• Tidak ada hasil yang ditemukan

ZENDING KRISTENISASI DI MARGOREJO, KECAMATAN DUKUHSETI, KABUPATEN PATI 1852 1942

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ZENDING KRISTENISASI DI MARGOREJO, KECAMATAN DUKUHSETI, KABUPATEN PATI 1852 1942"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

ZENDING : KRISTENISASI DI MARGOREJO

KECAMATAN DUKUHSETI, KABUPATEN PATI

TAHUN 1852-1942

SKRIPSI

Oleh :

LISTYARINI DYAH WULANDARI

K4407029

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

ZENDING : KRISTENISASI DI MARGOREJO

KECAMATAN DUKUHSETI, KABUPATEN PATI

TAHUN 1852-1942

Oleh :

LISTYARINI D YAH WULANDARI K4407029

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat me ndapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Se jarah

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(3)

commit to user

(4)

commit to user

(5)

commit to user

v

ABSTRAK

Listyarini Dyah Wulandari. ZENDING: KRISTENISASI DI MARGOREJO, KECAMATAN DUKUHSETI, KABUPATEN PATI 1852-1942. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Unive rsitas Sebelas Maret Surakarta, Maret. 2011.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Sejarah terbentuknya desa Kristen di Margorejo,Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati (2) Pelaksanaan pendidikan Kristen di Margorejo oleh zending, (3) Proses perkembangan gereja di Margorejo menjadi gereja yang mandiri, lepas dari zending

Penelitian ini menggunakan metode historis. Langkah- langkah yang ditempuh dalam metode historis meliputi heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Sumber data yang digunakan oleh penulis terutama adalah sumber primer dan sumber sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik studi pustaka, wawancara, dan observasi. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis historis yaitu analisis yang mengutamakan ketajaman dalam menginterpretasikan fakta sejarah.

(6)

commit to user

vi

ABSTRACT

Listyarini Dyah Wulandari. K4407029. ZENDING : CHRISTIANIZATION IN MARGOREJO, DUKUHSETI, PATI. 1852-1942. Skripsi. Surakarta: Faculty of Education and Teacher Training, Sebelas Maret Unive rsity, Maret 2011.

This research for describing: (1) the established history of Christian Village in Margorejo, Dukuhseti, Pati. (2) the Christian religion school of Zending in Margorejo,Dukuhseti, Pati (3) the independent of Christian church of Zending

This study uses historical method. The steps taken in historical methods include heuristic, criticism, interpretation and historiography. The sources of data tha used by the writer are primary and secondary so urces. The techniques of collecting datas used bibliography study, interviews, and observation. The analyzing technique used technique of historical analysis which prioritizes acurity in interpreting the facts of history.

(7)

commit to user

vii

MOTTO

“Karena masa depan sungguh ada dan harapanmu tidak akan hilang”

( Amsal 23 : 18 )

Bermimpilah maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu

(Andrea Hirata)

(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan kepada :

 Bapak dan Ibuku atas doa dan dukungannya

 Saudara-saudaraku yang terkasih : Mas Wikan, Mas

Sigit, dan Thomas

 Simbah, om, dan bulik atas doa dan motivasinya

 Sepupuku, Stefanus Dwi, yang sudah membantu

dalam pemilihan judul skripsi

 Leley, Renda, Aga, Margi, Fitri, Djoko, Dian,

Gandul, Aul, Siti, Puji dan teman-teman FKIP Sejarah Angkatan 2007 atas bantuan dan

kebersamaannya selama ini

 Kakak dan adik tingkat di FKIP Sejarah yang selalu

membantu dan menyemangatiku

 Saudara-saudariku di Persekutuan Hosea dan

Yohanes yang selalu mendukungku dalam doa

(9)

commit to user

ix

KATA PENGAN TAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha

Esa, karena atas berkat dan pertolongan-Nya, skripsi ini dapat penulis selesaikan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Banyak hambatan yang penulis temui dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Penulis mengucapkan terima kasih

kepada yang terhormat:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta, yang telah memberikan ijin penulisan skripsi ini.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, yang telah menyetujui

permohonan penyusunan skripsi ini.

3. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah dan Pembimbing Akademik yang telah memberikan pengarahan dan rekomendasi atas penyusunan skripsi ini. 4. Drs Leo Agung S.,M.Pd selaku pembimbing I atas bimbingan dan arahan

sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.

5. Drs. Djono, M.Pd selaku pembimbing II atas bimbingan dan arahan sehingga

penelitian ini dapat terselesaikan.

6. Berbagai pihak yang tidak bisa ditulis satu persatu.

Semoga kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis menyadari adanya kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh

karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan pembaca.

Surakarta, Maret 2011

(10)

commit to user

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ...….. ... v

ABSTRACT ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGAN TAR ... ix

DAFTAR ISI ... ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 8

1. Kolonialisme ... 8

2. Pendidikan Kolonial ... 11

3. Zending... 15

4. Kristenisasi ... 20

B. Kerangka Berfikir ... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

B. Metode Penelitian... 32

C. Sumber Data ... 34

D. Teknik Pengumpulan Data ... 35

(11)

commit to user

xi

F. Prosedur Penelitian ... 37

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Sejarah Kristenisasi di Margorejo ... 41

1. Permulaan Pekerjaan Doopgezinde Zendingvereeniging di Jepara... 41

2. Usaha Kristenisasi oleh Pieter Jansz di Sekitar Jepara ... 46

3. Pembentukan Desa Kristen Margorejo ... 49

B. Pelaksanaan Pendidikan oleh Zending di Margorejo ... 59

1. Sekolah Jemaat Margorejo ... 60

2. Sekolah Guru Zending Margorejo ... 67

D. Perkembangan Gereja di Margorejo Menjadi Gereja yang Mandiri Lepas dari Zending ... 73

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 80

B. Implikasi ... 82

C. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85

(12)

commit to user

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1. Daftar informan ... 88

Lampiran 2. Hasil Wawancara ... 89

Lampiran 3. Staatbladen van Nederlandsch Indie 1854 ... 100

Lampiran 4. Peta ... 101

Lampiran 5. Foto ... 104

Lampiran 6. Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi ... 109

Lampiran 7. Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan ... 110

Lampiran 8. Surat Permohonan Ijin Research ... 111

Lampiran 9. Surat Rekomendasi Penelitian Kabupaten Pati ... 112

(13)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Republik Indonesia mengakui enam agama sebagai agama yang resmi di Indonesia. Agama-agama tersebut ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu. Tiap pemeluk agama dilindungi oleh pemerintah dan

Undang-Undang Dasar 1945 sehingga bebas melaksanakan ajaran agamanya masing-masing. Agama yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah Agama Kristen. Agama Kristen adalah agama yang mengakui dan menyembah Yesus Kristus sebagai Tuhan (Ensiklopedi Alkitab, 2000: 237).

Menurut Pater G. Van Schie, Agama Kristen sebenarnya sudah menyentuh Nusantara pada awal abad ke-7 Masehi, bersamaan dengan tumbuhnya Gereja Mar Thoma di Barus Sumatera. Disebutkan bahwa di Jawa Timur sudah pernah ada dua tempat Kristiani Chaldea, yaitu Gereja Nestorian yang induknya terdapat di Asia Barat dan telah bersatu kembali dengan Gereja Roma, akan tetapi di Jawa, gereja itu sudah lenyap tanpa meninggalkan bekas (Pater G. Van Schie, 1994 : 104). Hal senada diungkapkan oleh Sukoco, bahwa jauh sebelum datangnya Portugis di Asia Tenggara pada awal abad ke-16, diduga gereja Kristen telah berkembang di Asia Tenggara sebagai bagian dari Gereja Kristen yang tumbuh di India. Agama Kristen yang dimaksud ini adalah Agama Kristen Katolik. Jemaat Kristen Katolik ini berkembang sebagai buah aktivitas para pedagang-pedagang Kristen dari Mesir dan Persia yang menetap di Arabia Tenggara, India Barat, dan Selatan serta Sri Lanka. Jemaat-jemaat Kristen Nestorian yang tumbuh di sana tetap bertahan sampai sekarang dengan nama

Gereja Mar Thoma. Bukan tidak mungkin bahwa diantara pedagang Kristen itu ada yang sampai di Asia Tenggara dan Nusantara. Dalam beberapa sumber yang ditulis sekitar tahun 1050 Masehi dan tulisan salah seorang sejarawan Islam yang menulis pada tahun 800-an M, menyatakan bahwa terdapat banyak Gereja Nestorian yang berada di pantai barat Sumatera, di sebuah tempat yang bernama

(14)

commit to user

Fanshur, yang letaknya diduga di sebelah utara kota Sibolga sekarang (Soekoco, 2010 : 14).

Pada beberapa abad sesudah Masehi, pedagang-pedagang Kristen dari Mesir dan Persia menetap di Arabia Tenggara, di India barat dan Selatan, dan di Sri Lanka. Jemaat-jemaat mereka di India selatan bertahan terus sampai sekarang (Gereja Mar Thoma). Bukan tidak mungkin bahwa dari sana pedagang-pedagang Kristen datang ke Nusantara juga. Diketahui bahwa pada abad ke-14 dua kali seorang misionaris dari Barat singgah di Sumatera, tetapi bagaimanapun juga

kehadiran orang-orang Kristen dari luar itu tidak meninggalkan bekas di Indonesia (Van Den End, 1980:19-20).

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sejak sekitar 700 tahun sebelum datangnya Kristen Barat di Indonesia, sudah terdapat orang Kristen dan gereja Kristen Timur di wilayah Nusantara. Namun ketika Vasco da Gama dan pelaut Portugal yang lain mulai berlayar ke Indonesia lewat Afrika Selatan pada tahun 1498, gereja-gereja Nestorian itu telah lenyap. Diperkirakan karena adanya tekanan penganiayaan oleh penganut kepercayaan pribumi yang telah berlangsung lebih dahulu.

Agama Kristen dibawa kembali ke Nusantara adalah ketika Portugis datang ke Indonesia mencari rempah-rempah, mereka juga membawa serta para misionaris Katolik. Misi diartikan sebagai organisasi-organisasi yang menyebarluaskan Agama Katolik kemana dan kapanpun juga (Burhanuddin Daya, 2004:98). Kegiatan Misi ini didukung sepenuhnya oleh penguasa Portugal dan Spanyol. Raja Portugal dan Spanyol memiliki tiga tujuan pokok yang dikenal dengan semboyan 3G, yakni Gold (kekayaan), Glory (kejayaan), dan Gospel (menyebarkan Agama Katolik). Misionaris yang terkenal adalah Fransiscus Xaverius, yang melancarkan usaha penginjilan yang cukup hebat di pulau

(15)

commit to user

militer Portugis. Sampai tahun 1570, pengaruh Misi berkembang dengan memuaskan. Keadaan ini berubah sejak tahun 1600, sebab pada waktu itu Belanda dan Inggris telah merebut kuasa laut dari Spanyol dan Portugal. Dengan kandasnya kekuasaan Portugis, maka masuklah agama baru yakni Agama Kristen Protestan.

Tidak seperti kedatangan Bangsa Portugis yang mempunyai tujuan pasti untuk menyebarkan Agama Katolik, kedatangan Belanda ke Indonesia lebih mengutamakan tujuan ekonomi dan mengesampingkan tujuan untuk menyebarkan

Agama Kristen Protestan. Hal ini terkait erat dengan karakteristik orang Belanda yang datang ke Indonesia. Orang-orang Belanda tersebut datang ke Indonesia untuk berdagang. Sebagai pedagang, orang-orang Belanda tidak mengutamakan pekabaran Injil. Mereka lebih berkonsentrasi pada bidang ekonomi dan penguasaan daerah. Mereka mengakui kewajiban negara untuk mendukung kehidupan gereja pada umumnya dan usaha pekabaran Injil pada khususnya. Akan tetapi pemerintah koloni ini hanya memperhatikan penyiaran Agama Kristen ke luar apabila itu menguntungkan baginya, misalnya di Maluku. Di Maluku, penduduk pribumi berusaha dikristenkan dengan harapan bahwa orang Indonesia yang beragama Kristen akan lebih mudah diatur daripada orang Indonesia yang masih beragama Islam atau memeluk kepercayaan asli. Namun rupanya keyakinan mereka meleset, terbukti ketika rakyat Maluku yang beragama Kristen juga mengadakan perlawanan dengan sengit terhadap Belanda, dibawah pimpinan Pattimura dan pejuang lainnya (Sukoco, 2010:17).

Di daerah lain, khususnya di daerah-daerah Islam, VOC tidak mengusahakan pekabaran Injil karena mereka takut apabila hal itu terjadi maka akan menyebabkan pemberontakan orang-orang Islam sehingga akan mengganggu usaha dagang mereka. Pada intinya gereja dan aktivitasnya di wilayah benteng

(16)

para Zending, meskipun ada beberapa orang Jawa (pribumi) yang menyebarkan agama tersebut.

Berbeda dengan Misi, Zending diartikan sebagai pekabaran Injil, usaha-usaha kaum Protestan untuk menyebarkan agama Kristen Protestan dan menegakkan gereja-gereja Protestan (Burhanuddin Daya, 2004: 99). Pada masa kekuasaan Belanda di Indonesia terdapat kerancuan terhadap penggunaan istilah gereja untuk menyebutkan sebuah perkumpulan agama. Karena tindakan pemerintah Hindia Belanda yang mengistimewakan gereja, maka ada beberapa

perkumpulan agama yang menyebut diri sebagai gereja. Snouck Hurgronje menyatakan bahwa yang dimaksud dengan gereja adalah perkumpulan yang mendasarkan ajarannya dari Alkitab, baik Kitab perjanjian lama maupun perjanian baru (Snouck Hurgronje, 1932:1146). Untuk dapat memahami aktivitas Zending, sebaiknya perlu dibahas dahulu mengenai beberapa lembaga pekabaran Injil yang berkembang pada masa itu. Minat baru terhadap Zending yang timbul di Inggris pada akhir abad ke XVIII yang kemudian diikuti oleh Belanda. Sebelum Belanda mengirimkan penginjil ke Indonesia, pada tahun 1813 Inggris telah mengutus Robinson, seorang pekabar Injil yang bertugas mengkristenkan penduduk bumiputra Indonesia. Tahun 1814 London Missionary Society (LMS) mengirim 3 missionaris lagi. Sejenis dengan LMS, di negeri Belanda pun dibentuk lembaga misonaris Nederlandsche Zendeling-Genootschap (NZG) pada tahun 1797 (Guillot, 1985 : 5). Namun karena ada perselisihan dalam badan NZG di Belanda maka ada beberapa anggota yang keluar dari NZG, kemudian mendirikan badan pekabaran Injil yang baru bernama: Nederlandsche Zendelingvereniging (NZV). Setelah itu mulai bermunculan lembaga-lembaga pekabaran Injil yang bermacam-macam aliran, yakni : Java Committee, Salatiga Zending, Het Genootschap voor

In-en Uitwendige Zending (GIUZ), Nederlandsche Gereformede

Zendingsvereniging (NGZV), dan Doopsgezinde Zendingvereniging (DZV).

(17)

commit to user

Ketika Belanda menerima kembali Hindia Belanda dari tangan Inggris pada tahun 1816 mereka harus menata lagi hubungan antara Gereja dan Negara. Maka, Raja Wilhem I, yang memperhatikan nasib daerah jajahan, merasa prihatin dengan masalah penyebaran agama ini. Sebab itu, dengan alasan agar lebih berdaya guna, ia meminta kepada gereja-gereja yang terdapat pada waktu itu di daerah jajahan supaya lebih bersatu memusatkan usaha mereka secara bersama-sama daripada bergerak sendiri-sendiri pada wilayah masing-masing. Persatuan ini terwujud pada tahun 1835. Landasannya Kristen Protestan, organisasi ini

terdiri dari berbagai aliran : Calvinisme, Lutherian, Remontran, dan Mennonite (Guillot, 1985 : 5).

Aliran-aliran ini kemudian menyebar ke beberapa daerah di Hindia Belanda, termasuk di Margorejo, Kecamatan Dukuh Seti, Kabupaten Pati. Zendeling yang menyebarkan agama Kristen, yang mengadakan baptisan pertama kemudian dilanjutkan dengan pembangunan Desa Kristen Margorejo bernama Pieter Jansz. Pieter Jansz, misionaris kelahiran 1820 ini tiba di Jawa tahun 1851, dikirim oleh DZV (Doopsgezinde Vereeniging ter bevordering

derEvangelieverbreiding in Nederlandsche bezittingen), yaitu masyarakat

misionaris Mennonite yang baru terbentuk di Belanda. Tahun 1852 Jansz pindah tempat dari Semarang ke Jepara, kemudian menyebarkan agama di daerah sekitar Jepara dan Pati. Tiga tahun setelah itu, Jansz mengadakan baptisan pertama di Margorejo, Pati, dan mendirikan sekolah pemuridan agama Kristen. Dalam perkembangannya, pekerjaannya digantikan oleh putranya yang bernama Pieter Anthonie Jansz yang menjadi pendeta I di Margorejo pada tahun 1883 (Guillot, 1985: 6).

Margorejo adalah sebuah desa yang unik karena sebagian besar penduduknya beragama Kristen Protestan. Bila dibandingkan dengan jumlah

(18)

mengangkat suatu pokok permasalahan “Zending : Kristenisasi di Margorejo Kecamatan Dukuh Seti, Kabupaten Pati Pada Tahun 1852-1942” sebagai judul skripsi.

B. Perumusan Masalah

Sejalan dengan latar belakang masalah seperti yang telah disebut di depan, dapat diungkapkan masalah inti : bagaimana sejarah Kristenisasi di Margorejo, Kecamatan Dukuh Seti, Kabupaten Pati. Masalah ini dijabarkan menjadi tiga sub masalah, yaitu:

1. Bagaimana sejarah Kristenisasi di Margorejo?

2. Bagaimana pelaksanaan pendidikan yang diselenggarakan oleh Zending di Margorejo?

3. Bagaimana perkembangan gereja di Margorejo sampai menjadi gereja yang mandiri setelah lepas dari Zending?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini

adalah untuk :

1. Mengetahui Sejarah pembentukan Desa Kristen Margorejo

2. Mengetahui pelaksanaan pendidikan yang diselenggarakan oleh Zending di Margorejo

(19)

commit to user

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis Secara teoritis, hasil penelitian ini bermanfaat:

a. Menambah wawasan pemikiran dan pengetahuan bagi peneliti b. Memberikan pengetahuan lebih luas Ilmu Pengetahuan Sosial dan

Sejarah Indonesia Madya bagi peneliti dan pembaca

2. Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini bermanfaat:

a. Dapat menarik minat peneliti lain untuk ikut serta berpartispasi mengenai penyebaran Agama Kristen Protestan dengan benar dan yang belum terjangkau dalam penelitian ini

b. Dapat menambah koleksi penelitian di perpustakaan khususnya, mengenai Sejarah Kristenisasi oleh Zending

(20)

commit to user

BAB II KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kolonialisme

a. Pengertian Kolonialisme

Kata kolonialisme berasal dari Bahasa Latin colonia yang berarti tanah

pertanian atau pemukiman atau jajahan. Berdasarkan Oxford English Dictionary yang dikutip oleh Ania Lomba (2000 : 1), yang dimaksud dengan koloni adalah :

Sebuah pemukiman dalam negara baru ... sekumpulan orang yang bermukim dalam sebuah lokalitas baru, membentuk sebuah komunitas yang tunduk atau terhubung dengan negara asal mereka; komunitas yang dibentuk seperti itu terdiri dari para pemukim asli dan para keturunan mereka dan pengganti-penggantinya, selama hubungan dengan asal masih dipertahankan.

Edward W. Said (1996 : 32) mendefinisikan koloni adalah daerah jajahan sebagai tempat bagi penduduk atau sekelompok orang yang bermukim di daerah baru yang merupakan daerah asing serta jauh dari daerah asal akan tetapi masih tetap mempertahankan ikatan dengan daerah asalnya. Kata kolonialisme menurut Kansil dan Julianto (1988 : 22) diartikan sebagai serangkaian nafsu suatu bangsa untuk menaklukkan bangsa lain dalam bidang politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan dengan jalan dominasi politik, eksploitasi ekonomi, dan penetrasi kebudayaan.

Kolonialisme juga dipandang sebagai nafsu dan sistem yang merajai atau mengendalikan ekonomi atas negeri atau bangsa lain. (Cahyobudi Utomo, 1995 :2). Hasan Alui (2002 : 582) memberikan definisi tentang kolonialisme adalah paham tentang penguasaan oleh suatu negara atas daerah atau bangsa lain dengan maksud untuk memperluas negara itu. Lebih lanjut International Encyclopedi of The Social Sciences (1972) memberikan definisi kolonialisme adalah pengelolaan

tertentu dalam jangka waktu tertentu yang ditujukan pada orang asing yaitu dari suatu bagian tertentu terhadap peran kekuasaan tersebut.

(21)

commit to user

Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan kolonialisme adalah usaha dari suatu bangsa atau negara menaklukkan bangsa lain di luar daerah kekuasaannya sendiri yang meliputi aspek politik, eksploitasi ekonomi, dan penetrasi kebudayaan

b. Tujuan Kolonialisme

Pelaksanaan kolonialisme di berbagai Negara mempunyai tujuan yang meliputi berbagai aspek, antara lain :

1) Tujuan Ekonomi

Eksploitasi ekonomi terutama sumber daya alam yang dipengaruhi sepenuhnya untuk kepentingan negara kolonial, demi kelangsungan industrinya. Daerah kolonial juga dijadikan pasar paksaan bagi barang-barang Eopa (Ania Lomba, 2000 : 5).

2) Tujuan Politik

Proses membentuk komunitas dalam negara baru, yang berarti membubarkan atau membentuk kembali komunitas-komunitas yang sudah ada akibat terjadi praktek-praktek perdagangan, penjarahan, negosiasi, perang, pembunuhan massal, perbudakan, dan pemberontakan-pemberontakan. Dengan demikian kolonialisme merupakan penaklukkan dan penguasaan atas tanah dan harta benda rakyat lain. (Ania Lomba, 2000 : 2).

3) Tujuan Sosial

Kolonialisme bukan hanya penguasaan ekonomi dan politik saja, tetapi juga merupakan hasrat penguasaan identitas. Pada saat perkembangan kolonialisme digerakkan dalam kerangka kekerasan yang sama sekali tidak memanusiakan manusia ditimpangkan lewat tajamnya gap kehidupan sosial ekonomi. Manusia dibagi berdasarkan kasta dengan faktor nilai dan bukan milik

suatu ras tertentu. (Mubiddin M. Doblani, 2001 : 4). 4) Tujuan Budaya

(22)

menghendaki diskriminasi rasial sebagai dasar pembentukan struktur dan pola hubungan sosial dalam masyarakat kolonial yang secara hierarkis menempatkan golongan bangsa yang memerintah di puncak teratas dari struktur masyarakat tanah jajahan. (Sartono Kartodirjo dan Djoko Suryo, 1991 : 6).

c. Pengelolaan Daerah Kolonial

Daerah jajahan atau yang disebut dengan koloni adalah tempat atau wilayah yang dijadikan sebagai obyek dari praktek kolonial. Ada dua macam cara untuk melakukan pengelolaan daerah koloni yaitu pengelolaan langsung (direct rule) dan pengelolaan tidak langsung (indirect rule). Pengelolaan politik kolonial

yang diterapkan tidak menggunakan tangannya langsung tetapi melalui penguasa tradisional atau feodal disebut dengan penguasaan tidak langsung (indirect rule). Dalam sistem ini rakyat atau golongan petani dikuasai dan dieksploitasi ganda oleh kaum feodal dan kaum kolonialis.(Noer Fauzi, 1999 : 41). Pada sistem pengelolaan tidak langsung seperti yang dilakukan oleh Belanda dalam mengatur daerah wilayah kekuasaannya menggunakan tenaga-tenaga atau penguasa-penguasa lokal sebagai tangan panjang dari kekuasaan Belanda.

d. Aktivitas Kolonialisme

Tujuan utama politik kolonialisme adalah menguasai sumber kekayaan daerah koloni untuk kelangsungan industri negara induk. Sejarah perkembangan politik kolonial modern dimulai abad XV yang dimulai dari perjalanan panjang dari Portugis ke Afrika pada tahun 1498 yang dibawa oleh Vasco da Gama di India. Negara pendukung kolonialisme yang pertama di dunia adalah Portugis dan Spanyol. Dalam abad ke XVII muncul Bangsa Inggris, Perancis, dan Belanda. Abad ke XIX merupakan puncak perkembangan politik kolonial. Pada abad ini

pula muncul negara-negara kolonial baru seperti Jerman, Italia, dan Belgia. (Ensiklopedi Indonesia, 1990 : 812).

(23)

commit to user

diskriminasi rasial sebagai dasar pembentukan struktur dan pola hubungan sosial dalam masyarakat kolonial yang secara hierarkis menempatkan golongan bangsa yang memerintah di puncak teratas dari struktur masyarakat tanah jajahan. (Sartono Kartodirjo, 1991: 6).

Dalam struktur masyarakat kolonial, diskriminasi mendasari sistem pergaulan dalam berbagai dimensi kehidupan baik sosial, ekonomi, politik maupun kebudayaan. Diskriminasi menjadi inti hubungan sosial dan menjadi faktor penguatan dalam hubungan kolonial antara golongan yang memerintah

dengan yang diperintah. (Sartono Kartodirjo, 1991 : 60). Salah satu aktivitas kolonial adalah eksploitasi sumber daya alam dan sumber daya manusia terhadap daerah koloni. Hal ini berarti kolonialisme memandang tanah jajahan menjadi sumber kekayaan bagi negara induk, tersedianya tanah dan tenaga kerja yang murah dan melimpah memungkinkan untuk dilaksanakan eksploitasi produksi pertanian yang menguntungkan bagi sasaran dunia. (Tauchid, 1952 : 189).

2. Pendidikan Kolonial

a. Konsep Pendidikan 1) Arti Pendidikan

Ditinjau secara etimologi istilah pendidikan berasal dari Bahasa Latin educate yang berarti membimbing keluar. Kata tersebut sama dengan educare

(24)

Pendidikan adalah suatu konsep, sedangkan konsep pendidikan menurut Dimyati Mahmud (1982:43), adalah sebagai berikut :

a) Pendidikan itu menyentuh setiap aspek kepribadian anak. b) Pendidikan merupakan proses belajar yang terus menerus.

c) Pendidikan itu dipengaruhi oleh kondisi-kondisi dan pengalaman- pengalaman, baik di dalam maupun di luar sekolah.

d) Pendidikan itu dipersyarati oleh kemampuan dan minat anak, oleh tepat atau tidak tepatnya situasi belajar dan efektif tidaknya cara belajar.

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa arti pendidikan ialah upaya manusia dalam membantu perkembangan anak didik dalam menghadapi kehidupan masa kini dan masa yang akan datang. Mengingat anak didik berada dalam masyarakat dimana anak tersebut hidup. Pendidikan adalah suatu kegiatan yang tidak bebas nilai, sistem yang berkembang dalam masyarakat akan dipengaruhi usaha yang dilakukan.

2) Tujuan Pendidikan

Pendidikan yang diterapkan kepada anak didik mempunyai tujuan tertentu. Adapun tujuan pendidikan menurut Vembrianto (1984:5), ada 3 macam yaitu : (a) pendidikan bertujuan mengembangkan kemampuan berpikir, tidak sekedar menyampaikan informasi; (b) pendidikan bertujuan mengejar kebaikan dan bukannya sekedar memberikan keterampilan teknik; (c) pendidikan bertujuan mengejar kebenaran berdasarkan akal dan bukannya memberikan pendapat dan pengetahuan praktis.

Dalam pendidikan seseorang dibantu mengenali unsur-unsur budaya dalam masyarakat dan bersedia untuk menyelami segala segi kebudayaan baik kesenian, cara hidup, adat istiadat, sistem nilai dan kekayaan rohaninya. Pendidikan ini membantu orang untuk menyumbangkan saran, peran serta dan

(25)

commit to user

Melihat batasan dan tujuan tersebut diatas disimpulkan bahwa pendidikan pada dasarnya lebih dari latihan keterampilan saja, melainkan pendidikan juga suatu pembinaan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan juga suatu pendamping agar anak didik mengenal dan menghayati nilai-nilai manusiawi yang paling luhur.

b. Pendidikan Kolonial

Istilah kolonial telah lama muncul dan dipakai dalam berbagai pustaka.

Beberapa ahli memberikan definisi kolonial sebagai daya upaya suatu bangsa untuk menaklukkan bangsa lain. Suhartoyo Hardjosatoto (1985:8) mengartikan kolonial sebagai nafsu menguasai dan sistem penguasaan wilayah bangsa atau negara lain. Disamping itu ada pula yang berpendapat bahwa kolonial merupakan rangkaian nafsu suatu bangsa untuk menaklukkan bangsa lain dalam bidang politik, sosial, ekonomi, dan penetrasi kebudayaan (Kansil dan Julianto, 1986:66). Dari beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa kolonial adalah nafsu suatu bangsa untuk menaklukkan dan menguasai daerah dan bangsa lain dalam segi kehidupan baik politik, ekonomi, sosial, maupun kebudayaan. Menurut Poerwanto (1993:9), pendidikan kolonial adalah suatu pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kolonial sehingga di dalamnya terdapat pengaruh kolonial yang sangat kuat. Pendidikan dan pengajaran di dalam paradigma kolonial diselenggarakan demi memenuhi kebutuhan-kebutuhan pihak monopoli dan bukan untuk kepentingan rakyat pribumi. Warga pribumi yang memperoleh pendidikan dididik menjadi pelaksana setia dari pengambilan keputusan yang datang dari penguasa dan bukan untuk menjadi pemikir, konseptor yang kreatif dan terampil. Pendidikan dan pengajaran dalam paradigma demikian menunjukkan ciri selalu menjaga kelangsungan dan

konsolidasi hak-hak istimewa kaum elit dengan segala mekanismenya yang pada hakekatnya mengacu pada feodalisme dan fasis. (Y.B. Mangunwijaya, 1980:23).

(26)

mencetak kaum pribumi yang berpendidikan untuk mengisi berbagai bidang kerja yang ada. Lebih jauh kaum etis pada masa itu melihat pendidikan sebagai satu-satunya jalan bagi pribumi untuk mengenal peradaban barat demi kepentingan penyesuaian. Tujuan utama pendidikan bagi masyarakat jajahan bukan didasarkan pada kemauan baik untuk menjadikan kaum bumiputera sejajar dengan tuan Belanda, melainkan hanya kebutuhan praktis dari perkembangan kapitalisme di Hindia Belanda. Pendidikan barat yang diciptakan di negeri jajahan mulai menyebar di dalam masyarakat Hindia Belanda, sebagai jawaban atas

meningkatnya kebutuhan personel yang terlatih bagi dinas-dinas yang tumbuh cepat dan untuk mendukung kantor-kantor perusahaan ekonomi barat. (Linda Christandty, 1994:76).

Menurut Y.B. Mangunwijaya (1980:78), Sistem pendidikan kolonial memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1) Tujuan utama pendidikan kaum terpelajar ialah membentuk orang-orang yang terampil yang diperlukan sebagai pembantu dalam pelaksanaan operasional mekanisme Hindia Belanda.

2) Mata pelajaran dan sistem sasaran pengajaran disesuaikan pada pedoman kebutuhan struktur-struktur industri dan bisnis.

3) Dunia persekolahan dibuat dengan bermacam-macam mekanisme dan persyaratan sehingga selalu merupakan dunia kaum elit.

4) Devide at impera dilakukan antar lapisan-lapisan berijazah yang diperketat oleh mekanisme pengganjaran dan penghukuman, penganakemasan, dan penganaktirian jenis-jenis sarjana dan tenaga-tenaga ahli. Demikian juga sistem kemasyarakatan diatur, agar para pemikir yang sejati diberi status yang kurang daripada para kaum terampil pelaksanaan setia.

Dari pernyataan-pernyataan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa

(27)

commit to user

mencetak kaum pribumi berpendidikan guna memenuhi kebutuhan praktis dari perkembangan kapitalisme di negara koloni, dalam hal ini yang dimaksud adalah Hindia Belanda. Penerapan pendidikan barat yang meliputi cabang-cabang ilmu pengetahuan dan teknologi serta keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan oleh industri-industri penunjang mendapatkan promosi pengembangan dan bantuan dana yang banyak. Siswa hanya dipersiapkan untuk menjadi pelaksana setia demi kepentingan kolonial.

3. Zending

Zending diartikan sebagai organisasi-organisasi yang menyebarluaskan Agama Kristen Prostestan ke mana dan kapan pun jua (Burhanudin Daya, 2004: 98). Lebih lanjut dijelaskan bahwa Zending adalah pekabaran Injil, usaha-usaha kaum Protestan dalam menyebarluaskan agama Protestan dan menegakkan gereja-gereja Protestan. Bagi mereka, pekabaran Injil atau Zending sama saja dengan gereja karena keduanya merupakan dwi tunggal yang tak terpisahkan. Ketika gereja lahir pada hari turunnya Roh Kudus maka pada saat itu pula sebuah mandat diamanatkan pada umatnya, yaitu menyebarkan Injil kemana-mana.

Lebih lanjut H. Kraemer (1987:332) menyatakan bahwa “Zending menurut cirinya yang hakiki bersifat universal dan supranasional, karena

merupakan pengejawantahan dari alam dan panggilan gereja Kristen yang harus dilaksanakan Yesus Kristus dan ajaran-Nya dalam kata dan perbuatannya kepada semua bangsa sampai ke ujung dunia”. Selain Zending, dikenal juga istilah zendeling, yaitu paderi atau orang Kristen Protestan yang melaksanakan tugas pekabaran Injil di antara orang-orang yang dianggap kafir untuk dijadikan Kristen dengan membawakan ajaran Kristen kepada mereka.

(28)

dari tangan Spanyol dan Portugis yang beragama Katolik. Pada awal abad ke-17, dibentuk kongsi dagang perkapalan Belanda, Verenidge Oost-Indische Compagnie (VOC), tepatnya tahun 1602 di Belanda. Kompeni ini melakukan

tugas-tugas perdagangan dari Belanda sampai ke Jepang melalui Tanjung Harapan dan Indonesia. Di Indonesia, di bawah seorang Gubernur Jenderal, kompeni juga membawa penghibur atau perawat penderita rohani atau jasmani yang memperoleh hak dari gereja untuk membaptiskan orang dan mengusahakan penyebaran Injil atau Zending. (Burhanudin Daya, 2004: 99).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Zending adalah organisasi keagamaan yang menyebarluaskan Agama Kristen Prostestan dan menegakkan gereja-gereja Protestan, bersifat universal dan supranasional yakni mewartakan ajaran Kristen kepada semua bangsa di dunia. Zending Belanda mulai memasuki Pulau Jawa pada tahun 1848, ketika Hindia Belanda diperintah oleh Stamford Raffles. Di bawah ini adalah Zending-Zending yang memasuki Pulau Jawa, antara lain:

a) Nederlandsch Zendelinggenootschap (NZG)

Badan Zending NZG didirikan pada tanggal 19 Desember 1797 di Rotterdam Belanda oleh orang-orang yang tergerak untuk melakukan penginjilan berkat pengaruh gerakan Reviel-Pietisme di Belanda. Zending NZG merupakan Zending yang non-gerejawi karena tidak didirikan oleh gereja sehingga tidak bertanggung jawab kepada gereja mana pun. Zending NZG juga bukan Zending konvensional karena tidak berdasarkan dogma gereja tertentu. Mula-mula NZG mengirim tiga orang zendeling, yaitu : J.Kam, J.C. Supper, dan G. Bruckner ke Hindia Belanda bertepatan dengan pemerintahan Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles di Jawa. (Soekotjo, 2009:107).

Mereka tiba di Batavia tanggal 26 Mei 1814. Oleh pemerintah, J.Kam

(29)

commit to user

Belanda. (Imam Sugiri, 1986:15) . Angkatan zendeling berikutnya semua dikirim ke Indonesia bagian timur, terutama ke Maluku, Timor, dan Minahasa. NZG mulai mendapatkan ijin untuk mengadakan penginjilan di Jawa, pada Februari 1848, zendeling Jelle Eeltjes Jellesma ditempatkan di Surabaya.

Sejak Juli 1851 Jellesma pindah ke Mojowarno bersatu dengan jemaat Kristen asuhan Kyai Paulus Tosari. Sejak itu NZG bekerja di tengah-tengah masyarakat Jawa Timur. Dari pekerjaan mereka di Jawa Timur ini lahirlah Gereja Kristen Djawi Wetan. Di Jawa Tengah, pekerjaan Zending tidak sebaik pekerjaan

mereka di Jawa Timur. Karena pekerjaan mereka berhenti di tengah jalan maka jemaat Semarang dan Nyemoh (Salatiga) diserahkan kepada Salatiga Zending, sedangkan jemaat Kayuapu dan Ngalapan diserahkan kepada Doopsgezinde Zendingsvereninging (DZV).

b) Java Committee

Java Commite merupakan bagian dari Vereniging ter verbreiding der

Waardheid. Organisasi ini didirikan di Amsterdam pada tanggal 24 Maret 1855

dengan tokohnya J. Esser bekas Residen Timor dan pembentuk Het Genootschap voor in-en Uitwendige Zending (GIUZ) di Batavia. Sama seperti NZG, Zending ini pun tidak berafiliasi dengan gereja tertentu dan mengusung ajaran gereja tertentu. Tujuan membangun gereja yang dewasa dan berdiri sendiri bukan merupakan tujuan utama bagi Zending ini. Karena di Batavia pekerjaan mereka kurang berhasil, maka mereka mengalihkan sasaran ke etnis Madura di Jawa Timur. Namun rupanya di Madura pekerjaan Zending ini juga kurang berhasil, terbukti hanya satu orang saja yang mau menerima baptisan, yakni Ebing, yang nantinya akan membantu mengabarkan Injil ke daerah sekitarnya.

c) Doopsgezinde Zendingsvereniging (DZV)

Bersamaan dengan bekerjanya zendeling Jellesma di Surabaya, pada

Bulan Agustus 1852 telah bertugas seorang zendeling utusan dari Doopsgezinde Zendingsvereniging (DZV) yang bernama Pieter Jansz di Jepara. DZV sendiri

(30)

gereja, ternyata Zending ini bukan Zending gerejawi. Jadi bisa dikatakan bahwa Zending ini hampir sama dengan NZG dan Java Commite yang non-gerejawi, namun terdapat sedikit perbedaan, yakni pada sifat DZV yang konvensional. DZV berpegang pada ajaran Gereja Menonite. Ciri khas ajarannya adalah bersifat kontekstual, pembaptisan hanya dilakukan pada orang dewasa, menolak segala bentuk kekerasan, dan prinsip pemisahan yang tegas antara gereja dan negara. (Soekotjo, 2009: 109).

Pieters Jansz dan penerusnya cenderung menekankan pertobatan manusia

untuk membuahkan kesusilaan yang nyata. Bersamaan dengan bekerjanya di kawasan sekitar Muria, terdapat penginjil pribumi yakni Kyai Tunggul Wulung. Kyai Tunggul Wulung melakukan penginjilan di Kayuapu-Kudus, Ngalapan-Pati, Bangsal-Juana, Bondo-Jepara, dan sekitarnya. Meskipun demikian Zending DZV tetap terus bekerja. Beberapa zendeling berikutnya datang membantu Jansz adalah H.C Klinkert (Jepara), N.D Schuurman (Jepara), Pieter Anthonie Jansz (Margorejo), Johann Hubert (Kedung Penjalin), Johann Fast (Kayuapu), Johann Klassen (Margorejo), H. Thieesen (Margorejo), dan masih banyak lagi. Mereka dibantu oleh guru Injil yang berasal dari daerah setempat yakni : Pasrah Karsa, Semuel Sampir, Petrus, Ngangkah, Andreas Ngariman, Tresna Wiradiwangsa, dan penginjil-penginjil generasi berikutnya. Dari pekerjaan mereka telah tumbuh desa Kristen di Kedungpenjalin, Margorejo, Margokerto, dan Pakis Suwawal. Dari pusat-pusat ini Injil menyebar ke daerah sekitar Muria. Pekerjaan Zending DZV ini melahirkan dua gereja di kawasan kerjanya yakni Gereja Injili di Tanah Jawi (GITJ) dan Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI).

d) Salatiga Zending

Lembaga Zending yang dikenal dengan Salatiga Zending ini sebenarnya Die Waisen und Missionssanstaalt zu Niukirchen yang didirikan pada tahun 1878

(31)

commit to user

bahkan tanpa tata gereja dan tanpa pengakuan iman tertentu. Kecuali menggarap kawasan Salatiga ke arah timur sampai Blora, Salatiga Zending di penghujung abad ke-20 dengan bubarnya NGZV menerima limpahan jemaat Muaratuwa dan sekitarnya di Tegal. Bahkan pada tahun 1933 menerima penggabungan jemaat Kyai Sadrach yang berada di kawasan Jawa Tengah Utara. Dari pekerjaan Salatiga Zending inilah lahir Gereja Kristen Jawa Tengah Utara-Parepatan Agung (GKJTU-PA). (Soekotjo, 2009: 111).

e) Het Genootschap voor in-en Uitwendige Zending (GIUZ)

GIUZ didirikan di Batavia pada tahun 1852 atas prakarsa tiga serangkai, yaitu: Mr. F.L.Anthing, Ds. E.W.King, dan J.Esser yang merasa prihatin dengan kehidupan orang-orang yang berada di luar gereja, dan yang murtad dari gereja. Mereka ingin mendapatkan orang-orang ini bagi Kristus melalui penginjilan. Prinsip GIUZ ialah memberitakan Injil keselamatan bagi kaum pribumi dengan menggunakan penginjil kaum pribumi pula. Zending ini bersifat non-gerejawi dan non-konvensional.

Lewat penginjil-penginjil pribumi yang dididik, seperti Ibrahim Sujana, mereka berhasil menumbuhkan jemaat di sekitar Batavia. Jemaat ini dikenal dengan “jemaat Anthing”, tumbuh di Kampung Sawah, Pondok Melati, Gunung Putri, Cigelam, Cikuya, Tanah Tinggi, Cakung, dan Ciater. Di samping itu mereka mengutus kelompok penginjil seperti Johannes Vrede, Laban, Hebron Lilie, Jonathan Saridja, dan Leonard ke Karesidenan Tegal dan Banyumas untuk tugas yang sama. Pekerjaan di Jawa Tengah ini nanti diteruskan oleh Zending NGZV sampai akhir abad ke-19.

f) Nederlandsche Gereformeerde Zendingsvereniging (NGZV)

Di kalangan Nederlandsche Hervormd Kerk (NHK), sayap kanan Gereformeerd juga muncul kerinduan untuk ikut serta dalam pekabaran Injil di

negeri jajahan. Keinginan ini terjawab dengan dibentuknya Nederlandsche Gereformeerde Zendingsvereniging (NGZV) pada tanggal 6 Mei 1859 di

(32)

juga bersifat non-gerejawi tetapi bersifat konvensional, yakni berpegang teguh pada ajaran Calvin.(Soekotjo, 2009: 112).

g) Nederlandsche Zendingsvereniging (NZV)

NZV didirikan di Amsterdam pada tanggal 2 Desember 1858. NZV menetapkan hati untuk bekerja di Pasundan dengan kota-kota sebagai sasaran utama pekerjaannya. NZV lebih menekankan pada kesalehan dan spontanitas daripada ilmu pengetahuan dan persiapan kekristenan yang matang. Dengan demikian praktek para zendeling lebih bersifat anthroposentrisme, yaitu membawa

umat kepada pertobatan dan hidup kesusilaan yang baik.

Beberapa zendeling seperti : D.J. van der Linden (Indramayu), C.Albers (Cianjur), A.Dijkstra (Cirebon), S. Coolsma (Bogor), dan lain-lain. Setelah melakukan penginjilan selama beberapa waktu, bisa dikatakan bahwa mereka gagal mendekati etnis Sunda. Hal ini disebabkan terutama karena fanatisme masyarakat Jawa Barat terhadap agama yang telah dipeluknya serta sebab lain, yakni karena para zendeling tidak benar-benar mendalami lingkungan social-budaya dan religius tempat mereka bekerja. (Soegijanto Padmo, 2008: 21). Perlawanan demi perlawanan dari Islam sangat kuat sehingga pekabaran Injil berjalan sangat lambat dan itu pun hanya terbatas pada daerah perkotaan yang tidak terlalu kuat tradisinya. Setelah bekerja puluhan tahun, pada tahun 1934 gereja asuhan NZV di tanah Pasundan ini mencapai kedewasaannya dengan sebutan Gereja Kristen Pasundan (GKP) dengan warga jemaat sejumlah 6.215 orang yang sebagian besar terdiri dari etnis Jawa, Ambon, Manado, dan Cina.Warga gereja dari etnis Sunda sendiri boleh dikatakan sangat kecil jumlahnya.

4. Kristenisasi

a. Pengertian Agama Kristen

(33)

commit to user

Haryono, 2009: 6). Iman Kristen adalah iman yang berkeyakinan bahwa Tuhan Allah di dalam Yesus Kristus telah mendamaikan orang berdosa dengan diri-Nya sendiri (Harun Hadiwijoyo, 1995:24).

Agama Kristen memiliki dasar-dasar ajaran yang memiliki kekhususan dibandingkan dengan agama yang lain. Kekhususan-kekhususan tersebut antara lain :

1) Agama Kristen sebagai agama

Unsur-unsur utama dalam agama lain juga terdapat dalam Agama

Kristen. Unsur-unsur tersebut antara lain: doa, upacara, fungsi kemasyarakatan, dan lainnya. Alkitab menyatakan bahwa Agama Kristen menyembah kepada Allah yang esa.

2) Yesus Kristus

Allah yang disembah oleh umat Kristen adalah Yesus Kristus. Yesus ialah Putera Allah yang datang dari surga ke bumi. Ia dilahirkan seorang perawan Maria dalam sebuah kandang di Betlehem. Ia memperlihatkan kemahatahuan-Nya dengan meramalkan keadaan sekitar pada saat kematian-Nya. Ia menegaskan diri-Nya sebagai Al-Masih dan Putera Tuhan, pribadi kedua dalam Trinitas ini dibuktikan dengan mukjizat-Nya yang menakjubkan, yaitu kemampuan-Nya meredakan badai, mengubah air menjadi anggur, berjalan di atas air, dan bukti yang paling hebat adalah meninggalkan kubur pada hari ketiga setelah kematian-Nya. Ia bangkit dari kematian dan naik ke surga.

Yesus mengajarkan bahwa kerajaan Tuhan ada dalam hati manusia. Mengetahui saat kematian-Nya sudah dekat, Ia kemudian mewariskan gereja yang didirikan selama kehidupan-Nya di dunia. Ia memilih 12 rasul menjadi wakil-Nya, kemudian disebut Uskup yang akan menjadi pengganti dalam mengajarkan dan memerintah gereja sampai akhir jaman (Peter de Rosa, 2006:4).

(34)

Kristus terbukti. Keistimewaan pelayanan Yesus Kristus dalam tindakan-Nya mewujudkan kehendak Allah; sikap-Nya yang penuh kasih terhadap orang-orang yang sederhana, manusia berdosa dan orang-orang yang menderita. Konsekuensi sikap Yesus Kristus sampai mengorbankan diri dan wafat di kayu salib karena dosa manusia; Kebangkitan-Nya dari antara orang mati dan kenaikan-Nya ke sorga sebagai pembenaran kehidupan-Nya.

3) Alkitab

Alkitab adalah wahyu Allah atau pernyataan Allah yang diinspirasikan

oleh Roh Kudus dan tertulis dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang terdiri dari 66 kitab. Inspirasi Alkitab hendak menyatakan bahwa kebenaran iman Kristen dapat dibuktikan.

4) Keselamatan

Jalan keselamatan adalah inisiatif Allah yang Maha Pengasih itu, dan bahwa manusia dipanggil untuk menggantungkan diri seluruhnya kepada karya Allah di dalam Yesus Kristus. Keselamatan diterima manusia hanya oleh iman kepada Yesus Kristus dan diikuti dengan pertobatan serta perbuatan yang sesuai dengan ajaran cinta kasih yang tertulis di dalam Alkitab.

5) Gereja

Allah memanggil setiap manusia berdosa dari kegelapan untuk datang kepada terang-Nya yang ajaib. Manusia berdosa yang menanggapi panggilan Allah itu secara bersama-sama diterima menjadi umat Allah (gereja). Jadi gereja tidak hanya diartikan sebagai sebuah gedung tempat umat Kristen beribadah, tapi merupakan umat Kristen itu sendiri. Yesus Kristus diibaratkan sebagai kepala gereja dan umat Kristen sebagai tubuh. Keikutsertaan dalam tubuh Kristus merupakan sarana untuk bertumbuh dalam iman dan saling melayani satu sama lain (Timotius Haryono, 2009:8).

b. Asas-Asas Etika Kristen

(35)

commit to user

hormat kepada Allah, mentaati kehendak Allah, dan mewujudkan hidup sebagai ibadah yang berkenan kepada Allah. Kedua, Alkitab. Alkitab adalah wahyu normatif yang harus menjadi patokan dalam pengambilan keputusan pribadi umat Kristen. Ketiga, Kristusentris. Allah mewajibkan orang Kristen untuk hidup sama seperti Kristus hidup dan berpusatkan pada Kristus. Oleh karena itu ajaran dan teladan kehidupan Yesus harus mendasari keputusan hidup umat Kristen.

Keempat, hidup normal di dunia abnormal. Setiap umat Kristen adalah manusia yang sudah diperbarui oleh kuasa Roh Kudus yang harus berkarya dan

memuliakan nama Tuhan. Dalam konteks ini Allah menuntut dan menunjukkan cara hidup yang harus lebih baik dibandingkan umat kebanyakan. Kelima, relasi intim dengan Allah. Agar umat Kristen senantiasa hidup berkenan kepada Allah, maka ia harus membina hubungan yang intim dengan Allah. Keintiman relasi dengan Allah akan membuat umat Kristen memiliki kepekaan ilahi yang tinggi sehingga mampu membuat keputusan hidup yang sesuai dengan pimpinan Roh Kudus.

Keenam, Allah menghendaki kesempurnaan. Sekalipun umat Kristen

hidup dalam dunia yang telah berdosa di hadapan Tuhan, namun Tuhan menghendaki umat Kristen hidup sempurna dalam melaksanakan perintah-Nya, sebagaimana Allah itu kudus dan sempurna adanya. Ketujuh, berlaku universal. Firman Allah menjadi patokan normatif dalam pengambilan keputusan etis dan prinsip ini berlaku bagi semua manusia di manapun berada dan dalam kondisi apapun.

c. Pengertian Kristenisasi

Masdum Muharram (2003 : 3) berpendapat bahwa Kristenisasi adalah sebuah gerakan keagamaan yang bersifat politis kolonialis. Gerakan yang muncul

(36)

sindiran kepada pengikut Kristus. Dalam perkembangannya para pengikut Kristus itu tidak mempermasalahkan penggunaan nama Kristen bagi kelompok mereka, karena dirasa tidaklah memalukan apabila pengggunaan nama tersebut berisi nama Juruselamat mereka, yakni Kristus. Dan bagaimanapun juga sebutan „Kristen‟ telah baku pada tahun 60-an. (Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, 2004:594).

Yang dinamakan Kristenisasi ialah mengkristenkan orang atau membuat seseorang memeluk agama Kristen. Arti kata-kata itu menurut istilah ialah

mengkristenkan orang secara besar-besaran dengan segala daya upaya yang mungkin agar supaya adat dan pergaulan dalam masyarakat mencerminkan ajaran agama Kristen. Masyarakat yang demikian akan lebih melancarkan tersiar luasnya agama Kristen. Akhirnya kehidupan rohani dan sosial penduduk diatur dan berpusat ke gereja. Pengkristenan dipercayai sebagai satu tugas suci yang dalam keadaan bagaimanapun tidak boleh ditinggalkan. Mengkristenkan orang dianggap sebagai membawa kembali anak-anak domba yang tersesat, dibawa kembali kepada induknya. Manusia-manusia sebagai anak domba akan dibawa kepada kerajaan Allah.

Kristenisasi adalah usaha internasional, artinya mereka bermaksud menyebarkan agama Kristen ke seluruh dunia. Dapat diakui bahwa ini adalah mutlak hak asasi mereka, sebagaimana orang Muslim juga mempunyai tugas menyiarkan Islam ke seluruh dunia. Namun demikian memang perlu sama-sama disadari perlunya suatu garis pengamanan yang dapat menghindarkan terjadinya pergesekan dan perselisihan, sehingga masing-masing pemeluk agama tertentu tidak merasa cemas untuk dipaksa atau dibujuk atau diusahakan pindahnya kepada agama lain. Garis ini harus jelas dan ditaati terutama oleh para pemeluk agama yang telah disahkan oleh Negara Republik Indonesia seperti misalnya

agama Islam dan Kristen. (http://www.scribd.com/doc/7856963/Sejarah-Kristenisasi-Di-Indonesia,18 Januari 2011).

(37)

commit to user

seseorang maupun suatu kelompok menjadi pengikut Kristus. Di dalam usaha tersebut terdapat pengajaran-pengajaran maupun bimbingan-bimbingan untuk membawa jemaat akan pengenalan terhadap Yesus Kristus dan ajaran-Nya.

d. Usaha-Usaha Kristenisasi

Usaha Kristenisasi pada masa kolonial dilakukan dengan segala daya, biaya peralatan yang lengkap, rencana yang masak, teknik yang tinggi, kemauan dan kesungguhan yang mantap dan kuat, dan keyakinan yang mendalam.

Usaha-usaha itu dilakukan melalui segala jalan dan saluran yang meresap dalam hampir semua aspek kehidupan manusia, yakni aspek sosial, budaya, ekonomi, dan pendidikan.

1). Sosial

Suatu kenyataan yang tidak dapat diabaikan begitu saja dalam kegiatan Kristenisasi adalah begitu rendahnya tingkat kesehatan dan tingginya tingkat kemiskinan di masyarakat. Usaha Kristenisasi yang dilakukan oleh para zendeling adalah mengarahkan usaha dalam bidang pengabdian sosial, kerajinan tangan, dan terutama pendidikan. (Guillot, 1985:18).

(38)

ke tempat yang jauh, nyai dan anak-anaknya kerap kali ditinggal begitu saja. Banyak bapak-bapak itu yang meskipun tidak beragama Kristen minta supaya anaknya dibaptis dengan harapan bahwa kelak bila anak tersebut ditinggalkan, gereja akan merawatnya. Dengan alasan tersebut maka gereja mendirikan rumah yatim piatu, yang pertama didirikan di Semarang (1809), disusul di Jakarta (1856), dan Surabaya (1862). (Soegijanto Padmo, 2008: 27).

2). Budaya

Dalam hal budaya, Kristenisasi dilakukan dengan menulis, menerbitkan dan menyebarkan buku/ selebaran berbahasa Jawa (Sukoco, 2010: 170). Cara ini dianggap kurang berhasil karena banyak orang yang belum bisa membaca, dan Alkitab sebagai dasar penulisan buku tersebut belum diterjemahkan dalam Bahasa Jawa. Salah satu cara Kristenisasi dalam bidang budaya yang cukup berhasil adalah lewat jalur perkawinan.

Agama Kristen melarang perkawinan campuran sehingga mewajibkan bagi pasangan yang akan menikah, keduanya harus beragama Kristen. Dengan aturan agama yang ketat, maka orang-orang yang hendak menjadi istri atau suami orang yang sudah beragama Kristen maka diwajibkan memeluk Agama Kristen terlebih dahulu.

3). Ekonomi

Metode kerja Zending dalam memperkenalkan Injil di kalangan pribumi di Jawa Tengah dan Jawa Timur antara lain adalah dengan mendirikan desa Kristen. (Soegijanto Padmo, 2008: 20). Dengan adanya pembukaan desa persil sehingga masyarakat dapat memperbaiki nasibnya dengan bekerja mengolah tanah untuk meningkatkan pendap atan sekaligus terbebas dari kemiskinan dan kerja paksa dari pemerintah kolonial. (Guillot, 1985:18). Selain harus memerangi

(39)

commit to user 4). Pendidikan

Salah satu usaha Kristenisasi yang berperan besar adalah bidang pendidikan. Usaha ini dilakukan dengan penyelenggaraan pendidikan di masyarakat. Sekolah-sekolah bernafaskan Kristen mulai didirikan di berbagai daerah penginjilan. Tujuan persekolahan itu memang membawa anak-anak itu terhadap pemahaman Agama Kristen. Bagi murid-murid pria dipersiapkan sebagai guru atau pekabar Injil, sedangkan bagi murid-murid wanita disiapkan semata-semata sebagai ibu rumah tangga yang baik (Sukoco, 2010: 158-159).Khusus

dalam bidang pendidikan ini mereka mendapatkan hasil yang menggembirakan. Orang-orang mengharapkan mereka memindahkan ilmu Barat kepada anak-anak mereka. Anggapan mereka, ilmu adalah satu-satunya kunci sukses dalam masyarakat baru. (Guillot, 1985:18).

Perlu diketahui bahwa sekolah Zending ini menggunakan kurikulum yang cukup baik dengan mata pelajaran yang meliputi : Bahasa Jawa, Bahasa Melayu, Bahasa Belanda, berhitung, sejarah umum, sejarah Bangsa Jawa, sejarah suci, ilmu bumi umum, ilmu bumi dari Hindia Belanda teristimewa dari Pulau Jawa, ilmu bumi Palestina, dasar-dasar ilmu alam dan menyanyi. Khusus bagi yang ingin menjadi guru atau pekabar Injil mendapatkan pelajaran tambahan.

(40)

B. Kerangka Berpikir

Sesuai judul penelitian ini, yaitu “Zending : Kristenisasi di Margorejo Kecamatan Dukuh Seti, Kabupaten Pati Pada Tahun 1852-1942”, maka dapat digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut:

Keterangan:

Agama Kristen pertama kali masuk ke Indonesia di bawa oleh orang-orang Nestorian, namun sejak beberapa abad sejak kedatangannya segera mengalami penurunan dan akhirnya agama tersebut hilang akibat berbagai hambatan yang terjadi pada masa itu. Agama Kristen masuk kembali ke nusantara dibawa oleh misionaris Katolik dari Portugis. Seiring dengan perkembangan jaman, kolonialisme Belanda berkuasa di Indonesia, dan melakukan tindakan represif terhadap perkembangan Agama Kristen Katolik. Agama yang diijinkan untuk berkembang adalah Agama Kristen Protestan.

Perlindungan dan ijin mengembangkan Agama Kristen Protestan dilakukan oleh Belanda dengan membuat peraturan resmi mengenai pelaksanaan penyebaran agama yakni dengan Staatblad Van Netherland Indie 1854. Peraturan tersebut mengatur, mengawasi dan memberikan perlindungan pada Zending untuk mengadakan Kristenisasi di Hindia Belanda.

Kolonialisme

Staatbladen Van Netherlandsch Indie

1854

Kristenisasi

Sekolah Zending

Desa Margorejo

(41)

commit to user

Peraturan tersebut didukung oleh perkembangan Zending di luar negeri, yang nantinya mengirimkan utusan-utusannya untuk melaksanakan misi penyebaran Agama Kristen Protestan di Hindia Belanda. Kegiatan Zending di Hindia Belanda dapat berjalan lancar karena dukungan dan perlindungan dari Pemerintah Hindia Belanda. Melalui para zendeling yang bekerja di Hindia Belanda untuk menyebarkan Agama Kristen Protestan, maka dapat dikatakan bahwa proses Kristenisasi di Indonesia dimulai sejak itu.

Usaha Kristenisasi yang berkembang melibatkan lebih banyak zendeling,

baik oleh lembaga pekabaran Injil resmi utusan pemerintah maupun yang berdiri secara mandiri. Kristenisasi di Hindia Belanda mulai berkembang dan menyebar ke wilayah yang lebih luas, bahkan di daerah pedalaman. Salah satu wilayah Kristenisasi adalah Kabupaten Pati. Usaha pertama yang dilakukan oleh Zending untuk melaksanakan misinya adalah dengan mendirikan sekolah-sekolah bagi pribumi.

Usaha mendirikan sekolah ini berjalan dengan baik sehingga menghasilkan para petobat baru untuk masuk Agama Kristen Protestan. Semakin hari pekerjaan para Zending membuahkan hasil yang baik, sehingga jemaat yang dibina menjadi semakin banyak. Oleh karena berbagai pertimbangan, maka dicetuskanlah ide untuk membuat sebuah tempat yang dapat digunakan untuk mengumpulkan semua jemaat hasil penginjilan. Pada tanggal 3 Januari 1881, Pieter Jansz selaku penaggung jawab kegiatan Zending di daerah Muria, mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk menyewa sebuah tanah di kawasan Desa Puncel, di Distrik Margotahu. Enam bulan kemudian berdasarkan persetujuan Gubernur tertanggal 13 Agustus 1881 no. 29 keluarlah besluit no. 37 tertanggal 21 September 1881, disusul dengan surat tanda hak (akte) nomor 5 tertanggal 13 November 1881 yang isinya menyetujui permohonan Pieter jansz

untuk membuka tanah sewa jangka panjang di tempat yang di kehendaki.

(42)

dengan baik. Untuk menunjang kegiatan penginjilan dan pemeliharaan jemaat, didirikanlah poliklinik dan rumah sakit untuk melayani kesehatan para jemaat.

(43)

commit to user

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis melakukan pengumpulan data melalui studi pustaka. Studi pustaka merupakan teknik pengumpulan data baik berupa

dokumen, buku, karangan, tulisan, catatan maupun sumber tertulis lain yang diperoleh dari museum-museum, perpustakaan, instansi pemerintahan, koleksi swasta maupun perorangan dan di tempat-tempat yang menyimpan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. (Dudung Abdurrahman, 1999: 55). Adapun perpustakaan yang digunakan sebagai berikut .

a. Perpustakaan Akademi Kristen Wiyata Wacana Pati b. Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana Jogjakarta c. Perpustakaan Sekolah Tinggi Teologi Gamaliel Surakarta d. Perpustakaan Reksapustaka Mangkunegaran Surakarta

e. Perpustakaan Program Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta

f. Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta

g. Perpustakaan Pusat Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta

2. Waktu Penelitian

Waktu yang digunakan untuk penelitian ini mulai dari disetujuinya judul

skripsi yaitu pada bulan Juli 2010, sampai dengan selesainya penulisan skripsi ini yaitu pada bulan Maret 2011.

(44)

commit to user

B. Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian, peranan metode ilmiah sangat penting karena keberhasilan tujuan yang akan dicapai tergantung dari penggunaan metode yang tepat. Kata metode berasal dari Bahasa Yunani methodos yang terdiri dari dua kata, yaitu methos berarti jalan atau cara dan theodos yang berarti masalah. Menurut Helius Sjamsudin (1994:2), metode ada hubungannya dengan suatu prosedur, proses atau teknik yang sistematis dalam penyelidikan suatu disiplin

ilmu tertentu untuk mendapatkan obyek/ bahan-bahan yang diteliti. Lebih lanjut kata metode diartikan sebagai cara atau jalan. Sehubungan dengan karya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja, yaitu cara kerja untuk memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. (Koentjaraningrat, 1977: 16).

Penelitian ini merupakan penelitian yang berusaha merekonstruksikan, mendiskripsikan dan memaparkan Kristenisasi di Margorejo pada tahun 1852-1942. Mengingat peristiwa yang menjadi pokok penelitian adalah peristiwa masa lampau, maka metode yang digunakan adalah metode sejarah. Dengan metode sejarah ini, penulis mencoba merekonstruksi kembali suatu peristiwa di masa lampau sehingga dapat menghasilkan historiografi sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dengan demikian metode historis merupakan langkah (cara) ilmiah yang tepat untuk digunakan dalam penelitian ini. Tujuan penelitian historis adalah untuk membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif (Sumadi S, 1992, 16).

Menurut Louis Gottchalk (1985:32) metode historis adalah: proses menguji dan menganalisa secara kritis terhadap sumber yang berupa rekaman, tulisan, dan peninggalan masa lampau, kemudian diadakan rekonstruksi yang

(45)

commit to user

kritik, yang merupakan kegiatan menyelidiki apakah jejak-jejak itu sah baik isi maupun bentuknya; (c) interpretasi, yaitu menetapkan makna yang saling berhubungan dari data-data yang diperoleh tersebut; (d) penyajian atau penulisan, yaitu kegiatan yang menyampaikan sintesa yang diperoleh dalam bentuk suatu kisah atau historiografi.

Hadari Nawawi (1995: 78-79) mengemukakan bahwa metode penelitian sejarah adalah prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan data masa lalu atau peninggalan-peninggalan baik untuk memahami kejadian atau suatu keadaan

yang berlangsung pada masa lalu dan terlepas dari keadaan masa sekarang. Gilbert J.Garraghan yang dikutip Dudung Abdurrahman (1999: 43), mengemukakan bahwa metode penelitian sejarah adalah seperangkat aturan dan prinsip sistematis untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilai secara kritis, dan mengajukan sintesis dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis.

Menurut Louis Gottschalk yang dikutip Dudung Abdurrahman (1999: 44), menjelaskan metode sejarah sebagai proses menguji dan menganalisis kesaksian sejarah guna menemukan data yang otentik dan dapat dipercaya, serta usaha sintesis atas data semacam itu menjadi kisah sejarah yang dapat dipercaya. Menurut Helius Sjamsuddin dan Ismaun (1996: 61), yang dimaksud metode sejarah adalah proses menguji dan mengkaji kebenaran rekaman dan peninggalan-peninggalan masa lampau dengan menganalisis secara kritis bukti-bukti dan data-data yang ada sehingga menjadi penyajian dan ceritera sejarah yang dapat dipercaya.

Nugroho Notosusanto (1971: vii) menyatakan pengertian tentang metode penelitian sejarah yaitu :

“Metode penelitian sejarah merupakan proses pengumpulan, menguji, menganalisis secara kritis rekaman-rekaman dan penggalian-penggalian masa lampau menjadi kisah sejarah yang dapat dipercaya, metode ini merupakan proses merekonstruksi peristiwa-peristiwa masa lampau, sehingga menjadi kisah yang nyata”.

(46)

commit to user

sumber-sumber sejarah yang relevan dengan permasalahan yang akan dikaji. Sehingga dapat memahami kejadian pada masa lalu kemudian menguji dan menganalisa secara kritis dan mengajukan sintesis dari hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis dari sumber sejarah tersebut, agar dapat dijadikan suatu cerita sejarah yang obyektif, menarik dan dapat dipercaya.

C. Sumber Data

Sumber data ialah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai bahan tulisan atau penelitian sejarah. Nugroho Notosusanto (1978 : 36) mengklasifikasikan sumber sejarah menjadi tiga, yaitu: (a) Sumber benda (misalnya bangunan, perkakas, batu nisan, senjata); (b) Sumber tertulis (misanya dokumen); (c) Sumber lisan (misal wawancara dengan narasumber). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sejarah. Sumber data sejarah sering disebut juga data sejarah. Menurut Kuntowijoyo (1994: 94) kata ”data” merupakan bentuk jamak dari kata tunggal datum (bahasa latin) yang berarti pemberitaan.

Helius Sjamsuddin (1996: 73) mengemukakan tentang pengertian sumber sejarah, yaitu:

”Segala sesuatu yang langsung atau tidak langsung menceritakan kepada kita tentang sesuatu kenyataan atau kegiatan manusia pada masa lalu (past actuality). Sumber sejarah merupakan bahan-bahan mentah (raw materials) sejarah yang mencakup segala macam evidensi (bukti) yang telah ditinggalkan oleh manusia yang menunjukkan segala aktivitas mereka di masa lalu yang berupa kata-kata yang tertulis atau kata-kata yang diucapkan (lisan)”.

(47)

commit to user

berasal dari orang yang sejaman. Sedangkan sumber tertulis sekunder merupakan kesaksian dari pada siapapun yang bukan merupakan saksi mata, yakni dari seseorang yang tidak hadir dari peristiwa yang dikisahkannya. Sumber tertulis sekunder juga dapat diartikan sebagai data yang ditulis oleh orang yang tidak sejaman dengan peristiwa yang dikisahkannya.

Sumber primer yang penulis gunakan di dalam penelitian ilmiah ini berupa Staatblad van Indie Tahun 1854; buku Catatan Harian Pieter Janz pada tahun 1854, 1855, dan 1856. Sumber primer tersebut berisi data-data yang terkait

dengan Kristenisasi di Margorejo, Kecamatan Dukuh Seti, Kabupaten Pati.

Adapun sumber sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa buku-buku literature, maupun artikel-artikel yang relevan dengan penelitian. Sumber tertulis sekunder yang penulis gunakan dalam penelitian ini antara lain: Ragi Carita, Sejarah Gereja di Indonesia 1500-1860, karangan Dr. Th. Van Den

End; Benih Yang Tumbuh, karangan Dra. Martati Ins. Kumaat; Nusa Jawa :

Silang Budaya, Batas-Batas Pembaratan, karangan Dennis Lombard; Kyai

Sadrach, Riwayat Kristenisasi di Jawa, karangan C. Guillot; Harta Dalam

Bejana, Sejarah Gereja Ringkas, karangan Dr. Th. Van Den End; dan lain-lain

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara

Dalam penelitian ini menggunakan wawancara mendalam (in-depth interview). Wawancara mendalam ini dilakukan untuk memperoleh data secara terperinci. Wawancara mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari, biasanya berjalan lama dan seringkali dilanjutkan pada kesempatan berikutnya. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan beberapa responden yang terpilih dan

(48)

commit to user

berkaitan dengan Kristenisasi di Margorejo, Kecamatan Dukuh Seti, Kabupaten Pati. Agar informasi ini mengarah pada permasalahan maka dipersiapkan daftar pertanyaan interview guide yang disusun dengan sikap terbuka dan terstruktur.

2. Observasi

Observasi dilakukan dengan jalan pengamatan dan pencatatan terhadap objek yang diteliti. Observasi merupakan salah satu cara untuk mencocokan data dari informasi yang didapatkan dari hasil wawancara dengan keadaan sebenarnya

dilapangan. Dengan cara demikian maka akan didapatkan data-data yang akurat. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik observasi langsung yaitu peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian di Margorejo, Kecamatan Dukuh Seti, Kabupaten Pati.

3. Studi Pustaka

Dalam penelitian ini teknik yang dilakukan adalah studi pustaka, yakni mengumpulkan dan membaca buku-buku yang relevan dengan penelitian yang ada. Untuk menjaring data sebanyak-banyaknya maka penulis memanfaatkan perpustakaan. Menurut Nugroho Notosusanto (1971) perpustakaan merupakan himpunan dari dokumen-dokumen yang diperoleh dengan cara membeli, menerima sebagai hadiah atau sebagai hasil dari tukar-menukar. Lebih lanjut Koentjaraningrat (1986: 3) menyatakan studi pustaka penting sebagai proses bahan penelitian. Tujuannya sebagai pemahaman secara menyeluruh tentang topik permasalahan. Teknik studi pustaka adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data atau fakta sejarah, dengan cara membaca buku-buku literatur, majalah, dokumen atau arsip, surat kabar atau brosur yang tersimpan di dalam perpustakaan, museum ataupun instansi yang

Referensi

Dokumen terkait

Akibatnya maka penduduk berusaha mencari pekerjaan tambahan di luar sektor pertanian untuk menambah pendapatan dalam upaya mencapai hidup yang layak atau kecukupan

Untuk mengetahui pemanfaatan pelayanan kesehatan Puskesmas di kecamatan Wanadadi oleh penduduk di gunakan metode skoring yaitu dengan memberikan penilaian atau skor

Desa Wawasan Dusun Cinta Jaya Kecamatan Tanjung Sari Lampung Selatan adalah suatu desa yang masih ada Kristenisasi yang sangat kuat, karena dari itu da’i berusaha untuk

seni budaya dan pelayanan lain yang dibutuhkan para lansia dengan tujuan untuk.. meningkatkan kualitas hidup melalui peningkatan kesehatan dan

Tujuan dari program adalah untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu yang membutuhkan pelayanan

Keterbatasan yang dimiliki nelayan mengakibatkan mereka sulit meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Kondisi ini, paling tidak terlihat dari kehidupan 3 orang

Jadi, rendahnya taraf hidup penduduk Kecamatan Tujuh Belas tidak berkaitan dengan daya dukung air dan daya dukung lahan, karena berdasarkan perhitungan ketersediaan air

Jadi, rendahnya taraf hidup penduduk Kecamatan Tujuh Belas tidak berkaitan dengan daya dukung air dan daya dukung lahan, karena berdasarkan perhitungan ketersediaan air