Sintesis Analsim dari Kaolin secara Langsung: Pengaruh Suhu dan Waktu Kristalisasi
Frans Eko Juniantoro, Djoko Hartanto dan Didik Prasetyoko
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: [email protected] Abstrak— Analsim telah berhasil disintesis dari
kaolin secara langsung dengan variasi suhu 150, 175 dan 200°C dan waktu kristalisasi 6, 12, 18 dan 24 jam. Dalam penelitian ini analsim disintesis
dengan komposisi molar 2,6Na2O:Al2O3:7SiO2:132H2O menggunakan
metode hidrotermal. Hasil analisis XRD dan FTIR menunjukkan bahwa analsim mulai terbentuk pada suhu 150°C dengan waktu kristalisasi 12 jam, namun puncak analsim tidak terlalu tinggi masih adanya puncak zeolit lain yang lebih tinggi yaitu puncak zeolit P, begitu pula pada suhu 175 dan 200°C pada waktu 6 jam juga sama masih adanya puncak zeolit P. Analsim terbentuk sempurna pada suhu 150°C dengan waktu 24 jam, suhu 175 dan 200°C pada waktu 12, 18 dan 24 jam. Analsim akan terbentuk sempurna seiring bertambahnya suhu dan waktu kristalisasi. Berdasarkan hasil SEM morfologi analsim dengan kristalinitas tinggi berbentuk bundar seperti bola dengan permukaan yang tidak rata memiliki ukuran partikel sekitar 13,2µm, kecuali analsim yang bercampur dengan zeolit P memiliki bentuk bundar seperti bola dan persegi agak bundar yang tidak terartur.
Kata Kunci: Sintesis analsim, kaolin, suhu dan waktu kristalisasi.
I. PENDAHULUAN
Zeolit merupakan salah satu material yang sangat banyak dibutuhkan dalam industri kimia.
Beberapa manfaat zeolit dalam industri adalah sebagai adsorben, penukar kation dan sebagai katalis. Zeolit digolongkan dalam 2 macam yaitu zeolit alami dan zeolit sintesis. Pada tahun 2012 berdasarkan data rekapitulasi Kementrian ESDM, komoditi mineral bukan logam dan batuan di negara Indonesia cukup banyak salah satunya adalah zeolit. Zeolit dengan jumlah 7.171.927.000 ton dapat ditemukan diseluruh Indonesia.
Sedangkan pemanfaatan zeolit tahun 2012 hanya sebesar 2.714.221 ton sehingga masih banyak cadangan zeolit di Indonesia yang belum termanfaatkan. Umumnya zeolit digunakan sebagai katalis heterogen dalam industri, akan tetapi zeolit yang digunakan dalam industri adalah zeolit
sintetik sehingga banyak zeolit alam belum dimanfaatkan. Berdasarkan keaktifan, keselektivan dan kestabilan, zeolit sintetik lebih unggul dibandingkan dengan zeolit alam.
Umumnya zeolit sintetik disintesis dari natrium silikat dan aluminat [1-2]. Zeolit sintetik merupakan padatan kristal aluminosilikat tetrahidrat dan dapat di ion exchange oleh kation logam alkali dan logam alkali tanah dalam kerangka strukturnya. Kerangka zeolit tersusun dari tetrahedral [SiO4]4- dan [AlO4]5- dengan atom oksigen sebagai penghubung antara atom silikon dan alumunium yang digabungkan secara tiga dimensi [3]. Beberapa macam zeolit sintetik mengandung kadar silika yang rendah hingga kadar silika yang tinggi [4].
Analsim merupakan jenis zeolit dengan kadar silika yang rendah dan menggunakan jalur sintesis yang tidak umum dilakukan. Zeolit jenis ini banyak terdapat dialam namun distribusi zeolit analsim tersebut kurang baik dalam industri [5]. Pada tahun 1948 Barrer berhasil mensintesis zeolit analsim dan mordenit [2]. Akan tapi seiring dengan perkembangan penggunaan material dalam skala besar jenis zeolit dalam industri, zeolit analsim tersisihkan dengan zeolit jenis ZSM-5. Analsim merupakan jenis zeolit dengan pori berukuran mikropori, diamana pori analsim ini hampir sama dengan pori yang dimiliki ZSM-5, hanya berbeda dari kandungan silika pada kedua jenis zeolit tersebut dan proses sintesis. ZSM-5 lebih lama dibandingkan analsim, menurut penelitian Wang dkk. (2007) ZSM-5 terbentuk pada waktu kristalisasi minimal 24 jam pada suhu 180°C.
Analsim memiliki kandungan silika rendah sedangkan ZSM-5 memiliki kandungan silika tinggi, sehingga analsim mudah disintesis dan membutuhkan reaktan atau kandungan silika yang kecil dibandingkan ZSM-5 [3]. Tidak hanya digunakan sebagai katalis heterogen, analsim dalam industri air berfungsi sebagai pentukar kation dan penyaring ion, sedangkan dalam industri nuklir berfungsi sebagai pengolahan limbah nuklir dan penyerap radio isotop [6-9]
Sintesis analsim umumnya dilakukan dengan metode hidrotermal menggunakan sumber silika dan alumina komersial. Yokomori dan Idaka (1997) telah berhasil minsintesis analsim dan menentukan struktur kristal analsim menggunakan SiO2 komersial sebagai sumber silika dan Al2O3 komersial sebagai sumber alumina. Selain
Yokomori dan Idaka, Kohoutkova dkk. (2006) juga telah berhasil mensintesis analsim menggunakan silika dan alumina komersial sebagai sumber silika dan alumina. Salah satu kelemahan sumber silika komersil adalah biaya sintesis analsim lebih mahal dibandingkan dengan sumber silika dan alumina dari alam. Oleh karena itu, penelitian mengenai sintesis analsim dengan sumber silika dan alumina dari alam mulai dikembangkan. Beberapa material alam yang memiliki kandungan silika dan alumina adalah kaolin, abu sekam padi dan abu layang [10- 12]. Kaolin merupakan material alam yang sering digunakan untuk sintesis zeolit karena kaolin memiliki kandungan utama kaolinit dengan struktur Al4Si4O10(OH)8. Berdasarkan struktur kaolinit tersebut, kaolin memiliki struktur silika dan alumina dalam komponen utama penyusunnya sehingga dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan analsim [13-14].
Beberapa sintesis analsim telah berhasil dilakukan menggunakan material alam salah satunya dengan dimodifikan logam titanium (Ti) dan Vanadium (V) menggunakan kaolin lokal sebagai sumber silika dan alumina serta natrium silikat sebagai silika tambahan [15]. Atta dkk., pada tahun 2012, mensintesis analsim menggunakan metakaolin sebagai sumber silika dan alumina serta abu sekam padi sebagai sumber silika tambahan.
Metakaolin adalah kaolin yang sudah melewatin proses kalsinasi pada suhu 900°C. Penggunaan metakaolin dalam sintesis analsim ini karena fase pada metakaolin sangat reaktif sehingga dapat digunakan sebagai sumber alumina dan silika [16].
Berdasarkan latar belakang tersebut dalam penelitian ini dilakukan studi mengenai sintesis analsim dari kaolin secara langsung dengan variasi suhu sintesis sebesar 150, 175 dan 200°C dan waktu kristalisasi sebesar 6, 12, 18 dan 24 jam.
selanjutnya padatan hasil sintesis dikarakterisasi menggunakan difraksi sinar-X (XRD), spektroskopi inframerah dan Scanning Electron Microscopy (SEM)
II.URAIAN PENELITIAN A. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas, neraca analitik, pengaduk magnet, peralatan autoklaf, oven, setrifuge, kertas pH universal dan kurs porselen. Selain itu untuk karakterisasi digunakan instrumentasi diantaranya XRD Phillips Expert, FTIR Shimadzu 84000S, SEM ZEISS EVO MA 10. Sedangkan bahan yang digunakan diantaranya Kaolin Bangka Belitung (45,86% SiO2 dan 22% Al2O3), NaOH (Merck, 99%), LUDOX (Aldrich, 30% Si dalam air) dan aquademineralisasi.
B. Prosedur Kerja B.1 Sintesis Analsim
Dalam penelitian ini disintesis analsim dari bahan kaolin tanpa templat organik yang dilakukan dengan variasi waktu 6,12,18 dan 24 jam dan variasi suhu kristalisasi 150, 175 dan 200°C.
Bahan – bahan yang digunakan kaolin sebagai sumber silika dan alumina sedangkan LUDOX digunakan sebagai sumber silika tambahan. NaOH digunakan sebagai agen mineralisasi dan sumber ion Na+ serta aquademineralisasi digunakan sebagai sumber H2O.
Metode sintesis disesuaikan dengan prosedur yang telah dilaporkan Atta dkk., (2012) dengan parameter sintesisnya 2,6Na2O : Al2O3 : 7SiO2 : 132H2O. Sintesisnya diawali dengan menimbang aquademineralisasi 75,6244 gram dan dibagi menjadi dua bagian. Dalam setengah bagian aquademineralisasi pertama ditambahkan 8,3012 gram NaOH lalu diaduk sampai larut. Kemudian 18,5370 gram kaolin ditambahkan kedalam larutan NaOH tersebut. Dalam campuran yang berwarna putih lalu ditambahkan LUDOX secara perlahan sebanyak 27,7324 gram dan kecepatan stirer dinaikkan sampai 400 rpm. Setelah penambahan LUDOX selesai dan larutan telah homogen selanjutnya ditambahkan setengah bagian aquademineralisasi yang kedua. Campuran distirer dengan kecepatan 550 rpm selama 8 jam. Setelah proses pengadukan, campuran diperam (aging) selama 72 jam pada suhu kamar. Lalu dimasukkan dalam autoklaf stainless steel dan dilakukan proses hidrotermal pada variasi suhu 150, 175 dan 200°C masing – masing variasi waktu kristalisasi 6, 12, 18 dan 24 jam. Padatan hasil hidrotermal dicuci dengan aquademineralisasi sampai pH netral.
Selanjutnya padatan dikeringkan dalam oven bersuhu 120°C selama 8 jam.
B.2 Karakterisasi
Karakterisasi dengan spektroskopi inframerah digunakan untuk mengidentifikasi vibrasi ikatan;
difraksi sinar-X (XRD) digunakan untuk mengetahui struktur, komposisi dan kristalinitas sampel serta SEM digunakan untuk mengetahui morfologi sampel.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sintesis Analsim
Pada penelitian ini telah berhasil disintesis analsim dari kaolin secara langsung tanpa templat organik. Sintesis zeolit analsim dilakukan dengan
perbandingan komposisi molar 2,6Na2O:Al2O3:7SiO2:132H2O. Prekursor yang
digunakan adalah kaolin Bangka sebagai sumber alumina dan silika, LUDOX (Silika sol) sebagai sumber silika tambahan; NaOH sebagai sumber Na+ dan alkalinitas dalam analsim dan aquademineralisasi sebagai sumber H2O. Tahapan
sintesis adalah hidrolisis, gelasi, pemeraman dan kristalisasi.
Sintesis diawali menimbang aquademineralisasi sesuai perbandingan dan
membagi menjadi dua bagian, bagian pertama dari aquademineralisasi dicampurkan dengan NaOH sampai larut sempurna berwarna bening. Dalam larutan NaOH yang sudah larut ditambahkan kaolin secara perlahan sambil diaduk menggunakan pengaduk magnet. Kemudian LUDOX ditambahkan perlahan pada campuran tersebut dan sambil diaduk, kecepatan pengadukan ditingkatkan.
Setelah penambahan LUDOX campuran menjadi sangat kental dan berwarna putih susu, lalu ditambahkan aquademineralisasi yang bagian kedua sambil diaduk. Pengadukan dilanjutkan dengan kecepatan stabil selama 8 jam pada suhu ruang, berfungsi untuk menghomogenkan campuran sehingga komposisi setiap bagian campuran menjadi rata tercampur. Pada proses ini terjadi tahap hidrolisis dan gelasi yang menghasilkan gel putih susu kental. Selanjutnya proses pemeraman (aging) dilakukan selama 72 jam, pada proses pemeraman terjadi penataan ulang ikatan dan struktur kimia dari fasa padat dan struktur kimia dari fasa padat dan cair. Setelah selesai semua bahan dicampur, campuran tersebut dimasukkan autoklaf stainless steel untuk dilakukan proses kristalisasi melalui metode hidrotermal. Hidrotermal dilakukan dalam oven dengan variasi suhu 150, 175 dan 200°C dan variasi waktu kristalisasi 6, 12, 18 dan 24 jam.
Pada proses hidrotermal dilakukan dalam keadaan tertutup. Terjadi fase kesetimbangan, sehingga terjadi reaksi pemutusan ikatan Si-O/Al-O setelah pemanasan dengan terbentuk ikatan Si-O- Al [17]. Padatan dan cairan hasil hidrotermal diambil dan diukur pHnya yaitu 13, setelah itu dicuci dengan aquademineralisasi sampai pH netral. Setelah pH nya netral, endapan putih (padatan putih) dikeringkan dalam oven 120°C selama 8 jam fungsinya untuk menghilangkan sisa air. Hasil padatan yang setelah dikeringkan berbentuk serbuk dan berwarna putih.
B. Karakterisasi Analsim B.1 Karakterisasi XRD
Analsim berhasil disintesis dari kaolin secara langsung dengan metode hidrotermal. Karakterisasi XRD digunakan untuk mengidentifikasi material kristalin, analisis fasa kristalin secara kualitatif/kuantitatif, dan ukuran kristalin. Pada Gambar 3.1 menunjukkan pola difraktogram XRD kaolin Bangka dengan puncak tertinggi pada 2θ 12.3 dan 24.85°, yang merupakan puncak spesifik kaolinit [18-21].
Gambar 3.1 Pola difraktogram Kaolin Bangka B.1.a Pengaruh Waktu pada Sintesis Analsim
Sintesis analsim telah dilakukan pada suhu 150, 175 dan 200°C dengan waktu kristalinitas 6, 12, 18 dan 24 jam. Hasil difraksi sinar-X sampel dengan suhu 150°C ditunjukkan pada Gambar 3.2.
Berdasarkan Treacy dan Higgins analsim memiliki puncak spesifik pada 2θ 25.96, 15.81, 30.54, 47.7 dan 33.27° ditunjukkan pada Gambar 3.2 (a).
Kaolin telah mengalami perubahan setelah proses hidrotermal selama 6 jam dengan suhu 150°C hal ini ditunjukkan Gambar 3.2 (b) dan (c), puncak spesifik kaolin pada 2θ 12.3 dan 24.85° tidak muncul melainkan muncul puncak zeolit P pada 2θ 12.45 dan 17.89. Puncak spesifik zeolit P pada 2θ 12.5, 17.9, 22.4, 29.1 dan 34.1° [5, 8, 21-23].
Analsim mulai terbentuk pada Gambar 3.2 (c) dan (d) namun masih terdapat puncak zeolit P. Puncak yang spesifik pada zeolit P menurun pada waktu 18 jam dengan suhu 150°C dan puncak analsim mulai tajam, ditunjukkan pada Gambar 3.2 (e). Analsim terbentuk secara sempurna pada waktu 24 jam dan puncak zeolit P hilang.
Berdasarkan difraktogram XRD sampel analsim pada suhu 175°C ditunjukkan pada Gambar 3.3. Dari keempat sampel pada Gambar 3.3 (a-d) memiliki pola 2θ sama yaitu 15.84, 25.95, 30.54, 33.2 dan 47.7°. Puncak spesifik pada sampel menunjukkan fase yang sama, merupakan tipe struktur analsim. Namun pada waktu 6 jam, sampel masih terdapat puncak kecil zeolit P pada 2θ 12.47, 17.7, 21.7 dan 28.12°.
Gambar 3.4 (a-d) merupakan hasil difraktogram XRD sampel analsim pada suhu 200°C pada waktu kristalisasi 6, 12, 18 dan 24 jam.
Dari keempat sampel memiliki pola 2θ sama yaitu 15.84, 25.95, 30.54, 33.2 dan 47.7°. Puncak spesifik pada sampel menunjukkan fase yang sama, merupakan tipe struktur analsim. Namun pada waktu 6 jam, sampel masih terdapat puncak spesifik dan puncak yang tinggi zeolit P pada 2θ 12.64, 12.59, 17.59, 21.68, 28.00, 28.64 dan 33.2°.
Berdasarkan variasi waktu kristalisasi 6, 12, 18 dan 24 jam dengan proses hidrotermal suhu 150, 175 dan 200°C dapat disimpulkan bahwa semakin
bertambahnya waktu kristalisasi, maka analsim mudah terbentuk. Menurut Azizi dan Yousefpour (2009) pada suhu rendah dan waktu kristalinitas yang singkat terbentuk analsim namun terdapat campuran zeolit P didalamnya. Hal yang sama ini juga dijelaskan oleh Kohoutkova dkk. (2006) dan Tatlier dkk. (2007) semakin bertambahnya waktu kristalisasi maka akan mudah terbentuk analsim, seperti ditunjukkan pada Tabel 3.1.
Gambar 3.2 Pola difraktogram sinar-X (a) Analsim (Treacy dan Higgins, 2001) (b) kaolin dan padatan hasil sintesis pada suhu 150°C dengan waktu kristalisasi (c)6, (d)12, (e)18 dan (f) 24 jam
Gambar 3.3 Pola difraktogram sinar-X (a) Analsim (Treacy dan Higgins, 2001) dan padatan hasil sintesis pada suhu 175°C dengan waktu kristalisasi (b)6, (c)12, (d)18 dan (e)24 jam
Tabel 3.1 Fase pembentukan analsim berdasarkan suhu dan waktu kristalisasi.
No
Waktu
Kristalisasi Suhu
(jam) 150°C 175°C 200°C
1 6 Zeolit P
Zeolit P dan Analsim
Zeolit P dan Analsim
2 12
Zeolit P dan
Analsim Analsim Analsim
3 18
Zeolit P dan
Analsim Analsim Analsim 4 24 Analsim Analsim Analsim
Gambar 3.4 Pola difraktogram sinar-X (a) Analsim (Treacy dan Higgins, 2001) dan padatan hasil sintesis pada suhu 200°C dengan waktu kristalisasi (b)6, (c)12, (d)18 dan (e)24 jam
B.1.b Pengaruh Suhu pada Sintesis Analsim
Sintesis analsim telah dilakukan, dengan variasi suhu 150, 175 dan 200°C dilakukan pada waktu 6, 12, 18 dan 24 jam. Berdasarkan karakterisasi difraksi sinar-X menunjukkan hasil sampel pada waktu 6 jam dengan variasi suhu hidrotermal 150, 175 dan 200°C, dari hasilnya masih terbentuknya zeolit P. Namun puncak- puncak kaolin yang merupakan sumber silika dan alumina sudah tak terlihat menyatakan bahwa kaolin telah larut dan membentuk zeolit meskipun belum terbentuk analsim melainkan terbentuk zeolit P. Puncak spesifik zeolit P berdasarkan Covarrubias dkk. (2005), Azizi dan Yousefpour (2009) dan Azizi dkk. (2013) pada 2θ 12.5, 17.9, 22.4, 29.1 dan 34.1°.
Berdasarkan pola difraktogram sinar-X sampel analsim pada waktu 12 jam dengan variasi suhu 150, 175 dan 200°C, pada suhu 150°C analsim mulai terbentuk muncul puncak krtistal analsim pada 2θ 15.84, 25.99 dan 30.54°, namun masih terdapatnya zeolit lain didalam sampel tersebut karena muncul puncak-puncak lain selain puncak analsim yang intensitasnya cukup tinggi.
Puncak tersebut merupakan puncak zeolit P yang merupakan zeolit lain dari sintesis analsim. Sampel analsim yang dilakukan pada variasi suhu 175 dan 200°C, analsim terbentuk sempurna dan puncak- puncak zeolit P yang intensitasnya tinggi sudah hilang, menandakan bahwa analsim terbentuk secara baik pada suhu tersebut.
Berdasarkan pola difraktogram sinar-X sampel analsim pada waktu 18 jam dengan variasi suhu 150, 175 dan 200°C. Pada suhu 150°C dapat dilihat pola difraktogram XRD masih adanya puncak selain analsim yaitu puncak zeolit P, namun intensitas puncak zeolit P tidak terlalu tinggi.
Sintesis analsim dengan variasi suhu 175 dan 200°C pola difraktogram XRD memiliki puncak yang sama yaitu pada 2θ 15.89, 18.36, 26.01 dan 30.58° itu merupakan puncak analsim dan tanpa ada puncak-puncak lain.
Berdasarkan pola difraktogram sinar-X sampel analsim waktu kristalisasi 24 jam dengan variasi suhu 150,175 dan 200°C, dengan pola puncak-puncak pada 2θ sekitar 15.8, 18.27, 24.24, 25.94 dan 30.51°, ketiga sampel tersebut memiliki puncak pada 2θ, hal ini menunjukkan bahwa ketiga sampel ini memiliki fasa yang sama merupakan tipe struktur analsim. Jadi, dapat disimpulkan bahwa semakin bertambahnya suhu pada proses hidrotermal dengan waktu yang sama dalam sintesis analsim, analsim akan terbentuk dengan kristalinitas yang baik tanpa adanya pengotor zeolit P. Pernyataan ini sesuai dalam penelitian Novotna dkk. (2003), Kohoutkova dkk. (2006), Azizi dan Yousefpour (2009) dan Azizi dkk. (2010).
B.2 Spektroskopi Inframerah
Analsim berhasil disintesis dari kaolin secara langsung dan dikarakterisasi menggunakan spektroskopi inframerah. Fungsi spektroskopi inframerah berfungsi untuk mengetahui vibrasi gugus fungsi.
Berdasarkan Gambar 3.5 (a) menunjukkan spektra inframerah sampel kaolin dengan puncak pada bilangan gelombang 408, 430, 470, 538, 700, 754, 912, 1009, 1029 dan 1110 cm-1. Menurut Alkan dkk. (2005) puncak spektra kaolin muncul pada bilangan gelombang 430 dan 469 cm-1 menunjukkan vibrasi ikatan Si-O; puncak 697 dan 755 cm-1 menunjukkan vibrasi ikatan AlO-H;
puncak pada 755 dan 795 cm-1 dari vibrasi ikatan Si-O-Si, sedangkan puncak terakhir 1008 dan 1115 cm-1 merupakan vibrasi ulur ikatan Si-O.
Berdasarakan hasil spektra inframerah sampel dengan suhu 150°C waktu 6 jam masih terdapat puncak-puncak kaolin yaitu pada bilangan gelombang 433, 468, 536, 700 dan 914 cm-1 dan memiliki 2 puncak pada bilangan gelombang antara 1007-1030 cm-1 seperti halnya puncak kaolin yang ditunjukkan pada Gambar 3.5 (b). Pada Gambar 3.5 (c) terlihat adanya puncak spesifik analsim pada bilangan gelombang 613 dan 1016 cm-1. Pada bilangan gelombang 613 cm-1merupakan vibrasi ulur simetri ikatan T-O-T dan pada 1016 cm-1 merupakan vibrasi asimetri [24]. Adanya puncak lain selain analsim yaitu puncak zeolit P pada bilangan gelombang 738 cm-1 merupakan vibrasi ulur T-O dimana T adalah Si atau Al [23].
Berdasarkan Gambar 3.5 (d) terdapat puncak spesifik analsim pada bilangan gelombang 617, 905 dan 1010 cm-1 , sedangkan pada puncak spektra inframerah tersebut masih terdapat puncak zeolit P yaitu pada bilangan gelombang 740 cm-1, hal ini menunjukkan bahwa ikatan zeolit P telah mengalami pemutusan dan akan hilang jika waktu proses hidrotermal ditambah. Pernyataan ini didukung oleh data XRD dimana semakin lama proses kristalisasi maka zeolit analsim mudah terbentuk [23]. Berdasarkan puncak spektra inframerah pada Gambar 3.5 (e) menunjukkan puncak spesifik analsim dan tidak ada lagi spektra inframerah puncak zeolit P. Berdasarkan spektra inframerah sampel analsim pada suhu 175°C dengan variasi waktu 6, 12, 18 dan 24 jam, ditunjukkan pada Gambar 3.6. Pada Gambar 3.6 (b) muncul puncak spesifik analsim pada bilangan gelombang 619 dan 1010 cm-1 menandakan tidak munculnya puncak kaolin, hal ini menunjukkan ikatan-ikatan kaolin mengalami pemutusan dan mulai membentuk ikatan baru pada waktu kristalisasi 6 jam. Pada Gambar 3.6 (c-e) muncul lagi puncak spesifik analsim pada bilangan gelombang 881 cm-1 merupakan vibrasi internal ikatan (Si, Al)O4 [23].
Berdasarkan hasil spektra inframerah suhu 200°C sama dengan hasil spektra inframerah suhu 175°C, melainkan pada waktu 6 jam suhu 200°C masih terdapatnya puncak-puncak zeolit P pada bilangan gelombang 742 cm-1 yang merupakan vibrasi ulur simetri T-O ditunjukkan Gambar 3.7 (b) [23].
Berdasrkan hasil spektra inframerah pada suhu 200°C dengan waktu 12, 18 dan 24 jam mempunyai puncak-puncak spesifik analsim ditunjukkan pada Gambar 3.7 (c-e).
Gambar 3.5 Spektra inframerah sampel (a)kaolin,padatan hasil sintesis pada suhu 150°C pada waktu (b) 6, (c) 12, (d) 18 dan (e) 24 jam
Gambar 3.6 Spektra inframerah sampel (a)kaolin,padatan hasil sintesis pada suhu 175°C pada waktu (b) 6, (c) 12, (d) 18 dan (e) 24 jam
Gambar 3.7 Spektra inframerah sampel (a)kaolin,padatan hasil sintesis pada suhu 200°C pada waktu (b) 6, (c) 12, (d) 18 dan (e) 24 jam B.3 Scanning Electron Microscopy (SEM)
Padatan hasil sintesis dilanjutkan karakterisasi menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). Fungsi SEM untuk mengetahui morfologi padatan. Berdasarkan hasil karakterisasi SEM sampel pada suhu 175°C dengan waktu kristalisasi 24 jam. Memiliki morfologi bundar-bundar seperti bola ditunjukkan pada Gambar 3.8. Dilakukan pembesaran lain fungsinya untuk mengetahui morfologi padatan hasil sintesis lebih jelas dan besar Gambar 3.8 (b-d). Untuk pembesaran selanjutnya morfologi bentuk bola tersebut memiliki permukaan yang tidak rata seperti bola takraw dan memiliki ukuran partikel sekitar 13,2µm. Bentuk morfologi analsim ini sesuai dengan penelitian Kohoutkova dkk. (2006); Hegazy dkk. (2010) dan Azizi dkk. (2013) yaitu berbentuk bola dengan permukaan yang tidak rata. Hasil ini sesuai dengan data difraksi sinar-X, menunjukkan bahwa padatan hasil sintesis pada suhu 175°C dengan waktu kristalisasi 24 jam memiliki puncak spesifik analsim. Puncak spesifik difraksi sinar-X sesuai dengan jurnal Treacy dan Higgins (2001).
Berdasarkan karakteriasi SEM sampel pada suhu 200°C dengan waktu kristalisasi 6 jam.
Bentuk morfologi pada Gambar 3.9 (a) adalah bola, namun sedikit sekali yang bentuk bola dikarenakan analsim pada proses hidrotermal ini belum terbentuk sempurna masih banyaknya zeolit lain selain analsim yaitu zeolit P. Bentuk morfologi zeolit P memiliki bentuk persegi tidak rata hampir menyerupai bola [23]. Hasil ini sesuai dengan data difraksi sinar-X, bahwa padatan hasil sintesis pada
suhu 200°C dengan waktu kristalisasi 6 jam memiliki puncak-puncak zeolit P yang intensitasnya tinggi. Puncak zeolit P difraksi sinar- x sesuai dengan jurnal Atta dkk. (2012) dan Azizi dkk. (2013). Untuk morfologi bentuk bundar seperti bola yaitu bentuk morfologi analsim yaitu sama memiliki bentuk bola dan permukaan tidak rata seperti bola takraw dan memiliki ukuran partikel sekitar 14µm. Bentuk morfologi sama seperti sampel sebelumnya yaitu berbentuk bola memiliki permukaan yang tidak rata, ditunjukkan pada Gambar 3.9 (c) dan (d).
Gambar 3.8 Morfologi padatan hasil sintesis suhu 175°C dengan waktu 24 jam (a)1000, (b)5.000, (c)10.000 dan (d)20.000 kali
Gambar 3.9 Morfologi padatan hasil sintesis suhu 200°C dengan waktu 6 jam (a)1000, (b)5.000, (c)10.000 dan (d)20.000 kali
IV. KESIMPULAN
Analsim telah berhasil disintesis dari kaolin secara langsung, NaOH sebagai agen mineralisasi dan LUDOX (silika sol) sebagai sumber silika tambahan. Dari hasil karakterisasi XRD dan FTIR menunjukkan bahwa analsim mulai terbentuk pada suhu 150°C dengan waktu kristalisasi 12 jam, namun puncak analsim tidak terlalu tinggi masih adanya puncak zeolit lain yang lebih tinggi yaitu puncak zeolit P, begitu pula pada suhu 175 dan 200°C pada waktu 6 jam juga sama masih adanya
puncak zeolit P. Analsim terbentuk sempurna pada suhu 150°C dengan waktu 24 jam, suhu 175 dan 200°C pada waktu 12, 18 dan 24 jam. Analsim akan terbentuk sempurna seiring bertambahnya suhu dan waktu kristalisasi. Selain itu berdasarkan hasil SEM morfologi analsim dengan kristalinitas tinggi berbentuk bundar seperti bola dengan permukaan yang tidak rata dan memiliki ukuran partikel sekitar 13,2 µm, kecuali analsim yang bercampur dengan zeolit P memiliki bentuk bola dan persegi agak bundar yang tidak terartur.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Djoko Hartanto dan Bapak Didik Prasetyoko selaku dosen pembimbing penulis.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Breck, D.W. 1974. Zeolite Molecular Sieves.
John Wiley and Sons. New York
[2] Barrer, R.M. 1982. Hydrotermal Chemistry of Zeolites. London Academic Press.
[3] Smart, L., Moore, E. 1993. Solid State Chemistry: An Introduction. Chapman &
Hall University and Professional Division.
London
[4] Chester, W.A. dan Derouane, G.E. 2001.
Zeolite Characterization and Catalysis.
Springer Dordrecht Heidelberg London New York.
[5] Atta, Y.A., Jibril, Y.B., Aderemi, O.B., Adefila, S.S. 2012. “Preparation of Analicime from Local Kaolin and Rice Husk Ash”. Applied Clay Science 61, 8-13.
[6] Barrer, R.M. 1950. “Ion Exchange and Ion Sieve Processes in Crystalline Zeolit”. Journal of the Chemical, 2342.
[7] Mallah. M.H. 1999. “Determination Structure and Evaluation of Ion Exchange Zeolite”
Thesis, Dept. of Chemistry Faculty of Science. Tehran University, Tehran, Iran.
[8] Azizi, S.N. dan Yousefpour M. 2009.
“Synthesis of Aluminum-Rich Analcime Using an Ethylene Diamine Derivative as Template”.
Journal Inorganic and General Chemistry 635, 1654-1658.
[9] Azizi, S.N. dan Tilami, S.E. 2012. “Framework- Incorporated Mn and Co Analcime Zeolites:
Synthesis and Characterization”. Journal of Solid State Chemistry 198, 138-142.
[10] Chareonpanich, M., Namto, T., Kongkachuichay, P., Limtrakul, J. 2004.
“Synthesis of ZSM-5 Zeolite from Lignite Fly Ash and Rice Husk Ash”. Fuel Processing Technology 85, 1623–1634.
[11] Vempati, R.K., Borade, Hedge., R.S., Komarneni, S. 2006. “Template Free ZSM-5 from Siliceous Rice Husk Ash with Varying C Contents”. Microporous and Mesoporous Materials 93,134-140.
[12] Wang, P., Shen, B., Shen, D., Peng, T., Gao, J.
2007. “Synthesis of ZSM-5 Zeolite from Expanded Perlite/Kaolin and its Catalytic Performance for FCC Naphtha Aromatization”. Catalysis Communications 8, 1452-1456.
[13] Murray, H.H.2000.“Tradition and New Applications for Kaolin, Smetic, and Palygorskite: A General Overview”. Applied Clay Science 17, 207-221.
[14] Cheng, H., Liu, Q., Yang, J., Ma, S., Frost, L.R. 2012. “The Thermal Behavior of Kaolinite Intercalation Complexes-A Review”. Thermochimica Acta 545, 1-13.
[15] Hegazy, E.Z., Maksod, I.H., Enin, R.M.M.
2010. “Preparation and Characterization of Ti and V Modified Analcime from Local Kaolin”. Applied Clay Science 49, 149–155.
[16] Chandrasekhar, S., Pramada, P.N. 2004.
“Kaolin-based Zeolite Y, a Precursor for Cordierite Ceramics”. Applied Clay Science 27, 187-198.
[17] Cundy, S.C., Cox, A.P.2005. “The Hydrothermal Synthesis of Zeolites:
Precursors, Intermediates and Reaction Mechanism”. Microporous and Mesoporous Materials 82, 1-78.
[18] Santos, P.S., 1975. Tecnologia de Argilas aplicadas a Argilas Brasileiras, vol. 1.
Editora Edgard Blücher Ltda., São Paulo.
[19] Nisaa, S. 2011. “Adsorpsi Biru Metilena pada Kaolin dan Nanokomposit Kaolin/TiO2 serta Uji Sifat Fotokatalisis”. Skripsi Departemen Kimia FMIPA ITB: Bandung.
[20] Alkan, M., Hopa, C., Yilmaz, Z., Guler, H.
2005. “The Effect of Alkali Concentration and Solid/Liquid Ratio on The Hydrothermal Synthesis of Zeolites NaA from Natural Kaolinite”. Microporous and Mesoporous Materials 86, 176-184.
[21] Covarubias, C., Garcia, R., Arriagada R., Yanez J., Garland, M.T. 2006. “Cr(III) exchange on zeolites obtained from kaolin and natural mordenite”. Microporous and Mesoporous Materials 88, 220-231.
[22] Tatlier, M., Cigizoglu, K.B., Tokay, B., Senather A.E. 2007. “Microwave vs.
Conventional Synthesis of Analcime from Clear Solutions”. Journal of Crystal Growth 306, 146–151.
[23] Azizi, S.N., Daghigh, A.A., Abrishamkar, M.
2013. “Phase Transformation of Zeolite P to Y and Analcime Zeolites due to Changing the Time and Temperature”. Journal of Spectroscopy 2013, 5.
[24] Azizi, S.N. dan Yousefpour M. 2010.
“Synthesis of Zeolites NaA and Analcime using Rice Husk Ash as Silica Source without using Organic Template”. Journal Material Scientist 45, 5692–5697.