut 32 ekor 33 ekor

Ekor Gemuk 10 ekor 22 ekor

Ekor Tipis 33 ekor 33 ekor

Total 75 ekor 88 ekor

Domba Garut jantan dan betina, domba Ekor Gemuk jantan dan betina serta domba Ekor Tipis betina yang diukur berasal dari CV. Mitra Tani Farm sedangkan domba Ekor Tipis jantan yang diukur berasal dari Tawakkal Farm. Gambar 8, 9 dan 10 menyajikan jantan dan betina domba Garut, domba Ekor Gemuk dan domba Ekor Tipis yang digunakan dalam penelitian. Peralatan yang digunakan adalah sepatu boot, warepack, alat tulis, kamera digital, lembar data, kalkulator dan komputer. Peralatan pengukuran terdiri atas tongkat ukur, kaliper dan pita ukur. Pewarna (cat) digunakan untuk memberi tanda pada domba yang telah diukur. Gambar 11 menyajikan peralatan pengukuran yang digunakan dalam penelitian.

(30)

16

( ♂ ) ( ♀ )

Gambar 8 . Domba Garut pada Penelitian ( ♂ = Jantan; ♀ = Betina )

( ♂ ) ( ♀ )

Gambar 9. Domba Ekor Gemuk pada Penelitian ( ♂ = Jantan; ♀ = Betina )

( ♂ ) ( ♀ )

(31)

17

a b c Gambar 11 . Peralatan Pengukuran Variabel-Variabel Tubuh Domba

(a = Tongkat Ukur; b= Kaliper; c = Pita Ukur) Prosedur

Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer yang diperoleh dengan cara melakukan pengukuran langsung terhadap variabel-variabel ukuran tubuh domba yang diamati. Seluruh data yang diperoleh diklasifikasikan berdasarkan jenis ternak (kelompok) dan jenis kelamin. Pemasokan data ke dalam

software statistik komputer dilakukan berdasarkan klasifikasi tersebut. Pengolahan

data dilakukan kemudian. Pengolahan data dibantu dengan perangkat lunak statistik Minitab 15.1.20.0. Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk tabel dan gambar; yang kemudian disajikan dalam bentuk tulisan hasil dan pembahasan.

Pengukuran

Data yang dikumpulkan, diperoleh dengan cara mengukur domba pada bagian-bagian linear tubuh menurut metode yang dibakukan pada ternak sapi yaitu

Wagyu Cattle Registry Association, Jepang pada tahun 1979; seperti yang disarankan

Amano et al. (1981). Variabel yang diamati sebanyak sepuluh variabel yang terdiri atas tinggi pundak (X1), tinggi pinggul (X2), panjang badan (X3), lebar dada (X4),

dalam dada (X5), lebar pinggul (X6), lebar kelangkang (X7), panjang kelangkang

(X8), lingkar dada (X9) dan lingkar kanon (X10). Gambar 12 menyajikan

bagian-bagian tubuh domba yang diukur pada penelitian. Metode pengukuran dari masing-masing variabel tersebut disajikan berikut ini.

1. Tinggi pundak (X1) adalah jarak tertinggi pundak sampai permukaan tanah;

pengukuran menggunakan tongkat ukur (cm).

2. Tinggi pinggul (X2) adalah jarak tertinggi pinggul sampai permukaan tanah;

(32)

18 3. Panjang badan (X3) adalah jarak garis lurus dari tepi tulang processus spinosus

sampai os ischium; pengukuran menggunakan tongkat ukur (cm).

4. Lebar dada (X4) adalah jarak antara penonjolan sendi bahu (os scapula) kanan dan

kiri; pengukuran menggunakan kaliper (cm).

5. Dalam dada (X5) adalah jarak antara titik tertinggi pundak dan tulang dada;

pengukuran menggunakan tongkat ukur (cm).

6. Lebar pinggul (X6) adalah jarak antara sendi pinggul kanan dan kiri; pengukuran

menggunakan kaliper (cm).

7. Lebar kelangkang (X7) adalah jarak antara sisi luar sudut pangkal paha kanan dan

kiri; pengukuran menggunakan kaliper (cm).

8. Panjang kelangkang (X8) adalah jarak antara muka pangkal paha sampai ke

benjolan tulang tapis; pengukuran menggunakan pita ukur (cm).

9. Lingkar dada (X9) diukur melingkar rongga dada di belakang sendi bahu;

pengukuran menggunakan pita ukur (cm).

10. Lingkar kanon (X10) diukur melingkar di tengah-tengah tulang pipa kaki depan

sebelah kiri; pengukuran menggunakan pita ukur (cm).

(33)

19 Analisis Data

Statistik Deskriptif

Data yang diperoleh dianalisis deskriptif yang meliputi rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman. Rumus rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman menggunakan rumus yang disarankan Walpole (1993). Rumus rataan sebagai berikut: X =∑i=1N Xi N = X1 + X2 + X3+ ⋯ + X4 N Keterangan: X = rata-rata

Xi = ukuran ke-i dari peubah ke x

N = jumlah sampel yang diambil dari populasi domba

Rumus perhitungan simpangan baku sebagai berikut:

S = ∑i=1 n (X i−X )2 n − 1 Keterangan: s = simpangan baku X = rata-rata

Xi = ukuran ke-i dari peubah x

n = jumlah sampel yang diambil dari populasi domba Rumus perhitungan koefisien keragaman sebagai berikut:

KK = s X x 100 % Keterangan: KK = koefisien keragaman s = simpangan baku X = rata-rata Statistik T2-Hotelling

Data setelah dianalisis deskriptif, kemudian diolah dengan menggunakan statistik T2-Hotelling (Gaspersz, 1992) sebagai berikut:

T2 = n1 n2

n1+n2 X1− X2

(34)

20 selanjutnya besaran:

F = n1+n2− p − 1 n1+ n2− 2 p T

2

Akan berdistribusi dengan derajat bebas V1 = p V2 = n1 + n2 – p – 1

Keterangan:

T2 = hasil uji statistik T2-Hotelling F = nilai hitung untuk T2-Hotelling n1 = ukuran contoh dari kelompok 1

n2 = ukuran contoh dari kelompok 2

P = banyaknya peubah yang digunakan SG−1 = invers dari matriks kovarian (SG)

X1 = vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 1 X2 = vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 2 Hipotesis dalam pengujian tersebut adalah sebagai berikut:

H0 : U1 = U2: berarti bahwa vektor nilai rataan dari kelompok pertama

sama dengan kelompok kedua

H1 : U1 ≠ U2: berarti bahwa kedua vektor nilai rataan berbeda dari keseluruhan

kelompok domba

Uji diskriminan Fisher akan dilakukan setelah uji statistik T2-Hotelling. Uji tersebut dilakukan untuk memperoleh persamaan diskriminan Fisher yang mencakup variabel-variabel pembeda diantara dua kelompok jenis domba yang diamati. Analisis Fungsi Diskriminan Fisher

Gaspersz (1992) merumuskan fungsi diskriminan linier Fisher sebagai berikut: Y = a′ X = X1− X2 ′SG−1X = a

1x1+ a2x2+ a3x3+ … . + anxn Keterangan:

a = vektor koefisien pembobot fungsi diskriminan

X = vektor variabel acak yang diidentifikasi dalam model fungsi diskriminan X1 = vektor nilai rata-rata variabel acak dari kelompok pertama

(35)

21 SG−1

= invers dari matriks kovarian (SG)

an = vektor koefisien pembobot fungsi diskriminan ke-n

xn = vektor variabel acak yang diidentifikasi dalam model fungsi diskriminan ke-n

Pengujian selang kepercayaan serempak digunakan untuk menerangkan kontribusi variabel-variabel yang diukur sebagai variabel pembeda dalam fungsi diskriminan yang dibentuk. Bila selang kepercayaan yang mengandung nilai nol maka kedua rataan kelompok untuk variabel tersebut dianggap tidak berbeda pada taraf 95%, sehingga dapat dikeluarkan dari fungsi diskriminan.

Pengujian selang kepercayaan menurut Gaspersz (1992) adalah sebagai berikut: c' X1- X2 ± c' SG c n1+ n2 n1n2 T p,n1+n2-2 2 Keterangan:

c = vektor nilai yang mengikuti perbandingan variabel Xi

c′ = invers dari vektor nilai yang mengikuti perbandingan variabel Xi SG = matriks peragam gabungan

X1 = vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 1 X2 = vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 2

T2 = nilai T2-Hotteling dari tabel Hotteling dengan taraf nyata α

n1 = ukuran contoh pada kelompok 1 n2 = ukuran contoh pada kelompok 2

Keeratan hubungan antara variabel pembeda dan fungsi diskriminan yang dibentuk pada setiap dua kelompok domba yang diamati dilakukan berdasarkan analisis korelasi menurut Gaspersz (1992) sebagai berikut:

RY,Xi = di/ SiiD2 Keterangan:

R,Y,Xi = korelasi antara fungsi diskriminan dengan variabel Xi dalam model

di = selisih antara rataan variabel Xi diantara kedua kelompok domba Sii = ragam dari variabel Xi diperoleh dengan matriks SG

(36)

22 Hasil perhitungan korelasi yang paling lemah adalah hasil perhitungan yang mengandung nilai nol sehingga diputuskan variabel paling lemah dikeluarkan dari model fungsi diskriminan. Model fungsi diskriminan menjadi berubah karena ditemukan variabel yang hilang.

Analisis Wald-Anderson

Menurut Gaspersz (1992), penggolongan berdasarkan kriteria statistik Wald-Anderson sebagai berikut:

W = X′ SG−1 X1− X2 − 1/2 X1+ X2 ′ SG−1 X1− X2 Keterangan:

W = nilai uji statistik Wald-Anderson X′ = vektor variabel acak individu SG−1= invers matriks gabungan

X = vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 1 1 X = vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 2 2 Kriteria penggolongan berdasarkan statistik W adalah: 1. Pengalokasian 𝑥 ke dalam kelompok 1 jika W > 0 2. Pengalokasian 𝑥 ke dalam kelompok 2 jika W≤ 0

Apabila hasil perhitungan W>0 maka individu pertama dari kelompok satu yang memiliki karakteristik variabel yang menghasilkan W>0 digolongkan ke dalam kelompok satu. Penggolongan Wald-Anderson menyatakan penggolongan individu yang telah dikoreksi antara dua kelompok yang diamati.

Analisis Jarak Minimum D2-Mahalanobis

Jarak ketidakserupaan morfometrik antara dua kelompok jenis domba dihitung berdasarkan Gaspersz (1992), sebagai berikut:

D2 Mahalanobis = X1− X2 ,SG−1 X

1− X2 Keterangan :

X1

= vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 1 X2

= vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 2 SG-1 = invers matriks gabungan

(37)

23 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian CV. Mitra Tani Farm (MT Farm), Ciampea Bogor

CV. MT Farm merupakan usaha peternakan yang berlokasi di Jalan Baru No.39 RT 4 RW 5 Tegal Waru Ciampea Bogor. Usaha ini memiliki luas lahan kandang sekitar satu hektar. Secara geografis Desa Ciampea berbatasan dengan Desa Ranca Bungur di sebelah Utara, Desa Bojong Rangkas di sebelah Selatan, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Benteng serta di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ciaruten Ilir. Desa Ciampea berada pada ketinggian 219 m di atas permukaan laut dengan curah hujan 400-600 mm per tahun, temperatur udara berkisar 23-30 °C dan kelembaban 60%-90%. Ternak yang dibudidayakan terdiri atas domba, kambing dan sapi yang dipelihara secara intensif. Tenaga kerja pada peternakan direkrut dari warga di sekitar peternakan. Jenis domba yang dipelihara terdiri atas domba Ekor Tipis, domba Ekor Gemuk dan domba Garut. Domba-domba dipelihara untuk digemukkan dan dijadikan bibit. Domba Garut dan domba Ekor Tipis berasal dari beberapa tempat di daerah Bogor dan sekitarnya. Domba Ekor Gemuk didatangkan dari daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Gambar 13 menyajikan peta lokasi CV. MT Farm.

(38)

24 Sistem perkandangan yang digunakan di CV. MT Farm adalah sistem kandang koloni. Kandang berpanggung dengan alas kandang dari bahan bambu yang disusun bercelah dan tipe atap monitor. Satu ekor jantan ditempatkan bersama sembilan ekor betina dalam satu kandang koloni pada kandang pembibitan. Domba dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin dan umur pada kandang penggemukan. Total keseluruhan kapasitas tampung kandang adalah 900-1.000 ekor domba. Pakan diberikan sebanyak dua kali setiap hari pada pagi dan sore hari. Pakan yang diberikan meliputi pakan konsentrat dan rumput lapang. Kotoran dan limbah yang dihasilkan diolah menjadi pupuk. Gambar 14 menyajikan kandang domba MT Farm.

Gambar 14. Kandang Domba CV. MT Farm Tawakkal Farm, Cimande Hilir Bogor

Tawakkal Farm berlokasi di Jalan Raya Sukabumi No.32 Desa Cimande Hilir Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Usaha peternakan ini didirikan pada tahun 1993 dengan luas lahan sekitar dua hektar. Secara geografis peternakan ini berbatasan dengan Desa Lembah Duhur di sebelah Barat, Desa Ciderum di sebelah Timur serta Desa Caringin di sebelah Utara dan Selatan. Desa Cimande Hilir memiliki topografi wilayah yang cukup datar yaitu berada pada ketinggian 400-700 m di atas permukaan laut. Temperatur udara berkisar antara 17-30 °C dengan kelembaban udara 70%-80% dan curah hujan antara 3000-4000 mm per tahun.

(39)

25 Jumlah domba yang dipelihara berkisar 1.200 ekor dan ditempatkan pada empat unit bangunan kandang. Tiga unit bangunan kandang digunakan sebagai kandang penggemukan, sedangkan satu unit kandang digunakan sebagai kandang pembibitan. Setiap kandang memiliki satu orang pekerja yang bertanggung jawab dalam pemeliharaan domba. Kandang dibuat berpanggung dengan alas kandang berupa bambu yang disusun bercelah dan tipe atap monitor. Jenis domba yang dipelihara yaitu domba Garut dan domba Ekor Tipis. Domba yang dibudidayakan didatangkan dari luar daerah yaitu Ciamis, Cianjur, Garut, Sumedang dan Banten. Sistem pemeliharaan di peternakan ini adalah sistem intensif yaitu ternak dikandangkan terus-menerus. Domba dikandangkan secara individual pada kandang penggemukan, sedangkan pada kandang pembibitan domba dikandangkan secara koloni. Gambar 15 menyajikan peta lokasi Tawakkal Farm.

Gambar 15. Peta Lokasi Tawakkal Farm (Cimande Hilir)

Tempat pakan berada pada kedua sisi bangunan kandang. Pakan diberikan tiga kali sehari yaitu pada pagi, siang dan sore hari. Pakan yang diberikan meliputi ampas tahu, konsentrat dan rumput lapang. Ampas tahu diberikan sebagai pengganti air minum. Pengklasifikasian berdasarkan kondisi fisik dan bobot badan domba dilakukan pada kandang penggemukan. Gambar 16 menyajikan kandang domba Tawakkal Farm.

(40)

26 Gambar 16. Kandang Domba Tawakkal Farm

Hasil Statistik Deskriptif Ukuran Tubuh Domba yang Diamati

Hasil statistik deskriptif pengukuran beberapa variabel pada tubuh domba jantan dan betina kelompok Garut, Ekor Gemuk dan Ekor Tipis disajikan secara lengkap pada Tabel 2 dan 3. Secara umum ukuran tubuh domba jantan lebih besar. Koefisien keragaman pada kelompok domba Garut dan domba Ekor Gemuk ditemukan lebih tinggi pada jantan. Namun hal tersebut tidak ditemukan pada kelompok domba Ekor Tipis. Nilai koefisien keragaman yang tidak terlalu tinggi pada jantan domba Ekor Tipis menunjukkan bahwa domba jantan kelompok tersebut lebih seragam. Hal ini disebabkan program seleksi pada domba Ekor Tipis jantan yang akan digunakan untuk program penggemukan telah dilaksanakan di Tawakkal Farm. Nilai koefisien keragaman yang tinggi pada jantan domba Garut dan domba Ekor Gemuk, mengindikasikan bahwa seleksi ketat pada ukuran-ukuran tubuh akan efektif bila dilaksanakan.

Berdasarkan hasil pengujian statistik deskriptif, secara umum ukuran-ukuran variabel tubuh pada kelompok domba Garut lebih besar dibandingkan kelompok domba Ekor Tipis dan domba Ekor Gemuk. Domba Garut memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai sumber daging (Mansjoer et al., 2007). Hal ini juga didukung Margawati et al. (2007) yang menyatakan bahwa domba Garut memiliki potensi sebagai sumber daging asal ternak berdasarkan analisis kuantitatif

(41)

27 dan genetis. Menurut FAO (2004), domba Garut atau domba Priangan berasal dari persilangan domba Merino dari Australia, domba Kaapstad dari Afrika Selatan yang disilangkan dengan domba Lokal sehingga memiliki ukuran tubuh yang besar. Tabel 2. Statistik Deskriptif Variabel Tinggi Pundak, Tinggi Pinggul, Panjang Ba- dan, Lebar Dada dan Dalam Dada Domba yang Diamati

Variabel yang Diamati

Jenis Kelamin

Garut Domba Ekor

Gemuk Domba Ekor Tipis Tinggi Pundak (X1) ♂ 74,14 ± 4,43 (5,98%) (n= 32) 59,84 ± 4,13 (6,90%) (n= 10) 61,39 ± 3,89 (6,35%) (n=33) ♀ 63,26 ±3,14 (4,96%) (n= 33) 57,56 ± 2,86 (4,97%) (n= 22) 59,70 ± 4,09 (6,86%) (n= 33) Tinggi Pinggul (X2) ♂ 73,76 ± 4,36 (5,91%) (n = 32) 61,17 ± 5,87 (9,59%) (n= 10) 60,44 ± 3,02 (5,00%) (n= 33) ♀ 64,18 ± 3,58 (5,58%) (n= 33) 59,34 ± 2,34 (3,94%) (n= 22) 60,11 ± 3,79 (6,31%) (n= 33) Panjang Badan (X3) ♂ 73,69 ± 5,09 (6,90%) (n= 32) 59,36 ± 4,53 (7,63%) (n= 10) 61,21 ± 3,39 (5,53%) (n= 33) ♀ 63,23 ± 2,64 (4,18%) (n= 33) 58,19 ± 1,96 (3,37%) (n= 22) 60,42 ± 4,09 (6,78%) (n= 33) Lebar Dada (X4) ♂ 19,19 ± 1,18 (6,16%) (n= 32) 15,05 ± 0,76 (5,06%) (n= 10) 16,42 ± 1,26 (7,69%) (n= 33) ♀ 14,84 ± 0,88 (5,92%) (n= 33) 14,27 ± 1,01 (7,07%) (n= 22) 14,69 ± 1,15 (7,81%) (n= 33) Dalam Dada (X5) ♂ 33,13 ± 2,55 (7,71%) (n= 32) 25,44 ± 2,91 (11,42%) (n= 10) 27,85 ± 2,88 (10,34%) (n= 33) ♀ 27,33 ± 2,38 (8,72%) (n= 33) 25,06 ± 1,96 (7,82%) (n= 22) 25,22 ± 2,85 (11,29%) (n= 33)

Keterangan: Persen dalam tanda kurung menunjukkan koefisien keragaman; n menunjukkan jumlah sampel (ekor)

(42)

28 Tabel 3. Statistik Deskriptif Variabel Lebar Pinggul, Lebar Kelangkang, Panjang

Kelangkang, Lingkar Dada dan Lingkar Kanon Domba yang Diamati Variabel yang

Diamati

Jenis Kelamin

Garut Domba Ekor

Gemuk Domba Ekor Tipis Lebar Pinggul (X6) ♂ 15,53 ± 1,28 (8,26%) (n= 32) 13,40 ± 0,88 (6,53%) (n= 10) 13,42 ± 0,79 (5,90%) (n= 33) ♀ 13,96 ± 1,37 (9,80%) (n= 33) 13,58 ± 0,85 (6,22%) (n= 22) 13,86 ± 1,09 (7,84%) (n= 33) Lebar Kelangkang (X7) ♂ 17,23 ± 1,54 (8,92%) (n= 32) 14,81 ± 0,89 (6,07%) (n= 10) 16,24 ± 1,26 (7,78%) (n= 33) ♀ 15,49 ± 0,83 (5,33%) (n= 33) 15,50 ± 0,59 (3,86%) (n= 22) 15,37 ± 0,82 (5,33%) (n= 33) Panjang Kelangkang (X8) ♂ 22,76 ± 2,083 (9,15%) (n= 32) 18,30 ± 2,71 (14,81%) (n= 10) 18,06 ± 0,70 (3,90%) (n= 33) ♀ 18,42 ± 1,19 (6,51%) (n= 33) 17,50 ± 1,01 (5,78%) (n= 22) 17,82 ± 1,62 (9,11%) (n= 33) Lingkar Dada (X9) ♂ 88,87 ± 5,02 (5,65%) (n= 33) 70,85 ± 3,11 (4,39%) (n= 10) 73,52 ± 3,73 (5,07%) (n= 33) ♀ 72,091 ± 4,042 (5,61%) (n= 33) 66,27 ± 2,15 (3,24%) (n= 22) 70,23 ± 3,43 (4,88%) (n= 33) Lingkar Kanon (X10) ♂ 8,73 ± 0,59 (6,80%) (n= 32) 7,00 ± 0,33 (4,76%) (n= 10) 7,57 ± 0,42 (5,50%) (n= 33) ♀ 6,74 ± 0,51 (7,44%) (n= 33) 6,41 ± 0,37 (5,72%) (n= 22) 6,50 ± 0,77 (11,82%) (n= 33)

Keterangan: Persen dalam tanda kurung menunjukkan koefisien keragaman; n menunjukkan jumlah sampel (ekor)

Domba ini banyak digunakan untuk meningkatkan mutu domba Lokal di Indonesia. Soeparno (1998) menyatakan bahwa genotip ternak juga dapat mempengaruhi laju pertumbuhan. Bangsa ternak yang besar akan lahir lebih berat, tumbuh lebih cepat dan lebih berat pada saat mencapai kedewasaan daripada bangsa ternak yang kecil.

Gambar

Gambar 1.  Domba Garut Jantan
Gambar 4. Domba Ekor Gemuk Betina   Domba Ekor Tipis
Gambar 5. Domba Ekor Tipis Jantan
Gambar 7. Bagan Anatomi Kerangka Tubuh Ternak Domba Dewasa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Variabel pembeda lingkar kanon ditemukan pada betina dombat vs garut pedaging, tinggi pundak dan lingkar kanon antara dombat vs garut tangkas, lebar pinggul antara dombat

Penelitian ini bertujuan untuk menguji sistem pengukuran tubuh dan indeks morfologi dalam mengevaluasi ternak untuk menduga bobot badan dan tipe ternak pada domba ekor gemuk dan

57 Karena selang kepercayaan serempak 95% untuk X6 melewati nol, maka kita dapat menyimpulkan bahwa pada taraf lima persen variabel X6 (tinggi pundak) sama

Kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini yaitu ditemukannya penggolongan jantan sapi PO, Bali dan Pesisir berdasarkan ukuran-ukuran tubuh, sehingga

Berdasarkan penggolongan tersebut, dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa domba garut memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan domba Ekor Tipis karena mengandung lemak

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji performa domba ekor tipis jantan dan domba garut jantan yang diberi perlakuan pakan rumput dengan konsentrat serta rumput

Karkas domba Priangan mempunyai kelompok otot di bagian dada dan leher yang lebih tinggi dari pada karkas Ekor Gemuk.. Bobot kelompok otot penting yang terdiri

RESPON FISIOLOGIS DOMBA EKOR TIPIS DAN GARUT DENGAN PEMBERIAN PAKAN KONSENTRAT DAN LIMBAH TAUGE The Physiological Response of Javanese Thin Tailed Sheep and Garut Sheep Fed By