• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB KECACATAN (DEFECT) PADA PRODUK VELG MOBIL JENIS DAVINO DENGAN PENDEKATAN SIX SIGMA DI PT. PRIMA ALLOY STELL SIDOARJO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IDENTIFIKASI FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB KECACATAN (DEFECT) PADA PRODUK VELG MOBIL JENIS DAVINO DENGAN PENDEKATAN SIX SIGMA DI PT. PRIMA ALLOY STELL SIDOARJO."

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

DENGAN PENDEKATAN SIX SIGMA

DI PT. PRIMA ALLOY STELL SIDOARJO

SKRIPSI

O Olleehh::

A

A

B

B

D

D

U

U

L

L

H

H

A

A

M

M

I

I

D

D

0

0

5

5

3

3

2

2

0

0

1

1

0

0

0

0

4

4

0

0

J

J

U

U

R

R

U

U

S

S

A

A

N

N

T

T

E

E

K

K

N

N

I

I

K

K

I

I

N

N

D

D

U

U

S

S

T

T

R

R

I

I

F

F

A

A

K

K

U

U

L

L

T

T

A

A

S

S

T

T

E

E

K

K

N

N

O

O

L

L

O

O

G

G

I

I

I

I

N

N

D

D

U

U

S

S

T

T

R

R

I

I

U

U

N

N

I

I

V

V

E

E

R

R

S

S

I

I

T

T

A

A

S

S

P

P

E

E

M

M

B

B

A

A

N

N

G

G

U

U

N

N

A

A

N

N

N

N

A

A

S

S

I

I

O

O

N

N

A

A

L

L

V

V

E

E

T

T

E

E

R

R

A

A

N

N

J

J

A

A

W

W

A

A

T

T

I

I

M

M

U

U

R

R

(2)

PENDEKATAN SIX SIGMA

DI PT. PRIMA ALLOY STELL SIDOARJO

Disusun Oleh :

A

A

B

B

D

D

U

U

L

L

H

H

A

A

M

M

I

I

D

D

0

0

5

5

3

3

2

2

0

0

1

1

0

0

0

0

4

4

0

0

Telah Dipertahankan Dihadapan Dan Diterima Oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri

Universitas Pembangunan “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 25 Februari 2011

Dosen Penguji : Dosen Pembimbing :

1. 1.

Ir. Nisa Masruroh, MT Ir.Budi Santoso,MMT

NIP. 19630 1251 98803 2001 NIP. 1956 1205 1987031

2. 2.

Ir.Iriani, MMT Ir. Irwan Soejanto, MT NIP. 030 195 016 NIP. 1966 0111 1999403 1001

Mengetahui

Dekan Fakultas Teknologi Industri

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran ” Jawa Timur

Ir. Sutiyono, MT

(3)

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kasih sayangNYA kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “IDENTIFIKASI FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB KECACATAN (DEFECT) PADA PRODUK VELG MOBIL JENIS DAVINO DENGAN PENDEKATAN SIX

SIGMA DI PT. PRIMA ALLOY STELL SIDOARJO”. Tak ada kata yang pantas

untuk diucapkan selain rasa syukur atas nikmat yang diberikan oleh-Nya.

Maksud penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana Teknik Industri pada Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Dalam kesempatan ini pula dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP. Selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Ir. Sutiyono, MT. Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Ir. H. MT. Safirin, MT. Selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Bapak Ir. Budi Santoso,MMT selaku Dosen Pembimbing I. 5. Bapak Ir. Irwan Soejanto selaku Dosen Pembimbing II.

6. Bapak Ir.Rusidiyanto, MT dan Ibu Ir.Rr Rochmoeljati, MMT selaku Dosen Penguji Seminar I.

(4)

9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Teknologi Industri khususnya Jurusan Teknik Industri yang telah memberikan bekal ilmu dan pengetahuan kepada penulis. 10.Bapak Paiman, Selaku Pembimbing Pabrik di PT. PRIMA ALLOY STELL

SIDOARJO, yang telah membantu memberikan banyak informasi tentang skripsi saya.

11.Seluruh Pimpinan, Karyawan dan Staff di PT. PRIMA ALLOY STELL SIDOARJO, yang telah membantu saya dalam penyelesaian skripsi saya.

12.Bapak, Ibu dan kakakku yang telah mendukung baik moral maupun materi serta memberikan doa kepadaku dalam penyelesaian skripsi ini.

13.Buat teman-teman jurusan Teknik Industri Angkatan 2005 dan Regenerasi, terima kasih atas dukungannya hingga selesai skripsi ini.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan balasan atas kebaikan yang telah diberikan. Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Akhir kata, semoga hasil pemikiran yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi setiap pembaca pada umumnya dan PT. PRIMA ALLOY STELL SIDOARJO pada khususnya.

Wassalamualaikum WR. WB.

Surabaya, Februari 2011

(5)

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang ………... 1

1.2.Rumusan Masalah ………... 3

1.3.Batasan masalah ……….…... 3

1.4.Asumsi………… ……….. 4

1.5.Tujuan Penelitian……….. 4

1.6.Manfaat Penelitian……….……… 5

1.7.Sistematika Penulisan ………... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kualitas ………….………... 8

2.2.Pengendalian Kualitas …..………..….... 12

2.3.Velg ………..……….. 15

2.4.Proses Pruduksi ………. 18

(6)

2.6. DMAIC ( define, Measure, analyze, improve, control)………. 32

2.6.1. Diagram Pareto ………...… . 43

2.6.2. Defect Concentration ……….…………... 44

2.6.3.Cause – Effect Diagram ………. 44

2.6.4. Diagram Sebab Akibat ………. 46

2.6.5. FMEA ( Failure mode effects analyses) ……….. 47

2.7. Kapabilitas Proses ……… .…... 51

2.7.1. Penentuan Kapabilitas Proses Untuk Data Atribut…... 52

2.7.2. Penentuan Kapabilitas Proses Untuk Data Variabel... 53

2.8. Penelitian Terdahulu……....……….. ……… 59

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian……… 63

3.2. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel ……… 63

3.3. Metode Pengumpulan Data ………...………... 64

3.4. Metode Pengolahan Data …...……….. 65

3.5. Flow Chart Pemecahan Masalah…..……….. 69

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengumpulan Data... 75

4.2. Define... 77

(7)

4.3.1. Menentukan Defect Terbesar... 82

4.3.2. Menentukan Karakteristik Kualitas... ... 84

4.3.3. Baseline Kinerja... 90

4.4. Analyse... 97

4.4.1. Analisa Kapabilitas Proses... 98

4.4.2. Analisa Cacat Terbesar.... ... 99

4.5. Improve... 104

4.6. Control... 110

4.6.1. Usulan Perbaikan... 110

4.6.2. Pendokumentasian Proyek Six Sigma... 112

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan... 113

5.2. Saran... 114

(8)

Halaman

Gambar 2.1. Alumunium Silikon... 17

Gambar 2.2. Mesin Forging Press... 21

Gambar 2.3. Mesin CNC 3D... 22

Gambar 2.4. Gambar Siklus Hipotesis Atau Analisis dari Akar Masalah ... ... 38

Gambar 2.5. Siklus DMAIC ... 40

Gambar 2.6. Proses Perbaikan Dalam Six Sigma... 41

Gambar 2.7. Diagram Pareto ... 43

Gambar 2.8. Fishbone Diagram ... 45

Gambar 2.9. Bentuk Umum Diagram Sebab Akibat ... 47

Gambar 3.1. Langkah – Langkah Pemecahan Masalah ... 70

Gambar 4.1. Histrogram Kecacatan Produksi Velg Davino... 75

Gambar 4.2. Diagaram Pareto (Defect) Produksi Velg Davino... 77

Gambar 4.3. Diagaram Pareto (Defect) Terbesar pada Produksi Velg Davino.. 82

Gambar 4.4. Diagaram Pareto (Defect) pada Produksi Velg Davino dari terbesar hingga ke yang terkecil ... 83

Gambar 4.5. Diagaram Pareto (Defect) pada Bulan Januari 2010 ... 84

Gambar 4.6. Diagaram Pareto (Defect) pada Bulan Februari 2010... 85

Gambar 4.7. Diagaram Pareto (Defect) pada Bulan Maret 2010... 86

Gambar 4.8. Diagaram Pareto (Defect) pada Bulan April 2010... 87

Gambar 4.9. Diagaram Pareto (Defect) pada Bulan Mei 2010... 88

(9)

Gambar 4.13. Fishbone Diagaram Kecacatan Ukuran Tidak Presisi... 101

Gambar 4.14. Fishbone Diagaram Kecacatan Cat Mengumpal... 102

Gambar 4.15. Fishbone Diagaram Kecacatan Penyok... 103

Gambar 4.16. Fishbone Diagaram Kecacatan Adannya Guretan... 104 .

(10)

Halaman

Tabel 2.1. DPMO Pada Six Sigma Level... 25

Tabel 2.2. Kelemahan TQM dan Solusi Six Sigma... 29

Tabel 2.3. Tingkat Kecacatan ... 43

Tabel 2.4. Nilai Suverty... ... 50

Tabel 2.5. Nilai Occurance ... 50

Tabel 2.6. Nilai Detection... ... 51

Tabel 2.7. Cara Memperkirakan Kapabilitas Proses Untuk Dat Variabel ( CTQ = Diameter Pipa Dalam Satuan Pengukur)... 56

Tabel 4.1. Data jumlah Otput produk Velg Davino Januari 2010 – Juni 2010.. 75

Tabel 4.2. Data Kecacatan Bulan Januari 2010 – Juni 2010... 76

Tabel 4.3. Hasil Analisa Jumlah Kecacatan Pertiap Bulan... 76

Tabel 4.4. Data Prosentase Jenis Defect Pada Produksi Velg Davino Per Januari 2010 – Juni 2010... 82

Tabel 4.5. Data Prosentase Jenis Defect pada Produksi Velg Davino dari yang Terbesar hingga terkecil pada periode Per- tiap 6 Bulan... 83

Tabel 4.6. Data Pada Produksi Velg Davino Bulan Januari 2010... 84

Tabel 4.7. Data Pada Produksi Velg Davino Bulan Februari 2010... 85

Tabel 4.8. Data Pada Produksi Velg Davino Bulan Maret 2010... 86

Tabel 4.9. Data Pada Produksi Velg Davino Bulan April 2010... 87

(11)

2010... 91

Tabel 4.13. DPMO Dan Sigma Pada Produksi Velg Davino Pada Bulan Februari 2010... 92

Tabel 4.14. DPMO Dan Sigma Pada Produksi Velg Davino Pada Bulan Maret 2010... 93

Tabel 4.15. DPMO Dan Sigma Pada Produksi Velg Davino Pada Bulan April 2010... 95

Tabel 4.16. DPMO Dan Sigma Pada Produksi Velg Davino Pada Bulan Mei 2010... ....96

Tabel 4.17. DPMO Dan Sigma Pada Produksi Velg Davino Pada Bulan Juni 2010... 97

Tabel 4.18. Rekapan nilai kapabilitas Produksi Velg Davino... 98

Tabel 4.19.Usulan Prioritas Tindakan Perbaikan...108

(12)

Lampiran A : Gambaran Umum Perusahaan PT. Prima Alloy Stell Sidoarjo Lampiran B : Struktur Organisasi Dan Direksi Jabatan.

Lampiran C : Pengumpulan Data Permintaan.

Lampiran D : Diagram Pareto (Defect) Pada Produksi velg Davino Bulan Januari 2010 – Juni 2010.

(13)

Ketatnya persaingan bisnis dalam pasar global dewasa ini, menjadikan kualitas sebagai salah satu faktor yang sangat penting bagi perusahaan dalam mempertahankan keeksistensiannya. Untuk itu diperlukannya suatu sistem atau metode untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas. Hal ini perlu dilakukan agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan kualitas yang dapat mempengaruhi performance dari produk yang dihasilkan.

PT. PRIMA ALLOY STELL SIDOARJO merupakan salah satu perusahaan yang menghasilkan produk Velg Davino, dimana produk tanpa cacat atau zero defect sangat diharapkan. Namun hingga kini perusahaan masih mengalami permasalahan terutama pada produksi Velg mobil jenis Davino, yaitu bagaimana cara mengurangi tingginya tingkat kecacatan produk..

Tujuan dari penelitian adalah memberikan usulan dalam hal meningkatkan kualitas untuk mengurangi defect yang dominan dan mengidentifikasi faktor-faktor terjadinya kecacatan produk dengan menggunakan metode six sigma. Sehingga pada akhirnya perusahaan dapat menerapkannya sebagai metode yang mampu melakukan perbaikan yang menguntungkan bagi semua elemen yaitu konsumen, pemegang saham dan elemen perusahaan itu sendiri. Pengukuran tingkat kapabilitas proses, dan juga perbaikan untuk mencapai hasil yang mendekati sempurna.

Hasil penelitian dan perhitungan diperoleh nilai sigma paling rendah jatuh pada bulan Januari 2010 dengan nilai DPMO sebesar 12.745 yang dikonversikan dengan nilai sigma yaitu sebesar 3,734 sigma dengan cacat Adanya Guretan sebesar 23,134%.

Kata kunci: DPMO, Sigma, CTQ, DMAIC (Define,Measure,Analyse,Improve,

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Adanya persaingan antar produk yang semakin ketat dewasa ini menuntut setiap perusahaan memberikan yang terbaik bagi konsumennya. Agar dapat bertahan dalam kompetisi yang sangat ketat maka perusahaan dituntut untuk bisa mengerti keinginan dari konsumennya (voice of customer) dan menjamin kualitas produk dan jasa yang akan dikonsumsi. Sebagai dasar keputusan konsumen dalam memilih produk atau jasa yang diinginkannya, maka kualitas menjadi kunci yang membawa keberhasilan bisnis, pertumbuhan, dan peningkatan posisi bersaing.

PT. PRIMA ALLOY STELL adalah Perusahaan Industri yang bergerak dalam bidang pembuatan Velg mobil, PT. PRIMA ALLOY STELL sebagian besar produksinya menggunakan mesin – mesin yang semi-otomatis dengan melibatkan manusia selama proses tersebut. Di PT. PRIMA ALLOY STELL menghasilkan beberapa jenis velg, yaitu : velg racing, velg stndart, velg aksesoris dan velg jenis davino.

(15)

merupakan jenis velg yang banyak dipesan oleh konsumen sehingga pihak perusahaan membuat lebih banyak produksi agar dapat memenuhi permintaan konsumen.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka perlu diadakan suatu penelitian untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas velg serta meminimal jumlah defect yang terjadi pada produk velg jenis davino dengan menggunakan metode Six Sigma. Six Sigma tidak sekedar metodologi perbaikan saja, melainkan sebuah sistem manajemen yang bertujuan mengadakan perbaikan yang menguntungkan bagi semu elemen konsumen, pemegang saham dan elemen perusahaan itu sendiri. Pengukuran tingkat kapabilitas proses, dan juga perbaikan kebutuhan untuk mencapai hasil yang mendekati sempunrna. Diharapkan dengan penerapan siklus DMAI ( Define, Measure, Analyse, Improve ) dapat mereduksi cacat yang terjadi pada proses produksi hingga 3,4 DPMO ( Defect Per Million

Opportunity).

(16)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan kondisi yang terjadi pada PT. PRIMA ALLOY STELL– Sidoarjo permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

" Bagaimana upaya untuk mengetahui faktor penyebab kecacatan pada velg

mobil jenis Davino dan bagaimana upaya untuk mengetahui nilai DPMO pada

tahap measure "

1.3. Batasan Masalah

Batasan masalah sehubungan dengan yang diteliti oleh penulis agar arah pembahasan tidak terlalu luas, maka dilakukan pembatasan sebagai berikut :

1. Produk yang akan dijadikan objek penelitian adalah produk velg mobil.

2. Analisa hanya dilakukan pada proses produksi yang berlaku di PT. PRIMA ALLOY STELL selama 6 bulan pengamatan.

3. Kontrol dilaksanakan dan diserahkan pada pihak perusahaan. 4. Cacat ( defect ) yang diamati adalah cacat yang terjadi, antara lain :

a. Cat / vernis tidak rata. b. Cetakan meluber.

c. Potongan ukuran tidak sempurna ( presisi). d. Pin Hulg ( Cat menggumpal ).

(17)

5.Tahap improve sebagai usulan dan tahap control dilakukan oleh pihak perusahaan.

6.Penentuan kemampuan proses produksi velg didapat dari perhitungan kapabilitas sigma.

1.4. Asumsi

Mengingat permasalahan yang terkait dalam kualitas produk ini cukup kompleks,

maka untuk menyederhanakan diperlukan asumsi – asumsi sebagai berikut: 1. Selama penelitian berlangsung, proses produksi berjalan dalam keadaan stabil.

2. Kondisi kerja dan posisi karyawan tetap.

3. Pengadaan bahan baku dan tenaga kerja berjalan lancar dan normal.

4. Selama penelitian lingkungan perusahaan dalam situasi kondusif (tidak terjadi unjuk rasa, bencana alam).

1.5. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian Skripsi atau Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui faktor penyebab kecacatan (defect) produk velg mobil jenis

Davino.

(18)

1.6. Manfaat Penelitian

Dengan mengangkat masalah yang terjadi pada PT. PRIMA ALLOY STELL - Sidoarjo, maka manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi Perusahaan

Dengan adanya penerapan metode Six Sigma, pihak perusahaan dapat mengetahui dan meningkatkan produktivitas menggunakan metode yang berbeda untuk kemajuan wawasan dan pencapaian tujuan kerja dan produktivitas yang telah diukur dapat digunakan sebagai bahan evaluasi di masa mendatang.

2. Bagi Mahasiswa

Sebagai sumber pengetahuan dan bahan pustaka serta untuk mengetahui sejauh mana mengaplikasikan teori-teori yang didapat di bangku kuliah terutama mahasiswa jurusan Teknik Industri dengan kenyataan yang dihadapi di perusahaan.

3. Bagi Universitas

(19)

1.7. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi uraian tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, asumsi-asumsi, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan tugas akhir.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan tentang dasar teori – teori yang digunakan sebagai dasar penelitian yang dilakukan. Beberapa teori tersebut diantaranya teori mengenai Six Sigma dan teori lain yang relevan.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang langkah-langkah yang diperlukan untuk pengambilan data, pengolahan data, waktu & lokasi, variabel-variabel, metode serta penyelesaian masalah yang ada.

BAB IV : ANALISA DAN PEMBAHASAN

(20)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan dan analisis data serta saran-saran yang diberikan untuk penyelesaiannya.

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Kualitas

Untuk menjaga konsistensi kualitas produk dan jasa yang dihasilkan dan sesuai dengan tuntutan kebutuhan pasar, perlu dilakukan pengendalian kualitas (quality control) atas aktivitas proses yang dijalani. Dari pengendalian kualitas yang berdasarkan inspeksi dengan penerimaan produk yang memenuhi syarat dan penolakan yang tidak memenuhi syarat, sehingga banyak bahan, tenaga, dan waktu yang terbuang, muncul pemikiran untuk menciptakan sistem yang dapat mencegah timbulnya masalah mengenai kualitas agar kesalahan yang pernah terjadi tidak terulang lagi. Faktor utama yang menentukan kinerja suatu perusahaan adalah kualitas barang dan jasa yang dihasilkan. Produk dan jasa yang berkualitas adalah produk dan jasa yang sesuai dengan apa yang dinginkan konsumen. Ada banyak sekali definisi dan pengertian kualitas, yang sebenarnya definisi atau pengertian yang satu hampir sama dengan definisi atau pengertian yang lain.

Pengertian kualitas menurut Dorothea W.A (2002), beberapa ahli yang banyak dikenal, antara lain :

a.Juran

(22)

a. Rancangan (design), sebagai spesifikasi produk.

b. Kesesuaian (conformance), yakni kesesuaian antara maksud desain dengan penyampaian produk actual.

c. Ketersediaan (availability), mencakup aspek kedapatdipercayaan, serta ketahanan. Dan produk itu tersedia bagi konsumen untuk digunakan.

d. Keamanan (safety), aman dan tidak membahayakan konsumen.

e. Guna praktis (field use), kegunaan praktis yang dapat dimanfaatkan pada penggunaannya oleh konsumen.

b.Deming

Menurut Deming Kualitas adalah suatu tingkat yang dapat diprediksi dari keseragaman dan ketergantungan pada biaya yang rendah dan sesuai dengan pasar. Meskipun kualitas mencakup kesesuaian atribut produk dengan tuntutan konsumen, namun kualitas harus lebih dari itu. Menurut Deming terdapat empatbelas poin penting yang dapat membawa/membantu manager mencapai perbaikan dalam kualitas yaitu :

1. Menciptakan kepastian tujuan perbaikan produk dan jasa. 2. Mengadopsi filosofi baru dimana cacat tidak bisa diterima. 3. Berhenti tergantung pada inspeksi missal.

4. Berhenti melaksanakan bisnis atas dasar harga saja.

5. Tetap dan continue memperbaiki system produksi dan jasa. 6. Melembagakan metode pelatihan kerja modern.

7. Melembagakan kepemimpinan.

(23)

9. Hilangkan ketakutan.

10.Hilangkan/kurangi tujuan-tujuan jumlah pada pekerja. 11.Hilangkan managemen berdasarkan sasaran.

12.Hilangkan rintangan yang merendahkan pekerja jam-jaman. 13.Melembagakan program pendidikan dan pelatihan yang cermat.

14.Menciptakan struktur dalam managemen puncak yang dapat melaksanakan transformasi seperti dalam poin-poin di atas.

(Sumber: www.uharsputra.wordpress.com ).

c.Perbendaharaan istilah ISO 8402 dan dari Standar Nasional Indonesia (SNI 19-8402-1991).

“kualitas adalah keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara tegas maupun tersamar. Istilah kebutuhan diartikan sebagai spesifikasi yang tercantum dalam kontrak maupun kriteria-kriteria yang harus didefinisikan terlebih dahulu”.

d.Feigenbaum

Kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk dan jasa yang meliputi

marketing, engineering, manufacture, dan maintenance, dimana produk dan jasa

tersebut dalam pemakaiannya akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan.

(24)

dari konsep kualitas adalah membangun sistem kualitas modern. Pada dasarnya sistem kualitas modern mempunyai 5 (lima) karakteristik sebagai berikut

(Gaspersz, 2002) :

1) Sistem kualitas modern berorientasi kepada pelanggan.

2) Adanya partisipasi aktif yang dipimpin oleh manajemen puncak (top

management).

3) Adanya pemahaman dari setiap orang terhadap tanggung jawab spesifik untuk kualitas.

4) Adanya aktifitas yang berorientasi kepada tindakan pencegahan kerusakan bukan berfokus pada upaya untuk mendeteksi kerusakan saja.

5) Adanya suatu filosofi yang menganggap bahwa kualitas merupakan “jalan hidup” (way of life).

Sistem kualitas modern pada dasarnya terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu sebagai berikut:

a) Kualitas desain

Kualitas dari sebuah desain berhubungan kuat dengan kebutuhan customer (ekspektasi) dari produk yang nantinya akan dihasilkan, sehingga seminimal mungkin ketidaksesuaian antara desain yang dirancang dengan desain yang diinginkan oleh customer dapat dikurangi. Kualitas dari desain biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tipe dari produk, biaya, kebijakan

profit yang ditetapkan perusahaan, tingkat kebutuhan, tingkat ketersediaan

(25)

b) Kualitas konformansi.

Kualitas disini berhubungan dengan kemapuan dari proses produksi suatu produk atau jasa dengan standard - standard yang telah dipilih atau ditetapkan dalam tahapan desain. Dengan demikian kualitas konformasi menunjukkan tingkat sejauh mana produk yang dibuat memenuhi atau sesuai dengan spesifikasi produk.

c) Kualitas pemasaran dan pelayanan purna jual

Berkaitan dengan tingkat sejauh mana dalam penggunaan produk itu memenuhi ketentuan-ketentuan dasar tentang pemasaran, pemeliharaan, dan pelayanan purna jual.

2.2. Pengendalian Kualitas

Pengendalian kualitas adalah aktivitas keteknikan dan manajemen dimana aktivitas itu kita ukur ciri-ciri kualitas produk, membandingkannya dengan spesifikasi atau persyaratan dan mengansumsi, tindakan penyehatan yang sesuai apabila ada perbedaan antara penampilan yang sebenarnya dan yang standar. Pengendalian proses statistic pada jalur adalah alat utama yang digunakan dalam membuat produk dengan benar sejak awal (Montgomery, Douglas C, 1998 ).

(26)

Tiap produk mempunyai sejumlah unsur yang bersama sama menggambarkan kecocokan penggunanya. Parameter parameter ini biasanya dinamakan ciri-ciri kualitas yaitu :

a. Fisik, Panjang, berat, voltase, kekentalan. b. Indera, rasa, penampilan, warna.

c. Orientasi Waktu, keandalan, dapatnya dipelihara, dirawat. (Montgomery, Douglas C, 1998)

Pengendalian kualitas memiliki beberapa tujuan yaitu :

1. Pencapaian kebijaksanaan dan target perusahaan secara efisien. 2. Perbaikan hubungan manusia.

3. Peningkatan moral karyawan.

4. Pengembangan kemampuan tenaga kerja.

Dengan mengarahkan pada pencapaian tujuan diatas akan terjadi peningkatan produktivitas dan profitabilitas usaha. Secara spesifik dapat dikatakan bahwa tujuan pengendalian kualitas adalah :

1. Memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan 2. Penurunan ongkos kualitas secara keseluruhan.

Untuk mencapai pengendalian mutu yang baik perlu dilakukan beberapa tindakan, antara lain :

a). Pemeriksaan bahan baku

(27)

b). Pemeriksaan proses

Harus ada pemeriksaan dalam proses untuk memastikan bahwa produk yang dibuat memenuhi standard serta mengatur dan mengganti peralatan proses yang tidak layak pakai yang dapat mempengaruhi produk.

c). Pemeriksaan produk akhir

Harus ada pemeriksaan dan pengujian terhadap produk yang dihasilkan, biasanya dilakukan di gudang sebagai tempat menyimpan produk sebelum dipasarkan.

Kegiatan pengendalian kualitas sangat luas, karena pengaruh terhadap kualitas harus dimasukkan dan diperhatikan. Menurut Assauri (2002) secara garis besar pengendalian kualitas dibedakan atau dikelompokkan ke dalam 2 tingkatan, yaitu :

1. Pengawasan selama pengolahan (proses)

(28)

2. Pengawasan dari hasil yang telah diselesaikan

Walaupun telah diadakan pengawasan kualitas dalam tingkat-tingkat proses, tetapi hal ini tidak dapat menjamin hasil proses semuanya baik. Untuk menjaga agar barang-barang hasil yang cukup baik atau yang paling sedikit rusaknya, tidak keluar atau lolos dari pabrik sampai ke konsumen, maka diperlukan adanya pengawasan atas barang hasil akhir atau produk jadi.

Seperti yang sudah dibahas di atas, arti dari mutu adalah cocok dengan maksudnya, sesuai dengan persyaratan. Yang dimaksud disini adalah produk didesain dan dibuat agar sesuai dengan kegunaannya dengan sebaik-baiknya. Sedangkan arti pengendalian adalah suatu jaminan atau penjagaan agar pelaksanaan sedapat mungkin selaras dengan rencana yang telah ditetapkan.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian mutu berkenaan dengan semua fungsi-fungsi dan aktivitas yang harus dilaksanakan untuk memenuhi sasaran-sasaran mutu perusahaan. Di beberapa perusahaan fungsi-fungsi ini sangat luas dan mencakup banyak karyawan, sedangkan di perusahaan lain fungsi ini hanya terbatas pada pemeriksaan dan karyawan yang dilibatkannya hanya sedikit.

2.3. Velg

(29)

semakin tinggi tentunya kebutuhan akan onderdil semakin meningkat, sehingga sudah saatnya bangsa memikirkan untuk membuat suku cadang didalam negeri untuk mengurangi ketergantungan terhadap bangsa ini.

Salah satu suku cadang mobil adalah velg, yang merupakan penunjang sekaligus tempat dimana ban terpasang. Velg dapat dibuat dalam berbagai proses, salah satu diantaranya adalah pengecoran mengunakan cetakan logam (permanen) dengan gaya gravitasi bumi.

Sebenarnya ada berbagai kriteria velg yang dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan. Tetapi anda harus bijak dalam pemilihan velg ini, karena akan dapat mempengaruhi kenyamanan dan juga budget anda dapat terkuras banyak, tentunya ini dapat merugikan anda juga. Disini velg dapat mempengaruhi performa mobil dan keselamatan pengemudi secara langsung.

Velg tentunya juga bermacam asalnya, ada yang buatan lokal ataupun import. Velg import pun terbagi menjadi dua macam, yaitu ada yang kualitas nomor dua dan ada yang kualitas nomor satu. Kualitas nomor dua biasanya didatangkan dari Thailand, berbagai macam modelpun disediakan dengan harga yang sangat miring tetapi biasanya kualitas sesuai dengan harga yang ditawarkan. Berbeda dengan kualitas nomor dua, velg import kualitas nomor satu memang ditujukan memberikan kepuasan dan kelas tersendiri. Biasanya velg ini didatangkan dari Eropa, Jepang atau Amerika.

(30)

mempunyai sifat kemampuan untuk mengalir (fluiditas) sangat baik dan paduan ini memiliki permukaan coran yang sangat baik.

Gambar 2.1. Aluminium Silikon

Sedangkan untuk bahan velg sendiri ada yang berbahan aluminium ataupun campuran antara aluminium dan baja. Berdasarkan teknologi pembuatannya, dipasaran dikenal jenis forged wheel, ini dikenal paling kuat dan termahal, Pressure

cast wheel dikenal cukup kuat dan lebih ringan dan yang terakhir Velg Cast wheel

yang kekuatannya tidak berbeda jauh dari velg Pressure cast wheel. Yang pasti ketiga jenis teknologi pembuatan velg ini terbilang aman untuk digunakan, selain dari ketiga jenis ini, kualitasnya patut dipertanyakan.

(31)

Selanjutnya, alloy 6061 ini masuk tahap tempa untuk dibentuk velg secara kasar. Proses ini membutuhkan mesin forging raksasa dengan kekuatan tempa beragam; dari 5.000, 8.000, 10.000 bahkan 15.000 ton. Metodanya beragam, bahkan engineer pabrikan sampai mempatenkan caranya, umumnya menggunakan closed-dies (cetakan/moulding khusus) secara presisi.

2.4. Proses Produksi

Proses produksi dalam sebuah industri biasanya menghasilkan produk yang abstrak seperti halnya dalam industri jasa pelayanan. Proses produksi tidaklah bisa berlangsung sendirian, karena hal tersebut akan melibatkan proses produksi tidak terarah dan tidak terkendali. Agar proses produksi bisa berfungsi secara lebih efektif dan efisien, maka dalam hal ini perlu dikaitkan dengan satu proses lain yang mampu memberi arah, mengevaluasi performansi dan membuat penyesuaian dengan lingkungan industri yang selalu berubah-ubah.

Proses produksi merupakan usaha-usaha pengolahan secara optimal penggunaan sumber daya, diantaranya dalam proses transformasi bahan mentah dan tenaga kerja menjadi berbagai produk atau jasa.

Menurut Assauri (2002) memberikan pengertian proses produksi sebagai cara, metode, dan teknik untuk menciptakan / menambah kegunaan suatu barang/ jasa dengan menggunakan sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan-bahan dan dana) yang ada.

(32)

terdiri dari berbagai macam, misalnya: faedah bentuk, faedah waktu, faedah tempat dan kombinasi faedah tersebut.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa proses produksi adalah suatu cara teknik dan metode yang digunakan dalam suatu kegiatan untuk menciptakan/ menambah faedah/ kegunaan/ jasa dengan menggunakan faktor-faktor produksi, baik secara manajerial maupun perubahan secara fisik dari mata rantai antar alat atau komponen input menjadi output agar sesuai dengan tujuan.

Adapun proses produksi velg mobil adalah sebagai berikut : a. Proses Forging Velg

Proses forging yaitu proses penempaan metal/logam, proses ini bukan dicor (casting ) melainkan penempaan metal/logam dan pembentukan atau pencetakan bahan baku yang terdiri dari aluminium dan silikon menjadi bentuk velg. Proses forging dibagi menjadi dua cara yaitu : cold forming dan hot

forming. Efek penempaan pada benda dingin/tidak panas berakibat rawan getas.

Solusinya dengan hot forming, material ditempa dengan pemanasan (tidak sampai pada titik leleh, cukup pada titik bara) sehingga didapat efek percipitation

hardening. Serat makin rapat namun dengan grain/bulir molekul yang lebih

lembut, tidak tajam berserabut. Hasilnya, makin kuat tanpa beresiko getas, malah in-case bisa jadi sangat liat (ductile). Lewat alat raksasa ini, material ditempa ribuan ton agar terjadi penguatan material secara internal.

(33)

yang mempunyai sifat tahan korosi, relative lebih ringan, mempunyai sifat kemampuan untuk mengalir (fluiditas) sangat baik dan paduan ini memiliki permukaan coran yang sangat baik.

(34)

Gambar 2.2. Mesin Forging Press

Proses forging pun tidak berlangsung sekali. Dapat bentuk kasar, dilanjutkan pembentukan melalui proses spin forging agar didapat bentuk lebih presisi dengan kekonsentrisan yang tepat. Metoda RM8000 bikinan Rays Wheels asal Jepang, memenuhi spin forging hingga 10.000 ton pembebanan yang ditengarai standar. Untuk hasil coran yang layak atau sesuai dengan yang dihapkan, masuk kepermesinan (macining) dan untuk hasil coran yang tidak layak (adanya kecacatan) dimasukkan atau dikembalikan kepeleburan untuk dilebur kembali.

a. Proses Pemotongan (pembentukan model)

(35)

Pembentukan secara presisi dituntaskan lewat mesin Bubut yang konvesional, pembentukan model dengan mesin bubut tergolong masih tradisional karena di pabrik – pabrik besar lainnya sudah menggunakan mesin CNC yang berkolaborasi dengan perangkat lunak 3D, seperti AutoCAD.

1. Proses Pembentukkan Model

Yaitu proses dimana coran tsb di model dengan mesin bubut sesuai dengan model yang ada proses ini berpengaruh ke detail dan estetika tampilan velg. Mesin yang biasa digunakan oleh pabrik - pabrik besar adalah mesin CNC 3D.

Gambar 2.3. Mesin CNC 3D ( Sumber : www.cncmagazine.com)

2. Proses Finishing

(36)

keindahan yang lebih sehingga dapat menarik para konsemen setelah selesai proses pengecatan dan pengopenan barulah proses pengopenan agar cat dan vernis tidak mudah luntur , kuat dan tahan lama. Dan untuk tahapan terakhir adalah inspeksi terhadap segala kecacatan produk yang ada. Lalu dilanjutkan dengan pemakingan produk velg agar produk siap dipasarkan. (Sumber

:www.majalahmotor.com).

Diatas telah sedikit penjabaran tentang proses pengecoran velg yang ada sebagian dipasaran. Untuk itu bagaimana kita mengembangkan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen.

2.5.Six Sigma

Six Sigma merupakan sebuah sistem yang komprehensif dan fleksibel untuk

mencapai, mempertahankan, dan memaksimalkan sukses bisnis. Six Sigma secara unik dikendalikan oleh pemahaman yang kuat terhadap kebutuhan pelanggan, pemakaian yang disiplin terhadap fakta, data, dan analisa statistik, dan perhatian yang cermat untuk mengelola, memperbaiki dan menanamkan kembali proses bisnis

(Pande. et al.,2000).

Six Sigma merupakan suatu alat atau metode yang sistematis yang digunakan

(37)

Apabila produk (barang/jasa) diproses pada tingkat kualitas Six Sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan atau Defect Per

Million Opportunity (DPMO) atau mengharapakan bahwa 99,99966% dari apa yang

diharapkan pelanggan akan ada dalam produk itu. Dengan demikian Six Sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja sistem industri tentang bagaimana baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok (industri) dan pelanggan (pasar). Semakin tinggi target sigma yang dicapai, kinerja sistem industri akan semakin baik.

Menurut Thomas Pyzdek pada buku “ The six sigma handbook “, Six Sigma adalah, pada dasarnya suatu tujuan kualitas proses, dimana sigma adalah tolak ukur penting dari variabel dalam proses.

Dalam metode ini, parameter yang dipakai : DPMO (defect per million opportunities), yaitu kegagalan per sejuta kesempatan dan COPQ (cost of poor quality), yaitu biaya yang dikeluarkan karena kualitas yang rendah.

(38)

Tabel 2.1. DPMO pada sigma level

COPQ ( Cost of Poor Quality )

Tingkat pencapaian sigma

DPMO COPQ

1-sigma 2-sigma 3-sigma 4-sigma 5-sigma 6-sigma

691.462 (sangat tidak kompetitif ) 308.538 (rata2 industri indonesia) 66.807

6.210 (rata2 industri USA) 233

3,4 (industri kelas dunia)

Tidak dapat dihitung Tidak dapat dihitung 25-40% dari penjualan 15-25% dari penjualan 5-15% dari penjualan < 1% dari penjualan

( Sumber : Gaspersz,2002 ).

Pada dasarnya pelanggan akan puas jika mereka menerima nilai sebagaimana

yang mereka harapkan. Apabila produk diproses pada tingkat kualitas Six Sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan atau mengharapkan bahwa 99,99966 persen dari apa yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk tersebut. Dengan demikian Six Sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja sistem industri tentang bagaimana baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok (industri) dan pelanggan (pasar). Semakin tinggi target sigma yang dicapai, kinerja sistem industri akan semakin baik. Six Sigma juga dapat dipandang sebagai pengendalian proses industri berfokus pada pelanggan, melalui penekanan pada kemampuan proses (process capability). (Sumber: “Pedoman Implementasi Six

(39)

Untuk mendapatkan “Defect Per Million Opportunities” (DPMO) terlebih dahulu harus mengetahui “Defect Per Opportunity” (DPO). “Defect Per

Opportunity” (DPO) adalah suatu ukuran kegagalan yang dihitung dalam program

peningkatan kualitas Six Sigma yang menunjukkan banyaknya cacat atau kegagalan per satu juta kesempatan. Dihitung dengan menggunakan formula :

banyaknya cacat yang ditemukan DPO =

banyaknya unit yang diperiksa x CTQ potensial

Besarnya DPO ini, apabila dikalikan dengan konstanta 1.000.000, akan menjadi ukuran Defect Per Million Opportunities (DPMO). DPMO adalah ukuran kegagalan dalam program peningkatan kualitas Six Sigma yang menunjukkan kegagalan per sejuta kesempatan. Target dari pengendalian kualitas Six Sigma yang dijalankan oleh perusahaan sebesar 3,4 DPMO seharusnya tidak diinterpretasikan sebagai 3,4 unit output yang cacat dari sejuta unit output yang diproduksi, tetapi diinterpretasikan sebagai dalam satu unit produk tunggal terdapat rata-rata kesempatan untuk gagal dari suatu karakteristik CTQ (Critical To Quality) adalah 3,4 kegagalan per satu juta kesempatan (DPMO). DPMO dapat dihitung dengan formula sebagai berikut :

(40)

2.5.1. Konsep Six Sigma

Pada dasarnya pelanggan akan puas apabila mereka menerima nilai barang sebagaimana yang mereka harapkan. Apabila produk (barang dan/atau jasa) diproses pada tingkat kualitas Six Sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan per sejuta kesepatan (DPMO) atau mengharapkan bahwa 99,99966 persen dari apa yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk itu. Dengan demikian Six Sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja sistem industri tentang bagaimana baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok (industri) dan pelanggan (pasar). Semakin tinggi target sigma yang dicapai, kinerja sistem industri akan semakin baik. Sehingga 6-sigma otomatis lebih baik daripada sigma, 4-sigma lebih baik daripada 3-4-sigma. Six Sigma juga dapat di anggap sebagai strategi trobosan yang memungkinkan perusahaan melakukan peningkatan luar biasa (dramatik) di tingkat bawah. Six Sigma juga dapat dipandang sebagai pengendalian proses industri berfokus pada pelanggan, melalui penekanan pada kemampuan proses (process capability).(Gasperz,2002).

(41)

tidak terlalu mementingkan pembahasan tersebut. Namun apabila ingin lebih mengenal proses, kita lebih mengetahui bagaimana variasi proses/produk kita, artinya juga berapa sigma dari proses/produk kita, maka Six Sigma lebih memadai dalam hal ini.

Berikut ini akan diberikan alasan yang membuat Six Sigma berbeda dengan TQM dan program-program kualitas sebelumnya :

a. Six Sigma terfokus pada konsumen. Konsumen, terutama eksternal konsumen selalu diperhatikan sebagai patokan arah peningkatan kualitas.

b. Six Sigma menghasilkan Returns of investement yang besar (contohnya pada general electrics).

c. Six Sigma mengubah cara manajemen beroperasi. Six Sigma lebih dari sekedar proyek peningkatan kualitas. Ia juga merupakan cara pendekatan baru terhadap proses berpikir, merencanakan dan memimpin untuk menghasilkan hasil yang baik.

(42)

Tabel 2.2: Kelemahan TQM dan solusi Six Sigma

No Kelemahan TQM Solusi Six Sigma

1 Kurangnya integrasi Link (Hubungan) ke “lini dasar” bisnis dan personal 2 Kepemimpinan yang apatis Kepemimpinan di barisan depan

3 Konsep yang tidak jelas tentang

kualitas Pesan sederhana yang diulang – ulang 4 Gagal untuk menghancurkan

penghalang– penghalang internal

Prioritas terhadap fungsi manajemen proses lintas fungsi

5 Pelatihan yang tidak efektif Blackbelts, Greenbelts, Master Blackbelts 6 Fokus pada kualitas produk Perhatian pada semua proses bisnis

(Sumber: “The Six Sigma Way”, Penerbit Andi, Jogyakarta, Cavanagh,

Peter S. Pande, Robert P.Neuman 2002,).

Terdapat 6 aspek kunci yang perlu diperhatikan dalam penerapan Six Sigma dibidang manufakturing, yaitu :

1. Identifikasi karakteristik produk yang akan memuaskan pelanggan (sesuai kebutuhan dan ekspektasi pelanggan).

2. Mengklasifikasikan semua karakteristik kualitas itu sebagai CTQ (critical to

quality) individual. Critical to Quality adalah atribut–atribut yang sangat

penting untuk diperhatikan karena berkaitan langsung dengan kebutuhan dan kepuasan pelanggan. CTQ merupakan elemen dari suatu produk, proses atau praktek–praktek yang berdampak langsung pada kepuasan pelanggan.

(43)

4. Menentukan batas maksimum toleransi untuk setiap CTQ sesuai yang diinginkan pelanggan (menentukan nilai USL dan LSL dari setiap CTQ).

5. Menentukan maksimum variasi proses untuk setiap CTQ (menentukan nilai maksimum standar deviasi untuk setiap CTQ).

6. Mengubah desain produk atau proses sedemikian rupa agar mampu mencapai nilai target Six Sigma. (Sumber: “Pedoman Implementasi Six Sigma”,

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Gaspersz, Vincent, 2002).

Perusahaan yang telah menerapkan metode ini salah satunya adalah Motorola. Beberapa keberhasilan Motorola yang patut dicatat dari aplikasi program Six Sigma adalah sebagai berikut :

 Peningkatan produktivitas rata-rata : 12,3 % per tahun.  Penurunan COPQ (cost of poor quality) lebih dari 84 %.  Eliminasi kegagalan dalam proses sekitar 99,7 %.

 Penghematan biaya manufakturing lebih dari $ 11 miliar.

 Peningkatan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata : 17 % dalam penerimaan,

keuntungan dan harga saham Motorola.

2.5.2. Faktor Penentu Dalam Six Sigma

Dijelaskan pula bahwa faktor penentu dalam pelaksanaan Six Sigma ini antara lain:

a. Costumer centric.

(44)

1) Voice of coctumer (VOC), menyatakan keinginan pelanggan.

2) Requirements, masukan dari VOC ditransfer secara spesifik dengan elemen

yang dapat diukur.

3) Critical to quality (CTQ), permintaan yang paling penting bagi pelanggan.

4) Defect, bagian yang kurang memenuhi spesifikasi. b.Financial Result.

Total Quality Management (TQM) dikenal lebih dahulu dari pada Six

Sigma. Pada TQM sendiri susah menentukan hal mana yang dijadikan prioritas

utama bahkan hampir semua proyek yang dikerjakan mengenakan biaya pada pelanggan dan penanam saham, sehingga dapat menghasilkan banyak biaya. TQM sering dipimpin oleh pihak yang paling kurang pemahaman terhadap pengendalian kualitas dan cenderung menemukan cara pengukurannya sendiri. Sedangkan Six Sigma mengakomodasikan penurunan biaya dan kenaikan pendapatan.

c. Management Engagement.

Pada penerapan Six Sigma ini selain pada proses juga memerlukan perhatian dan kerjasama pada semua lini manajemen perusahaan.

d. Resources Commitment.

(45)

e. Execution Infrastructure.

Six sigma didukung oleh infrastruktur yang berisi orang-orang dari top

management sampai operasional dimana keseluruhannya memiliki fokus yang sama yaitu kepuasan pelanggan. (Sumber: “Lean Six Sigma”, McGraw-Hill

Companies, Inc George, Michael L, 2002).

2.6. DMAIC (define, measure, analyze, improve, control)

Proses perbaikan dalam Six Sigma dikenal dengan Define, Measure, Analyze,

Improve, Control (DMAIC). Siklus DMAIC merupakan proses kunci dalam six

sigma melakukan peningkatan secara continous dengan menghilangkan proses yang

tidak produktif dan berfokus pada pengukuran-pengukuran dalam menerapkan perbaikan untuk peningkatan kualitas menuju target six sigma. Tahapan DMAIC menurut Gaspersz (2002) adalah sebagai berikut :

1. Define

Merupakan langkah operasional pertama dalam program peningkatan kualitas Six

Sigma. Pada tahap ini, yang paling penting untuk dilakukan adalah identifikasi

(46)

Specific : Tujuan proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus bersifat

spesifik yang dinyatakan dengan tegas. Tim peningkatan kualitas Six Sigma harus menghindari pernyataan-pernyataan tujuan yang bersifat umum dan tidak spesifik. Pernyataan tujuan seyogianya menggunakan kata kerja, seperti : menaikkan, menurunkan, menghilangkan, dan lain – lain.

Measurable : Tujuan proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus dapat diukur

menggunakan indikator pengukuran yang tepat guna mengevaluasi keberhasilan, peninjauan-ulang, dan tindakan perbaikan diwaktu mendatang. Pengukuran harus mampu memunculkan fakta-fakta yang di-nyatakan secara kuantitatif menggunakan angka-angka.

Achievable : Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus dapat

dicapai melalui usaha - usaha yang menantang

(challenging effort).

Result-oriented: Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus berfokus

pada hasil-hasil berupa pencapaian target-target kualitas yang ditetapkan, yang ditunjukkan melalui penurunan DPMO (defect

per million opportunities), peningkatan kapabilitas proses

(47)

Time-bound : Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus

menetapkan batas waktu pencapaian tujuan itu dan harus dicapai secara tepat waktu. (Gasperz,2002).

2. Measure

Tahap ini merupakan langkah operasional kedua dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Terdapat 3 hal pokok yang harus dilakukan dalam tahap

Measure, yaitu :

1. Memilih atau menentukan karakteristik kualitas (CTQ) kunci yang berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik dari pelanggan.

2. Melakukan pengumpulan data melalui pengukuran yang dapat dilakukan pada tingkat proses, output dan outcome.

(48)

tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat pada produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat karena corelap, dan lain-lain.

3. Mengukur kinerja sekarang (current performance) pada tingkat proses,

output, dan outcome untuk ditetapkan sebagai baseline kinerja

(performance baseline) pada awal proyek Six Sigma. Baseline kinerja

dalam proyek Six Sigma biasanya diterapkan menggunakan satuan pengukuran DPMO dan tingkat kapabilitas sigma (sigma level). Sesuai dengan konsep pengukuran yang biasanya diterapkan pada tingkat proses,

output dan outcome, maka baseline kinerja juga dapat ditetapkan pada

tingkat proses, output dan outcome. Pengukuran biasanya dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana output dari proses dapat memenuhi kebutuhan pelanggan.

3. Analyze

Tahap ini merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah beberapa hal sebagai berikut :

1. Menentukan kapabilitas/kemampuan dari proses.

Process capability merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang menunjukkan

proses mampu menghasilkan sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan oleh manajemen berdasarkan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

(49)

sebagai “ukuran statistik dari variansi yang inheren pada suatu peristiwa tertentu dalam proses yang stabil.”

Cpm =

2 2

6 x T s LSL USL

 

(2.5)

Dimana : Cpm = indeks kapabilitas proses (Process Capability Indeks) USL = batas spesifikasi atas (Upper Specification Limit) LSL = batas spesifikasi bawah (Lower Specification Limit) T = target

s = standart deviasi x = arithmetic mean

Kriteria penilaian indeks kapabilitas proses sebagai berikut : Cpm > 2,00 : maka proses dianggap mampu (capable)

Cpm = 1,00 – 1,99 : maka proses dianggap mampu namun perlu upaya upaya giat untuk peningkatan kualitas menuju target perusahaan berkelas dunia.

Cpm < 1,00 : maka proses dianggap tidak mampu (not capable),

Semakin tinggi Cpm menunjukkan bahwa output proses itu semakin mendekati nilai spesifikasi target kualitas yang diinginkan pelanggan.

(50)

pola distribusi binomium. Data atribut sering berbentuk kategori atau klasifikasi seperti : baik/buruk, sukses atau gagal.

2. Mengidentifikasi sumber–sumber dan akar penyebab kecacatan atau kegagalan. Untuk mengidentifikasi sumber-sumber penyebab kegagalan, dapat menggunakan Fishbone diagram (cause and effect diagram). Dengan analisa

cause and effect, manajemen dapat memulai dengan akibat sebuah masalah,

atau dalam beberapa kasus, merupakan akibat atau hasil yang diinginkan dan membuat daftar terstruktur dari penyebab potensial.

Setelah akar-akar penyebab dari masalah yang ditemukan, dimasukkan ke dalam cause and effect diagram yang telah mengkategorikan sumber-sumber penyebab berdasarkan prinsip 7M, yaitu :

1) Manpower ( tenaga kerja ).

2) Machines ( mesin-mesin ).

3) Methods ( metode kerja ).

4) Material ( bahan baku dan bahan penolong ). 5) Media (surat kabar).

6) Motivation ( motivasi ).

7) Money ( keuangan ).

Analyze dapat disajikan dalam sebuah siklus (gambar 2.4). Siklus didapatkan

(51)

Gambar 2.4. Siklus hipotesis / analisis dari akar masalah (Sumber : Peter S.P. Etal., 2002:87).

Sebagaimana diindikasikan oleh diagram siklus analisis, ada 2 sumber kunci dari input untuk menentukan penyebab sesungguhnya dari masalah yang ditargetkan, yaitu :

1. Analisis data

Menggunakan ukuran-ukuran data yang telah dikumpulkan, atau data baru yang dikumpulkan dalam fase analyze - untuk membedakan pola-pola, kecenderungan, atau faktor-faktor lain mengenai masalah yang menunjukkan/membuktikan/tidak membuktikan penyebab-penyebab yang mungkin.

2. Analisis proses

Penyelidikan yang lebih dalam dan memahami bagaimana pekerjaan dilakukan untuk mengidentifikasi inkonsistensi, “disconnect”, atau

bidang-Analisa data / proses

Memperbaiki/ menolak hipotesis

Analisa data / proses Membuat

hipotesa kausal

(52)

bidang masalah yang mungkin menyebabkan atau memberikan kontribusi terhadap masalah.

Jika digabungkan, ke-2 strategi tersebut akan menciptakan analisis six sigma yang kuat.

4. Improve

Bertujuan untuk menerapkan dan mengimplementasikan rencana tindakan perbaikan yang ada dalam setiap proyek Six Sigma untuk menghilangkan akar-akar penyebab dan mencegah agar penyebab-penyebab tersebut tidak terulang lagi.

5. Control

Pada tahap ini hasil-hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan dimana praktek-praktek terbaik yang sukses dalam meningkatkan proses distandarisasikan dan disebarluaskan, prosedur-prosedur didokumentasikan dan dijadikan pedoman kerja standar, serta kepemilikan atau tanggung jawab ditransfer dari tim Six Sigma kepada pemilik atau penanggung jawab proses, yang berarti proyek Six Sigma berakhir pada tahap ini.

(53)

Gambar 2.5. Siklus DMAIC

Siklus DMAIC merupakan proses kunci dalam six sigma melakukan peningkatan secara continous dengan menghilangkan proses yang tidak produktif dan berfokus pada pengukuran-pengukuran dalam menerapkan perbaikan untuk peningkatan kualitas menuju target six sigma

(54)
(55)

Gambar diatas menggambarkan langkah-langkah pendekatan pada siklus DMAIC dalam Six Sigma. Tahap pertama yaitu tahap Define, tahap ini merupakan langkah operasional pertama dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini langkah-langkah yang harus dilakukan adalah : (1) mengidentifikasi kesempatan, (2) membentuk team dan lingkup atau tujuan proyek. Pada tahap kedua adalah Measure. Tahap ini merupakan langkah operasional kedua dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Langkah yang diharuskan pada tahap ini adalah (3) menganalisa proses yang berjalan, (4) menentukan hasil yang dinginkan. Tahap yang ketiga yaitu Analyze, tahap ini merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas Six

Sigma, langkah yang harus dilakukan adalah (5) mengidentifikasi penyebab

utama dan solusi yang ditetapkan. Setelah mengidentifikasi penyebab utama maka yang harus dilakukan adalah (6) mengutamakan rencana dan solusi yang ditetapkan dan (7) memperbaiki serta menerapkan solusi tersebut. Kedua langkah tersebut dilakukan pada tahap Improve. Tahap yang terakhir adalah tahap Control, tahap ini merupakan tahap operasional terakhir dalam proyek peningkatan kualitas Six Sigma. Langkah yang harus dilakukan pada tahap ini adalah (8) mengukur kemajuan dan meraih laba dan (10) mengenalkan tim dalam proyek

Six Sigma. Pada tahap ini hasil-hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan

(56)

2.6.1. Diagram Pareto

Gambaran tentang suatu diagram yang menunjukkan adanya prosentase cacat terbesar sampai dengan terkecil, untuk prioritas langkah-langkah yang harus diambil dalam perbaikan kualitas, dan dibuat berdasarkan check sheet jenis cacat. Contoh pengukuran tentang suatu diagram yang menunjukkan adanya prosentase cacat terbesar sampai dengan terkecil, sebagai berikut :

Table 2.3 Tingkat Kecacatan NO Jenis Cacat Jumlah

Data

Prosentase Jumlah Komulasi

% Komulasi

1 Pemasangan salah arah 10 35,71% 10 35,71% 2 Pemasangan salah tempat 8 28,57% 18 64,28% 3 Pemasangan kurang rapat 6 21,43% 24 85,71% 4 Komponen rusak 4 14,29% 28 100%

28 100%

36 20 17 7 45% 70% 91,25% 100% 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

B A C D

(57)

Diagram Pareto menjelaskan jumlah dan prosentase serta akumulasi jumlah cacat mulai cacat yang terbesar hingga yang terkecil dari suatu produk. Dari Diagram Pareto diatas untuk perakitan Mini Scooter terlihat bahwa jenis cacat mulai dari yang terbesar adalah pemasangan salah arah, pemasangan salah tempat, pemasangan kurang rapat dan komponen rusak dengan prosentase cacat terbesar 35,71% pada pemasangan salah arah.

2.6.2. Defect Concentration Diagram

Merupakan salah satu alat pengendalian kualitas yang digunakan sebagai alat untuk memastikan lokasi defect yang dapat memberikan informasi tentang penyebab potensial defect. Konsep utama adalah menunjukkan secara langsung letak cacat yang terjadi pada spesimen dengan memberi tanda khusus pada gambar spesimen.

2.6.3. Cause–Effect Diagram

Diagram ini disebut juga dengan diagram tulang ikan karena bentuknya seperti ikan. Selain itu disebut juga dengan diagram Ishikawa karena yang menemukan adalah Prof. Ishikawa yang berasal dari Jepang. Diagram ini digunakan untuk menganalisa dan menemukan faktor–faktor yang berpengaruh secara signifikan dalam menentukan karakteristik kualitas output kerja, mencari penyebab–penyebab yang sesungguhnya dari suatu masalah.

(58)

Gambar 2.8. Fishbone Diagram

(Cavanagh, Peter S. Pande, Robert P.Neuman 2002, “The Six Sigma Way”,

Penerbit Andi, Jogyakarta).

Mengapa hanya diklasifikasikan pada 4 point, karena menurut Dr. Kaoru Ishikawa dalam bukunya teknik pengendalian mutu menyatakan hampir separuh kasus yang terjadi di lantai produksi disebabkan oleh bahan mentah, mesin atau peralatan dan metode kerja. Yang kemudian ketiga penyebab tersebut mengakibatkan dispersi produk pada histogram bertambah besar.

1. Scatter Diagram (Diagram Pencar)

Diagram ini digunakan untuk menemukan atau melihat korelasi dari suatu faktor penyebab yang berkesinambungan terhadap faktor lain. Dari penyebaran

Scatter dapat dianalisa hubungan faktor sebab akibat.

2. Control Chart (Peta kontrol)

Peta kontrol pada dasarnya merupakan alat analisa yang dibuat mengikuti metode Statistik dimana data yang berkaitan dengan kualitas produk atau proses diplot dalam sebuah peta dengan batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol

MUTU

PERALATAN BAHAN METODE KERJA

(59)

bawah (BKB). Prosedur pengendalian proses Statistik pada jalur yang paling sederhana dapat dilakukan dengan grafik pengendali. Adapun 3 kegunaan pokok grafik pengendali :

1. Pemantauan dan pengawasan suatu proses. 2. Pengurangan variabilitas proses.

3. Penaksiran parameter produk atau proses.

2.6.4. Diagram Sebab Akibat

Diagram sebab akibat juga sering juga disebut diagram tulang ikan (fishbone diagram) atau diagram Ishikawa adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab akibat.

Bentuk umum diagram sebab–akibat ditunjukkan dalam gambar dibawah ini :

V i n c e n t G a s p e r z F i s h b o n e D i a g r a m

A K I B A T

M o n e y M a t e r i a l s

M a c h i n e s

M a n p o w e r M e d i a M e t h o d s

A k a r P e n y e b a b A k a r P e n y e b a b A k a r P e n y e b a b

A k a r P e n y e b a b

A k a r P e n y e b a b

A k a r P e n y e b a b

Gambar 2.9. Bentuk Umum Diagram Sebab Akibat.

(60)

bahwa penyebab kecacatan produk terdiri dari beberapa faktor antara lain Manusia, Contoh : Perhitungan kurang teliti, Perhitungannya terburu-buru. Mesin dan

peralatan, Contoh : Alatnya kurang lengkap, Kapasitas peralatan kurang memadai.

Material, Contoh : Banyak ukuran yang tidak sesuai, Terlalu rumit. Metode, Contoh :

Metode yang digunakam kurang efisien, Metode yang digunakan terlalu banyak.

Lingkungan, Contoh : Suasana di Laboratorium terlalu ramai, Panas. Diagram Sebab

Akibat ini nantinya akan digunakan untuk melakukan evaluasi dan meminimalkan cacat tersebut serta melakukan perbaikan-perbaikan dari kecacatan produk itu sendiri.

2.6.5. FMEA (failure mode effects analyses)

Failure mode adalah sejenis kegagalan yang mungkin terjadi, baik kegagalan

secara spesifikasi maupun kegagalan yang mempengaruhi konsumen. Dari failure

mode ini kemudian dianalisis terhadap akibat dari kegagalan dari sebuah proses

terhadap mesin setempat maupun proses lanjutan bahkan konsumen. Pada dasarnya FMEA terbagi menjadi dua yaitu FMEA Design yang dipergunakan untuk memprediksi kesalahan yang terjadi pada design proses produksi, sedangkan FMEA process untuk mendeteksi kesalahan pada saat proses telah dijalankan.

FMEA mengevaluasi penyebab terjadinya kegagalan yang berasal dari peralatan atau opersi-operasi yang tidak diperlukan yang menyebabkan terjadinya kegagalan. FMEA bertujuan melakukan perbaikan dengan cara:

(61)

2. Menentukan akibat-akibat yang potensial pada peralatan, system yang berhubungan dengan setiap model kegagalan.

3. Membuat rekomendasi untuk menambah keandalan komponen, peralatan dan/atau system.

FMEA mempunyai beberapa manfaat antara lain sebagai berikut:

1. Mengenali cara-cara dimana suatu proses bisa gagal untuk memenuhi persyaratan pelanggan.

2. Memperkirakan resiko dari sebab-sebab yang ada saat ini.

3. Menilai rencana pengawasan untuk sebab-sebab yang ada pada saat ini. Adapun tahapan-tahapan dari FMEA adalah :

1. Menetapkan batasan proses yang akan dianalisa, didapatkan dari tahap define dari DMAIC.

2. Melakukan pengamatan terhadap proses yang akan dianalisa.

3. Hasil pengamatan digunakan untuk menemukan defect potensial pads proses. 4. Mengidentifikasi potensial cause penyebab dari kesalahan/defect yang terjadi

5. Mengidentifikasikan akibat (effect) yang ditimbulkan.

6. Menetapkan nilai nilai (dengan jalan brainstorming) dalam point.

- Keseriusan akibat kesalahan terhadap local, lanjutan dan terhadap konsumen (severity).

- Frekuensi terjadinya kesalahan (occurance).

- Alat control akibat potensial cause (detection).

(62)

8. Dapatkan nilai RPN (Risk Potential Number) dengan jalan mengalikan nilai SOD

(Severity, Occurance, Detection).

9. Pusatkan perhatian pada nilai RPN yang tertinggi, segera lakukan perbaikan terhadap potential cause, alat control dan efek yang diakibatkan.

10. Buat Implementation action plan, lalu terapkan.

11. Ukur perubahan yang terjadi dalam RPN dengan langkah yang sama.

12. Apabila ada perubahan maka pusatkan perhatian pada potential cause yang lain, tidak ada angka acuan RPN untuk melakukan perbaikan.

Keterangan nilai severity, occurance dan detection sebagai berikut: 1. Severity

Adalah suatu estimasi/perkiraan subyektif tentang bagaimana buruknya pengguna akhir akan merasakan akibat dari kegagalan itu / seberapa serius kondisi yang ditimbulkan oleh kegagalan.

2. Occurrence

Adalah suatu perkiraan subyektif tentang probabilitas/peluang bahwa penyebab itu akan terjadi, akan mengakibatkan failure mode yang memberikan akibat tertentu.

3. Detection

(63)

Tabel 2.4. Nilai Severity

Ranking Kriteria

1 Negligible severity (pengaruh buruk yang dapat diabaikan).Kita tidak perlu memikirkan bahwa akibat ini akan berdampak pada kinerja produk. Pengguna akhir mungkin tidak akan meperhatikan kecacatan atau kegagalan ini.

2 3

Mild severity (pengaruh buruk yang ringan/sedikit). Akibat yang ditimbulkan hanya bersifat ringan. Pengguna akhir tidak akan merasakan perubahan kinerja. Perbaikan dapat dikerjakan pada saat pemeliharaan reguler (reguler maintenance).

4 5 6

Moderate severity (pengaruh buruk yang moderat). Pengguna akhir akan merasakan penurunan kinerja atau penampilan, namun masih berada dalam batas toleransi. Perbaikan yang dilakukan tidak akan mahal, jika terjadi downtime hanya dalam waktu singkat

7 8

High severity (pengaruh buruk yang tinggi). Pengguna akhir akan merasakan akibat buruk yang tidak dapat diterima, berada diluar batas toleransi. Akibat akan terjadi tanpa pemberitahuan atau peringatan terlebih dahulu. Downtime akan berakibat biaya yang sangat mahal. Penurunan kinerja dalam area yang berkaitan dengan peraturan pemerintah, namun tidak berkaitan dengan keamanan dan keselamatan.

9 10

Potential safety problem (masalah keselamatan/keamanan potensial). Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya yang dapat terjadi tanpa pemberitahuan atau peringatan terlebih dahulu. Bertentangan dengan hukum.

Tabel 2.5. Nilai Occurance

Ranking Kriteria Verbal Tingkat Kegagalan/

Kecacatan

1 Adalah tidak mungkin bahwa penyebab ini yang mengakibatkan mode kegagalan

1 dalam 1.000.000

2 3

Kegagalan akan jarang terjadi 1 dalam 20.000 1 dalam 40.000

4 5 6

Kegagalan agak mungkin terjadi 1 dalam 1.000 1 dalam 400 1 dalam 80

7 8

Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi 1 dalam 40 1 dalam 20

9 10

Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi

1 dalam 8 1 dalam 2

(64)

Tabel 2.6. Nilai Detection

Ranking Kriteria Verbal Tingkat Kejadian

Penyebab

1 Metode pencegahan atau deteksi sangat efektif.

Spesifikasi akan dapat dipenuhi secara konsisten 1 dalam 1.000.000

2 3

Kemungkinan kecil bahwa spesifikasi tidak akan dipenuhi

1 dalam 20.000 1 dalam 40.000

4 5 6

Kemungkinan bersifat moderat. Metode pencegahan atau deteksi masih memungkinkan kadang-kadang spesifikasi itu tidak dipenuhi.

1 dalam 1.000 1 dalam 400 1 dalam 80

7 8

Kemungkinan bahwa spesifikasi produk tidak dapat dipenuhi masih tinggi. Metode pencegahan atau deteksi kurang efektif.

1 dalam 40 1 dalam 21

9 10

Kemungkinan bahwa spesifikasi produk tidak dapat dipenuhi sangat tinggi. Metode pencegahan atau deteksi tidak efektif.

1 dalam 8 1 dalam 2

Sumber: (Gaspersz, 2002)

2.7. Kapabilitas Proses

Kapabilitas proses merupakan kemampuan proses untuk memproduksi atau menyerahkan output sesuai dengan ekspektasi dan kebutuhan pelanggan. Sebuah proyek Six Sigma dikatakan berhasil dalam peningkatan kualitas apabila terjadi peningkatan kapabilitas proses dalam menghasilkan produk menuju tingkat kegagalan mencapai nol (Zero Defect). Dengan demikian konsep perhitungan kapabilitas proses sangat penting dalam implementasi konsep perbaikan dalam fase improve.

(65)

spesifikasi produk yang ditetapkan oleh manajemen berdasarkan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Uraian berikut akan membahas tentang teknik penentuan kapabilitas proses yang berhubungan dengan CTQ untuk data variabel dan atribut. Data adalah catatan tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang digunakan sebagai petunjuk untuk bertindak. Berdasarkan data, kita mempelajari fakta-fakta yang ada dan kemudian mengambil tindakan yang tepat berdasarkan pada fakta itu. Manfaat yang diperoleh dari analisa kapabilitas proses adalah :

1. Membuat perancang produk dalam memilih atau mengubah proses. 2. Mengurangi variasi dalam proses produksi.

3. Mengetahui seberapa baik suatu proses dapat memenuhi toleransi.

4. Merencanakan urutan proses produksi apabila ada pengaruh interaktif proses pada toleransi.

2.7.1. Penentuan Kapabilitas Proses Untuk Data Atribut

Data Atribut (Attributes Data) merupakan data kualitatif yang dihitung menggunakan daftar pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data atribut bersifat diskrit. Contoh data atribut karakteristik kualitas adalah : ketiadaan label pada kemasan, banyaknya jenis cacat pada produk, dan lain-lain. Langkah-langkah untuk menentukan kapabilitas proses untuk data atribut menurut

Gaspersz (2002) adalah sebagai berikut :

1. Menentukan proses yang ingin diketahui kapabilitasnya.

(66)

3. Menghitung banyak unit transaksi yang gagal.

4. Menghitung tingkat cacat (kesalahan) berdasarkan langkah 3 dengan membagi langkah 3 dengan langkah 2.

5. Menentukan banyaknya karakteristik kualitas (CTQ) potensial yang dapat mengakibatkan cacat (kesalahan).

6. Menghitung peluang tingkat cacat (kesalahan) per karakteristik kualitas (CTQ) dengan membagi langkah 4 dengan langkah 5.

7. Menghitung kemungkinan cacat per satu juta kesempatan (DPMO) dengan mengalikan langkah 6 dengan 1 juta.

8. Mengkonversikan cacat per satu juta kesempatan (DPMO) ke dalam nilai sigma, kemudian membuat kesimpulan.

2.7.2. Penentuan Kapabilitas Proses Untuk Data Variabel

Data Variabel (Variables Data) merupakan data kuantitatif yang diukur menggunakan alat pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan analisis. Contoh dari data variabel karakteristik kualitas adalah data diameter pipa, ketebalan produk, ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume merupakan data variabel.

Langkah-langkah untuk menetukan kapabilitas proses untuk data variabel menurut

Gaspersz (2002) adalah sebagai berikut :

1. Menentukan proses yang ingin diketahui kapabilitasnya.

(67)

4. Menentukan nilai spesifikasi target.

5. Menghitung nilai rata-rata (mean) dari proses. 6. Menghitung nilai standar deviasi dari proses.

7. Menghitung kemungkinan cacat yang berada di atas n

Gambar

Gambar 2.2. Mesin Forging Press
Gambar 2.3. Mesin CNC 3D( Sumber :  www.cncmagazine.com
Tabel 2.1. DPMO pada sigma level
Tabel 2.2: Kelemahan TQM dan solusi Six Sigma
+7

Referensi

Dokumen terkait