i
TINDAK PIDANA PENCURIAN KAYU HASIL HUTAN NEGARA
WILAYAH PERUM PERHUTANI DAN UPAYA
PENANGGULANGANNYA
( Studi Kasus di Wilayah Hukum Rembang )
NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat
Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Oleh :
IMAM FAHRUDIN
NIM : C 100 090 154
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
iv
TINDAK PIDANA PENCURIAN KAYU HASIL HUTAN NEGARA
WILAYAH PERUM PERHUTANI DAN UPAYA
PENANGGULANGANNYA
Imam Fahrudin
C100.090.154
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Kartasura Surakarta Jawa Tengah
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan warga masyarakat melakukan tindak pidana pencurian, pertimbangan polisi hutan dalam menerapkan sanksi pidana terhadap warga masyarakat sebagai pelaku tindak pidana pencurian, dan kendala-kendala yang dihadapi hakim dalam menerapkan sanksi pidana terhadap warga masyarakat sebagai pelaku tindak pidana pencurian. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi di Perum Perhutani KPH Kebonharjo. Data pada penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder baik berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier. Data primer berupa sejumlah keterangan atau fakta yang secara langsung dan hasil wawancara dengan Polisi hutan di lokasi penelitian yang dipilih oleh penulis. Data sekunder digunakan sebagai pendukung dari data primer. Teknik pengumpulan data adalah studi kepustakaan dan wawancara, setelah semua data terkumpul kemudian dilakukan analisis data. Adapun proses analisis yang penulis gunakan adalah dengan menggunakan tiga cara yaitu pengumpulan data, reduksi data, dan penarikan kesimpulan. Teknik analisis yang digunakan bersifat kualitatif.
v
pembalasan namun sebagai pembelajaran dan membuat efek jera bagi terdakwa agar tidak mengulangi perbuatannya tersebut, serta bersifat mendidik yang menunjukkan pada masyarakat terutama masyarakat desa hutan agar tidak melakukan tindakan tersebut.
Kata Kunci : Tindak Pidana, Pencurian, Hutan.
ABSTRAK
This study aims to determine the factors that cause citizens commit the crime of thef, rangers consideration in applying criminal sanctions against members of the community as a criminal theft, and the constraints faced by judges in applying criminal sanctions against citizens as perpetrators criminal theft. The research was conducted by taking location in Perum Perhutani KPH Kebonharjo. The data in this study include primary data and secondary data in the form of primary legal materials, legal materials and secondary legal materials tertiary. The primary data of the amount of information or facts that are directly and interviews with police in the forest study sites were selected by the author. Secondary data is used as the primary supporter of the data. Techniques of data collection is library research and interviews, after all data is collected and then analyzed the data. The analysis process that I use is to use three ways, namely data collection, data reduction, and conclusion. Engineering analysis is qualitative.
1
PENDAHULUAN
Hukum memegang peranan yang sangat penting untuk menjamin
kelangsungan kehidupan dalam masyarakat, bangsa dan negara, karena dengan pendidikan dapat meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya
manusia (SDM) serta untuk menyiapkan generasi masa kini sekaligus masa yang akan datang. Di dalam Undang-undang Dasar 1945 menegaskan bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechstaat). Sebagai
negara hukum indonesia selalu menjunjung tinggi hak asasi manusia. Selalu menjamin segala warga negara bersamaan di dalam hukum dan pemerintahan
serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.1
Kejahatan yang di lakukan oleh setiap orang di sebabkan bukan hanya
karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tetapi banyak dikarenakan permasalahan sosial. Misalnya saja tindak kejahatan tersebut di karenakan kesalah
fahaman antar orang, mungkin juga di karenakan unsur kesengajaan. Tindak kejahatan yang dilakukan setiap orang banyak macamnya antara lain, pembunuhan, pencurian, pelecehan seksual, pencemaran nama baik seseorang dan
lain sebagainya. Kejahatan yang sering orang lakukan adalah pencurian, pencurian bisa dilakukan dimanapun tempatnya, baik di tempat terbuka ataupun di tempat
yang tertutup sekalipun.
Berbicara mengenai kejahatan dalam bentuk pencurian dalam kehidupan bermasyarakat tidak akan pernah berhenti sepanjang kehidupan, karena pencurian
1
2
merupakan tindak kejahatan yang disebabkan dari unsur kesengajaan setiap orang demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Pencurian yang dilakukan setiap orang
mungkin bisa terbukti kalau dilihat dari seberapa banyak dan seberapa besar hasil curiannya tersebut. Jenis pencurian ada beberapa macamnya mulai dari pencurian
yang bersifat kecil sampai ke yang bersifat besar misalnya, pencurian ayam, pencurian uang, pencurian saham, pencurian barang tambang, pencurian kayu dan banyak sebagainya.
Tindak pidana pencurian kayu diatur dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang tindak pidana kehutanan, yang selanjutnya disebut UU
TIPIHUT. TIPIHUT adalah: “perbuatan yang dilarang peraturan kehutanan dan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, dengan ancaman sanksi pidana bagi barangsiapa yang karena kesalahannya melanggar larangan tersebut”.
Ada beberapa perbuatan yang dilarang dalam UU TIPIHUT diantaranya pasal 50 ayat (1) dan (2).
Pasal 50 ayat (1) berbunyi “Setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan”.
Pasal 50 ayat (2) berbunyi:
“Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha
pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan”.
Penerapan Undang-Undang perbuatan yang dilarang perlindungan hutan Indonesia diarahkan agar hutan yang ada di bumi Indonesia dapat perlindungan dengan segala aturan yang telah ada saat ini. Hutan adalah suatu kesatuan
3
didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.2 Maka dari itu dapat dikatakan bahwa hutan
adalah penyangga bagi kehidupan manusia yang didalamnya terdiri dari berbagai komponen-komponen sumber daya alam terutama yang bisa dimanfaatkan
manusia untuk mengoptimalkan aneka fungsi hutan dalam mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi yang seimbang dan lestari.
Perumusan masalah yang hendak penulis kemukakan yaitu: (1) Faktor
apakah yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pencurian kayu hutan Negara perum perhutani diwilayah KPH Kebonharjo Kabupaten Tuban. (2) Bagaimana
pertimbangan Polisi Hutan dalam menerapkan sanksi pidana terhadap para pencuri kayu hutan Negara perum perhutani diwilayah KPH Kebonharjo Kabupaten Tuban. (3) Kendala-kendala apa saja yang dihadapi Polisi Hutan dalam
menerapkan sanksi pidana terhadap para pelaku pencurian kayu hutan Negara perum perhutani diwilayah KPH Kebonharjo Kabupaten Tuban.
Tujuan dan manfaat penelitian sebagai berikut, tujuan penelitian: (a) Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pencurian kayu hutan Negara perum perhutani di wilayah KPH Kebonharjo Kabupaten
Tuban. (b) Untuk mengetahui pertimbangan Polisi Hutan dalam menerapkan sanksi pidana terhadap para pencuri kayu hutan Negara perum perhutani
diwilayah KPH Kebonharjo Kabupaten Tuban. (c) Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi Polisi Hutan dalam menerapkan sanksi pidana terhadap
2
4
para pelaku pencurian kayu hutan Negara perum perhutani diwilayah KPH Kebonharjo Kabupaten Tuban.
Manfaat Penelitian dibedakan menjadi dua: (a) Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu gambaran yang nyata dan memberikan
sumbangan pemikiran dalam pengetahuan mengenai hukum pidana, khususnya tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pencurian kayu hutan Negara perum perhutani diwilayah KPH Kebonharjo Kabupaten Tuban,
serta kendala-kendala yang dihadapi Polisi Hutan dalam menerapkan sanksi pidana terhadap para pelaku pencurian kayu hutan Negara perum perhutani
diwilayah KPH Kebonharjo Kabupaten Tuban. (b) Manfaat praktis: Memberikan manfaat untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir yang dinamis, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu
yang telah diperoleh.
Kerangka Pemikiran
Suatu tindakan yang merugikan orang lain atau tindakan yang melawan hukum ada yang disebut tindak pidana. Tindak pidana berarti suatu perbuatan
yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana dan pelaku ini dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana serta tindak pidana merupakan pelanggaran
terhadap norma atau kaidah sosial yang telah ada dalam masyarakat.
Hukum menurut Subekti, melayani tujuan negara tersebut dengan
menyelenggarakan “keadilan” dan “ketertiban”, syarat-syarat pokok untuk
5
adil itu kiranya dapat digambarkan sebagai suatu keadaan keseimbangan yang membawa ketentraman dihati orang, dan jika dilanggar akan menimbulkan
kegelisahan dan kegoncangan”.3
Perbuatan yang diancam dengan hukum pidana adalah perbuatan yang
secara mutlak harus memenuhi syarat formal, yaitu dengan mencocokan dengan rumusan undang-undang yang telah ditetapkan yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan peraturan-peraturan lain yang berdimensi pidana dan
memiliki unsur material yaitu bertentangan dengan cita-cita mengenai pergaulan masyarakat atau dengan kata pendek suatu sifat melawan hukum atau tindak
pidana.4
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pendekatan yuridis empiris. Penelitian ini bersifat deskriptif.5 yang menggambarkan penulis
mengambil lokasi penelitian di KPH Kebonharjo, dengan memfokuskan pada permasalahan pencurian kayu dalam mengungkap tindak kejahatan pencurian di KPH Kebonharjo. Data pada penelitian ini meliputi penelitian lapangan dan
penelitian kepustakaan, dalam penelitian kepustakaan terdiri dari bahan primer dan bahan sekunder.
Data yang diperoleh peneliti dari penelitian kepustakaan dan dokumantasi, yang merupakan hasil penelitian dan pengolahan orang lain, yang sudah tersedia
3
Kansil, 1989, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, hal. 41.
4
Moeljatno,1983, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana, Yogyakarta: Bina Aksara, hal. 20.
5
6
dalam bentuk buku-buku atau dokumentasi yang biasanya disediakan di perpustakaan atau milik pribadi peneliti.6
Teknik pengumpulan data adalah studi kepustakaan dan wawancara, dimana kepustakaan penulis mencari dan mengumpulkan buku-buku referensi,
sedanngkan wawancara penulis melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang berhubungan dengan masalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, data yang diperoleh akan dianalisis Setelah data terkumpul kemudian dianalisis
menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis, untuk selanjutnya dianalisis secara kualitatif, untuk
mencapai kejelasan masalah yang dibahas.7
TINJAUAN PUSTAKA
a). Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana; Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu “stafbaar feit”. “Feit”
dalam bahasa Belanda berarti “sebagian dari suatu kenyataan”, sedangkan
“stafbaar” yang berarti “dapat dihukum”, sehingga “stafbaar feit” dapat
diterjemahkan sebagai sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum yang
sudah barang tentu tidak tepat karena kita ketahui bahwa yang dapat dihukum adalah manusia sebagai pribadi dan bukanlah kenyataan, perbuatan, maupun
tindakan.8 Karni, memberi pendapat bahwa delik itu mengandung perbuatan yang
6
Hilman Hadikusuma, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja Atau Skripsi Ilmu Hukum,
Bandung: Mandar Maju, hal:65.
7
Ronny Hanitijo Soemitro, 1990, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta: Ghalia Indonesia, hal. 57.
8
7
mengandung perlawanan hak yang dilakukan dengan salah dosa oleh seorang yang sempurna akal budinya dan kepada siapa perbuatan patut dipertanggung
jawabkan. Sedangkan arti delict itu sendiri dalam Kamus Hukum diartikan sebagai delik, tindak pidana, perbuatan yang diancam dengan hukuman.9
Sementara itu, Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana, beliau
mendefinisikan sebagai “perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,
larangan mana yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi
siapa saja yang melanggar larangan tersebut”. Beliau mengatakan bahwa istilah
perbuatan pidana lebih tepat dengan alasan sebagai berikut:10 1). Perbuatan pidana
adalah suatu kejadian atau keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang, dimana larangan itu ditujukan pada perbuatannya. sementara itu, ancaman pidananya ditujukan pada orang yang menimbulkan kejadian itu; 2). Antara
larangan dengan ancaman pidana ada hubungan yang erat. Oleh karena antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian tadi ada hubungan erat pula; 3).
Untuk menyatakan adanya hubungan yang erat itulah, maka dipakailah perkataan perbuatan, yaitu suatu pengertian abstrak yang menunjuk pada dua keadaan konkret yaitu pertama, adanya kejadian tertentu (perbuatan), dan kedua, adanya
orang yang berbuat atau yang menimbulkan kejadian itu. b). Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Pencurian; Menurut rumusan Pasal 362 Kitap
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbumyi sebagai berikut;“barangsiapa mengambil suatu benda, yang seluruhnya atau sebagaian adalah kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan
9
R.Subekti dan Tjitrosoedibyo, 2005, Kamus Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, hal. 35.
10
8
hukum, maka ia dihukum karena kesalahanya melakukan pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda setinggi-tingginya enam puluh rupiah”.11
c). Tinjauan Umum Tentang Kehutanan; Hutan adalah, suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon secara keseluruhan merupakan
persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkunganya, dan ditetapkan pemerintah sebagai hutan. Artinya hutan suatu areal yang cukup luas, di dalamnya bertumbuhan kayu, bambu dan/atau palem, bersama-sama dengan tanahnya,
beserta segala isinya, baik berupa nabati maupun hewani, yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup yang mempunyai kemampuan untuk memberikan
manfaat-manfaat lainya secara lestari.12 Kegiatan perlindungan hutan dan kawasan hutan merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dan utama karena fakta menunjukkan bahwa, kerusakan hutan di Indonesia telah masuk pada skala yang
sangat mengkawatirkan, dan sangat pantas apabila pemerintah sangat menaruh perhatianya terhadap perlindungan hutan.13 Dalam pengertian secara luas
dikandung makna bahwa setiap kawasan hutan tidak selalu diartikan keseluruhan wilayah berhutan. Termasuk, tanah yang berhutanpun dapat ditunjuk menjadi kawasan hutan. Sebaliknya, suatu kawasan hutan dapat diubah setatus hukumnya
menjadi bukan kawasan hutan karena adanya berbagai kepentingan dan penggunaan yang diangap sah oleh pemerintah melalui mentri kehutanan. Dari
definisi dan penjelasan tentang kawasan hutan, terdapat unsur-unsur yang meliputi: a. Suatu wilayah tertentu; b. Terdapat hutan atau tidak terdapat hutan; c.
11
P.A.F Lamintang dan Djisman Samosir, 1990, Delik-Delik Khusus Kejahatan yang Ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-Lain Hak yang Timbul dari Hak Milik, Bandung: Tarsito, Hal. 49.
12
Alam Setia Zain, 1997, Hukum Lingkungan Konservasi Hutan, Jakarta, PT Rineka Cipta, hal. 1.
13
9
Didasarkan kebutuhan dan kepentingan masyarakat.14 Untuk kepentingan kawasan hutan, diperlukan areal yang cukup luas dengan penyebaran dan letak
yang tepat, agar secara merata hutan dapat memberikan secara fungsinya secara lestari. Terjadinya perubahan status kawasan sebagaimana disebutkan berbagai
penetapan yang dilakukan pemerintah antara lain: untuk kepentingan pemukiman (transmigrasi), ekstentifikasi perkebunan, tukar-menukar tanah kawasan, pembangunan kawasan industri dan sebagainya.
PEMBAHASAN
A. Faktor-faktor yang Menyebabkan Seseorang Melakukan Tindak Pidana Pencurian Kayu Hasil Hutan
Berdasarkan hasil penelitian lapangan faktor yang menyebabkan
terjadinya tindak pidana pencurian kayu di kabupaten Rembang dapat disebabkan oleh hal-hal yang bersifat sebagai berikut:15 (1) faktor ekonomi :
kabupaten Rembang merupakan kabupaten yang sebagaian besar kawasan hutan dan yang dimaksud dengan faktor ekonimi ini adalah didasarkan pada tingkat daya beli masyarakat serta kemampuan untuk memenuhi kehidupan
sehari-hari. Keadaan perekonomian inilah yang mempengarudi terjadinya tindak pidana pencurian kayu, dengan perekonomian yang sangat rendah
sebagian masyarakat besar berusaha untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan jalan mencuri kayu hasil hutan. Dan harga kayu dipasaran relatif tinggi
14
Ibid, hal.2. 15
10
mengakibatkan masyarakat memilih jalan pintas memenuhi kebutuhan ekonominya dengan jalan melakukan pencurian kayu; (2) Faktor pendidikan :
Minimya pengetahuan masyarakat terhadap fungsi dan manfaat hutan sangat berpengaruh terhadap ektesensi dan kelestarian hutan, keberadakan kawasan
hutan yang berdekatan dengan pemungkiman penduduk juga berpengaruh terhadap tingkat kerawanan hutan; (3) Faktor sulitnya lapangan pekerjaan : dapat diketahui bahwa pada dasarnya tindak pencurian kayu hutan disebabkan
karena mereka tidak mempunyai lapangan pekerjaan lain selain mengambil hasil hutan negara. Pada dasarnya warga masyarakat desa hutan ini yang
sudah putus sekolah pada umumnya tidak memiliki pekerjaan tetap, maka cara yang paling mudah adalah dengan jalan menebang hutan atau menganbil kayu hutan.
Sedangkan upaya-upaya yang dilakukan oleh Polisi Hutan adalah sebagai berikut:16 a) Dilakukan upaya pengamanan hutan secara terpadu
bertujuan untuk mengembalikan aset Negara (kayu jati) yang hilang, oprasi langsung maupun tidak langsung terhadap menurunya tingkat pencurian kayu; b) Dilakukan dengan pendekatan dari aspek sosial mungkin akan sangat
membantu dalam proses penurunan tingkat pencurian kayu yang terjadi di masa yang akan datang, mengingat sudah mulai ada respon yang positif dari
masyarakat terhadap upaya pengamanan hutan yang dilakukan bersama pihak Perhutani.
16
11
B. Pertimbangan Polisi Hutan dalam Menerapkan Sanksi Pidana Terhadap Pencuri Kayu Hasil Hutan Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pencurian Kayu
Hasil Hutan
Dalam menerapkan sanksi pidana terhadap pencuri kayu, polisi hutan
membagi beberapa kasus dengan jumlah hasil curian antara lain: 1). Dilakukan Melalui Jalur Hukum; Dalam menerapkan sanksi pidana terhadap pencuri kayu hasil hutan polisi hutan menerapkan saksi pidana terhadap pencuri hasil
hutan berdasarkan Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang tidak pidana kehutanan. Untuk itu penulis akan menganalis kasus pencurian kayu hutan
dengan perkara nomor: 82/Pid.Sus/2012/PN.Rbg. Atas nama: Coiron bin Khudori; umur: 32 tahun; tempat lahir: Rembang, 17 oktober 1980; jenis kelamin: Laki-laki; kebangsaan: Indonesia; tempat tinggal: Desa jambangan
RT.06/RW.02, Kecamatan Sarang, Kabupaten Rembang; agama: Islam; pekerjaan: Swasta. Dengan kronologi perkara Tindak pidana mengangkut,
menguasai atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan, yang terjadi pada hari minggu tanggal 10 juni sekira pukul 08.00 Wib, di pengergajian kayu UD. Nanda
mapan turut Desa Lodan Kulon Kec. Sale Kab. Rembang, atau setidaknya pada tahun 2011 di wilayah hukum Pengadilan Negeri Rembang. Perbuatan
tersebut dilakukan oleh tersangka yang bernama Choiron bin Khudori dengan cara, menguasai atau memiliki kayu jati hasil hutan sebanyak 14 (empat belas) batang bentuk glondongan berbagai ukuran yang tidak dilengkapi
12
saudara Kalim (belum tertangkap/DPO) dengan membeli seharga Rp. 750.000,- (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah), rencananya kalau tiddak
tertangkap kayu tersebut akan digergaji untuk membuat kursi rumah. Perbuatan para tersangka patut di duga keras telah melanggar pasal 50 ayat (3)
huruf h Jo.78 ayat (7) Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Pengadilan Negeri Rembang yang memeriksa dan mengadili perkara pidana biasa tingkat pertama, telah menjatuhkan putusan
terurai berikut dalam perkara terdakwa ditangkap pada tamggal 10 Juni 2012. Terdakwa berada dalam tahanan: a). Penyidik, sejak tanggal 11 Juni 2012
sampai dengan tanggal 30 Juni 2012; b). Perpanjangan Penuntut Umum, sejak tanggal 01 Juli 2012 sampai dengan tanggal 09 Agustus 2012; c). Penuntut Umum, sejak tanggal 25 Juli 2012 sampai dengan tanggal 13 Agustus 2012;
d). Hakim, sejak tanggal 01 Agustus 2012 sampai dengan 30 Agustus 2012; e). Perpanjangn Ketua Pengadilan Negeri Rembang, sejak tanggal 31 Agustus
2012 sampai dengan tanggal 29 Oktober 2012; f). Menjatuhkan pidana kepada terdakwa COIRON bin KHUDORI, oleh karenanya dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan dan denda sebesar Rp. 100.000.- (seratus ribu rupiah);
g). Memerintahkan terdakwa tetap ditahan; 2). Dilakukuan dengan cara kekelurgaan dalam arti bebas dengan syarat tertentu; polisi hutan dan hakim
dalam menerapkan sanksi pidana terhadap pencurian kayu hutan sebagai pelaku tindak pidana pencurian kayu hutan Negara, dapat dilakukan dengan cara kekelurgaan dalam arti bebas dengan syarat tertentu. Seperti halnya
13
seorang tersebut belum pernah melakukan pencurian maka, manajemen kehutan menerapkan saksi/kebijakan kepada orang tersebut dengan catatan
mengetahui kepala desa, LMDH (lembaga masyarakat desa hutan), toga tomas (tokoh agama tokoh masyarakat dan petugas wilayah kehutanan), dengan
membuat surat pernyataan bermaterai cukup 6000 dan di tandatangani oleh petugas dan orang yang bersangkutan. Perlindungan dan pengamanan hutan disatu pihak merupakan suatu permasalahan yang harus memperoleh
penanganan secara dini, tetapi dilain pihak masalah perlindungan dan pengamanan hutan merupakan masalah yang cukup kompleks mulai dari
mengambil kayu bakar yang dilakukan oleh warga masyarakat yang sederhana sampai kepada pencuri kayu yang sifatnya memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan. Pasal
50 ayat (3) huruf h jo. 78 ayat (70) Undang-undang republik Indonesia No. 41 tahun 1999, tentang kehutanan.
C. Kendala-Kendala yang Dihadapi Polisi Hutan Dalam Menerapkan Sanksi Pidana Terhadap Pencuri Kayu hasil Hutan Sebagai Pelaku Tindak Pidana
Pencurian Kayu Hasil Hutan
Kendala-kendala yang dihadapi dalam menerapkan sanksi pidana
terhadap pencuri kayu hasil hutan, antara lain:17 (1) Senjata api digudangkan di kantor Unit I (Drop The Gun) : Semenjak tahun 2008 ada kebijakan dari Perum Perhutani yaitu perubahan paradikma pola pengamanan hutan dari
17
14
polisional menjadi pendekatan sosial dengan melalui program PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat). Yakni Prum Perhutani dengan
masyarakat bersama-sama menjaga keamanan dan kelestarian hutan; (2) Polisi Hutan Mobil dan Polisi Hutan Teretorial tidak seimbang dibanding
kawasan hutan : Secara geografis wilayah kerja KPH Kebonharjo terletak di
6°.37’.30” LS sampai dengan 6°.58’ LS dan 4°.40’BT sampai dengan 4°.52’
BT. Sedangkan letak wilayah kerja berdasarkan daerah administrasi
pemerintah berada pada dua propinsi. Yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur atau berada di wilayah Pemerintahan tiga Kabupaten yaitu Kabupaten
Rembang, Blora, dan Tuban. Wilayah hutan KPH Kebonharjo dikelilingi oleh KPH-KPH lain, di sebelah timur berbatasan dengan KPH Jatirogo, sebelah selatan berbatasan dengan KPH Cepu, sebelah barat berbataan dengan
mantingan dan KPH Blora. Keberadaan ini sebenarnya merupakan bufferr bagi KPH kebonharjo, namun perkembangan situasi nasional KPH-KPH lain
telah mulai hutanya sehingga sekarang mulai berpotensi mengancam keamanan hutan KPH Kebomharjo. Disamping itu daerah perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur akan merupakan gendala tersendiri,
daerah-daerah perbatasan perlu tanganan khusus dibanding keamanan hutan kaarena karakteristiknya yang berbeda. Aksesibilitas lalu lintas umum KPH
kebonharjo tidak jauh dengan jalur strategis jalan utama yang menghubungkan Surabaya dengan Semarang. Jalur lintas propinsi ini secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kemudahan transportasi akses ke kota besar. Ke
15
Kondisi jalan strategis ini cukup berpengaruh pada kemudahan dan peluang pemasaran kayu curian; (3) Belum ada sarana dan prasarana pengganti senjata
api : Pada dasarnya pengamanan hutan sekarang tidak mengunakan senjata api, tapi melainkan mengunakan perasarana pendekatan soaial agar
masyarakat hutan terbuka hatinya atas manfaat hutan tersebut.
PENUTUP
Berdasarkan uraian hasil penelitian dan analisis data yang diperoleh dari hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis dapat mengambil kesimpulan
sebagai berikut:
Faktor penyebab terjadinya tindak pidana pencurian yang dilakukan warga di diwilayah KPH Kebunharjo Kabupaten Tuban antara lain : (a) Faktor ekonomi,
(b) Faktor pendidikan, (c) Faktor sulitnya lapangan pekerjaan.
Berdasarkan kasus yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini, faktor
yang menyebabkan warga melakukan tindak pidana pencurian yaitu faktor ekonomi, faktor pendidikan dan faktor sulitnya lapangan pekerjaan.
Secara umum kendala yang dihadapi polisi hutan dalam menerapkan sanksi
pidana terhadap pencurian kayu hasil hutan Negara sebagai pelaku tindak pidana pencurian diantaranya Polisi Hutan Mobil dan Polisi Hutan Teretorial tidak
seimbang dibanding kawasan hutan.
16
karena hal tersebut dapat membentuk karakteristik dan jati diri seseorang untuk tidak melakukan tindak piada pencurian.
Polisi hutan seharusnya memperhatikan dalam menjatuhkan pidana pada terdakwa yang sebagian besar merupakan masyarakat lokal yaitu bukan
semata-mata untuk pembalasan namun sebagai pengajaran, hukuman dan membuat efek jera bagi terdakwa agar tidak mengulangi perbuatannya tersebut, serta bersifat mendidik yang menunjukan pada masyarakat terutama para pelaku tindak
kejahatan agas kedepanya tidak terjerumus untuk melakukan tindakan yang kedua kalinya.
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin Dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persad.
Alam Setia Zain, 1997, Hukum Lingkungan Konservasi Hutan, Jakarta, PT Rineka Cipta.
Hilman Hadikusuma, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja Atau Skripsi Ilmu Hukum, Bandung: Mandar Maju.
Kansil, 1989, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
Moeljatno,1983, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana, Yogyakarta: Bina Aksara.
Moeljatno, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka.
P.A.F Lamintang, 1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti.
17
Ronny Hanitijo Soemitro, 1990, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta: Ghalia Indonesia.
R.Subekti dan Tjitrosoedibyo, 2005, Kamus Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita. Supriyadi, 2010, Hukum Kehutanan dan Hukum Perkebunan di Indonesia, Sinar
Grafika.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Kehutanan. Kitap Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)